//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - karma jigme

Pages: 1 2 [3] 4
31
Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  ranah (stanārtha)  berkaitan dengan   ranah eksistensi dari  materi [ kasar dan halus]  (lokadhātu)  dalam  ranah eksistensi dari makhluk hidup  ( sattvadhātu)   yang jumlahnya   dapat dianalogikan  sebagai berikut  : kelompok  ( grāma), seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa)  kelompok ,massa  daratan yang berbatasan dengan samudra (samudramaryādābhūmi) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa)  massa  daratan yang berbatasan dengan samudra ataupun  jambudvīpa (jambudvīpa) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa)  jambudvīpa ataupun empat benua (caturdvipaka) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa) empat benua ataupun  mutasi dari  ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  ( sāhasracūḍiko lokadhātu ) , seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa) mutasi dari  ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]   ataupun  dua kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah  (dvisāhasro madyamo lokadhātu) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa) dua kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah  ataupun  tiga kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu)   seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (lakṣa) tiga kali mutasi dari dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]   ataupun hingga termutasi menuju tak terhingga seperti partikel terkecil (paramāṇu) yang tak terhingga dalam  mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu) yang meliputi sepuluh penjuru (daśadik) dalam jumlah yang tidak terhingga  (asaṃkhya ) dan tidak terbatas   (aprameya)

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari    objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha)   berkaitan dengan kepemilikan   asset  [yang berhubungan dengan kebutuhan hidup] (parigraha) dari makhluk hidup (sattva) dalam keterkaitannya dengan pencapaian penguasaan dari disiplin [ terhadap kebutuhan hidup]  (pariṣkāravaśitā) [ salah satu dari   penguasaan(vaśitā) dari bodhisattva]

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  kekeliruan (vipayārsārtha)  berkaitan dengan kekeliruan dalam konsep [ide] (samjñāvipayārsa),  kekeliruan dalam kesadaran  (cittavipayārsa),  kekeliruan dalam pandangan  (dṛṣṭivipayārsa)  yang berkaitan dengan objek sebenarnya yang mengetahui (grāhakādyartheṣu) misalnya dalam mempersepsi  ketidak konstanan (anitya) menjadi kekonstanan  (nitya)  , mempersepsi ketidakpuasan (duḥkha) menjadi  kebahagiaan  (sukha) , mempersepsi  ketidakbajikan (aśuci) menjadi kebajikan (śuci) ataupun mempersepsi ketidakhadiran eksistensi [intrinsitik ] (anātman) menjadi  eksistensi [ intrinsitik] (ātman)

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha)  bekaitan dengan  semua yang berlawanan (tadviparītam)  dengan kekeliruan ( vipayārsa ) dan juga merupakan  penangkal (pratipakṣa) dari  kekeliruan  (vipayārsa)

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari kondisi mental yang tidak berguna  (saṃkleśārtha ) yang berkaitan dengan  tiga jenis  (trividha) kondisi mental yang tidak berguna  (saṃkleśā ) yakni:  kondisi mental yang tidak berguna  yang merupakan   kondisi mental yang tidak berguna dari tiga  ranah eksistensi ( traidhātukakleśasaṃkleśa) ,  kondisi mental yang tidak berguna dari tindakan (karmasaṃkleśa), dan ,  kondisi mental yang tidak berguna dari pemunculan  (utpādasaṃkleśa)

Maitreya,   penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari pemurnian (vyavadānārtha) berkaitan dengan faktor  menuju  penggugahan (bodhipakṣyadharma)  yang  menetralisir [ mengatasi ] tiga kelompok kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā  saṃgṛhīta)

Maitreya,   penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsaṃvid)  dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha)  .

Maitreya, [alternatif yang kedua] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsaṃvid)  dalam lima  aspek (pañcavidha) yang terdiri dari substansi  yang  dipahami  [dipersepsi ]   dengan  sempurna ( parijñeyavastu), yang dipahami  [ dipersepsi ]  secara umum dengan  sempurna  ( parijñeyārtha)  , pengetahuan sempurna (parijñāna) , pencapaian  pengetahuan  sempurna (parijñānaphalalābha) dan pemahaman dari  kebijaksanaan  (tatprajñāpana)

"Maitreya,  penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari  substansi  yang  dipahami  [dipersepsi ]   dengan  sempurna ( parijñeyavastu)   berkaitan dengan semua  yang dipahami [dipersepsi] (sarvajñeya)  dan yang diselidiki (draṣṭavyam)  sebagai agregat  (skandha), landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan  landasan eksternal  (bāhyāyatana).

"Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari  yang dipahami [ dipersepsi ]  secara umum dengan  sempurna  ( parijñeyārtha) berkaitan dengan   semua aspek yang berbeda dari semua yang dipahami [ dipersepsi]  baik sebagai realitas konvensional (saṃvṛti) ataupun  realitas tertinggi (paramārtha) , baik sebagai  kualitas yang tidak berguna (doṣa) ataupun  kualitas yang berguna (guṇa)  , baik sebagai  kondisi, (pratyaya) ataupun  waktu (kāla), baik sebagai  kemunculan (utpāda), kestabilan (sthiti) ataupun penguraian [disintegrasi] (vināśa)  ,baik sebagai  penyakit (vyāndhi) , ketidakpuasan (duḥkha) , sumber [ ketidak puasan ] (samudaya)  dan sebagainya ,  baik sebagai realitas demikian apa adanya (tathatā) , realitas absolute (bhūtakoti)  , ranah realitas (dharmadhātu)  , baik  sebagai satu kesatuan (saṃgraha) sebagai bagian terpisah [individual] (vigraha) , baik sebagai penjelasan  yang bersifat mengkategorikan ( ekāṃśena vyākaraṇa) , penjelasan yang bersifat analitikal  (vibhajya vyākaraṇa) penjelasan yang bersifat berlawanan [  dengan mengajukan pertanyaan kembali]  (paripṛcchāvyākaraṇa),  penjelasan yang bersifat menolak pertanyaan  [ tidak memberikan penjelasan] (sthāpanīyavyākaraṇa) ,   yang tidak diungkapkan  (guhya) yang diungkapkan (kīrtana) maupun yang sejenisnya  (evaṃjatīya)

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna pengetahuan sempurna (parijñāna) berkaitan  semua yang selaras dengan  faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma)   yang meliputi   landasan kesadaran [eling] murni (smṛtyupasthāna), usaha yang benar [ agung]  (samyakprahāṇa) dan sebagainya  , disamping itu juga berkaitan dengan kedua realitas  [realitas tertinggi dan realitas konvensional].

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari pencapaian  pengetahuan  sempurna (parijñānaphalalābha) berkaitan dengan   kedisplinan  yang  menetralisir keinginan (rāga)  kebencian ( dveṣa), dan delusi (moha), pencapaian [ hasil]  yang berhubungan dengan spiritual (śramaṇyaphala)   dimana  semua keinginan kebencian dan delusi  akan ternetralisr dalam  aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāra)   dengan memunculkan  kualitas kebajikan  keduniawian dan melampaui keduniawian ( laukika lokottara)  yang  berdiam dalam landasan yang sama ataupun landasan yang tidak sama ( sādhāraṇa asādhāraṇa)  dari Śrāvaka maupun Tathāgata.

32
Apa yang dimaksud dengan akar kata  (nāman)? 

 Akar kata (nāman) adalah susunan [dari  sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang merepresentasikan  ide [konsep] (saṃjñaprajñapti)  dalam mengungkapkan intirinsitik (svabhāva)  ataupun perbedaan (viśesa)  [ kepada  yang direspresentasikan ] baik itu  sebagai : kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun  fenomena murni (vaiyavadānikadharma) 

Apa yang dimaksud dengan susunan kata  (pada)  ?

susunan kata  (pada) tergantung pada kumpulan akar kata (namankāya) yang saling berasosiasi  dalam memberikan  makna berdasarkan konseptual (anuvyavaharārtham) baik  itu sebagai kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun  fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
 
Apa yang dimaksud dengan fonem (vyañjana)   ?

  fonem (vyañjana)  [istilah linguistik  yang berupa bunyi dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna  yang ]  (vyañjana)  itu sama dengan  aksara [ sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara )    yang berdasarkan dua  kumpulan diatas  [ akar kata dan susunan kata ]

Apa yang dimaksud dengan  ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata  , susunan kata dan fonem]   (pṛthak)  ?
 
ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan  fonem]   (pṛthak)  adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran  dalam mengkontemplasi objek  pengamatan sebagai  individual (asaṃbhinnālambana)  [ akar kata , susunan kata dan fonem]   

Apa yang dimaksud dengan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan ekspresi] (saṃgrahata) ?
keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran  dalam mengkontemplasi   objek pengamatan sebagai satu kesatuan  universal (saṃbhinnālambana) [ dari  nama , susunan kata dan fonem]
 
Semua  kelompok diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvid ) dan dengan cara demikian Bodhisattva menjadi seseorang  yang fasih  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin)

Selanjutnya , seseorang yang  fasih dalam penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas [ menguasai  semua doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna]   (arthapratimsaṃvedin) adalah seseorang   fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) dapat dikategorikan dalam  empat alternatif  yang terdiri dari : sepuluh aspek (daśadhāvidha), lima aspek (pañcavidha) , empat aspek (caturvidha)   dan tiga aspek dari makna yang dinterpretasikan

Maitreya,  [alternatif yang pertama] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsaṃvid)  dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha)  yang terdiri dari : penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha)   :   intrinstitik dari batasan  (yāvattā) ,  instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) , makna dari  yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha) , makna dari yang diketahui [sebagai objek]  (grāhyārtha)  makna dari  ranah (stanārtha) ,  makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) , makna dari  kekeliruan (vipayārsārtha) ,   makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha)  ,  makna dari kondisi mental yang tidak berguna  (saṃkleśārtha ) dan makna dari pemurnian (vyavadānārtha)

Maitreya,   penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha)    intrinstik dari batasan (yāvattā)  berkaitan dengan  batasan yang membedakan semua kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) dengan fenomena murni (vaiyavadānikadharma) berdasarkan eksistensi relatif   dimana mencakup semua  kategori ( sarvākāraprabhedaparyanta)  dari  kelompok dari [lima] agregat  (skandha), kelompok dari [enam]  landasan  internal (ādhyātmikāyatana) dan  kelompok dari  [enam] landasan eksternal  (bāhyāyatana)

"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan  realitas demikian apa adanya ( tathatā)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā)  dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :

1.    realitas demikian apa adanya dari transformasi  ( pravṛtti tathata )   yang berkaitan dengan  ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari  kelompok  jejak mental yang halus  (saṃskārāṇām anavarāgratā)

2.   realitas demikian apa adanya  dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā)  yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri  [instrinsitik]  sebagai satu individual  dan  ketidak hadiran eksistensi  diri [instrinsitik] dari fenomena  dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmyaṃ dharmanairātmyaṃ  ca )

3.   realitas demikian apa adanya  dari  kesadaran kognitif (vijñapti tathatā)  yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang  merupakan kesadaran kognitif (saṃskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.]

4.   realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran   [mulia]  dari ketidakpuasan ( duḥkhasatya)  dimana telah saya uraikan sebelumnya

5.   realitas demikian apa adanya dari tindakan  yang  keliru (mithyāpratipatti  tathatā)  yang berkaitan dengan  kebenaran [ mulia]   dari  sumber ketidakpuasan  ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya

6.   realitas demikian apa adanya  dari  pemurnian (viśuddhitathatā)  yang berkaitan dengan  kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya

7.   Realitas dari  tindakan yang  benar  (samyak pratipatti tathatā)  adalah kebenaran [ mulia]   dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya

Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya  dari transformasi  (pravṛtti tathata)  , realitas demikian apa adanya  dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya  dari   tindakan  yang  keliru ( mithyāpratipatti  tathatā)  maka semua makhluk (sattva)  adalah  setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya  dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā)  dan realitas demikian apa adanya  dari  kesadaran kognitif (vijñapti tathatā)  maka semua fenomena adalah setara dan sama  .

Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi )  dan  penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsaṃyaksaṃbodhi)   adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena  realitas demikian apa adanya dari  tindakan yang  benar  (samyak pratipatti tathatā) maka  pengetahuan yang diperoleh dari  pendengaran , pembelajaran ,  penyelidikan (śravaṇa) dan  śamatha  dan vipaśyanā    yang  mengkontemplasi  landasan objektif dengan doktrin terintegrasi   (miśradharmālambaka)adalah setara dan sama

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha)   berkaitan dengan  lima landasan indriya  dari jasmani [ indriya dari :  penglihatan (cakṣur), pendengaran (śrotra) ,  penciuman (ghrāṇa)  , pengecap (jihva) , peraba[ jasmani] (kāya) ] (pañca rūpyāyatana) dan  citta , manas , vijñāna yang mempersepsi  beragam fenomena dari  mental (caitasikadharma )

"Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari yang diketahui [sebagai objek]  (grāhyārtha )  adalah  enam  landasan eksternal [bentuk visual (rūpa), suara (śabda),  bau (gandha),  rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena  (dharma) ](ṣaḍ bāhyāyatana)  atau dengan perkataan lain  yang diketahui [sebagai objek]  (grāhya )  juga merupakan objek dari yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha )  .

