Login with username, password and session length
0 Members and 1 Guest are viewing this topic.
seorang penulis harus bisa mempertanggungjawabkan tulisannya, akan sulit meminta pertanggungjawaban dari orang tak bernama
Dibaca jg harus tau itu bener kaga, kalau menyesatkan atau membuat tambah pusing bagi yang baca nanti mending ga usah di post.
Siapa yang tidak setuju.
Apa isi nya boleh di debat?
Tidak adakah di sini yang dapat membedakan debat dan diskusi? Mungkin ada yang bisa menjelaskan perbedaannya.
Kamu bisa bedakan gak?
Jika diminta jelaskan, saya jelaskan, Jika tidak, ya tidak.
Kalau kamu mengerti dan merasa orang lain ga ngerti, seharusnya bisa dengan sendirinya menjelaskan tanpa diminta, bukan?
walaupun orang lain mengerti; walaupun orang lain tidak mengerti, saya hanya menjelaskan jika diminta.
bgaimana penjualan bukunya...apakh laku keras ? adakah rencana terbitan selanjutnya?...apa komentar penerbit ?
Setelah Atisha berada di Ngari selama tiga tahun, ia berangkat bersama penerjemah Nagtso untuk kembali ke India. Namun, perang yang berkecamuk di perbatasan Nepal menghalangi perjalanan mereka. Nagtso menjadi teramat sangat cemas karena kini tampaknya mustahil baginya untuk menepati janjinya pada Kepala Wihara Vikramashila. Atisha segera menenangkan ketakutannya dengan berkata, “Tak ada gunanya mengkhawatirkan keadaan yang berada di luar kendali kita.”Merasa sungguh lega, Nagtso menulis sepucuk surat untuk Kepala Biara, menjelaskan bagaimana niat baik mereka terpaksa pupus. Sebagai ganti ketakhadirannya, Atisha mengirimkan sebuah salinan Pelita bagi Jalan menuju Pencerahan. Ia juga meminta izin untuk tetap tinggal di Tibet sampai akhir hayatnya. Mereka kemudian kembali ke Ngari.Di masa sekarang, penerbitan sebuah buku cenderung menjadi kesepakatan niaga sederhana saja. Akan tetapi, pada masa Atisha, sebelum sebuah naskah dapat dicetak, naskah tersebut harus melewati sebuah ujian ketat dari sebuah panitia yang terdiri dari para sarjana, dan sidang ujian ini dipimpin oleh raja yang memimpin di daerah itu. Jika terdapat kekurangan apa pun dalam karya tersebut, karya itu akan diikatkan pada ekor anjing dan diseret dalam debu. Sementara penulisnya, alih-alih memetik pujian dan ketenaran, akan menderita karena kehilangan nama baiknya dengan memalukan.Naskah Atisha juga harus melewati pengamatan yang sama, dan panitia penguji dengan suara bulat menyetujui nilainya yang luar biasa. Raja yang memimpin sidang bahkan tergerak untuk menyebut bahwa karya tersebut tidak hanya akan membawa guna bagi orang-orang Tibet yang abai, tapi juga bagi orang-orang India yang bercita-tajam. Saat Kepala Wihara Vikramashila membaca naskah itu, ia menulis surat untuk Nagtso, si penerjemah, “Saya sudah tidak berkeberatan jika Atisha menetap di Tibet. Yang ia tulis telah membawa manfaat bagi kita semua. Saya hanya meminta supaya ia sekarang menulis dan mengirimkan pada kami tafsirnya sendiri tentang naskah itu.” Inilah sebab ditulisnya tafsir Atisha sendiri tentang pokok-pokok sukar dalam naskah penting ini.https://studybuddhism.com/id/buddhisme-tibet/guru-rohani/atisha/kisah-hidup-atisha