Rangkuman untuk yg males baca bahasa inggris nya
Artikel ini mengambil contoh 4 kota untuk memahami gambaran kerusuhan 1998, Medan, Solo, Yogyakarta, Surabaya . Kerusuhan 1998 terjadi sangat parah di Medan dan Solo, tapi tidak terjadi di Yogyakarta dan Surabaya. Walaupun demografis etnis penduduk Solo sangat mirip dengan Yogyakarta dan hanya berjarak 60 km.
Yang aneh dari fenomena ini, jika memang ada sentimen anti-chinese secara nasional, mengapa hanya terjadi di beberapa tempat dan tidak di tempat lainnya. Banyak peneliti yang menduga terjadi persekongkolan antara pihak militer dengan preman daerah. Dan tujuannya adalah mengalihkan perhatian dari ketidak mampuan pemerintah untuk mengendalikan demonstrasi mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah saat itu.
Kerusuhan2 ini terlalu sistematis dan mirip kronologi nya di berbagai kota. Dengan kota Medan sebagai “misi percobaan“ terjadi seminggu sebelumnya. Dan seminggu kemudian kerusuhan dengan model yang sama meluas ke kota2 besar lainnya.
Solo dan Yogya memiliki demografis etnis yang sangat mirip. Menurut survey dari artikel ini. Masyarakat etnis Chinese dan Jawa cukup membaur, menghadiri pesta pernikahan tetangga dari etnis berbeda, anak dan lingkungan kerja dan komunitas organisasi berbaur antar etnis 60 % ke atas, satu2 nya perbedaan mencolok adalah, organisasi yang menjembatani persoalan sosial antar etnis, di Yogyakarta lebih banyak organisasi semacam ini dan 94% diprakarsai oleh pemerintah daerah Yogyakarta, dan di solo 36% diprakarsai pemerintah daerah Solo. Sementara organisasi sejenis yg diprakarsai masyarakat setempat hanya 14 % di Yogyakarta dan 83% di Solo. Jadi pemerintah Yogyakarta aktif menyelesaikan masalah sosial antar etnis.
Pada masa transisi rezim Suharto, sudah pernah terjadi kekerasan etnis, antara suku Dayak dan Melayu di Kalimantan, kr****n dan Muslim di Ambon dan Poso . Tetapi kekerasaan2 etnis ini dalam skala lebih kecil dan tetap ada ketidak pastian apakah Suharto akan turun atau tidak. Kita perlu bertanya, pihak mana yg mendapat keuntungan dari kerusuhan 1998 pada saat itu dan tempat2 tertentu itu.
=====================================================
Awal mula kerusuhan Mei 1998, sudah mulai terjadi kecil2an di awal Januari-Februari 1998. Januari 1998 sudah terjadi beberapa kerusuhan penjarahan karena kenaikan harga BBM dan sembako.
12 Januari 1998 di desa kecil Lengkong, dekat Jember Jawa timur, mendemo Bulog. Besoknya, konvoi truk dan sepeda motor menjarah toko2 Chinese di Banyuwangi, dekat Jember. Kekerasan berlangsung 3 hari tanpa ada intervensi dari pihak berwajib. Dan kerusuhan 5 hari ini berakhir dalam skala kecil.
26 Januari 1998, nelayan di Kragan, dekat Serang menjarah toko2 Chinese
28-30 Januari 1998, terjadi kekerasan dengan skala lebih besar di jalan antara Semarang dan Surabaya.
2 Februari 1998, konvoi motor masuk ke Pasuruan, sebelum terjadi pembakaran dan penjarahan
Pihak kepolisian menemukan indikasi bahwa pihak militer mengadakan pertemuan2 dengan preman untuk merencanakan aksi2 ini.
Dan ada aktivitas politik yang membesarkan sentimen etnis ini ke skala lebih besar. 3 Februari 1998, Prabowo Subianto (menantu Suharto) pemimpin Kopassus, bertemu dengan ketua Association of Muslim Intelect. MUI mengumumkan agar pengusaha pribumi melindungi usahanya dari pihak luar. Alm Jenderal Feisal Tanjung dan Alm Jenderal Syarwan Hamid membuat pernyataan yang menuduh etnis Chinese Indonesia menimbun modal.
