//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ramayana dan Jataka  (Read 20294 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #15 on: 26 December 2011, 12:44:48 AM »
bukan itu maksud saya. saya hanya memberikan suatu informasi, maksud dari sumber informasi ini, mana saya tau.
saya hanya mencoba memperjelas (confirm) apakah itu berarti menurut bhikkhu bodhi 6 buku itu berasal dari early buddhism dan 9 buku lainnya itu bukan disusun di early buddhism alias gubahan belakangan. itu saja. kalo memang anda juga kurang jelas, ya gapapa. thanks.

kalau saya pribadi, asli atau tidak saya tetap berusaha untuk membaca dengan cermat dan kritis.
maksud saya, kalo misalnya 9 buku itu tidak otentik dari early buddhism, apakah itu berarti ada bagian lain di luar khuddaka nikaya yang juga tidak otentik alias karangan belakangan?

mungkin, bisa menggunakan beberapa tools seperti Mahaparinibbana sutta, Kalama Sutta, Gotami Sutta, berangkat dari asumsi bahwa sutta2 yg kita jadikan alat bantu tersebut harus diyakini sebagai otentik.
bagaimana halnya dengan beberapa perbedaan pendapat dan penafsiran sutta2 yg melahirkan berbagai macam metode meditasi? seperti anda ketahui, banyak perbedaan pendapat mengenai samadhi, jhana, vipassana dan sati, mulai dari definisinya, urutan2 sampai kepada praktiknya. masing2 pendapat mencoba menjelaskan berbasiskan sutta2 sendiri. apakah tool-tool itu bisa memisahkan mana yang otentik, mana yg tidak, mana praktik yg diajarkan Sang Buddha? kalau bisa, saya pikir tidak akan terjadi perbedaan pendapat tadi.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #16 on: 26 December 2011, 07:46:22 AM »
menurut s dhammika :
TIPITAKA

 234. Sekarang marilah kita mengenal susunan dari kitab-suci Buddhis Tipitaka. Istilah 'pitaka' berarti 'keranjang', istilah yang dipakai, sebab bagaikan para pekerja di zaman India kuno meneruskan keranjang tanah dari kepala seseorang ke kepala rekannya, Dhamma juga diteruskan dari ingatan seorang guru ke ingatan muridnya. Awalan 'ti' berarti 'tiga', dengan demikian Tipitaka berarti Tiga Keranjang. Tiga Keranjang tersebut, adalah - Sutta Pitaka - keranjang dari khotbah-khotbah, Vinaya Pitaka - keranjang dari peraturan (disiplin), dan Abhidhamma Pitaka - keranjang analisa (uraian). Istilah 'Sutta' sebenarnya berarti 'benang', khotbah-khotbah Sang Buddha disebut demikian, karena setiap darinya memiliki 'benang arti' atau 'untaian argumentasi'.

 235. Sutta Pitaka dibagi atas lima kumpulan atau koleksi (nikaya). Yang pertama, Digha Nikaya - kumpulan dari Khotbah-khotbah Panjang - terdiri atas 34 khotbah-khotbah yang, seperti terlukis dinamanya, adalah khotbah-khotbah yang sangat panjang. Yang ke dua, Majjhima Nikaya - Kumpulan dari Khotbah-khotbah Setengah-Panjang - terdiri atas 150 khotbah-khotbah yang juga seperti namanya, tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek. Yang ke tiga adalah Samyutta Nikaya - Kumpulan khotbah-khotbah Yang-berhubungan - didalamnya 7562 khotbah-khotbah dikelompokkan sesuai obyeknya. Yang ke empat adalah Anguttara Nikaya - Kumpulan Khotbah Bertahap. 'Anguttara' berarti 'selesai dalam satu', sebab 9557 khotbah-khotbah dalam kumpulan ini dikelompokkan dalam satu urutan dari satu sampai sebelas. Lima Nikaya yang terakhir adalah Khuddaka Nikaya - Kumpulan Campuran - yang terdiri dari 15 hasil karya yang agak terpisah, yang karena perbedaannya, tidak dapat digabung dalam salah satu dalam empat Nikaya yang lainnya. Kita akan meninjau secara singkat beberapa yang penting-penting dari kumpulan ini. Dhammapada, tidak diragukan adalah karya dalam Tipitaka yang paling populer dan termahsyur. Ini merupakan kumpulan dari 423 ayat (gatha) diucapkan oleh Sang Buddha pada waktu yang berbeda-beda, disusun dalam 23 bab tergantung dari pokok bahasannya. Dhammapada merupakan bagian kitab-suci Buddhis yang paling banyak diterjemahkan dibanding bagian yang lainnya. Udana - Ayat-ayat Peningkatan (atau melegakan) - sesuai namanya merupakan kenyataan bahwa setiap bagian dari 80 khotbah, isinya diselesaikan dalam satu atau lebih ayat yang memberi peningkatan atau semangat (udana). Yang sangat mirip dengan Udana adalah Itivuttaka - Seperti Dikatakan - yang terdiri atas 112 khotbah, yang juga dirangkum pada bagian akhir dalam satu atau beberapa ayat.

