Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: Hasan Teguh on 22 May 2010, 10:05:29 AM

Title: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 22 May 2010, 10:05:29 AM
***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: K.K. on 22 May 2010, 10:10:46 AM
***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?
Hanya sebatas konsep belaka, bukan iman belaka.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 22 May 2010, 01:10:49 PM
Fakta? Bisa saja saya bilang bukan

Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.

Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.

Ini semua terdapat dalam SN25 : Okkanta Saṃyutta -> http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_25_Okkanta_Samyutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/Okkanta_Samyutta)

Tidak perlu sejauh sampai arahant.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 22 May 2010, 03:04:17 PM
 [at] sumedho:

Para Sotapanna (pemasuk arus) sudah menghancurkan belenggu "kepercayaan akan adanya roh/jiwa yang kekal" (sakkayaditthi), namun kenapa Anattalakkhana Sutta yang berisi ajaran tentang anatta diajarkan kepada 5 bhikkhu pertama (Kondanna dkk) yang sudah mencapai kesucian Sotapanna?

Seperti yang kita ketahui Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipatana kepada 5 orang pertapa yang telah mengikuti Beliau sejak perjuangan Beliau di Hutan Uruvela untuk mencapai Pencerahan. Ajaran pertama ini berisi tentang Jalan Tengah (Jalan Mulia Berunsur Delapan) dan Empat Kesunyataan Mulia yang menyebabkan Kondanna mencapai mata Dhamma (Dhammacakkhu), yaitu mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan keempat rekannya mencapai kesucian yang sama pada hari berikutnya. Setelah para bhikkhu pertama tersebut menjadi Sotapanna, Buddha mengajarkan Anattalakkhana Sutta yang kemudian menyebabkan mereka mencapai kesucian Arahat. Padahal kita tahu bahwa para Sotapanna telah memahami anatta dengan membasmi belenggu sakkayaditthi. Dengan demikian untuk apa Sang Buddha mengajarkan ajaran anatta lagi kepada mereka yang sudah membasmi pandangan salah tersebut? Apakah melepaskan sakkayaditthi belum tentu memahami anatta? Mohon penjelasannya. Thx
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 22 May 2010, 03:38:58 PM
[at] sumedho:

Para Sotapanna (pemasuk arus) sudah menghancurkan belenggu "kepercayaan akan adanya roh/jiwa yang kekal" (sakkayaditthi), namun kenapa Anattalakkhana Sutta yang berisi ajaran tentang anatta diajarkan kepada 5 bhikkhu pertama (Kondanna dkk) yang sudah mencapai kesucian Sotapanna?

Seperti yang kita ketahui Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipatana kepada 5 orang pertapa yang telah mengikuti Beliau sejak perjuangan Beliau di Hutan Uruvela untuk mencapai Pencerahan. Ajaran pertama ini berisi tentang Jalan Tengah (Jalan Mulia Berunsur Delapan) dan Empat Kesunyataan Mulia yang menyebabkan Kondanna mencapai mata Dhamma (Dhammacakkhu), yaitu mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan keempat rekannya mencapai kesucian yang sama pada hari berikutnya. Setelah para bhikkhu pertama tersebut menjadi Sotapanna, Buddha mengajarkan Anattalakkhana Sutta yang kemudian menyebabkan mereka mencapai kesucian Arahat. Padahal kita tahu bahwa para Sotapanna telah memahami anatta dengan membasmi belenggu sakkayaditthi. Dengan demikian untuk apa Sang Buddha mengajarkan ajaran anatta lagi kepada mereka yang sudah membasmi pandangan salah tersebut? Apakah melepaskan sakkayaditthi belum tentu memahami anatta? Mohon penjelasannya. Thx

ikutan nimbrung walaupun tidak ditanya.

IMO, khotbah2 Sang Buddha tidak bisa dilihat sebagai suatu kurikulum yg menentukan grade seseorang, batin pendengar lah yang menentukan pencapaiannya.

misalnya pada kasus Yasa,

Sang Buddha membabarkan khotbah Anupubbikatha, yaitu  lima topik penting bertingkat: Dana , Sila , Sagga (alam surga), Kamadinava (cacat dari kenikmatan indria) dan Nekkhammanisansa (Manfaat dari pelepasan yaitu melepaskan kenikmatan indria), kemudian dilanjutkan dengan Khotbah Empat Kebenaran Mulia. dan di akir khotbah itu Yasa mencapai kesucian Sotapanna.

Kemudian datang Sang Ayah yang sedang mencari Yasa, Sang Buddha membabarkan khotbah Anupubbikatha yg sama kepada Ayah Yasa, dan di akhir khotbah Ayah Yasa pun mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan Yasa yang ketika itu turut mendengarkan khotbah ulangan itu berhasil mencapai kesucian Arahat.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 22 May 2010, 04:00:32 PM
 [at] seniya: sudah keduluan sama om Indra. grp/thanks sent

Sebuah kalimat itu bisa berarti berbeda dengan pemahaman berbeda.

Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 22 May 2010, 05:23:48 PM
Mgkn maksudnya 5 topik bertingkat tsb bisa membawa seseorang pada kesucian Sotapanna,tetapi perlu pengajaran anatta yg lebih mendalam (utk dipraktekkan dlm vipassana) guna mencapai kesucian Arahat. Thx
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 22 May 2010, 05:27:01 PM
Mgkn maksudnya 5 topik bertingkat tsb bisa membawa seseorang pada kesucian Sotapanna,tetapi perlu pengajaran anatta yg lebih mendalam (utk dipraktekkan dlm vipassana) guna mencapai kesucian Arahat. Thx

masih dengan contoh kasus Yasa.

kepada Yasa, Sang Buddha tidak membabarkan khotbah Anatta. pada kesempatan pertama Yasa mencapai kesucian Sotapanna, kemudian pada kesempatan ke dua mendengarkan khotbah yang sama, Yasa mencapai keducian Arahat.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 22 May 2010, 05:56:04 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 22 May 2010, 06:01:07 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 22 May 2010, 06:04:27 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?

Bro Hasan,

Pak Hudoyo dulunya adalah member aktif di forum ini, dan di masa lalu itu sering terjadi diskusi mengarah ke perdebatan, sebagian besar karena Pak Hudoyo tidak menganggap argumentasi yg berdasarkan Tipitaka itu valid, jadi tentu saja susah sekali untuk berbantahan dengan Pak Hudoyo yg selalu merujuk pada pengalaman pribadinya sendiri. bahkan jika ada member di sini yang telah mencapai Arahat juga belum tentu bisa membantah statement itu, saya setuju dengan Pak Sumedho bahwa hanya seorang Buddha yang mampu membantahnya.

di atas Pak Sumedho telah menyebutkan rujukan Sutta yang mengatakan bahwa tidak perlu Arahat untuk dapat memahami Anatta.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 22 May 2010, 06:07:21 PM
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 22 May 2010, 07:10:02 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 22 May 2010, 07:14:17 PM
Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 22 May 2010, 07:16:34 PM
Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?

saya paham maksud yg hendak anda sampaikan, tapi apa maksudnya sepotong-sepotong? apakah anatta sebagian? jasmani adalah tanpa diri kecuali bagian kepala, begitu?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 22 May 2010, 07:30:44 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?
saya jadi makin bingung.

awalnya kan bro bertanya,

Quote
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?

yah itu, sudah saya kasih kutipan sangkalannya tulisan Pak Hud dari Sang Buddha :)  *note: pendapat pak hud tidak sesuai dengan ajaran sang Buddha dan sudah disangkal dengan baik sekali oleh Sutta2x tersebut*
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 22 May 2010, 07:38:13 PM
Ikut nimbrung juga ah.... :)
Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Kalo boleh nambahin, saya rasa tidak masalah soal itu Om Suhu Guru Mbah Ki Fab yang baik.. _/\_
Kalau kita menilik arti dari kata belaka menurut KBBI:
Quote
be·la·ka adv 1 semuanya (tiada kecualinya): penghuni rumah itu perempuan --; 2 seluruhnya; sama sekali (tidak bercampur dng yg lain); semata-mata: perkataannya bohong --
Maka keyakinan itu bukan sesuatu yang perlu disematkan "belaka". Malah oleh Sang Buddha, keyakinan itu timbul melalui pengalaman dan keyakinan itu sendiri merupakan awal dari banyak faktor kusala (bermanfaat) lainnya. Jadi dalam beberapa cara, ajaran Sang Buddha justru berawal melalui keyakinan. Tetapi bukan keyakinan dogmatik. :)

_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 22 May 2010, 07:47:07 PM
Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?

saya paham maksud yg hendak anda sampaikan, tapi apa maksudnya sepotong-sepotong? apakah anatta sebagian? jasmani adalah tanpa diri kecuali bagian kepala, begitu?
Sepotong-sepotong dalam artian tidak/belum utuh. Misalnya, dilihat berdasarkan dasa samyojana (10 belenggu) sebagai standar mengukur tingkat pemahaman anatta, seorang anagami dan seorang arahat berbeda dalam belenggu yang telah dihancurkan. Seorang sekha seperti anagami pemahaman mengenai anatta secara teoritis (pariyati) mungkin telah sempurna, dan sedang dalam proses praktek mengikis keakuan (patipatti) tetapi belum menembus (pativedha) karena meski 5 belenggu lebih rendah telah dihancurkan, masih tersisa 5 belenggu lebih tinggi yang mengikat dirinya.
Sedangkan seorang arahat sempurna dan utuh dalam pariyati, patipatti dan pativedha terhadap doktrin anatta ini, tidak ada lagi belenggu apapun yang mengikatnya.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: andrew on 22 May 2010, 08:32:23 PM

Sepotong-sepotong dalam artian tidak/belum utuh. Misalnya, dilihat berdasarkan dasa samyojana (10 belenggu) sebagai standar mengukur tingkat pemahaman anatta, seorang anagami dan seorang arahat berbeda dalam belenggu yang telah dihancurkan.

pemahaman tentang atta belenggu ke berapa?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 22 May 2010, 08:47:38 PM
Ikut nimbrung juga ah.... :)
Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Kalo boleh nambahin, saya rasa tidak masalah soal itu Om Suhu Guru Mbah Ki Fab yang baik.. _/\_
Kalau kita menilik arti dari kata belaka menurut KBBI:
Quote
be·la·ka adv 1 semuanya (tiada kecualinya): penghuni rumah itu perempuan --; 2 seluruhnya; sama sekali (tidak bercampur dng yg lain); semata-mata: perkataannya bohong --
Maka keyakinan itu bukan sesuatu yang perlu disematkan "belaka". Malah oleh Sang Buddha, keyakinan itu timbul melalui pengalaman dan keyakinan itu sendiri merupakan awal dari banyak faktor kusala (bermanfaat) lainnya. Jadi dalam beberapa cara, ajaran Sang Buddha justru berawal melalui keyakinan. Tetapi bukan keyakinan dogmatik. :)

_/\_


Saya setuju bro Jerry yang baik, bahwa keyakinan tidak masalah, tetapi penekanan ajaran Buddha bukan pada "blind faith" seperti pada ajaran tetangga, penekanan ajaran Buddha adalah pada "pengalaman langsung" yang didasarkan pada latihan, tentu saja awalnya dari keyakinan, tetapi keyakinan belaka tidak memantapkan kita pada Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha, oleh karena itu Sang Buddha selalu menganjurkan kita untuk berlatih dan mengalami sendiri yang Beliau ajarkan.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 23 May 2010, 12:12:13 AM
yang jadi masalah adalah saddha tersebar di tipitaka,
tapi sering sekalo  dikaburkan dengan tuduhan bahwa tidak perlu ada saddha sama sekali karena saddha adalah iman.

saddha != iman. dan saddha dalam arti positif bisa membantu membawa pencerahan.
tuduhan orang-orang yang mengatakan tidak perlu ada keyakinan sama sekali itu gak beralasan.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 23 May 2010, 08:18:05 AM
yang jadi masalah adalah saddha tersebar di tipitaka,
tapi sering sekalo  dikaburkan dengan tuduhan bahwa tidak perlu ada saddha sama sekali karena saddha adalah iman.

saddha != iman. dan saddha dalam arti positif bisa membantu membawa pencerahan.
tuduhan orang-orang yang mengatakan tidak perlu ada keyakinan sama sekali itu gak beralasan.

Wayoh mudah-mudahan tulisan saya tidak menyebabkan salah pengertian nih bro. Iman yang saya tolak adalah iman yang dianggap membawa keselamatan, jadi saddha yang saya tolak adalah saddha dalam pengertian agama tetangga.

Saddha juga merupakan salah satu faktor yang perlu dan harus diseimbangkan dengan panna dalam meditasi. Jadi bila berdasarkan faktor saddha tanpa faktor panna dll maka ia bisa tersesat. Praktek yang dimaksud disini sudah termasuk kelima faktor kekuatan yaitu saddha, viriya, sati, samadhi, panna.

Wisdom dan understanding adalah panna dan nana seperti yang dimaksud dalam Dhammacakka Pavattana Sutta.

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 23 May 2010, 10:53:48 AM
AN 5.38
PTS: A iii 42

Saddha Sutta: Conviction

"For a lay person, there are these five rewards of conviction. Which five?

"When the truly good people in the world show compassion, they will first show compassion to people of conviction, and not to people without conviction. When visiting, they first visit people of conviction, and not people without conviction. When accepting gifts, they will first accept those from people with conviction, and not from people without conviction. When teaching the Dhamma, they will first teach those with conviction, and not those without conviction. A person of conviction, on the break-up of the body, after death, will arise in a good destination, the heavenly world. For a lay person, these are the five rewards of conviction.

"Just as a large banyan tree, on level ground where four roads meet, is a haven for the birds all around, even so a lay person of conviction is a haven for many people: monks, nuns, male lay followers, & female lay followers."
A massive tree whose branches carry fruits & leaves, with trunks & roots & an abundance of fruits: There the birds find rest. In that delightful sphere they make their home. Those seeking shade come to the shade, those seeking fruit find fruit to eat. So with the person consummate in virtue & conviction, humble, sensitive, gentle, delightful, & mild: To him come those without effluent — free from passion, free from aversion, free from delusion — the field of merit for the world. They teach him the Dhamma that dispels all stress. And when he understands, he is freed from effluents, totally unbound.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 23 May 2010, 12:53:39 PM
Menarik sekali diskusi dengan saddha ini, jadi saya ikutan nimbrung nih... :)

Menurut Upanisa Sutta (Samyutta Nikaya, Nidana Samyutta), dukkha yang ditimbulkan dari mata rantai ketidaktahuan (avijja) sampai dengan kelapukan dan usia tua (jaramarana) merupakan sebab yang mengkondisikan munculnya saddha, kemudian dari saddha memunculkan mata rantai yang lain hingga berakhirnya dukkha dengan pelenyapan kekotoran batin (asavakkhaya-nana). Berikut ini merupakan kutipan Upanisa Sutta tersebut:

Quote
"Ketidaktahuan (avijja) merupakan kondisi yang mendukung bagi Bentuk-bentuk pikiran (sankhara), Bentuk-bentuk pikiran (sankhara) merupakan kondisi yang mendukung bagi Kesadaran (viññana), Kesadaran (viññana) merupakan kondisi yang mendukung bagi Jasmani dan batin (namarupa), Jasmani dan batin (namarupa) merupakan kondisi yang mendukung bagi Enam landasan indera (salayatana), Enam landasan indera (salayatana) merupakan kondisi yang mendukung bagi Kontak (phassa), Kontak (phassa) merupakan Perasaan (vedana), Perasaan (vedana) merupakan kondisi yang mendukung bagi Nafsu keinginan (tanha), Nafsu keinginan (tanha) merupakan kondisi yang mendukung bagi Kemelekatan (upadana),Kemelekatan (upadana) merupakan kondisi yang mendukung bagi Kemenjadian (bhava), Kemenjadian (bhava) kemenjadian merupakan kondisi yang mendukung bagi Kelahiran (jati), Kelahiran (jati) merupakan kondisi yang mendukung bagi Penderitaan (dukkha).

Penderitaan (dukkha) merupakan kondisi yang mendukung bagi Keyakinan (saddha), Keyakinan (saddha) merupakan kondisi yang mendukung bagi kegembiraan (pamojja), kegembiraan (pamojja) merupakan kondisi yang mendukung bagi kegiuran (piti), kegiuran (piti) merupakan kondisi yang mendukung bagi ketenangan (passaddhi), ketenangan (passaddhi) merupakan kondisi yang mendukung bagi kebahagiaan (sukha), kebahagiaan (sukha) merupakan kondisi yang mendukung bagi pemusatan pikiran (samadhi), pemusatan pikiran (samadhi) merupakan kondisi yang mendukung bagi pengetahuan dan pandangan akan hal-hal sebagaimana adanya (yathabhutananadassana), pengetahuan dan pandangan akan hal-hal sebagaimana adanya (yathabhutananadassana) merupakan kondisi yang mendukung bagi kekecewaan (nibidda), kekecewaan (nibidda) merupakan kondisi yang mendukung bagi pelenyapan nafsu (viraga), pelenyapan nafsu (viraga) merupakan kondisi yang mendukung bagi pembebasan (vimutthi), pembebasan (vimutthi) merupakan kondisi yang mendukung bagi pengetahuan akan lenyapnya kekotoran batin (asavakkhaya-nana)."

Dalam sutta ini terdapat 2 jenis rumusan Paticcasamuppada (sebab akibat yang saling bergantungan). Yang pertama merupakan rumusan 12 nidana yang umum ditemukan dalam berbagai sutta, yang dimulai dari avijja sampai dengan dukkha (di sini jaramarana diganti dengan dukkha). Rumusan ini merupakan hukum sebab akibat yang menjelaskan munculnya dukkha. Yang kedua merupakan rumusan yang "positif" di mana dijelaskan tentang sebab akibat yang membawa pada akhir dukkha. Rumusan ini dimulai dari dukkha dan berakhir pada asavakkhaya-nana, yaitu kemampuan untuk melenyapkan kekotoran batin yang menunjukkan kemampuan batin seorang Arahat.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 02:02:31 PM
[at] seniya: sudah keduluan sama om Indra. grp/thanks sent

Sebuah kalimat itu bisa berarti berbeda dengan pemahaman berbeda.

Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi

Jadi apakah menurut Anda,kebenaran itu adalah tentang "sudut pandang" ?

Atau ini adalah hasil "kreasi" Anda,dalam pengotakkan Ajaran Buddha selanjutnya?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 02:05:26 PM
Yang bisa menyangkal? Ada. Sang Buddha.
Dengan menjawab Sang Buddha, artinya bro sendiri belum mampu menyangkalnya bukan ?

Artinya pernyataan itu memang benar adanya bukan ?

Bro Hasan,

Pak Hudoyo dulunya adalah member aktif di forum ini, dan di masa lalu itu sering terjadi diskusi mengarah ke perdebatan, sebagian besar karena Pak Hudoyo tidak menganggap argumentasi yg berdasarkan Tipitaka itu valid, jadi tentu saja susah sekali untuk berbantahan dengan Pak Hudoyo yg selalu merujuk pada pengalaman pribadinya sendiri. bahkan jika ada member di sini yang telah mencapai Arahat juga belum tentu bisa membantah statement itu, saya setuju dengan Pak Sumedho bahwa hanya seorang Buddha yang mampu membantahnya.

di atas Pak Sumedho telah menyebutkan rujukan Sutta yang mengatakan bahwa tidak perlu Arahat untuk dapat memahami Anatta.

Rujukan sutta yang mana ya?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 02:07:36 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?

Arahat dulu baru memahami,atau memahami dulu baru Arahat? :)

Regards,

Riky
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: markosprawira on 23 May 2010, 02:33:51 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 23 May 2010, 02:35:26 PM
[at] seniya: sudah keduluan sama om Indra. grp/thanks sent

Sebuah kalimat itu bisa berarti berbeda dengan pemahaman berbeda.

Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi

Jadi apakah menurut Anda,kebenaran itu adalah tentang "sudut pandang" ?

Atau ini adalah hasil "kreasi" Anda,dalam pengotakkan Ajaran Buddha selanjutnya?
Kata-kata hanyalah sebuah kata2x. Sebuah pernyataan itu akan dipengaruhi oleh sudut pandang masing2x. Lagipula apa hubungannya dengan kasus ini?

Dalam kasus ini sebuah petunjuk yang walaupun adalah sebuah kebenaran, belum tentu langsung dapat dimengerti dan dipahami oleh si pendengar karena tergantung sudut pandang dan pemahaman dia kembali.

oh iya, terima kasih atas tuduhan anda kepada saya utk mengkotak2xannya.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 03:12:01 PM
[at] seniya: sudah keduluan sama om Indra. grp/thanks sent

Sebuah kalimat itu bisa berarti berbeda dengan pemahaman berbeda.

Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi

Jadi apakah menurut Anda,kebenaran itu adalah tentang "sudut pandang" ?

Atau ini adalah hasil "kreasi" Anda,dalam pengotakkan Ajaran Buddha selanjutnya?
Kata-kata hanyalah sebuah kata2x. Sebuah pernyataan itu akan dipengaruhi oleh sudut pandang masing2x. Lagipula apa hubungannya dengan kasus ini?

Dalam kasus ini sebuah petunjuk yang walaupun adalah sebuah kebenaran, belum tentu langsung dapat dimengerti dan dipahami oleh si pendengar karena tergantung sudut pandang dan pemahaman dia kembali.

oh iya, terima kasih atas tuduhan anda kepada saya utk mengkotak2xannya.

Aduh,jadi malu saya..Penguasa forum jangan cepat "ngambek" doang..Stay cool,biasanya Anda kan selalu cool..haha..

Saya tidak mempunyai indikasi apapun untuk menuduh Anda,tetapi kalau persepsi Anda berkata begitu,ya apa boleh buat..Just let it go... :D

Saya tidak bertanya soal "si pendengar",saya hanya tertarik dengan pernyataan Anda soal "sudut lain" itu.. :)

Kembali pada soal "Anatta",menurut Anda,apakah seseorang yang belum mengalami "anatta" bisa tahu tentang Anatta secara terperinci?

