This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.
31
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:52:28 PM »
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari ranah (stanārtha) berkaitan dengan ranah eksistensi dari materi [ kasar dan halus] (lokadhātu) dalam ranah eksistensi dari makhluk hidup ( sattvadhātu) yang jumlahnya dapat dianalogikan sebagai berikut : kelompok ( grāma), seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) kelompok ,massa daratan yang berbatasan dengan samudra (samudramaryādābhūmi) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) massa daratan yang berbatasan dengan samudra ataupun jambudvīpa (jambudvīpa) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) jambudvīpa ataupun empat benua (caturdvipaka) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) empat benua ataupun mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] ( sāhasracūḍiko lokadhātu ) , seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] ataupun dua kali mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah (dvisāhasro madyamo lokadhātu) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) dua kali mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah ataupun tiga kali mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) tiga kali mutasi dari dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] ataupun hingga termutasi menuju tak terhingga seperti partikel terkecil (paramāṇu) yang tak terhingga dalam mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu) yang meliputi sepuluh penjuru (daśadik) dalam jumlah yang tidak terhingga (asaṃkhya ) dan tidak terbatas (aprameya)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) berkaitan dengan kepemilikan asset [yang berhubungan dengan kebutuhan hidup] (parigraha) dari makhluk hidup (sattva) dalam keterkaitannya dengan pencapaian penguasaan dari disiplin [ terhadap kebutuhan hidup] (pariṣkāravaśitā) [ salah satu dari penguasaan(vaśitā) dari bodhisattva]
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) berkaitan dengan kekeliruan dalam konsep [ide] (samjñāvipayārsa), kekeliruan dalam kesadaran (cittavipayārsa), kekeliruan dalam pandangan (dṛṣṭivipayārsa) yang berkaitan dengan objek sebenarnya yang mengetahui (grāhakādyartheṣu) misalnya dalam mempersepsi ketidak konstanan (anitya) menjadi kekonstanan (nitya) , mempersepsi ketidakpuasan (duḥkha) menjadi kebahagiaan (sukha) , mempersepsi ketidakbajikan (aśuci) menjadi kebajikan (śuci) ataupun mempersepsi ketidakhadiran eksistensi [intrinsitik ] (anātman) menjadi eksistensi [ intrinsitik] (ātman)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha) bekaitan dengan semua yang berlawanan (tadviparītam) dengan kekeliruan ( vipayārsa ) dan juga merupakan penangkal (pratipakṣa) dari kekeliruan (vipayārsa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha ) yang berkaitan dengan tiga jenis (trividha) kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā ) yakni: kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan kondisi mental yang tidak berguna dari tiga ranah eksistensi ( traidhātukakleśasaṃkleśa) , kondisi mental yang tidak berguna dari tindakan (karmasaṃkleśa), dan , kondisi mental yang tidak berguna dari pemunculan (utpādasaṃkleśa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari pemurnian (vyavadānārtha) berkaitan dengan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang menetralisir [ mengatasi ] tiga kelompok kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā saṃgṛhīta)
Maitreya, penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna(arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) .
Maitreya, [alternatif yang kedua] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam lima aspek (pañcavidha) yang terdiri dari substansi yang dipahami [dipersepsi ] dengan sempurna ( parijñeyavastu), yang dipahami [ dipersepsi ] secara umum dengan sempurna ( parijñeyārtha) , pengetahuan sempurna (parijñāna) , pencapaian pengetahuan sempurna (parijñānaphalalābha) dan pemahaman dari kebijaksanaan (tatprajñāpana)
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari substansi yang dipahami [dipersepsi ] dengan sempurna ( parijñeyavastu) berkaitan dengan semua yang dipahami [dipersepsi] (sarvajñeya) dan yang diselidiki (draṣṭavyam) sebagai agregat (skandha), landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan landasan eksternal (bāhyāyatana).
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang dipahami [ dipersepsi ] secara umum dengan sempurna ( parijñeyārtha) berkaitan dengan semua aspek yang berbeda dari semua yang dipahami [ dipersepsi] baik sebagai realitas konvensional (saṃvṛti) ataupun realitas tertinggi (paramārtha) , baik sebagai kualitas yang tidak berguna (doṣa) ataupun kualitas yang berguna (guṇa) , baik sebagai kondisi, (pratyaya) ataupun waktu (kāla), baik sebagai kemunculan (utpāda), kestabilan (sthiti) ataupun penguraian [disintegrasi] (vināśa) ,baik sebagai penyakit (vyāndhi) , ketidakpuasan (duḥkha) , sumber [ ketidak puasan ] (samudaya) dan sebagainya , baik sebagai realitas demikian apa adanya (tathatā) , realitas absolute (bhūtakoti) , ranah realitas (dharmadhātu) , baik sebagai satu kesatuan (saṃgraha) sebagai bagian terpisah [individual] (vigraha) , baik sebagai penjelasan yang bersifat mengkategorikan ( ekāṃśena vyākaraṇa) , penjelasan yang bersifat analitikal (vibhajya vyākaraṇa) penjelasan yang bersifat berlawanan [ dengan mengajukan pertanyaan kembali] (paripṛcchāvyākaraṇa), penjelasan yang bersifat menolak pertanyaan [ tidak memberikan penjelasan] (sthāpanīyavyākaraṇa) , yang tidak diungkapkan (guhya) yang diungkapkan (kīrtana) maupun yang sejenisnya (evaṃjatīya)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna pengetahuan sempurna (parijñāna) berkaitan semua yang selaras dengan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang meliputi landasan kesadaran [eling] murni (smṛtyupasthāna), usaha yang benar [ agung] (samyakprahāṇa) dan sebagainya , disamping itu juga berkaitan dengan kedua realitas [realitas tertinggi dan realitas konvensional].
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari pencapaian pengetahuan sempurna (parijñānaphalalābha) berkaitan dengan kedisplinan yang menetralisir keinginan (rāga) kebencian ( dveṣa), dan delusi (moha), pencapaian [ hasil] yang berhubungan dengan spiritual (śramaṇyaphala) dimana semua keinginan kebencian dan delusi akan ternetralisr dalam aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāra) dengan memunculkan kualitas kebajikan keduniawian dan melampaui keduniawian ( laukika lokottara) yang berdiam dalam landasan yang sama ataupun landasan yang tidak sama ( sādhāraṇa asādhāraṇa) dari Śrāvaka maupun Tathāgata.
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) berkaitan dengan kepemilikan asset [yang berhubungan dengan kebutuhan hidup] (parigraha) dari makhluk hidup (sattva) dalam keterkaitannya dengan pencapaian penguasaan dari disiplin [ terhadap kebutuhan hidup] (pariṣkāravaśitā) [ salah satu dari penguasaan(vaśitā) dari bodhisattva]
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) berkaitan dengan kekeliruan dalam konsep [ide] (samjñāvipayārsa), kekeliruan dalam kesadaran (cittavipayārsa), kekeliruan dalam pandangan (dṛṣṭivipayārsa) yang berkaitan dengan objek sebenarnya yang mengetahui (grāhakādyartheṣu) misalnya dalam mempersepsi ketidak konstanan (anitya) menjadi kekonstanan (nitya) , mempersepsi ketidakpuasan (duḥkha) menjadi kebahagiaan (sukha) , mempersepsi ketidakbajikan (aśuci) menjadi kebajikan (śuci) ataupun mempersepsi ketidakhadiran eksistensi [intrinsitik ] (anātman) menjadi eksistensi [ intrinsitik] (ātman)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha) bekaitan dengan semua yang berlawanan (tadviparītam) dengan kekeliruan ( vipayārsa ) dan juga merupakan penangkal (pratipakṣa) dari kekeliruan (vipayārsa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha ) yang berkaitan dengan tiga jenis (trividha) kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā ) yakni: kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan kondisi mental yang tidak berguna dari tiga ranah eksistensi ( traidhātukakleśasaṃkleśa) , kondisi mental yang tidak berguna dari tindakan (karmasaṃkleśa), dan , kondisi mental yang tidak berguna dari pemunculan (utpādasaṃkleśa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari pemurnian (vyavadānārtha) berkaitan dengan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang menetralisir [ mengatasi ] tiga kelompok kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā saṃgṛhīta)
Maitreya, penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna(arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) .
Maitreya, [alternatif yang kedua] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam lima aspek (pañcavidha) yang terdiri dari substansi yang dipahami [dipersepsi ] dengan sempurna ( parijñeyavastu), yang dipahami [ dipersepsi ] secara umum dengan sempurna ( parijñeyārtha) , pengetahuan sempurna (parijñāna) , pencapaian pengetahuan sempurna (parijñānaphalalābha) dan pemahaman dari kebijaksanaan (tatprajñāpana)
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari substansi yang dipahami [dipersepsi ] dengan sempurna ( parijñeyavastu) berkaitan dengan semua yang dipahami [dipersepsi] (sarvajñeya) dan yang diselidiki (draṣṭavyam) sebagai agregat (skandha), landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan landasan eksternal (bāhyāyatana).
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang dipahami [ dipersepsi ] secara umum dengan sempurna ( parijñeyārtha) berkaitan dengan semua aspek yang berbeda dari semua yang dipahami [ dipersepsi] baik sebagai realitas konvensional (saṃvṛti) ataupun realitas tertinggi (paramārtha) , baik sebagai kualitas yang tidak berguna (doṣa) ataupun kualitas yang berguna (guṇa) , baik sebagai kondisi, (pratyaya) ataupun waktu (kāla), baik sebagai kemunculan (utpāda), kestabilan (sthiti) ataupun penguraian [disintegrasi] (vināśa) ,baik sebagai penyakit (vyāndhi) , ketidakpuasan (duḥkha) , sumber [ ketidak puasan ] (samudaya) dan sebagainya , baik sebagai realitas demikian apa adanya (tathatā) , realitas absolute (bhūtakoti) , ranah realitas (dharmadhātu) , baik sebagai satu kesatuan (saṃgraha) sebagai bagian terpisah [individual] (vigraha) , baik sebagai penjelasan yang bersifat mengkategorikan ( ekāṃśena vyākaraṇa) , penjelasan yang bersifat analitikal (vibhajya vyākaraṇa) penjelasan yang bersifat berlawanan [ dengan mengajukan pertanyaan kembali] (paripṛcchāvyākaraṇa), penjelasan yang bersifat menolak pertanyaan [ tidak memberikan penjelasan] (sthāpanīyavyākaraṇa) , yang tidak diungkapkan (guhya) yang diungkapkan (kīrtana) maupun yang sejenisnya (evaṃjatīya)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna pengetahuan sempurna (parijñāna) berkaitan semua yang selaras dengan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang meliputi landasan kesadaran [eling] murni (smṛtyupasthāna), usaha yang benar [ agung] (samyakprahāṇa) dan sebagainya , disamping itu juga berkaitan dengan kedua realitas [realitas tertinggi dan realitas konvensional].
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari pencapaian pengetahuan sempurna (parijñānaphalalābha) berkaitan dengan kedisplinan yang menetralisir keinginan (rāga) kebencian ( dveṣa), dan delusi (moha), pencapaian [ hasil] yang berhubungan dengan spiritual (śramaṇyaphala) dimana semua keinginan kebencian dan delusi akan ternetralisr dalam aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāra) dengan memunculkan kualitas kebajikan keduniawian dan melampaui keduniawian ( laukika lokottara) yang berdiam dalam landasan yang sama ataupun landasan yang tidak sama ( sādhāraṇa asādhāraṇa) dari Śrāvaka maupun Tathāgata.
32
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:50:59 PM »
Apa yang dimaksud dengan akar kata (nāman)?
Akar kata (nāman) adalah susunan [dari sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang merepresentasikan ide [konsep] (saṃjñaprajñapti) dalam mengungkapkan intirinsitik (svabhāva) ataupun perbedaan (viśesa) [ kepada yang direspresentasikan ] baik itu sebagai : kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa yang dimaksud dengan susunan kata (pada) ?
susunan kata (pada) tergantung pada kumpulan akar kata (namankāya) yang saling berasosiasi dalam memberikan makna berdasarkan konseptual (anuvyavaharārtham) baik itu sebagai kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa yang dimaksud dengan fonem (vyañjana) ?
fonem (vyañjana) [istilah linguistik yang berupa bunyi dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna yang ] (vyañjana) itu sama dengan aksara [ sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang berdasarkan dua kumpulan diatas [ akar kata dan susunan kata ]
Apa yang dimaksud dengan ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan fonem] (pṛthak) ?
ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan fonem] (pṛthak) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran dalam mengkontemplasi objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana) [ akar kata , susunan kata dan fonem]
Apa yang dimaksud dengan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan ekspresi] (saṃgrahata) ?
keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran dalam mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) [ dari nama , susunan kata dan fonem]
Semua kelompok diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvid ) dan dengan cara demikian Bodhisattva menjadi seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin)
Selanjutnya , seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas [ menguasai semua doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna] (arthapratimsaṃvedin) adalah seseorang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) dapat dikategorikan dalam empat alternatif yang terdiri dari : sepuluh aspek (daśadhāvidha), lima aspek (pañcavidha) , empat aspek (caturvidha) dan tiga aspek dari makna yang dinterpretasikan
Maitreya, [alternatif yang pertama] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) yang terdiri dari : penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) : intrinstitik dari batasan (yāvattā) , instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) , makna dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha) , makna dari yang diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha) makna dari ranah (stanārtha) , makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) , makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) , makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha) , makna dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha ) dan makna dari pemurnian (vyavadānārtha)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) intrinstik dari batasan (yāvattā) berkaitan dengan batasan yang membedakan semua kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) dengan fenomena murni (vaiyavadānikadharma) berdasarkan eksistensi relatif dimana mencakup semua kategori ( sarvākāraprabhedaparyanta) dari kelompok dari [lima] agregat (skandha), kelompok dari [enam] landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan kelompok dari [enam] landasan eksternal (bāhyāyatana)
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan realitas demikian apa adanya ( tathatā) dari kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā) dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :
1. realitas demikian apa adanya dari transformasi ( pravṛtti tathata ) yang berkaitan dengan ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari kelompok jejak mental yang halus (saṃskārāṇām anavarāgratā)
2. realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] sebagai satu individual dan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari fenomena dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmyaṃ dharmanairātmyaṃ ca )
3. realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang merupakan kesadaran kognitif (saṃskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.]
4. realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari ketidakpuasan ( duḥkhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
5. realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru (mithyāpratipatti tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [ mulia] dari sumber ketidakpuasan ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
6. realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
7. Realitas dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) adalah kebenaran [ mulia] dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari transformasi (pravṛtti tathata) , realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru ( mithyāpratipatti tathatā) maka semua makhluk (sattva) adalah setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) maka semua fenomena adalah setara dan sama .
Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi ) dan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsaṃyaksaṃbodhi) adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena realitas demikian apa adanya dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) maka pengetahuan yang diperoleh dari pendengaran , pembelajaran , penyelidikan (śravaṇa) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)adalah setara dan sama
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha) berkaitan dengan lima landasan indriya dari jasmani [ indriya dari : penglihatan (cakṣur), pendengaran (śrotra) , penciuman (ghrāṇa) , pengecap (jihva) , peraba[ jasmani] (kāya) ] (pañca rūpyāyatana) dan citta , manas , vijñāna yang mempersepsi beragam fenomena dari mental (caitasikadharma )
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha ) adalah enam landasan eksternal [bentuk visual (rūpa), suara (śabda), bau (gandha), rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena (dharma) ](ṣaḍ bāhyāyatana) atau dengan perkataan lain yang diketahui [sebagai objek] (grāhya ) juga merupakan objek dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha ) .
Akar kata (nāman) adalah susunan [dari sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang merepresentasikan ide [konsep] (saṃjñaprajñapti) dalam mengungkapkan intirinsitik (svabhāva) ataupun perbedaan (viśesa) [ kepada yang direspresentasikan ] baik itu sebagai : kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa yang dimaksud dengan susunan kata (pada) ?
susunan kata (pada) tergantung pada kumpulan akar kata (namankāya) yang saling berasosiasi dalam memberikan makna berdasarkan konseptual (anuvyavaharārtham) baik itu sebagai kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa yang dimaksud dengan fonem (vyañjana) ?
fonem (vyañjana) [istilah linguistik yang berupa bunyi dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna yang ] (vyañjana) itu sama dengan aksara [ sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang berdasarkan dua kumpulan diatas [ akar kata dan susunan kata ]
Apa yang dimaksud dengan ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan fonem] (pṛthak) ?
ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan fonem] (pṛthak) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran dalam mengkontemplasi objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana) [ akar kata , susunan kata dan fonem]
Apa yang dimaksud dengan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan ekspresi] (saṃgrahata) ?
keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran dalam mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) [ dari nama , susunan kata dan fonem]
Semua kelompok diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvid ) dan dengan cara demikian Bodhisattva menjadi seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin)
Selanjutnya , seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas [ menguasai semua doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna] (arthapratimsaṃvedin) adalah seseorang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) dapat dikategorikan dalam empat alternatif yang terdiri dari : sepuluh aspek (daśadhāvidha), lima aspek (pañcavidha) , empat aspek (caturvidha) dan tiga aspek dari makna yang dinterpretasikan
Maitreya, [alternatif yang pertama] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) yang terdiri dari : penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) : intrinstitik dari batasan (yāvattā) , instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) , makna dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha) , makna dari yang diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha) makna dari ranah (stanārtha) , makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) , makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) , makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha) , makna dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha ) dan makna dari pemurnian (vyavadānārtha)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) intrinstik dari batasan (yāvattā) berkaitan dengan batasan yang membedakan semua kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) dengan fenomena murni (vaiyavadānikadharma) berdasarkan eksistensi relatif dimana mencakup semua kategori ( sarvākāraprabhedaparyanta) dari kelompok dari [lima] agregat (skandha), kelompok dari [enam] landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan kelompok dari [enam] landasan eksternal (bāhyāyatana)
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan realitas demikian apa adanya ( tathatā) dari kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā) dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :
1. realitas demikian apa adanya dari transformasi ( pravṛtti tathata ) yang berkaitan dengan ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari kelompok jejak mental yang halus (saṃskārāṇām anavarāgratā)
2. realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] sebagai satu individual dan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari fenomena dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmyaṃ dharmanairātmyaṃ ca )
3. realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang merupakan kesadaran kognitif (saṃskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.]
4. realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari ketidakpuasan ( duḥkhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
5. realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru (mithyāpratipatti tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [ mulia] dari sumber ketidakpuasan ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
6. realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
7. Realitas dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) adalah kebenaran [ mulia] dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari transformasi (pravṛtti tathata) , realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru ( mithyāpratipatti tathatā) maka semua makhluk (sattva) adalah setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) maka semua fenomena adalah setara dan sama .
Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi ) dan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsaṃyaksaṃbodhi) adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena realitas demikian apa adanya dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) maka pengetahuan yang diperoleh dari pendengaran , pembelajaran , penyelidikan (śravaṇa) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)adalah setara dan sama
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha) berkaitan dengan lima landasan indriya dari jasmani [ indriya dari : penglihatan (cakṣur), pendengaran (śrotra) , penciuman (ghrāṇa) , pengecap (jihva) , peraba[ jasmani] (kāya) ] (pañca rūpyāyatana) dan citta , manas , vijñāna yang mempersepsi beragam fenomena dari mental (caitasikadharma )
"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha ) adalah enam landasan eksternal [bentuk visual (rūpa), suara (śabda), bau (gandha), rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena (dharma) ](ṣaḍ bāhyāyatana) atau dengan perkataan lain yang diketahui [sebagai objek] (grāhya ) juga merupakan objek dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha ) .
33
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:48:18 PM »
Bhagavan , apa yang dimaksud samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) ?
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) ?