================================================
Medan
Selain Jakarta, kerusuhan terparah berikutnya terjadi di Medan dan Solo. Dimulai tgl 12 Mei 1998, 4 mahasiswa Trisakti ditembak saat demonstrasi.
Sensus tahun 2000, Kota Solo(3.6% etnis Chinese) dan Yogyakarta (1.6%). Perbandingan antara Solo dan Yogyakarta karena hampir mirip besar kota dan jumlah penduduknya. Surabaya kota terbesar kedua di Indonesia dengan etnis Chinese 4.4%, dan Medan kota terbesar ketiga dengan etnis Chinese 10.7%.
Medan
Menurut Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mei 1998, kerusuhan di Medan adalah “misi percobaan” seminggu sebelumnya yang menjadi contoh bagi kota2 lainnya. Artikel ini menyimpulkan bahwa pihak militer bekerja sama dengan preman untuk mengalihkan perhatian demonstrasi terhadap pemerintah, menjadi kerusahan terhadap etnis Chinese.
2 Mei 2008, Seminggu sebelum kasus penembakan trisakti, sudah terjadi bentrokan demonstrasi mahasiswa di Medan dalam skala besar, dan membakar Showroom Mobil Timur milik Tommy Suharto (anak Suharto).
4 Mei 2008, pemerintah mengumumkan kenaikan BBM dan listrik, demonstran mahasiswa dan non-mahasiswa membakar pos polisi.
5 Mei 2008, 50 demonstator ditangkap, penjarahan dan pembakaran toko Chinese mulai terjadi. Beberapa saksi pengusaha Chinese mengatakan bahwa mereka telah diancam preman beberapa hari sebelumnya ttg kerusuhan ini.
6 Mei 2008, kerusuhan meluas dan di luar kendali, mobil dan bangunan dibakar. Ada saksi mata menyatakan malam hari ada truk pasukan brigade membawa preman dan secara aktif membantu preman untuk membakar dan menjarah bangunan. Gubernur propinsi dan kepala polisi Sumut mengumumkan keadaan dalam kendali dan tidak diperlukan jam larang keluar malam
6-7 Mei 2008, terlihat kelompok kecil atas 10 org, terlihat di beberapa tempat dan menembaki para demonstator. Etnis Chinese membanjiri bandara Polonia dan melarikan diri ke Penang, Singapore, Hongkong, Batam, dll. Banyak kekerasan yang dipicu oleh anggota2 preman lokal.
Kesimpulan dari 5 hari kerusuhan di Medan, 5 Mei saat demonstrasi anti- rezim pemerintah memuncak dengan pembakaran pos polisi dan diluar kendali aparat keamanan. Dirubah jalurnya dengan bantuan preman menjadikan demonstrasi anti-rezim pemerintah menjadi kerusuhan anti-Chinese.
====================================
Solo
Kerusakan di Solo adalah yang terburuk jika dilihat dari skala kecilnya kota Solo dan parahnya kerusakan di sana. Selama kerusuhan 2 hari di Solo, sebagian besar aparat keamanan dipindahkan dari pusat kota Solo, dan sebagai gantinya adalah pengrusakan besar2 an di solo.
Demonstrasi2 mahasiwa Solo mulai dari awal Maret dan memuncak pada 14 Mei 1998. Walaupun ada insiden2 kecil sentimen anti-chinese sebelumnya, tetapi demonstrasi2 mahasiswa ini tidak pernah diikuti dengan kerusuhan skala besar anti-chinese.
7 Mei 1998, ribuan Mahasiswa Universitas Muhamamdiyah Surakarta bentrok lemparan batu dengan polisi.
8 Mei 1998, mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret bergabung dengan massa non-mahasiswa sampai 10.000 orang melakukan demonstrasi dan bentrok dengan aparat keamanan.