Menurut saya sebelum mengalaminya,itu hanya merupakan kepercayaan belaka saja..

ada 3 orang :

1.Orang yang melihat kerang dan mengumpulkannya di pantai
2.Orang yang diberitahukan ada kerang di pantai
3.Orang yang tidak tahu ada kerang di pantai

Kalau ditanya,"Apakah mereka tahu di pantai ada kerang.."

Ketiga-tiganya akan menjawab,"Mereka tahu bahwa dipantai ada kerang....tetapi siapakah sesungguhnya yang mengetahui "keindahan kerang" itu?"

Regards,

Riky
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 03:13:28 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: markosprawira on 23 May 2010, 03:33:11 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?

ehm mgkn tlg bro riky bisa melihat secara buddhism dimana vedana ada dalam setiap citta yah

karena ini yang seringkali rancu dimana merasakan dalam artian mengikuti apa yang menyenangkan/menolak apa yg tidak menyenangkan disamakan dengan vedana dalam artian sabbacitta sadharana cetasika

ini yang sering membuat diskusi jadi ga nyambung karena sudut pandang awam, dijadikan landasan utk diskusi buddhism

kembali ke pernyataan "pengalaman" bukan "paham anatta" loh, jadi tlg ini dibedakan loh........

Quote
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 23 May 2010, 03:51:33 PM
Aduh,jadi malu saya..Penguasa forum jangan cepat "ngambek" doang..Stay cool,biasanya Anda kan selalu cool..haha..

Saya tidak mempunyai indikasi apapun untuk menuduh Anda,tetapi kalau persepsi Anda berkata begitu,ya apa boleh buat..Just let it go... :D
loh, ini masih cool koq. itu pernyataan terima kasih itu tidak dengan kebencian tapi dengan tulus loh, itu pernyataan kebenaran. mungkin persepsi dan pengalaman anda yg menyebabkan anda berpikir demikian :) Just let it go  ;D

Saya tidak bertanya soal "si pendengar",saya hanya tertarik dengan pernyataan Anda soal "sudut lain" itu.. :)

Kembali pada soal "Anatta",menurut Anda,apakah seseorang yang belum mengalami "anatta" bisa tahu tentang Anatta secara terperinci?

Menurut saya sebelum mengalaminya,itu hanya merupakan kepercayaan belaka saja..

ada 3 orang :

1.Orang yang melihat kerang dan mengumpulkannya di pantai
2.Orang yang diberitahukan ada kerang di pantai
3.Orang yang tidak tahu ada kerang di pantai

Kalau ditanya,"Apakah mereka tahu di pantai ada kerang.."

Ketiga-tiganya akan menjawab,"Mereka tahu bahwa dipantai ada kerang....tetapi siapakah sesungguhnya yang mengetahui "keindahan kerang" itu?"

Regards,

Riky

utk berikut ini, tidak ada yg perlu dikometari karena "so obvious gituloh". Kata kunci berikutnya adalah, Sang Buddha dalam Okkanta Samyutta menjelaskan bahwa mereka yg sudah melihat langsung sendiri
bahwa fenomena ini adalah tanpa diri, itu yg disebut merealisasikan buah pemasuk arus (Sotapatti
magga).

utk linknya lagi broken, kemaren malem ngantuk2x malah kehapus2x postingan2x di dcpedia  :|
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 23 May 2010, 04:57:01 PM
Sutta lain yg senada adalah Ditthisamyutta

24. Ditthisamyutta
Khotbah tentang Pandangan-pandangan

I. MEMASUKI-ARUS

1 (1) Angin

Di  Sàvatthi.  “Para  bhikkhu,  ketika  ada  apakah,  dengan melekat pada apakah, dengan terikat pada apakah, suatu pandangan seperti berikut  ini muncul:  ‘Angin  tidak  bertiup,  sungai  tidak mengalir, perempuan  hamil  tidak  melahirkan,  bulan  dan  matahari  tidak terbit dan terbenam melainkan diam bagaikan pilar.’?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavà, dituntun oleh Sang Bhagavà….”

“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan  terikat pada bentuk, suatu pandangan seperti berikut  ini muncul: ‘Angin tidak bertiup … melainkan kokoh bagaikan pilar.’
Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran,  suatu  pandangan  seperti  berikut  ini muncul:  ‘Angin tidak bertiup … melainkan diam bagaikan pilar.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?… [203]  … apakah kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Yang Mulia.” …
“Tetapi  tanpa melekat  pada  apa  yang  tidak  kekal,  penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah suatu pandangan seperti itu muncul?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Apa yang dilihat, didengar, dicerap, dikenali, dicapai, dicari, dan dijelajahi oleh pikiran:
 apakah kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Yang Mulia.”
“Apakah  yang  tidak  kekal  itu  adalah  penderitaan  atau kebahagiaan?”
“Penderitaan, Yang Mulia.”
“Tetapi  tanpa melekat  pada  apa  yang  tidak  kekal,  penderitaan, dan mengalami perubahan, dapatkah suatu pandangan seperti itu muncul?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Ketika,  para  bhikkhu,  seorang  siswa  mulia  telah  melepaskan kebimbangan dalam enam kasus ini, dan ketika, lebih jauh lagi, ia  telah  melepaskan  kebimbangan  terhadap  penderitaan,  asal-
mula penderitaan,  lenyapnya penderitaan, maka  ia disebut siswa mulia yang adalah seorang Pemasuk-arus, tidak akan lagi terlahir di alam rendah, pasti mencapai tujuan, dengan Penerangan sebagai tujuannya.”

2 (2) Ini Milikku

Di  Sàvatthi.  “Para  bhikkhu,  ketika  ada  apakah,  dengan melekat pada apakah, dengan terikat pada apakah, suatu pandangan seperti berikut ini muncul: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavà, dituntun oleh Sang Bhagavà….” [204]
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan  terikat pada bentuk, suatu pandangan seperti berikut  ini muncul:  ‘ini milikku,  ini aku,  ini diriku.’ Ketika ada perasaan …
persepsi …  bentukan-bentukan  kehendak …  kesadaran,  dengan melekat  pada  kesadaran,  dengan  terikat  pada  kesadaran,  suatu pandangan  seperti  berikut  ini muncul:  ‘ini milikku,  ini  aku,  ini diriku.’ …
“Ketika,  para  bhikkhu,  seorang  siswa  mulia  telah  melepaskan kebimbangan dalam enam kasus ini … maka ia disebut siswa mulia yang adalah seorang Pemasuk-arus … dengan Penerangan sebagai tujuannya.”

3 (3) Diri

Di  Sàvatthi.  “Para  bhikkhu,  ketika  ada  apakah,  dengan melekat pada apakah, dengan terikat pada apakah, suatu pandangan seperti berikut  ini muncul:  ‘Apa yang menjadi diri adalah dunia; setelah meninggal  dunia,  aku  akan menjadi  –  kekal,  stabil,  abadi,  tidak mengalami perubahan’?”
 [205]
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavà, dituntun oleh Sang Bhagavà….”
“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan  terikat pada bentuk, suatu pandangan seperti berikut  ini muncul:  ‘Apa yang menjadi diri adalah dunia; setelah meninggal dunia,  aku  akan menjadi  – kekal,  stabil,  abadi,  tidak mengalami perubahan.’ Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat  pada  kesadaran,  suatu  pandangan  seperti  berikut  ini
muncul:  ‘Apa yang menjadi diri adalah dunia; setelah meninggal dunia,  aku  akan menjadi  – kekal,  stabil,  abadi,  tidak mengalami perubahan.’ …

“Ketika,  para  bhikkhu,  seorang  siswa  mulia  telah  melepaskan kebimbangan dalam enam kasus ini … maka ia disebut siswa mulia yang adalah seorang Pemasuk-arus … dengan Penerangan sebagai tujuannya
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dukun on 23 May 2010, 07:47:51 PM
Kalo menurut saya sih.. Arahant merealisasi anatta dalam pengalaman utuh sementara non-arahant masih dalam bentuk sepotong-potong. Sang Buddha tidak akan membuat pernyataan berbentuk dikotomi terpisahkan begitu saja tanpa solusi. Karena seorang arahant juga awalnya seorang awam belaka. Jadi tidak penting bagi Sang Buddha untuk membuat dikotomi demikian, melainkan lebih penting adalah bagaimana mencapai realisasi (pativedha) dari doktrin anatta sehingga seorang awam dapat menjadi arahant.

Anggaplah apa yang Bro HT quote itu benar, so what? ??? Apa point yang hendak disampaikan di situ? Sekadar pancingan debat intelektual antar sesama non-arahant?

You are right brother. Hanya Arahat yang mengalami dan memahami anata seutuhnya. Sotapana adalah pengalaman awal dan belum final. Khususnya berhubungan dengan avijja(avija terakhir) yang orang lain sebut dengan atta(pandangan tentang adanya diri) . Perumpamaan Brahma terpaku sebagai adikuasa, penuh dengan metta tak terbatas, karuna dan mudita dan cahaya gemilang dari kemurnian dan terperangkap dalam kemurnian ini sebagai kemurnian padahal adalah avija .inilah yang terakhir yang dibasmi /dilepas/terlepas dengan sendirinya(apapun istilahnya) oleharahat. Tidak ada lagi dualitas. Seorang sotapana sampai anagami pun masih dapat terjebak dengan menanggap diri telah mencapai arahat maka ini bisa dikatakan belum mengalami anatta seutuhnya (atau terperangkap dalam ilusi diri terhadap pencapaian).
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 23 May 2010, 09:55:42 PM
apakah itu mengalami anatta ? apakah ada awal dan final saja?

apakah perbedaan antara sotapanaa dan arahant? apakah perbedaan "mengalami" anatta? ataukan kemelekatannya? belenggunya?

apakah itu mengalami anatta ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 10:14:34 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?

ehm mgkn tlg bro riky bisa melihat secara buddhism dimana vedana ada dalam setiap citta yah

karena ini yang seringkali rancu dimana merasakan dalam artian mengikuti apa yang menyenangkan/menolak apa yg tidak menyenangkan disamakan dengan vedana dalam artian sabbacitta sadharana cetasika

ini yang sering membuat diskusi jadi ga nyambung karena sudut pandang awam, dijadikan landasan utk diskusi buddhism

kembali ke pernyataan "pengalaman" bukan "paham anatta" loh, jadi tlg ini dibedakan loh........

Quote
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Saya tahu bahwa ada fenomena "anicca" "dukkha" dan "anatta",dan rasanya Anda juga tahu bahwa walau sudah "mengetahui" fenomena tersebut,toh banyak yang belum terbebaskan atau merealisasikan "nibbana" seperti yang direalisasikan oleh Buddha Gotama sendiri..

Kalian semua yang berKTP Buddhist,mempercayai Buddha Gotama,percaya dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.."

tetapi apakah dengan pengalaman kalian semua tentang dukkha itu,membawa kalian pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha?atau kalian semakin "bodoh" dan "gelap batin",karena merasa sudah tahu "tentang dukkha",padahal itu hanya berupa "kepercayaan/teori" kalian belaka?

Semakin kalian tahu,semakin kalian sombong,semakin kalian sombong,semakin tidak ada realitas disana,karena kalian menganggap diri kalian sendiri adalah REALITASNYA..Diri kalian sendiri adalah KEBENARANnya..walau bagi saya KEBENARAN kalian BUKAN merupakan KEBENARAN lagi BAGIKU.. :D

Regards,

Riky Liau

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Alucard Lloyd on 23 May 2010, 10:18:23 PM
anatta dapat dipahami sebagai teori oleh umat awan dan dapat juga direalisasikan oleh umat awan karena sejujurnya itu semua dapat terjadi karena tanha/keinginan diri sebagai pematik api dari asap yang akan terlihat dikemudian hari
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 10:20:24 PM
Aduh,jadi malu saya..Penguasa forum jangan cepat "ngambek" doang..Stay cool,biasanya Anda kan selalu cool..haha..

Saya tidak mempunyai indikasi apapun untuk menuduh Anda,tetapi kalau persepsi Anda berkata begitu,ya apa boleh buat..Just let it go... :D
loh, ini masih cool koq. itu pernyataan terima kasih itu tidak dengan kebencian tapi dengan tulus loh, itu pernyataan kebenaran. mungkin persepsi dan pengalaman anda yg menyebabkan anda berpikir demikian :) Just let it go  ;D

cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..



Saya tidak bertanya soal "si pendengar",saya hanya tertarik dengan pernyataan Anda soal "sudut lain" itu.. :)

Kembali pada soal "Anatta",menurut Anda,apakah seseorang yang belum mengalami "anatta" bisa tahu tentang Anatta secara terperinci?

Menurut saya sebelum mengalaminya,itu hanya merupakan kepercayaan belaka saja..

ada 3 orang :

1.Orang yang melihat kerang dan mengumpulkannya di pantai
2.Orang yang diberitahukan ada kerang di pantai
3.Orang yang tidak tahu ada kerang di pantai

Kalau ditanya,"Apakah mereka tahu di pantai ada kerang.."

Ketiga-tiganya akan menjawab,"Mereka tahu bahwa dipantai ada kerang....tetapi siapakah sesungguhnya yang mengetahui "keindahan kerang" itu?"

Regards,

Riky

utk berikut ini, tidak ada yg perlu dikometari karena "so obvious gituloh". Kata kunci berikutnya adalah, Sang Buddha dalam Okkanta Samyutta menjelaskan bahwa mereka yg sudah melihat langsung sendiri
bahwa fenomena ini adalah tanpa diri, itu yg disebut merealisasikan buah pemasuk arus (Sotapatti
magga).

utk linknya lagi broken, kemaren malem ngantuk2x malah kehapus2x postingan2x di dcpedia  :|
[/quote]

Melihat saja ya?Tanpa diri itu sendiri adalah nibbana,apakah perlu pendalaman lagi?atau karena pernyataan "melihat" bukan "memahami" itu? :D

Regards,

Riky Liau
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 23 May 2010, 10:20:58 PM
anatta dapat dipahami sebagai teori oleh umat awan dan dapat juga direalisasikan oleh umat awan karena sejujurnya itu semua dapat terjadi karena tanha/keinginan diri sebagai pematik api dari asap yang akan terlihat dikemudian hari

melihat untuk KINI,SAAT ini BUKAN kemudian hari.. :D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 23 May 2010, 10:52:09 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).

Quote
Arahat dulu baru memahami,atau memahami dulu baru Arahat? :)

Regards,

Riky
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 23 May 2010, 11:29:32 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?

ehm mgkn tlg bro riky bisa melihat secara buddhism dimana vedana ada dalam setiap citta yah

karena ini yang seringkali rancu dimana merasakan dalam artian mengikuti apa yang menyenangkan/menolak apa yg tidak menyenangkan disamakan dengan vedana dalam artian sabbacitta sadharana cetasika

ini yang sering membuat diskusi jadi ga nyambung karena sudut pandang awam, dijadikan landasan utk diskusi buddhism

kembali ke pernyataan "pengalaman" bukan "paham anatta" loh, jadi tlg ini dibedakan loh........

Quote
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Saya tahu bahwa ada fenomena "anicca" "dukkha" dan "anatta",dan rasanya Anda juga tahu bahwa walau sudah "mengetahui" fenomena tersebut,toh banyak yang belum terbebaskan atau merealisasikan "nibbana" seperti yang direalisasikan oleh Buddha Gotama sendiri..

Bro Riky yang baik, memang benar tahu fenomena anicca, dukkha dan anatta tidak membawa seseorang pada kebebasan, karena untuk tahu kita tak perlu memiliki pra kondisi yang diperlukan misalnya perhatian dan konsentrasi (sati dan samadhi). Hanya dengan mengalami membawa seseorang pada kebebasan, dan untuk mengalami seseorang harus memiliki pra kondisi yang diperlukan, yaitu perhatian dan konsentrasi yang cukup. Pernyataan bro Riky bahwa banyak yang belum terbebaskan (belum merealisasikan Nibbana) memang benar, tetapi yang terbebaskan (sudah merealisasi) juga sangat banyak.

Quote
Kalian semua yang berKTP Buddhist,mempercayai Buddha Gotama,percaya dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.."

tetapi apakah dengan pengalaman kalian semua tentang dukkha itu,membawa kalian pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha?atau kalian semakin "bodoh" dan "gelap batin",karena merasa sudah tahu "tentang dukkha",padahal itu hanya berupa "kepercayaan/teori" kalian belaka?

Saya setuju percaya tidak membawa pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha, melainkan pengalaman langsung (direct experience) yang akan membawa kita pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tetapi percaya merupakan langkah awal yang akan memotivasi kita untuk mengalami sendiri esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) adalah teori bagi yang belum pernah mengalami dan merupakan pengalaman langsung bagi mereka yang pernah mengalami.

Quote
Semakin kalian tahu,semakin kalian sombong,semakin kalian sombong,semakin tidak ada realitas disana,karena kalian menganggap diri kalian sendiri adalah REALITASNYA..Diri kalian sendiri adalah KEBENARANnya..walau bagi saya KEBENARAN kalian BUKAN merupakan KEBENARAN lagi BAGIKU.. :D

Regards,

Riky Liau
Semoga saya tidak menjadi sombong, semoga saya tidak menjadi angkuh semoga saya semakin dekat pada Dhamma dan tujuan akhir, semoga saya  tidak semakin menjauh dari Dhamma dan tujuan akhir.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: wen78 on 24 May 2010, 02:37:47 AM
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial.
Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka.

anda yakin Hudoyo Hupodio mengatakan seperti diatas?

jika "Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka." diartikan orang biasa hanya mampu memahami anatta adalah sebuah kepercayaan/iman belaka, maka "Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial." diartikan hanya arahat memahami anatta adalah sebuah pengalaman eksperiensial.

bisa tolong dijelaskan apakah artinya adalah seperti yg saya pahami seperti diatas?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 24 May 2010, 06:07:07 AM

cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..

Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih _/\_

diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.


Melihat saja ya?Tanpa diri itu sendiri adalah nibbana,apakah perlu pendalaman lagi?atau karena pernyataan "melihat" bukan "memahami" itu? :D

Regards,

Riky Liau

kalau begini, kita harus melihat apa definisi nibbana itu.

Nibbana adalah tanpa diri -> ini pernyataan tepat dimana sabbe dhamma anatta, tapi bukan berarti melihat dan memahami anatta itu adalah merealisasikan nibbana.

Nibbana != (tidak sama dengan) merealisasikan/melihat/memahami anatta itu

Nibbana = Padamnya kemelekatan/tanha

Proses merealisasikan Nibbana itu dimulai ketika "pintu terbuka" atau masuk ke dalam prosesnya itu ketika "memasuki arus" dimana dia melihat bahwa tidak ada diri.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 24 May 2010, 06:22:09 AM
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial.
Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka.

anda yakin Hudoyo Hupodio mengatakan seperti diatas?

jika "Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka." diartikan orang biasa hanya mampu memahami anatta adalah sebuah kepercayaan/iman belaka, maka "Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial." diartikan hanya arahat memahami anatta adalah sebuah pengalaman eksperiensial.

bisa tolong dijelaskan apakah artinya adalah seperti yg saya pahami seperti diatas?

Benar pak Hud menulis demikian. Setelah saya memberikan rujukan Okkanta Samyutta, pak Hud mengakui bahwa pernyataannya salah dan menjelaskan maksud dari kata2xnya yg seharusnya puthujana bukan arahant.

Quote from: Hudoyo from mail
Sumedho: <<Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.>>

Thanissaro: "One who KNOWS and SEES that these phenomena are this way is called a stream-enterer, ... ." (Okkanta Samyutta)

Saya tidak mau berteori tentang batin Sotapanna s.d. Anagami. Tetapi, saya duga karena seorang Sotapanna masih mempunyai nafsu keinginan dan kebencian (sekalipun menurut teorinya tidak mungkin melanggar Sila lagi), pasti dalam batinnya ada aku/atta, terlepas dari apa pun yg dikatakan oleh kitab suci.

Yang ingin saya tekankan dengan pernyataan saya itu ialah bahwa di dalam batin orang biasa (puthujjana), seperti Anda, Gunadipo, Fabian, Markosprawira dll dan saya, 'anatta' itu tidak lebih daripada sekadar kepercayaan/iman.

Itulah sebabnya Bhante Pannavaro menekankan, janganlah melawan kotoran batin dengan konsep anatta.

Hudoyo
Saya tetap memilih jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dalam banyak Sutta2, salah satunya Anatthalakkhana/Pancavaggi sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_22_59_Pancavaggi_Sutta_Thanissaro) dimana melawan kotoran batin dengan konsep anatta. Juga dalam Ditthi Samyutta.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 24 May 2010, 07:28:21 AM

Quote from: Hudoyo from mail
Sumedho: <<Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.>>

Thanissaro: "One who KNOWS and SEES that these phenomena are this way is called a stream-enterer, ... ." (Okkanta Samyutta)

Saya tidak mau berteori tentang batin Sotapanna s.d. Anagami. Tetapi, saya duga karena seorang Sotapanna masih mempunyai nafsu keinginan dan kebencian (sekalipun menurut teorinya tidak mungkin melanggar Sila lagi), pasti dalam batinnya ada aku/atta, terlepas dari apa pun yg dikatakan oleh kitab suci.

Yang ingin saya tekankan dengan pernyataan saya itu ialah bahwa di dalam batin orang biasa (puthujjana), seperti Anda, Gunadipo, Fabian, Markosprawira dll dan saya, 'anatta' itu tidak lebih daripada sekadar kepercayaan/iman.

Itulah sebabnya Bhante Pannavaro menekankan, janganlah melawan kotoran batin dengan konsep anatta.

Hudoyo
ternyata cuma DUGAAN, gak perlu dianggap serius
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 07:47:56 AM

cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..

Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih _/\_

diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.


Melihat saja ya?Tanpa diri itu sendiri adalah nibbana,apakah perlu pendalaman lagi?atau karena pernyataan "melihat" bukan "memahami" itu? :D

Regards,

Riky Liau

kalau begini, kita harus melihat apa definisi nibbana itu.

Nibbana adalah tanpa diri -> ini pernyataan tepat dimana sabbe dhamma anatta, tapi bukan berarti melihat dan memahami anatta itu adalah merealisasikan nibbana.