 236. Sutta Nipata - Kumpulan Khotbah - terdiri atas 55 khotbah dalam bentuk sajak, yang keseluruhannya berjumlah 1149 ayat. Mangala Sutta, Metta Sutta dan beberapa khotbah yang populer lainnya ditemukan dalam karya ini. Karena semua khotbah-khotbah ini diucapkan pada masa-masa awal Sang Buddha mengajar, dan karena kebanyakan darinya dianggap jasa kesusasteraan, maka Sutta Nipata adalah salah satu buku-buku terpenting dalam Tipitaka. Dua hasil karya indah lainnya adalah Theragatha - Ayat-ayat para Bhikkhu, dan Therigatha - Ayat-ayat para Bhikkhuni, masing-masing terdiri atas 164 dan 72 sajak, ditulis oleh beberapa Siswa-siswa Sang Buddha. Beberapa sajak adalah riwayat-hidup sendiri (autobiografi), beberapa adalah pujian-pujian bagi Sang Buddha, yang lainnya merupakan pujian keberadaan dan kebahagiaan Pencerahan. Buku yang terbesar dalam Khuddaka Nikaya adalah Jataka - kisah kelahiran-kelahiran. Jataka terdiri atas 547 cerita, yang diambil dari hikayat atau cerita-cerita rakyat India kuno, lalu diberi warna Buddhis dengan menjadikan Sang Buddha (dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya) sebagai pahlawan dalam setiap cerita. Walau Jataka hanyalah legenda, tapi setiap dari cerita itu mempunyai nilai pengajaran moral yang tinggi. Pada kenyataannya, memang cerita Jataka digunakan selama berabad-abad sebagai teladan moral bagi rakyat jelata, kaum Buddhis yang sederhana dan lugu. Buku-buku di dalam Khuddaka Nikaya lainnya muncul belakangan setelah bagian Tipitaka yang lain dan tidak dianggap seberapa penting saat ini.

 237. Bagian ke dua yang besar dari Tipitaka adalah Vinaya Pitaka - Keranjang Tata-tertib - yang terdiri atas lima buku. Vinaya berisi peraturan-peraturan bagi bhikkhu dan bhikkhuni, tatacara kehidupan vihara, dan beberapa kejadian penting dalam kehidupan Sang Buddha yang berhubungan dengannya. Juga ada rekaman tentang sejarah atau masa-masa awal kehidupan masyarakat vihara, termasuk laporan-laporan dari Konsili Pertama dan Konsili Ke dua.