13 Mei 1998, demonstrasi besar2an dan pawai turun ke jalan terjadi karena protes atas kejadian sehari sebelumnya penembukan 4 mahasiswa Trisakti. Dari pagi sampai malam, pawai massa berlangsung, dan ada usaha dari pihak Mahasiswa untuk berdialog dengan pihak keamanan. Mahasiswa Budi Prasetya tertembak mati saat sedang berbicara dengan Letnan Kolonel Suherlan.
Demonstrasi di UMS mulai mereda, tetapi ada pengrusakan bangunan di tengah kota, sesaat setelah itu, motor2 dan kendaraan militer menembus barakade polisi dan menurunkan orang2 yg menutup mukanya dengan topi dan kain batik dan tidak beraksen jawa (diduga orang2 dari luar kota)
14 Mei 1998, ratusan demonstrator terluka. Soledaritas warga Solo sangat kental, dan sewaktu demonstrasi Mahasiswa berlangsung, ada warga sipil hanya menonton dan beberapa bergabung dengan demonstrasi anti-pemerintah.
Tetapi ada sebuah grup kecil pemuda dengan motor yang berkeliling kota, berkomunikasi dengan walkie talkie, dan menempatkan ban2 untuk menandai tempat2 yang akan dibakar. Individu2 ini tidak berada di sana sehari sebelumnya, dan bahkan pada 14 Mei 1998, mereka menunggu beberapa jam setelah demonstrasi berlangsung sebelum menjalankan aksi nya.
Kesimpulannya, kerusuhan Solo sama seperti Medan, adalah sudah direncanakan sebelumnya, tapi tidak dijalankan sebelum waktunya. Dan misi ini hanya dijalankan setelah melihat situasi demonstrasi mahasiswa menarik keikut sertaan massa lokal, dan menjadi terlalu besar dan tak terkontrol oleh aparat keamanan. Barulah diubah jalurnya menjadi kerusuhan anti-etnis yang dapat dikontrol skalanya oleh aparat keamanan.
==================================================
Surabaya
Dipicu tapi tidak terbakar.
Sudah ada gosip bahwa kerusuhan Mei 1998 akan merambat ke Surabaya. Tokoh Jawa Timur Abdurrahman Wahid/ Gus Dur, pemimpin Nahdlatul Ulama bahkan sudah memperingatkan warga agar bersiap diri jika kerusuhan terjadi. Tetapi ternyata kerusuhan tidak terjadi di Surabaya, mengapa Surabaya terhindar dari kerusuhan?
Solidaritas org2 kota Surabaya sangat kental, dengan istilah “Arek Surabaya” yg terkenal. Dan dibandingkan dengan Medan dan Jakarta di mana hubungan etnis chinese dan pribumi renggang, di Surabaya hubungan antar etnis lebih baik dan ada persatuan komunitas “guyub” dan rasa kebersamaan dan kebanggaan sebagai komunitas terpadu.
Dan ada asosiasi Chinese yang mempunyai banyak anggota chinese, yang berhubungan erat dengan Gus Dur dari NU, untuk mengatasi ketegangan bila terjadi. Asosiasi ini sudah terbentuk jauh sebelum tahun 1998. Komunitas Chinese Surabaya juga berhubungan dekat dengan pihak pemerintah lokal, dan memberikan bantuan makanan dan minuman kepada aparat keamanan yang bertugas dalam jam kerja panjang dan tanpa kepastian logistik selama masa itu.
Dan Ikatan pemuda di surabaya juga bertemu dalam rapat beberapa kali pada Mei 1998, dan setuju melakukan ronda malam bergiliran, dan pemuda etnis chinese juga bergabung. Jadi ada interaksi antar etnis untuk menjaga keamanan. Dan kepolisian di Surabaya bertindak cepat mengatasi kejadian apapun yang mungkin memicu kerusuhan.
14 Mei 1998, mahasiswa dan dosen Universitas Airlangga melakukan demonstrasi damai, dan menyerukan di radio2 untuk “melakukan reformasi dengan cara damai.” Dan mahasiswa menyatakan org yg melakukan kekerasan adalah pengkianat bagi reformasi.