33
Bhagavan , apa yang dimaksud samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  ? 

apa yang dimaksud samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra)  ?

apa yang dimaksud samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāra) dalam śamatha dan vipaśyanā  ?

Maitreya, samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  adalah  samādhi (samādhi)  yang mempersepsi   [mengamati]  (gṛhīta) nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta)  dari  fenomena (dharma) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar ( vyakta sthūla nimitta)  dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (vitarkita) ataupun melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek  pengamatan dari fenomena saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (vicarika dharma)

samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra) adalah samādhi (samādhi) yang tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta)   dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) tetapi  melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  satu objek pengamatan  nimitta yang bercahaya (prabhā nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan mengamati hanya dengan menggunakan kesadaran [eling ] murni saja   (smṛtimatrā) yang halus    (sūksma).

samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi)  yang hanya mengorientasikan kesadaran [ eling ] dengan spontan (nirabhogena) terhadap semua fenomena maupun semua nimitta.

Selain itu, Maitreya, śamatha dan vipaśyanā  melalui  penyelidikan ( paryeṣaṇāmaya )  adalah samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  .

śamatha dan vipaśyanā  melalui pengamatan mendalam  dan  diskriminasi (pratyavekṣaṇāmaya)  adalah samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran  [eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra) .

śamatha dan vipaśyanā  yang mengamati  objek pengamatan terintegrasi dengan doktrin (miśradharmālambaka)   adalah samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāra)

Bhagavan,   bagaimana mengatasi  kesadaran [eling] tergejolak oleh  kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ?
  bagaimana mengatasi kesadaran  lembam [ kusam]   (citta laya) dan mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)?

Maitreya , pada  saat kesadaran [eling] tergejolak oleh  kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ataupun kesadaran [eling]  akan  terstimulasi dengan cepat  (udvega) oleh gejolak  yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan  maka kesadaran diorientasikan pada  fenomena yang  dapat membawa ketenangan (udvegam āpadatya dharma) atau pada  kesadaran secara berkesinambungan (anantaryacitta) 

Maitreya , pada tahap dimana  kesadaran  lembam [ kusam]   (citta laya) ataupun  pada saat kesadaran [eling]  akan  terstimulasi dengan cepat oleh  kelembaman [ kekusamam] maka kesadaran [ eling] diorientasikan dengan tajam  pada fenomena yang dapat membawa kesenangan ataupun pada nimitta dari kesadaran (cittanimitta).

Maitreya,  dalam  mengkontemplasi hanya pada jalan śamatha (śamatha mārga) , atau hanya pada jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ataupun  dalam mengkontemplasi gabungan dari dua jalan  (yuganaddha mārga)  dimana  telah mencapai tahapan samādhi yang lebih tinggi  dengan tanpa  [ usaha]   secara berkesinambungan (svarasena pravartate )   dan  tanpa terinterupsi  oleh dua  kondisi mental yang tidak berguna  (upakleśa)  [kegiuran terhadap kesenangan dan kelembaman] dalam jangka waktu yang cukup lama  maka dikatakan telah mampu  mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)

Bhagavan, pada saat  Bodhisattva  telah mencapai kontemplasi sarnatha dan vipasyana harus melanjutkan  latihan (śikṣa )   untuk menjadi   seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) ataupun  menjadi   seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas [ menguasai  semua uraian doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna  muncul dalam satu makna] ( arthapratimsaṃvedin) ,  Apa yang dimaksud dengan seseorang yang  memiliki  kefasihan dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) dan seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas ( arthapratimsaṃvedin) ?

Maitreya, seseorang yang  memiliki  kefasihan dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) adalah  seseorang yang fasih dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis melalui lima aspek  (pañcavidhā) yang terdiri dari :     akar kata  (nāman  ) ,  susunan kata  (pada),    fonem   (vyañjana) , ketidak terkaitan satu dengan yang lain  sebagai individual [  akar kata, susunan kata dan  fonem]   (pṛthak)  dan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ akar kara , susunan kata dan  fonem] (saṃgrahata).

34
śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi   objek pengamatan dari doktrin terintegrasi diantara yang terbatas dan tidak terbatas  (mahāmiśradharmālambaka)  adalah śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi [dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aṇga dharma pravacan)  terdiri dari : uraian  (sūtra) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya) ayat ataupun puisi   (gāthā)  ,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraṇa)   sebanyak mungkin  tetapi   dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai  satu kesatuan kolektif  (ekanta pindikrtya) 

śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi  objek pengamatan  dengan doktrin yang   tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) adalah śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi   uraian doktrin yang tidak terbatas  (apramāṇadharmadeśanā)  dari Tathāgata ataupun  fonem , susunan kata dari doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmapadavyañjana) sehingga mencapai pemahaman yang jelas dan  kebijaksaaan  yang berkesinambungan dan tidak berbatas   (apramāṇa uttarotaraprajñā  pratibhāna)

Bhagavan, bagaimana  Bodhisattva  menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)? "

Maitreya, Bodhisattva  menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)   karena ada lima aspek ( pañcabhiḥ kāranaiḥ) yang  telah dikuasai [dipahami ] (veditavyam)  sebagai berikut

[yang pertama adalah] orientasi  kesadaran dengan tajam (manasikārakāle)   dari momen ke momen ( ksaṇe ksaṇe)   untuk menetralisir [ menghentikan ] semua  landasan dari  kecenderungan mental yang  tidak beraturan (sarvadauṣthulyāśrayavinaśana)

[yang kedua adalah] mengatasi semua yang berkaitan dengan beragam jejak mental yang halus [faktor pengkondisian](nānāsaṃskārān viṛsjya) untuk mencapai kebahagiaan dalam sukacita terhadap  doktrin realitas (dharmānandaprītilābha)
 
[yang ketiga adalah]  memahami  ranah realitas (dharmāloka) yang tidak  terukur  dalam  sepuluh penjuru (daśadigrapramāṇa)  dan aspek  [ dari ranah realitas]  yang tidak  terbatas (apparicchinna) .

 [yang keempat  adalah ] mencapai pengetahuan sempurna  (parijñāna )  dalam  menyempurnakan  pelatihan diri [spiritual] (anuṣṭhānasaṃprayukta) yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣabhāgīya) dan pengetahuan sempurna  (parijñāna)  terhadap   nimitta  yang bebas dari  konseptual (nirvikalpanimitta) dengan benar (samudācāra) .
   
[yang kelima adalah ]  mencapai  (pariniṣpatti)  dharmakāya   dengan sempurna   (paripūraṇa)  yang merupakan  penyebab (hetu)  dari kebajikan tertinggi  (uttareṣu uttama) dan  keberuntungan terunggul (bhadreṣu bhadratama)  yang terliput dengan sempurna dan  benar (samyakparigrahaṇa)
 
Bhagavan,  dalam tahapan bodhisattva  (bodhisattvabhūmi) , di tahapan (bhūmi ) mana   śamatha dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi   objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) akan mulai disadari dan ditahapan mana akan tercapai ?

"Maitreya,  śamatha dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai  satu realitas universal (saṃbhinnālambana) mulai dipahami  dalam tahapan (bhūmi) pertama  yakni : tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi) dan  tercapai dalam tahapan ketiga yakni :  tahapan ekspansi cahaya (prabhākarībhūmi). Namun demikian , Bodhisattva seharusnya juga tidak lalai dalam śamatha dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi  objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana).

35
Bhagavan, ada berapa jenis śamatha? "

Maitreya,  dalam śamatha   dapat dikategorikan menjadi tiga jenis (trividha) , 
kategori [ pertama ] adalah śamatha  jenis   kesadaran  yang tanpa jeda  [ interval ] (ānantaryacitttānusāreṇa),

 kategori   [kedua]  adalah śamatha jenis   kefasihan benar  (samāpatti) yang terdiri dari   delapan jenis (aṣṭavidha) yakni :   dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam) , dhyāna  ketiga ( tṛīitiyam dhyānam), dan dhyāna keempat (caturtham dhyānam),  landasan ruang  yang tidak terbatas  (ākāsānantyāyatana), landasan  kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana), landasan ketiadaaan  (akiṃcanyāyatana) dan landasan tanpa diskriminasi [kasar]  tetapi tidak tanpa diskriminasi  [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana)

sedangkan kategori [ ketiga] adalah  śamatha  jenis tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]    (apramāṇa atau  bhrama vihara )  terdiri dari ada empat jenis :   (caturvidya)  : kebajikan yang tidak berstandar  dalam tindakan [ tidak terukur ]  (maitrī  apramāṇam) , welas kasih yang tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]  (karuṇā apramāṇam), sukacita  yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur] ( muditā apramāṇam), dan ekuanimitas yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (upekṣā apramāṇam)

Bhagavan,  anda  pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā    yang berkaitan dengan  doktirn realitas (dharmāśrita) dan juga  yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita), apa yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) dan yang tidak berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmānāśrita) ?

Maitreya, śamatha dan vipaśyanā    yang berkaitan dengan   doktrin realitas (dharmāśrita ) adalah  śamatha dan vipaśyanā   yang dicapai  melalui  nimitta dari fenomena sesuai dengan  makna  yang  telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmanimittānusāreṇa) sedangkan  śamatha dan vipaśyanā   yang tidak berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmānāśrita) adalah  śamatha  dan vipaśyanā yang dicapai  tergantung pada  makna dari fenomena yang telah dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmānapeksam) berdasarkan petunjuk dan  arahan  dari orang lain.  Kontemplasi  mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun  ketidakkonstanan  dari semua  jejak mental  yang halus [ faktor pengkondisian]   (sarvasaṃskārā  anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan  dari  semua jejak mental  yang halus [ faktor pengkondisian]     (sarvasaṃskārā  duḥkhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri  [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun  kedamaian  yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)

Maitreya,saya menginstruksikan kepada mereka yang   bersandar pada  doktrin  realitas (dharmānusārin) untuk   mengkontemplasi  [śamatha  dan vipaśyanā] yang berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmāśrita) karena memiliki indriya tajam ( tikṣṇendriya)   dan juga  menginstruksikan kepada  mereka yang bersandar pada keyakinan (śraddhānusārin) untuk   mengkontemplasi  [śamatha  dan vipaśyanā] yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) karena memiliki indriya yang tumpul (mṛḍvindriya).

Bhagavan, anda  pernah menguraikan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)  dan yang mengkontemplasi objek pengamatnan  dengan  doktrin  tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka), apa yang dimaksud dengan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)  dan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin  tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) ?

Maitreya,  śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) adalah jenis śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aṇga dharma pravacana )  terdiri dari :   uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā)  ,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dengan mempersepsi  dan merenungkan  doktrin   (gṛhītacintitadharma)  hanya pada topik tertentu saja atau dengan perkataan lain   mempersepsi  dan merenungkan  sebagai  ketidakterkaitan satu dengan lainnya [secara individual terpisah satu dengan lainnya ]  (pṛtak) dalam meditasi (bhāvanā )  , bukan sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya) ataupun objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana)

sedangkan śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah jenis śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi kedua belas divisi uraian diatas [doktrin] sebagai  satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya),  satu himpunan (ekantaḥ saṃkṣipya) ,  satu kondensasi (ekantaḥ piṇḍayitvā) , satu kumpulan dalam pencapaian  (ekarāsikṛtya) dan i objek pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana) yang mengarah langsung ke realitas (tatathānimma) ,  mengakses langsung realitas demikian apa adanya (tathatāpravaṇa)   cenderung menembus realitas demikian apa adanya (tathatāprāgbhāra)  yang mengarah langsung ke penggugahan (bodhinimma) ,  mengakses langsung penggugahan (bodhipravaṇa)   cenderung menembus penggugahan  (bodhiprāgbhāra)  , yang mengarah langsung ke melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇanimma) ,  mengakses langsung melampaui semua ketidakpuasan  (nirvāṇapravaṇa) cenderung menembus  melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇaprāgbhāra)  , yang mengarah langsung ke transformasi landasan (āśrayapāravṛttinimma) ,  mengakses langsung  transformasi landasan (āśrayapāravṛttipravaṇa) ,  cenderung menembus  transformasi landasan (āśrayapāravṛttiprāgbhāra)  dengan mengorientasikan kesadaran (manasikāra) berdasarkan prinsip ini maka   doktrin luhur  (kuśaladharma)   yang tidak terukur (aprameya)  dan tidak terhitung (asaṃkhyeya) ini  dapat diungkapkan (abhilāpa)

Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka),   yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka).  Apa yang dimaksud dengan śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka),   yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) ?

Maitreya, śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka)  adalah śamatha  dan vipaśyanā   yang mengkontemplasi [dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aṇga dharma pravacana )  terdiri dari :  uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā)  ,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dan   dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai invididual [satu persatu]  (pratyekam) .