 238. Bagian ke tiga dan yang terakhir adalah Abhidhamma Pitaka - Keranjang Penguraian - yang terdiri atas tujuh buku. Salah satu dari buku ini, Kathavattu - Butir-butir Ketidaksesuaian/kontroversial - berisi masalah-masalah sekitar doktrin yang diperdebatkan dalam Konsili ke tiga, dan inilah buku terakhir yang digabung dengan Tipitaka. Buku-buku lain dari Abhidhamma terdiri atas daftar unsur-unsur batin dan benda, penyebab dan akibatnya, dan penguraian tipe-tipe kepribadian yang berbeda. Buku pertama dari Abhidhamma mungkin ditulis sekitar 150 tahun setelah kemangkatan Sang Buddha dan yang terakhir, yang adalah Kathavattu diatas, ditulis sekitar tahun 253 Sebelum Masehi. Dengan demikian, Abhidhamma Pitaka tidak dibacakan pada Konsili Pertama, tapi ditambahkan pada Tipitaka pada masa-masa belakangan. Berdasar asal-usulnya, gaya penyajiannya dan waktu dituliskannya, dapat disimpulkan bahwa Abhidhamma adalah bagiam Tipitaka yang paling kurang kepenadaannya. Vinaya, yang kita ketahui berhubungan dengan keberadaan bhikkhu dan bhikkhuni, dan Sutta Pitaka, yang adalah Dhamma dari kata-kata Sang Buddha sendiri; adalah bagian terpenting dari literatur Buddhis.

 239. Seperti apa yang dapat kita lihat diatas, Sutta Pitaka sangatlah padat dan panjang; sebagai gambaran dapat diutarakan, bahwa ternyata terjemahan bahasa Inggeris-nya terdiri atas lebih dari 30 jilid buku. Walau demikian, seperti diperhatikan pada khotbah-khotbah yang telah banyak dituliskan diatas, banyak diantaranya ditandai dengan pengulangan-pengulangan kata-kata, yang menyebabkan bertambah panjangnya khotbah-khotbah tersebut; hal demikian, dapat dipahami, terjadi sebagai usaha agar khotbah-khotbah mudah dihafalkan; jadi demi kepentingan pewarisan ajaran-ajaran itu dalam bentuk lisan, pada masa-masa sebelum khotbah-khotbah direkam dalam bentuk tulisan. Pula, khotbah-khotbah ada yang diulangi kata demi kata atau dalam bentuk yang sama pada dua tempat yang berbeda. Salah satu contoh adalah Satipatthana Sutta ada di dalam Digha Nikaya maupun di Majjhima Nikaya,1 pula hampir semua bagian Brahma Vagga dalam Dhammapada diulangi di Sutta Nipata.2 Hal yang juga dapat dipahami, karena Sutta Nipata berisi khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Siswa-siswa utama Sang Buddha.

 240. Tipitaka diwariskan dan akhirnya sampai pada kita dalam bahasa India kuno yang dikenal sebagai Magadhi, disebut demikian karena merupakan bahasa daerah dari kerajaan Magadha, bagian dari Kosala, dimana Sang Buddha paling banyak melewatkan masa hidup-Nya. Bahasa Magadhi kemudian dikenal sebagai bahasa Pali, yang berarti 'naskah', artinya bahasa dari naskah-naskah. Tidak semua cendekiawan sependapat bahwa Sang Buddha berbicara dalam bahasa Pali, tetapi bila tidak demikian, setidaknya bahasa tersebut adalah bahasa yang sangat mirip bahasa Pali. Filsuf besar Wilhelm Geiger berkata "bahasa Pali semestinya dipandang sebagai bahasa Magadhi, bahasa yang digunakan Sang Buddha dalam khotbah-khotbah-Nya."3 Professor Rhys Davids dalam pengantar buku kamus Pali-Inggeris karyanya, mengatakan: "Bahasa Pali di dalam buku-buku peraturan-peraturan adalah didasarkan pada bahasa daerah Kosala baku yang digunakan pada abad ke 6 dan ke 7 Sebelum Masehi ..... bahasa daerah ini adalah bahasa-ibu Sang Buddha."4 Kadang-kadang dipertanyakan penting tidaknya seseorang mengerti bahasa Pali agar dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada dua bhikkhu yang mengharapkan agar digunakan bahasa Sanskerta (chandaso) dalam kata-kata Sang Buddha, dengan alasan bahasa Sanskerta adalah bahasa mati, tidak berubah lagi dan dengan demikian diharapkan agar pemahaman kata-kata Sang Buddha tidak akan hilang. Sang Buddha menolak, dan berkata:

          Saya memperkenankan engkau, para bhikkhu, untuk mempelajari kata-kata Sang Buddha dalam bahasamu sendiri-sendiri.5