Nibbana != (tidak sama dengan) merealisasikan/melihat/memahami anatta itu

Nibbana = Padamnya kemelekatan/tanha

Proses merealisasikan Nibbana itu dimulai ketika "pintu terbuka" atau masuk ke dalam prosesnya itu ketika "memasuki arus" dimana dia melihat bahwa tidak ada diri.

Bro Tuhan yang baik, memang demikianlah seharusnya. Pernyataan pak Hudoyo disebabkan bahwa beliau beranggapan bahwa ada aku/diri yang kemudian lenyap/hancur dengan pencapaian Arahatta Magga-phala. Menurut Tipitaka ini adalah pandangan salah ucheda-ditthi/nihilisme, yaitu diri/aku yang ada kemudian menjadi lenyap.
Sebelum mencapai kesucian ada aku = ada atta
Setelah mencapai kesucian tak ada aku = anatta

Jadi pendapat pak Hud atta/aku/diri sebelumnya ada, lalu mencapai kesucian atta menjadi lenyap. Jadi atta dihancurkan pada saat mencapai kesucian. ini adalah uccheda ditthi (nihilisme).
Menurut Buddhis sebelum mencapai kesucian tak ada aku/diri, setelah mencapai kesucian juga tetap tak ada aku/diri, selamanya dan dimanapun tak ada aku/diri.... inilah yang disebut anatta.

Pak Hud memiliki anggapan yang berasal dari Jiddu Krishnamurti yang mengajarkan semua sifat negatif disebabkan oleh sang Aku.

Sang Buddha tak pernah mengajarkan ada aku atau diri yang menjadi penyebab sifat sifat negatif seperti marah, benci, tamak, iri, sombong dll, dalam diri kita . Sang Buddha mengatakan bahwa penyebabnya adalah lobha, dosa dan moha. dan kemelekatan/tanha.

Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial.
Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka.

anda yakin Hudoyo Hupodio mengatakan seperti diatas?

jika "Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka." diartikan orang biasa hanya mampu memahami anatta adalah sebuah kepercayaan/iman belaka, maka "Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial." diartikan hanya arahat memahami anatta adalah sebuah pengalaman eksperiensial.

bisa tolong dijelaskan apakah artinya adalah seperti yg saya pahami seperti diatas?

Benar pak Hud menulis demikian. Setelah saya memberikan rujukan Okkanta Samyutta, pak Hud mengakui bahwa pernyataannya salah dan menjelaskan maksud dari kata2xnya yg seharusnya puthujana bukan arahant.

Quote
Sumedho: <<Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.>>

Thanissaro: "One who KNOWS and SEES that these phenomena are this way is called a stream-enterer, ... ." (Okkanta Samyutta)

Saya tidak mau berteori tentang batin Sotapanna s.d. Anagami. Tetapi, saya duga karena seorang Sotapanna masih mempunyai nafsu keinginan dan kebencian (sekalipun menurut teorinya tidak mungkin melanggar Sila lagi), pasti dalam batinnya ada aku/atta, terlepas dari apa pun yg dikatakan oleh kitab suci.

Yang ingin saya tekankan dengan pernyataan saya itu ialah bahwa di dalam batin orang biasa (puthujjana), seperti Anda, Gunadipo, Fabian, Markosprawira dll dan saya, 'anatta' itu tidak lebih daripada sekadar kepercayaan/iman.

Itulah sebabnya Bhante Pannavaro menekankan, janganlah melawan kotoran batin dengan konsep anatta.

Hudoyo
Saya tetap memilih jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dalam banyak Sutta2, salah satunya Anatthalakkhana/Pancavaggi sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_22_59_Pancavaggi_Sutta_Thanissaro) dimana melawan kotoran batin dengan konsep anatta. Juga dalam Ditthi Samyutta.
Dari diskusi ini jelas sekali bahwa pak Hud memiliki konsep sendiri yang tak menurut dia tak perlu sama dengan kitab suci, konsepnya tak sesuai dengan Tipitaka.

Saya setuju dengan yang dikatakan Bhante Pannavaro, melawan kekotoran batin jangan dengan konsep anatta dan saya tambahkan: juga jangan dengan konsep dukkha, atau konsep anicca, sebenarnya melawan kekotoran batin jangan dengan konsep, kecuali dengan cara melihat dan menyadari segala sesuatu apa adanya, tanpa terseret. Dengan demikian maka otomatis anatta akan kita alami, dukkha akan kita alami dan anicca juga akan kita alami dan kita akan memahami kaitan ketiga karakteristik ini.

Pak Hud menuduh bahwa saya tidak mengalami anicca, dukkha anatta adalah spekulasi disebabkan ketidak tahuan, perlu saya terangkan sebagai contoh melihat anicca, ini dialami oleh banyak meditator bukan hanya saya, bahkan ini dialami oleh meditator yang mengikuti retret meditasi Vipassana hanya sepuluh hari yang diadakan Yasati, mungkin mereka sendiri tidak tahu bahwa mereka mulai melihat anicca dalam bentuk yang masih kasar, yaitu melihat gerakan yang terputus-putus yang tak pernah mereka alami dalam keadaan biasa (bila tidak sedang bermeditasi).

Bila konsentrasinya semakin kuat ia bukan hanya melihat gerakan putus-putus, tapi ia melihat rangkaian proses putus-putus menjadi jelas dan lengkap yaitu proses muncul dan lenyapnya gerakan (gerakan adalah fenomena). Ini hanya salah satu contoh pengalaman yang saya himpun ketika saya sebagai penerjemah, beberapa kali menerjemahkan pengalaman meditator yang ikut meditasi Vipassana intensif sepuluh hari.

Ironinya ada seorang guru meditasi yang mengikuti retret meditasi Vipassana sepuluh hari yang diadakan oleh Yasati tidak mengalami hal ini, karena "gelasnya penuh dengan berbagai konsep" dan berbagai konsep tersebut menghalangi kemajuannya sendiri. Guru meditasi yang mengerti hanya sebatas konsep bisa menyesatkan banyak orang.

Seseorang yang mengajarkan meditasi dan mengatakan bahwa tilakkhana hanyalah konsep dan hanya dialami oleh seorang yang mencapai tingkat kesucian Arahat, kemungkinan yang diajarkan bukan Vipassana, karena ia sendiri memahami tilakkhana hanya sebatas konsep, bukan pengalaman langsung.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 24 May 2010, 08:38:15 AM

Benar pak Hud menulis demikian. Setelah saya memberikan rujukan Okkanta Samyutta, pak Hud mengakui bahwa pernyataannya salah dan menjelaskan maksud dari kata2xnya yg seharusnya puthujana bukan arahant.

Quote from: Hudoyo from mail
...
Yang ingin saya tekankan dengan pernyataan saya itu ialah bahwa di dalam batin orang biasa (puthujjana), seperti Anda, Gunadipo, Fabian, Markosprawira dll dan saya, 'anatta' itu tidak lebih daripada sekadar kepercayaan/iman.
...
Hudoyo

Bro Sumedho, kalau dari mail itu, pak Hudoyo masih tetap konsisten pada pernyataannya, yaitu :
di dalam batin orang biasa (orang awam, puthujjana) anatta itu tidak lebih daripada sekedar kepercayaan/iman.

Dari mana muncul pernyataan bro bahwa :
1. Pak Hudoyo mengakui pernyataannya salah ?
2. Seharusnya puthujjana bukan arahant ? Maksudnya ngimana ?

Jadi pernyataan yang benar ngimana bunyinya ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 24 May 2010, 08:52:07 AM
Pak Hud menuduh bahwa saya tidak mengalami anicca, dukkha anatta adalah spekulasi disebabkan ketidak tahuan, ...
Bro Fabian C,

Saya pikir pak Hudoyo tidak menuduh, tapi menilai bahwa :
- baik kamu maupun dia sendiri batinnya masih sebagai puthujjana.

Bro setuju dengan penilaian itu ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 09:20:51 AM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 24 May 2010, 09:35:15 AM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D
Jika demikian, bhante yang mendukungnya juga mempunyai pandangan salah ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 09:53:24 AM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D
Jika demikian, bhante yang mendukungnya juga mempunyai pandangan salah ?
dilihat dulu konteksnya, apakah perkataan bhante itu dimanfaatkan hanya untuk mendukung keperluannya atau memang bhante itupun mengajarkan hal yang sama :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hendra Susanto on 24 May 2010, 10:03:13 AM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D
Jika demikian, bhante yang mendukungnya juga mempunyai pandangan salah ?

jgn melebar tohh...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: The Ronald on 24 May 2010, 10:04:09 AM
[at] Hasan Teguh
balik ke pernyataan awal pak hundoyo

Hudoyo Hupodio :
"Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. "

jawabannya : tidak benar... karena seorang pemasuk arus telah memahami hal yg sama


"Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka"

Jawabannya : selain Arahat, ada.. yakni dimulai dari pemasuk arus (sopatanna), dan sebagai umat awam (puthujjana) pun.. tidak mengimani atau pun di anggap sebagai sebuah kepercayaan...
tetapi menganggapnya sebagai sebuah konsep.. bukan iman..., bandinkan jika saat seseorg mengimani adanya tuhan atau juru selamat....apa yg akan di perbuatnya
dan bandingkan jika ternyata ada org yg mengimani anatta.. apa yg di perbuatnya?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Kelana on 24 May 2010, 10:25:48 AM
Kalian semua yang berKTP Buddhist,mempercayai Buddha Gotama,percaya dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.."

tetapi apakah dengan pengalaman kalian semua tentang dukkha itu,membawa kalian pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha?atau kalian semakin "bodoh" dan "gelap batin",karena merasa sudah tahu "tentang dukkha",padahal itu hanya berupa "kepercayaan/teori" kalian belaka?

Semakin kalian tahu,semakin kalian sombong,semakin kalian sombong,semakin tidak ada realitas disana,karena kalian menganggap diri kalian sendiri adalah REALITASNYA..Diri kalian sendiri adalah KEBENARANnya..walau bagi saya KEBENARAN kalian BUKAN merupakan KEBENARAN lagi BAGIKU.. :D

Regards,

Riky Liau


Maaf, Sdr. Riky, meskipun dalam KTP saya bertulisankan Buddha, saya tidak percaya dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.." TAPI saya YAKIN dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.."

Di dalam sebuah keyakinan diperlukan sebuah pengalaman, sedangkan dalam sebuah kepercayaan tidak diperlukan pengalaman. Saya mengamati dan pernah mengalami sakit, mengalami kehilangan, berpisah, usaha tidak maju, dst,. Dengan demikian saya tidak menganggap apa yang disampaikan oleh Sang Buddha adalah sebuah teori, tapi kenyataan. Kurangnya pengamatan seseorang terhadap hidup dan kehidupan membuat seseorang tidak tahu akan kenyataan ini. Dan ketika ia berbicara tentang hidup adalah dukkha tetapi tidak mengamati hidup dan kehidupan dan belum menemukan kebenarannya, maka ia baru disebut berteori tentang "hidup adalah dukkha"

Benar bahwa hanya pengalaman akan dukkha tidak membawa langsung ke pembebasan, pengalaman ini hanya membuat kita tahu dan memahami bahwa hidup itu dukkha. Oleh karena itu pengetahuan akan adanya Dukkha ditempatkan pada urutan awal 4 Kebenaran Arya, sebagai langkah awal untuk bebas dari dukkha. Tanpa tahu apa yang ingin di hilangkan bagaimana kita bisa tahu cara menghilangkannya? Tanpa tahu apakah dukkha ada atau tidak bagaimana kita bisa tahu apa yang harus dipadamkan?

Yang namanya pengetahuan memiliki 2 sisi, bisa menjadikan buruk atau baik tergantung bagaimana menggunakannya. Bahkan Sang Buddha menjelaskan dalam Alagaddupama Sutta, Majjhima Nikaya 22 bahwa Dhamma pun bisa membahayakan jika salah menggunakannya, salah menerapkannya.

Jadi pengetahuan akan "hidup adalah dukkha" dapat membuat batin mundur atau maju tergantung penggunaannya dan penerapan selanjutnya.

Saya rasa cukup.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 24 May 2010, 12:13:08 PM
Pada kasus Anattalakkhana sutta, walaupun dia seorang sotapanna yg sudah memahami itu tapi uraian dalam Anattalakkhana sutta itu memiliki makna yg lebih dalam lagi jika kita lihat dari sudut lain, dimana

Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

dg bahasa lain juga, sotapanna baru menghancurnya belanggu sakkaya dithi. perlu dipertegas baru dithi...
dari hancurnya ditthi sampai hilangnya kemelekatan itu masih ada waktunya.
Bukan diri -> tidak memuaskan -> tidak layak dilekati -> dispassion/menjadi tidak suka -> tidak melekat

pertanyaannya adalah "anatta ekperiensial" itu apa sih?
teori anatta, kita di sekolah minggu pun udah dengar (dan dirasa mengerti :P)
pada sotapanna, entah bagaimana* sakkaya ditthi bisa dihancurkan. yg jelas saya tidak berhasil dg teori anatta doank :))
pada arahat, ia sudah tidak melekat pada panca khandha lagi, dg demikian "aku" pun tidak ada lagi. jika anatta eksperiensial diartikan sebagai padamnya aku yg biasanya dikatakan oleh Pak Hudoyo, yaiyalah ini terjadi hanya pada arahat.
tetapi antara putthujana & sotapanna, sotapanna akan mengalami sesuatu entah apa itu yg menghancurkan sakayya dithinya. menurut saya ini juga layak dikatakan sbg "anatta ekperiensial"... menurut saya sih begitu :P

ribet sih kalau definisi kosakata ga sama...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 24 May 2010, 12:26:47 PM
Aduh,jadi malu saya..Penguasa forum jangan cepat "ngambek" doang..Stay cool,biasanya Anda kan selalu cool..haha..

Saya tidak mempunyai indikasi apapun untuk menuduh Anda,tetapi kalau persepsi Anda berkata begitu,ya apa boleh buat..Just let it go... :D
loh, ini masih cool koq. itu pernyataan terima kasih itu tidak dengan kebencian tapi dengan tulus loh, itu pernyataan kebenaran. mungkin persepsi dan pengalaman anda yg menyebabkan anda berpikir demikian :) Just let it go  ;D

=))
what i see is not the truth but is what i perceived.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 24 May 2010, 12:31:48 PM
apakah itu mengalami anatta ? apakah ada awal dan final saja?

apakah perbedaan antara sotapanaa dan arahant? apakah perbedaan "mengalami" anatta? ataukan kemelekatannya? belenggunya?

apakah itu mengalami anatta ?


hmmm :-? make sense

jika diteliti justru di-akhir itu justru tidak ada lagi yg mengalami... yah :))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 24 May 2010, 12:38:16 PM
Saya sih sering membaca "berita" orang bunuh diri dengan minum racun serangga... Tetapi saya sendiri belum pernah mencoba-nya... apakah saya harus mempunyai pengalaman sendiri (dengan meminum racun serangga) untuk membuktikan bahwa MINUM RACUN SERANGGA bisa MEMBUNUH ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 24 May 2010, 12:46:05 PM
Bro Tuhan yang baik, memang demikianlah seharusnya. Pernyataan pak Hudoyo disebabkan bahwa beliau beranggapan bahwa ada aku/diri yang kemudian lenyap/hancur dengan pencapaian Arahatta Magga-phala. Menurut Tipitaka ini adalah pandangan salah ucheda-ditthi/nihilisme, yaitu diri/aku yang ada kemudian menjadi lenyap.
Sebelum mencapai kesucian ada aku = ada atta
Setelah mencapai kesucian tak ada aku = anatta

Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana


"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...
arti anatta (bukan diri) telah dijelaskan oleh Mahasi Sayadaw dg baik di buku terbitan DC (promosi).
singkatnya setiap praktisi hendaknya selalu mengerti bahwa panca khandha ini "bukan aku" atau "bukan milikku".

memang kita sering mendengar dalam komunitas Buddhist yg merartikan anatta sbg "tidak ada aku/diri/roh", tetapi menurut saya penerjemahan demikian sudah meleset jauh.
ajaran "tidak ada aku"/"tidak ada roh"/"tidak ada inti", sama sekali tidak masuk dalam ajaran Buddha.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 24 May 2010, 12:52:16 PM
tambahan:
dalam ajaran Buddha (at least menurut pemahaman saya) anatta adalah jalan/praktek yg ditekankan utk menghancurkan rasa haus/keserakahan yg menghasilkan pemikiran "ini aku", "ini milikku".

Quote
Itulah sebabnya Bhante Pannavaro menekankan, janganlah melawan kotoran batin dengan konsep anatta.

setau saya bhante Pannavaro bukan melarang kita mengendalikan diri dg konsep anatta, namun beliau memberikan beberapa alternativ...

dan kalau Pak Hudoyo pernah baca essay anatta dari bhikkhu Thanissaro, jelas2 bahwa anatta "memang hanyalah sebuah konsep" utk membantu kita kok.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 01:02:41 PM
Kesimpulannya, Hudoyo benar atau salah ;D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: sukuhong on 24 May 2010, 01:42:19 PM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D
Jika demikian, bhante yang mendukungnya juga mempunyai pandangan salah ?

Bang Hasan, sudah dijelaskan ama Bang Fabian,
Pda intinya Kekotoran batin jangan dilawan dengan Konsep !
tapi di praktekkan langsung.
Jadi pernyataan Bhante tidak salah, yang salah mereka yang menterjemahkan arti yang dimaksud Bhante.
kam sia
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: sukuhong on 24 May 2010, 01:45:25 PM
Kesimpulannya, Hudoyo benar atau salah ;D
maklum masih puthujana,
jika melakukan suatu kesalahan adalah hal biasa
kalau udah salah masih ngeyel, itu yang namanya BODOH
kamsia
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 24 May 2010, 02:01:33 PM
Bro Sumedho, kalau dari mail itu, pak Hudoyo masih tetap konsisten pada pernyataannya, yaitu :
di dalam batin orang biasa (orang awam, puthujjana) anatta itu tidak lebih daripada sekedar kepercayaan/iman.

Dari mana muncul pernyataan bro bahwa :
1. Pak Hudoyo mengakui pernyataannya salah ?
2. Seharusnya puthujjana bukan arahant ? Maksudnya ngimana ?

Jadi pernyataan yang benar ngimana bunyinya ?

Saya tuliskan yah yg awalnya

Quote
***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial.
Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Puthujana adalah orang awam yg bukan dalam kategori (8 pasang) mahluk suci.

Pernyataannya yg benar sudah disounding oleh bro Ronald kembali bahwa seorang sotapanna sudah memahami sebagai pengalaman experential, tidak perlu sampai arahant.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 04:17:27 PM
Pak Hud menuduh bahwa saya tidak mengalami anicca, dukkha anatta adalah spekulasi disebabkan ketidak tahuan, ...
Bro Fabian C,

Saya pikir pak Hudoyo tidak menuduh, tapi menilai bahwa :
- baik kamu maupun dia sendiri batinnya masih sebagai puthujjana.

Bro setuju dengan penilaian itu ?

Bro Hasan yang baik, ada orang yang memang suka berspekulasi, saya tak mau berspekulasi mengenai pencapaian teman-teman karena saya tidak tahu, kalau pak Hud mengakui dia puthujana ya sudah, pencapaian spiritual saya adalah untuk diri sendiri bukan untuk di share atau dipamerkan pada orang lain.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 04:20:19 PM
+1 buat fabian ;D

keterangannya mantap, berarti pa Hudoyo mempunyai pandangan salah ya, padahal mengajar meditasi, jangan2 murid2nya jadi berpandangan salah juga dong ;D
benar2 sesuai dengan yang di katakan sallekha sutta ;D

Terima kasih bro... bales timpuk ah....   :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: nyanadhana on 24 May 2010, 04:26:09 PM
***
Kutipan

Hudoyo Hupodio :
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman
eksperiensial. Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai
kepercayaan/iman belaka.
***

Ini FAKTA nya bukan ?

Ada yang mampu menyangkalnya ?

ya mungkin situnya sudah arahat makanya kita juga tidka bisa memberikan judgement apa2 ke dalam setiap kata seorang arahat karena dijamin "BENAR" dan kita akan "SALAH"
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 04:54:57 PM
Bro Tuhan yang baik, memang demikianlah seharusnya. Pernyataan pak Hudoyo disebabkan bahwa beliau beranggapan bahwa ada aku/diri yang kemudian lenyap/hancur dengan pencapaian Arahatta Magga-phala. Menurut Tipitaka ini adalah pandangan salah ucheda-ditthi/nihilisme, yaitu diri/aku yang ada kemudian menjadi lenyap.
Sebelum mencapai kesucian ada aku = ada atta
Setelah mencapai kesucian tak ada aku = anatta

Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana


Bro Tesla yang baik, baca dimana terjemahan tersebut? Terjemahan versi pak Hudoyo ya?
Untuk menyegarkan kembali ingatan bro Tesla, coba bro Tesla membaca kembali terjemahan anattalakkhana Sutta berikut ini:
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html)

Quote
"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...
Maaf saya kurang jelas, jadi bro Tesla berpandangan sebelum Arahat atta ada atau tidak?

Quote
arti anatta (bukan diri) telah dijelaskan oleh Mahasi Sayadaw dg baik di buku terbitan DC (promosi).
singkatnya setiap praktisi hendaknya selalu mengerti bahwa panca khandha ini "bukan aku" atau "bukan milikku".
Nah pandangan beliau juga sama dengan pandangan saya, selain itu juga tidak ada yang disebut roh yang kekal abadi (atman/atta) seperti yang ada di ajaran tetangga.

Quote
memang kita sering mendengar dalam komunitas Buddhist yg mengartikan anatta sbg "tidak ada aku/diri/roh", tetapi menurut saya penerjemahan demikian sudah meleset jauh.
ajaran "tidak ada aku"/"tidak ada roh"/"tidak ada inti", sama sekali tidak masuk dalam ajaran Buddha.

Jadi Ajaran Buddha menurut anda bagaimana?

 _/\_

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 24 May 2010, 06:34:55 PM
 [at] Bro Riky,


cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..

Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih _/\_

diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.