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) dalam śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta) dari fenomena (dharma) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar ( vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (vitarkita) ataupun melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan dari fenomena saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (vicarika dharma)
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) adalah samādhi (samādhi) yang tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) tetapi melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan nimitta yang bercahaya (prabhā nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan mengamati hanya dengan menggunakan kesadaran [eling ] murni saja (smṛtimatrā) yang halus (sūksma).
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang hanya mengorientasikan kesadaran [ eling ] dengan spontan (nirabhogena) terhadap semua fenomena maupun semua nimitta.
Selain itu, Maitreya, śamatha dan vipaśyanā melalui penyelidikan ( paryeṣaṇāmaya ) adalah samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) .
śamatha dan vipaśyanā melalui pengamatan mendalam dan diskriminasi (pratyavekṣaṇāmaya) adalah samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) .
śamatha dan vipaśyanā yang mengamati objek pengamatan terintegrasi dengan doktrin (miśradharmālambaka) adalah samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra)
Bhagavan, bagaimana mengatasi kesadaran [eling] tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ?
bagaimana mengatasi kesadaran lembam [ kusam] (citta laya) dan mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)?
Maitreya , pada saat kesadaran [eling] tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ataupun kesadaran [eling] akan terstimulasi dengan cepat (udvega) oleh gejolak yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan maka kesadaran diorientasikan pada fenomena yang dapat membawa ketenangan (udvegam āpadatya dharma) atau pada kesadaran secara berkesinambungan (anantaryacitta)
Maitreya , pada tahap dimana kesadaran lembam [ kusam] (citta laya) ataupun pada saat kesadaran [eling] akan terstimulasi dengan cepat oleh kelembaman [ kekusamam] maka kesadaran [ eling] diorientasikan dengan tajam pada fenomena yang dapat membawa kesenangan ataupun pada nimitta dari kesadaran (cittanimitta).
Maitreya, dalam mengkontemplasi hanya pada jalan śamatha (śamatha mārga) , atau hanya pada jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ataupun dalam mengkontemplasi gabungan dari dua jalan (yuganaddha mārga) dimana telah mencapai tahapan samādhi yang lebih tinggi dengan tanpa [ usaha] secara berkesinambungan (svarasena pravartate ) dan tanpa terinterupsi oleh dua kondisi mental yang tidak berguna (upakleśa) [kegiuran terhadap kesenangan dan kelembaman] dalam jangka waktu yang cukup lama maka dikatakan telah mampu mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)
Bhagavan, pada saat Bodhisattva telah mencapai kontemplasi sarnatha dan vipasyana harus melanjutkan latihan (śikṣa ) untuk menjadi seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) ataupun menjadi seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas [ menguasai semua uraian doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna] ( arthapratimsaṃvedin) , Apa yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) dan seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas ( arthapratimsaṃvedin) ?
Maitreya, seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) adalah seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis melalui lima aspek (pañcavidhā) yang terdiri dari : akar kata (nāman ) , susunan kata (pada), fonem (vyañjana) , ketidak terkaitan satu dengan yang lain sebagai individual [ akar kata, susunan kata dan fonem] (pṛthak) dan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ akar kara , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata).
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) ?
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) dalam śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta) dari fenomena (dharma) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar ( vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (vitarkita) ataupun melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan dari fenomena saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (vicarika dharma)
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) adalah samādhi (samādhi) yang tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) tetapi melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan nimitta yang bercahaya (prabhā nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan mengamati hanya dengan menggunakan kesadaran [eling ] murni saja (smṛtimatrā) yang halus (sūksma).
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang hanya mengorientasikan kesadaran [ eling ] dengan spontan (nirabhogena) terhadap semua fenomena maupun semua nimitta.
Selain itu, Maitreya, śamatha dan vipaśyanā melalui penyelidikan ( paryeṣaṇāmaya ) adalah samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) .
śamatha dan vipaśyanā melalui pengamatan mendalam dan diskriminasi (pratyavekṣaṇāmaya) adalah samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) .
śamatha dan vipaśyanā yang mengamati objek pengamatan terintegrasi dengan doktrin (miśradharmālambaka) adalah samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra)
Bhagavan, bagaimana mengatasi kesadaran [eling] tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ?
bagaimana mengatasi kesadaran lembam [ kusam] (citta laya) dan mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)?
Maitreya , pada saat kesadaran [eling] tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ataupun kesadaran [eling] akan terstimulasi dengan cepat (udvega) oleh gejolak yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan maka kesadaran diorientasikan pada fenomena yang dapat membawa ketenangan (udvegam āpadatya dharma) atau pada kesadaran secara berkesinambungan (anantaryacitta)
Maitreya , pada tahap dimana kesadaran lembam [ kusam] (citta laya) ataupun pada saat kesadaran [eling] akan terstimulasi dengan cepat oleh kelembaman [ kekusamam] maka kesadaran [ eling] diorientasikan dengan tajam pada fenomena yang dapat membawa kesenangan ataupun pada nimitta dari kesadaran (cittanimitta).
Maitreya, dalam mengkontemplasi hanya pada jalan śamatha (śamatha mārga) , atau hanya pada jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ataupun dalam mengkontemplasi gabungan dari dua jalan (yuganaddha mārga) dimana telah mencapai tahapan samādhi yang lebih tinggi dengan tanpa [ usaha] secara berkesinambungan (svarasena pravartate ) dan tanpa terinterupsi oleh dua kondisi mental yang tidak berguna (upakleśa) [kegiuran terhadap kesenangan dan kelembaman] dalam jangka waktu yang cukup lama maka dikatakan telah mampu mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)
Bhagavan, pada saat Bodhisattva telah mencapai kontemplasi sarnatha dan vipasyana harus melanjutkan latihan (śikṣa ) untuk menjadi seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) ataupun menjadi seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas [ menguasai semua uraian doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna] ( arthapratimsaṃvedin) , Apa yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) dan seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas ( arthapratimsaṃvedin) ?
Maitreya, seseorang yang memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) adalah seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis melalui lima aspek (pañcavidhā) yang terdiri dari : akar kata (nāman ) , susunan kata (pada), fonem (vyañjana) , ketidak terkaitan satu dengan yang lain sebagai individual [ akar kata, susunan kata dan fonem] (pṛthak) dan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ akar kara , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata).
34
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:45:48 PM »
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi diantara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi [dua belas divisi uraian untuk pemahaman realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacan) terdiri dari : uraian (sūtra) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) sebanyak mungkin tetapi dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai satu kesatuan kolektif (ekanta pindikrtya)
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi uraian doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmadeśanā) dari Tathāgata ataupun fonem , susunan kata dari doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmapadavyañjana) sehingga mencapai pemahaman yang jelas dan kebijaksaaan yang berkesinambungan dan tidak berbatas (apramāṇa uttarotaraprajñā pratibhāna)
Bhagavan, bagaimana Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)? "
Maitreya, Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) karena ada lima aspek ( pañcabhiḥ kāranaiḥ) yang telah dikuasai [dipahami ] (veditavyam) sebagai berikut
[yang pertama adalah] orientasi kesadaran dengan tajam (manasikārakāle) dari momen ke momen ( ksaṇe ksaṇe) untuk menetralisir [ menghentikan ] semua landasan dari kecenderungan mental yang tidak beraturan (sarvadauṣthulyāśrayavinaśana)
[yang kedua adalah] mengatasi semua yang berkaitan dengan beragam jejak mental yang halus [faktor pengkondisian](nānāsaṃskārān viṛsjya) untuk mencapai kebahagiaan dalam sukacita terhadap doktrin realitas (dharmānandaprītilābha)
[yang ketiga adalah] memahami ranah realitas (dharmāloka) yang tidak terukur dalam sepuluh penjuru (daśadigrapramāṇa) dan aspek [ dari ranah realitas] yang tidak terbatas (apparicchinna) .
[yang keempat adalah ] mencapai pengetahuan sempurna (parijñāna ) dalam menyempurnakan pelatihan diri [spiritual] (anuṣṭhānasaṃprayukta) yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣabhāgīya) dan pengetahuan sempurna (parijñāna) terhadap nimitta yang bebas dari konseptual (nirvikalpanimitta) dengan benar (samudācāra) .
[yang kelima adalah ] mencapai (pariniṣpatti) dharmakāya dengan sempurna (paripūraṇa) yang merupakan penyebab (hetu) dari kebajikan tertinggi (uttareṣu uttama) dan keberuntungan terunggul (bhadreṣu bhadratama) yang terliput dengan sempurna dan benar (samyakparigrahaṇa)
Bhagavan, dalam tahapan bodhisattva (bodhisattvabhūmi) , di tahapan (bhūmi ) mana śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) akan mulai disadari dan ditahapan mana akan tercapai ?
"Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana) mulai dipahami dalam tahapan (bhūmi) pertama yakni : tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi) dan tercapai dalam tahapan ketiga yakni : tahapan ekspansi cahaya (prabhākarībhūmi). Namun demikian , Bodhisattva seharusnya juga tidak lalai dalam śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana).
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi uraian doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmadeśanā) dari Tathāgata ataupun fonem , susunan kata dari doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmapadavyañjana) sehingga mencapai pemahaman yang jelas dan kebijaksaaan yang berkesinambungan dan tidak berbatas (apramāṇa uttarotaraprajñā pratibhāna)
Bhagavan, bagaimana Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)? "
Maitreya, Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) karena ada lima aspek ( pañcabhiḥ kāranaiḥ) yang telah dikuasai [dipahami ] (veditavyam) sebagai berikut
[yang pertama adalah] orientasi kesadaran dengan tajam (manasikārakāle) dari momen ke momen ( ksaṇe ksaṇe) untuk menetralisir [ menghentikan ] semua landasan dari kecenderungan mental yang tidak beraturan (sarvadauṣthulyāśrayavinaśana)
[yang kedua adalah] mengatasi semua yang berkaitan dengan beragam jejak mental yang halus [faktor pengkondisian](nānāsaṃskārān viṛsjya) untuk mencapai kebahagiaan dalam sukacita terhadap doktrin realitas (dharmānandaprītilābha)
[yang ketiga adalah] memahami ranah realitas (dharmāloka) yang tidak terukur dalam sepuluh penjuru (daśadigrapramāṇa) dan aspek [ dari ranah realitas] yang tidak terbatas (apparicchinna) .
[yang keempat adalah ] mencapai pengetahuan sempurna (parijñāna ) dalam menyempurnakan pelatihan diri [spiritual] (anuṣṭhānasaṃprayukta) yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣabhāgīya) dan pengetahuan sempurna (parijñāna) terhadap nimitta yang bebas dari konseptual (nirvikalpanimitta) dengan benar (samudācāra) .
[yang kelima adalah ] mencapai (pariniṣpatti) dharmakāya dengan sempurna (paripūraṇa) yang merupakan penyebab (hetu) dari kebajikan tertinggi (uttareṣu uttama) dan keberuntungan terunggul (bhadreṣu bhadratama) yang terliput dengan sempurna dan benar (samyakparigrahaṇa)
Bhagavan, dalam tahapan bodhisattva (bodhisattvabhūmi) , di tahapan (bhūmi ) mana śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) akan mulai disadari dan ditahapan mana akan tercapai ?
"Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana) mulai dipahami dalam tahapan (bhūmi) pertama yakni : tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi) dan tercapai dalam tahapan ketiga yakni : tahapan ekspansi cahaya (prabhākarībhūmi). Namun demikian , Bodhisattva seharusnya juga tidak lalai dalam śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana).
35
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:44:12 PM »
Bhagavan, ada berapa jenis śamatha? "
Maitreya, dalam śamatha dapat dikategorikan menjadi tiga jenis (trividha) ,
kategori [ pertama ] adalah śamatha jenis kesadaran yang tanpa jeda [ interval ] (ānantaryacitttānusāreṇa),
kategori [kedua] adalah śamatha jenis kefasihan benar (samāpatti) yang terdiri dari delapan jenis (aṣṭavidha) yakni : dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam) , dhyāna ketiga ( tṛīitiyam dhyānam), dan dhyāna keempat (caturtham dhyānam), landasan ruang yang tidak terbatas (ākāsānantyāyatana), landasan kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana), landasan ketiadaaan (akiṃcanyāyatana) dan landasan tanpa diskriminasi [kasar] tetapi tidak tanpa diskriminasi [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana)
sedangkan kategori [ ketiga] adalah śamatha jenis tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (apramāṇa atau bhrama vihara ) terdiri dari ada empat jenis : (caturvidya) : kebajikan yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur ] (maitrī apramāṇam) , welas kasih yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (karuṇā apramāṇam), sukacita yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur] ( muditā apramāṇam), dan ekuanimitas yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (upekṣā apramāṇam)
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang berkaitan dengan doktirn realitas (dharmāśrita) dan juga yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita), apa yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) dan yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita ) adalah śamatha dan vipaśyanā yang dicapai melalui nimitta dari fenomena sesuai dengan makna yang telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmanimittānusāreṇa) sedangkan śamatha dan vipaśyanā yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) adalah śamatha dan vipaśyanā yang dicapai tergantung pada makna dari fenomena yang telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmānapeksam) berdasarkan petunjuk dan arahan dari orang lain. Kontemplasi mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun ketidakkonstanan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā duḥkhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun kedamaian yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)
Maitreya,saya menginstruksikan kepada mereka yang bersandar pada doktrin realitas (dharmānusārin) untuk mengkontemplasi [śamatha dan vipaśyanā] yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) karena memiliki indriya tajam ( tikṣṇendriya) dan juga menginstruksikan kepada mereka yang bersandar pada keyakinan (śraddhānusārin) untuk mengkontemplasi [śamatha dan vipaśyanā] yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) karena memiliki indriya yang tumpul (mṛḍvindriya).
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatnan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka), apa yang dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi dua belas divisi uraian untuk pemahaman realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dengan mempersepsi dan merenungkan doktrin (gṛhītacintitadharma) hanya pada topik tertentu saja atau dengan perkataan lain mempersepsi dan merenungkan sebagai ketidakterkaitan satu dengan lainnya [secara individual terpisah satu dengan lainnya ] (pṛtak) dalam meditasi (bhāvanā ) , bukan sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya) ataupun objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana)
sedangkan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi kedua belas divisi uraian diatas [doktrin] sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya), satu himpunan (ekantaḥ saṃkṣipya) , satu kondensasi (ekantaḥ piṇḍayitvā) , satu kumpulan dalam pencapaian (ekarāsikṛtya) dan i objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana) yang mengarah langsung ke realitas (tatathānimma) , mengakses langsung realitas demikian apa adanya (tathatāpravaṇa) cenderung menembus realitas demikian apa adanya (tathatāprāgbhāra) yang mengarah langsung ke penggugahan (bodhinimma) , mengakses langsung penggugahan (bodhipravaṇa) cenderung menembus penggugahan (bodhiprāgbhāra) , yang mengarah langsung ke melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇanimma) , mengakses langsung melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇapravaṇa) cenderung menembus melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇaprāgbhāra) , yang mengarah langsung ke transformasi landasan (āśrayapāravṛttinimma) , mengakses langsung transformasi landasan (āśrayapāravṛttipravaṇa) , cenderung menembus transformasi landasan (āśrayapāravṛttiprāgbhāra) dengan mengorientasikan kesadaran (manasikāra) berdasarkan prinsip ini maka doktrin luhur (kuśaladharma) yang tidak terukur (aprameya) dan tidak terhitung (asaṃkhyeya) ini dapat diungkapkan (abhilāpa)
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka). Apa yang dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi [dua belas divisi uraian untuk pemahaman realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dan dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai invididual [satu persatu] (pratyekam) .
Maitreya, dalam śamatha dapat dikategorikan menjadi tiga jenis (trividha) ,
kategori [ pertama ] adalah śamatha jenis kesadaran yang tanpa jeda [ interval ] (ānantaryacitttānusāreṇa),
kategori [kedua] adalah śamatha jenis kefasihan benar (samāpatti) yang terdiri dari delapan jenis (aṣṭavidha) yakni : dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam) , dhyāna ketiga ( tṛīitiyam dhyānam), dan dhyāna keempat (caturtham dhyānam), landasan ruang yang tidak terbatas (ākāsānantyāyatana), landasan kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana), landasan ketiadaaan (akiṃcanyāyatana) dan landasan tanpa diskriminasi [kasar] tetapi tidak tanpa diskriminasi [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana)
sedangkan kategori [ ketiga] adalah śamatha jenis tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (apramāṇa atau bhrama vihara ) terdiri dari ada empat jenis : (caturvidya) : kebajikan yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur ] (maitrī apramāṇam) , welas kasih yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (karuṇā apramāṇam), sukacita yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur] ( muditā apramāṇam), dan ekuanimitas yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (upekṣā apramāṇam)
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang berkaitan dengan doktirn realitas (dharmāśrita) dan juga yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita), apa yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) dan yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita ) adalah śamatha dan vipaśyanā yang dicapai melalui nimitta dari fenomena sesuai dengan makna yang telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmanimittānusāreṇa) sedangkan śamatha dan vipaśyanā yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) adalah śamatha dan vipaśyanā yang dicapai tergantung pada makna dari fenomena yang telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmānapeksam) berdasarkan petunjuk dan arahan dari orang lain. Kontemplasi mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun ketidakkonstanan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā duḥkhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun kedamaian yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)
Maitreya,saya menginstruksikan kepada mereka yang bersandar pada doktrin realitas (dharmānusārin) untuk mengkontemplasi [śamatha dan vipaśyanā] yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) karena memiliki indriya tajam ( tikṣṇendriya) dan juga menginstruksikan kepada mereka yang bersandar pada keyakinan (śraddhānusārin) untuk mengkontemplasi [śamatha dan vipaśyanā] yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) karena memiliki indriya yang tumpul (mṛḍvindriya).
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatnan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka), apa yang dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi dua belas divisi uraian untuk pemahaman realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dengan mempersepsi dan merenungkan doktrin (gṛhītacintitadharma) hanya pada topik tertentu saja atau dengan perkataan lain mempersepsi dan merenungkan sebagai ketidakterkaitan satu dengan lainnya [secara individual terpisah satu dengan lainnya ] (pṛtak) dalam meditasi (bhāvanā ) , bukan sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya) ataupun objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana)
sedangkan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi kedua belas divisi uraian diatas [doktrin] sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya), satu himpunan (ekantaḥ saṃkṣipya) , satu kondensasi (ekantaḥ piṇḍayitvā) , satu kumpulan dalam pencapaian (ekarāsikṛtya) dan i objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana) yang mengarah langsung ke realitas (tatathānimma) , mengakses langsung realitas demikian apa adanya (tathatāpravaṇa) cenderung menembus realitas demikian apa adanya (tathatāprāgbhāra) yang mengarah langsung ke penggugahan (bodhinimma) , mengakses langsung penggugahan (bodhipravaṇa) cenderung menembus penggugahan (bodhiprāgbhāra) , yang mengarah langsung ke melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇanimma) , mengakses langsung melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇapravaṇa) cenderung menembus melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇaprāgbhāra) , yang mengarah langsung ke transformasi landasan (āśrayapāravṛttinimma) , mengakses langsung transformasi landasan (āśrayapāravṛttipravaṇa) , cenderung menembus transformasi landasan (āśrayapāravṛttiprāgbhāra) dengan mengorientasikan kesadaran (manasikāra) berdasarkan prinsip ini maka doktrin luhur (kuśaladharma) yang tidak terukur (aprameya) dan tidak terhitung (asaṃkhyeya) ini dapat diungkapkan (abhilāpa)
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka). Apa yang dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) ?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi [dua belas divisi uraian untuk pemahaman realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dan dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai invididual [satu persatu] (pratyekam) .
36
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:42:09 PM »
Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara jalan śamatha (śamatha mārga ) dengan jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ? "
Maitreya, kedua jalan ini tidak berbeda, tetapi juga tidak sama , Mengapa ? Kedua jalan ini tidak berbeda karena [ bukan saja śamatha , tetapi] vipaśyanā juga mengamati kesadaran (citta) . Kedua jalan ini berbeda karena [śamatha] tidak mengamati refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) dengan kesadaran (vijñāna) ?