36
Bhagavan, apakah  ada perbedaan  diantara  jalan śamatha (śamatha mārga )   dengan jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga)  ? "

Maitreya,  kedua jalan ini tidak berbeda, tetapi juga tidak sama , Mengapa  ?  Kedua jalan ini tidak berbeda karena [ bukan saja śamatha , tetapi] vipaśyanā  juga mengamati kesadaran  (citta) .  Kedua jalan ini berbeda karena [śamatha]  tidak  mengamati refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  (savikalpapratibimba).

Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup  samādhi (samādhigocarapratibimba ) dengan kesadaran (vijñāna)  ?

Maitreya,  kedua ini tidak ada perbedaan , Mengapa ? Karena refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) hanya merupakan  kesadaran [kognitif]   (vijñaptimātra) dan bukan diluar dari kesadaran . sebagaimana yang pernah diinstruksikan  bahwa : kesadaran itu hanya kesadaran yang muncul sebagai objek  (ālambanavijñaptimātraprabhāvitmaṃ vijñānaṃ) ..

Bhagavan, jika  kedua ini tidak berbeda ,  bagaimana kesadaran  dapat  mempersepsikan (utprekṣate) kesadaran itu sendiri ?

Maitreya,  benar  , di dunia ini tidak ada sesuatupun yang bisa mempersepsikan diri sendiri , namun kesadaran yang muncul itu (evaṃ utpanna citta) akan memanifestasikan analogi seperti cara ini (evaṃ avabhasate).

Maitreya,  hal ini dapat dianalogikan  sebagai berikut :  satu materi (rūpa) diletakkan didepan  cermin bulat yang jelas .  Kita akan selalu mengasumsi bahwa yang kita persepsikan bukan hanya materi itu saja tetapi juga bayangan dari materi tersebut [ refleksi dari  materi (rūpa) tersebut ] . Dalam kasus ini , bayangan yang muncul dari cermin ini  [diatas permukaan cermin ] muncul sebagai objek  yang berbeda dan independen secara menyeluruh ( bhinna arthavat).  Hal ini juga berlaku sama untuk kesadaran yang muncul dengan sendirinya sebagai objek  yang berbeda dan independen dari refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samādhi [dalam vipaśyanā]  (vipaśyanā samādhigocarapratibimba)

Bhagavan  , apakah  materi [rupa]  mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [ rupa] (rupadyavacittabimba)  itu berbeda  atau tidak  dengan  kestabilan  intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran ( citta)   ?

"Maitreya, materi [rupa]  mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba)   tidak berbeda   dengan  kestabilan  intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran   , tetapi bagi  makhluk  hidup belum matang [ dalam spriritual]  (bala)  dan  keliru dalam pemahaman ( viparitamati) , tidak akan mengenali materi [rupa]  mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba)  sebagai  hanya kesadaran kognitif (vijnapti matra) karena mereka belum memahami (ajnatva) hal ini  sebagaimana apa adanya (yathabhutam)

"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang  Bodhisattva  dengan sungguh sungguh mengkontempelasi  vipaśyanā secara eksklusif ? "

Maitreya,  pada tahap  dimana nimitta dari kesadaran ( citta nimitta) di kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)

"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang  Bodhisattva  dengan sungguh sungguh mengkontempelasi śamatha  secara eksklusif ? "

Maitreya,  pada tahap dimana kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta ) di kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)

"Bhagavan, pada tahap  yang  bagaimana  dapat dikatakan sebagai gabungan dari śamatha dan vipaśyanā ?

Maitreya,  pada tahap dimana kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam hanya  berfokus pada satu titik [ bidang kecil]   (cittaikagratā)

"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan nimitta dari kesadaran ( citta nimitta)? "

"Maitreya, nimitta dari kesadaran adalah refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  (savikalpapratibimba)  yang merupakan objek pengamatan dari vipaśyanā  (vipaśyanā ālambana)

"Apa  yang dimaksud dengan kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta )? "

Maitreya, kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta ) adalah  kesadaran yang mengamati yang merupakan landasan objektif dari śamatha. (śamatha ālambana)

 Bhagavan ,  bagaimana śamatha  dan vipaśyanā  mencapai puncak dalam  orientasi  kesadaran  yang berfokus  hanya pada satu titik  (cittaikagratā)? "

Maitreya , dengan memahami  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samādhi (samādhigocarapratibimba)  hanya merupakan manifestasi  dari  kesadaran  (vijñaptimātrata)  maka  śamatha  dan vipaśyanā  mencapai puncaknya dengan orientasi  kesadaran yang   berfokus  hanya pada satu titik  (cittaikagratā)  , dengan memahami ini maka  [ Bodhisattva]   dapat mengorientasikan kesadaran yang  mengarah pada  realitas demikian apa adanya  ( tathatā).

"Bhagavan, ada berapa jenis vipaśyanā? "

"Maitreya,  ada tiga jenis yakni : vipaśyanā    nimitta   (nimittamayī)  , vipaśyanā  penyelidikan  ( paryeṣaṇāmayī)  dan vipaśyanā  pengamatan ( pratyavekṣaṇāmayī) 

Bhagavan , apa yang  dimaksud dengan vipaśyanā  jenis  nimitta  (nimittamayī) ?

Maitreya ,  vipaśyanā  jenis nimitta  (nimittamayī)  adalah  vipasyana yang  hanya  mengkontemplasi nimitta  dari  refleksi dari  objek  mental  diskriminatif  yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  dalam ruang lingkup  samadhi  (samādhigocaravipalka pratibimba)

 Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā  jenis penyelidikan  ( paryeṣaṇāmayī)
 
Maitreya , vipaśyanā  jenis penyelidikan  ( paryeṣaṇāmayī)   adalah  vipaśyanā  yang mengorientasikan kesadaran hanya  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual   dari  fenomena yang  masih belum dipahami dengan baik  (asupratividdhadharma)  sehingga dapat dipahami dengan  baik  melalui kebijaksanaan (prajñā) 

Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā  jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) ?

Maitreya ,  vipaśyanā  jenis pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) adalah  vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran  (manāsikara vipaśyanā)  hanya pada refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  dari   fenomena yang telah dipahami dengan baik (supratividdhadharma)  melalui kebijaksanaan (prajñā)  sehingga mencapai pembebasan (vimokṣa)  yang bermakna memberikan sensasi kebahagiaan  (sukhasparśnārtham) 

37
PARIVARTA KEDELAPAN
Maitreya

Kemudian Bodhisattva Maitreya  bertanya kepada Bhagavan:

"Bhagavan,  apa yang menjadi landasan untuk  bodhisattva dalam mengkontemplasi  śamatha  dan vipaśyanā  ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Maitreya   Maitreya,   landasan  untuk bodhisattva dalam mempraktekkan    śamatha  dan vipaśyanā adalah teori filosofi  yang berkaitan dengan  uraian  dari realitas   ( dharmaprajñaptivyavasthāna )   dan  tidak pernah meninggalkan aspirasi mereka untuk mencapai penggugahan sempurna dan  tidak tertandingi (anuttarasamyaksaṃbodhipraṇidhānaparityajana )

Bhagavan  menginstruksikan (avavāda) empat  kategori objek pengamatan  (ālambana vastu ) dalam  śamatha  dan vipaśyanā yang terdiri dari :   

1.   refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  (savikalpapratibimba).
2.   refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif   tetapi bebas dari  konseptual (nirvikalpapratibimba).
3.   batasan dari entitas [antara konseptual dan  intrinsitik dari fenomena] (vastuparyantatā)
4.   kesempurnaan dari pencapaian [ kesempurnaan dalam tindakan adidaya]   (kāryapariniṣpatti).

Bodhisatva Maitreya bertanya kembali  kepada Bhagavan,

Bhagavan , ada berapa kategori  objek pengamatan  (ālambana vastu ) dalam  kontemplasi śamatha? 

Maitreya ,  hanya satu,  yakni : refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif   tetapi bebas dari  konseptual (nirvikalpapratibimba).

Bhagavan , ada berapa kategori dari  objek pengamatan (ālambana vastu) dalam   kontemplasi  vipaśyanā?

Maitreya , hanya satu,  yakni : refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  (savikalpapratibimba).

Bhagavan , ada berapa kategori  objek pengamatan  (ālambana vastu ) dalam  gabungan  kontempasi dari :   śamatha dan vipaśyanā ?

Maitreya ada dua yakni , batasan dari entitas [antara konseptual dan  intrinsitik dari fenomena ] (vastuparyantatā)  dan kesempurnaan dari pencapaian   (kāryapariniṣpatti).

Bhagavan ,  bagaimana seharusnya para Bodhisattva ini mengejar  śamatha (śamatha paryeṣṭin )  dan fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala )  ?

Buddha menjawab :
Maitreya ,  dua belas divisi  uraian untuk pemahanan realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aṇga dharma pravacana )  terdiri dari :   uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā)  ,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma ),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraṇa) telah saya uraikan kepada para Bodhisattva.

Para Bodhisattva mendengarkan uraian ini  dengan benar (suśruta), , memahami dan mengingatnya  dengan baik  (susamāpta), mengakumulasikannya  dengan baik  (vacasā paricita),  menganalisa melalui intektual  dengan seksama (manasā anvīkṣita) dan  memahami dengan sempurna melalui  pandangan yang mendalam ( dṛṣṭyā suprativida) .
Kemudian mereka mengisolasikan dirinya sendiri  (ekākino rahogatāḥ)   dengan berdiam dalam keheningan di pengasingan (pratisaṃlayana) dan  mengorientasikan kesadaran (manasikṛ) pada objek yang dijadikan referensi  secara berkesinambungan (samsthāpana),  melalui doktrin yang telah mereka renungkan dengan baik (sucitinta dharma)  sebelumnya dengan mengorientasikan kesadaran secara  internal  dalam berkesinambungan (adhyātmikaprabandha) dan inilah yang disebut sebagai  mengorientasikan kesadaran dengan tajam.(manasikāra).
 
Dengan mengorientasikan kesadaran secara berulang (avasthāpana) dan dalam jangka waktu yang  lama  maka kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] akan tercapai.  Ini disebut sebagai  śamatha  dan dengan cara ini para Bodhisattva mengejar  śamatha (śamatha paryeṣṭin)  dengan benar.

Pada saat Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ]  dan berdiam dalam kondisi ini  dengan melepaskan   semua aspek dari mental ( citta ākāra) dan mulai menyelidiki dengan  masuk ke dalam (pratyvekṣ)  fenomena yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma)   dengan keyakinan  (adhimuc) ,  mulai menyelidiki   (vicaya),  menyelidiki lebih mendalam (pravicaya)  dan  menyelidikinya dengan logika  (parivirtaka)  mempertimbangkannya dengan mendalam (pāricara)   dan pencapaian kesimpulan dari  penyelidikan (parimīmāmsāṃ apatiḥ ) mengamati  mendalam  (darśana),   memahami  (avabodha ) berdasarkan  pencapaian dari realitas yang akan diketahui (kṣānti) yang muncul sebagai refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup  samadhi  (samādhigocarapratibimbajñeyārtha). Ini disebut sebagai  vipaśyanā dan dengan cara ini para Bodhisattva fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala )  dengan benar.

"Bhagavan,  pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai  , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap  internal (adhyātmika manasikāra )  dengan menggunakan kesadaran  sebagai landasan objektif kesadaran (citta ālambaka citta) [kesadaran mengamati kesadaran] , kontempelasi jenis ini  dikategorikan sebagai apa ?

"Maitreya, ini bukan śamatha , melainkan pengorientasian kesadaran   yang tajam dengan  paduan  [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur    yang mengarah pada  śamatha (śamatha anolomika adhimukti samprayukta manasikāra)

"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai  , bodhisattva   mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap  internal (adhyātmika manasikāra)  berdasarkan dharma yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma)  yang muncul sebagai refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samadhi  (adyātma samādhigocarapratibimba). kontempelasi jenis ini  dikategorikan sebagai apa ?

Maitreya, ini bukan vipaśyanā.  melainkan pengorientasian kesadaran   yang tajam dengan  paduan                     [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur    yang mengarah pada  vipaśyanā (vipaśyanā anolomika adhimukti samprayukta manasikāra ).

38
Bhagavan,  hal ini dapat diilustrasikan dengan  kanvas lukisan, yang berlatar warna biru biru, kuning, merah, ataupun  putih  yang merupakan satu rasa  dari  keseluruhan  karya lukisan itu   dan juga memperindah detail  lukisan tersebut. Sama seperti  Bhagavan menguraikan makna definitif yang  dimulai dari  dengan [uraian]   ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena    [hingga] semua fenomena tiada kemunculan ,  tiada penghentian ,  diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  dalam satu rasa dengan semua uraian bermakna intepretasi yang juga memperindah [uraian] bermakna interpretasi.

Bhagavan,  hal ini dapat diilustrasikan dengan  ketika seseorang menambahkan  mentega yang telah dijernihkan kedalam semua jenis kuliner  ,misalnya dalam memasak gandum ataupun  daging , akan menambah kenikmatan [rasa masakan tersebut] . Sama seperti  Bhagavan menguraikan makna definitif yang  dimulai dari  dengan [uraian]   ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena   [hingga] semua fenomena tiada kemunculan ,  tiada penghentian ,  diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang ditambahkan kedalam semua uraian yang bermakna intepretasi  akan menghasilkan  kenikmatan dan keterpuasan .