Maap nyela diskusi Saudara berdua.. Saya setuju dengan Suhu Medho kalau sebaiknya kita semua member DC menghindari diskusi yang tidak sehat. Sebaliknya mempelajari dan mengembangkan diskusi sehat yang diajarkan Sang Buddha, dapat dibaca di: Kathavatthu Sutta. (http://dhammacitta.org/dcpedia/AN_3_67_Kathavatthu_Sutta_Thanissaro)

Sejak awal kemunculan Bro Riky di thread ini spontan dengan tudingan langsung terhadap pihak terkait DC atau forum DC itu sendiri. Kalau boleh, tolong tunjukkan darimana munculnya kesimpulan2 Bro Riky tersebut. Ini saran saya sbg pihak yang mungkin "kepo" hendak menengahi. Dan tentunya lebih baik membuka topik baru yang membahas hal2 terkait tudingan tsb, agar thread ini tetap berjalan on topic.


Kalian semua yang berKTP Buddhist,mempercayai Buddha Gotama,percaya dengan kata Buddha bahwa,"Hidup adalah dukkha.."

Saya berharap semua rekan di sini yang membaca agar berhati-hati dalam mempelajari Dhamma. Jika ada Buddha atau siswa Buddha yang menyatakan bahwa "Hidup adalah dukkha.." Maka jangan langsung percaya dan menerima! Tolong investigasi kembali apakah benar hidup adalah dukkha?

Mengatakan hidup adalah kegembiraan (sukha) adalah 1 sisi ekstrim. Sebaliknya mengatakan hidup adalah penderitaan (dukkha) adalah sisi ekstrim lainnya.. Dan mereka yang meyakini yang mana pun tidak akan pernah terbebas dari perdebatan.
Sejauh yang saya mengerti, apa yang dinyatakan Sang Buddha mengenai dukkha adalah:
"Kelahiran adalah dukkha. Usia tua adalah dukkha. Kematian adalah dukkha. Kesedihan adalah dukkha. Ratap-tangis adalah dukkha. Penderitaan fisik adalah dukkha. Penderitaan batin adalah dukkha. Keputus-asaan adalah dukkha. Perpisahan dengan yang disenangi adalah dukkha. Pertemuan dengan yang tidak disenangi adalah dukkha. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya, lima kelompok kemelekatan adalah dukkha."

Tidak pernah saya temukan di mana pun dan jika memang pernah Sang Buddha menyatakan "Hidup adalah dukkha." Saya minta tolong kemurahan hatinya untuk menunjukkan pernyataan tsb, dan secara lengkap.

Sukhi hotu,
_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:03:12 PM
[at] Bro Riky,


cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..

Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih _/\_

diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.

Maap nyela diskusi Saudara berdua.. Saya setuju dengan Suhu Medho kalau sebaiknya kita semua member DC menghindari diskusi yang tidak sehat. Sebaliknya mempelajari dan mengembangkan diskusi sehat yang diajarkan Sang Buddha, dapat dibaca di: Kathavatthu Sutta. (http://dhammacitta.org/dcpedia/AN_3_67_Kathavatthu_Sutta_Thanissaro)

Sejak awal kemunculan Bro Riky di thread ini spontan dengan tudingan langsung terhadap pihak terkait DC atau forum DC itu sendiri. Kalau boleh, tolong tunjukkan darimana munculnya kesimpulan2 Bro Riky tersebut. Ini saran saya sbg pihak yang mungkin "kepo" hendak menengahi. Dan tentunya lebih baik membuka topik baru yang membahas hal2 terkait tudingan tsb, agar thread ini tetap berjalan on topic.

Nah,karena Anda yang memulai ajang "kepo" ini,maka saya akan melayani Anda,sebagaimana tamu menyuguhkan "teh hangat" kepada saya.. :)

Maaf sekali,ada baiknya,pihak "kepo" terlepas dari tudingan apapun tentang saya yang menjadi member DC selama ini..Karena sungguh "kurang tepat" bilaman sudah muncul "persepsi" dari Anda sendiri tentang "siapa saya",dan mungkin "kesetiaan" anda kepada forum semacam ini.. :D

Tunjukan dikalimat mana saya "menunding" secara langsung kepada "pihak DC" atau "forum DC",saya pingin membacanya,biar ada "azas seimbang" dan "praduga tak bersalah" dari saya.. :)

Apakah Membuka "topic" baru ,untuk hal-hal licik selanjutnya?dan "usaha" untuk "mendepak" saya secara elegan agar DC dianggap sebagai "forum yang bersih" dan tindakan yang tepat?Cerita tentang gereja tua.. :D


Quote
Saya berharap semua rekan di sini yang membaca agar berhati-hati dalam mempelajari Dhamma. Jika ada Buddha atau siswa Buddha yang menyatakan bahwa "Hidup adalah dukkha.." Maka jangan langsung percaya dan menerima! Tolong investigasi kembali apakah benar hidup adalah dukkha?

Lebih bagus lagi "investigasi" diri Anda terlebih dahulu.. :)
Apakah Anda sendiri sudah berhati-hati dalam mempelajari "dhamma",sehingga harus pakai kalimat "minta tolong"?

Dhamma itu datang ke dalam batin masing-masing,tidak perlu pakai kata "tolong" "harus" "wajib" dan seterusnya.. :D

Quote
Mengatakan hidup adalah kegembiraan (sukha) adalah 1 sisi ekstrim. Sebaliknya mengatakan hidup adalah penderitaan (dukkha) adalah sisi ekstrim lainnya.. Dan mereka yang meyakini yang mana pun tidak akan pernah terbebas dari perdebatan.
Nah,Anda sendiri yang "memilah-milah"nya ya,saya tidak bilang tentang "sukha" maupun "dukkha",Anda sendiri yang menggunakan "dualisme" untuk memilah-milahnya.. :D
Jadi "tolong" hentikan persepsi liar Anda..


Quote
Sejauh yang saya mengerti, apa yang dinyatakan Sang Buddha mengenai dukkha adalah:
"Kelahiran adalah dukkha. Usia tua adalah dukkha. Kematian adalah dukkha. Kesedihan adalah dukkha. Ratap-tangis adalah dukkha. Penderitaan fisik adalah dukkha. Penderitaan batin adalah dukkha. Keputus-asaan adalah dukkha. Perpisahan dengan yang disenangi adalah dukkha. Pertemuan dengan yang tidak disenangi adalah dukkha. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya, lima kelompok kemelekatan adalah dukkha."
Opss..sori... :D

Hidup = kelahiran ,kelahiran= hidup..Ven Ajahn Chah berkata,"Jangan menangisi batangnya,tetapi tangisilah akarnya..."


Quote
Tidak pernah saya temukan di mana pun dan jika memang pernah Sang Buddha menyatakan "Hidup adalah dukkha." Saya minta tolong kemurahan hatinya untuk menunjukkan pernyataan tsb, dan secara lengkap.

Sukhi hotu,
_/\_

Nah,"Tidak pernah Anda temukan" bukan berati "tidak ada kan"?

kemurahan hati saya?tidak perlu,amati saja kehidupan mu,jika kamu menemukan "sukha" dan kamu anggap sebagai kebahagian,maka itu urusanmu,karena hidup dipenuhi oleh dukkha sama seperti yang kamu tuliskan tadi diatas :

"Kelahiran adalah dukkha. Usia tua adalah dukkha. Kematian adalah dukkha. Kesedihan adalah dukkha. Ratap-tangis adalah dukkha. Penderitaan fisik adalah dukkha. Penderitaan batin adalah dukkha. Keputus-asaan adalah dukkha. Perpisahan dengan yang disenangi adalah dukkha. Pertemuan dengan yang tidak disenangi adalah dukkha. Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya, lima kelompok kemelekatan adalah dukkha."

kecuali Anda telah merealisasikan Nibbana,oleh karena itu Buddha berkata dia hanya mengajar tentang "dukkha dan lenyapnya dukkha"... :)

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitatta

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 May 2010, 10:10:12 PM
bah oot nieh
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:10:22 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).

Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)


Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)

Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:17:03 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?

ehm mgkn tlg bro riky bisa melihat secara buddhism dimana vedana ada dalam setiap citta yah

karena ini yang seringkali rancu dimana merasakan dalam artian mengikuti apa yang menyenangkan/menolak apa yg tidak menyenangkan disamakan dengan vedana dalam artian sabbacitta sadharana cetasika

ini yang sering membuat diskusi jadi ga nyambung karena sudut pandang awam, dijadikan landasan utk diskusi buddhism

kembali ke pernyataan "pengalaman" bukan "paham anatta" loh, jadi tlg ini dibedakan loh........

Quote
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Saya tahu bahwa ada fenomena "anicca" "dukkha" dan "anatta",dan rasanya Anda juga tahu bahwa walau sudah "mengetahui" fenomena tersebut,toh banyak yang belum terbebaskan atau merealisasikan "nibbana" seperti yang direalisasikan oleh Buddha Gotama sendiri..

Bro Riky yang baik, memang benar tahu fenomena anicca, dukkha dan anatta tidak membawa seseorang pada kebebasan, karena untuk tahu kita tak perlu memiliki pra kondisi yang diperlukan misalnya perhatian dan konsentrasi (sati dan samadhi). Hanya dengan mengalami membawa seseorang pada kebebasan, dan untuk mengalami seseorang harus memiliki pra kondisi yang diperlukan, yaitu perhatian dan konsentrasi yang cukup. Pernyataan bro Riky bahwa banyak yang belum terbebaskan (belum merealisasikan Nibbana) memang benar, tetapi yang terbebaskan (sudah merealisasi) juga sangat banyak.

permasalahannya adalah isi substansinya sama yaitu "dukkha",tetapi kemudian muncul permasalahan lainnya adalah "esensi" dukkha itu sendiri.. :)

Lihat kisah "kisagotami",kisah "bhikkhuni utama" Buddha,kisah YM Ananda,kisah YM Cula,disana akan terlihat bahwa mereka semua "mengalaminya" sendiri tentang "dukkha" dan "padamnya dukkha",sedangkan kebanyakan orang saat ini?Mereka tahu dukkha itu apa,tetapi hanya sebatas "pengetahuan tentang dukkha",bukan "pengalaman tentang dukkha",apakah itu tidak dikategorikan sebagai "iman" belaka?

Saya tidak paham sama sekali soal yang Bro Fabian sebutkan sebagai "konsentrasi" dan "perhatian",yang saya tahu adalah soal "aha"..
Quote
Saya setuju percaya tidak membawa pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha, melainkan pengalaman langsung (direct experience) yang akan membawa kita pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tetapi percaya merupakan langkah awal yang akan memotivasi kita untuk mengalami sendiri esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) adalah teori bagi yang belum pernah mengalami dan merupakan pengalaman langsung bagi mereka yang pernah mengalami.

Kalau Bro Fabian setuju,mari kita duduk disini dengan santai,dan berkata bahwa sesungguhnya semua kepercayaan kita saat ini adalah kepercayaan berdasarkan persepsi kita masing-masing,bukan kepercayaan yang sesungguhnya,bukan merupakan Saddha yang dimaksud oleh Bhagava...setuju?


Quote
Semoga saya tidak menjadi sombong, semoga saya tidak menjadi angkuh semoga saya semakin dekat pada Dhamma dan tujuan akhir, semoga saya  tidak semakin menjauh dari Dhamma dan tujuan akhir.

 _/\_

Sadhu.. :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:20:44 PM

cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih.. :)

hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..

Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih _/\_

diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.

Terima kasih kembali atas tuduhan Anda tentang "diskusi model tidak sehat dan bla bla bla bla.."


Quote
kalau begini, kita harus melihat apa definisi nibbana itu.

Nibbana adalah tanpa diri -> ini pernyataan tepat dimana sabbe dhamma anatta, tapi bukan berarti melihat dan memahami anatta itu adalah merealisasikan nibbana.

Nibbana != (tidak sama dengan) merealisasikan/melihat/memahami anatta itu

Nibbana = Padamnya kemelekatan/tanha

Proses merealisasikan Nibbana itu dimulai ketika "pintu terbuka" atau masuk ke dalam prosesnya itu ketika "memasuki arus" dimana dia melihat bahwa tidak ada diri.


Wow..ternyata nibbana itu juga banyak macemnya ya?
Buddha berkata "Rasa kebebasan hanya satu"

ternyata Bro Sumedho mengatakan ada bermacam-macam,nano kali ya? :)

Mohon Master Suhu Sumedho,menjelaskan mengapa nibbana menjadi begitu banyak? :)

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sumedho on 24 May 2010, 10:32:43 PM
permainan kata yg tidak bermanfaat :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:34:01 PM
permainan kata yg tidak bermanfaat :)

kalau tidak bermanfaat,jangan diteruskan "permainan kata yang kuno" itu.. :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 10:34:50 PM
ASTAGA!
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:36:48 PM
ASTAGA!

NAGA!!
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 May 2010, 10:41:31 PM
BONAR!!!
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 24 May 2010, 10:42:09 PM
Back To TopiC.. :D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Mr. pao on 24 May 2010, 10:43:03 PM
Koq riky bisa bagi banyak tiori ke orang tapi koq gak bisa dalam ucapan mengandung cinta kasih?
kan mau membela kaum gay? koq bisa ucap yang manis2 mengenai gay, tapi sulit bersikap sopan masuk rumah orang?
koq banyak kata2 yang di selip selalu menyakiti kalo dibaca.

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 10:51:24 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).

Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.


Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.

Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...

Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 24 May 2010, 10:53:15 PM
Wah,ricuh jg akhirnya.... Sebaiknya di-close aja thread ini, daripada tambah ricuh lagi.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 10:58:31 PM
epriting ander kontrol
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Mr. pao on 24 May 2010, 11:02:40 PM
 :o :o :o
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Mr. pao on 24 May 2010, 11:03:22 PM
huh............... komentar riky yang pedas..............
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 24 May 2010, 11:07:15 PM
Saya rasa kita cuman bisa menghimbau, selanjutnya terserah pada pihak yang lain. Jika sebuah diskusi tidak dapat diteruskan tanpa ada kesediaan dari pihak lawan diskusi, maka yang terbaik adalah berdiam diri. Tidak ada yang didapat dari perdebatan tanpa pangkal ujung. Jadi, saya mundur saja dari diskusi yang terakhir saya ikuti. Pada teman2 sedhamma, mari jangan memancing omongan2 tidak perlu lainnya. Kasihan nanti nama DC yg terbawa2 oleh ulah kita. Makasih. :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 24 May 2010, 11:16:20 PM
LOCK!!! =)) (sudah berapa hari ya kaga bilang ini =)) )
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 24 May 2010, 11:24:38 PM
tidak harus arahat untuk merasakan pengalaman anatta

tapi semua arahat pasti paham anatta

jangan diubah...merasakan atau memahami..itu beda..

pertanyaan,apakah seseorang yang bukan arahatta bisa memahami esensi dari Anatta?

ehm mgkn tlg bro riky bisa melihat secara buddhism dimana vedana ada dalam setiap citta yah

karena ini yang seringkali rancu dimana merasakan dalam artian mengikuti apa yang menyenangkan/menolak apa yg tidak menyenangkan disamakan dengan vedana dalam artian sabbacitta sadharana cetasika

ini yang sering membuat diskusi jadi ga nyambung karena sudut pandang awam, dijadikan landasan utk diskusi buddhism

kembali ke pernyataan "pengalaman" bukan "paham anatta" loh, jadi tlg ini dibedakan loh........

Quote
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Saya tahu bahwa ada fenomena "anicca" "dukkha" dan "anatta",dan rasanya Anda juga tahu bahwa walau sudah "mengetahui" fenomena tersebut,toh banyak yang belum terbebaskan atau merealisasikan "nibbana" seperti yang direalisasikan oleh Buddha Gotama sendiri..

Bro Riky yang baik, memang benar tahu fenomena anicca, dukkha dan anatta tidak membawa seseorang pada kebebasan, karena untuk tahu kita tak perlu memiliki pra kondisi yang diperlukan misalnya perhatian dan konsentrasi (sati dan samadhi). Hanya dengan mengalami membawa seseorang pada kebebasan, dan untuk mengalami seseorang harus memiliki pra kondisi yang diperlukan, yaitu perhatian dan konsentrasi yang cukup. Pernyataan bro Riky bahwa banyak yang belum terbebaskan (belum merealisasikan Nibbana) memang benar, tetapi yang terbebaskan (sudah merealisasi) juga sangat banyak.

permasalahannya adalah isi substansinya sama yaitu "dukkha",tetapi kemudian muncul permasalahan lainnya adalah "esensi" dukkha itu sendiri.. :)

Lihat kisah "kisagotami",kisah "bhikkhuni utama" Buddha,kisah YM Ananda,kisah YM Cula,disana akan terlihat bahwa mereka semua "mengalaminya" sendiri tentang "dukkha" dan "padamnya dukkha",sedangkan kebanyakan orang saat ini?Mereka tahu dukkha itu apa,tetapi hanya sebatas "pengetahuan tentang dukkha",bukan "pengalaman tentang dukkha",apakah itu tidak dikategorikan sebagai "iman" belaka?

Saya tidak paham sama sekali soal yang Bro Fabian sebutkan sebagai "konsentrasi" dan "perhatian",yang saya tahu adalah soal "aha"..
Hmm menarik sekali jadi bro Riky belum pernah mengalami dukkha? Selalu mengalami sukha?
Aneh juga bro Riky tak tahu perhatian tetapi tahu sati... menurut bro Riky sati itu apa?
apa artinya aha..?

Quote
Quote
Saya setuju percaya tidak membawa pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha, melainkan pengalaman langsung (direct experience) yang akan membawa kita pada esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tetapi percaya merupakan langkah awal yang akan memotivasi kita untuk mengalami sendiri esensi dukkha,dan padamnya dukkha.
Tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) adalah teori bagi yang belum pernah mengalami dan merupakan pengalaman langsung bagi mereka yang pernah mengalami.

Kalau Bro Fabian setuju,mari kita duduk disini dengan santai,dan berkata bahwa sesungguhnya semua kepercayaan kita saat ini adalah kepercayaan berdasarkan persepsi kita masing-masing,bukan kepercayaan yang sesungguhnya,bukan merupakan Saddha yang dimaksud oleh Bhagava...setuju?

Quote
Semoga saya tidak menjadi sombong, semoga saya tidak menjadi angkuh semoga saya semakin dekat pada Dhamma dan tujuan akhir, semoga saya  tidak semakin menjauh dari Dhamma dan tujuan akhir.

 _/\_

Sadhu.. :)

Saya memang lagi duduk santai kok bro...  kepercayaan bro Riky berdasarkan persepsi dan kepercayaan. Apa yang saya alami bukan persepsi dan kepercayaan, apa yang saya alami juga dialami oleh banyak meditator lain. Saddha yang saya miliki adalah saddha yang dimaksud oleh Sang Bhagava bro  :)

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 25 May 2010, 07:18:10 AM
Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana

Bro Tesla yang baik, baca dimana terjemahan tersebut? Terjemahan versi pak Hudoyo ya?
Untuk menyegarkan kembali ingatan bro Tesla, coba bro Tesla membaca kembali terjemahan anattalakkhana Sutta berikut ini:
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html)
bro fabian, itu ada di sutta, tapi bukan anattalakhana sutta. saya pernah posting sutta nya bahkan memberi link palinya.
saat ini saya udah lupa suttanya, kalau ber0kondisi akan saya posting kembali. kalau tidak yah anda lom beruntung.
sekilas info, di sutta itu sang Buddha mengatakan "aku ada" dalam bahasa palinya bukan "atta" (saya lupa lagi bahasa palinya...)
jadi disini berdasarkan Buddha, berbicara tentang aku, tidak sama dg berbicara tentang atta.

memang benar ada penterjemah yg menerjemahkan anatta sebagai = no-self. terimakasih atas linknya, selain dari terjemahan itu masih banyak sekali terjemahan yg mengartikan sbg no-self jg.
tapi bagi saya itu tidak tepat, saya lebih mengartikannya sebagai not-self.
sebagai referensi, saya lebih sependapat dg bhikkhu Thanissaro, silahkan baca essay beliau.

Quote
Quote
"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...

Maaf saya kurang jelas, jadi bro Tesla berpandangan sebelum Arahat atta ada atau tidak?


Jadi Ajaran Buddha menurut anda bagaimana?

jika yg anda tanya atta ada atau tidak, menurut saya itu pertanyaan yg sama yg didiamkan oleh Buddha.
menurut saya, Buddha sama sekali tidak pernah mengatakan soal "ada" atau "tidak ada"
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro agar mengerti maksud saya. isinya memang sesuatu yg radikal, jadi kalau anda berbeda pendapat yah gpp juga. saya tidak memaksakan pendapat, hanya ingin sharing.

 _/\_
Title: No-self or Not-self?
Post by: tesla on 25 May 2010, 08:00:39 AM
by
Thanissaro Bhikkhu
© 1996–2010

One of the first stumbling blocks that Westerners often encounter when they learn about Buddhism is the teaching on anatta, often translated as no-self. This teaching is a stumbling block for two reasons. First, the idea of there being no self doesn't fit well with other Buddhist teachings, such as the doctrine of kamma and rebirth: If there's no self, what experiences the results of kamma and takes rebirth? Second, it doesn't fit well with our own Judeo-Christian background, which assumes the existence of an eternal soul or self as a basic presupposition: If there's no self, what's the purpose of a spiritual life? Many books try to answer these questions, but if you look at the Pali canon — the earliest extant record of the Buddha's teachings — you won't find them addressed at all. In fact, the one place where the Buddha was asked point-blank whether or not there was a self, he refused to answer. When later asked why, he said that to hold either that there is a self or that there is no self is to fall into extreme forms of wrong view that make the path of Buddhist practice impossible. Thus the question should be put aside. To understand what his silence on this question says about the meaning of anatta, we first have to look at his teachings on how questions should be asked and answered, and how to interpret his answers.

The Buddha divided all questions into four classes: those that deserve a categorical (straight yes or no) answer; those that deserve an analytical answer, defining and qualifying the terms of the question; those that deserve a counter-question, putting the ball back in the questioner's court; and those that deserve to be put aside. The last class of question consists of those that don't lead to the end of suffering and stress. The first duty of a teacher, when asked a question, is to figure out which class the question belongs to, and then to respond in the appropriate way. You don't, for example, say yes or no to a question that should be put aside. If you are the person asking the question and you get an answer, you should then determine how far the answer should be interpreted. The Buddha said that there are two types of people who misrepresent him: those who draw inferences from statements that shouldn't have inferences drawn from them, and those who don't draw inferences from those that should.