Maitreya, kedua ini tidak ada perbedaan , Mengapa ? Karena refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) hanya merupakan kesadaran [kognitif] (vijñaptimātra) dan bukan diluar dari kesadaran . sebagaimana yang pernah diinstruksikan bahwa : kesadaran itu hanya kesadaran yang muncul sebagai objek (ālambanavijñaptimātraprabhāvitmaṃ vijñānaṃ) ..
Bhagavan, jika kedua ini tidak berbeda , bagaimana kesadaran dapat mempersepsikan (utprekṣate) kesadaran itu sendiri ?
Maitreya, benar , di dunia ini tidak ada sesuatupun yang bisa mempersepsikan diri sendiri , namun kesadaran yang muncul itu (evaṃ utpanna citta) akan memanifestasikan analogi seperti cara ini (evaṃ avabhasate).
Maitreya, hal ini dapat dianalogikan sebagai berikut : satu materi (rūpa) diletakkan didepan cermin bulat yang jelas . Kita akan selalu mengasumsi bahwa yang kita persepsikan bukan hanya materi itu saja tetapi juga bayangan dari materi tersebut [ refleksi dari materi (rūpa) tersebut ] . Dalam kasus ini , bayangan yang muncul dari cermin ini [diatas permukaan cermin ] muncul sebagai objek yang berbeda dan independen secara menyeluruh ( bhinna arthavat). Hal ini juga berlaku sama untuk kesadaran yang muncul dengan sendirinya sebagai objek yang berbeda dan independen dari refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi [dalam vipaśyanā] (vipaśyanā samādhigocarapratibimba)
Bhagavan , apakah materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [ rupa] (rupadyavacittabimba) itu berbeda atau tidak dengan kestabilan intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran ( citta) ?
"Maitreya, materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba) tidak berbeda dengan kestabilan intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran , tetapi bagi makhluk hidup belum matang [ dalam spriritual] (bala) dan keliru dalam pemahaman ( viparitamati) , tidak akan mengenali materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba) sebagai hanya kesadaran kognitif (vijnapti matra) karena mereka belum memahami (ajnatva) hal ini sebagaimana apa adanya (yathabhutam)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi vipaśyanā secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap dimana nimitta dari kesadaran ( citta nimitta) di kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi śamatha secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap dimana kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta ) di kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan sebagai gabungan dari śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, pada tahap dimana kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam hanya berfokus pada satu titik [ bidang kecil] (cittaikagratā)
"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan nimitta dari kesadaran ( citta nimitta)? "
"Maitreya, nimitta dari kesadaran adalah refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual (savikalpapratibimba) yang merupakan objek pengamatan dari vipaśyanā (vipaśyanā ālambana)
"Apa yang dimaksud dengan kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta )? "
Maitreya, kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta ) adalah kesadaran yang mengamati yang merupakan landasan objektif dari śamatha. (śamatha ālambana)
Bhagavan , bagaimana śamatha dan vipaśyanā mencapai puncak dalam orientasi kesadaran yang berfokus hanya pada satu titik (cittaikagratā)? "
Maitreya , dengan memahami refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba) hanya merupakan manifestasi dari kesadaran (vijñaptimātrata) maka śamatha dan vipaśyanā mencapai puncaknya dengan orientasi kesadaran yang berfokus hanya pada satu titik (cittaikagratā) , dengan memahami ini maka [ Bodhisattva] dapat mengorientasikan kesadaran yang mengarah pada realitas demikian apa adanya ( tathatā).
"Bhagavan, ada berapa jenis vipaśyanā? "
"Maitreya, ada tiga jenis yakni : vipaśyanā nimitta (nimittamayī) , vipaśyanā penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) dan vipaśyanā pengamatan ( pratyavekṣaṇāmayī)
Bhagavan , apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis nimitta (nimittamayī) ?
Maitreya , vipaśyanā jenis nimitta (nimittamayī) adalah vipasyana yang hanya mengkontemplasi nimitta dari refleksi dari objek mental diskriminatif yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual dalam ruang lingkup samadhi (samādhigocaravipalka pratibimba)
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī)
Maitreya , vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran hanya refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual dari fenomena yang masih belum dipahami dengan baik (asupratividdhadharma) sehingga dapat dipahami dengan baik melalui kebijaksanaan (prajñā)
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) ?
Maitreya , vipaśyanā jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran (manāsikara vipaśyanā) hanya pada refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual dari fenomena yang telah dipahami dengan baik (supratividdhadharma) melalui kebijaksanaan (prajñā) sehingga mencapai pembebasan (vimokṣa) yang bermakna memberikan sensasi kebahagiaan (sukhasparśnārtham)
Maitreya, kedua jalan ini tidak berbeda, tetapi juga tidak sama , Mengapa ? Kedua jalan ini tidak berbeda karena [ bukan saja śamatha , tetapi] vipaśyanā juga mengamati kesadaran (citta) . Kedua jalan ini berbeda karena [śamatha] tidak mengamati refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) dengan kesadaran (vijñāna) ?
Maitreya, kedua ini tidak ada perbedaan , Mengapa ? Karena refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) hanya merupakan kesadaran [kognitif] (vijñaptimātra) dan bukan diluar dari kesadaran . sebagaimana yang pernah diinstruksikan bahwa : kesadaran itu hanya kesadaran yang muncul sebagai objek (ālambanavijñaptimātraprabhāvitmaṃ vijñānaṃ) ..
Bhagavan, jika kedua ini tidak berbeda , bagaimana kesadaran dapat mempersepsikan (utprekṣate) kesadaran itu sendiri ?
Maitreya, benar , di dunia ini tidak ada sesuatupun yang bisa mempersepsikan diri sendiri , namun kesadaran yang muncul itu (evaṃ utpanna citta) akan memanifestasikan analogi seperti cara ini (evaṃ avabhasate).
Maitreya, hal ini dapat dianalogikan sebagai berikut : satu materi (rūpa) diletakkan didepan cermin bulat yang jelas . Kita akan selalu mengasumsi bahwa yang kita persepsikan bukan hanya materi itu saja tetapi juga bayangan dari materi tersebut [ refleksi dari materi (rūpa) tersebut ] . Dalam kasus ini , bayangan yang muncul dari cermin ini [diatas permukaan cermin ] muncul sebagai objek yang berbeda dan independen secara menyeluruh ( bhinna arthavat). Hal ini juga berlaku sama untuk kesadaran yang muncul dengan sendirinya sebagai objek yang berbeda dan independen dari refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi [dalam vipaśyanā] (vipaśyanā samādhigocarapratibimba)
Bhagavan , apakah materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [ rupa] (rupadyavacittabimba) itu berbeda atau tidak dengan kestabilan intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran ( citta) ?
"Maitreya, materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba) tidak berbeda dengan kestabilan intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran , tetapi bagi makhluk hidup belum matang [ dalam spriritual] (bala) dan keliru dalam pemahaman ( viparitamati) , tidak akan mengenali materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba) sebagai hanya kesadaran kognitif (vijnapti matra) karena mereka belum memahami (ajnatva) hal ini sebagaimana apa adanya (yathabhutam)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi vipaśyanā secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap dimana nimitta dari kesadaran ( citta nimitta) di kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi śamatha secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap dimana kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta ) di kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan sebagai gabungan dari śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, pada tahap dimana kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam hanya berfokus pada satu titik [ bidang kecil] (cittaikagratā)
"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan nimitta dari kesadaran ( citta nimitta)? "
"Maitreya, nimitta dari kesadaran adalah refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual (savikalpapratibimba) yang merupakan objek pengamatan dari vipaśyanā (vipaśyanā ālambana)
"Apa yang dimaksud dengan kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta )? "
Maitreya, kesadaran yang berkesimambungan (ānantara citta ) adalah kesadaran yang mengamati yang merupakan landasan objektif dari śamatha. (śamatha ālambana)
Bhagavan , bagaimana śamatha dan vipaśyanā mencapai puncak dalam orientasi kesadaran yang berfokus hanya pada satu titik (cittaikagratā)? "
Maitreya , dengan memahami refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba) hanya merupakan manifestasi dari kesadaran (vijñaptimātrata) maka śamatha dan vipaśyanā mencapai puncaknya dengan orientasi kesadaran yang berfokus hanya pada satu titik (cittaikagratā) , dengan memahami ini maka [ Bodhisattva] dapat mengorientasikan kesadaran yang mengarah pada realitas demikian apa adanya ( tathatā).
"Bhagavan, ada berapa jenis vipaśyanā? "
"Maitreya, ada tiga jenis yakni : vipaśyanā nimitta (nimittamayī) , vipaśyanā penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) dan vipaśyanā pengamatan ( pratyavekṣaṇāmayī)
Bhagavan , apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis nimitta (nimittamayī) ?
Maitreya , vipaśyanā jenis nimitta (nimittamayī) adalah vipasyana yang hanya mengkontemplasi nimitta dari refleksi dari objek mental diskriminatif yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual dalam ruang lingkup samadhi (samādhigocaravipalka pratibimba)
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī)
Maitreya , vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran hanya refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual dari fenomena yang masih belum dipahami dengan baik (asupratividdhadharma) sehingga dapat dipahami dengan baik melalui kebijaksanaan (prajñā)
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) ?
Maitreya , vipaśyanā jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran (manāsikara vipaśyanā) hanya pada refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui imaginasi konseptual dari fenomena yang telah dipahami dengan baik (supratividdhadharma) melalui kebijaksanaan (prajñā) sehingga mencapai pembebasan (vimokṣa) yang bermakna memberikan sensasi kebahagiaan (sukhasparśnārtham)
37
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:39:52 PM »
PARIVARTA KEDELAPAN
Maitreya
Kemudian Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Bhagavan:
"Bhagavan, apa yang menjadi landasan untuk bodhisattva dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Maitreya Maitreya, landasan untuk bodhisattva dalam mempraktekkan śamatha dan vipaśyanā adalah teori filosofi yang berkaitan dengan uraian dari realitas ( dharmaprajñaptivyavasthāna ) dan tidak pernah meninggalkan aspirasi mereka untuk mencapai penggugahan sempurna dan tidak tertandingi (anuttarasamyaksaṃbodhipraṇidhānaparityajana )
Bhagavan menginstruksikan (avavāda) empat kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam śamatha dan vipaśyanā yang terdiri dari :
1. refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual (savikalpapratibimba).
2. refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).
3. batasan dari entitas [antara konseptual dan intrinsitik dari fenomena] (vastuparyantatā)
4. kesempurnaan dari pencapaian [ kesempurnaan dalam tindakan adidaya] (kāryapariniṣpatti).
Bodhisatva Maitreya bertanya kembali kepada Bhagavan,
Bhagavan , ada berapa kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam kontemplasi śamatha?
Maitreya , hanya satu, yakni : refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori dari objek pengamatan (ālambana vastu) dalam kontemplasi vipaśyanā?
Maitreya , hanya satu, yakni : refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam gabungan kontempasi dari : śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya ada dua yakni , batasan dari entitas [antara konseptual dan intrinsitik dari fenomena ] (vastuparyantatā) dan kesempurnaan dari pencapaian (kāryapariniṣpatti).
Bhagavan , bagaimana seharusnya para Bodhisattva ini mengejar śamatha (śamatha paryeṣṭin ) dan fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) ?
Buddha menjawab :
Maitreya , dua belas divisi uraian untuk pemahanan realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma ), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) telah saya uraikan kepada para Bodhisattva.
Para Bodhisattva mendengarkan uraian ini dengan benar (suśruta), , memahami dan mengingatnya dengan baik (susamāpta), mengakumulasikannya dengan baik (vacasā paricita), menganalisa melalui intektual dengan seksama (manasā anvīkṣita) dan memahami dengan sempurna melalui pandangan yang mendalam ( dṛṣṭyā suprativida) .
Kemudian mereka mengisolasikan dirinya sendiri (ekākino rahogatāḥ) dengan berdiam dalam keheningan di pengasingan (pratisaṃlayana) dan mengorientasikan kesadaran (manasikṛ) pada objek yang dijadikan referensi secara berkesinambungan (samsthāpana), melalui doktrin yang telah mereka renungkan dengan baik (sucitinta dharma) sebelumnya dengan mengorientasikan kesadaran secara internal dalam berkesinambungan (adhyātmikaprabandha) dan inilah yang disebut sebagai mengorientasikan kesadaran dengan tajam.(manasikāra).
Dengan mengorientasikan kesadaran secara berulang (avasthāpana) dan dalam jangka waktu yang lama maka kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] akan tercapai. Ini disebut sebagai śamatha dan dengan cara ini para Bodhisattva mengejar śamatha (śamatha paryeṣṭin) dengan benar.
Pada saat Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] dan berdiam dalam kondisi ini dengan melepaskan semua aspek dari mental ( citta ākāra) dan mulai menyelidiki dengan masuk ke dalam (pratyvekṣ) fenomena yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma) dengan keyakinan (adhimuc) , mulai menyelidiki (vicaya), menyelidiki lebih mendalam (pravicaya) dan menyelidikinya dengan logika (parivirtaka) mempertimbangkannya dengan mendalam (pāricara) dan pencapaian kesimpulan dari penyelidikan (parimīmāmsāṃ apatiḥ ) mengamati mendalam (darśana), memahami (avabodha ) berdasarkan pencapaian dari realitas yang akan diketahui (kṣānti) yang muncul sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samadhi (samādhigocarapratibimbajñeyārtha). Ini disebut sebagai vipaśyanā dan dengan cara ini para Bodhisattva fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) dengan benar.
"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra ) dengan menggunakan kesadaran sebagai landasan objektif kesadaran (citta ālambaka citta) [kesadaran mengamati kesadaran] , kontempelasi jenis ini dikategorikan sebagai apa ?
"Maitreya, ini bukan śamatha , melainkan pengorientasian kesadaran yang tajam dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang mengarah pada śamatha (śamatha anolomika adhimukti samprayukta manasikāra)
"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra) berdasarkan dharma yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma) yang muncul sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samadhi (adyātma samādhigocarapratibimba). kontempelasi jenis ini dikategorikan sebagai apa ?
Maitreya, ini bukan vipaśyanā. melainkan pengorientasian kesadaran yang tajam dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang mengarah pada vipaśyanā (vipaśyanā anolomika adhimukti samprayukta manasikāra ).
Maitreya
Kemudian Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Bhagavan:
"Bhagavan, apa yang menjadi landasan untuk bodhisattva dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Maitreya Maitreya, landasan untuk bodhisattva dalam mempraktekkan śamatha dan vipaśyanā adalah teori filosofi yang berkaitan dengan uraian dari realitas ( dharmaprajñaptivyavasthāna ) dan tidak pernah meninggalkan aspirasi mereka untuk mencapai penggugahan sempurna dan tidak tertandingi (anuttarasamyaksaṃbodhipraṇidhānaparityajana )
Bhagavan menginstruksikan (avavāda) empat kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam śamatha dan vipaśyanā yang terdiri dari :
1. refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual (savikalpapratibimba).
2. refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).
3. batasan dari entitas [antara konseptual dan intrinsitik dari fenomena] (vastuparyantatā)
4. kesempurnaan dari pencapaian [ kesempurnaan dalam tindakan adidaya] (kāryapariniṣpatti).
Bodhisatva Maitreya bertanya kembali kepada Bhagavan,
Bhagavan , ada berapa kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam kontemplasi śamatha?
Maitreya , hanya satu, yakni : refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori dari objek pengamatan (ālambana vastu) dalam kontemplasi vipaśyanā?
Maitreya , hanya satu, yakni : refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori objek pengamatan (ālambana vastu ) dalam gabungan kontempasi dari : śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya ada dua yakni , batasan dari entitas [antara konseptual dan intrinsitik dari fenomena ] (vastuparyantatā) dan kesempurnaan dari pencapaian (kāryapariniṣpatti).
Bhagavan , bagaimana seharusnya para Bodhisattva ini mengejar śamatha (śamatha paryeṣṭin ) dan fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) ?
Buddha menjawab :
Maitreya , dua belas divisi uraian untuk pemahanan realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari : uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan cerita dari kualitas kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma ), parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya di masa yang akan datang (vyākaraṇa) telah saya uraikan kepada para Bodhisattva.
Para Bodhisattva mendengarkan uraian ini dengan benar (suśruta), , memahami dan mengingatnya dengan baik (susamāpta), mengakumulasikannya dengan baik (vacasā paricita), menganalisa melalui intektual dengan seksama (manasā anvīkṣita) dan memahami dengan sempurna melalui pandangan yang mendalam ( dṛṣṭyā suprativida) .
Kemudian mereka mengisolasikan dirinya sendiri (ekākino rahogatāḥ) dengan berdiam dalam keheningan di pengasingan (pratisaṃlayana) dan mengorientasikan kesadaran (manasikṛ) pada objek yang dijadikan referensi secara berkesinambungan (samsthāpana), melalui doktrin yang telah mereka renungkan dengan baik (sucitinta dharma) sebelumnya dengan mengorientasikan kesadaran secara internal dalam berkesinambungan (adhyātmikaprabandha) dan inilah yang disebut sebagai mengorientasikan kesadaran dengan tajam.(manasikāra).
Dengan mengorientasikan kesadaran secara berulang (avasthāpana) dan dalam jangka waktu yang lama maka kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] akan tercapai. Ini disebut sebagai śamatha dan dengan cara ini para Bodhisattva mengejar śamatha (śamatha paryeṣṭin) dengan benar.
Pada saat Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] dan berdiam dalam kondisi ini dengan melepaskan semua aspek dari mental ( citta ākāra) dan mulai menyelidiki dengan masuk ke dalam (pratyvekṣ) fenomena yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma) dengan keyakinan (adhimuc) , mulai menyelidiki (vicaya), menyelidiki lebih mendalam (pravicaya) dan menyelidikinya dengan logika (parivirtaka) mempertimbangkannya dengan mendalam (pāricara) dan pencapaian kesimpulan dari penyelidikan (parimīmāmsāṃ apatiḥ ) mengamati mendalam (darśana), memahami (avabodha ) berdasarkan pencapaian dari realitas yang akan diketahui (kṣānti) yang muncul sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samadhi (samādhigocarapratibimbajñeyārtha). Ini disebut sebagai vipaśyanā dan dengan cara ini para Bodhisattva fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) dengan benar.
"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra ) dengan menggunakan kesadaran sebagai landasan objektif kesadaran (citta ālambaka citta) [kesadaran mengamati kesadaran] , kontempelasi jenis ini dikategorikan sebagai apa ?
"Maitreya, ini bukan śamatha , melainkan pengorientasian kesadaran yang tajam dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang mengarah pada śamatha (śamatha anolomika adhimukti samprayukta manasikāra)
"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra) berdasarkan dharma yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma) yang muncul sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samadhi (adyātma samādhigocarapratibimba). kontempelasi jenis ini dikategorikan sebagai apa ?
Maitreya, ini bukan vipaśyanā. melainkan pengorientasian kesadaran yang tajam dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang mengarah pada vipaśyanā (vipaśyanā anolomika adhimukti samprayukta manasikāra ).
38
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:37:34 PM »
Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan kanvas lukisan, yang berlatar warna biru biru, kuning, merah, ataupun putih yang merupakan satu rasa dari keseluruhan karya lukisan itu dan juga memperindah detail lukisan tersebut. Sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dari dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan dalam satu rasa dengan semua uraian bermakna intepretasi yang juga memperindah [uraian] bermakna interpretasi.
Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan ketika seseorang menambahkan mentega yang telah dijernihkan kedalam semua jenis kuliner ,misalnya dalam memasak gandum ataupun daging , akan menambah kenikmatan [rasa masakan tersebut] . Sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dari dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang ditambahkan kedalam semua uraian yang bermakna intepretasi akan menghasilkan kenikmatan dan keterpuasan .
"Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan ruangan yang semuanya dalam satu rasa dan tidak terhalang oleh aktivitas apapun. Sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dari dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang juga satu rasa dalam semua urainan yang bermakna interpretasi, dan juga tidak akan menghalangi semua aktivtas dari pengetahuan Sravaka , pengetahuan pratekyabuddha maupun pengetahuan bodhisattva.
Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata
Mengagumkan, Paramārthasamudgata, Sadhu Sadhu. Anda telah memahami dengan baik uraian dan landasan pemikiran dari Tathagata. Anda memberikan analogi dengan baik dalam ilustrasi misalnya jahe kering , kanvas , mentega yang dijernihkan dan ruangan dengan sangat akurat. Paramu… uraian ini bukan yang berbeda dari yang telah diuraikan semua dan anda harus memahaminya dengan cara yang demikian.
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata berkata kepada Bhagavan:
Pada awalnya di daerah Varanasi, di Taman Rusa disebut sebagai doktrin para Arya , Bhagavan dengan sempurna memutar roda doktrin untuk semua yang berada dalam silsilah Sravaka melalui penguraian empat kebenaran mulia , sungguh mengagumkan , menakjubkan dan luar biasa dimana tidak ada satupun dari para deva dan manusia di dunia ini yang mampu memutarkan roda doktrin yang sama sebelumnya. Tetapi doktrin ini masih ada yang dapat melampauinya , jmemiliki celah [ untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan berfungsi dalam ranah argumen logis.
Berdasarkan hanya pada sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan] , ketidak hadiran dari penghentian , kediaman [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan . Bhagavan memutarkan roda doktrin ke dua yang lebih menakjubkan lagi untuk yang memiliki silsilah dari pengetahuan agung,sungguh mengagumkan dan menakjubkan , melalui aspek penguraian atas kekosongan , Tetapi doktrin ini juga masih ada yang dapat melampauinya , memiliki celah [untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan berfungsi dalam ranah argumen logis.
Berdasarkan hanya pada sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan] , ketidak hadiran dari penghentian , kediaman [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan Bhagavan memutarkan roda doktrin ketiga untuk semua silsilah yang sangat berbeda, sungguh mengagumkan dan menakjubkan . Doktrin ini tidak ada yang dapat melampauinya , tidak bercelah [ untuk disanggah] , bermakna definitif , dan tidak berfungsi dalam ranah argumen logis
Bhagavan, pada saat putra dan putri dari silsilah terbaik mendengarkan uraian Bhagavan yang memiliki kepastian dalam makna , dari [doktrin] ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan hakekatnya melampaui semua penderitaan .Mereka mengembangkan keyakinan dalam diri mereka dengan menyalinnya , mentranskripkannya , menghafalkannya , membacnya , mmemuliakannya , menyebarkan dan mentransmisikannya kepada orang lain , merenungkannya dan juga mengkontemplasikannya. Dengan cara demikian ada berapa banyak kebajikan yang akan dihasilkan ?
Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata:
Paramārthasamudgata, para putra atau putri dari silsilah yang terbaik itu akan menghasilkan kebajikan yang beragam, tidak terbatas dan tidak dapat dibandingkan dan ini juga tidak mudah untuk diilustrasikan , namun demikian saya akan menguraikannya secara singkat
Paramārthasamudgata, ini dapat dianalogikan dengan perbandingan antara partikel tanah [debu] yang berada di ujung kuku dengan semua partikel tanah [debu] yang berada di bumi ini . Perbandingannya tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati seperseribu bagian ataupun seperseratus ribu bagian, tidak mendekati angka apapun, dengan perbandingan dan pendekatan apapun. Ini akan sama dengan kita membandingkan air yang berada pada jejak sapi dengan air yang berada dalam keempat samudra besar atau dengan perkataan lain tidak dapat didekati dengan perbandingan.
Paramārthasamudgata, dengan menggunakan ilustrasi yang sama , perbandingan terhadap kebajikan [yang dihasilkan] oleh mereka yang mengembangkan keyakinan terhadap uraian doktrin yang memiliki kepastian dalam makna ini dalam merenungkan dan mengaplikasikannya ke dalam kontemplasi, tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati angka apapun.
Bodhisattva Paramarthasamudgata bertanya kepada Bhagavan:
Bhagavan, apa nama dari (naman ) pemutaran [roda] pengungkapan makna mendalam (samdhinirmocanadharmaparyaya) ini ?
Paramārthasamudgata, doktrin ini dinamakan sebagai pengulasan realitas tertinggi yang bermakna definitif ( paramarthanirtathanirdesa) , anda dapat menamakannya sebagai : uraian realitas yang bermakna definitif
Pada saat doktrin realitas bermakna definitif ini selesai diuraikan , enam ratus ribu makhluk hidup beraspirasi mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi ( anuttarasamyaksambodhi). Tiga ratus Sravaka memurnikan (visudha ) penglihatan realitas ( dharmacaksur) yang bebas dari keinginan (virajas) dan tidak ternodakan (nirmala). Seratus lima puluh ribu Sravaka mencapai pembebasan kesadaran ( asravebyas cittani vimukti ) dengan kesadaran yang tidak melekat pada apapun (cittam utpadayanti .Tujuh puluh lima ribu Bodhisattva mencapai kondisi realitas tiada kemunculan [ (anutpatikadharmaksanti).
Parivarta Ketujuh Guṇākara telah lengkap diuraikan
Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan ketika seseorang menambahkan mentega yang telah dijernihkan kedalam semua jenis kuliner ,misalnya dalam memasak gandum ataupun daging , akan menambah kenikmatan [rasa masakan tersebut] . Sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dari dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang ditambahkan kedalam semua uraian yang bermakna intepretasi akan menghasilkan kenikmatan dan keterpuasan .
"Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan ruangan yang semuanya dalam satu rasa dan tidak terhalang oleh aktivitas apapun. Sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dari dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang juga satu rasa dalam semua urainan yang bermakna interpretasi, dan juga tidak akan menghalangi semua aktivtas dari pengetahuan Sravaka , pengetahuan pratekyabuddha maupun pengetahuan bodhisattva.
Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata
Mengagumkan, Paramārthasamudgata, Sadhu Sadhu. Anda telah memahami dengan baik uraian dan landasan pemikiran dari Tathagata. Anda memberikan analogi dengan baik dalam ilustrasi misalnya jahe kering , kanvas , mentega yang dijernihkan dan ruangan dengan sangat akurat. Paramu… uraian ini bukan yang berbeda dari yang telah diuraikan semua dan anda harus memahaminya dengan cara yang demikian.
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata berkata kepada Bhagavan:
Pada awalnya di daerah Varanasi, di Taman Rusa disebut sebagai doktrin para Arya , Bhagavan dengan sempurna memutar roda doktrin untuk semua yang berada dalam silsilah Sravaka melalui penguraian empat kebenaran mulia , sungguh mengagumkan , menakjubkan dan luar biasa dimana tidak ada satupun dari para deva dan manusia di dunia ini yang mampu memutarkan roda doktrin yang sama sebelumnya. Tetapi doktrin ini masih ada yang dapat melampauinya , jmemiliki celah [ untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan berfungsi dalam ranah argumen logis.
Berdasarkan hanya pada sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan] , ketidak hadiran dari penghentian , kediaman [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan . Bhagavan memutarkan roda doktrin ke dua yang lebih menakjubkan lagi untuk yang memiliki silsilah dari pengetahuan agung,sungguh mengagumkan dan menakjubkan , melalui aspek penguraian atas kekosongan , Tetapi doktrin ini juga masih ada yang dapat melampauinya , memiliki celah [untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan berfungsi dalam ranah argumen logis.
Berdasarkan hanya pada sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan] , ketidak hadiran dari penghentian , kediaman [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan Bhagavan memutarkan roda doktrin ketiga untuk semua silsilah yang sangat berbeda, sungguh mengagumkan dan menakjubkan . Doktrin ini tidak ada yang dapat melampauinya , tidak bercelah [ untuk disanggah] , bermakna definitif , dan tidak berfungsi dalam ranah argumen logis
Bhagavan, pada saat putra dan putri dari silsilah terbaik mendengarkan uraian Bhagavan yang memiliki kepastian dalam makna , dari [doktrin] ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan hakekatnya melampaui semua penderitaan .Mereka mengembangkan keyakinan dalam diri mereka dengan menyalinnya , mentranskripkannya , menghafalkannya , membacnya , mmemuliakannya , menyebarkan dan mentransmisikannya kepada orang lain , merenungkannya dan juga mengkontemplasikannya. Dengan cara demikian ada berapa banyak kebajikan yang akan dihasilkan ?
Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata:
Paramārthasamudgata, para putra atau putri dari silsilah yang terbaik itu akan menghasilkan kebajikan yang beragam, tidak terbatas dan tidak dapat dibandingkan dan ini juga tidak mudah untuk diilustrasikan , namun demikian saya akan menguraikannya secara singkat
Paramārthasamudgata, ini dapat dianalogikan dengan perbandingan antara partikel tanah [debu] yang berada di ujung kuku dengan semua partikel tanah [debu] yang berada di bumi ini . Perbandingannya tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati seperseribu bagian ataupun seperseratus ribu bagian, tidak mendekati angka apapun, dengan perbandingan dan pendekatan apapun. Ini akan sama dengan kita membandingkan air yang berada pada jejak sapi dengan air yang berada dalam keempat samudra besar atau dengan perkataan lain tidak dapat didekati dengan perbandingan.
Paramārthasamudgata, dengan menggunakan ilustrasi yang sama , perbandingan terhadap kebajikan [yang dihasilkan] oleh mereka yang mengembangkan keyakinan terhadap uraian doktrin yang memiliki kepastian dalam makna ini dalam merenungkan dan mengaplikasikannya ke dalam kontemplasi, tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati angka apapun.
Bodhisattva Paramarthasamudgata bertanya kepada Bhagavan:
Bhagavan, apa nama dari (naman ) pemutaran [roda] pengungkapan makna mendalam (samdhinirmocanadharmaparyaya) ini ?
Paramārthasamudgata, doktrin ini dinamakan sebagai pengulasan realitas tertinggi yang bermakna definitif ( paramarthanirtathanirdesa) , anda dapat menamakannya sebagai : uraian realitas yang bermakna definitif
Pada saat doktrin realitas bermakna definitif ini selesai diuraikan , enam ratus ribu makhluk hidup beraspirasi mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi ( anuttarasamyaksambodhi). Tiga ratus Sravaka memurnikan (visudha ) penglihatan realitas ( dharmacaksur) yang bebas dari keinginan (virajas) dan tidak ternodakan (nirmala). Seratus lima puluh ribu Sravaka mencapai pembebasan kesadaran ( asravebyas cittani vimukti ) dengan kesadaran yang tidak melekat pada apapun (cittam utpadayanti .Tujuh puluh lima ribu Bodhisattva mencapai kondisi realitas tiada kemunculan [ (anutpatikadharmaksanti).
Parivarta Ketujuh Guṇākara telah lengkap diuraikan
39
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:35:51 PM »
Pada saat orang yang tidak terlena dengan pandangan ini , mendengarkan dari orang lain bahwa fenomena tidak berintrisitik , dan mendengar bahwa fenomena itu tidak dimunculkan [iihasilkan] , tiada penghentian, diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan. Mereke menjadi takut [ khawatir ] dan mengembangkan kekhawatiran dengan mengatakan bahwa doktrin ini bukan uraian dari Buddha melainkan Mara , dengan cara berpikir demikian , mereka juga telah mencela , membantah , menolak dan mengucapkan keburukan terhadap uraian doktrin ini .
Berdasarkan ini,mereka akan mendapatkan ketidak beruntungan yang besar, dan juga bertemu dengan penghalang dari karma yang besar karena mereka telah menyebabkan banyak makhluk hidup bertemu dengan penghalang yang besar dengan memperdaya mereka . Dengan ini saya nyatakan bahwa mereka yang memahami semua karakteristik sebagai ketiada eksistensi dan yang menguraikan apa yang bukan makna menjadi makna akan memiliki penghalang karma yang besar.
Paramārthasamudgata, pada saat makhluk hidup belum menghasilkan akar kebajikan, belum memurnikan penghalang, belum mematangkan kontinum mereka, tidak memiliki keyakinan besar, belum menyelesaikan akumulasi jasa dan kebijaksanaan, yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur , dan yang tidak mampu untuk menghapus konseptual dan yang menggengam pandangan mereka sendiri dengan erat sebagai realitas tertinggi dalam mendengarkan doktrin ini. Mereka tidak akan memahami ajaran ini sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Mereka juga tidak akan mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini , mereka akan menganggap doktrin sebagai bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna.
Dengan menggengam pada pandangan doktrin sebagai bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna, kemudian mereka mengatakan bahwa doktrin ini bukan uraian dari Buddha melainkan Mara . Dengan pemikiran ini, mereka mencela , menolak , membantah , dan mengucapkan keburukan terhadap uraian doktrin ini dan mempersepsikannya sebagai uraian yang tidak bermanfaat dan keliru. Dengan berbagai cara mereka menolak, mengkritik dan meninggalkan uraian ini. Disamping itu , mereka juga menganggap orang yang menyakini [uraian] ini bertentangan dengan mereka Maka dengan demikian penghalang karma ini akan sangat sulit untuk diatasi karena akan terus muncul dalam beberapa ratus kalpa dalam kehidupan mereka.
Paramārthasamudgata, , demikianlah tingkat keyakinan yang berbeda dari para makhluk hidup terhadap doktrin kebenaran yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.
Kemudian Bhagavan menguraikan gatha ini :
Apa makna mendalam yang diuraikan oleh para bijak ketika mengatakan bahwa semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan (prakṛtiparinirvṛta) ?
Semua makna mendalam , telah saya uraikan sebagai . ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva). Dengan memaham ini maka para bijak juga tidak akan tidak akan menempuh jalur degenerasi.
Jalan kemurnian hanya berdasarkan uraian ini , tidak ada jalan kemurnian lainnya dan hanya ada satu pengetahuan mendalam yang diuraikan , meskipun ada beragam jenis makhluk hidup
Dalam semua ranah kehidupan , banyak sekali makhluk hidup yang mencari melampaui ketidakpuasaan untuk diri mereka sendiri , tetapi yang memiliki welas kasih dan beraspirasi untuk tidak meninggalkan semua makluk hidup dan mencapai melampaui ketidakpuasan akan sangat langka.
Dalam ranah yang tidak ternoda , mencapai pembebasan yang sangat halus dan tidak terbayangkan, sama dan tidak ada perbedaan, bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna dan melampaui semua ketidakpuasan , tidak dapat diungkapkan dengan dualistik, inilah kebahagiaan dan kestabilan
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata, berkata kepada Bhagavan:
Bhagavan, apa yang Bhagavan uraikan dengan memikikran [sesuatu yang lain ] itu sungguh halus , dan terhalus , sangat mendalam , sulit untuk dipahami , sangat sulit untuk dipahami adalah sungguh menakjubkan dan sangat mengagumkan .
Bhagavan, saya memahami makna dari apa yang telah Bhagavan uraikan sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui nama dan terminologi [ karakteristik imajiner ] itu berkaitan dengan : Objek dari aktivitas [ ruanglingkup] yang bersifat konseptual [ diungkapkan melalui nama dan terminologi](vikalpagocara)], landasan dari karakteristik imajiner ( parikalpitalaksanasraya ), nimitta dari jejak mental halus yang berasal dari tindakan lampau (samskaranimitta) dalam karakteristik dari satu entitas ataupun fakta [ misalnya , ini adalah ] bentuk dari agregat dan dan yang diusulkan sebagai fakta melalui nama dan terminologi dalam karakteristik dari entitas ataupun karakteristik dari fakta [merupakan atribut .misalnya] kemunculan bentuk dari agregat, peninggalan dan pencapaian pemahaman terhadap bentuk dari agregat adalah karakteristik imajiner.
Dalam kaitannya dengan ketiga hal diatas maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman hal ini sebagai berikut : yang merupakan objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional adalah karakteristik dari keterkaitan yang lain. Karena keterkaitan dengan hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva) objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional tidak mapan sebagai karakteristik imajiner dan tidak eksis melalui dirinya sendiri . Oleh sebab itu , yang tidak eksis melalui dirinya sendiri , ketidak hadirin diri dari fenomena , sebagaimana apa adanya, objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional adalah sebagai karakteristik mapan dengan sempurna. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva)
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari satu entitas atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] agregrat materi ( rupaskandha) , penguraian [agregrat materi] , pembebasan [ atau penghentian agregat materi] , dan pemahaman seksama [agregrat materi] adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Demikian juga untuk kelompok agregat lainnya , dua belas landasan pengindera (ayatana) pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda) dan [empat]nutrimen (āhāra) . elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva) elemen , beragam [ enam ] elemen (anekatva) dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari satu entitas [sebagai contoh] realitas dari ketidakpuasan , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Demikian juga untuk empat kebenaran mulia lainnya , faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [ kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional [berkondisi] sebagai karakteristik dari satu entitas sebagai [contoh] realitas dari ketidakpuasan , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan merupakan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan, saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : Hal yang merupakan objek dari aktivitas konseptual , landasan , dan karakteristik dari imajiner, dan karakteristik dari fenomena yang bersifat komposisional [berkondisi] tidak mapan sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan hanya karena eksistensi melalui dirinya sendirinya [ intrinsitik] (svabhāva) , ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) , ketidakhadiran eksistensi [ diri ] dari dari fenomena, realitas demikian apa adanya (tathatā) , dan objek pengamatan (alambana) untuk pemurnian yang merupakan karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) .Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva).
Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan jahe kering yang ditambahkan kedalam semua bubuk untuk pengobatan dan dan ramuan obat mujarab lainnya sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan didalam semua uraian bermakna interpretasi. Demikianlah Bhagavan menempatkan makna definitif didalam semua uraian bermakna interpretasi.
Berdasarkan ini,mereka akan mendapatkan ketidak beruntungan yang besar, dan juga bertemu dengan penghalang dari karma yang besar karena mereka telah menyebabkan banyak makhluk hidup bertemu dengan penghalang yang besar dengan memperdaya mereka . Dengan ini saya nyatakan bahwa mereka yang memahami semua karakteristik sebagai ketiada eksistensi dan yang menguraikan apa yang bukan makna menjadi makna akan memiliki penghalang karma yang besar.
Paramārthasamudgata, pada saat makhluk hidup belum menghasilkan akar kebajikan, belum memurnikan penghalang, belum mematangkan kontinum mereka, tidak memiliki keyakinan besar, belum menyelesaikan akumulasi jasa dan kebijaksanaan, yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur , dan yang tidak mampu untuk menghapus konseptual dan yang menggengam pandangan mereka sendiri dengan erat sebagai realitas tertinggi dalam mendengarkan doktrin ini. Mereka tidak akan memahami ajaran ini sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Mereka juga tidak akan mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini , mereka akan menganggap doktrin sebagai bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna.
Dengan menggengam pada pandangan doktrin sebagai bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna, kemudian mereka mengatakan bahwa doktrin ini bukan uraian dari Buddha melainkan Mara . Dengan pemikiran ini, mereka mencela , menolak , membantah , dan mengucapkan keburukan terhadap uraian doktrin ini dan mempersepsikannya sebagai uraian yang tidak bermanfaat dan keliru. Dengan berbagai cara mereka menolak, mengkritik dan meninggalkan uraian ini. Disamping itu , mereka juga menganggap orang yang menyakini [uraian] ini bertentangan dengan mereka Maka dengan demikian penghalang karma ini akan sangat sulit untuk diatasi karena akan terus muncul dalam beberapa ratus kalpa dalam kehidupan mereka.
Paramārthasamudgata, , demikianlah tingkat keyakinan yang berbeda dari para makhluk hidup terhadap doktrin kebenaran yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.