15 Mei 1998, ada massa yang membakar showroom motor Timur milik Tommy Suharto dan membakar beberapa bangunan lain, tapi ini tidak meluas ke skala yg tak terkontrol. Komandan Militer Daerah Djaja Suparman berperan penting menjaga keamanan dengan menempatkan kendaraan militer di jalan, melindungi pasar, dan memantau orang luar yang memasuki Surabaya. Djaja Suparman mengutus unit Garnisun yang disegani baik polisi dan militer untuk berpatroli di kota Surabaya. Ini menunjukkan dedikasi militer lokal Surabaya untuk menjaga kesatuan.
Surabaya juga bukan pertama kali menghadapi kerusuhan anti-chinese. Pertama di Purwakarta 1-2 November 1995 di mana seorang pemilik toko dituduh memukuli gadis yang diduga mencuri di Ketokonya. Banyak toko chinese yang dibakar dan dijarah. Kedua pada 21-24 November 1995 di Pekalongan di mana seorang Chinese dituduh merobek Al-Quran. Setelah kejadian itu Chinese di Surabaya mulai berhubungan erat dengan Nahdatul Ulama untuk meredakan ketegangan antar etnis.
=======================================
Yogyakarta
Yogyakarta adalah pusat demonstrasi mahasiswa pada saat itu. Dan dosen dan staff universitas akhirnya juga turut bersatu dengan mahasiswa dalam demonstrasi. Awal april, anak SMA mulai ikut dalam demonstrasi, juga para pekerja, seniman, pengamen, pemulung dan aspek masyarakat lainnya.
Demonstrasi mahasiswa di Yogyakarta tidak melebar menjadi kerusuhan, karena demonstrasi ini dikontrol agar tetap dilakukan di dalam area kampus. April 1998, Proffesor Ichlasul Amal, rektor Universitas Gadjah Mada menyatakan selama mahasiswa mengungkapkan aspirasi dan tuntutan mereka dalam area kampus maka ia akan mendukung mereka. Pada Mei 1998, Letnan Kolonel daerah Yogyakarta Edhy Rianto menyatakan bahwa selama mahasiswa tetap berada dalam kampus, militer tidak akan mengintervensi.
Jenderal Wiranto kepala angkatan bersenjata, menyatakan bersedia berdialog dengan mahasiswa, tapi dialog itu tidak pernah terjadi. Menteri Pendidikan Wiranto Arismunandar berusaha melarang demonstrasi dalam kampus, mengatakan “kampus seharusnya tidak dijadikan ajang politik”. Amien Rais, professor di Universitas Gadjah Mada saat itu meminta Menteri Pendidikan mengklarifikasi definisi praktek politik, karena “jika tujuan demonstrasi adalah menurunkan harga, dan untuk melakukan reformasi politik, ekonomi, hukum. Maka ini bukanlah praktek politik, melainkan high politic”. Presiden Suharto memerintahkan aparat keamanan melakukan langkah represi jika mahasiswa keluar dari kampus. Juru bicara parlemen, Jenderal Syarman Hamid tidak setuju dan mengatakan aksi represi hanya akan “menambah minyak pada api”. Jelas bahwa ada perbedaan pendapat dalam badan pemerintahan rezim orde baru.
2 April 1998, mahasiswa ingin melakukan pawai panjang turun ke jalan, tetapi diblokir polisi dan terjadi bentrok lempar batu
6 Mei 1998, demonstrasi menyebar ke beberapa universitas dan 29 demonstran ditahan.
8 Mei 1998, ribuan mahasiswa Universitas Gadjah Mada berdemonstrasi damai. Mahasiswa IKIP dan Sanata Dharma ingin bergabung, tapi dihalangi aparat keamanan dan terjadi bentrokan sepanjang hari. Mahasiswa Moses Gatutkaca ditemukan tewas di jalan raya pada malam hari.