"Bhagavan,  hal ini dapat diilustrasikan dengan   ruangan  yang semuanya dalam  satu rasa dan tidak terhalang oleh aktivitas apapun. Sama seperti  Bhagavan menguraikan makna definitif yang  dimulai dari  dengan [uraian]   ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena   [hingga] semua fenomena tiada kemunculan ,  tiada penghentian ,  diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan yang juga satu rasa dalam semua urainan yang bermakna interpretasi, dan juga tidak akan menghalangi semua aktivtas dari pengetahuan Sravaka ,  pengetahuan pratekyabuddha maupun  pengetahuan bodhisattva.

Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata

Mengagumkan,  Paramārthasamudgata, Sadhu Sadhu. Anda telah memahami dengan baik uraian dan landasan pemikiran dari Tathagata. Anda memberikan analogi  dengan baik dalam ilustrasi misalnya jahe kering , kanvas , mentega yang dijernihkan dan ruangan dengan sangat akurat.  Paramu… uraian ini bukan  yang berbeda dari  yang telah diuraikan semua dan anda harus memahaminya dengan cara yang demikian.

Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata berkata kepada Bhagavan:

Pada awalnya di daerah Varanasi, di Taman Rusa  disebut sebagai  doktrin para Arya  , Bhagavan dengan sempurna memutar roda doktrin untuk semua yang  berada dalam silsilah Sravaka melalui penguraian empat kebenaran mulia , sungguh mengagumkan , menakjubkan  dan luar biasa dimana tidak ada satupun dari para deva dan manusia di dunia ini  yang  mampu memutarkan roda doktrin yang sama sebelumnya. Tetapi doktrin ini  masih ada yang dapat melampauinya  , jmemiliki celah [ untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan  berfungsi dalam ranah  argumen logis.

Berdasarkan hanya pada  sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan  hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan]  , ketidak hadiran dari  penghentian , kediaman [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  . Bhagavan memutarkan roda doktrin ke dua  yang lebih menakjubkan lagi untuk yang memiliki silsilah dari pengetahuan agung,sungguh mengagumkan dan menakjubkan , melalui aspek penguraian atas kekosongan , Tetapi doktrin ini   juga masih ada yang dapat melampauinya  , memiliki celah [untuk disanggah ] , bermakna interpretasi dan  berfungsi dalam ranah  argumen logis.

Berdasarkan hanya pada  sifat ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan berdasarkan  hanya pada ketidak hadiran dari kemunculan [yang dihasilkan]  , ketidak hadiran dari  penghentian , kediaman  [ kepasifan ] dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  Bhagavan memutarkan roda doktrin ketiga untuk semua silsilah yang sangat berbeda, sungguh mengagumkan dan menakjubkan .  Doktrin ini  tidak ada yang dapat melampauinya , tidak bercelah [ untuk disanggah] , bermakna definitif ,  dan tidak berfungsi dalam ranah  argumen logis

Bhagavan, pada saat putra dan putri dari silsilah terbaik  mendengarkan  uraian Bhagavan  yang memiliki kepastian dalam makna ,  dari [doktrin] ketiadaan instrinstik dari semua fenomena dan hakekatnya melampaui semua penderitaan  .Mereka mengembangkan keyakinan dalam diri mereka dengan menyalinnya , mentranskripkannya , menghafalkannya , membacnya , mmemuliakannya , menyebarkan dan mentransmisikannya kepada orang lain , merenungkannya dan juga mengkontemplasikannya. Dengan cara demikian ada berapa banyak kebajikan yang akan dihasilkan ?

Bhagavan menjawab Bodhisattva Paramārthasamudgata:

Paramārthasamudgata,  para putra atau putri dari  silsilah yang terbaik itu  akan menghasilkan kebajikan yang beragam,   tidak terbatas dan tidak dapat dibandingkan  dan ini juga tidak mudah untuk diilustrasikan  , namun demikian saya akan menguraikannya secara singkat

Paramārthasamudgata,  ini dapat dianalogikan dengan  perbandingan antara  partikel tanah [debu]  yang berada di ujung kuku dengan semua partikel tanah [debu] yang berada di bumi ini . Perbandingannya tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati seperseribu bagian ataupun seperseratus ribu bagian, tidak mendekati angka apapun, dengan perbandingan dan pendekatan apapun. Ini akan sama dengan kita membandingkan air yang berada pada jejak sapi dengan air yang berada dalam keempat samudra besar atau dengan perkataan lain tidak dapat didekati dengan perbandingan.

 Paramārthasamudgata, dengan menggunakan ilustrasi yang sama ,  perbandingan terhadap kebajikan [yang dihasilkan] oleh mereka yang mengembangkan keyakinan terhadap uraian doktrin  yang  memiliki kepastian dalam makna ini  dalam merenungkan  dan  mengaplikasikannya ke dalam kontemplasi,  tidak mendekati seperseratus bagian , tidak mendekati angka apapun.

Bodhisattva Paramarthasamudgata bertanya kepada Bhagavan:

Bhagavan,  apa nama dari  (naman )  pemutaran [roda] pengungkapan  makna mendalam (samdhinirmocanadharmaparyaya) ini ?

Paramārthasamudgata,  doktrin ini dinamakan sebagai  pengulasan realitas tertinggi yang  bermakna definitif ( paramarthanirtathanirdesa) ,  anda dapat menamakannya sebagai :  uraian realitas yang bermakna definitif
Pada saat doktrin realitas bermakna definitif  ini selesai  diuraikan  , enam ratus ribu makhluk hidup beraspirasi mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi  ( anuttarasamyaksambodhi). Tiga ratus Sravaka  memurnikan  (visudha ) penglihatan realitas ( dharmacaksur) yang bebas dari keinginan (virajas) dan tidak ternodakan (nirmala).  Seratus lima puluh ribu Sravaka mencapai   pembebasan   kesadaran ( asravebyas cittani vimukti ) dengan kesadaran yang  tidak melekat  pada apapun (cittam utpadayanti .Tujuh puluh lima ribu Bodhisattva mencapai kondisi realitas  tiada kemunculan  [ (anutpatikadharmaksanti).

Parivarta  Ketujuh  Guṇākara telah lengkap diuraikan

39
Pada saat orang yang tidak terlena dengan pandangan ini , mendengarkan  dari orang lain bahwa fenomena tidak berintrisitik , dan mendengar bahwa fenomena itu tidak dimunculkan [iihasilkan] ,   tiada penghentian, diam dari awal, dan  pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan. Mereke menjadi takut [ khawatir ] dan mengembangkan kekhawatiran dengan mengatakan bahwa doktrin ini  bukan uraian dari  Buddha melainkan Mara , dengan cara berpikir demikian , mereka juga telah mencela , membantah , menolak dan mengucapkan keburukan terhadap uraian  doktrin ini .
Berdasarkan ini,mereka  akan mendapatkan  ketidak beruntungan yang  besar, dan juga bertemu dengan penghalang dari karma yang  besar karena mereka telah  menyebabkan banyak makhluk hidup  bertemu dengan penghalang yang besar dengan memperdaya mereka . Dengan ini saya nyatakan bahwa mereka yang memahami semua karakteristik sebagai ketiada eksistensi dan yang menguraikan apa yang bukan makna menjadi makna akan memiliki penghalang karma yang besar.

Paramārthasamudgata,  pada saat  makhluk hidup belum menghasilkan akar kebajikan, belum  memurnikan penghalang, belum mematangkan  kontinum mereka, tidak memiliki keyakinan besar, belum menyelesaikan akumulasi jasa dan kebijaksanaan, yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur , dan yang tidak mampu untuk menghapus  konseptual dan yang  menggengam pandangan mereka sendiri  dengan erat sebagai  realitas tertinggi dalam  mendengarkan doktrin ini.  Mereka tidak akan memahami ajaran ini sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Mereka juga tidak akan mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini ,  mereka  akan menganggap doktrin sebagai  bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna.

Dengan menggengam pada pandangan doktrin sebagai  bukan doktrin dan makna sebagai bukan makna, kemudian mereka mengatakan bahwa doktrin ini bukan uraian dari Buddha melainkan Mara . Dengan pemikiran ini, mereka mencela , menolak , membantah , dan mengucapkan keburukan terhadap uraian  doktrin ini dan mempersepsikannya sebagai uraian yang tidak bermanfaat dan keliru. Dengan berbagai cara mereka menolak, mengkritik dan meninggalkan uraian ini. Disamping itu , mereka juga menganggap orang yang  menyakini [uraian] ini  bertentangan dengan mereka   Maka dengan demikian  penghalang karma ini akan sangat sulit untuk diatasi  karena akan terus muncul dalam beberapa ratus kalpa dalam kehidupan mereka.

Paramārthasamudgata,  , demikianlah tingkat keyakinan yang berbeda  dari  para makhluk hidup terhadap doktrin kebenaran  yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.

Kemudian Bhagavan menguraikan gatha  ini :

Apa makna mendalam  yang diuraikan oleh para bijak  ketika mengatakan bahwa semua fenomena (sarva dharma)   tidak eksis melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya   melampaui semua ketidakpuasan  (prakṛtiparinirvṛta) ?

Semua makna mendalam  , telah saya uraikan sebagai . ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi  (paramārtha niḥsvabhāva). Dengan memaham ini  maka para bijak juga tidak akan tidak akan menempuh jalur degenerasi.

Jalan kemurnian hanya berdasarkan uraian ini , tidak ada jalan kemurnian lainnya   dan hanya ada satu pengetahuan mendalam yang diuraikan , meskipun ada beragam jenis makhluk hidup

Dalam semua ranah kehidupan ,  banyak sekali  makhluk  hidup yang mencari melampaui ketidakpuasaan untuk diri mereka sendiri , tetapi yang memiliki welas kasih dan beraspirasi untuk tidak meninggalkan semua makluk hidup dan mencapai melampaui ketidakpuasan akan sangat langka.

Dalam ranah  yang tidak ternoda , mencapai pembebasan yang sangat   halus dan  tidak  terbayangkan, sama dan tidak ada perbedaan, bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna  dan melampaui semua ketidakpuasan ,  tidak dapat diungkapkan dengan dualistik,  inilah kebahagiaan dan kestabilan

Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata, berkata kepada Bhagavan:

Bhagavan,  apa yang Bhagavan uraikan  dengan memikikran [sesuatu yang lain ] itu sungguh halus , dan terhalus  , sangat mendalam , sulit untuk dipahami , sangat sulit untuk dipahami adalah sungguh menakjubkan dan sangat mengagumkan . 

Bhagavan, saya memahami makna dari apa yang telah Bhagavan uraikan sebagai berikut :  yang diusulkan sebagai fakta  melalui nama dan terminologi  [ karakteristik imajiner ] itu berkaitan dengan  : Objek dari aktivitas [ ruanglingkup]  yang bersifat konseptual [ diungkapkan melalui nama dan terminologi](vikalpagocara)], landasan dari karakteristik imajiner ( parikalpitalaksanasraya ), nimitta dari jejak mental halus yang berasal dari tindakan lampau (samskaranimitta) dalam   karakteristik  dari  satu entitas ataupun  fakta [ misalnya , ini adalah ] bentuk dari  agregat dan dan  yang diusulkan sebagai fakta melalui nama dan terminologi  dalam karakteristik  dari entitas ataupun karakteristik dari fakta [merupakan  atribut .misalnya] kemunculan  bentuk dari agregat, peninggalan dan pencapaian pemahaman terhadap bentuk dari  agregat adalah karakteristik imajiner.

Dalam kaitannya dengan ketiga hal diatas maka Bhagavan menguraikan   ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .   
         
Bhagavan , saya mengajukan  pemahaman  hal ini sebagai berikut :  yang merupakan objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari  fenemena yang bersifat komposisional adalah karakteristik dari keterkaitan yang lain. Karena keterkaitan dengan hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) dan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi  (paramārthaniḥsvabhāva) objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan  refleksi mental dari  fenomena yang bersifat komposisional tidak mapan  sebagai karakteristik imajiner dan tidak eksis melalui dirinya sendiri .  Oleh sebab itu , yang tidak eksis melalui dirinya sendiri , ketidak hadirin diri dari fenomena , sebagaimana apa adanya, objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan  refleksi mental dari  fenomena yang bersifat komposisional adalah sebagai karakteristik mapan dengan sempurna. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menambahkan dan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi  (paramārthaniḥsvabhāva)

Bhagavan , saya mengajukan  pemahaman  terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal  terhadap objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari  fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari  satu entitas atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh]  agregrat materi ( rupaskandha) , penguraian [agregrat materi] , pembebasan [ atau penghentian agregat materi] , dan pemahaman seksama [agregrat materi] adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .     
     
Demikian juga untuk  kelompok agregat lainnya , dua belas landasan pengindera  (ayatana) pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda) dan [empat]nutrimen  (āhāra) .  elemen (dhātu) ,    berbagai [delapan belas] (nānātva)  elemen  , beragam  [ enam ] elemen  (anekatva)  dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) .       
     