Kemudian Bhagavan menguraikan gatha ini :
Apa makna mendalam yang diuraikan oleh para bijak ketika mengatakan bahwa semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan (prakṛtiparinirvṛta) ?
Semua makna mendalam , telah saya uraikan sebagai . ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva). Dengan memaham ini maka para bijak juga tidak akan tidak akan menempuh jalur degenerasi.
Jalan kemurnian hanya berdasarkan uraian ini , tidak ada jalan kemurnian lainnya dan hanya ada satu pengetahuan mendalam yang diuraikan , meskipun ada beragam jenis makhluk hidup
Dalam semua ranah kehidupan , banyak sekali makhluk hidup yang mencari melampaui ketidakpuasaan untuk diri mereka sendiri , tetapi yang memiliki welas kasih dan beraspirasi untuk tidak meninggalkan semua makluk hidup dan mencapai melampaui ketidakpuasan akan sangat langka.
Dalam ranah yang tidak ternoda , mencapai pembebasan yang sangat halus dan tidak terbayangkan, sama dan tidak ada perbedaan, bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna dan melampaui semua ketidakpuasan , tidak dapat diungkapkan dengan dualistik, inilah kebahagiaan dan kestabilan
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata, berkata kepada Bhagavan:
Bhagavan, apa yang Bhagavan uraikan dengan memikikran [sesuatu yang lain ] itu sungguh halus , dan terhalus , sangat mendalam , sulit untuk dipahami , sangat sulit untuk dipahami adalah sungguh menakjubkan dan sangat mengagumkan .
Bhagavan, saya memahami makna dari apa yang telah Bhagavan uraikan sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui nama dan terminologi [ karakteristik imajiner ] itu berkaitan dengan : Objek dari aktivitas [ ruanglingkup] yang bersifat konseptual [ diungkapkan melalui nama dan terminologi](vikalpagocara)], landasan dari karakteristik imajiner ( parikalpitalaksanasraya ), nimitta dari jejak mental halus yang berasal dari tindakan lampau (samskaranimitta) dalam karakteristik dari satu entitas ataupun fakta [ misalnya , ini adalah ] bentuk dari agregat dan dan yang diusulkan sebagai fakta melalui nama dan terminologi dalam karakteristik dari entitas ataupun karakteristik dari fakta [merupakan atribut .misalnya] kemunculan bentuk dari agregat, peninggalan dan pencapaian pemahaman terhadap bentuk dari agregat adalah karakteristik imajiner.
Dalam kaitannya dengan ketiga hal diatas maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman hal ini sebagai berikut : yang merupakan objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional adalah karakteristik dari keterkaitan yang lain. Karena keterkaitan dengan hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva) objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional tidak mapan sebagai karakteristik imajiner dan tidak eksis melalui dirinya sendiri . Oleh sebab itu , yang tidak eksis melalui dirinya sendiri , ketidak hadirin diri dari fenomena , sebagaimana apa adanya, objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional adalah sebagai karakteristik mapan dengan sempurna. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva)
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari satu entitas atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] agregrat materi ( rupaskandha) , penguraian [agregrat materi] , pembebasan [ atau penghentian agregat materi] , dan pemahaman seksama [agregrat materi] adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Demikian juga untuk kelompok agregat lainnya , dua belas landasan pengindera (ayatana) pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda) dan [empat]nutrimen (āhāra) . elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva) elemen , beragam [ enam ] elemen (anekatva) dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari satu entitas [sebagai contoh] realitas dari ketidakpuasan , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Demikian juga untuk empat kebenaran mulia lainnya , faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [ kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan , saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal terhadap objek dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari fenomena yang bersifat komposisional [berkondisi] sebagai karakteristik dari satu entitas sebagai [contoh] realitas dari ketidakpuasan , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan merupakan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Bhagavan, saya mengajukan pemahaman terhadap doktrin ini sebagai berikut : Hal yang merupakan objek dari aktivitas konseptual , landasan , dan karakteristik dari imajiner, dan karakteristik dari fenomena yang bersifat komposisional [berkondisi] tidak mapan sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan hanya karena eksistensi melalui dirinya sendirinya [ intrinsitik] (svabhāva) , ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) , ketidakhadiran eksistensi [ diri ] dari dari fenomena, realitas demikian apa adanya (tathatā) , dan objek pengamatan (alambana) untuk pemurnian yang merupakan karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) .Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva).
Bhagavan, hal ini dapat diilustrasikan dengan jahe kering yang ditambahkan kedalam semua bubuk untuk pengobatan dan dan ramuan obat mujarab lainnya sama seperti Bhagavan menguraikan makna definitif yang dimulai dengan [uraian] ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena [hingga] semua fenomena tiada kemunculan , tiada penghentian , diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan didalam semua uraian bermakna interpretasi. Demikianlah Bhagavan menempatkan makna definitif didalam semua uraian bermakna interpretasi.
40
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:33:14 PM »
Paramārthasamudgata, hanya melalui jalan ini dan melalui proses [ prosedur] ini , maka makhluk hidup yang berasal dari silsilah Sravaka juga akan mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi , demikian juga untuk yang berasal dari silsilah pratekyabuddha dan silsilah tathagata , mereka juga akan mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi melalui jalan ini dan melalui proses [ prosedur] ini . Dengan demikian maka hanya ada satu pengetahuan [ jalan] bagi silsilah Sravaka , pratekyabuddha dan bodhisarttva dalam pencapaian penggugahan sempurna yang tidak tertandingi , pemurnian mereka juga hanya satu - tidak ada yang kedua [ lainnya].
Dengan memikirkan ini , maka saya menguraikan hanya ada satu pengetahuan walaupun dalam tataran kehidupan ini terdapat beragam makhluk hidup misalnya yang memiliki indriya dan intelektual yang lemah , menengah dan tajam.
Paramārthasamudgata, walaupun semua Buddha berusaha untuk memapankan seseorang yang bersilsilah Sravaka dimana mereka hanya berproses dalam kedamaian terhadap dirinya sendiri , tidak akan mampu untuk mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi atau pengugahan tertinggi Mengapa ?
Karena keterbatasan dari welas kasih dan ketakutan yang besar terhadap penderitaan maka seseorang akan tetap berada dalam intrinsitik dari silsilah kecil , sebagaimana karena keterbatasan dari welas kasihnya maka mereka telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup. sebagaimana karena ketakutan yang besar terhadap penderitaan maka mereka telah berpaling dari ketiadaan kondisi dari semua aktivitas berkondisi.
Saya tidak menguraikan bahwa seorang yang telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup dan yang telah berpaling dari ketiadaan kondisi dari semua aktivitas berkondisi sebagai pencapaian penggugahan sempurna yang tidak tertandingi melainkan mereka hanyalah seseorang yang mencari kedamaian dalam dirinya sendiri saja
"[Namun] Saya menguraikan bahwa seseorang yang telah terbebaskan dari halangan kondisi mental yang tidak berguna, mereka yang telah membebaskan kesadaran mereka dari berbagai halangan dalam menuju ke pengetahuan agung dan berada dalam bimbingan dari Tathagata yang pada awalnya hanya ditujukan untuk kedamaian dan kesejahteraan dalam dirinya sendiri adalah silsilah dari Sravaka. sedangkan para Sravaka yang berkembang dalam kaitannya dengan penggugahan adalah silsilah dari Bodhisattva.
Paramārthasamudgata, para makhluk hidup memiliki tingkat keyakinan yang berbeda terhadap doktrin kebenaran yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.
Paramārthasamudgata, sehubungan dengan hal ini , hanya dengan memikirkan ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya maka tathagata menguraikan doktrin dengan makna yang diinterpretasi [ dalam ajaran roda tengah ] dengan menguraikan bahwa : ' semua fenomena tidak eksis melalui dirinya sendiri; semua fenomena itu tidak dimunculkan , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Sehubungan dengan diatas [ pada saat] makhluk hidup yang telah menghasilkan akar kebajikan , yang telah memurnikan semua halangan, dan telah mematangkan kesinambungan , memiliki keyakinan yang agung dan telah mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin ini , mereka memahami sebagaimana apa adanya seperti yang saya uraikan dengan latar pemikiran ini dan mereka mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini.
Mereka juga memahaminya sebagai makna dari kebijaksanaan agung yakni makna sebagai mana apa adanya dan melalui kontempelasi pemahaman mereka maka mereka akan dengan cepat mencapai tingkatan terakhir.
[ pada saat] makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan semua halangan, dan belum mematangkan kontinum , tidak memiliki keyakinan yang agung dan masih dalam tahap mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin , jujur dan pada hakekatnya memiliki sifat jujur, tetapi mereka tidak dapat meninggalkan konseptual , mereak tidak menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi. Pada saat mereka mendengar uraian doktrin mendalam ini , mereka tidak akan memahami ajaran saya sesuai dengan pemikiran saya.
Kemudian , [para makhluk hidup ini] mengembangkan keyakinan dan juga mencapai keyakinan terhadap doktrin ini. Mereka yakin bahwa doktrin yang diuraikan oleh Tathagata sangat mendalam, sungguh mendalam , berdiam dalam kekosongan, sulit untuk dipahami, sangat sulit untuk dipahami, , tidak dapat dianalisis, tidak berada dalam ranah argumen logis dan hanya dapat dipahami oleh para bijaksana dengan kemampuan yang tajam dan cerdik
Mereka berpikir bahwa mereka tidak memahami makna dari uraian ataupun makna dari doktrin ini dan penggugahan Buddha itu mendalam, realitas tertinggi dari fenomena juga mendalam dan hanya Tathagata saja yang memahami ini , mereka tidak akan memahaminya. Uraian doktrin dari Taghagata ini mempengaruhi makhuk hidup sesuai dengan berbagai tingkat keyakinan mereka. Kebijaksaan dan persepsi Tathagata tidak terbatas sedangkan persepsi mereka hanya seperti jejak sapi. Tetapi dengan memuliakan uraian doktrin ini , mereka menyalinnya , setelah menyalin kemudian mereka menghafalkannya , membacanya , menyebarkannya , memuliakannya , menghafal dan mentransmisikan secara lisan kepada orang lain. Namun , karena mereka tidak memahami uraian doktrin yang mendalam ini sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran saya maka mereka tidak dapat mengaplikasikannya dalam kontemplasi. Dengan cara yang demikian, mereka juga maju dalam mengembangkan akumulasi kebajikan dan kebijaksanaan. Mereka juga akan semakin matang dalam kontinum mereka yang sebelumnya belum dimatangkan.
Sedangkan untuk yang lain , yang belum menyelesaikan [tahapan (bhumi) ] sampai dengan akumulasi kebajikan dan kebijaksanaan, yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur, yang mampu meninggalkan konseptual , tetapi mereka masih menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi . Pada saat mereka mendengar doktrin ini , mereka juga tidak akan memahami uraian doktrin mendalam ini sesuai dengan pikiran saya
Walaupun mereka tertarik pada doktrin tersebut [ dari makna mendalam intrinsitik dari mapan dengan sempurna ] , mereka tidak memahami sebagaimana apa adanya , realitas mendalam yang telah saya uraikan yang dilandasi oleh pemikiran ini. Sehubungan dengan makna yang ada dalam doktrin ini mereka terus mengenggam istilah harfiah yang ada pada doktrin ini dimana dinyatakan bahwa semua fenomena hanya tidak eksis melalui dirinya sendirinya. Semua fenomena hanya tidak muncul , hanya tidak berhenti , hanya diam dari awal , dan hanya pada hakekatnya melampaui semua penderitaan , sehingga mereka berpandangan bahwa semua fenomena itu tidak eksis dan berpandangan bahwa [pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [ sendiri] tidak eksis. Mereka menjadi berpandangan nihilism dan berpandangan bahwa ketiada eksistensi dari [ pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [sendiri ] dan mereka membantah semua fenomena dalam terminologi yang berkaitan dengan semua karakteristik. Mereka membantah karakteristik imajiner dari fenomena, karakteristik keterkaitan dengan lainnya dari fenomena dan karakteristik mapan dengan sempurna dari fenomena.
Mengapa demikian ? Paramārthasamudgata jika karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakteristik mapan dengan sempurna itu eksis [ melalui karakterisitiknya sendiri ] maka karakteristik imajiner ini akan dipahami [ memungkinkan untuk diketahui ] , namun bagi yang mempersepsikan karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakterstik mapan dengan sempurna sebagai tanpa karakteristik [ atau dengan kata lain sebagai tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri ] juga akan membantah karakteristik imajiner . Oleh sebab itu , mereka dikatakan membantah semua ketiga aspek dari karakteristik ini. . Dengan demikian , mereka telah mempersepsikan doktrin saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan apa yang bukan makna sebagai makna.
Mereka yang mempersepsikan doktrin saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan apa yang bukan makna sebagai makna dan juga memahami doktrin sebagai doktrin. Mereka juga memahami apa yang bukan makna sebagai makna . Karena keyakinan terhadap doktrin maka mereka juga akan maju dengan mengembangkan kebajikan tetapi karena mereka sangat menggengam apa yang bukan makna maka , mereka akan jatuh dan menjauhi kebijaksanaan. Pada saat mereka jatuh dan menjauhi kebijaksanaan maka mereka juga akan jatuh dan menjauhi semua kualitas kebajikan yang luas dan beragam
Sedangkan yang lainnya, setelah mendengarkan bahwa doktrin itu adalah doktrin ,tetapi mereka terlena pada pandangan apa yang bukan makna adalah makna . Karena mereka memahami doktrin sebagai doktrin dan memahami apa yang bukan makna sebagai makna, maka mereka menggengam erat doktrin sebagai doktrin dan apa yang bukan makna sebagai makna . Ketahuilah bahwa berdasarkan ini mereka juga akan jatuh dan menjauhi semua kualitas kebajikan ini .
Dengan memikirkan ini , maka saya menguraikan hanya ada satu pengetahuan walaupun dalam tataran kehidupan ini terdapat beragam makhluk hidup misalnya yang memiliki indriya dan intelektual yang lemah , menengah dan tajam.
Paramārthasamudgata, walaupun semua Buddha berusaha untuk memapankan seseorang yang bersilsilah Sravaka dimana mereka hanya berproses dalam kedamaian terhadap dirinya sendiri , tidak akan mampu untuk mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi atau pengugahan tertinggi Mengapa ?
Karena keterbatasan dari welas kasih dan ketakutan yang besar terhadap penderitaan maka seseorang akan tetap berada dalam intrinsitik dari silsilah kecil , sebagaimana karena keterbatasan dari welas kasihnya maka mereka telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup. sebagaimana karena ketakutan yang besar terhadap penderitaan maka mereka telah berpaling dari ketiadaan kondisi dari semua aktivitas berkondisi.
Saya tidak menguraikan bahwa seorang yang telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup dan yang telah berpaling dari ketiadaan kondisi dari semua aktivitas berkondisi sebagai pencapaian penggugahan sempurna yang tidak tertandingi melainkan mereka hanyalah seseorang yang mencari kedamaian dalam dirinya sendiri saja
"[Namun] Saya menguraikan bahwa seseorang yang telah terbebaskan dari halangan kondisi mental yang tidak berguna, mereka yang telah membebaskan kesadaran mereka dari berbagai halangan dalam menuju ke pengetahuan agung dan berada dalam bimbingan dari Tathagata yang pada awalnya hanya ditujukan untuk kedamaian dan kesejahteraan dalam dirinya sendiri adalah silsilah dari Sravaka. sedangkan para Sravaka yang berkembang dalam kaitannya dengan penggugahan adalah silsilah dari Bodhisattva.
Paramārthasamudgata, para makhluk hidup memiliki tingkat keyakinan yang berbeda terhadap doktrin kebenaran yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.
Paramārthasamudgata, sehubungan dengan hal ini , hanya dengan memikirkan ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya maka tathagata menguraikan doktrin dengan makna yang diinterpretasi [ dalam ajaran roda tengah ] dengan menguraikan bahwa : ' semua fenomena tidak eksis melalui dirinya sendiri; semua fenomena itu tidak dimunculkan , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Sehubungan dengan diatas [ pada saat] makhluk hidup yang telah menghasilkan akar kebajikan , yang telah memurnikan semua halangan, dan telah mematangkan kesinambungan , memiliki keyakinan yang agung dan telah mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin ini , mereka memahami sebagaimana apa adanya seperti yang saya uraikan dengan latar pemikiran ini dan mereka mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini.
Mereka juga memahaminya sebagai makna dari kebijaksanaan agung yakni makna sebagai mana apa adanya dan melalui kontempelasi pemahaman mereka maka mereka akan dengan cepat mencapai tingkatan terakhir.
[ pada saat] makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan semua halangan, dan belum mematangkan kontinum , tidak memiliki keyakinan yang agung dan masih dalam tahap mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin , jujur dan pada hakekatnya memiliki sifat jujur, tetapi mereka tidak dapat meninggalkan konseptual , mereak tidak menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi. Pada saat mereka mendengar uraian doktrin mendalam ini , mereka tidak akan memahami ajaran saya sesuai dengan pemikiran saya.
Kemudian , [para makhluk hidup ini] mengembangkan keyakinan dan juga mencapai keyakinan terhadap doktrin ini. Mereka yakin bahwa doktrin yang diuraikan oleh Tathagata sangat mendalam, sungguh mendalam , berdiam dalam kekosongan, sulit untuk dipahami, sangat sulit untuk dipahami, , tidak dapat dianalisis, tidak berada dalam ranah argumen logis dan hanya dapat dipahami oleh para bijaksana dengan kemampuan yang tajam dan cerdik
Mereka berpikir bahwa mereka tidak memahami makna dari uraian ataupun makna dari doktrin ini dan penggugahan Buddha itu mendalam, realitas tertinggi dari fenomena juga mendalam dan hanya Tathagata saja yang memahami ini , mereka tidak akan memahaminya. Uraian doktrin dari Taghagata ini mempengaruhi makhuk hidup sesuai dengan berbagai tingkat keyakinan mereka. Kebijaksaan dan persepsi Tathagata tidak terbatas sedangkan persepsi mereka hanya seperti jejak sapi. Tetapi dengan memuliakan uraian doktrin ini , mereka menyalinnya , setelah menyalin kemudian mereka menghafalkannya , membacanya , menyebarkannya , memuliakannya , menghafal dan mentransmisikan secara lisan kepada orang lain. Namun , karena mereka tidak memahami uraian doktrin yang mendalam ini sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran saya maka mereka tidak dapat mengaplikasikannya dalam kontemplasi. Dengan cara yang demikian, mereka juga maju dalam mengembangkan akumulasi kebajikan dan kebijaksanaan. Mereka juga akan semakin matang dalam kontinum mereka yang sebelumnya belum dimatangkan.
Sedangkan untuk yang lain , yang belum menyelesaikan [tahapan (bhumi) ] sampai dengan akumulasi kebajikan dan kebijaksanaan, yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur, yang mampu meninggalkan konseptual , tetapi mereka masih menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi . Pada saat mereka mendengar doktrin ini , mereka juga tidak akan memahami uraian doktrin mendalam ini sesuai dengan pikiran saya
Walaupun mereka tertarik pada doktrin tersebut [ dari makna mendalam intrinsitik dari mapan dengan sempurna ] , mereka tidak memahami sebagaimana apa adanya , realitas mendalam yang telah saya uraikan yang dilandasi oleh pemikiran ini. Sehubungan dengan makna yang ada dalam doktrin ini mereka terus mengenggam istilah harfiah yang ada pada doktrin ini dimana dinyatakan bahwa semua fenomena hanya tidak eksis melalui dirinya sendirinya. Semua fenomena hanya tidak muncul , hanya tidak berhenti , hanya diam dari awal , dan hanya pada hakekatnya melampaui semua penderitaan , sehingga mereka berpandangan bahwa semua fenomena itu tidak eksis dan berpandangan bahwa [pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [ sendiri] tidak eksis. Mereka menjadi berpandangan nihilism dan berpandangan bahwa ketiada eksistensi dari [ pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [sendiri ] dan mereka membantah semua fenomena dalam terminologi yang berkaitan dengan semua karakteristik. Mereka membantah karakteristik imajiner dari fenomena, karakteristik keterkaitan dengan lainnya dari fenomena dan karakteristik mapan dengan sempurna dari fenomena.