      Pesan-pesan kemanusiaan Sang Buddha berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dan dapat dimengerti lewat pengalaman, tidak dengan melestarikan dalam bahasa. Tidak diragukan lagi, walau mungkin perlu memahami sedikit istilah Pali, tapi Sang Buddha menginginkan kita belajar Dhamma dalam bahasa kita sendiri, karena Beliau mengetahui bahwa itulah cara terbaik untuk mengerti dan untuk berkomunikasi satu sama lain.
 241. Adalah mudah untuk menemukan acuan dalam kitab-kitab suci, karena biasanya kitab-kitab suci telah terbagi dengan baik atas bab-bab dan kemudian terbagi lagi atas ayat-ayat. Namun disebabkan karena ukuran dan sebaran yang luas dari Tipitaka, maka masih perlu dipikirkan suatu sistim acuan yang terbaik bagi Tipitaka. Saat ini, mungkin sistim acuan yang baik dan paling banyak digunakan adalah seperti yang dipergunakan dalam edisi-edisi dan terjemahan-terjemahan oleh Pali Text Society, dan oleh karenanya kita akan lebih terbiasa dengan sistim ini. Di sudut kanan atas halaman sebelah kiri dari setiap buku terjemahan ke bahasa Inggeris oleh PTS dituliskan angka Romawi diikuti nomor. Yang pertama (angka) merujuk ke jilid dari karya yang dimaksud dan yang ke dua (nomor) merujuk ke halaman dari naskah Pali asli. Jadi, bila kita sedang membaca sebuah buku yang mengutip Tipitaka dan dalam daftar acuannya disebutkan A II 150, dan bila kita ingin meneliti kutipan itu, inilah yang kita lakukan: Periksa Tipitaka, cari Anguttara Nikaya ('A' adalah singkatan dari Anguttara Nikaya, Kumpulan Khotbah Bertahap), ambil jilid Dua (II berarti Jilid Dua) dan buka halaman-halamannya, lihat pada sudut kanan atas dari halaman sebelah kiri, sampai kita menemukan 150. Di halaman itu atau sekitar itu akan kita temukan sumber yang dikutip oleh buku yang kita baca. Beberapa karya Tipitaka lainnya, misalnya Dhammapada, Sutta Nipata, Theragatha dan Therigatha, kesemuanya dalam bentuk ayat-ayat, dengan demikian acuan dari kitab-kitab ini hanya pada karya dan nomor ayat-nya saja. Jadi acuan ayat ke 53 dalam Dhammapada ditulis Dp 53, atau ayat ke 410 dari Sutta Nipata ditulis Sn 410. mungkin akan membutuhkan waktu untuk terbiasa dalam menggunakan sistim acuan ini, tapi sekali kita lakukan, maka Tipitaka akan mengungkapkan banyak harta kebijaksanaan bagi kita.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #17 on: 26 December 2011, 11:22:26 PM »
menurut s dhammika
kalo anda setuju dengan bhikkhu dhammika bahwa itu hanyalah legenda dan penambahan belakangan, apakah ini berarti karangan2 belakangan itu seharusnya dikeluarkan dari koleksi tipitaka dan diturunkan pangkatnya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman sebagai ucapan Sang Buddha dan murid2nya? apalagi mengingat ada bagian yg memiliki errors / bugs?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #18 on: 27 December 2011, 06:38:10 AM »
kalo anda setuju dengan bhikkhu dhammika bahwa itu hanyalah legenda dan penambahan belakangan, apakah ini berarti karangan2 belakangan itu seharusnya dikeluarkan dari koleksi tipitaka dan diturunkan pangkatnya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman sebagai ucapan Sang Buddha dan murid2nya? apalagi mengingat ada bagian yg memiliki errors / bugs?


disini kita tidak berkuasa dan tuhan DC juga tidak berkuasa utk menurunkan derajat/pangkat koleksi cerita Jataka bukan bagian Tipitaka sesuai yang anda minta.

masalah setuju atau tidak setuju pendapat B. Dhammika, hanya pribadi yang menilai
jika memang menurut anda
pendapat B.Dhammika benar atau tidak benar  dan cerita Jataka adalah legenda Hindu kuno atau ucapan Buddha, semuanya sah sah saja.  :)