Bhagavan , saya mengajukan  pemahaman  terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal  terhadap objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari  fenemena yang bersifat komposisional sebagai karakteristik dari  satu entitas [sebagai contoh] realitas dari ketidakpuasan  , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan adalah sebagai karakteristik imajiner . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .   

Demikian juga untuk  empat kebenaran mulia lainnya , faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek  dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [  kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan delapan jalan  mulia  (āryāṣṭāṇgamārga) dan semuanya akan berlaku sama seperti diatas. Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .     
     
Bhagavan , saya mengajukan  pemahaman  terhadap doktrin ini sebagai berikut : yang diusulkan sebagai fakta melalui terminologi nominal  terhadap objek  dari aktivitas yang bersifat konseptual, landasan dari karakteristik imajiner ,dan yang memiliki refleksi mental dari  fenomena yang bersifat komposisional  [berkondisi] sebagai karakteristik dari  satu entitas sebagai [contoh] realitas dari ketidakpuasan  , atau karakteristik dari atribut [sebagai contoh] pengetahuan terhadap realitas dari ketidakpuasan merupakan karakteristik imajiner  (parikalpitalakṣaṇa) . Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .   
Bhagavan,  saya mengajukan  pemahaman  terhadap doktrin ini sebagai berikut   :  Hal yang merupakan  objek dari  aktivitas konseptual , landasan , dan karakteristik dari imajiner, dan  karakteristik dari  fenomena yang bersifat komposisional  [berkondisi]  tidak  mapan sebagai karakteristik imajiner  (parikalpitalakṣaṇa) dan hanya karena eksistensi melalui dirinya sendirinya  [ intrinsitik] (svabhāva) ,  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) ,  ketidakhadiran eksistensi [ diri ] dari dari fenomena,  realitas demikian apa adanya (tathatā) , dan objek pengamatan (alambana)  untuk pemurnian  yang merupakan  karakteristik mapan dengan sempurna  ( pariniṣpannalakṣaṇa) .Karena keterkaitan dalam hal ini maka Bhagavan menguraikan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi  (paramārthaniḥsvabhāva).

Bhagavan,  hal ini dapat diilustrasikan dengan jahe kering  yang ditambahkan  kedalam  semua bubuk untuk pengobatan dan dan ramuan obat mujarab lainnya   sama seperti  Bhagavan menguraikan makna definitif  yang dimulai dengan [uraian]   ketiadaaan eksistensi melalui dirinya sendiri dari semua fenomena   [hingga] semua fenomena tiada kemunculan ,  tiada penghentian ,  diam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  didalam semua uraian bermakna interpretasi. Demikianlah Bhagavan menempatkan makna definitif didalam semua uraian bermakna interpretasi.

40
Paramārthasamudgata, hanya melalui jalan ini  dan melalui proses [ prosedur]  ini , maka makhluk hidup  yang berasal dari silsilah Sravaka juga akan mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi  , demikian juga untuk yang berasal dari silsilah pratekyabuddha  dan silsilah tathagata , mereka juga akan mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi melalui jalan ini  dan melalui proses [ prosedur]  ini .  Dengan demikian maka hanya ada satu pengetahuan [ jalan]  bagi silsilah  Sravaka , pratekyabuddha  dan bodhisarttva dalam pencapaian penggugahan sempurna yang tidak tertandingi  ,  pemurnian mereka juga hanya satu  - tidak ada yang kedua [ lainnya].

Dengan memikirkan ini , maka saya menguraikan  hanya ada satu pengetahuan  walaupun dalam tataran kehidupan ini terdapat beragam makhluk hidup misalnya yang memiliki indriya dan intelektual yang lemah ,  menengah dan tajam.
Paramārthasamudgata, walaupun semua Buddha berusaha untuk  memapankan  seseorang yang bersilsilah  Sravaka dimana mereka hanya berproses dalam kedamaian terhadap dirinya sendiri ,  tidak akan mampu untuk mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi  atau pengugahan tertinggi  Mengapa ?

Karena  keterbatasan dari welas kasih dan  ketakutan  yang besar terhadap penderitaan maka seseorang akan tetap berada dalam  intrinsitik dari silsilah kecil ,  sebagaimana  karena keterbatasan dari  welas kasihnya  maka mereka  telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup. sebagaimana  karena ketakutan yang besar terhadap penderitaan maka mereka telah  berpaling dari  ketiadaan kondisi dari semua  aktivitas berkondisi.

Saya tidak menguraikan bahwa seorang yang telah berpaling dari kesejahteraan makhluk hidup dan yang  telah berpaling dari  ketiadaan kondisi dari semua  aktivitas berkondisi sebagai pencapaian   penggugahan sempurna yang tidak tertandingi melainkan mereka hanyalah seseorang yang mencari kedamaian dalam dirinya sendiri saja

"[Namun]  Saya menguraikan bahwa seseorang yang telah terbebaskan dari halangan  kondisi mental yang tidak berguna, mereka  yang telah membebaskan kesadaran mereka dari berbagai halangan dalam  menuju ke pengetahuan agung  dan berada dalam bimbingan dari Tathagata  yang pada awalnya hanya ditujukan untuk kedamaian dan kesejahteraan  dalam dirinya sendiri adalah silsilah dari Sravaka. sedangkan para Sravaka yang berkembang dalam kaitannya dengan  penggugahan adalah  silsilah dari Bodhisattva.

Paramārthasamudgata,  para makhluk hidup memiliki tingkat keyakinan yang berbeda terhadap doktrin kebenaran  yang telah saya uraikan dengan lengkap , sempurna dan diuraikan dengan pemikiran yang sangat murni.

Paramārthasamudgata,   sehubungan dengan hal ini ,  hanya dengan  memikirkan  ketiga jenis   ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya maka  tathagata  menguraikan doktrin dengan makna yang diinterpretasi [ dalam ajaran roda tengah ]  dengan menguraikan bahwa    : ' semua fenomena tidak eksis melalui dirinya sendiri; semua fenomena itu tidak dimunculkan  ,  tidak berhenti  , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan  .

Sehubungan dengan diatas [ pada saat] makhluk hidup yang telah menghasilkan akar kebajikan , yang telah memurnikan semua halangan, dan telah mematangkan kesinambungan , memiliki keyakinan yang agung dan telah mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin ini , mereka memahami sebagaimana apa adanya  seperti yang saya uraikan dengan  latar pemikiran ini dan mereka mengembangkan keyakinan terhadap doktrin ini.

Mereka juga memahaminya sebagai makna dari kebijaksanaan agung yakni  makna sebagai mana apa adanya dan melalui kontempelasi pemahaman mereka maka mereka akan dengan cepat mencapai tingkatan terakhir.

[ pada saat] makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan semua halangan, dan belum mematangkan kontinum ,  tidak memiliki keyakinan yang agung dan masih dalam tahap mengakumulasikan semua kebajikan dan kebijaksanaan dalam mendengarkan doktrin ,  jujur dan pada hakekatnya memiliki sifat jujur, tetapi mereka tidak dapat   meninggalkan konseptual , mereak tidak menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi. Pada saat mereka mendengar uraian doktrin mendalam ini , mereka tidak akan memahami ajaran saya sesuai dengan pemikiran saya.

Kemudian , [para makhluk hidup ini] mengembangkan keyakinan dan juga mencapai  keyakinan  terhadap doktrin ini. Mereka yakin bahwa  doktrin yang diuraikan oleh Tathagata sangat mendalam,   sungguh mendalam  , berdiam dalam kekosongan, sulit untuk dipahami, sangat sulit untuk  dipahami, , tidak dapat dianalisis, tidak berada dalam ranah argumen logis dan hanya dapat dipahami oleh para bijaksana  dengan kemampuan yang tajam dan cerdik
Mereka berpikir bahwa mereka tidak memahami makna dari uraian ataupun makna dari doktrin ini dan penggugahan Buddha itu mendalam,  realitas tertinggi dari fenomena juga mendalam dan hanya Tathagata saja yang memahami ini , mereka tidak akan memahaminya. Uraian doktrin dari Taghagata ini mempengaruhi makhuk hidup sesuai dengan  berbagai tingkat keyakinan mereka. Kebijaksaan dan persepsi Tathagata tidak terbatas sedangkan persepsi mereka  hanya seperti jejak sapi. Tetapi dengan memuliakan uraian doktrin ini ,  mereka menyalinnya ,  setelah menyalin kemudian mereka menghafalkannya , membacanya , menyebarkannya , memuliakannya , menghafal dan  mentransmisikan secara lisan kepada orang lain.  Namun , karena mereka tidak memahami uraian doktrin  yang mendalam ini sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran saya maka mereka tidak dapat mengaplikasikannya dalam kontemplasi. Dengan cara yang demikian, mereka juga maju dalam mengembangkan akumulasi kebajikan dan kebijaksanaan. Mereka juga akan semakin matang  dalam kontinum mereka yang sebelumnya belum dimatangkan.

Sedangkan untuk yang lain , yang belum menyelesaikan  [tahapan (bhumi)  ] sampai dengan akumulasi kebajikan  dan kebijaksanaan,  yang tidak jujur dan tidak memiliki sifat jujur, yang mampu  meninggalkan konseptual , tetapi mereka masih  menggenggam pandangan mereka sendiri sebagai realitas tertinggi . Pada saat mereka mendengar doktrin ini , mereka juga tidak akan memahami uraian doktrin mendalam ini sesuai dengan pikiran saya
Walaupun mereka tertarik pada doktrin tersebut [ dari makna mendalam  intrinsitik dari  mapan dengan sempurna ] , mereka tidak memahami sebagaimana apa adanya , realitas mendalam yang telah saya  uraikan  yang dilandasi oleh pemikiran ini.  Sehubungan dengan makna yang ada dalam doktrin ini  mereka terus mengenggam istilah  harfiah  yang ada pada doktrin ini  dimana dinyatakan bahwa semua fenomena hanya tidak eksis melalui dirinya sendirinya. Semua fenomena hanya tidak muncul , hanya tidak berhenti , hanya diam dari awal  , dan hanya pada hakekatnya melampaui semua penderitaan , sehingga mereka berpandangan bahwa semua fenomena itu tidak eksis dan berpandangan bahwa [pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [ sendiri]  tidak eksis. Mereka menjadi berpandangan nihilism dan berpandangan bahwa ketiada eksistensi dari [ pemapanan dari objek melalui ] karakteristiknya [sendiri ] dan  mereka membantah semua fenomena dalam terminologi yang berkaitan dengan semua karakteristik. Mereka membantah karakteristik imajiner  dari fenomena, karakteristik keterkaitan dengan lainnya dari fenomena dan karakteristik mapan dengan sempurna dari fenomena.

Mengapa demikian ? Paramārthasamudgata jika karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakteristik mapan dengan sempurna itu eksis [ melalui karakterisitiknya sendiri ] maka karakteristik imajiner ini akan dipahami [ memungkinkan untuk diketahui ] , namun bagi yang mempersepsikan karakteristik keterkaitan dengan lainnya dan karakterstik mapan dengan sempurna sebagai tanpa karakteristik [ atau dengan kata lain sebagai tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri ]  juga akan membantah karakteristik imajiner . Oleh sebab itu , mereka dikatakan membantah semua ketiga aspek dari karakteristik ini.  . Dengan demikian ,  mereka telah mempersepsikan doktrin  saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan  apa yang bukan makna sebagai makna.

Mereka  yang mempersepsikan  doktrin saya sebagai doktrin dan juga mempersepsikan apa yang bukan makna  sebagai makna  dan juga memahami doktrin sebagai doktrin.  Mereka juga memahami apa yang bukan makna sebagai makna .  Karena keyakinan terhadap  doktrin maka mereka juga akan maju dengan mengembangkan kebajikan  tetapi karena mereka sangat menggengam apa yang bukan makna maka , mereka akan  jatuh dan menjauhi  kebijaksanaan.  Pada saat mereka jatuh dan menjauhi kebijaksanaan maka mereka juga akan jatuh  dan menjauhi semua  kualitas kebajikan yang luas dan beragam

Sedangkan yang  lainnya, setelah mendengarkan bahwa doktrin itu adalah doktrin  ,tetapi mereka terlena pada pandangan  apa yang bukan makna adalah makna  . Karena mereka memahami doktrin sebagai  doktrin dan memahami apa yang bukan makna sebagai makna, maka mereka menggengam erat doktrin sebagai doktrin dan  apa yang bukan makna sebagai makna . Ketahuilah bahwa berdasarkan ini mereka juga  akan jatuh dan menjauhi semua kualitas kebajikan ini .

41
Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran  dari ketiga jenis   ketiadaan eksistensi melalui dirinya  sendiri maka saya uraikan bahwa semua fenonema itu tidak memiliki intrinsitik (niḥsvabhāvatā).

Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāvatā ) [ yakni : memikirkan bahwa  hanya karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇam)  yang tidak mapan melalui karakteristiknya sendiri  ] , maka saya uraikan bahwa  semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan (prakṛtiparinirvṛta ), Mengapa ?