Mengapa demikian ? Paramārthasamudgata jika karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakteristik mapan dengan sempurna itu eksis [ melalui karakterisitiknya sendiri ] maka karakteristik imajiner ini akan dipahami [ memungkinkan untuk diketahui ] , namun bagi yang mempersepsikan karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakterstik mapan dengan sempurna sebagai tanpa karakteristik [ atau dengan kata lain sebagai tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri ] juga akan membantah karakteristik imajiner . Oleh sebab itu , mereka dikatakan membantah semua ketiga aspek dari karakteristik ini. . Dengan demikian , mereka telah mempersepsikan doktrin saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan apa yang bukan makna sebagai makna.
Mereka yang mempersepsikan doktrin saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan apa yang bukan makna sebagai makna dan juga memahami doktrin sebagai doktrin. Mereka juga memahami apa yang bukan makna sebagai makna . Karena keyakinan terhadap doktrin maka mereka juga akan maju dengan mengembangkan kebajikan tetapi karena mereka sangat menggengam apa yang bukan makna maka , mereka akan jatuh dan menjauhi kebijaksanaan. Pada saat mereka jatuh dan menjauhi kebijaksanaan maka mereka juga akan jatuh dan menjauhi semua kualitas kebajikan yang luas dan beragam
Sedangkan yang lainnya, setelah mendengarkan bahwa doktrin itu adalah doktrin ,tetapi mereka terlena pada pandangan apa yang bukan makna adalah makna . Karena mereka memahami doktrin sebagai doktrin dan memahami apa yang bukan makna sebagai makna, maka mereka menggengam erat doktrin sebagai doktrin dan apa yang bukan makna sebagai makna . Ketahuilah bahwa berdasarkan ini mereka juga akan jatuh dan menjauhi semua kualitas kebajikan ini .
41
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:31:22 PM »
Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri maka saya uraikan bahwa semua fenonema itu tidak memiliki intrinsitik (niḥsvabhāvatā).
Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāvatā ) [ yakni : memikirkan bahwa hanya karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇam) yang tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri ] , maka saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan (prakṛtiparinirvṛta ), Mengapa ?
Paramārthasamudgata, yang tidak eksis melalui dirinya sendiri dalam karakteristik itu tidak akan muncul (anutpanna) , yang tidak muncul itu tidak akan berhenti (aniruddha), yang tidak berhenti itu akan diam dari awal (ādiśānta) , yang diam dari awal pada hakekatnya akan melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta ). Oleh sebab itu , berdasarkan pemikiran diatas , saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Selain itu , Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) yang hanya dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena maka saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan ., Mengapa ?
Karena ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) yang dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena hanya berdiam dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu. Dan in adalah realitas terakhir yang tidak berkomposit [instrinsitik] dari fenonema , kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna. Karena yang tidak berkomposit [ instrinsitik] berdiam dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu dalam aspek dari hanya realitas yang tidak berkomposit, tidak muncul , tidak berhenti . Karena telah kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna maka berdiam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Paramārthasamudgata, saya tidak mengemukakan ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) karena makhluk hidup yang berada dalam tataran eksistensi akan memandang instrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhā) sebagai satu perbedaan [ dari karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) ] dan karakteristik mapan dengan sempurna (paramārthalakṣaṇa) ] dalam kaitannya dengan terminologi instrinsitik (svabhāva) atau dengan perkataan lain mereka memandang bahwa keterkaitan dengan lainnya dan mapan dengan sempurna sebagai perbedaan dalam kaitannya denganterminologi instrinsitik.
Dengan superimposisi intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) dan instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) dan instrinsitik mapan dengan sempurna ( paramārthasvabhāva), para makhluk hidup itu menggunakan cara penyampaian dengan konvensional bahwa karakteristik (laksana) dari intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) pada instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) dan instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā). Dengan cara seperti ini mereka kemudian menggunakannya secara berkesinambungan atribut dari konvensional tersebut , pikiran mereka teresap dengan penunjukkan konvensional dan berkaitan dengan hubungan penunjukkan konvensional ataupum berkaitan dengan penunjukan yang tidak aktif.
Mereka memanifestasikan pemahaman instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) dan instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā) sebagai karakteristik dari intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) . Dengan cara ini mereka terus memanifestasikan pemahaman ini, dengan cara yang sama – dalam keterkaitan dengan penyebab dan kondisi dari pemahaman instrinsitik yang merupakan manifestasi keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) sebagai intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) - dimasa yang akan datang instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) telah dihasilkan dengan mapan.
Karena sebab dan kondisi (hetu pratyaya) ini maka mereka menjadi menderita karena disebabkan oleh kondisi mental yang tidak berguna (klesasamklesa) dan disebabkan oleh penderitaan dari tindakan ataupun perbuatan mereka (karmansamklesa) . Dengan menggengam erat pada ondisi mental yang tidak berguna yang muncul (utpatti samklesa) dalam kehidupannya maka mereka berada dalam siklus eksistensi sebagai makhluk neraka (nāraka) , hewan (triyak), hantu kelaparan (preta) , dewa-, asura, ataupun manusia dan tidak akan melampaui siklus eksistensi dalam jangka waktu yang lama.
Paramārthasamudgata, pada awalnya saya menguraikan doktrin yang dimulai dengan : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā) [ yakni : instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)], untuk para makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan penghalang , yang belum matang dalam kesinambungan mereka, yang tidak banyak memiliki keyakinan dan yang belum mengakumulasi kebajikan dan kebijaksanaan. Pada saat mereka mendengar doktrin ini [ ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā)]
Para mahluk hidup, setelah mendengarkan doktrin ini , mereka membedakan fenomena yang bersifat komposisional yakni kemunculan karena kesaling terkaitan satu dengan lainnya sebagai ketidakkonstanan dan juga hanya membedakannya sebagai ketidakstabilan , tidak layak untuk dipercaya dan juga sebagai yang memiliki instrinsitik yang selalu berubah. kemudian mereka mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ] dalam kaitannya dengan semua fenomena yang bersifat komposisional.
Setelah mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ], mereka berpaling dari tindakan yang keliru dan mengikuti jalan kebajikan . Karena mengikuti jalan kebajikan maka mereka menghasilkan akar kebajikan [ yang sebelumnya ] belum dibangkitkan. Memurnikan semua penghalang [ yang sebelumnya ] belum dimurnikan dan juga mematangkan kontinum mereka [yang sebelumnya ]belum matang. Berdasarkan landasan ini , mereka akan memiliki keyakinan yang besar dan mencapai akumulasi dari akar kebajikan dan kebijaksanaan
Sebenarnya , mereka telah mencapai [ daya yang mendukung dan menguntungkan] yang terbentang dari pembangkitan akar kebajikan dan kebijaksanaan , tetapi karena mereka tidak memahami sebagaimana ada adanya, kedua aspek ini , yakni : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) dalam kaitannya dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)], mereka tidak mengembangkan perlemahan daya [menolak] terhadap semua fenomena yang bersifat komposisional , mereka menjadi tidak sepenuhnya terpisah dari keinginan , dan mereka tidak terbebaskan dengan mapan .Mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun tidak sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran.
Oleh sebab itu , Tathagata juga menguraikan kepada mereka doktrin mengenai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) agar [ para makhluk hidup tersebut ] menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya [menolak] dalam kaitannya dengan semua fenomena yang bersifat komposisional , menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran .
Karena dengan mendengarkan uraian doktrin ini , mereka tidak akan membayangkan bahwa intrinsitik keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) memiliki karakteristik dari instrinsitik imajiner ( parikalpitasvabhāva), mereka percaya dan membedakan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)] sebagai tanpa intrinsitik dari karakteristik dan tanpa intrinsitik dari realitas tertinggi, kemudian mereka memahaminya sebagaimana apa adanya.
Dengan memahami semua hal diatas maka pemahaman mereka tidak akan diresapi dengan cara penyampaian dengan konvensional sehingga menjadi tidak terikat dengan cara penyampaian dengan konventional, terbebaskan dari dari kecenderungan yang mengarah ke konvensi pada saat itu sehingga mereka juga berkemampuan untuk memahami karakteristik dari keterkaitan dengan lainnya dan pada saat yang akan datang mereka juga akan mencapai penghentian dengan memotong putus semua kontinum.
Dengan berlandaskan pemahaman ini , mereka menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya [menolak] yang mengarah pada semua fenomena yang bersifat komposisional dan menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran .
Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāvatā ) [ yakni : memikirkan bahwa hanya karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇam) yang tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri ] , maka saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan (prakṛtiparinirvṛta ), Mengapa ?
Paramārthasamudgata, yang tidak eksis melalui dirinya sendiri dalam karakteristik itu tidak akan muncul (anutpanna) , yang tidak muncul itu tidak akan berhenti (aniruddha), yang tidak berhenti itu akan diam dari awal (ādiśānta) , yang diam dari awal pada hakekatnya akan melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta ). Oleh sebab itu , berdasarkan pemikiran diatas , saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Selain itu , Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) yang hanya dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena maka saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul , tidak berhenti , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan ., Mengapa ?
Karena ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) yang dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena hanya berdiam dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu. Dan in adalah realitas terakhir yang tidak berkomposit [instrinsitik] dari fenonema , kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna. Karena yang tidak berkomposit [ instrinsitik] berdiam dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu dalam aspek dari hanya realitas yang tidak berkomposit, tidak muncul , tidak berhenti . Karena telah kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna maka berdiam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .
Paramārthasamudgata, saya tidak mengemukakan ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) karena makhluk hidup yang berada dalam tataran eksistensi akan memandang instrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhā) sebagai satu perbedaan [ dari karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) ] dan karakteristik mapan dengan sempurna (paramārthalakṣaṇa) ] dalam kaitannya dengan terminologi instrinsitik (svabhāva) atau dengan perkataan lain mereka memandang bahwa keterkaitan dengan lainnya dan mapan dengan sempurna sebagai perbedaan dalam kaitannya denganterminologi instrinsitik.
Dengan superimposisi intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) dan instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) dan instrinsitik mapan dengan sempurna ( paramārthasvabhāva), para makhluk hidup itu menggunakan cara penyampaian dengan konvensional bahwa karakteristik (laksana) dari intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) pada instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) dan instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā). Dengan cara seperti ini mereka kemudian menggunakannya secara berkesinambungan atribut dari konvensional tersebut , pikiran mereka teresap dengan penunjukkan konvensional dan berkaitan dengan hubungan penunjukkan konvensional ataupum berkaitan dengan penunjukan yang tidak aktif.
Mereka memanifestasikan pemahaman instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) dan instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā) sebagai karakteristik dari intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) . Dengan cara ini mereka terus memanifestasikan pemahaman ini, dengan cara yang sama – dalam keterkaitan dengan penyebab dan kondisi dari pemahaman instrinsitik yang merupakan manifestasi keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) sebagai intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) - dimasa yang akan datang instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā) telah dihasilkan dengan mapan.
Karena sebab dan kondisi (hetu pratyaya) ini maka mereka menjadi menderita karena disebabkan oleh kondisi mental yang tidak berguna (klesasamklesa) dan disebabkan oleh penderitaan dari tindakan ataupun perbuatan mereka (karmansamklesa) . Dengan menggengam erat pada ondisi mental yang tidak berguna yang muncul (utpatti samklesa) dalam kehidupannya maka mereka berada dalam siklus eksistensi sebagai makhluk neraka (nāraka) , hewan (triyak), hantu kelaparan (preta) , dewa-, asura, ataupun manusia dan tidak akan melampaui siklus eksistensi dalam jangka waktu yang lama.
Paramārthasamudgata, pada awalnya saya menguraikan doktrin yang dimulai dengan : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā) [ yakni : instrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)], untuk para makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan penghalang , yang belum matang dalam kesinambungan mereka, yang tidak banyak memiliki keyakinan dan yang belum mengakumulasi kebajikan dan kebijaksanaan. Pada saat mereka mendengar doktrin ini [ ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā)]
Para mahluk hidup, setelah mendengarkan doktrin ini , mereka membedakan fenomena yang bersifat komposisional yakni kemunculan karena kesaling terkaitan satu dengan lainnya sebagai ketidakkonstanan dan juga hanya membedakannya sebagai ketidakstabilan , tidak layak untuk dipercaya dan juga sebagai yang memiliki instrinsitik yang selalu berubah. kemudian mereka mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ] dalam kaitannya dengan semua fenomena yang bersifat komposisional.
Setelah mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ], mereka berpaling dari tindakan yang keliru dan mengikuti jalan kebajikan . Karena mengikuti jalan kebajikan maka mereka menghasilkan akar kebajikan [ yang sebelumnya ] belum dibangkitkan. Memurnikan semua penghalang [ yang sebelumnya ] belum dimurnikan dan juga mematangkan kontinum mereka [yang sebelumnya ]belum matang. Berdasarkan landasan ini , mereka akan memiliki keyakinan yang besar dan mencapai akumulasi dari akar kebajikan dan kebijaksanaan
Sebenarnya , mereka telah mencapai [ daya yang mendukung dan menguntungkan] yang terbentang dari pembangkitan akar kebajikan dan kebijaksanaan , tetapi karena mereka tidak memahami sebagaimana ada adanya, kedua aspek ini , yakni : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) dalam kaitannya dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)], mereka tidak mengembangkan perlemahan daya [menolak] terhadap semua fenomena yang bersifat komposisional , mereka menjadi tidak sepenuhnya terpisah dari keinginan , dan mereka tidak terbebaskan dengan mapan .Mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun tidak sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran.
Oleh sebab itu , Tathagata juga menguraikan kepada mereka doktrin mengenai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) agar [ para makhluk hidup tersebut ] menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya [menolak] dalam kaitannya dengan semua fenomena yang bersifat komposisional , menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran .
Karena dengan mendengarkan uraian doktrin ini , mereka tidak akan membayangkan bahwa intrinsitik keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) memiliki karakteristik dari instrinsitik imajiner ( parikalpitasvabhāva), mereka percaya dan membedakan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)] sebagai tanpa intrinsitik dari karakteristik dan tanpa intrinsitik dari realitas tertinggi, kemudian mereka memahaminya sebagaimana apa adanya.
Dengan memahami semua hal diatas maka pemahaman mereka tidak akan diresapi dengan cara penyampaian dengan konvensional sehingga menjadi tidak terikat dengan cara penyampaian dengan konventional, terbebaskan dari dari kecenderungan yang mengarah ke konvensi pada saat itu sehingga mereka juga berkemampuan untuk memahami karakteristik dari keterkaitan dengan lainnya dan pada saat yang akan datang mereka juga akan mencapai penghentian dengan memotong putus semua kontinum.
Dengan berlandaskan pemahaman ini , mereka menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya [menolak] yang mengarah pada semua fenomena yang bersifat komposisional dan menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran .
42
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:29:13 PM »
PARIVARTA KE TUJUH
Paramārthasamudgata
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata menyapa Bhagavan dan bertanya :
"Bhagavan, pada saat sendirian didalam pengasingan diri , dalam pikiran saya ada satu kecemasan sebagai berikut : Bhagavan [pada awalnya] menguraikan , dengan berbagai cara , dalam karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [lima] agregat (skandha) [ bentuk , perasaan , faktor komposisional dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat (utpāda) [ melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna ] , karakterisitik dari penguraian (vināśa) dan pembebasan (nirodha) [ dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi ] dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] . Sebagaimana yang beliau lakukan dalam menguraikan agregat , Bhagavan juga menguraikan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat]nutrimen (āhāra) .
Selain itu , Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia] , pemahaman seksama dari realitas [ dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ), pembebasan yang benar [ dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna ] (prahāṇa) , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan meditasi [ mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] (bhāvanā).
Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [ delapan belas ] (nānātva) elemen , beragam [ enam ] elemen (anekatva) , pembebasannya (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra). Selain itu Bhagavan juga menguraikan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [ yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [ kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva)[ pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini ] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] ( vrddhiviṛuḍhi )
Tetapi dilain pihak , Bhagavan menguraikan [dalam ajaran roda tengah ] bahwa semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan ( prakṛtiparinirvṛta).
Oleh sebab itu , saya heran dengan apa yang Bhagavan pikirkan pada saat menguraikan bahwa [dalam ajaran roda tengah ] semua fenomena (sarva dharma ) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta). [ jika uraian pada ajaran roda tengah adalah semua fenomena tidak eskis melalui dirinya sendirinya sedangkan dalan ajaran awal menguraikan bahwa agregat dan sebagainya memiliki karakteristiknya sendiri , dalam verbal ini kemungkinan akan ada ketidaksesuaian ]
Saya [dengan tegas] meminta Bhagavan untuk menjelaskan maksud dari uraian ini bahwa : semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta).
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Paramārthasamudgata:
Paramārthasamudgata, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) . Sādhu . Sādhu.
Oleh sebab itu , Paramārthasamudgata, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda : makna dari semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta).
Paramārthasamudgata, dengan memikirkan ketiga jenis (trividhā) ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) yakni : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) maka saya menguraikan [ dalam perputaran roda dharma ajaran tengah ] bahwa : semua fenomena tidak memiliki intrinsitik (niḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata, berkenaan dengan hal diatas , apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) ? ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) adalah semua yang termasuk dalam karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa), Mengapa ?
Karena karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan nama dan terminologi dan tidak bertahan [ berdurasi ] melalui karakteristiknya sendiri (svalakṣaṇa). Oleh sebab itu dinamakan sebagai : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Paramārthasamudgata, apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)?
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) adalah karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) Mengapa ?
Karena karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) muncul melalui daya dari kondisi lainnya dan bukan melalui dirinya sendiri. Oleh sebab itu, dinamakan sebagai : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata, apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva)?
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) adalah fenomena yang muncul dari kesaling keterkaitan satu dengan lainnya (pratityasamutpana) , tidak memiliki intrinsitik ( nihsvabhava) yang berkaitan dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dalam terminologi kemunculan (utpatti) dan juga tidak memiliki intrinsitik (nihsvabhava) yang berkaitan dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dalam terminologi realitas tertinggi (paramārtha).Mengapa ?
Paramārthasamudgata, saya menguraikan bahwa semua yang termasuk dalam objek pengamatan untuk pemurnian (visuddhālambanam) dalam fenomena adalah realitas tertinggi , tetapi karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) bukan merupakan objek pengamatan untuk pemurnian . Oleh sebab itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya disebut sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva) .
Selain itu , Paramārthasamudgata, karakteristik kemapanan sempurna [ menyeluruh ] (pariniṣpanna lakṣaṇa) dari fenomena juga dinamakan sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva), Mengapa ?
Paramārthasamudgata, semua yang berada didalam fenomena hanyalah ketidakhadiran diri dari fenomena ( dharmanairatmyam) juga dinamakan sebagai ketiadaan intrinsitik (niḥsvabhāva) dari mereka. ini adalah realitas tertinggi ( paramārtha) . Realitas tertinggi hanya dibedakan oleh sifat ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dari semua fenomena.Oleh sebab itu disebut sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata , misalnya : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) [yakni : intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) ] diumpamakan sebagai sekuntum bunga di langit.
Paramārthasamudgata , misalnya : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) ] diumpamakan sebagai kreasi dari ilusif.
Di antara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva) ,salah satunya [yakni intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) ] juga diumpamakan dengan cara demikan.