Andaikata pendapat B.Dhammika benar, menurut anda siapa yang berkuasa utk menurunkan derajat/atau mengeluarkan koleksi cerita Jataka bukan bagian Tipitaka  ???
« Last Edit: 27 December 2011, 06:42:19 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #19 on: 27 December 2011, 07:17:17 AM »
kalo anda setuju dengan bhikkhu dhammika bahwa itu hanyalah legenda dan penambahan belakangan, apakah ini berarti karangan2 belakangan itu seharusnya dikeluarkan dari koleksi tipitaka dan diturunkan pangkatnya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman sebagai ucapan Sang Buddha dan murid2nya? apalagi mengingat ada bagian yg memiliki errors / bugs?

saya rasa asalkan umat diberikan pengetahuan bahwa itu bukan cerita yang sebenarnya, itu hanya pengajaran moral, tidak masalah, cuma anehnya kadang ya umat buda kebanyakan malah beriman pada sutta dan mempercayai 100% pada sutta sehingga percaya saja dongeng2 hewan bisa berbicara sebagai kebenaran karena itu ada di sutta ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #20 on: 27 December 2011, 07:42:13 AM »
kekna yg beredar diluaran itu Jataka nya adalah Atthakatha Jataka dan itu dianggap yg The-Jataka. Jataka aslinya pendek2 baitnya. Ini juga terjadi ama terbitan ITC, jataka atthakata itu diangkat jadi The Jataka

Contohnya utk Atthakata Jataka 1 yg puanjang itu, sebenarnya aslinya cuma segini aja

Quote
Apaṇṇakajātakaṃ

Apaṇṇakaṃ ṭhānameke, dutiyaṃ āhu takkikā;
Etadaññāya medhāvī, taṃ gaṇhe yadapaṇṇakanti.

yg kisah2 bisa ngomong itu adalah kisah2 belakangan aja.

maka itu perlu kita "didik" kesalahpahamannya
« Last Edit: 27 December 2011, 07:44:22 AM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #21 on: 27 December 2011, 09:07:29 AM »
disini kita tidak berkuasa dan tuhan DC juga tidak berkuasa utk menurunkan derajat/pangkat koleksi cerita Jataka bukan bagian Tipitaka sesuai yang anda minta.

masalah setuju atau tidak setuju pendapat B. Dhammika, hanya pribadi yang menilai
jika memang menurut anda
pendapat B.Dhammika benar atau tidak benar  dan cerita Jataka adalah legenda Hindu kuno atau ucapan Buddha, semuanya sah sah saja.  :)

Andaikata pendapat B.Dhammika benar, menurut anda siapa yang berkuasa utk menurunkan derajat/atau mengeluarkan koleksi cerita Jataka bukan bagian Tipitaka  ???
lho, saya menanyakan pendapat alias opini bagaimana seharusnya. mengenai kuasa, itu di luar pembicaraan saya dengan om ryu.

faktanya menurut bhikkhu dhammika yang disetujui om ryu dan bhikkhu bodhi yg dianggap om indra kompeten, jataka itu gubahan belakangan. lalu apa opini anda mengenai posisi jataka yang dimasukkan tipitaka dan diklaim sebagai kata2 Sang Buddha sendiri... begitu.

* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #22 on: 27 December 2011, 09:30:47 AM »
saya rasa asalkan umat diberikan pengetahuan bahwa itu bukan cerita yang sebenarnya, itu hanya pengajaran moral, tidak masalah, cuma anehnya kadang ya umat buda kebanyakan malah beriman pada sutta dan mempercayai 100% pada sutta sehingga percaya saja dongeng2 hewan bisa berbicara sebagai kebenaran karena itu ada di sutta ;D
ooo begitu...
jadi menurut pendapat anda, yang penting ada suatu manfaat dari cerita dongeng tersebut, selama umat dibekali kecerdasan untuk mengambil inti ajaran dan moral dibalik dongengan tersebut, maka tidak ada masalah?

