Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..
Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank
Kalau menurut saya, untuk satu kasus, harus melihat semua kemungkinan untuk mencari solusi yang terbaik.
Apakah benar semua jenis pengobatan tidak mampu didapatkan, termasuk pengobatan alternatif? Berapakah kemungkinan sembuhnya? Jika kemungkinan sembuhnya besar, maka bisa dikatakan ia punya potensi untuk membayar (hutang) biaya pengobatannya di kemudian hari. Kalau kemungkinannya juga tidak jelas, maka yang ada hanya menambah kesusahan keluarga yang ditinggalkan. Namun ada juga keluarga yang tetap memilih berkorban demi anggota keluarganya. Mereka mau menerima dengan ikhlas kalaupun mereka harus kehilangan semuanya. Maka untuk hal ini, ada baiknya ia bicarakan dengan keluarganya.
Bagi saya, jika seseorang telah mencoba sebaik mungkin semua hal yang dia tahu, gagal dan kemudian memilih bersikap pasif, itu bukan pasrah, tapi "tahu diri". Jika seseorang tidak mencoba apa-apa, tidak mengusahakan sesuatu, lalu menunggu dan berharap perubahan terjadi dengan sendirinya, itu namanya pasrah.
Mengenai pandangan salah akan "anicca" itu, sangat susah untuk mengetahui jalan pikiran orang lain. Biasanya saya hanya bisa lihat dari bentuk luarnya saja, misalnya seseorang yang (menurut saya) mengerti "anicca" tidak melekat pada satu keadaan baik, namun menghargai keadaan baik tersebut; tidak menjadi putus asa karena keadaan buruk, namun terus berjuang membuatnya lebih baik.
Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..
Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank
Ada jenis pengobatan alternatif yang tidak memerlukan biaya didalam menjalaninya hanya butuh tekad dan niat saja...yaitu dengan meditasi kesehatan...
timbulnya penyakit juga karena adanya kondisi yang mendukung timbulnya penyakit tersebut.... karena terkondisi maka penyakit tersebut akan berubah.... jd kalo kondisinya kita ubah mungkin saja akan membuat penyakit tersebut berubah menjadi sembuh....
Kadang kita pasrah terhadap kondisi yang ada tetapi apakah benar bathin kita benar2 pasrah??....
Saya sangat setuju dengan yang bold merah, dalam beberapa kasus yang saya dengar, kenal, lihat dan berdasarkan pengalaman sendiri, bahwa pilihan hidup yang paling tepat adalah SEMANGAT, tidak pasrah negative. Dalam beberapa kasus secara medis telah divonis mati oleh dokter ahli ( luar negeri ), dan sampai sekarang mereka masih hidup.
Seperti pasien penderita kanker ( tinggal beberapa bulan), lupus ( tinggal beberapa bulan ), infeksi radang batang otak ( tinggal 12 hari ), leukemia ( tinggal beberapa minggu ), dan kasus yang punya hubungan dengan saya pribadi ( tidak etis diceritakan ). Bahkan penderita AIDS Thailand ( yang saya dengar ) dll.
Karena telah mengenal Buddha Dhamma, maka saddha ( keyakinan ) terhadap ajaran sang GURU AGUNG, mereka ( pasien sendiri jika mampu dan keluarga ) melaksanakan KEBAJIKAN-KEBAJIKAN baik yang materi maupun non materi untuk meng KONDISI kan ke arah yang lebih baik misalnya meditasi, meditasi kesehatan, pelepasan makhluk/fangsen, berdana ke Bhikkhu Sangha, Membaca paritta untuk orang sakit, Membantu kegiatan amal, menjalankan sila dengan baik ( tidak membunuh walaupun nyamuk, dll ), menjaga pola makan dan pola hidup, memancarkan metta kepada diri sendiri dan makhluk yang menderita, dll.
Apapun kondisinya, setiap orang mewarisi kamma nya sendiri.