Paramārthasamudgata, , sebagai analogi lainnya misalnya, ruang hampa (akasa) hanya dibedakan oleh sifat ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (nihsvabhava) dari materi [yakni , hanya sebagai ketidakhadiran dari materi ] dan meliputi segala arah, maka diantara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) , salah satunya [ yakni , instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāva) ] juga dipandang sebagai yang dibedakan oleh sifat ketidakhadiran diri dari fenomena (dharmanairatmya) dan meliputi segala sesuatu
Paramārthasamudgata
Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata menyapa Bhagavan dan bertanya :
"Bhagavan, pada saat sendirian didalam pengasingan diri , dalam pikiran saya ada satu kecemasan sebagai berikut : Bhagavan [pada awalnya] menguraikan , dengan berbagai cara , dalam karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [lima] agregat (skandha) [ bentuk , perasaan , faktor komposisional dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat (utpāda) [ melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna ] , karakterisitik dari penguraian (vināśa) dan pembebasan (nirodha) [ dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi ] dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] . Sebagaimana yang beliau lakukan dalam menguraikan agregat , Bhagavan juga menguraikan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat]nutrimen (āhāra) .
Selain itu , Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia] , pemahaman seksama dari realitas [ dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ), pembebasan yang benar [ dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna ] (prahāṇa) , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan meditasi [ mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] (bhāvanā).
Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [ delapan belas ] (nānātva) elemen , beragam [ enam ] elemen (anekatva) , pembebasannya (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra). Selain itu Bhagavan juga menguraikan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [ yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [ kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva)[ pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini ] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] ( vrddhiviṛuḍhi )
Tetapi dilain pihak , Bhagavan menguraikan [dalam ajaran roda tengah ] bahwa semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan ( prakṛtiparinirvṛta).
Oleh sebab itu , saya heran dengan apa yang Bhagavan pikirkan pada saat menguraikan bahwa [dalam ajaran roda tengah ] semua fenomena (sarva dharma ) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta). [ jika uraian pada ajaran roda tengah adalah semua fenomena tidak eskis melalui dirinya sendirinya sedangkan dalan ajaran awal menguraikan bahwa agregat dan sebagainya memiliki karakteristiknya sendiri , dalam verbal ini kemungkinan akan ada ketidaksesuaian ]
Saya [dengan tegas] meminta Bhagavan untuk menjelaskan maksud dari uraian ini bahwa : semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta).
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Paramārthasamudgata:
Paramārthasamudgata, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) . Sādhu . Sādhu.
Oleh sebab itu , Paramārthasamudgata, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda : makna dari semua fenomena (sarva dharma) tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul (anutpanna) , tidak berhenti (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan ( prakṛtiparinirvṛta).
Paramārthasamudgata, dengan memikirkan ketiga jenis (trividhā) ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) yakni : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) maka saya menguraikan [ dalam perputaran roda dharma ajaran tengah ] bahwa : semua fenomena tidak memiliki intrinsitik (niḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata, berkenaan dengan hal diatas , apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) ? ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) adalah semua yang termasuk dalam karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa), Mengapa ?
Karena karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan nama dan terminologi dan tidak bertahan [ berdurasi ] melalui karakteristiknya sendiri (svalakṣaṇa). Oleh sebab itu dinamakan sebagai : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .
Paramārthasamudgata, apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)?
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) adalah karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) Mengapa ?
Karena karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) muncul melalui daya dari kondisi lainnya dan bukan melalui dirinya sendiri. Oleh sebab itu, dinamakan sebagai : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata, apa yang dimaksud dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva)?
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) adalah fenomena yang muncul dari kesaling keterkaitan satu dengan lainnya (pratityasamutpana) , tidak memiliki intrinsitik ( nihsvabhava) yang berkaitan dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dalam terminologi kemunculan (utpatti) dan juga tidak memiliki intrinsitik (nihsvabhava) yang berkaitan dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dalam terminologi realitas tertinggi (paramārtha).Mengapa ?
Paramārthasamudgata, saya menguraikan bahwa semua yang termasuk dalam objek pengamatan untuk pemurnian (visuddhālambanam) dalam fenomena adalah realitas tertinggi , tetapi karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) bukan merupakan objek pengamatan untuk pemurnian . Oleh sebab itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya disebut sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva) .
Selain itu , Paramārthasamudgata, karakteristik kemapanan sempurna [ menyeluruh ] (pariniṣpanna lakṣaṇa) dari fenomena juga dinamakan sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva), Mengapa ?
Paramārthasamudgata, semua yang berada didalam fenomena hanyalah ketidakhadiran diri dari fenomena ( dharmanairatmyam) juga dinamakan sebagai ketiadaan intrinsitik (niḥsvabhāva) dari mereka. ini adalah realitas tertinggi ( paramārtha) . Realitas tertinggi hanya dibedakan oleh sifat ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dari semua fenomena.Oleh sebab itu disebut sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva)
Paramārthasamudgata , misalnya : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) [yakni : intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva) ] diumpamakan sebagai sekuntum bunga di langit.
Paramārthasamudgata , misalnya : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) ] diumpamakan sebagai kreasi dari ilusif.
Di antara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārthaniḥsvabhāva) ,salah satunya [yakni intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva) ] juga diumpamakan dengan cara demikan.
Paramārthasamudgata, , sebagai analogi lainnya misalnya, ruang hampa (akasa) hanya dibedakan oleh sifat ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (nihsvabhava) dari materi [yakni , hanya sebagai ketidakhadiran dari materi ] dan meliputi segala arah, maka diantara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) , salah satunya [ yakni , instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāva) ] juga dipandang sebagai yang dibedakan oleh sifat ketidakhadiran diri dari fenomena (dharmanairatmya) dan meliputi segala sesuatu
43
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:26:25 PM »
PARIVARTA KE ENAM
Guṇākara
Kemudian Bodhisattva Guṇākara bertanya kepada Bhagavan:
Bhagavan, ketika Anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam karakteristik dari fenomena (dharmalakṣaṇakuśalā) , apa maksud Bhagavan mengatakan bahwa Bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakter dari fenomena dan bagaimana para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena ?
Bhagavan menjawab pertanyaan Bodhisattva Guṇākara:
" Guṇākara , Niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik , anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan berkah dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. . (evam evatvaṃ guṇākara bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) Sādhu . Sādhu.
Guṇākara, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari fenomena.
Guṇākara , ada tiga karakteristik dari fenomena ( trini dharmalakṣaṇani) , Apakah ketiga jenis [ karakteristik ] ini ?
Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) , dan karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)
" Guṇākara ,apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)?
karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan terminologi nominal sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat konvensional .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa)?
karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) adalah karakteristik yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena misalnya karena adanya eksistensi ini ,maka yang lain akan muncul , karena ini dihasilkan maka yang lain juga akan dihasilkan . misalnya sehubungan dengan kondisi delusi maka faktor berkondisi [ komposit ] akan dihasilkan .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa)?
karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) adalah sifat demikian adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui ketekunan dan kontempelasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan realitas dan mengkontemplasi realitas [karakteristik mapan dengan sempurna] secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi .
Guṇākara, ketiga karakteristik ini dapat dianalogikan sebagai berikut : misalnya, karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa ) itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan munculnya satu nimitta (nimitta) dari kekeliruan visual tersebut sehingga muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti : jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini maka karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan intrinsitik dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut
Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya : safir ataupun indranila dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti merah delima dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dapat dipandang mirip dengan kekeliruan persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima, zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu dengan demikian maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna( pariniṣpanna). Keterbebasan atas ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua hal yang bersifat konsep terhadap karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang menjadi [ dibawah pengaruh dari ] karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) maka karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat diketahui.
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan karakteristik ( alakṣaṇa) dari fenomena sebagaimana apa adanya.
pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna ( savyamklesalaksana) dari fenomena sebagaimana apa adanya .
pada saat Bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kemurnian ( vyavadanalaksana) dari fenomena sebagaimana apa adanya
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) maka mereka akan meninggalkan fenonema dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana)
Oleh sebab itu , Guṇākara,Bodhisattva memahami karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) karakteristik (paratantralakṣaṇa), karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa)sebagaimana apa adanya. Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik (alaksana) , karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan karakteristik murni ( vyavadanalaksana) sebagaimana apa adanya maka mereka memahamifenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana).
Dengan cara seperti ini, maka para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena dan tathagata mengatakan mereka fasih dalam fasih dalam karakteristik dari fenomenajuga disebabkan oleh alasan ini.
Kemudian Bhagavan melantunkan gatha ini :
Pada saat memahami ketiadaan karakteristik dari fenomena maka fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik murni akan tercapai.
Yang tidak sadar ( eling ) akan selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena berkondisi , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani . "
Parivarta Keenam Guṇākara telah lengkap diuraikan
Guṇākara
Kemudian Bodhisattva Guṇākara bertanya kepada Bhagavan:
Bhagavan, ketika Anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam karakteristik dari fenomena (dharmalakṣaṇakuśalā) , apa maksud Bhagavan mengatakan bahwa Bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakter dari fenomena dan bagaimana para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena ?
Bhagavan menjawab pertanyaan Bodhisattva Guṇākara:
" Guṇākara , Niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik , anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan berkah dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. . (evam evatvaṃ guṇākara bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) Sādhu . Sādhu.
Guṇākara, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari fenomena.
Guṇākara , ada tiga karakteristik dari fenomena ( trini dharmalakṣaṇani) , Apakah ketiga jenis [ karakteristik ] ini ?
Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) , dan karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)
" Guṇākara ,apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)?
karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan terminologi nominal sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat konvensional .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa)?
karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) adalah karakteristik yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena misalnya karena adanya eksistensi ini ,maka yang lain akan muncul , karena ini dihasilkan maka yang lain juga akan dihasilkan . misalnya sehubungan dengan kondisi delusi maka faktor berkondisi [ komposit ] akan dihasilkan .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa)?
karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) adalah sifat demikian adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui ketekunan dan kontempelasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan realitas dan mengkontemplasi realitas [karakteristik mapan dengan sempurna] secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi .
Guṇākara, ketiga karakteristik ini dapat dianalogikan sebagai berikut : misalnya, karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa ) itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan munculnya satu nimitta (nimitta) dari kekeliruan visual tersebut sehingga muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti : jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini maka karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan intrinsitik dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut
Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya : safir ataupun indranila dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti merah delima dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dapat dipandang mirip dengan kekeliruan persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima, zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu dengan demikian maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna( pariniṣpanna). Keterbebasan atas ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua hal yang bersifat konsep terhadap karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang menjadi [ dibawah pengaruh dari ] karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) maka karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat diketahui.
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan karakteristik ( alakṣaṇa) dari fenomena sebagaimana apa adanya.
pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna ( savyamklesalaksana) dari fenomena sebagaimana apa adanya .
pada saat Bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kemurnian ( vyavadanalaksana) dari fenomena sebagaimana apa adanya
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) maka mereka akan meninggalkan fenonema dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana)
Oleh sebab itu , Guṇākara,Bodhisattva memahami karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) karakteristik (paratantralakṣaṇa), karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa)sebagaimana apa adanya. Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik (alaksana) , karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan karakteristik murni ( vyavadanalaksana) sebagaimana apa adanya maka mereka memahamifenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana).
Dengan cara seperti ini, maka para Bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena dan tathagata mengatakan mereka fasih dalam fasih dalam karakteristik dari fenomenajuga disebabkan oleh alasan ini.
Kemudian Bhagavan melantunkan gatha ini :
Pada saat memahami ketiadaan karakteristik dari fenomena maka fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik murni akan tercapai.
Yang tidak sadar ( eling ) akan selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena berkondisi , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani . "
Parivarta Keenam Guṇākara telah lengkap diuraikan
44
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:23:37 PM »
PARIVARTA KE LIMA
Viśālamati
Kemudian Bodhisattva Viśālamati menyapa Bhagavan dan berkata :
"Bhagavan, ketika Anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam (guhyakuśala) dari konsep citta, manas dan vijñana . Bhagavan apa yang dimaksud dengan makna mendalam dari konsep citta , manas dan vijñana ? Mengapa anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam dari konsep citta, manas dan vijñāna ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Viśālamati:
" Viśālamati, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) . Sādhu . Sādhu.
Viśālamati, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda mengenai makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
" Viśālamati, makhluk hidup (sattva) yang berada dalam enam siklus kehidupan (gati) akan memanifestasikan (abhiniṛvt) jasmani dan muncul (utpadyante) dalam [empat ] jenis kelahiran (satvagotra) yakni : kelahiran melalui telur (aṇḍaja ) , kelahiran melalui rahim kelahiran (yoni) , kelahiran melalui kelembaban (jarāyuja ) , ataupun kelahiran yang bersifat spontan (saṃsvedaja ) . "
Diantara salah satu bentuk kelahiran diatas , kesadaran yang mengengam kesan mental [benih] (sarvabījakacitta) terkondisi (vipac) , berproses (pravṛt) , berkembang (vṛddhiṃ ) muncul (virūdhiṃ) dan berekspansi mengikuti prosesnya (vipulatām) berdasarkan (āpadyate) dua kemelekatan (upādāna) yang terdiri dari : kemelekatan terhadap kesan [ jejak] organ material dari jasmani] beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyopādāna) dan kemelekatan terhadap kesan [jejak] (vāsana) dari berbagai kekeliruan konseptual dalam konseptual linguistik (vyavaharaprapañca) bersama dengan nimitta (nimitta) , nama (nāma) dan konseptual (vikalpa).
Kedua jenis kemelekatan diatas semuanya ditemukan dalam tataran bermateri halus (rūpadhātu) tetapi tidak kedua jenis kemelekatan ini ditemukan secara bersamaan dalam tataran tidak bermateri (ārūpyadhātu)
Pengikatan awal ini dinamakan sebagai kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna ) [ karena dengan adanya ikatan ini ] maka [ lima] agregat (kāya) dapat berlangsung selama satu proses kehidupan berlangsung tanpa dapat dihancurkan dan selanjutnya juga dapat dinamakan sebagai kesadaran landasan (ālayavijñāna) karena muncul bersamaan pada saat (abhinirvṛtti) [masuk ke dalam satu eksistensi baru] menyusun kemelekatan transmigrasi [momen menyambungkan [satu eksistensi baru] (pratisandhibhanda) ], maka eksistensi individual [baru] (ātmabhāva) [ sebagai satu keseluruhan ] ( ekayogakṣemārthena) [ otomatis ] menghimpun (ācita ) , mengakumulasi (upacita )[ kesan dari enam objek kognitif] : bentuk visual (rūpa), suara (śabda), bau (gandha), rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena (dharma) oleh karena itu dinamakan sebagai citta.
Viśālamati, , enam kelompok kesadaran kognitif (sād vijñāna kāya) berproses didukung dan tergantung pada (saṃniśritya pratistāya) kesadaran landasan ini. Berdasarkan ini , kesadaran kognitif visual (cakṣur vijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) bentuk visual (rūpa) dan organ mata (cakṣur) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakacakṣur). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif visual (cakṣur vijñāna).
Selanjutnya kesadaran kognitif pendengaran (śrotravijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) suara (śabda), dan organ pendengaran (śrotra) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaśrotra). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif pendengaran (śrotravijñāna) , kesadaran kognitif penciuman (ghrāṇavijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) bebauan (gandha), dan organ penciuman (ghrāṇa) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaghrāṇa). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif penciumanan (ghrāṇa vijñāna).
kesadaran kognitif pengecap (jihvavijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) rasa (rasa) dan organ pengecap (jihva) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakajihva). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif pengecap (jihvavijñāna).
kesadaran kognitif peraba (kāya) berproses didukung oleh (niśritya) sentuhan (spraṣṭavya) dan organ peraba (kāya) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānaka kāya). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif peraba (kāya vijñāna).
Jika kondisi untuk kesadaran kognitif visual berproses bersamaan itu muncul , maka dengan didukung dan tergantung pada adana vijanna hanya akan ada satu kesadaran kognitif visual yang akan berproses bersamaan. Jika kondisi untuk semua lima kelompok kesadaran kognitif lainnya berproses secara bersamaan itu muncul maka semua dari lima kelompok kesadaran kognitif lainnya akan berproses secara bersamaan.
Viśālamati, ini dapat dilustrasikan dengan aliran air yang deras dimana jika kondisi untuk kemunculan (utpatti-pratyayaḥ) dari satu gelombang itu hadir (pratyupasthito bhava ) maka hanya akan ada satu gelombang yang muncul (pravartate). jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gelombang itu hadir maka akan ada dua atau lebih
gelombang yang muncul sementara aliran air ini tidak akan terganggu ataupun berhenti dalam alirannnya.
Viśālamati, ini juga dapat dilustrasikan dengan cermin dimana jika kondisi untuk kemunculan dari satu gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka hanya akan ada satu gambar bayangan yang muncul jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka akan ada dua atau lebih gambar bayangan yang muncul sementara cermin ini tidak akan terpengaruh oleh karakteristik dari gambar bayangan tersebut dan juga tidak akan berubah menjadi berkarakteristik seperti gambar bayangan tersebut karena keduanya tidak sepenuhnya berkaitan satu dengan lainnya.
Viśālamati , seperti aliran air dan cermin diatas , enam kelompok kesadaran kognitif (sādvijñāna kāya) berproses didukung dan tergantung pada (sadnikritya pratihihaya) kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna). Jika kondisi untuk kemunculan dari kesadaran kognitif visual itu hadir maka hanya akan ada kesadaran kognitif visual yang akan muncul. Jika kondisi untuk kemunculan dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya hadir maka dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya akan muncul dalam waktu yang sama .
Viśālamati , dengan pengertian demikian , maka dapat dikatakan bahwa para Bodhisattva yang didukung oleh pengetahuan (nītijñāna) berdiam dalam realitas (dharma) , fasih dalam makna mendalam menguraikan (guhyakuśala) dari doktrin citta, manas dan vijñana. Tetapi ini masih belum termasuk alasan mengapa tathagata mendiskripsikan mereka fasih dalam dalam makna mendalam menguraikan (guhyakuśala) dari doktrin citta, manas dan vijñana dan fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam).
Viśālamati , Taghagata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam) karena para Bodhisattva tidak mengamati (pratyekam) kemelekatan internal (adhyātman) yakni : jejak mental yang melekat pada konspeptual (parikalpita-svabhavabhiniveka-vasana) yang merupakan akumulasi (caya) dari berbagai konsep atau persepsi (manas) dan juga organ material [dari jasmani] . [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya (yathābhūtam)
Mereka juga tidak mengamati kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna) , kesadaran landasan (ālayavijñāna) [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Para Bodhisattva tidak mengamati (pratyekam) kemelekatan internal (adhyātman) yakni : kesan [jejak] organ material [dari jasmani] beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyam) yakni : bentuk visual , organ mata yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif visual, suara , organ pendengaran yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pendengaran , bauan , organ penciuman yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif penciuman , rasa , organ pengecap yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pengecap, sentuhan , organ peraba yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif peraba, fenomena (dharma) dan kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) , [karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Viśālamati , karena alasan diatas maka Taghagata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam) dan juga fasih dalam menguraikan (guhyakuśala) makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini :
kesadaran yang mengikat itu dalam dan halus (ādānavijñāna gabhīrasūkṣmo) seperti aliran air deras yang mengalir bersama semua bijinya (ogho yathā vartati sarvabījo), saya tidak menguraikannnya kepada yang masih belum matang [dalam spiritual] (bālāna eso mayi na prakāśi) karena mereka akan membayangkannya sebagai satu eksistensi imajiner dari diri. (mā haiva ātmā parikalpayeyuḥ)
Parivarta Kelima Viśālamati telah lengkap diuraikan.
Viśālamati
Kemudian Bodhisattva Viśālamati menyapa Bhagavan dan berkata :
"Bhagavan, ketika Anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam (guhyakuśala) dari konsep citta, manas dan vijñana . Bhagavan apa yang dimaksud dengan makna mendalam dari konsep citta , manas dan vijñana ? Mengapa anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam dari konsep citta, manas dan vijñāna ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Viśālamati:
" Viśālamati, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) . Sādhu . Sādhu.