Keesokan harinya, Letnan Kolonel daerah Yogyakarta Edhy Rianto menyatakan jika demonstrasi dilakukan di luar kampus dan diiringi kerusuhan dan penjarahan, maka ia akan mengambil tindakan tegas. Mayor Jenderal Tyasno Sudarto mengatakan ketegangan di Yogyakarta bukan dilakukan murid2 tetapi dari pihak luar yaitu kriminal dan preman.
15 Mei 1998, ketegangan meningkat, semua toko tutup. Pada titik kritikal, Sultan Hamengkubuwono XI muncul di persimpangan jalan di hadapan ribuan demonstran. Berdiri di atas mobil dan berkata “Saya menghargai perjuangan kalian untuk reformasi. Tapi tidak seharusnya mengambil jalan kekerasan. Jika kalian menjaga ketertiban, saya akan selalu berada di sini mendukung aspirasi kalian.” Diiringi tepuk tangan, tidak ada kelanjutan kekerasan yang terjadi, para demonstran pulang ke rumah sore itu.
Keesokan hari, di jalan2 terpasang poster “Aksi Damai”, “Yogyakarta bukan kota kekerasan”, “Reformasi Damai” dan atmosfer berubah. Majelis perdagangan dan pengusaha2 Yogyakarta, terutama pengusaha chinese, menyumbangkan uang untuk membeli makanan dan minuman aparat keamanan dan untuk “aksi-aksi damai.”
20 Mei 1998, hampir 1 juta mahasiswa dari 40 kampus berpawai damai 4 km ke istana Sultan. Penjagaan minimun dan semua toko di samping jalan tetap buka, tidak ada kekerasaan apapun.
Kesimpulan, 1 bulan sebelum Suharto turun, demonstrasi mahasiswa mengalami beberapa bentrokan dengan aparat keamanan, tetapi bentrokan2 ini tidak cukup untuk menimbulkan api kerusuhan seperti di Medan dan Solo. Beberapa kemungkinan alasan Yoygakarta bebas dari kerusuhan, atmosfer kota pelajar Yogyakarta menahan diri dari tindakan kerusuhan ganas, Sultan sebagai pemimpin politik dan kultural menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk etnis chinese dan aparat keamanan, dan dihormati para mahasiswa. Pihak polisi berkomunisasi intensif dengan rektor universitas dan sultan untuk menjaga keamanan.
=======================================
Kesimpulan
Tgl 21 Mei 1998, Suharto mengundurkan diri. Kerusuhan anti-chinese terjadi di Jakarta, Medan, Solo. Artikel ini sudah menjelaskan bagaimana Medan dan Solo dipicu dan meledak. Sedangkan Yogyakarta dan Surabaya dipicu tetapi tidak meledak. Dan kerusuhan skala besar anti-chinese adalah taktik dengan sadar yang dilakukan aparat keamaanan negara. Demonstrasi mahasiswa yang skalanya tak terkendalikan, menarik massa luas dari luar kampus, yang berdemonstrasi ttg krisis ekonomi. Di ubah jalurnya oleh aparat keamanan, khususnya tim khusus angkatan bersenjata, bergabung dengan preman, dan mengubah mobilisasi massa melawan rezim pemerintahan menjadi mengalihkan fokus ke pengusaha chinese dan propertinya.
Ini bukan berarti bahwa sentimen anti-chinese diciptakan dari nol saat itu juga. Sejarah panjang sejak zaman kolonial Belanda, dan juga rezim Sukarno dan Suharto, dan konsentrasi modal yang condong ke komunitas chinese di kota2 besar, menimbulkan rasa pada pribumi Indonesia bahwa terjadi keberpihakan terhadap chinese. Tetapi kebanyakan waktu, hubungan antar etnik adalah harmonis dan damai, dan kekerasan antar etnis sangat langka. Hanya ketika politik massa menjadi terlalu besar pada Mei 1998 dan di luar kemampuan pihak militer untuk mengendalikannya, barulah diubah menjadi kerusuhan anti-chinese sebagai jalan keluarnya.