These are the basic ground rules for interpreting the Buddha's teachings, but if we look at the way most writers treat the anatta doctrine, we find these ground rules ignored. Some writers try to qualify the no-self interpretation by saying that the Buddha denied the existence of an eternal self or a separate self, but this is to give an analytical answer to a question that the Buddha showed should be put aside. Others try to draw inferences from the few statements in the discourse that seem to imply that there is no self, but it seems safe to assume that if one forces those statements to give an answer to a question that should be put aside, one is drawing inferences where they shouldn't be drawn.

So, instead of answering "no" to the question of whether or not there is a self — interconnected or separate, eternal or not — the Buddha felt that the question was misguided to begin with. Why? No matter how you define the line between "self" and "other," the notion of self involves an element of self-identification and clinging, and thus suffering and stress. This holds as much for an interconnected self, which recognizes no "other," as it does for a separate self. If one identifies with all of nature, one is pained by every felled tree. It also holds for an entirely "other" universe, in which the sense of alienation and futility would become so debilitating as to make the quest for happiness — one's own or that of others — impossible. For these reasons, the Buddha advised paying no attention to such questions as "Do I exist?" or "Don't I exist?" for however you answer them, they lead to suffering and stress.

To avoid the suffering implicit in questions of "self" and "other," he offered an alternative way of dividing up experience: the four Noble Truths of stress, its cause, its cessation, and the path to its cessation. Rather than viewing these truths as pertaining to self or other, he said, one should recognize them simply for what they are, in and of themselves, as they are directly experienced, and then perform the duty appropriate to each. Stress should be comprehended, its cause abandoned, its cessation realized, and the path to its cessation developed. These duties form the context in which the anatta doctrine is best understood. If you develop the path of virtue, concentration, and discernment to a state of calm well-being and use that calm state to look at experience in terms of the Noble Truths, the questions that occur to the mind are not "Is there a self? What is my self?" but rather "Am I suffering stress because I'm holding onto this particular phenomenon? Is it really me, myself, or mine? If it's stressful but not really me or mine, why hold on?" These last questions merit straightforward answers, as they then help you to comprehend stress and to chip away at the attachment and clinging — the residual sense of self-identification — that cause it, until ultimately all traces of self-identification are gone and all that's left is limitless freedom.

In this sense, the anatta teaching is not a doctrine of no-self, but a not-self strategy for shedding suffering by letting go of its cause, leading to the highest, undying happiness. At that point, questions of self, no-self, and not-self fall aside. Once there's the experience of such total freedom, where would there be any concern about what's experiencing it, or whether or not it's a self?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 25 May 2010, 07:49:04 PM
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).

Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)

Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu?bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..


Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.[/quote]

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?

Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"

Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...[/quote]

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 25 May 2010, 09:11:40 PM
Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana

Bro Tesla yang baik, baca dimana terjemahan tersebut? Terjemahan versi pak Hudoyo ya?
Untuk menyegarkan kembali ingatan bro Tesla, coba bro Tesla membaca kembali terjemahan anattalakkhana Sutta berikut ini:
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html (http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html)
bro fabian, itu ada di sutta, tapi bukan anattalakhana sutta. saya pernah posting sutta nya bahkan memberi link palinya.
saat ini saya udah lupa suttanya, kalau ber0kondisi akan saya posting kembali. kalau tidak yah anda lom beruntung.
sekilas info, di sutta itu sang Buddha mengatakan "aku ada" dalam bahasa palinya bukan "atta" (saya lupa lagi bahasa palinya...)
jadi disini berdasarkan Buddha, berbicara tentang aku, tidak sama dg berbicara tentang atta.

memang benar ada penterjemah yg menerjemahkan anatta sebagai = no-self. terimakasih atas linknya, selain dari terjemahan itu masih banyak sekali terjemahan yg mengartikan sbg no-self jg.
tapi bagi saya itu tidak tepat, saya lebih mengartikannya sebagai not-self.
sebagai referensi, saya lebih sependapat dg bhikkhu Thanissaro, silahkan baca essay beliau.
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..

Quote
Quote
Quote
"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...

Maaf saya kurang jelas, jadi bro Tesla berpandangan sebelum Arahat atta ada atau tidak?

Jadi Ajaran Buddha menurut anda bagaimana?

jika yg anda tanya atta ada atau tidak, menurut saya itu pertanyaan yg sama yg didiamkan oleh Buddha.
menurut saya, Buddha sama sekali tidak pernah mengatakan soal "ada" atau "tidak ada"
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro agar mengerti maksud saya. isinya memang sesuatu yg radikal, jadi kalau anda berbeda pendapat yah gpp juga. saya tidak memaksakan pendapat, hanya ingin sharing.

 _/\_

Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:

""And so, Anuradha — when you can't pin down the Tathagata as a truth or reality even in the present life — is it proper for you to declare, 'Friends, the Tathagata — the supreme man, the superlative man, attainer of the superlative attainment — being described, is described otherwise than with these four positions: The Tathagata exists after death, does not exist after death, both does & does not exist after death, neither exists nor does not exist after death'?"

Keterangan: dikatakan tidak dapat menentukan Tathagata sebagai kebenaran atau realitas karena kaitannya dengan perubahan yang terjadi terus-menerus (anicca).

Bila bro Tesla ingin membaca lebih lengkap berikut linknya:

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.086.than.html

Saya harap keterangan ini dapat menjawab persoalan atta ini.
Senang saling berbagi dengan anda.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dukun on 25 May 2010, 09:50:21 PM
huh............... komentar riky yang pedas..............

Sudah pasti pedas, itu dikarenakan didikan bapak dhammanya di DC dan satu lagi bapak angkatnya di MMD. Siapakah mereka?  =))   kedua bapak itulah merupakan.......... c u all good nite
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 25 May 2010, 10:00:29 PM
Spoiler: ShowHide
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).


Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)

Bro riky yang baik, boleh tahu siapa yang mengajarkan kepada bro Riky bahwa sakkaya ditthi menyentuh permukaannya saja? apakah bro tahu arti sakkaya ditthi?
Siapa yang mengajarkan bahwa esensi anatta adalah : tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja? Bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" boleh tahu referensinya?

Quote
Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu? bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..
Perhatikan yang saya bold apakah itu maksud bro dengan anatta? Itukah yang bro maksud dengan anatta? tubuh menjijikkan dan wadah kotoran?

Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)

bold: ya pengalaman anatta bertambah lama bertambah jelas.
Bisakah ditunjukkan dimanakah di Tipitaka dikatakan bahwa ada pencapaian Arahat yang instan? Siapa yang mengajarkan bro Riky?

Quote
Quote
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?
Maaf saya tanya balik kepada bro Riky: dimanakah saya mengatakan bahwa "bro Riky bilang pencerahan terjadi secara kebetulan?"
Quote
Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"
Ya sesuai dengan Samudda Sutta pencerahan terjadi melalui proses yang semakin lama semakin dalam.
Menurut bro Riky bagaimana? terjadi seketika? Bisa diterangkan bagaimana caranya?

Quote
Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Sati-Sampajanna berarti perhatian dan kewaspadaan. Itulah artinya sati-sampajanna.

Quote
Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)

Hmm... menarik sekali... siapakah yang mengajarkan mengenai sati-sampajanna seperti ini kepada bro Riky?

Apakah seseorang yang tidur dengan nyenyak juga sati-sampajana? 

Tidur juga diam.... tak ada penerapan apapun... dan tak perlu penerapan apapun.... :)

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 25 May 2010, 10:37:54 PM
EMPAT JENIS KEMELEKATAN ATTA
=======================

(1) Kemelekatan Sàmi atta: Kepercayaan bahwa ada, di dalam tubuh seseorang, suatu entitas hidup, yang mengatur dan mengarahkan keinginan dan perbuatan. Adalah jiwa yang hidup ini yang berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbicara kapanpun ia inginkan.

“Kemelekatan Sàmi atta adalah kepercayaan akan adanya suatu entitas hidup di dalam tubuh seseorang, yang mengendalikan dan mengarahkan sesuai keinginannya.”

Anattalakkhaõa Sutta yang diajarkan oleh Sang Bhagavà secara khusus bertujuan untuk melenyapkan kemelekatan Sàmi atta ini. Sekarang, karena Sutta ini pertama kali diajarkan kepada Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Pemasuk-Arus, tidakkah patut dipertanyakan apakah seorang Pemasuk-Arus masih dirintangi oleh kemelekatan Atta?

“Pemasuk-Arus telah meninggalkan kemelekatan Atta, tetapi masih berpegang pada kesombongan.”

Pada tingkat Sotàpanna, Pemasuk-Arus, belenggu-belenggu kepercayaan akan diri (pandangan salah tentang diri), keragu-raguan dan kebimbangan, dan keterikatan pada upacara dan ritual telah dilenyapkan secara total. Tetapi seorang Pemasuk-Arus belum terbebas dari Asmi-màna, kesombongan-aku. Bangga akan kemampuannya, statusnya, “Aku dapat melakukan; Aku mulia,” adalah genggaman pada kesombongan-aku. Tetapi kesombongan seorang Pemenang-Arus berhubungan dengan kualitas sesungguhnya, ia memang benar memiliki dan bukan keangkuhan palsu berdasarkan pada kualitas yang tidak ada.

Oleh karena itu, Pemasuk-Arus harus, melanjutkan praktik Vipassanà untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih merupakan belenggu baginya. Ketika Vipassanà-¤àõa telah lebih terkembang, kesombongan-aku ini berhenti dan sebagian telah dilenyapkan oleh Jalan Sakadàgàmi. Tetapi belum benar-benar dilenyapkan. Jalan Anàgàmi semakin memperlemahnya, tetapi Jalan ini juga hanya melenyapkan sebagian. Hanya melalui Arahatta magga, kesombongan-aku ini dapat dilenyapkan secara total. Dengan demikian dapat dianggap bahwa Anattalakkhaõa Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà untuk melenyapkan secara total kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih menempel pada Kelompok Lima Bhikkhu walaupun mereka telah mencapai tigkat Pemasuk-Arus.

(2) Kemelekatan Nivàsī atta: Kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang.

“Kemelekatan Nivàsī atta adalah kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang. Ini adalah kepercayaan umum banyak orang bahwa mereka ada secara permanen sebagai makhluk hidup sejak saat dilahirkan hingga saat kematian. Ini adalah kemelekatan Nivàsī atta. Beberapa orang menganggap bahwa tidak ada yang tersisa setelah kematian; ini adalah pandangan salah pemusnahan. Dan beberapa orang lainnya percaya pada pandangan salah keabadian yang menganggap bahwa entitas hidup dalam tubuh tetap tidak terhancurkan setelah kematian; ia berlanjut menempati tubuh baru dalam kehidupan baru. Adalah dengan pandangan untuk melenyapkan dua pandangan salah ini bersama dengan kemelekatan pada kesombongan-aku maka Anattalakkhaõa Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà, yaitu, untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih membelenggu Kelompok Lima Bhikkhu dan Para Mulia lainnya; dan untuk melenyapkan dua pandangan salah serta kesombongan-aku pada kaum duniawi biasa.

Selama seseorang melekat pada kepercayaan bahwa ada secara permanen suatu entitas hidup atau jiwa, maka selama itu pula ia menganggap bahwa tubuhnya dapat dikendalikan sesuai keinginannya. Dapat dipahami bahwa Anattalakkhaõa Sutta dibabarkan untuk melenyapkan bukan hanya kemelekatan Sàmi atta tetapi juga kemelekatan Nivàsī atta. Begitu kemelekatan Sàmi atta dilenyapkan, jenis lainnya dari kemelekatan Atta dan pandangan-pandangan salah juga secara bersamaan dilenyapkan secara total.

(3) Kemelekatan Kàraka atta: Kepercayaan bahwa adalah entitas hidup, jiwa yang mengakibatkan setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.

Kemelekatan Kàraka atta adalah kepercayaan bahwa suatu entitas hidup yang bertanggung jawab atas setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.

Kemelekatan Kàraka atta lebih banyak berhubungan dengan Saïkhàrakkhandà, gugus bentukan-bentukan. Kita akan membahasnya lebih luas ketika kita sampai pada gugus bentukan-bentukan.

(4) Kemelekatan Vedaka atta: Kemelekatan Vedaka atta adalah kepercayaan bahwa semua perasaan apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan dirasakan oleh entitas hidup, diri.

Kemelekatan Vedaka atta lebih banyak berhubungan dengan Vedanakkhandà.

Rupakkhandà, gugus materi adalah bukan Diri, atau entitas hidup, Atta melainkan Bukan-diri, Anatta telah cukup dijelaskan tetapi masih perlu untuk menjelaskan bagaimana para yogī yang berlatih meditasi Vipassanà dapat melihat sifat dari Anatta, bukan-diri dengan tanpa mengerahkan usaha. Kita akan membahasnya dengan penjelasan bagaimana ini dilakukan.


Sumber: Komentar Anattalakkhana Sutta dan Malunkyaputta Sutta oleh Mahasi Sayadaw, DC Press, 2008
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 25 May 2010, 10:52:49 PM
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.
Sdg theravada tidak pernah brkata seperti itu. Krn kamu awalnya memang sudah avijja bukan buddha, dan kamu berjuang untk menghapus avijja n tanha brulah jd buddha. Maaf oot.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: andrew on 25 May 2010, 11:34:46 PM
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.


:) saya coba mengingat -ingat apa demikian?
di mahayana seingat saya penjelasanya... kita memiliki benih buddha... sehingga kita bisa menjadi buddha...

arti dari mahayana sendiri adalah mereka yang memilih jalan bodhisatwa...   menyempurnakan parami untuk menjadi Buddha demi manfaat semua mahluk...

jadi jelas awalnya mereka bukan buddha tapi bercita cita menjadi buddha melalui jalan bodhisatwa


Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 25 May 2010, 11:59:20 PM
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 26 May 2010, 07:29:48 AM
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_

ad hominem =))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 26 May 2010, 07:51:57 AM
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_


Bro Tesla yang baik, coba dibaca postingan bro Indra mengenai 4 jenis atta ditthi, adakah yang mengatakan bahwa atta bukan entitas hidup / jiwa / roh / soul?

Saya tahu sutta yang dimaksudkan, Sang Buddha tak mau menjawab karena orang-orang yang sangat melekat pada pandangan salah (miccha ditthi) menganggap bahwa ada entitas hidup / roh dalam diri mereka, sehingga mereka akan tidak siap menerima kenyataan bahwa yang mereka anggap roh sebenarnya adalah kemelekatan pada nama khandha.
Tak ada entitas hidup yang disebut roh (atta / atman).

Sekarang pertanyaan saya: apakah anda percaya bahwa ada atta /entitas hidup / roh?

 _/\_

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 26 May 2010, 08:53:21 AM
ad hominem =))
itu joke aja kok... biar lebih enak ngobrolnya :P

Bro Tesla yang baik, coba dibaca postingan bro Indra mengenai 4 jenis atta ditthi, adakah yang mengatakan bahwa atta bukan entitas hidup / jiwa / roh / soul?

Saya tahu sutta yang dimaksudkan, Sang Buddha tak mau menjawab karena orang-orang yang sangat melekat pada pandangan salah (miccha ditthi) menganggap bahwa ada entitas hidup / roh dalam diri mereka, sehingga mereka akan tidak siap menerima kenyataan bahwa yang mereka anggap roh sebenarnya adalah kemelekatan pada nama khandha.
Tak ada entitas hidup yang disebut roh (atta / atman).
yah, anda menyimpulkan "tidak ada", disitulah pokok yg dibahas bhante Thanissaro. bahwa pernyataan itu kurang tepat.


Quote
Sekarang pertanyaan saya: apakah anda percaya bahwa ada atta /entitas hidup / roh?
disinilah inti permasalahannya... pertanyaan anda jatuh pada kesimpulan "tidak ada" ataupun "ada", sedangkan saya tidak sampai ke kesimpulan demikian.
yg dibahas di Anatta Lakhana Sutta cuma a,b,c,d,e (5 khanddha) bukan diri (jika anda setuju dg versi Mahasi Sayadaw).
cuma sampai disini...
tidak sampai pada kesimpulan "tidak ada atta"

faktanya adalah, kalau seseorang tidak melekat pada kesadarannya, tubuhnya, dll (5 khanddha), pertanyaan ada atau tidak ada atta itu akan lenyap sendiri... ini disampaikan oleh bhante Thanissaro dipaling akhir paragraf essaynya. sebab asal dari pertanyaan itu sendiri sudah hilang...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 26 May 2010, 09:18:49 AM
arti anatta jadinya apa?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: No Pain No Gain on 26 May 2010, 11:03:05 AM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 26 May 2010, 11:04:31 AM
bukan aku berarti kamu
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Nevada on 26 May 2010, 11:11:13 AM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..

- Yang melewati dunia ini adalah paduan nama (batin) dan rupa (fisik jasmani).
- Yang mengalami kesakitan adalah pikiran dan fisik jasmani.
- Yang berbuat kebajikan dan kejahatan adalah makhluk dengan pikiran dan fisik jasmani.
- Yang mencapai Pencerahan adalah makhluk yang menyadari bahwa dirinya adalah tidak kekal, sehingga tidak memuaskan; dan karena itu tidak pantas segala sesuatunya disebut sebagai "dirinya" ataupun "miliknya".
- Yang mendapat buah dari kamma baik adalah paduan dari nama dan rupa di masa depan. 
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: No Pain No Gain on 26 May 2010, 11:28:20 AM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..

- Yang melewati dunia ini adalah paduan nama (batin) dan rupa (fisik jasmani).
- Yang mengalami kesakitan adalah pikiran dan fisik jasmani.
- Yang berbuat kebajikan dan kejahatan adalah makhluk dengan pikiran dan fisik jasmani.
- Yang mencapai Pencerahan adalah makhluk yang menyadari bahwa dirinya adalah tidak kekal, sehingga tidak memuaskan; dan karena itu tidak pantas segala sesuatunya disebut sebagai "dirinya" ataupun "miliknya".
- Yang mendapat buah dari kamma baik adalah paduan dari nama dan rupa di masa depan. 

apakah di seluruh dunia ini ada yang bisa disebut sebagai atta? atau apakah di seluruh dunia ini semuanya disebut sebagai anatta?

mohon dibantu jawabnnya..
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Nevada on 26 May 2010, 11:36:08 AM
apakah di seluruh dunia ini ada yang bisa disebut sebagai atta? atau apakah di seluruh dunia ini semuanya disebut sebagai anatta?

mohon dibantu jawabnnya..

Segala sesuatu (dhamma) di dunia ini adalah anatta (tanpa inti = bukan diri).

- Segala sesuatu yang bersyarat (sankhara) terdiri dari beberapa faktor. Makanya tidak dapat ditemukan inti (atta) di dalamnya.
- Sesuatu yang tak bersyarat (Nibbana) adalah tidak tercipta, tidak terlahir, tidak terbentuk; dan tidak mengalami perubahan. Makanya tidak ada inti (atta) di dalamnya juga.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Mr. pao on 26 May 2010, 12:23:43 PM
To Upasaka:
Rupa sudah pasti selalu berubah bahkan berganti,
dan pesaraan, pencerapan dan bentuk2 pikiran bukan hal yang permanen,
lalu si A meninggal dan terlahir menjadi si B, yang dipindah itu kan kesadaran. jadi kenapa tidak bisa disebut kesadaran sebagai INTI/AKU ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Nevada on 26 May 2010, 12:29:20 PM
To Upasaka:
Rupa sudah pasti selalu berubah bahkan berganti,
dan pesaraan, pencerapan dan bentuk2 pikiran bukan hal yang permanen,
lalu si A meninggal dan terlahir menjadi si B, yang dipindah itu kan kesadaran. jadi kenapa tidak bisa disebut kesadaran sebagai INTI/AKU ?

Kesadaran tidak berpindah. Namun kesadaran (dalam konteks ini adalah patisandhi vinnana) merupakan salah satu penghubung antara satu kehidupan ke kehidupan berikutnya.

Kesadaran sendiri merupakan salah satu dari kelompok kehidupan yang timbul, berproses dan tenggelam karena beberapa faktor. Singkatnya, kesadaran pun bergantung dan terkondisikan oleh beberapa faktor. Jadi kesadaran pun tidak pantas disebut sebagai "inti" ataupun "aku".
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Mr. pao on 26 May 2010, 12:45:31 PM
To Upasaka:
Rupa sudah pasti selalu berubah bahkan berganti,
dan pesaraan, pencerapan dan bentuk2 pikiran bukan hal yang permanen,
lalu si A meninggal dan terlahir menjadi si B, yang dipindah itu kan kesadaran. jadi kenapa tidak bisa disebut kesadaran sebagai INTI/AKU ?

Kesadaran tidak berpindah. Namun kesadaran (dalam konteks ini adalah patisandhi vinnana) merupakan salah satu penghubung antara satu kehidupan ke kehidupan berikutnya.

Kesadaran sendiri merupakan salah satu dari kelompok kehidupan yang timbul, berproses dan tenggelam karena beberapa faktor. Singkatnya, kesadaran pun bergantung dan terkondisikan oleh beberapa faktor. Jadi kesadaran pun tidak pantas disebut sebagai "inti" ataupun "aku".
Udah bisa memahami dikit tentang atta. Thanks bro atas penjelasannya.
_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 26 May 2010, 01:03:37 PM
ad hominem =))
itu joke aja kok... biar lebih enak ngobrolnya :P

Bagi anda enak, apakah anda pernah merenungkan bagi orang lain? Begitukah cara diskusi yang baik?

Quote
Bro Tesla yang baik, coba dibaca postingan bro Indra mengenai 4 jenis atta ditthi, adakah yang mengatakan bahwa atta bukan entitas hidup / jiwa / roh / soul?