Viśālamati, dengarkan dengan baik baik , Saya akan menguraikan kepada anda mengenai makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
" Viśālamati, makhluk hidup (sattva) yang berada dalam enam siklus kehidupan (gati) akan memanifestasikan (abhiniṛvt) jasmani dan muncul (utpadyante) dalam [empat ] jenis kelahiran (satvagotra) yakni : kelahiran melalui telur (aṇḍaja ) , kelahiran melalui rahim kelahiran (yoni) , kelahiran melalui kelembaban (jarāyuja ) , ataupun kelahiran yang bersifat spontan (saṃsvedaja ) . "
Diantara salah satu bentuk kelahiran diatas , kesadaran yang mengengam kesan mental [benih] (sarvabījakacitta) terkondisi (vipac) , berproses (pravṛt) , berkembang (vṛddhiṃ ) muncul (virūdhiṃ) dan berekspansi mengikuti prosesnya (vipulatām) berdasarkan (āpadyate) dua kemelekatan (upādāna) yang terdiri dari : kemelekatan terhadap kesan [ jejak] organ material dari jasmani] beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyopādāna) dan kemelekatan terhadap kesan [jejak] (vāsana) dari berbagai kekeliruan konseptual dalam konseptual linguistik (vyavaharaprapañca) bersama dengan nimitta (nimitta) , nama (nāma) dan konseptual (vikalpa).
Kedua jenis kemelekatan diatas semuanya ditemukan dalam tataran bermateri halus (rūpadhātu) tetapi tidak kedua jenis kemelekatan ini ditemukan secara bersamaan dalam tataran tidak bermateri (ārūpyadhātu)
Pengikatan awal ini dinamakan sebagai kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna ) [ karena dengan adanya ikatan ini ] maka [ lima] agregat (kāya) dapat berlangsung selama satu proses kehidupan berlangsung tanpa dapat dihancurkan dan selanjutnya juga dapat dinamakan sebagai kesadaran landasan (ālayavijñāna) karena muncul bersamaan pada saat (abhinirvṛtti) [masuk ke dalam satu eksistensi baru] menyusun kemelekatan transmigrasi [momen menyambungkan [satu eksistensi baru] (pratisandhibhanda) ], maka eksistensi individual [baru] (ātmabhāva) [ sebagai satu keseluruhan ] ( ekayogakṣemārthena) [ otomatis ] menghimpun (ācita ) , mengakumulasi (upacita )[ kesan dari enam objek kognitif] : bentuk visual (rūpa), suara (śabda), bau (gandha), rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena (dharma) oleh karena itu dinamakan sebagai citta.
Viśālamati, , enam kelompok kesadaran kognitif (sād vijñāna kāya) berproses didukung dan tergantung pada (saṃniśritya pratistāya) kesadaran landasan ini. Berdasarkan ini , kesadaran kognitif visual (cakṣur vijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) bentuk visual (rūpa) dan organ mata (cakṣur) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakacakṣur). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif visual (cakṣur vijñāna).
Selanjutnya kesadaran kognitif pendengaran (śrotravijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) suara (śabda), dan organ pendengaran (śrotra) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaśrotra). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif pendengaran (śrotravijñāna) , kesadaran kognitif penciuman (ghrāṇavijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) bebauan (gandha), dan organ penciuman (ghrāṇa) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaghrāṇa). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif penciumanan (ghrāṇa vijñāna).
kesadaran kognitif pengecap (jihvavijñāna) berproses didukung oleh (niśritya) rasa (rasa) dan organ pengecap (jihva) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakajihva). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif pengecap (jihvavijñāna).
kesadaran kognitif peraba (kāya) berproses didukung oleh (niśritya) sentuhan (spraṣṭavya) dan organ peraba (kāya) yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānaka kāya). Kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan kesadaran kognitif peraba (kāya vijñāna).
Jika kondisi untuk kesadaran kognitif visual berproses bersamaan itu muncul , maka dengan didukung dan tergantung pada adana vijanna hanya akan ada satu kesadaran kognitif visual yang akan berproses bersamaan. Jika kondisi untuk semua lima kelompok kesadaran kognitif lainnya berproses secara bersamaan itu muncul maka semua dari lima kelompok kesadaran kognitif lainnya akan berproses secara bersamaan.
Viśālamati, ini dapat dilustrasikan dengan aliran air yang deras dimana jika kondisi untuk kemunculan (utpatti-pratyayaḥ) dari satu gelombang itu hadir (pratyupasthito bhava ) maka hanya akan ada satu gelombang yang muncul (pravartate). jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gelombang itu hadir maka akan ada dua atau lebih
gelombang yang muncul sementara aliran air ini tidak akan terganggu ataupun berhenti dalam alirannnya.
Viśālamati, ini juga dapat dilustrasikan dengan cermin dimana jika kondisi untuk kemunculan dari satu gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka hanya akan ada satu gambar bayangan yang muncul jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka akan ada dua atau lebih gambar bayangan yang muncul sementara cermin ini tidak akan terpengaruh oleh karakteristik dari gambar bayangan tersebut dan juga tidak akan berubah menjadi berkarakteristik seperti gambar bayangan tersebut karena keduanya tidak sepenuhnya berkaitan satu dengan lainnya.
Viśālamati , seperti aliran air dan cermin diatas , enam kelompok kesadaran kognitif (sādvijñāna kāya) berproses didukung dan tergantung pada (sadnikritya pratihihaya) kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna). Jika kondisi untuk kemunculan dari kesadaran kognitif visual itu hadir maka hanya akan ada kesadaran kognitif visual yang akan muncul. Jika kondisi untuk kemunculan dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya hadir maka dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya akan muncul dalam waktu yang sama .
Viśālamati , dengan pengertian demikian , maka dapat dikatakan bahwa para Bodhisattva yang didukung oleh pengetahuan (nītijñāna) berdiam dalam realitas (dharma) , fasih dalam makna mendalam menguraikan (guhyakuśala) dari doktrin citta, manas dan vijñana. Tetapi ini masih belum termasuk alasan mengapa tathagata mendiskripsikan mereka fasih dalam dalam makna mendalam menguraikan (guhyakuśala) dari doktrin citta, manas dan vijñana dan fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam).
Viśālamati , Taghagata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam) karena para Bodhisattva tidak mengamati (pratyekam) kemelekatan internal (adhyātman) yakni : jejak mental yang melekat pada konspeptual (parikalpita-svabhavabhiniveka-vasana) yang merupakan akumulasi (caya) dari berbagai konsep atau persepsi (manas) dan juga organ material [dari jasmani] . [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya (yathābhūtam)
Mereka juga tidak mengamati kesadaran yang mengikat (ādānavijñāna) , kesadaran landasan (ālayavijñāna) [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Para Bodhisattva tidak mengamati (pratyekam) kemelekatan internal (adhyātman) yakni : kesan [jejak] organ material [dari jasmani] beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyam) yakni : bentuk visual , organ mata yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif visual, suara , organ pendengaran yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pendengaran , bauan , organ penciuman yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif penciuman , rasa , organ pengecap yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pengecap, sentuhan , organ peraba yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif peraba, fenomena (dharma) dan kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna) , [karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Viśālamati , karena alasan diatas maka Taghagata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam) dan juga fasih dalam menguraikan (guhyakuśala) makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini :
kesadaran yang mengikat itu dalam dan halus (ādānavijñāna gabhīrasūkṣmo) seperti aliran air deras yang mengalir bersama semua bijinya (ogho yathā vartati sarvabījo), saya tidak menguraikannnya kepada yang masih belum matang [dalam spiritual] (bālāna eso mayi na prakāśi) karena mereka akan membayangkannya sebagai satu eksistensi imajiner dari diri. (mā haiva ātmā parikalpayeyuḥ)
Parivarta Kelima Viśālamati telah lengkap diuraikan.
45
Sutra Mahayana / Re: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]
« on: 11 July 2017, 06:21:07 PM »
PARIVARTA KE EMPAT
Subhūti
Kemudian Bhagavan berkata kepada Ayustmat Subhūti ' "Subhūti menurut anda , berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat (abhigṛhīta ) dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa) ? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?
Ayustmat Subhūti menyapa Bhagavan dan menjawab:
"Bhagavan, menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [ terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya akan tidak terukur (apramāṇa) , tidak terhitung (asaṃkhyeya) , dan tidak terungkapkan (anabhilāphya)
"Bhagavan, pada suatu waktu di tempat pertapaan di hutan rimba (aranyamahāvanaprasthā) , bersama dengan saya juga ada banyak (sambahula) bhikṣu yang mendiami tempat pertapaan ini . Ketika matahari mulai terbit (pūrvāhna) , saya melihat banyak bhikṣu mengamati objek meditatif yang diajarkan untuk realisasi pembebasan (vivadhadharmālambakābhisamaya) dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan .
Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [lima] agregat (skandha) [ bentuk , sensasi , faktor pengkondisian dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat (utpāda) [ melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] , karakterisitik dari penguraian (vināśa) dan pembebasan (nirodha) [ dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi] dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Sebagaimana yang mengamati berdasarkan agregat , maka yang lain mengamati berdasarkan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat] nutrimen (āhāra) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya yang dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia] , pemahaman seksama dari realitas [ dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ), pembebasan yang benar [dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] (prahāṇa) , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan kontemplasi [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] (bhāvanā) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva) elemen , beragam [enam] elemen (anekatva) , pembebasannya (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra).
Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini. Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Bhagavan , setelah melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir jika para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan dalam berbagai metoda maka mereka masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Mereka masih masih melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa) “
Bhagavan , realitas tertinggi (paramārtha) yang sangat halus ( sūkṣma ) , mendalam ( gambhīra ) dan sangat sulit untuk dipahami (durvigāhya) dengan salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) telah anda uraikan dengan fasih ( subhāṣita) dan sangat menakjubkan (āścarya ) . Bhagavan, jika para bhikṣu ini sangat sulit memahami uraian [mendalam ] ini bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian [mendalam] ini ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Ayustmat Subhūti:
Sadhu , sadhu , Subhūti, Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa . Setelah menyadarinya dengan sempurna , saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt) , membabarkannya dengan sistematis (prajñāp) , dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś) Mengapa ?
Subhūti , saya menguraikan bahwa realitas tertinggi (paramārtha) dapat direalisasikan melalui agregat (skandha) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) , Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan melalui [dua belas ] landasan pengindera (āyatana) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana), hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ), [empat]nutrimen (āhāra), faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga)
Subhūti , objek pengamatan meditatif (viśuddhālambana) yang tercakup dalam semua agregat (skandha) itu semuanya dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) dan berkarakteristik tidak berbeda (abhinna) . Hal ini juga berlaku sama , untuk semua objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) mulai dari landasan pengindera (āyatana) hingga delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.
Selanjutnya , Subhuti, pada saat bhikṣu yang berkontemplasi (bhikṣu - yogācāra) telah memahami realitas demikian apa adanya (tathāta) dari salah satu objek pengamatan [dari kelompok] agregat diatas misalnya : ketidak hadiran eksistensi individual [diri] dari fenomena [sebagai] realitas tertinggi (paramarthadharmanairatmya) , maka mereka tidak perlu lagi mengamati (paryes) dan menganilisa satu persatu objek [dari kelompok] agregat lainnya untuk memahami realitas proposional ini , juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa satu persatu objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya : [dua belas ] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ), [empat] nutrimen (āhāra), [empat] realitas (satya) [mulia}] , faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma), delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) . Karena ketidakmapanan eksistensi diri juga merupakan salah satu kediaman yang dicapai melalui kontemplasi dari kebijaksanaan yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam [atau yang berhubungan dengan ] semua fenomena (sarvadharmeṣutathatānirvikalpaprajñābhāvanāsahagato vihāraḥ). Kemudian mereka akan memasuki kesadaran [ eling ] dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.
Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu berkarateristik semuanya dalam satu rasa
Selanjutnya, Subhūti, jika agregat, landasan pengindera , sebab akibat yang saling bergantungan, [empat] nutrimen [empat]realitas [mulia] , [empat] pemapanan kesadaran [eling], [empat] usaha agung, [empat] modus pencapaian , [lima] kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] faktor penggugahan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya (anyonyabhinnalakṣaṇa) , demikian juga delapan jalan mulia akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Jika realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses ] realitas tertinggi akan dihubungkan dengan penyebab (sahetuka) dan juga akan dimunculkan dari sebab (hetuta utpanna ) dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena { yang mengakses } realitas tertinggi akan termasuk sebagai berkondisi (saṃskṛta) dan jika berkondisi maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
"Oleh sebab itu , Subhuti, realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses ] realitas tertinggi bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan berkondisi dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.
Baik Tathagata muncul (udpādād vā tathāgatanām) ataupun tidak (anudpādād vā tathāgatanām) kestabilan dari realitas ini (dharmasthitaye) tetap dalam kesinambungan , kesimambungan terhadap waktu (śāśāvatakālam) dan tetap dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu (nityakālam) . Kediaman realitas intrinsik dari fenomena (dharmāṇāṃ dharmāta) dan elemen dari kualitas [ terunggul ] ini (dharmadhātu) tetap dalam kestabilannya (sthitaiva)
Oleh sebab itu , Subhuti, melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa . Subhuti ini seperti dalam sebuah ruangan hampa (ākāśa) yang tetap konstan (avaivartika), tanpa konseptual (nirvikalpaka) , ketidak hadiran nimitta (animitta ) dalam kaitannya dengan berbagai aspek (nānāvidha) dari materi (rūpa) yang berkarakteristik berbeda (bhinnalakṣaṇa) satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.
Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini
"Buddha menguraikan realitas tertinggi tanpa perbedaan (abhinna ) dan berkarakteristk semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Bagi yang mengkonsepkan perbedaan (pariklp) didalamnya akan terus menggenggam dengan erat (abhigṛhīta) gagasan konseptual (abhimāna) dan terdelusi (mūdha) . "
Parivarta keempat Subhūti telah diuraikan dengan lengkap
Subhūti
Kemudian Bhagavan berkata kepada Ayustmat Subhūti ' "Subhūti menurut anda , berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat (abhigṛhīta ) dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa) ? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?
Ayustmat Subhūti menyapa Bhagavan dan menjawab:
"Bhagavan, menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [ terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya akan tidak terukur (apramāṇa) , tidak terhitung (asaṃkhyeya) , dan tidak terungkapkan (anabhilāphya)
"Bhagavan, pada suatu waktu di tempat pertapaan di hutan rimba (aranyamahāvanaprasthā) , bersama dengan saya juga ada banyak (sambahula) bhikṣu yang mendiami tempat pertapaan ini . Ketika matahari mulai terbit (pūrvāhna) , saya melihat banyak bhikṣu mengamati objek meditatif yang diajarkan untuk realisasi pembebasan (vivadhadharmālambakābhisamaya) dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan .
Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [lima] agregat (skandha) [ bentuk , sensasi , faktor pengkondisian dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat (utpāda) [ melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] , karakterisitik dari penguraian (vināśa) dan pembebasan (nirodha) [ dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi] dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Sebagaimana yang mengamati berdasarkan agregat , maka yang lain mengamati berdasarkan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat] nutrimen (āhāra) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya yang dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia] , pemahaman seksama dari realitas [ dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ), pembebasan yang benar [dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] (prahāṇa) , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan kontemplasi [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] (bhāvanā) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva) elemen , beragam [enam] elemen (anekatva) , pembebasannya (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra).
Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini. Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Bhagavan , setelah melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir jika para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan dalam berbagai metoda maka mereka masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Mereka masih masih melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa) “
Bhagavan , realitas tertinggi (paramārtha) yang sangat halus ( sūkṣma ) , mendalam ( gambhīra ) dan sangat sulit untuk dipahami (durvigāhya) dengan salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) telah anda uraikan dengan fasih ( subhāṣita) dan sangat menakjubkan (āścarya ) . Bhagavan, jika para bhikṣu ini sangat sulit memahami uraian [mendalam ] ini bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian [mendalam] ini ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Ayustmat Subhūti:
Sadhu , sadhu , Subhūti, Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa . Setelah menyadarinya dengan sempurna , saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt) , membabarkannya dengan sistematis (prajñāp) , dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś) Mengapa ?
Subhūti , saya menguraikan bahwa realitas tertinggi (paramārtha) dapat direalisasikan melalui agregat (skandha) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) , Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan melalui [dua belas ] landasan pengindera (āyatana) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana), hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ), [empat]nutrimen (āhāra), faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga)
Subhūti , objek pengamatan meditatif (viśuddhālambana) yang tercakup dalam semua agregat (skandha) itu semuanya dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) dan berkarakteristik tidak berbeda (abhinna) . Hal ini juga berlaku sama , untuk semua objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) mulai dari landasan pengindera (āyatana) hingga delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.
Selanjutnya , Subhuti, pada saat bhikṣu yang berkontemplasi (bhikṣu - yogācāra) telah memahami realitas demikian apa adanya (tathāta) dari salah satu objek pengamatan [dari kelompok] agregat diatas misalnya : ketidak hadiran eksistensi individual [diri] dari fenomena [sebagai] realitas tertinggi (paramarthadharmanairatmya) , maka mereka tidak perlu lagi mengamati (paryes) dan menganilisa satu persatu objek [dari kelompok] agregat lainnya untuk memahami realitas proposional ini , juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa satu persatu objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya : [dua belas ] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ), [empat] nutrimen (āhāra), [empat] realitas (satya) [mulia}] , faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma), delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) . Karena ketidakmapanan eksistensi diri juga merupakan salah satu kediaman yang dicapai melalui kontemplasi dari kebijaksanaan yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam [atau yang berhubungan dengan ] semua fenomena (sarvadharmeṣutathatānirvikalpaprajñābhāvanāsahagato vihāraḥ). Kemudian mereka akan memasuki kesadaran [ eling ] dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.
Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu berkarateristik semuanya dalam satu rasa
Selanjutnya, Subhūti, jika agregat, landasan pengindera , sebab akibat yang saling bergantungan, [empat] nutrimen [empat]realitas [mulia] , [empat] pemapanan kesadaran [eling], [empat] usaha agung, [empat] modus pencapaian , [lima] kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] faktor penggugahan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya (anyonyabhinnalakṣaṇa) , demikian juga delapan jalan mulia akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Jika realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses ] realitas tertinggi akan dihubungkan dengan penyebab (sahetuka) dan juga akan dimunculkan dari sebab (hetuta utpanna ) dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena { yang mengakses } realitas tertinggi akan termasuk sebagai berkondisi (saṃskṛta) dan jika berkondisi maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
"Oleh sebab itu , Subhuti, realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses ] realitas tertinggi bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan berkondisi dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.
Baik Tathagata muncul (udpādād vā tathāgatanām) ataupun tidak (anudpādād vā tathāgatanām) kestabilan dari realitas ini (dharmasthitaye) tetap dalam kesinambungan , kesimambungan terhadap waktu (śāśāvatakālam) dan tetap dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu (nityakālam) . Kediaman realitas intrinsik dari fenomena (dharmāṇāṃ dharmāta) dan elemen dari kualitas [ terunggul ] ini (dharmadhātu) tetap dalam kestabilannya (sthitaiva)
Oleh sebab itu , Subhuti, melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa . Subhuti ini seperti dalam sebuah ruangan hampa (ākāśa) yang tetap konstan (avaivartika), tanpa konseptual (nirvikalpaka) , ketidak hadiran nimitta (animitta ) dalam kaitannya dengan berbagai aspek (nānāvidha) dari materi (rūpa) yang berkarakteristik berbeda (bhinnalakṣaṇa) satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.
Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini
"Buddha menguraikan realitas tertinggi tanpa perbedaan (abhinna ) dan berkarakteristk semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Bagi yang mengkonsepkan perbedaan (pariklp) didalamnya akan terus menggenggam dengan erat (abhigṛhīta) gagasan konseptual (abhimāna) dan terdelusi (mūdha) . "
Parivarta keempat Subhūti telah diuraikan dengan lengkap