Paramārthasamudgata, yang tidak eksis melalui dirinya sendiri dalam karakteristik itu tidak akan muncul  (anutpanna) ,  yang tidak muncul itu tidak akan berhenti (aniruddha), yang tidak berhenti itu akan diam dari awal (ādiśānta) , yang diam dari awal  pada hakekatnya akan melampaui semua penderitaan  ( prakṛtiparinirvṛta ). Oleh sebab itu , berdasarkan pemikiran diatas , saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul  ,  tidak berhenti  , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan  .

Selain itu , Paramārthasamudgata, berdasarkan pemikiran dari ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) yang hanya dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena maka saya uraikan bahwa semua fenomena tidak muncul  ,  tidak berhenti  , diam dari awal, dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan  ., Mengapa ?

Karena ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) yang dibedakan dengan ketiadaan diri dari fenomena hanya berdiam dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu. Dan in adalah realitas terakhir yang tidak berkomposit [instrinsitik] dari fenonema , kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna.  Karena yang tidak berkomposit [ instrinsitik]  berdiam dalam  kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , kekekalan , kekekalan terhadap waktu dalam aspek dari hanya realitas yang tidak berkomposit, tidak muncul , tidak berhenti . Karena telah kosong terhadap semua kondisi mental yang tidak berguna maka berdiam dari awal dan pada hakekatnya melampaui semua ketidakpuasan .

Paramārthasamudgata, saya tidak mengemukakan  ketiga jenis ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri (niḥsvabhāva) karena makhluk hidup yang berada dalam tataran eksistensi akan  memandang instrinsitik dari imajiner   (parikalpitasvabhā) sebagai  satu perbedaan  [ dari karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) ] dan karakteristik  mapan dengan sempurna (paramārthalakṣaṇa) ] dalam kaitannya dengan terminologi instrinsitik (svabhāva) atau dengan perkataan lain mereka memandang bahwa keterkaitan dengan lainnya dan mapan dengan sempurna sebagai perbedaan dalam kaitannya denganterminologi instrinsitik.

Dengan  superimposisi  intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva)  dan    instrinsitik dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)  dan instrinsitik mapan dengan sempurna ( paramārthasvabhāva), para makhluk hidup itu menggunakan cara penyampaian dengan konvensional bahwa karakteristik (laksana)   dari intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva)  pada  instrinsitik dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)  dan instrinsitik  dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā).  Dengan cara seperti ini mereka kemudian menggunakannya secara berkesinambungan atribut dari konvensional tersebut , pikiran mereka  teresap dengan penunjukkan konvensional dan berkaitan dengan hubungan penunjukkan konvensional ataupum berkaitan dengan penunjukan yang tidak aktif.
Mereka memanifestasikan pemahaman instrinsitik dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)  dan instrinsitik  dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāvatā) sebagai karakteristik dari  intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva)  . Dengan cara ini mereka terus memanifestasikan pemahaman ini, dengan cara yang sama –  dalam  keterkaitan dengan  penyebab dan kondisi dari pemahaman instrinsitik yang merupakan manifestasi keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)  sebagai intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāva)  - dimasa yang akan datang instrinsitik dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)  telah dihasilkan dengan mapan.

 Karena sebab dan kondisi (hetu pratyaya) ini   maka  mereka menjadi  menderita  karena disebabkan oleh  kondisi mental yang tidak berguna (klesasamklesa) dan disebabkan oleh penderitaan dari tindakan ataupun perbuatan mereka (karmansamklesa) . Dengan menggengam erat pada ondisi mental yang tidak berguna yang muncul  (utpatti samklesa) dalam kehidupannya maka mereka  berada dalam siklus eksistensi sebagai  makhluk neraka (nāraka) ,  hewan (triyak), hantu kelaparan (preta) , dewa-, asura, ataupun  manusia dan tidak  akan  melampaui siklus eksistensi dalam jangka waktu yang lama.

Paramārthasamudgata, pada awalnya saya  menguraikan doktrin yang dimulai dengan : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā) [ yakni : instrinsitik dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāvatā)], untuk para makhluk hidup yang belum menghasilkan akar kebajikan , yang belum memurnikan penghalang ,  yang belum matang dalam kesinambungan mereka, yang tidak banyak memiliki keyakinan dan yang belum mengakumulasi kebajikan dan kebijaksanaan.  Pada saat mereka mendengar doktrin ini [ ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāvatā)]

Para mahluk hidup, setelah mendengarkan doktrin ini , mereka membedakan  fenomena  yang bersifat komposisional yakni  kemunculan karena kesaling terkaitan satu dengan lainnya sebagai ketidakkonstanan dan juga hanya membedakannya sebagai ketidakstabilan , tidak layak untuk dipercaya dan juga sebagai yang memiliki instrinsitik yang selalu berubah. kemudian mereka mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ]  dalam kaitannya dengan  semua fenomena yang bersifat komposisional.

Setelah mengembangkan kekhawatiran dan perlemahan daya [ penolakan ], mereka berpaling dari tindakan yang keliru dan mengikuti jalan kebajikan . Karena mengikuti jalan kebajikan maka mereka menghasilkan akar kebajikan [ yang sebelumnya ] belum dibangkitkan. Memurnikan semua penghalang [ yang sebelumnya ] belum dimurnikan dan juga mematangkan  kontinum mereka [yang sebelumnya ]belum matang. Berdasarkan landasan ini , mereka akan memiliki keyakinan yang besar dan mencapai  akumulasi dari  akar kebajikan dan kebijaksanaan

Sebenarnya , mereka telah mencapai [ daya yang mendukung dan menguntungkan]  yang  terbentang dari  pembangkitan akar kebajikan dan kebijaksanaan , tetapi karena mereka tidak memahami sebagaimana ada adanya,  kedua aspek ini , yakni :   ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva )  dan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) dalam kaitannya dengan ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik  dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)], mereka tidak mengembangkan perlemahan daya [menolak]   terhadap  semua fenomena yang bersifat komposisional , mereka  menjadi  tidak sepenuhnya terpisah dari keinginan , dan mereka tidak terbebaskan dengan mapan .Mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, mereka tidak sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun tidak sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni  kelahiran.

Oleh sebab itu , Tathagata  juga menguraikan kepada mereka doktrin mengenai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva )  dan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi(paramārtha niḥsvabhāva) agar [ para makhluk hidup tersebut ] menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya  [menolak]  dalam kaitannya dengan  semua fenomena yang bersifat komposisional , menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni kelahiran .
Karena dengan mendengarkan uraian doktrin ini , mereka tidak  akan membayangkan bahwa  intrinsitik  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)   memiliki  karakteristik dari  instrinsitik imajiner  ( parikalpitasvabhāva), mereka percaya dan  membedakan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik  dari  keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)]  sebagai  tanpa intrinsitik dari karakteristik dan tanpa intrinsitik dari realitas tertinggi, kemudian mereka memahaminya sebagaimana apa adanya.

Dengan memahami semua hal diatas  maka pemahaman mereka tidak akan diresapi dengan cara penyampaian dengan konvensional sehingga menjadi tidak terikat  dengan cara penyampaian dengan konventional, terbebaskan dari dari kecenderungan  yang mengarah ke  konvensi   pada saat itu sehingga mereka juga berkemampuan untuk memahami karakteristik dari  keterkaitan dengan lainnya  dan  pada saat yang akan datang mereka juga akan mencapai penghentian  dengan memotong putus semua kontinum.

Dengan berlandaskan pemahaman ini , mereka menjadi sepenuhnya mengembangkan perlemahan daya  [menolak]  yang mengarah pada  semua fenomena yang bersifat komposisional  dan menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna, menjadi sepenuhnya terbebaskan dari kondisi mental yang tidak berguna dalam tindakannya ataupun sepenuhnya terbebaskan dari penderitaan yakni  kelahiran .

42
PARIVARTA KE TUJUH
Paramārthasamudgata

Kemudian Bodhisattva Paramārthasamudgata menyapa Bhagavan dan bertanya : 

"Bhagavan, pada saat  sendirian didalam pengasingan  diri ,  dalam  pikiran saya  ada satu kecemasan sebagai berikut   : Bhagavan  [pada awalnya] menguraikan , dengan berbagai cara , dalam karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari  [lima] agregat (skandha)  [ bentuk ,  perasaan , faktor komposisional  dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari  pemunculan agregat (utpāda) [ melalui  daya dari  tindakan yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna ]   ,  karakterisitik dari  penguraian (vināśa) dan   pembebasan (nirodha)  [ dari   tindakan  yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi ]  dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya]   . Sebagaimana yang beliau lakukan  dalam menguraikan agregat , Bhagavan juga menguraikan  [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat]nutrimen  (āhāra) .

Selain itu , Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia]  , pemahaman seksama dari realitas [ dari  ketidakpuasan   yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ),  pembebasan yang benar     [ dari  sumber ketidak puasan yakni : tindakan  yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna ] (prahāṇa) , aktualisasi  [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan meditasi   [ mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian  benar  dari  ketidak puasan ]   (bhāvanā).

Bhagavan juga menguraikan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) ,    berbagai [ delapan belas ] (nānātva)  elemen  , beragam  [ enam ] elemen  (anekatva)  , pembebasannya  (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra). Selain itu Bhagavan juga menguraikan faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma) [ yang merupakan penawar terhadap berbagai objek  dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [ kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [  kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva)[ pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini ] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] ( vrddhiviṛuḍhi )

Tetapi dilain pihak , Bhagavan menguraikan   [dalam ajaran roda tengah ] bahwa semua fenomena (sarva dharma)   tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya   melampaui semua ketidakpuasan  ( prakṛtiparinirvṛta).

Oleh sebab itu , saya heran  dengan  apa yang Bhagavan  pikirkan pada saat  menguraikan  bahwa [dalam ajaran roda tengah ]  semua fenomena (sarva dharma )   tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  ( prakṛtiparinirvṛta). [ jika uraian pada ajaran roda tengah adalah semua fenomena tidak eskis melalui dirinya sendirinya sedangkan dalan ajaran awal menguraikan bahwa agregat dan sebagainya memiliki karakteristiknya sendiri , dalam verbal ini kemungkinan akan ada ketidaksesuaian ]

Saya [dengan tegas]  meminta Bhagavan  untuk menjelaskan maksud dari uraian   ini bahwa :  semua fenomena (sarva dharma)   tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan  pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  ( prakṛtiparinirvṛta).

Bhagavan menjawab pertanyaan dari  Bodhisattva Paramārthasamudgata:

Paramārthasamudgata, niat anda dalam mengajukan  pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup.  Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini  dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari  semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) .  Sādhu . Sādhu.

Oleh sebab  itu  , Paramārthasamudgata,  dengarkan dengan baik baik   , Saya akan menguraikan kepada anda : makna dari semua fenomena (sarva dharma)   tidak eksis melalui dirinya sendiri ( niḥsvabhāva) , semua fenomena tidak muncul  (anutpanna) ,  tidak berhenti  (aniruddha) , diam dari awal (ādiśānta) , dan pada hakekatnya melampaui semua penderitaan  ( prakṛtiparinirvṛta).

Paramārthasamudgata,  dengan memikirkan ketiga  jenis (trividhā) ketiadaan eksistensi melalui  dirinya sendirinya   (niḥsvabhāva) yakni : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva), ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi  (paramārtha niḥsvabhāva) maka saya menguraikan [ dalam perputaran roda dharma ajaran  tengah ] bahwa  : semua fenomena tidak memiliki intrinsitik (niḥsvabhāva) 
       
Paramārthasamudgata, berkenaan dengan hal diatas , apa yang dimaksud dengan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) ? ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇa niḥsvabhāva) adalah semua yang termasuk dalam    karakteristik imajiner  (parikalpitalakṣaṇa), Mengapa ?
Karena karakteristik imajiner  (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik yang diusulkan  sebagai fakta dengan menggunakan  nama dan terminologi dan tidak bertahan [ berdurasi ] melalui karakteristiknya sendiri (svalakṣaṇa).  Oleh sebab  itu dinamakan sebagai :   ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva ) .           
Paramārthasamudgata,  apa yang dimaksud dengan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)?
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) adalah karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa)  Mengapa ?

Karena karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) muncul melalui daya dari  kondisi lainnya  dan bukan melalui dirinya sendiri.  Oleh sebab  itu, dinamakan sebagai : ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya  dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva)

Paramārthasamudgata,  apa yang dimaksud dengan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi  (paramārtha niḥsvabhāva)? 
ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi  (paramārtha niḥsvabhāva)  adalah fenomena  yang muncul dari kesaling keterkaitan  satu dengan lainnya (pratityasamutpana) , tidak memiliki intrinsitik  ( nihsvabhava)   yang berkaitan dengan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva)  dalam  terminologi kemunculan (utpatti)  dan juga   tidak memiliki intrinsitik  (nihsvabhava)  yang berkaitan dengan  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva)  dalam  terminologi realitas tertinggi  (paramārtha).Mengapa ?