Saya tahu sutta yang dimaksudkan, Sang Buddha tak mau menjawab karena orang-orang yang sangat melekat pada pandangan salah (miccha ditthi) menganggap bahwa ada entitas hidup / roh dalam diri mereka, sehingga mereka akan tidak siap menerima kenyataan bahwa yang mereka anggap roh sebenarnya adalah kemelekatan pada nama khandha.
Tak ada entitas hidup yang disebut roh (atta / atman).
yah, anda menyimpulkan "tidak ada", disitulah pokok yg dibahas bhante Thanissaro. bahwa pernyataan itu kurang tepat.

Jadi kesimpulan anda apa? Pernyataan yang tepat apa? Coba ungkapkan dalam bahasa Indonesia.

Quote
Quote
Sekarang pertanyaan saya: apakah anda percaya bahwa ada atta /entitas hidup / roh?
disinilah inti permasalahannya... pertanyaan anda jatuh pada kesimpulan "tidak ada" ataupun "ada", sedangkan saya tidak sampai ke kesimpulan demikian.
yg dibahas di Anatta Lakhana Sutta cuma a,b,c,d,e (5 khanddha) bukan diri (jika anda setuju dg versi Mahasi Sayadaw).
cuma sampai disini...
tidak sampai pada kesimpulan "tidak ada atta"
faktanya adalah, kalau seseorang tidak melekat pada kesadarannya, tubuhnya, dll (5 khanddha), pertanyaan ada atau tidak ada atta itu akan lenyap sendiri... ini disampaikan oleh bhante Thanissaro dipaling akhir paragraf essaynya. sebab asal dari pertanyaan itu sendiri sudah hilang...
Saya menunggu jawaban anda atas pertanyaan saya: Apakah anda percaya bahwa atta ada atau tidak ada?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 26 May 2010, 01:08:42 PM
bayar utang GRP untuk bro Upasaka.....
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 26 May 2010, 03:40:36 PM
Quote
itu joke aja kok... biar lebih enak ngobrolnya :P

Bagi anda enak, apakah anda pernah merenungkan bagi orang lain? Begitukah cara diskusi yang baik?

saya tidak merenungkan bro fabian, kalau anda merasa tidak enak, saya minta maaf. _/\_
soal cara diskusi, saya tidak ber-adhominem... saya tidak membantah bro ryu krn bagi saya tidak perlu. itu cuma saran, pilihan tetap ditangan anda, menerima atau menolak. bacalah essay bhikkhu Thanissaro dgn cermat.

& maaf lagi, saya tidak punya niat baik utk menerjemahkan ke bahasa Indonesia :)

Quote
Saya menunggu jawaban anda atas pertanyaan saya: Apakah anda percaya bahwa atta ada atau tidak ada?

pertanyaan ini ga ada gunanya, jadi saya tidak perlu berpikir utk menggenggam satu dari dua kepercayaan tsb.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 26 May 2010, 03:59:31 PM
atta ada = eternalis
atta tidak ada = nihilis

pandangan atta ada = sesat
pandangan atta tidak ada = sesat

atta = jiwa/roh/spirit
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Nevada on 26 May 2010, 04:02:40 PM
atta ada = eternalis
atta tidak ada = nihilis

pandangan atta ada = sesat
pandangan atta tidak ada = sesat

atta = jiwa/roh/spirit

Kalau dipakai analogi lain...

atta ada = ada inti utama (Tuhan)
atta tidak ada = tidak ada inti utama (tidak ada Tuhan)

pandangan ada atta (ada Tuhan) = sesat
pandangan tidak ada atta (tidak ada Tuhan) = sesat

Bagaimana?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 26 May 2010, 04:31:17 PM
Quote
itu joke aja kok... biar lebih enak ngobrolnya :P

Bagi anda enak, apakah anda pernah merenungkan bagi orang lain? Begitukah cara diskusi yang baik?

saya tidak merenungkan bro fabian, kalau anda merasa tidak enak, saya minta maaf. _/\_
soal cara diskusi, saya tidak ber-adhominem... saya tidak membantah bro ryu krn bagi saya tidak perlu. itu cuma saran, pilihan tetap ditangan anda, menerima atau menolak. bacalah essay bhikkhu Thanissaro dgn cermat.

& maaf lagi, saya tidak punya niat baik utk menerjemahkan ke bahasa Indonesia :)

Baiklah bro, saya kira kita boleh tidak sependapat, tetapi kita ungkapkan argumen yang baik, tanpa menyinggung dengan kata-kata yang bersifat offensif. Sehingga teman-teman juga dapat menikmati diskusi ini.
Quote
Quote
Saya menunggu jawaban anda atas pertanyaan saya: Apakah anda percaya bahwa atta ada atau tidak ada?

pertanyaan ini ga ada gunanya, jadi saya tidak perlu berpikir utk menggenggam satu dari dua kepercayaan tsb.

Sebenarnya saya sudah menerangkan mengenai hal ini, pada berbagai postingan yang lain. Mengapa  dikatakan anatta? Karena anatta tak terpisahkan dengan kedua fenomena yang lain, yaitu anicca dan dukkha.

Kelima objek kemelekatan yang disingkat batin dan jasmani hanya terdiri dari proses berkesinambungan yang timbul-lenyap (anicca) dan karena timbul-lenyap (kadang ada tapi lenyap kembali) maka itu tidak memuaskan dukkha.

Karena batin dan jasmani hanya merupakan kumpulan kemelekatan yang berproses terus menerus adakah atta (yang dianggap kekal oleh agama tetangga) disana?

Bro Tesla boleh baca kembali menyimak lebih banyak sutta-sutta, dalam sutta-sutta hampir selalu anatta dikaitkan dengan kedua fenomena yang lain sebagai tiga serangkai tilakkhana.

Ajaran Sang Buddha bukan nihilis tetapi juga tidak mengakui adanya atta, karena kepercayaan adanya atta merupakan atta ditthi. (pandangan salah  mengenai atta).

- perasaan ada tetapi  selalu berubah
- kesadaran ada tetapi selalu berubah
- jasmani ada tetapi selalu berubah
- persepsi ada tetapi selalu berubah
- bentuk-bentuk pikiran ada tetapi selalu berubah

Batin dan jasmani ada tetapi selalu berubah,

Dimanakah adanya atta?

Ajaran lain mengajarkan atman/atta yang menggerakkan jasmani
Ajaran Sang Buddha mengajarkan nama dan jasmani (rupa) interdependen

Penggerak jasmani tak ada - pandangan nihilis
Penggerak jasmani entitas kekal abadi - atta ditthi /eternalis
Ajaran Sang Buddha tidak di kedua ekstrim ini.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 26 May 2010, 06:54:27 PM
Quote
Penggerak jasmani tak ada - pandangan nihilis
Penggerak jasmani entitas kekal abadi - atta ditthi /eternalis

Maaf mau koreksi sedikit tadi buru-buru mau ke dokter:

pandangan nihilis: setelah kita mati lenyap samasekali (end of story)
pandangan eternalis: setelah kita mati ada roh/entitas abadi (atta) yang tak berubah yang akan berpindah ke jasmani lain bila keadaan memungkinkan.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 26 May 2010, 07:55:08 PM
Dalam Catu-pratiśaraṇa-sūtra tertulis mengenai:
“Four reliances: that is, reliance on the Dhamma not (merely) reliance on the person; reliance on the meaning not (merely) reliance on the phrasing; reliance on the suttas whose meaning is already drawn out not (merely) reliance on those suttas whose meaning is to be drawn out (interpreted); reliance on extraordinary-knowledge* not (merely) reliance on (intellectual) discrimination.”

Kalau menurut saya, apa yang Ko Fab dan Bro Tesla coba sampaikan tidak ada perbedaan pengertian, hanya pada istilahnya saja. CMIIW _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 26 May 2010, 08:14:50 PM
Tentang ajaran anatta ini, saya jadi ingat dengan aliran Puggalavada (Pudgalavada). Dari 18 aliran agama Buddha awal (masing-masing adalah pecahan dari aliran Sthraviravada dan Mahasanghika), aliran Puggalavada satu-satunya aliaran Buddhis awal yang "melenceng" dari ajaran anatta. Mereka mengajarkan adanya "puggala" sebagai personalitas yang kekal di luar Pancakkhanda. Sementara aliran lainnya mengajarkan "puggala" (secara harfiah berarti orang/person) hanya perpaduan nama rupa dan oleh sebab itu tidak nyata (tidak ada dalam konteks kebenaran mutlak/paramattha sacca), "puggala" dalam ajaran Puggalavada merupakan agen/pelaku yang merasakan buah kamma dan mengalami kelahiran kembali dari satu kehidupan ke kehidupan lain. Munculnya ajaran "puggala" ini didasarkan pada problem yang ditimbulkan dari ajaran anatta seperti "Jika tidak ada roh, maka apa yang terlahir kembali? Atau bagaimana kamma mempertahankan kontinuitas dari satu kehidupan ke kehidupan lain?"

Quote
But this interpretation of the Buddha’s teaching also involves certain difficulties. In the first place, even if we can understand the functional identity of the person as simply the continuity of a causal process in which the evanescent phenomena of the five aggregates occur and recur in a gradually changing pattern, it is hard to understand how this continuity is maintained through death to the birth of the person in a new life. If rebirth is immediate, as the Theravādins held, how can the final moments of one life bring about the beginning of a new life in a place necessarily at some distance from the place of death? But if there is an intermediate state between death and rebirth, as the Sarvāstivādins held, how can the person journey from one life to the next when the aggregates of the old life have passed away and the aggregates of the new life have not yet arisen? Or if there are aggregates in the intermediate state, why does this state not constitute a life interposed between the one that has ended and the one that is to begin?

In the second place, the denial of the ultimate reality of the self certainly seems to cut away the basis for selfishness, but it seems in the same way to cut away the basis for compassion. If the effort to gain anything for oneself is essentially deluded, how can it not be equally deluded to try to gain anything for other persons, other selves? If to be liberated is to realize that there was never anyone to be liberated, why would that liberation not include the realization that there was never anyone else to be liberated either? Yet it was out of compassion that the Buddha, freshly enlightened, undertook to teach in the first place, and without that compassion there would have been no Buddhism.

Schools that accepted this interpretation, such as the Theravāda and Sarvāstivāda, were of course aware of these difficulties and dealt with them as well as they could. But it is not surprising that the Pudgalavādin schools, sensitive to such problems, developed a fundamentally different interpretation of the Buddha’s teaching about the self.

Quote
The Pudgalavādins described the person or self as “inexpressible,” that is, as indeterminate in its relation to the five aggregates, since it cannot be identified with the aggregates and cannot be found apart from them: the self and the aggregates are neither the same nor different. But whereas other schools took this indeterminacy as evidence that the self is unreal, the Pudgalavādins understood it to characterize a real self, a self that is “true and ultimate.” It is this self, they maintained, that dies and is reborn through successive lives in Samsara, continuing to exist until enlightenment is attained. Even in Parinirvana, when the aggregates of the enlightened self have passed away in death and no new aggregates can arise in rebirth, the self, though no longer existent with the aggregates of an individual person, cannot actually be said to be non-existent.

[omitted....]

The Pudgalavādins distinguished three ways in which the self can be designated or conceived:

       1. according to the aggregates appropriated as its basis in a particular life: In the this case, we have a conception of a particular person based on what we know of that person’s physical appearance, feelings, thoughts, inclinations and awareness.
       2. according to its acquisition of new aggregates in its transition from a past life to its present one, or from the present life to a future one: In this case, we would have a conception of a particular person as one who was such-and-such a person, with that person’s body, feelings and so on, in a previous life, or as one who will be reborn as such-and-such a person, with that person’s body, feelings and so on, in a future life.
       3. according to the final passing away of its aggregates at death after attaining enlightenment: In the this case, we have a conception of a person who has attained Parinirvana based on the body, feelings, thoughts, inclinations and awareness that have passed away at death without any possibility of recurrence.

Quote
If the self was supposed to be conceptual, as the Pudgalavādins seem initially to have asserted, that would tend to support the view that they regarded the self as the totality of its constituent aggregates. This view differed from the Theravādins and Sarvāstivādins in not thinking that this conceptual whole was reducible to its parts. On the other hand, if it was supposed to be substantial, as the Pudgalavādins seem later to have asserted, that would tend to support the view that they regarded it as an entity in its own right, non-different from the aggregates only in the sense that it was inseparably bound to them. But there is a problem that affects both of these interpretations. The person who has completely passed away in Parinirvana is supposed to be neither existent nor non-existent. If the self were the aggregates taken as a whole, then with the final destruction of body, feeling, and so on the self would simply be non-existent. But if the self were an entity distinct from the aggregates though bound to them, then in Parinirvana the self would either come to an end together with the aggregates and thus be non-existent, or else it would continue to exist without the aggregates, in spite of allegedly being bound to them, and so would be simply existent. The former interpretation in fact comes too close to identifying the self with the aggregates, and the latter, to treating it as a separate entity.

An analogy that the Pudgalavādins frequently made use of may give some indication of what they actually had in mind. They say that the person is to the aggregates as fire is to its fuel. This analogy appears in a number of the canonical texts and so would have to be accepted by all Buddhist who accepted these texts, though their understanding of it would of course be different from the Pudgalavādins’. As the Pudgalavādins explain it, fire is described in terms of its fuel, as a wood fire or a straw fire, but the fire is not the same as the fuel, nor can it continue to burn without the fuel. Similarly, the person is described in terms of the aggregates, as having such-and-such a physical appearance and so on, but it is not the same as that particular body, those feelings and so on, and cannot exist without a body, feelings and the other aggregates. This analogy makes it clear that although the aggregates in some sense support the self, they are not actually its constituents, since a fire, though supported by its fuel, is certainly not a whole constituted by some particular arrangement of logs.

Quote
Apart from appeals to the canonical texts, the Pudgalavādins also offered arguments pointing out what they saw as the inadequacy of their opponents’ view to account for some of the facts of personal existence and self-cultivation which were generally accepted by Buddhists. They argued, for example, that if there were no person distinguishable from the aggregates, there would be no real basis for identifying oneself, as the Buddha did, with the person that one was in a previous life, since the aggregates in the two lives would be completely different. They evidently felt that the causal relationship that was supposed to obtain between the aggregates of a past life and those of the present life was insufficient to establish a personal identity persisting through the successive lives.

They also argued that one of the meditations recommended by the Buddha, in which the meditator cultivates the wish that all sentient beings may be happy, presupposes the existence of real sentient beings, of persons, to be the objects of the meditator’s benevolence. They rejected their opponents’ opinion that the aggregates are the real object of benevolence, and insisted that if that were the case, the Buddha’s recommendation to wish that all sentient beings may be happy would not have been “well said”. In their opponents’ view, this was simply another case in which the Pudgalavādins failed to recognize that the Buddha spoke conventionally of sentient beings and persons when it would have been inconvenient to speak in terms of the aggregates, which were all that was ultimately there. But to the Pudgalavādins it seemed clear that benevolence toward a sentient being or person is not the same thing as benevolence (if it is possible at all) toward a series of constantly changing aggregates.

They argued also that the operation of karma is incomprehensible if the person is nothing more than an assemblage of phenomena. Destroying a particular arrangement of particles of clay in the form of an ox is not killing anything and has in itself no karmic consequences; but destroying a particular arrangement of aggregates in the form of a living ox is killing something and has unfortunate consequences for the person who killed it. If the ox is really nothing but an arrangement of aggregates, destroying that arrangement, rearranging the aggregates, should have no more moral and karmic significance than smashing the clay image of an ox. Their thought seems to have been something like this: the phenomena (dharmas) which are supposed to be the ox’s constituents cannot, strictly speaking, be destroyed, since their existence is in any case momentary; all that can be destroyed is the arrangement in which these phenomena have been occurring, and that, in the view of their opponents, is nothing real. As Buddhists, their opponents agree with the Pudgalavādins in accepting the effectiveness of karma, but their denial of the reality of the self makes nonsense of what they accept.

Di sini tampak Puggalavadin mengajarkan bahwa pancakkhanda bukan atta (anatta), namun ada sosok personalitas yang menjadikan kumpulan khanda tersebut unik dan berbeda dari kumpulan khanda yang lain. Personalitas ini yang disebut puggala tidak sama atau pun tidak berbeda dengan pancakkhanda bagaikan api yang tidak dapat eksis tanpa adanya bahan bakar. Pada saat Parinibbana puggala ini tidak dapat dikatakan lenyap bersama khanda-khanda ataupun tidak dapat dikatakan tetap ada tanpa khanda-khanda. Jika puggala sama dengan pancakkhanda, maka ini termasuk pandangan salah menganggap pancakkhanda sebagai atta. Sebaliknya jika puggala tidak sama dengan pancakkhanda, ini juga pandangan salah mengatakan ada atta di luar pancakkhanda. Dengan demikian puggala ini tidak sama tetapi juga tidak berbeda dengan pancakkhanda. Demikianlah Puggalavada memberikan ajarannya agar tetap sesuai dengan ajaran anatta.

Menurut Puggalavadin, ajaran mereka dapat menjawab problem yang berhubungan dengan moralitas dan hukum kamma seperti pada kutipan terakhir di atas.

Namun karena ajarannya yang "melenceng" dari ajaran agama Buddha awal, aliran ini mendapat kecaman dari aliran lainnya dan akhirnya punah. Hanya ajaran mereka yang disebutkan sebagai ajaran menyimpang dapat kita temukan dalam kitab-kitab Buddhis yang berbahasa Cina, Tibet, dan Pali (misalnya dalam Kathavatthu).

Btw, ini sekedar pengetahuan saja, bukan untuk memperdebatkan apakah ajaran Puggalavada itu benar atau tidak (karena sudah dibuktikan dalam berbagai teks Buddhis yang membahas ajaran Puggalavada bahwa ajaran mereka tidak benar/sesuai dengan ajaran Sang Buddha).

Untuk lengkapnya tentang ajaran Puggalavada ini silahkan baca di http://www.iep.utm.edu/pudgalav/ (http://www.iep.utm.edu/pudgalav/)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 26 May 2010, 08:20:39 PM
Thanks atas masukannya Bro Seniya! _/\_

Lucu ya.. Padahal Sang Buddha sudah mengatakan tidak ada di luar pancakkhandha dan bila ada yang mengatakan 'kemarilah dan akan aku tunjukkan sesuatu di luar pancakkhandha' maka itu akan menimbulkan penderitaan. Meski sudah dikatakan sendiri oleh Sang Buddha, masih saja bisa timbul pandangan seperti di atas. Aliran dalam Buddhisme awal lagi!
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 26 May 2010, 08:38:13 PM
 [at] jerry:

Sama2, bro. Di sini timbulnya aliran/ajaran yang menyimpang seperti Puggalavada ini adalah karena kegagalan untuk memahami ajaran anatta setidaknya secara intelek.....

Btw, jangan panggil saya om donk, saya msh jomblo n blum jd om orang... :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 26 May 2010, 11:17:21 PM
Sejauh yang saya perhatikan, justru banyak yang berusaha memahami Dhamma Buddha, termasuk doktrin anatta secara intelek-lah yang kemudian menyimpang.

Btw, mana ada yang manggil om? Hihi.. Salah baca kali?? :P
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 27 May 2010, 06:59:36 AM
Buddha tidak menjawab pertanyaan mengenai atta ada atau tidak ada karena bila memberitahukanpun si orang itu tidak akan mengerti, tapi apabila si orang itu sudah melakukan meditasi atau di ajarkan buddha dan memahami bahwa mahluk itu terdiri dari khanda2 maka dia akan mengerti bahwa atta itu sebenarnya tidak ada dan yang ada hanyalah unsur2 dari khanda2. CMIIW
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 27 May 2010, 07:13:01 AM
 [at] jerry:
O ya,maaf,salah baca.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 27 May 2010, 07:17:25 AM
kakakakak, om seniya salah baca =))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 27 May 2010, 07:37:12 AM
Sejauh yang saya perhatikan, justru banyak yang berusaha memahami Dhamma Buddha, termasuk doktrin anatta secara intelek-lah yang kemudian menyimpang.

Btw, mana ada yang manggil om? Hihi.. Salah baca kali?? :P

nakalnya
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 27 May 2010, 08:09:26 AM
Buddha tidak menjawab pertanyaan mengenai atta ada atau tidak ada karena bila memberitahukanpun si orang itu tidak akan mengerti, tapi apabila si orang itu sudah melakukan meditasi atau di ajarkan buddha dan memahami bahwa ...
selain itu juga mencari tau soal "ada" atau "tidak ada" seperti mencari tau siapa yg menembakkan panah beracun ke kita.