bagaimana cara memberitahu umat bahwa jataka itu hanyalah dongeng khayalan? selama saya baca majalah buddhis ataupun kotbah2 di vihara, gak ada satupun yg memberitahu itu adalah dongeng khayalan. semua bilang cerita ini ada di tipitaka alias sabda Sang Buddha.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #23 on: 27 December 2011, 09:41:19 AM »
ooo begitu...
jadi menurut pendapat anda, yang penting ada suatu manfaat dari cerita dongeng tersebut, selama umat dibekali kecerdasan untuk mengambil inti ajaran dan moral dibalik dongengan tersebut, maka tidak ada masalah?

bagaimana cara memberitahu umat bahwa jataka itu hanyalah dongeng khayalan? selama saya baca majalah buddhis ataupun kotbah2 di vihara, gak ada satupun yg memberitahu itu adalah dongeng khayalan. semua bilang cerita ini ada di tipitaka alias sabda Sang Buddha.

sebenernya aye kek beginian kaga setuju =)) sama contoh seperti sutra berbakti yang di klaim, sehingga membuat umat budis percaya sehingga mencetak ulang terus sehingga seperti dipercaya itu ucapan buda.

soal ada dimajalah, dijadikan sumber dll saya pun ga tau, tapi setidaknya bila umat budis mau sedikit menyelidiki, dan mencari informasi mungkin bisa mencari tau sejarah2 tipitaka, juga para pemuka agama yang membabarkan dhamma juga setidaknya dibekali hal2 seperti ini sehingga memperkecil error informasi, tidak hanya berdasarkan percaya saja, dan rasanya fungsi forum DC juga khan untuk bisa memberikan informasi2 bagi yang ingin tau hal2 seperti ini ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #24 on: 27 December 2011, 09:44:45 AM »
kekna yg beredar diluaran itu Jataka nya adalah Atthakatha Jataka dan itu dianggap yg The-Jataka. Jataka aslinya pendek2 baitnya. Ini juga terjadi ama terbitan ITC, jataka atthakata itu diangkat jadi The Jataka

Contohnya utk Atthakata Jataka 1 yg puanjang itu, sebenarnya aslinya cuma segini aja

yg kisah2 bisa ngomong itu adalah kisah2 belakangan aja.

maka itu perlu kita "didik" kesalahpahamannya
sepertinya memang yg inggris adalah atthakathanya, namun asli palinya memang sudah memuat tokoh2 ramayana itu: sita, rama, lakkhana, dkk.
jataka 461 ini dalam tipitaka pali:

Quote
461. Dasarathajātakaṃ (7)

84.
Etha lakkhaṇa sītā ca, ubho otarathodakaṃ;
Evāyaṃ bharato āha, ‘‘rājā dasaratho mato’’.

85.
Kena rāmappabhāvena, socitabbaṃ na socasi;
Pitaraṃ kālakataṃ [kālaṅkataṃ (ka.)] sutvā, na taṃ pasahate dukhaṃ.

86.
Yaṃ na sakkā nipāletuṃ, posena lapataṃ bahuṃ;
Sa kissa viññū medhāvī, attānamupatāpaye.

87.
Daharā ca hi vuddhā ca [ye vuddhā (sī. aṭṭha.), ye vuḍḍhā (syā.)], ye bālā ye ca paṇḍitā;
Aḍḍhā ceva daliddā ca, sabbe maccuparāyaṇā.

88.
Phalānamiva pakkānaṃ, niccaṃ patanato bhayaṃ;
Evaṃ jātāna maccānaṃ, nicca maraṇato bhayaṃ.

89.
Sāyameke na dissanti, pāto diṭṭhā bahujjanā;
Pāto eke na dissanti, sāyaṃ diṭṭhā bahujjanā.

90.
Paridevayamāno ce, kiñcidatthaṃ udabbahe;
Sammūḷho hiṃsamattānaṃ, kayirā taṃ vicakkhaṇo.

91.
Kiso vivaṇṇo bhavati, hiṃsamattānamattano [mattanā (sī. aṭṭha. su. ni. 590)];
Na tena petā pālenti, niratthā paridevanā.

92.
Yathā saraṇamādittaṃ, vārinā parinibbaye [vārināvanibbāpaye (syā. ka.)];
Evampi dhīro sutavā, medhāvī paṇḍito naro;
Khippamuppatitaṃ sokaṃ, vāto tūlaṃva dhaṃsaye.