Paramārthasamudgata, saya menguraikan  bahwa semua yang termasuk dalam  objek pengamatan untuk  pemurnian (visuddhālambanam)  dalam fenomena adalah  realitas tertinggi  ,  tetapi  karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) bukan merupakan objek pengamatan untuk  pemurnian . Oleh sebab itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya disebut sebagai  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi.  (paramārtha niḥsvabhāva) .

Selain itu , Paramārthasamudgata,  karakteristik kemapanan sempurna [ menyeluruh ] (pariniṣpanna lakṣaṇa) dari  fenomena  juga dinamakan sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva), Mengapa ?

Paramārthasamudgata,  semua yang berada didalam fenomena hanyalah  ketidakhadiran  diri dari fenomena  ( dharmanairatmyam) juga  dinamakan  sebagai ketiadaan intrinsitik (niḥsvabhāva) dari mereka. ini adalah realitas tertinggi ( paramārtha) .  Realitas tertinggi hanya dibedakan  oleh  sifat ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya (niḥsvabhāva) dari semua fenomena.Oleh sebab itu disebut sebagai ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam realitas tertinggi. (paramārtha niḥsvabhāva)

Paramārthasamudgata , misalnya :  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendirinya dalam karakteristik (lakṣaṇaniḥsvabhāva) [yakni : intrinsitik  dari imajiner  (parikalpitasvabhāva) ]  diumpamakan  sebagai sekuntum bunga di langit.

Paramārthasamudgata , misalnya :  ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam kemunculan (utpattiniḥsvabhāva) [ yakni : intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)  ] diumpamakan sebagai kreasi  dari ilusif. 
Di antara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi  (paramārthaniḥsvabhāva) ,salah satunya [yakni  intrinsitik dari keterkaitan dengan lainnya (paratantrasvabhāva)  ] juga diumpamakan dengan cara  demikan.

Paramārthasamudgata, ,  sebagai analogi lainnya  misalnya,   ruang  hampa  (akasa)  hanya dibedakan oleh sifat  ketiadaan eksistensi melalui dirinya  sendiri (nihsvabhava)  dari materi  [yakni , hanya sebagai  ketidakhadiran dari materi ] dan meliputi segala arah,  maka diantara [kedua] ketiadaan eksistensi melalui dirinya sendiri dalam realitas tertinggi (paramārtha niḥsvabhāva) ,  salah satunya [  yakni ,    instrinsitik dari mapan dengan sempurna (paramārthasvabhāva)  ]  juga dipandang sebagai  yang dibedakan  oleh  sifat  ketidakhadiran diri dari fenomena (dharmanairatmya)  dan meliputi segala sesuatu 


43
PARIVARTA KE ENAM
Guṇākara

Kemudian  Bodhisattva Guṇākara bertanya kepada Bhagavan:

Bhagavan, ketika Anda  mengatakan  bahwa para Bodhisattva  fasih dalam  karakteristik dari fenomena (dharmalakṣaṇakuśalā) , apa maksud  Bhagavan  mengatakan bahwa  Bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakter dari  fenomena dan bagaimana para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena    ?

Bhagavan  menjawab pertanyaan  Bodhisattva Guṇākara:

" Guṇākara ,  Niat anda dalam mengajukan  pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik  , anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan berkah dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup.  Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini  dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari  semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia.  . (evam evatvaṃ guṇākara bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) Sādhu . Sādhu.

Guṇākara,  dengarkan dengan baik baik  , Saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik  dari fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari fenomena.

Guṇākara , ada tiga karakteristik  dari  fenomena ( trini dharmalakṣaṇani)  , Apakah ketiga jenis  [ karakteristik ] ini ?
 
 Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah karakteristik  imajiner (parikalpitalakṣaṇa) ,  karakteristik  keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa)  , dan karakteristik  mapan dengan  sempurna  (pariniṣpannalakṣaṇa)

" Guṇākara ,apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)?
 karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)    adalah  karakteristik  yang  diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan   terminologi nominal  sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan  yang bersifat konvensional  .

Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa)?
 karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) adalah  karakteristik  yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena  misalnya karena  adanya eksistensi  ini ,maka yang lain akan muncul , karena ini dihasilkan  maka yang lain juga  akan dihasilkan . misalnya  sehubungan dengan kondisi delusi maka faktor berkondisi [ komposit ] akan dihasilkan .

Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna  ( pariniṣpannalakṣaṇa)?
karakteristik mapan dengan sempurna  ( pariniṣpannalakṣaṇa) adalah sifat demikian adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui  ketekunan dan  kontempelasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan  realitas dan mengkontemplasi realitas [karakteristik mapan dengan sempurna] secara bertahap hingga mencapai  kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi  .

Guṇākara, ketiga karakteristik ini   dapat dianalogikan sebagai berikut :   misalnya, karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa )  itu dapat dipandang sebagai  sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan  munculnya satu nimitta  (nimitta) dari kekeliruan visual tersebut  sehingga muncul menjadi refleksi objek mental  yang seperti :   jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi  refleksi objek mental  yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.

Guṇākara, dengan  menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata  seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini  maka karakteristik mapan dengan sempurna  ( pariniṣpannalakṣaṇa)  dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan  intrinsitik  dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut 

Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat  satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya :  safir ataupun indranila  dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti  merah delima  dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.

Guṇākara, dengan  menggunakan kembali analogi diatas , karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) dapat  dipandang sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dapat  dipandang mirip dengan  kekeliruan  persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi  yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima,  zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu dengan demikian maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna( pariniṣpanna).  Keterbebasan atas  ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua hal yang bersifat  konsep terhadap  karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa)  sebagai hal yang menjadi [ dibawah pengaruh dari ]  karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) maka karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat diketahui.

Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa)  sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari]  karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) sebagaimana apa  adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan  karakteristik  ( alakṣaṇa) dari  fenomena   sebagaimana  apa adanya.

pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna ( savyamklesalaksana) dari fenomena  sebagaimana apa adanya  .

pada saat Bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna  (pariniṣpannalakṣaṇa) sebagaimana apa  adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kemurnian  ( vyavadanalaksana) dari fenomena  sebagaimana apa adanya 

Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakṣaṇa) maka mereka akan meninggalkan fenonema dari  karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana) dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana)  maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik murni                                              ( vyavadanalaksana)

Oleh sebab itu , Guṇākara,Bodhisattva memahami karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) karakteristik (paratantralakṣaṇa), karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) karakteristik mapan dengan sempurna  ( pariniṣpannalakṣaṇa)sebagaimana apa adanya.  Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik (alaksana) , karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana)  dan karakteristik murni ( vyavadanalaksana) sebagaimana apa adanya maka mereka memahamifenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana) kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana).

Dengan cara seperti ini, maka para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik  dari fenomena dan tathagata mengatakan mereka fasih dalam fasih dalam karakteristik  dari fenomenajuga disebabkan oleh alasan ini.

Kemudian Bhagavan  melantunkan gatha ini :

Pada saat memahami  ketiadaan karakteristik dari fenomena maka  fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik murni akan tercapai.
Yang tidak sadar ( eling ) akan  selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena berkondisi  , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani . "

Parivarta  Keenam Guṇākara telah lengkap diuraikan


44
PARIVARTA KE LIMA
Viśālamati

Kemudian Bodhisattva Viśālamati  menyapa Bhagavan dan berkata : 

"Bhagavan, ketika Anda  mengatakan  bahwa para Bodhisattva  fasih dalam menguraikan  makna mendalam (guhyakuśala)  dari  konsep citta, manas   dan vijñana .   Bhagavan apa yang dimaksud dengan makna mendalam dari konsep citta , manas dan vijñana ?  Mengapa anda mengatakan bahwa para Bodhisattva  fasih dalam menguraikan makna mendalam dari konsep citta, manas   dan vijñāna ? 

Bhagavan menjawab pertanyaan dari  Bodhisattva Viśālamati:

" Viśālamati, niat anda dalam mengajukan  pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup.  Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini  dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari  semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia. (bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) .  Sādhu . Sādhu.

Viśālamati,  dengarkan dengan baik baik   , Saya akan menguraikan kepada anda mengenai makna mendalam dari citta, manas   dan vijñāna.

" Viśālamati,  makhluk hidup (sattva)  yang berada dalam enam  siklus    kehidupan (gati) akan memanifestasikan  (abhiniṛvt)  jasmani  dan muncul  (utpadyante) dalam  [empat ] jenis kelahiran  (satvagotra)   yakni :  kelahiran melalui telur (aṇḍaja )  , kelahiran melalui rahim kelahiran (yoni) ,  kelahiran melalui kelembaban  (jarāyuja ) , ataupun kelahiran yang bersifat spontan (saṃsvedaja ) . "

Diantara salah satu bentuk kelahiran diatas  , kesadaran yang mengengam kesan mental [benih]  (sarvabījakacitta)   terkondisi  (vipac)  , berproses  (pravṛt) , berkembang (vṛddhiṃ )  muncul (virūdhiṃ) dan berekspansi mengikuti prosesnya (vipulatām) berdasarkan  (āpadyate)  dua kemelekatan (upādāna) yang terdiri dari :  kemelekatan terhadap kesan [ jejak]  organ material  dari jasmani]   beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyopādāna) dan  kemelekatan terhadap kesan [jejak]  (vāsana)  dari  berbagai kekeliruan konseptual   dalam  konseptual linguistik (vyavaharaprapañca) bersama dengan  nimitta (nimitta)  ,  nama (nāma) dan  konseptual (vikalpa).

Kedua jenis  kemelekatan diatas   semuanya ditemukan dalam tataran bermateri halus (rūpadhātu)  tetapi tidak kedua jenis kemelekatan ini ditemukan secara bersamaan  dalam tataran tidak bermateri (ārūpyadhātu)

Pengikatan awal ini dinamakan sebagai kesadaran yang mengikat  (ādānavijñāna )  [ karena  dengan adanya  ikatan ini  ] maka   [ lima] agregat (kāya) dapat  berlangsung  selama satu  proses kehidupan berlangsung  tanpa dapat dihancurkan  dan selanjutnya juga dapat dinamakan sebagai kesadaran landasan (ālayavijñāna) karena muncul  bersamaan pada saat  (abhinirvṛtti)  [masuk ke dalam satu eksistensi  baru]  menyusun kemelekatan transmigrasi  [momen menyambungkan  [satu eksistensi baru] (pratisandhibhanda) ],  maka eksistensi  individual [baru] (ātmabhāva) [ sebagai satu keseluruhan ]  ( ekayogakṣemārthena)  [ otomatis ]  menghimpun (ācita ) , mengakumulasi (upacita )[ kesan  dari enam objek kognitif]  :  bentuk visual (rūpa), suara (śabda),  bau (gandha),  rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena  (dharma) oleh karena itu dinamakan sebagai citta.

Viśālamati, ,  enam  kelompok  kesadaran kognitif (sād vijñāna kāya)  berproses didukung dan tergantung pada  (saṃniśritya pratistāya) kesadaran landasan ini.  Berdasarkan ini ,  kesadaran kognitif  visual (cakṣur vijñāna) berproses didukung oleh  (niśritya) bentuk visual  (rūpa) dan  organ mata (cakṣur)  yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakacakṣur).  Kesadaran kognitif diskriminasi mental   (vikalpaka mano vijñāna)  dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan  kesadaran kognitif visual (cakṣur vijñāna). 
Selanjutnya kesadaran kognitif  pendengaran (śrotravijñāna) berproses didukung oleh  (niśritya)  suara (śabda),   dan  organ pendengaran (śrotra)  yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaśrotra).  Kesadaran kognitif diskriminasi mental   (vikalpaka mano vijñāna)  dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan  kesadaran kognitif pendengaran (śrotravijñāna) , kesadaran kognitif  penciuman (ghrāṇavijñāna) berproses didukung oleh  (niśritya)   bebauan  (gandha),     dan  organ penciuman  (ghrāṇa)  yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakaghrāṇa).  Kesadaran kognitif diskriminasi mental   (vikalpaka mano vijñāna)  dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan  kesadaran kognitif penciumanan  (ghrāṇa vijñāna). 

kesadaran kognitif  pengecap (jihvavijñāna) berproses didukung oleh  (niśritya)   rasa  (rasa)     dan  organ pengecap  (jihva)  yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānakajihva).  Kesadaran kognitif diskriminasi mental   (vikalpaka mano vijñāna)  dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan  kesadaran kognitif pengecap (jihvavijñāna). 

kesadaran kognitif  peraba (kāya) berproses didukung oleh  (niśritya)   sentuhan (spraṣṭavya)    dan  organ peraba   (kāya)  yang dilengkapi dengan kesadaran (savijñānaka kāya).  Kesadaran kognitif diskriminasi mental   (vikalpaka mano vijñāna)  dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama (samakāla) bersama dengan  kesadaran kognitif peraba (kāya vijñāna). 

Jika kondisi untuk kesadaran kognitif   visual  berproses bersamaan itu  muncul , maka dengan didukung dan tergantung pada adana vijanna  hanya akan ada satu kesadaran kognitif visual yang  akan berproses bersamaan. Jika kondisi untuk semua lima  kelompok kesadaran kognitif lainnya berproses secara bersamaan itu muncul maka semua dari lima kelompok kesadaran kognitif lainnya akan berproses secara bersamaan.