Quote
mahluk itu terdiri dari khanda2 maka dia akan mengerti bahwa atta itu sebenarnya tidak ada dan yang ada hanyalah unsur2 dari khanda2. CMIIW
yg penting sekarang  adalah mengerti bahwa pancakhanddha "bukan diri"... diluar itu adalah sesuatu yg tidak bisa dijelaskan, sama seperti halnya setelah Buddha parinibbana, yg sudah tidak ada lagi pancakhanddha.

mencari kepastian atta ada atau tidak ada, adalah salah satu bentuk kemelekatan thd pancakhanddha juga. pertanyaan tsb akan sirna (bukan terjawab), ketika seseorang sudah menerima bahwa pancakhanddha bukanlah diri. sebab pertanyaan tsb sebenarnya irrelevant & hanya menjadi deadlock bagi yg berlatih.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 27 May 2010, 09:23:07 AM
Atthangatassa na pamaanam atthi Yena nam vajju tam tassa natthi Sabbesu dhammesu samuuhatesu Samuuhataa vaadapathaa pi sabbeti" (Suttanipaata, Upasívamaanavapucchaa)

"Tentang dia yang telah pergi, tiada lagi ukuran Tentang dia tiada apa pun yang dapat dikatakan ada Ketika segala sesuatu telah tanggal seluruhnya Segala cara menyebut pun tanggal seluruhnya."
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 27 May 2010, 09:26:42 AM
Sang Bhagava : 'Para bhikkhu, ada dua Unsur Kepadaman (nibbaanadhaatu). Apakah yang dua itu? Unsur Kepadaman Dengan Sisa (saupaadisesaa) dan Unsur Kepadaman Tanpa Sisa (anupaadisesaa).
 Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Dengan Sisa? Para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat, yang arus kotoran batinnya (asava) telah musnah, yang telah menjalani hidup dan melakukan apa yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, mencapai kesejahteraannya sendiri, memusnahkan kelekatan pada kehidupan, yang bebas melalui pemahaman benar.
 Di dalam dirinya tersisa lima daya (indriyaa); karena belum hancur ia menderita hal-hal yang enak dan yang tidak enak, ia mengalami hal-hal yang nikmat dan yang menyakitkan.
Musnahnya nafsu, kebencian dan ketidaktahuan, para bhikkhu, itulah yang dinamakan Unsur Kepadaman Dengan Sisa. Para bhikkhu, yang manakah Unsur Kepadaman Tanpa Sisa? Para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah Arahat... (dst)...
 Para bhikkhu, semua perasaannya, yang tidak lagi menyenangi apa yang ada di sini sekarang, akan menjadi dingin; inilah, para bhikkhu, yang dinamakan Unsur Kepadaman Tanpa Sisa. Inilah, para bhikkhu, kedua Unsur Kepadaman.' Sang Bhagava mengucapkan kata-kata itu.
 Ini pula yang dikatakannya: 'Kedua Unsur Kepadaman ini telah dijelaskan Oleh Yang Tak Terbelenggu, Sang Suci, Sang Waspada: Di sini, melalui penghancuran semua yang membawa pada keberadaan, Satu Unsur Dengan Sisa masih ada, dalam hidup ini; Dan satu Unsur Tanpa Sisa, yang akan datang Di mana makhluk-makhluk (eksistensi) semuanya berakhir.
 Batin mereka yang mengetahui keadaan tak terbentuk ini Bebas, melalui penghancuran semua yang membawa pada kehidupan: Intisari Ajaran tercapai, orang-orang ini bersukacita Dalam pemusnahan, segala keberadaan ditanggalkan.' Kata-kata ini juga diucapkan oleh Sang Bhagava, demikian kudengar." (Itivuttaka, Dukanipaata, II,7)
Kelima 'khandhaa', atau kumpulan, yang membentuk makhluk hidup, bersama dengan seluruh pengalamannya tentang dunia, berada dalam keadaan berubah terus-menerus.
Semuanya terus-menerus muncul dan lenyap kembali, dan sekalipun jasmani ini mungkin tampak berubah perlahan-lahan, tetapi perubahan dalam batin dapat dilihat saling susul-menyusul berturut-turut dengan cepat. Dan selama 'raaga', 'dosa' dan 'moha'--nafsu, kebencian dan ketidaktahuan--belum musnah, kelima 'khandhaa' itu akan terus-menerus muncul dari satu kehidupan ke kehidupan lain.
 "Tanpa menanggalkan keserakahan, kebencian dan ketidaktahuan, orang tidak bebas dari kelahiran..." (Anguttara Nikaya,II,i.6)
Seorang Arahat adalah orang yang telah berhasil memusnahkan untuk selamanya nafsu, kebencian dan ketidaktahuannya: penghancuran inilah, seperti diuraikan di atas, yang dinamakan 'saupaadisesaa nibbaanadhaatu', atau Unsur Kepadaman Dengan Sisa. Landasan yang tersisa--yang berasal dari nafsu, kebencian dan ketidaktahuan yang telah lalu--dan memungkinkannya untuk mengalami sensasi kenikmatan dan kesakitan sementara ia masih hidup. Namun ia tidak bersukacita dalam, dan tidak terpengaruh oleh, berbagai perasaan ini, oleh karena ia telah memusnahkan nafsu, kebencian dan ketidaktahuan; dan bila ia meninggal, perasaan-perasaannya berakhir. Itu berarti: kelima dayanya (indriyaa) runtuh pada saat meninggal dunia, dan oleh karena tidak lagi mempunyai nafsu, kebencian dan ketidaktahuan, ia bebas dari kelahiran kembali; dengan demikian, daya (indriyaa) tidak akan ada/eksis lagi, dan karena itu tidak ada lagi sensasi baru yang bergantung pada itu--dengan kata lain, perasaannya "akan menjadi dingin": "Para bhikkhu, seperti lampu minyak menyala bergantung pada minyak dan sumbu, dan hanya karena berakhirnya minyak dan sumbunya, tanpa pendukung lagi, itu padam; begitu pula, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu mempunyai perasaan bahwa jasmani... dan hidup... ini berakhir, ia memahami, 'Saya mempunyai perasaan bahwa jasmani... dan hidup... ini berakhir', dan ia memahami, 'Dengan rusaknya tubuh dan berakhirnya hidup, maka semua perasaan, yang tidak disenangi lagi, di sini & sekarang akan menjadi dingin.'" (Vedanaa Samyutta, 7) Bukan hanya perasaan yang padam pada saat kematian seorang Arahat, tetapi juga seluruh kelima 'khandha'--yang membentuk makhluk hidup--yang tidak terpisahkan, tidak lagi muncul: "Tubuh (kaayo) hancur, persepsi (sa~n~naa) berakhir, semua perasaan (vedanaa) menjadi dingin, Bentukan (sankhaaraa) berhenti, kesadaran (vi~n~naana) lenyap." (Udaana, VIII,9) Inilah yang dinamakan 'anupaadisesaa nibbaanadhaatu', atau Unsur Kepadaman Tanpa Sisa.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 27 May 2010, 09:38:44 AM
"YM Saariputta berkata kepada para bhikkhu, 'Kepadaman itulah, para
sahabat, yang menyenangkan; kepadaman itulah, para sahabat, yang
menyenangkan.'
Ketika ini dikatakan, maka YM Udayi bertanya kepada YM Saariputta, 'Tetapi
apakah, Sahabat Saariputta, yang menyenangkan di sini, karena di sini
tidak ada perasaan lagi?'
'Justru itulah, para sahabat, yang menyenangkan di sini, bahwa di sini
tidak ada perasaan lagi.'"
(Anguttara Nikaya,IX.34)
Jadi, kedua Unsur Kepadaman itu tidak dinyatakan mengandung, atau terdiri
dari, semua atau salah satu dari kelima kelompok; keduanya diungkapkan
dalam pengertian 'tidak adanya' hal-hal yang tidak dikehendaki; keduanya
permanen dan menyenangkan. Maka 'nibbaana', atau kepadaman, bersifat
negatif seperti "minus tiga jeruk" bersifat negatif: tetapi seperti halnya
ada seonggok buah jeruk sebelum kita bisa berkata "minus tiga jeruk", maka
harus ada makhluk hidup yang penuh nafsu, kebencian dan ketidaktahuan,
sebelum kita bisa berkata 'nibbaana'. 'Nibbana' bukan 'ketiadaan': itu
suatu 'pengakhiran' dari proses eksistensi.
"Bhavanirodho nibbaanam, bhavanirodho nibbaananti."
"Kepadaman adalah pengakhiran keberadaan! Kepadaman adalah pengakhiran
keberadaan!"
(Anguttara Nikaya, X.6)
Lalu, apakah ini bukan pemusnahan? Memang begitu tampaknya bagi setiap
orang yang percaya bahwa ada sesuatu yang kekal abadi dan tak berubah,
suatu diri yang menetap, yang akan dihancurkan:
"'Bhante, mungkinkah ada kecemasan tentang ketiadaan secara batiniah?'
'Mungkin saja, bhikkhu,' kata Sang Bhagava. 'Bhikkhu, ada orang yang
berpegang pada pandangan ini, "Itulah dunia, itulah diri; bila aku pergi,
aku akan kekal, menetap, abadi, tidak berubah; dan seperti inilah aku akan
tetap ada, selamanya." Ia mendengarkan Sang Tathagata atau siswanya
mengajarkan Dhamma untuk mencabut sampai ke akarnya semua pandangan,
prasangka, obsesi, dorongan, dan kecenderungan, untuk menenangkan semua
faktor bentukan batin, untuk pelepasan semua landasan, untuk penghancuran
keinginan, untuk padamnya gairah, untuk pengakhiran, untuk kepadaman.
Terpikir olehnya, "Saya akan terputus! Saya akan musnah! Saya akan tidak
ada lagi!" Ia bersedih hati, murung, meratap, dan memukuli dadanya dan
menangis, ia jatuh ke dalam kebingungan. Demikianlah, bhikkhu, terdapat
kecemasan tentang ketiadaan secara batiniah.'"
(Majjhima Nikaya, 22)
Hanya apabila dunia dari kelima kelompok tidak lagi dipandang sebagai
'diri' yang kekal dan tidak berubah (dan kita akan melihat bahwa gagasan
tentang 'diri' hanyalah sekadar pandangan yang salah tentang kelima
kelompok itu), hanya di situ kepadaman keberadaan tidak lagi tampak
sebagai penghancuran 'diri'.
Khotbah kedua Sang Buddha kepada kelima bhikkhu pertama,
Anattalakkhana-sutta (Khandha Samyutta, 59), adalah salah satu Sutta
terkenal, dan tidak seorang pun pada dewasa ini mempermasalahkan bahwa
Sang Buddha secara tegas mengingkari adanya 'attaa', 'diri' atau 'roh',
yang bersemayam di dalam kelima kelompok. Tetapi kepercayaan terhadap
adanya 'diri' sangat kuat, dan sukar dilepaskan; dan banyak orang, dengan
dilarang mencari 'diri' di dalam kelima kelompok, berharap dapat
menemukannya di luar; dan kadang-kadang mereka berpikir bahwa 'nibbaana'
tentulah mengandung, atau merupakan, 'diri'.
Di dalam orang mengira bahwa 'nibbaana' adalah 'diri', terdapat dua
kesalahan. Yang pertama dapat dilihat dari teks ini:
"Para bhikkhu, bila ada petapa dan brahmana yang berpikir tentang 'diri'
dalam berbagai bentuk, mereka semua berpikir dalam kaitan dengan kelima
kelompok kelekatan atau salah satu darinya."
(Khandha Samyutta, 47)
Semua pikiran tentang 'diri'--entah si pemikir menyadarinya atau
tidak--selalu berkaitan dengan kelima kelompok kelekatan; dan berpikir
bahwa 'nibbaana' adalah 'diri' berarti berpikir bahwa 'nibbaana' terdiri
dari satu atau lebih dari kelima kelompok ini.
Kesalahan kedua adalah percaya bahwa sesungguhnya ada yang disebut 'diri'.
Teks berikut tidak meninggalkan keraguan lagi mengenai hal itu:
"'Jika, Aananda, ketika ditanya, "Apakah 'diri' ada?", saya menjawab
petapa-kelana Vacchagotta, "'Diri' ada"; apakah itu sesuai dengan
pengetahuan yang kumiliki, "Segala sesuatu 'bukan-diri'"?'
'Tidak, Bhante.'"
(Avyaakata Samyutta, 10)
Apa pun makna dari "sabbe dhammaa anattaa" (yang akan dibahas belakangan),
suatu jawaban pembenaran terhadap pertanyaan, "Apakah 'diri' ada?" tidak
akan sesuai dengan pengetahuan Sang Buddha.
Jadi jelas sekali bahwa orang tidak bisa berkata "nibbaana adalah 'diri'".
Tergantung apakah ada air atau tidak, sehelai kain mungkin basah atau
kering; tanpa ada kemungkinan ketiga: dan tampaknya alternatif ini berlaku
bagi semua benda. Segala sesuatu yang tidak basah tentu harus kering;
segala sesuatu yang tidak kering tentu harus basah. Demikian pula dapat
dipikirkan, segala sesuatu yang bukan 'attaa' haruslah 'anattaa', dan
segala sesuatu yang bukan 'anattaa' haruslah 'attaa'. Oleh karena kita
tidak bisa berkata, "nibbanaa adalah attaa", maka 'nibbaana' haruslah
'anattaa'. Tetapi seandainya dibuat lubang pada kain itu dengan
menggunting sepotong kecil bahan dari tengah kain itu: sekalipun kain itu
sendiri seharusnya kering atau basah, lubang itu sendiri bukanlah kering
atau basah. Sebuah lubang adalah sesuatu yang negatif, suatu ketiadaan
dari suatu substansi material--dalam hal ini serat-serat katun--dan kita
tidak dapat mengenakan kepadanya sifat-sifat, seperti kering atau basah,
yang sebenarnya hanya berlaku bagi substansi material yang aktual.
'Nibbaana', seperti sebuah lubang pada kain, adalah
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 27 May 2010, 09:39:55 AM
Buddha tidak menjawab pertanyaan mengenai atta ada atau tidak ada karena bila memberitahukanpun si orang itu tidak akan mengerti, tapi apabila si orang itu sudah melakukan meditasi atau di ajarkan buddha dan memahami bahwa ...
selain itu juga mencari tau soal "ada" atau "tidak ada" seperti mencari tau siapa yg menembakkan panah beracun ke kita.
mencari tahu ada dan tidak ada berdasarkan saddha tidak ada salahnya, sama seperti seseorang ingin mempunyai tujuan mencapai nibbana tapi tidak mau mencari tahu jalan untuk mencapai nibbana, atau tidak tahu nibbana maka dia tidak akan mau mencapai nibbana khan.

Quote
Quote
mahluk itu terdiri dari khanda2 maka dia akan mengerti bahwa atta itu sebenarnya tidak ada dan yang ada hanyalah unsur2 dari khanda2. CMIIW
yg penting sekarang  adalah mengerti bahwa pancakhanddha "bukan diri"... diluar itu adalah sesuatu yg tidak bisa dijelaskan, sama seperti halnya setelah Buddha parinibbana, yg sudah tidak ada lagi pancakhanddha.

mencari kepastian atta ada atau tidak ada, adalah salah satu bentuk kemelekatan thd pancakhanddha juga. pertanyaan tsb akan sirna (bukan terjawab), ketika seseorang sudah menerima bahwa pancakhanddha bukanlah diri. sebab pertanyaan tsb sebenarnya irrelevant & hanya menjadi deadlock bagi yg berlatih.

seseorang ingin mencapai sebrang tetap memerlukan alat bantu rakit, kalau hanya diam saja bagaimana bisa mencapai sebrang.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: K.K. on 27 May 2010, 09:56:36 AM
Buddha tidak menjawab pertanyaan mengenai atta ada atau tidak ada karena bila memberitahukanpun si orang itu tidak akan mengerti, tapi apabila si orang itu sudah melakukan meditasi atau di ajarkan buddha dan memahami bahwa mahluk itu terdiri dari khanda2 maka dia akan mengerti bahwa atta itu sebenarnya tidak ada dan yang ada hanyalah unsur2 dari khanda2. CMIIW
Saya setuju. Jika kita mengatakan "atta/aku tidak ada", maka seperti yang selalu terjadi, orang bertanya, "lalu siapa yang lahir dari ayah/ibu? siapa yang menerima kamma? siapa yang mencapai pencerahan?" Bukankah dengan demikian akan jatuh pada spekulasi "atta sama dengan nama/rupa; atta tidak sama dengan nama/rupa"?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 27 May 2010, 10:25:06 AM
Apa pun makna dari "sabbe dhammaa anattaa" (yang akan dibahas belakangan),
suatu jawaban pembenaran terhadap pertanyaan, "Apakah 'diri' ada?" tidak
akan sesuai dengan pengetahuan Sang Buddha.
Jadi jelas sekali bahwa orang tidak bisa berkata "nibbaana adalah 'diri'".
Tergantung apakah ada air atau tidak, sehelai kain mungkin basah atau
kering; tanpa ada kemungkinan ketiga: dan tampaknya alternatif ini berlaku
bagi semua benda. Segala sesuatu yang tidak basah tentu harus kering;
segala sesuatu yang tidak kering tentu harus basah. Demikian pula dapat
dipikirkan, segala sesuatu yang bukan 'attaa' haruslah 'anattaa', dan
segala sesuatu yang bukan 'anattaa' haruslah 'attaa'. Oleh karena kita
tidak bisa berkata, "nibbanaa adalah attaa", maka 'nibbaana' haruslah
'anattaa'. Tetapi seandainya dibuat lubang pada kain itu dengan
menggunting sepotong kecil bahan dari tengah kain itu: sekalipun kain itu
sendiri seharusnya kering atau basah, lubang itu sendiri bukanlah kering
atau basah. Sebuah lubang adalah sesuatu yang negatif, suatu ketiadaan
dari suatu substansi material--dalam hal ini serat-serat katun--dan kita
tidak dapat mengenakan kepadanya sifat-sifat, seperti kering atau basah,
yang sebenarnya hanya berlaku bagi substansi material yang aktual.
'Nibbaana', seperti sebuah lubang pada kain, adalah sesuatu yang negatif,
suatu ketiadaan dari apa yang sebelumnya ada; dan 'attaa' atau 'anattaa'
sebenarnya hanya dapat dikenakan--'attaa' secara salah, dan 'anattaa'
secara benar--terhadap kelima kelompok yang ada (yang positif). Upaya
untuk mengenakan sifat-sifat ini kepada 'nibbaana' akan menghasilkan
absurditas, seperti mungkin kita lihat bila Anattalakkhana Sutta (Khandha
Samyutta, 59) diplintir dengan menggunakan 'nibbaana' menggantikan kelima
kelompok:
"'Nibbaana', para bhikkhu, adalah 'bukan-diri'. Oleh karena, para bhikkhu,
jika 'nibbaana' adalah 'diri', maka 'nibbaana' tidak akan menghasilkan
penderitaan, dan orang akan bisa memperoleh dari 'nibbaana', "Biarlah
'nibbaana'-ku begini, biarlah 'nibbaana'-ku tidak begitu." Sesungguhnya,
para bhikkhu, 'nibbaana' adalah 'bukan-diri'; maka 'nibbaana' menghasilkan
penderitaan, dan tidak bisa diperoleh dari 'nibbaana', "Biarlah
'nibbaana'-ku begini, biarlah 'nibbaana'-ku tidak begitu.'"
Mengatakan, "'nibbaana' adalah 'diri'" berarti berpikir bahwa kita bisa
mengubah kepadaman pribadi kita agar sesuai dengan selera kita, yang
merupakan gagasan yang sangat aneh; tetapi mengatakan, "'nibbaana' adalah
'bukan-diri'" karena kita tergesa-gesa ingin memperbaiki pandangan salah
bahwa "'nibbaana' adalah 'diri'", berarti mengatakan bahwa 'nibbaana'
menghasilkan penderitaan--menghasilkan perubahan, kelapukan, dan
kematian--; dan kita lolos dari api hanya untuk jatuh ke dalam
penggorengan. Mereka yang berpegang pada pandangan "'nibbaana' adalah
'diri' sesungguhnya membuat kesalahan dua kali--mereka tidak memahami
'nibbaana' dan mereka percaya pada realitas 'diri'. Tetapi, sekalipun
mereka yang berpegang bahwa "'nibbaana' adalah 'bukan-diri'" mungkin tidak
percaya akan adanya 'diri', atau mungkin berpikir mereka tidak percaya
akan itu, mereka masih mengacaukan 'nibbaana' dengan kelima kelompok,
disadari atau tidak.
Jika diingat bahwa 'diri' yang kekal abadi hanya terpikirkan dalam kaitan
dengan kelima kelompok; bahwa sesungguhnya pikiran seperti itu salah,
karena berdasarkan pada suatu tipuan, fatamorgana ontologis, ilusi "aku
ada"; bahwa oleh karena itu kelima kelompok itu tanpa 'diri', tanpa suatu
prinsip atau esensi yang tak berubah; dan, oleh karena mereka tidak
memiliki prinsip atau esensi yang tak berubah, mereka tidak berdaya
melawan ketidakkekalan dan mau tidak mau "menghasilkan
penderitaan"--menghasilkan perubahan, kelapukan dan kematian--; dan bahwa
ketakberdayaan terhadap perubahan ini adalah sifat dari 'bukan-diri'; dan
jika diingat juga bahwa 'nibbaana' tidak mengandung kelima kelompok,
lagipula permanen, maka tidak sulit melihat bahwa tiada apa pun merupakan
'diri', mengapa kelima kelompok itu 'bukan-diri', dan mengapa 'nibbaana'
tidak dapat dikatakan 'diri' maupun 'bukan-diri'.
Yang jelas, tidak ditemukan pernyataan dari Sang Buddha bahwa "'nibbaana'
adalah 'diri'" atau bahwa "'nibbaana' adalah 'bukan-diri'" di dalam Sutta
Pitaka.
(sumber: NIBBANA & ANATTA
Oleh: Nanavira Thera).
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 27 May 2010, 12:29:25 PM
...sama seperti seseorang ingin mempunyai tujuan mencapai nibbana tapi tidak mau mencari tahu jalan untuk mencapai nibbana, atau tidak tahu nibbana maka dia tidak akan mau mencapai nibbana khan.

bagaimana tau nibbana?

mulailah dari fakta hidup, KM1, inilah dukkha. nibbana adalah KM4, akhir dari dukkha.
jadi sebenarnya umat Buddha pada umumnya udah tau sekali tentang nibbana sbg akhir dari dukkha.
hanya saja tidak puas dg sekedar itu... jadinya ada pertanyaan soal eksistensi (apakah diri ada apa enggak), apakah ada kehidupan kekal, ataukah nantinya hanya ada anihalisme (pelenyapan total).

Quote
seseorang ingin mencapai sebrang tetap memerlukan alat bantu rakit, kalau hanya diam saja bagaimana bisa mencapai sebrang.
yup, rakitnya adalah berpraktek sesuai dg anattalakhana sustta (salah 1). dan arah tujuannya adalah berakhirnya dukkha.
entah di pantai seberang ada pohon kelapa atau pasir putih itu nanti lihat di sana aja.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 27 May 2010, 01:47:14 PM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..

Kembali saya meng-QUOTE jawaban yang "menurut saya" brilian sekali tentang ATTA, yang di-kutip dari Buku "Jalur Tua Awan Putih" Karya Thicht Nhat Hanh (walaupun ada pendapat bahwa kisah ini adalah tidak "benar-benar" terjadi" sebagai berikut :

--------
Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada seban-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."

--------
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 27 May 2010, 01:49:19 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: hendrako on 27 May 2010, 01:59:11 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 27 May 2010, 02:20:15 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|

No Self = Tidak ada diri...