93.
Macco ekova [ekova macco (sī. syā. pī.)] acceti, ekova jāyate kule;
Saṃyogaparamātveva, sambhogā sabbapāṇinaṃ.

94.
Tasmā hi dhīrassa bahussutassa, sampassato lokamimaṃ parañca;
Aññāya dhammaṃ hadayaṃ manañca, sokā mahantāpi na tāpayanti.

95.
Sohaṃ dassañca bhokkhañca, bharissāmi ca [sohaṃ yasañca bhogañca, bhariyāpi ca (syā. ka.)] ñātake;
Sesañca pālayissāmi, kiccametaṃ [kiccamevaṃ (pī.)] vijānato.

96.
Dasa vassasahassāni, saṭṭhi vassasatāni ca;
Kambugīvo mahābāhu, rāmo rajjamakārayīti.

Dasarathajātakaṃ sattamaṃ.

* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #25 on: 27 December 2011, 09:49:03 AM »
sebenernya aye kek beginian kaga setuju =))
oh, sekarang anda tidak setuju. itu berarti anda konsisten
post sebelumnya anda sepertinya setuju dengan upaya kausalya di tempat lain  ;D
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #26 on: 27 December 2011, 10:01:42 AM »
oh, sekarang anda tidak setuju. itu berarti anda konsisten
post sebelumnya anda sepertinya setuju dengan upaya kausalya di tempat lain  ;D

aye pernah kok bikin thread apa umat buda percaya binatang bisa bicara seperti dalam jataka, dan sepertinya ada beberapa percaya dengan memberikan bukti2 kepintaran monyet, burung yang bisa bicara.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #27 on: 27 December 2011, 10:50:06 AM »
sepertinya memang yg inggris adalah atthakathanya, namun asli palinya memang sudah memuat tokoh2 ramayana itu: sita, rama, lakkhana, dkk.
jataka 461 ini dalam tipitaka pali:



kekna bisa ada 2 kemungkinan, kita ambil yg 1 dulu yah bro, kemungkinan ke 2 yah emang itu just later addition

kemungkinan 1, soal ada nya di text, belum ketemu bro

soalnya Rama nda ketemu disono adanya Rāma/Rāmo-> itu artinya joy, bukan nama orang
Sita jg, adanya Sītā -> ini artinya jalur tanah yg sudah di gemburkan
lakkhana juga artinya sifat/ciri

contohnya yg bait

Quote
84. Etha lakkhaṇa sītā ca, ubho otarathodakaṃ;
Evāyaṃ bharato āha, ‘‘rājā dasaratho mato’’.

ambil yg baris 1

terjemahan kasar bener

Quote
inilah ciri dari tanah yang sudah digemburkan, kedua sisinya(?) dialiri air

nda ketemu namanya sih bro, atau i missed something? cmiiw
There is no place like 127.0.0.1

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #28 on: 27 December 2011, 11:13:55 AM »
mungkin aja ada kemungkinan 1 dan 2 itu. atthakatha bisa jadi ngepas-ngepasin.
owe buta pali hehehe...
sayang samaneri sudah gak nongol di forum ini untuk diminta bantuan.

menurut link post pertama saya, itu artinya:
"Let Lakkhaṇa and Sītā both into that pond descend."
"Bharata says, king Dasaratha's life is at an end."

"Say by what power thou grievest not, Rāma, when grief should be?
Though it is said thy sire is dead grief overwhelms not thee!"

rada gak nyambung kalo kalimat pertamanya mengenai ciri tanah yg gembur.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Ramayana dan Jataka
« Reply #29 on: 27 December 2011, 11:27:57 AM »
maklum, cuma penerjemah super amatiran :D

kekna lebih masuk akal yg itu tuh, secara aye belon bisa bedain mana nama ama kata kerja/sifat. dan belum lagi SPO nya bisa puter2 didalamnya :hammer:

kita coba ambil alternatif 2 kali ini. personally sih buat aye sih just ignore it, put it aside for now  :)) masih banyak yg lebih worth di explore dulu
There is no place like 127.0.0.1