Viśālamati,  ini dapat dilustrasikan  dengan aliran air  yang deras dimana jika kondisi untuk kemunculan (utpatti-pratyayaḥ) dari satu gelombang  itu hadir (pratyupasthito bhava ) maka hanya akan ada satu gelombang yang muncul (pravartate). jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih  gelombang  itu hadir maka akan ada dua atau lebih   
gelombang yang muncul sementara aliran air ini tidak akan terganggu ataupun berhenti dalam alirannnya.
Viśālamati,  ini  juga dapat dilustrasikan dengan cermin dimana jika kondisi untuk kemunculan dari satu gambar bayangan dalam cermin  itu hadir maka hanya akan ada satu gambar bayangan yang muncul jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih   gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka akan ada dua atau lebih   gambar bayangan  yang muncul sementara cermin ini tidak akan terpengaruh oleh karakteristik dari gambar bayangan tersebut  dan juga tidak akan berubah menjadi berkarakteristik seperti gambar bayangan tersebut karena keduanya tidak  sepenuhnya berkaitan satu dengan lainnya.

Viśālamati , seperti aliran air dan cermin diatas , enam  kelompok  kesadaran kognitif (sādvijñāna kāya)  berproses didukung dan tergantung pada  (sadnikritya pratihihaya)  kesadaran  yang mengikat (ādānavijñāna).   Jika kondisi  untuk kemunculan dari kesadaran kognitif visual itu hadir maka hanya akan ada kesadaran kognitif visual yang akan muncul. Jika kondisi untuk kemunculan   dua hingga  lima kesadaran kognitif lainnya   hadir maka dua hingga  lima kesadaran kognitif lainnya  akan muncul dalam waktu yang sama .

Viśālamati ,  dengan pengertian demikian , maka  dapat dikatakan bahwa  para Bodhisattva   yang didukung oleh pengetahuan (nītijñāna)   berdiam dalam realitas (dharma)  , fasih dalam makna mendalam menguraikan  (guhyakuśala)  dari  doktrin  citta, manas   dan vijñana. Tetapi ini  masih belum termasuk alasan mengapa tathagata mendiskripsikan mereka fasih dalam dalam makna mendalam menguraikan  (guhyakuśala)  dari doktrin  citta, manas   dan vijñana dan fasih dalam segala hal (sarveṇa sarvam). 

Viśālamati ,   Taghagata mendeskripsikan mereka  fasih dalam segala hal  (sarveṇa sarvam) karena para Bodhisattva tidak mengamati  (pratyekam)  kemelekatan internal  (adhyātman) yakni :   jejak mental yang melekat pada  konspeptual (parikalpita-svabhavabhiniveka-vasana)  yang merupakan akumulasi  (caya) dari berbagai konsep atau persepsi (manas) dan juga  organ material [dari jasmani] .   [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya (yathābhūtam)

Mereka juga tidak mengamati kesadaran yang mengikat  (ādānavijñāna)  , kesadaran landasan (ālayavijñāna)  [ karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya

Para Bodhisattva tidak mengamati  (pratyekam)  kemelekatan internal  (adhyātman)  yakni :  kesan [jejak]  organ material [dari jasmani] beserta dengan enam objekif pengindera (sādhiṣṭhānarūpīndriyam) yakni :  bentuk visual ,  organ mata yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran  kognitif visual, suara ,  organ pendengaran yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pendengaran  , bauan  ,  organ penciuman yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif penciuman    , rasa  ,  organ pengecap yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pengecap, sentuhan ,  organ peraba yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif peraba, fenomena (dharma) dan  kesadaran kognitif diskriminasi mental (vikalpaka mano vijñāna)  , [karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [ nama dan simbol ] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Viśālamati ,   karena alasan diatas maka Taghagata mendeskripsikan mereka  fasih dalam segala hal  (sarveṇa sarvam) dan juga fasih dalam menguraikan  (guhyakuśala)  makna mendalam dari citta, manas   dan vijñāna.

Kemudian Bhagavan  melantunkan gātha ini  :

kesadaran yang mengikat    itu dalam dan halus  (ādānavijñāna  gabhīrasūkṣmo)  seperti aliran air deras yang mengalir bersama semua bijinya (ogho yathā vartati sarvabījo), saya tidak menguraikannnya kepada yang masih belum matang [dalam  spiritual] (bālāna eso mayi na prakāśi)  karena mereka akan membayangkannya sebagai satu eksistensi imajiner dari diri. (mā haiva ātmā parikalpayeyuḥ)

Parivarta  Kelima  Viśālamati telah lengkap diuraikan.

45
PARIVARTA KE EMPAT
Subhūti

Kemudian Bhagavan  berkata kepada  Ayustmat Subhūti ' "Subhūti  menurut anda  ,  berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat (abhigṛhīta ) dengan  pendekatan melalui gagasan konseptual  (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya  (ajñāvyākaraṇa)   ? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?

Ayustmat Subhūti menyapa  Bhagavan dan menjawab:   

"Bhagavan,  menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan  pendekatan melalui gagasan konseptual [ terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya  akan tidak terukur  (apramāṇa) , tidak terhitung  (asaṃkhyeya) , dan tidak terungkapkan (anabhilāphya)

"Bhagavan, pada suatu waktu  di tempat pertapaan di hutan rimba  (aranyamahāvanaprasthā)  ,  bersama dengan saya juga  ada  banyak  (sambahula) bhikṣu yang mendiami tempat pertapaan ini . Ketika matahari mulai terbit  (pūrvāhna) , saya melihat banyak  bhikṣu  mengamati  objek meditatif yang diajarkan  untuk  realisasi pembebasan (vivadhadharmālambakābhisamaya)  dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang  telah mereka realisasikan  .

Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan  pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari  [lima] agregat (skandha)  [ bentuk ,  sensasi , faktor pengkondisian dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari  pemunculan agregat (utpāda) [ melalui  daya dari  tindakan yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna]   ,  karakterisitik dari  penguraian (vināśa) dan   pembebasan (nirodha)  [ dari   tindakan  yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi]  dan pemahaman seksama [ dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya]  dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Sebagaimana yang mengamati  berdasarkan  agregat , maka yang lain  mengamati berdasarkan  [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat] nutrimen  (āhāra) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya   yang dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat]realitas (satya) [mulia]  , pemahaman seksama dari realitas [ dari  ketidakpuasan   yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan ] (parijñā ),  pembebasan yang benar [dari  sumber ketidak puasan yakni : tindakan  yang terkontaminasi  dan  kondisi mental  yang tidak berguna] (prahāṇa) , aktualisasi  [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan kontemplasi     [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian  benar  dari  ketidak puasan ] (bhāvanā) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva)  elemen  , beragam  [enam] elemen  (anekatva)  , pembebasannya  (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra).

Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan  faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek  dalam keadaan terbebaskan] , memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini. Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui  delapan jalan  mulia  (āryāṣṭāṇgamārga) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.

Bhagavan , setelah  melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir  jika  para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan  objek meditatif yang  telah mereka realisasikan  dalam berbagai metoda maka mereka  masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah   semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Mereka masih masih melekat erat dengan  pendekatan melalui gagasan konseptual  (abhimāna) [terhadap uraian doktrin]  tanpa mengetahui penjelasan maknanya  (ajñāvyākaraṇa)   “

Bhagavan  , realitas tertinggi (paramārtha) yang sangat  halus ( sūkṣma )  , mendalam ( gambhīra )  dan  sangat sulit untuk dipahami (durvigāhya)  dengan  salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) telah anda uraikan dengan fasih ( subhāṣita) dan sangat menakjubkan (āścarya )  . Bhagavan, jika  para bhikṣu ini sangat sulit memahami  uraian [mendalam ] ini  bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian [mendalam]  ini ?

Bhagavan menjawab pertanyaan dari Ayustmat Subhūti:
Sadhu , sadhu , Subhūti,   Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa  . Setelah   menyadarinya dengan sempurna  , saya   mengungkapkannya  (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt) , membabarkannya dengan sistematis (prajñāp) , dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś)  Mengapa ? 

Subhūti , saya menguraikan  bahwa  realitas tertinggi  (paramārtha) dapat direalisasikan melalui  agregat (skandha) sebagai  objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) ,  Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan  melalui [dua belas ]  landasan pengindera (āyatana)  sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana), hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya  pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ),   [empat]nutrimen  (āhāra), faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma)  delapan jalan  mulia  (āryāṣṭāṇgamārga) 

Subhūti , objek pengamatan meditatif (viśuddhālambana)  yang tercakup dalam  semua agregat (skandha)  itu semuanya   dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) dan  berkarakteristik  tidak berbeda (abhinna) . Hal ini juga berlaku sama , untuk  semua objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) mulai dari landasan pengindera (āyatana)  hingga delapan jalan  mulia  (āryāṣṭāṇgamārga)  , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian   semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.

Selanjutnya , Subhuti, pada saat   bhikṣu yang berkontemplasi   (bhikṣu - yogācāra)   telah memahami  realitas demikian apa adanya (tathāta)  dari salah satu  objek pengamatan   [dari kelompok] agregat diatas misalnya  : ketidak hadiran eksistensi  individual [diri]  dari fenomena  [sebagai] realitas tertinggi   (paramarthadharmanairatmya) , maka mereka tidak  perlu lagi mengamati (paryes)  dan menganilisa satu persatu  objek [dari kelompok]  agregat lainnya untuk memahami  realitas proposional ini ,  juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa  satu persatu  objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya :  [dua belas ] landasan pengindera (āyatana) , pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ),   [empat] nutrimen  (āhāra), [empat] realitas (satya) [mulia}] , faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma),  delapan jalan  mulia  (āryāṣṭāṇgamārga) . Karena ketidakmapanan eksistensi  diri juga merupakan salah satu  kediaman yang dicapai  melalui kontemplasi  dari kebijaksanaan  yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam    [atau yang berhubungan dengan ] semua fenomena (sarvadharmeṣutathatānirvikalpaprajñābhāvanāsahagato vihāraḥ). Kemudian mereka akan memasuki kesadaran [ eling ] dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.

Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu  berkarateristik semuanya dalam satu rasa

Selanjutnya, Subhūti, jika  agregat, landasan pengindera  , sebab akibat yang saling bergantungan,   [empat] nutrimen  [empat]realitas [mulia]  ,  [empat] pemapanan kesadaran [eling], [empat] usaha  agung, [empat] modus pencapaian  ,  [lima]  kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] faktor  penggugahan  berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya  (anyonyabhinnalakṣaṇa) , demikian juga delapan jalan mulia  akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya  .

Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas    maka  realitas proposisional  dan  ketidakmapanan eksistensi  diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya  .

 Jika realitas proposisional  dan  ketidakmapanan eksistensi  diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya  maka realitas proposisional  dan  ketidakmapanan eksistensi  diri dari fenomena [yang mengakses ] realitas tertinggi  akan dihubungkan dengan penyebab (sahetuka) dan juga akan dimunculkan dari sebab (hetuta utpanna ) dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional  dan  ketidakmapanan eksistensi  diri dari fenomena { yang mengakses } realitas tertinggi akan termasuk sebagai berkondisi   (saṃskṛta) dan jika berkondisi maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
"Oleh sebab itu , Subhuti, realitas proposisional  dan  ketidakmapanan eksistensi  diri dari fenomena   yang mengakses ] realitas tertinggi  bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan berkondisi    dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.

Baik  Tathagata muncul (udpādād  vā tathāgatanām) ataupun  tidak  (anudpādād  vā tathāgatanām)  kestabilan  dari  realitas ini  (dharmasthitaye)  tetap dalam  kesinambungan ,  kesimambungan  terhadap waktu (śāśāvatakālam) dan tetap  dalam kekonstanan  ,   kekonstanan  terhadap waktu (nityakālam) . Kediaman realitas intrinsik   dari fenomena   (dharmāṇāṃ dharmāta) dan elemen dari kualitas [ terunggul ] ini (dharmadhātu)   tetap  dalam kestabilannya  (sthitaiva)
Oleh sebab itu , Subhuti,  melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa . Subhuti ini seperti  dalam sebuah  ruangan hampa (ākāśa)  yang  tetap konstan (avaivartika),  tanpa konseptual  (nirvikalpaka) ,   ketidak hadiran nimitta (animitta )  dalam kaitannya dengan berbagai  aspek (nānāvidha)  dari materi (rūpa) yang berkarakteristik  berbeda  (bhinnalakṣaṇa)  satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.

Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini 

"Buddha menguraikan realitas tertinggi   tanpa perbedaan (abhinna ) dan berkarakteristk  semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa)  . Bagi yang  mengkonsepkan perbedaan  (pariklp)  didalamnya   akan terus menggenggam dengan erat  (abhigṛhīta)  gagasan konseptual (abhimāna) dan terdelusi  (mūdha) . "

Parivarta  keempat Subhūti telah diuraikan dengan lengkap

Pages: 1 2 [3] 4
anything