Not Self = Tidak berdiri sendiri...  ? ? ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 27 May 2010, 02:22:42 PM
...sama seperti seseorang ingin mempunyai tujuan mencapai nibbana tapi tidak mau mencari tahu jalan untuk mencapai nibbana, atau tidak tahu nibbana maka dia tidak akan mau mencapai nibbana khan.

bagaimana tau nibbana?

mulailah dari fakta hidup, KM1, inilah dukkha. nibbana adalah KM4, akhir dari dukkha.
jadi sebenarnya umat Buddha pada umumnya udah tau sekali tentang nibbana sbg akhir dari dukkha.
hanya saja tidak puas dg sekedar itu... jadinya ada pertanyaan soal eksistensi (apakah diri ada apa enggak), apakah ada kehidupan kekal, ataukah nantinya hanya ada anihalisme (pelenyapan total).
makanya dimulai dari saddha dulu untuk memulai perjalanan. sumbernya harus pasti dulu.

Quote
Quote
seseorang ingin mencapai sebrang tetap memerlukan alat bantu rakit, kalau hanya diam saja bagaimana bisa mencapai sebrang.
yup, rakitnya adalah berpraktek sesuai dg anattalakhana sustta (salah 1). dan arah tujuannya adalah berakhirnya dukkha.
entah di pantai seberang ada pohon kelapa atau pasir putih itu nanti lihat di sana aja.
[/quote]
ya asalkan jangan tau2 malah nyampe di tanah kristal lazuardi ;D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 27 May 2010, 02:25:04 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|

No Self = Tidak ada diri...

Not Self = Tidak berdiri sendiri...  ? ? ?
bukannya artinya
no self=tidak ada diri
not self=bukan diri
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 27 May 2010, 02:29:55 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|

No Self = Tidak ada diri...

Not Self = Tidak berdiri sendiri...  ? ? ?
bukannya artinya
no self=tidak ada diri
not self=bukan diri

Not Me = Bukan saya...

No Me = Tidak ada Saya... ? ? ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Indra on 27 May 2010, 02:34:01 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|

No Self = Tidak ada diri...

Not Self = Tidak berdiri sendiri...  ? ? ?
bukannya artinya
no self=tidak ada diri
not self=bukan diri

Not Me = Bukan saya...

No Me = Tidak ada Saya... ? ? ?

menurut saya bukan perbedaan yg significant,

jika ini Not Me, itu Not Me, so where am I? there's no I.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: seniya on 27 May 2010, 03:10:23 PM
No Self = tidak ada diri/roh/jiwa (atta/atman) apakah yg dpt ditemukan di antara pancakkhanda ataupun di luar pancakkhanda.

Not Self = bukan diri/roh/jiwa, yaitu pancakkhanda bukan atta/atman (rupa bukan atta,vedana bukan atta, sanna bukan atta, sankhara bukan atta, vinnana bukan atta)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 27 May 2010, 05:59:26 PM
An-Atta = No SELF atau NOT-SELF ? Karena No-Self dan Not-Self berbeda sama sekali....

Kalo nurut saya dua2nya.

btw, kira2 kalo udah cerah/bebas....anatta sendiri akhirnya tidak ada.
Anatta timbul karena ada atta, yang dipegang erat oleh awam.
Selama belum sepenuhnya bebas, atta masih ada dan otomatis ada anatta
Pada saat bebas penuh, yaitu atta sepenuhnya tidak ada maka anatta sendiri juga tidak ada.

Demikianlah imajinasi saya......... :|

No Self = Tidak ada diri...

Not Self = Tidak berdiri sendiri...  ? ? ?
bukannya artinya
no self=tidak ada diri
not self=bukan diri

Not Me = Bukan saya...

No Me = Tidak ada Saya... ? ? ?

menurut saya bukan perbedaan yg significant,

jika ini Not Me, itu Not Me, so where am I? there's no I.
Setuju. Hanya berbeda dalam penggunaan istilah teknis saja.. Ada yg sreg dg Not-self. Ada yg sreg dng No-self. Sejauh pengertian yg dirujuk sama, apalah artinya sebuah nama? Kalau pengertian berbeda meski istilah sama, ya sama aja boong.. :D
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Juice_alpukat on 27 May 2010, 06:16:24 PM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..

Kembali saya meng-QUOTE jawaban yang "menurut saya" brilian sekali tentang ATTA, yang di-kutip dari Buku "Jalur Tua Awan Putih" Karya Thicht Nhat Hanh (walaupun ada pendapat bahwa kisah ini adalah tidak "benar-benar" terjadi" sebagai berikut :

--------
Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada seban-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."

--------
sdr dilbert, kisah diatas memang jawabn yg briliant mengenai Atta, bhkan terkadang sabdanya bs dijadikan pedoman untk mencpai pembebasan. Tapi bro dilbert mgatakan kisah ini tidak bnar2 terjadi, berarti apakah tidak terdapat dlm tipitaka?? Salam ...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 27 May 2010, 06:50:51 PM
Baca baik2 dan teliti, bukan Bro Dillbert melainkan Bro Dillbert menyampaikan bahwa "ada pendapat".
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: hendrako on 27 May 2010, 10:18:40 PM
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..

Kembali saya meng-QUOTE jawaban yang "menurut saya" brilian sekali tentang ATTA, yang di-kutip dari Buku "Jalur Tua Awan Putih" Karya Thicht Nhat Hanh (walaupun ada pendapat bahwa kisah ini adalah tidak "benar-benar" terjadi" sebagai berikut :

--------
Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada seban-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan (Anicca), tiada diri yang terpisah (An-atta), akan saling ketergantungan dari segala sesuatu (Pattica Samupada). Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."

--------
sdr dilbert, kisah diatas memang jawabn yg briliant mengenai Atta, bhkan terkadang sabdanya bs dijadikan pedoman untk mencpai pembebasan. Tapi bro dilbert mgatakan kisah ini tidak bnar2 terjadi, berarti apakah tidak terdapat dlm tipitaka?? Salam ...

Ada di:

(http://www.karaniya.com/images/buku/J002.jpg)

Judul buku:     Jalur Tua Awan Putih
Pengarang :    Y.A.Thich Nhat Hanh
Penerbit     :    Karaniya

Sinopsis :
MENELUSURI JEJAK LANGKAH BUDDHA – BUKU PERTAMA Jalur Tua Awan Putih menyajikan kehidupan dan ajaran Buddha Gotama. Diambil langsung dari 24 sumber berbahasa Pali, Sansekerta, dan Mandarin, serta diceritakan kembali oleh Y.A. Thich Nhat Hanh dengan gaya indahnya yang tak tertirukan. Buku ini menelusuri kembali 80 tahun perjalanan hidup Buddha secara perlahan dan lembut, sebagian melalui mata Svasti, si anak pengembala kerbau, sebagian lagi melalui mata Buddha sendiri.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 28 May 2010, 11:06:04 AM
Dari quote itu, tertulis : tiada diri yang terpisah (An-atta).

Yang dimaksud dengan "tiada diri yang terpisah" itu berarti :
1. diri itu ada ?
2. diri itu tidak ada ?
3. diri itu ada tetapi tidak terpisah dari yang lain ?

(yang lain mungkin artinya sangat luas, tapi sebaiknya sementara tidak menjadi inti pembicaraan).
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 28 May 2010, 12:02:20 PM
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.
Sdg theravada tidak pernah brkata seperti itu. Krn kamu awalnya memang sudah avijja bukan buddha, dan kamu berjuang untk menghapus avijja n tanha brulah jd buddha. Maaf oot.
Konsep Mahayana itu minimal meng-indikasi bahwa untuk mencapai pencerahan bukan dengan mencarinya di luar dari diri kita.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 28 May 2010, 02:59:19 PM
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.
Sdg theravada tidak pernah brkata seperti itu. Krn kamu awalnya memang sudah avijja bukan buddha, dan kamu berjuang untk menghapus avijja n tanha brulah jd buddha. Maaf oot.
Konsep Mahayana itu minimal meng-indikasi bahwa untuk mencapai pencerahan bukan dengan mencarinya di luar dari diri kita.
Dari kalimat Anda, berarti sebaliknya konsep Theravada itu mengindikasikan bahwa cara untuk mencapai pencerahan adalah dengan mencarinya di luar dari diri kita. Begitu?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 28 May 2010, 03:13:17 PM
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.
Sdg theravada tidak pernah brkata seperti itu. Krn kamu awalnya memang sudah avijja bukan buddha, dan kamu berjuang untk menghapus avijja n tanha brulah jd buddha. Maaf oot.
Konsep Mahayana itu minimal meng-indikasi bahwa untuk mencapai pencerahan bukan dengan mencarinya di luar dari diri kita.
Dari kalimat Anda, berarti sebaliknya konsep Theravada itu mengindikasikan bahwa cara untuk mencapai pencerahan adalah dengan mencarinya di luar dari diri kita. Begitu?
Bukan bro. Kalimat saya itu tidak ada kaitan dengan konsep Theravada.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 28 May 2010, 03:21:08 PM
Saya menangkap demikian karena sebelumnya Juice_alpukat sedang berbicara antara perbedaan mahayana dan theravada mengenai hakikat kebuddhaan. Thanks klarifikasinya. Kalau begitu bagaimana menurut Bro Hasan mengenai konsep Theravada? Apakah mencari di luar diri atau ke dalam diri, untuk mencapai pencerahan?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Hasan Teguh on 28 May 2010, 10:09:24 PM
Saya menangkap demikian karena sebelumnya Juice_alpukat sedang berbicara antara perbedaan mahayana dan theravada mengenai hakikat kebuddhaan. Thanks klarifikasinya. Kalau begitu bagaimana menurut Bro Hasan mengenai konsep Theravada? Apakah mencari di luar diri atau ke dalam diri, untuk mencapai pencerahan?
Mengenai konsep Theravada, kita serahkan kepada senior2 forum ini.

Pertanyaan susulan yang menarik, mungkin :
1. Mencari ke dalam diri itu maksudnya ngimana ?
2. Caranya ngimana ?

Semoga ada yang memberikan masukan.

Thanks.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Jerry on 29 May 2010, 12:44:35 AM
Saya menangkap demikian karena sebelumnya Juice_alpukat sedang berbicara antara perbedaan mahayana dan theravada mengenai hakikat kebuddhaan. Thanks klarifikasinya. Kalau begitu bagaimana menurut Bro Hasan mengenai konsep Theravada? Apakah mencari di luar diri atau ke dalam diri, untuk mencapai pencerahan?
Mengenai konsep Theravada, kita serahkan kepada senior2 forum ini.

Pertanyaan susulan yang menarik, mungkin :
1. Mencari ke dalam diri itu maksudnya ngimana ?
2. Caranya ngimana ?

Semoga ada yang memberikan masukan.

Thanks.
Saya pikir Bro Hasan sudah tahu jawabannya, tapi menghindari dengan menyerahkan pada senior2 lain. Kalau begitu saya juga bisa menjawab pertanyaan Bro Hasan.

1. Mencari ke dalam itu maksudnya sebagaimana yang tertera dalam konsep Mahayana.  (Ini berdasarkan jawaban Bro Hasan yang sebelumnya).

2. Caranya? Kita serahkan pada senior2 Mahayana di forum ini.

;)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 29 May 2010, 04:11:16 PM
Apakah pembahasan tentang Atta (an-atta) ini akan berujung pada konsep prima causa (penyebab awal) ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 29 May 2010, 05:52:43 PM
Spoiler: ShowHide
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).


Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)

Bro riky yang baik, boleh tahu siapa yang mengajarkan kepada bro Riky bahwa sakkaya ditthi menyentuh permukaannya saja? apakah bro tahu arti sakkaya ditthi?
Siapa yang mengajarkan bahwa esensi anatta adalah : tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja? Bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" boleh tahu referensinya?

Quote
Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu? bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..
Perhatikan yang saya bold apakah itu maksud bro dengan anatta? Itukah yang bro maksud dengan anatta? tubuh menjijikkan dan wadah kotoran?

Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)

bold: ya pengalaman anatta bertambah lama bertambah jelas.
Bisakah ditunjukkan dimanakah di Tipitaka dikatakan bahwa ada pencapaian Arahat yang instan? Siapa yang mengajarkan bro Riky?

Quote
Quote
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?
Maaf saya tanya balik kepada bro Riky: dimanakah saya mengatakan bahwa "bro Riky bilang pencerahan terjadi secara kebetulan?"
Quote
Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"
Ya sesuai dengan Samudda Sutta pencerahan terjadi melalui proses yang semakin lama semakin dalam.
Menurut bro Riky bagaimana? terjadi seketika? Bisa diterangkan bagaimana caranya?

Quote
Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Sati-Sampajanna berarti perhatian dan kewaspadaan. Itulah artinya sati-sampajanna.

Quote
Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)

Hmm... menarik sekali... siapakah yang mengajarkan mengenai sati-sampajanna seperti ini kepada bro Riky?

Apakah seseorang yang tidur dengan nyenyak juga sati-sampajana? 

Tidur juga diam.... tak ada penerapan apapun... dan tak perlu penerapan apapun.... :)

 _/\_

“O, bhikkhu, bagaimana pendapatmu, apakah khandha itu kekal atau tidak kekal?”

“Mereka tidak kekal, Bhante.”

“Di dalam sesuatu yang tidak kekal, apakah terdapat kebahagiaan atau penderitaan?”

“Di sana terdapat penderitaan, Bhante.”

“Mengenai sesuatu yang tidak kekal dan penderitaan, ditakdirkan untuk musnah, apakah tepat kalau dikatakan bahwa hal itu adalah ‘milikku’, ‘aku’ dan ‘diriku’?”

“Tidak tepat, Bhante.”

“Karena kenyataannya memang demikian, maka pancakkhandha (5 kelompok kehidupan) yang lampau atau yang ada sekarang ini, kasar atau halus, menyenangkan atau tidak menyenangkan, jauh atau dekat, harus diketahui sebagai kelompok kehidupan semata.”

“Selanjutnya engkau harus melakukan perenungan dengan bijaksana bahwa semua itu bukanlah ‘milikmu’, ‘kamu’ atau ‘dirimu’ semata.”

“Siswa Yang Ariya setelah memahami uraian ini akan melihatnya dari segi itu. Setelah melihat dengan jelas, ia akan melihat kejijikan dari pancakkhandha tersebut. Setelah melihat kejijikannya, ia akan melepaskan nafsu-nafsu keinginan. Setelah melepaskan nafsu-nafsu keinginan, batinnya tidak lagi melekat pada apapun.”

“Karena tidak lagi melekat pada apapun, maka timbullah Pandangan Terang, sehingga ia mengetahui bahwa ia sudah terbebas dari lingkaran tumimbal-lahir. Kehidupan suci telah dilaksanakan dan selesailah tugas yang harus ia kerjakan.”
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 30 May 2010, 11:02:45 PM
Spoiler: ShowHide

[spoiler]
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).


Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.[/quote]

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)[/quote]

Bro riky yang baik, boleh tahu siapa yang mengajarkan kepada bro Riky bahwa sakkaya ditthi menyentuh permukaannya saja? apakah bro tahu arti sakkaya ditthi?
Siapa yang mengajarkan bahwa esensi anatta adalah : tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja? Bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" boleh tahu referensinya?

Quote
Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu? bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..
Perhatikan yang saya bold apakah itu maksud bro dengan anatta? Itukah yang bro maksud dengan anatta? tubuh menjijikkan dan wadah kotoran?

Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)

bold: ya pengalaman anatta bertambah lama bertambah jelas.
Bisakah ditunjukkan dimanakah di Tipitaka dikatakan bahwa ada pencapaian Arahat yang instan? Siapa yang mengajarkan bro Riky?

Quote
Quote
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?
Maaf saya tanya balik kepada bro Riky: dimanakah saya mengatakan bahwa "bro Riky bilang pencerahan terjadi secara kebetulan?"
Quote
Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"
Ya sesuai dengan Samudda Sutta pencerahan terjadi melalui proses yang semakin lama semakin dalam.
Menurut bro Riky bagaimana? terjadi seketika? Bisa diterangkan bagaimana caranya?

Quote
Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Sati-Sampajanna berarti perhatian dan kewaspadaan. Itulah artinya sati-sampajanna.

Quote
Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)

Hmm... menarik sekali... siapakah yang mengajarkan mengenai sati-sampajanna seperti ini kepada bro Riky?

Apakah seseorang yang tidur dengan nyenyak juga sati-sampajana? 

Tidur juga diam.... tak ada penerapan apapun... dan tak perlu penerapan apapun.... :)

 _/\_
[/quote][/spoiler]

“O, bhikkhu, bagaimana pendapatmu, apakah khandha itu kekal atau tidak kekal?”

“Mereka tidak kekal, Bhante.”

“Di dalam sesuatu yang tidak kekal, apakah terdapat kebahagiaan atau penderitaan?”

“Di sana terdapat penderitaan, Bhante.”

“Mengenai sesuatu yang tidak kekal dan penderitaan, ditakdirkan untuk musnah, apakah tepat kalau dikatakan bahwa hal itu adalah ‘milikku’, ‘aku’ dan ‘diriku’?”

“Tidak tepat, Bhante.”

“Karena kenyataannya memang demikian, maka pancakkhandha (5 kelompok kehidupan) yang lampau atau yang ada sekarang ini, kasar atau halus, menyenangkan atau tidak menyenangkan, jauh atau dekat, harus diketahui sebagai kelompok kehidupan semata.”[/quote]

Bro Riky yang baik, bukankah dalam tahap ini sudah dikatakan bahwa karena anicca dan dukkha maka lima kelompok kemelekatan adalah hanya kelompok kehidupan? (hanya kelompok kehidupan tanpa entitas yang disebut roh)

Quote
“Selanjutnya engkau harus melakukan perenungan dengan bijaksana bahwa semua itu bukanlah ‘milikmu’, ‘kamu’ atau ‘dirimu’ semata.”

disinilah maksudnya melihat dengan bijaksana bahwa semua itu bukan milik kita, maksudnya tidak melekat... bahkan terhadap lima kelompok kemelekatan/kehidupan.

Quote
Siswa Yang Ariya setelah memahami uraian ini akan melihatnya dari segi itu. Setelah melihat dengan jelas, ia akan melihat kejijikan dari pancakkhandha tersebut. Setelah melihat kejijikannya, ia akan melepaskan nafsu-nafsu keinginan. Setelah melepaskan nafsu-nafsu keinginan, batinnya tidak lagi melekat pada apapun.”

Coba perhatikan kata-kata siswa Ariya yang telah memahami, setelah melihat dengan jelas, ia menjadi jijik, apakah dikatakan bahwa esensi dari anatta adalah "menjijikkkan karena wadah kekotoran, seperti klaim bro Riky? Kejijikan disini dalam proses "progress of insight" adalah jijik melihat apa yang nampaknya konstan (nicca) ternyata tidak konstan (anicca), apa yang nampaknya menyenangkan (sukha) ternyata tak menyenangkan (dukkha). Semua yang berkondisi ternyata tidak memuaskan dan tidak kekal (sabbe sankhara anicca dan sabbe sankhara dukkha).

Mengenai jawaban Sang Buddha kepada brahmana Magandiya memang disengaja untuk melenyapkan kemelekatan brahmana Magandiya terhadap bentuk-bentuk fisik.

Quote
“Karena tidak lagi melekat pada apapun, maka timbullah Pandangan Terang, sehingga ia mengetahui bahwa ia sudah terbebas dari lingkaran tumimbal-lahir. Kehidupan suci telah dilaksanakan dan selesailah tugas yang harus ia kerjakan.”

Perlu dimengerti bahwa kebebasan batin timbul bukan dari menolak dan mempersepsikan pancakhandha sebagai kekotoran.  Tetapi disebabkan menolak karena timbulnya kebijaksanaan yang melihat bahwa kelima kelompok kemelekatan sifatnya tidak kekal dan tidak memuaskan.

 _/\_

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 30 May 2010, 11:33:00 PM
Sebenarnya perbedaan pandangan mengenai anatta ini karena atta diterjemahkan sebagai self (diri), tetapi saya lebih suka penerjemahan atta/atma = soul, yang saya rasa lebih tepat.

Maha-atma = jiwa atau roh agung
Parama-atma = jiwa atau roh tertinggi/absolut

Pandangan agama tetangga manusia terdiri dari roh (atta) dan jasmani (rupa)
Roh adalah entitas abadi diciptakan oleh pencipta yang juga abadi

Pandangan agama Buddha mahluk terdiri dari batin (nama) dan jasmani (rupa)
Nama terdiri dari empat kelompok kemelekatan (khandha, yaitu vedana, sanna,sankhara dan vinnana)

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 30 May 2010, 11:47:43 PM
Sering dikatakan dalam untaian...

Sabbe Sankhara Anicca
Sabbe Sankhara Dukkha
Sabbe Dhamma An-atta...

Jika Anicca dan Dukkha di-hubungkan dengan Sankhara (bentukan), mengapa An-atta di-taut-kan dengan istilah dhamma (fenomena) ? Lantas bagaimana penjelasan Sabbe Dhamma An-atta itu sendiri ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: 4DMYN on 31 May 2010, 12:07:11 AM
 [at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 31 May 2010, 12:20:01 AM
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Di dunia barat, memang yang dikenal adalah BUDDHA'S TEACHING (Ajaran Buddha)...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 31 May 2010, 04:54:45 AM
Sebenarnya perbedaan pandangan mengenai anatta ini karena atta diterjemahkan sebagai self (diri), tetapi saya lebih suka penerjemahan atta/atma = soul, yang saya rasa lebih tepat.

atta vagga (dlm dhammapada), disana semua yg dibahas adalah tentang "diri sendiri". :)
dalam agama lain ya, atta = soul. dalam Buddhisme, pendapat kita bertolak belakang
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 31 May 2010, 07:33:26 AM
Sebenarnya perbedaan pandangan mengenai anatta ini karena atta diterjemahkan sebagai self (diri), tetapi saya lebih suka penerjemahan atta/atma = soul, yang saya rasa lebih tepat.

atta vagga (dlm dhammapada), disana semua yg dibahas adalah tentang "diri sendiri". :)
dalam agama lain ya, atta = soul. dalam Buddhisme, pendapat kita bertolak belakang
buddha menerangkan dhamma dengan cara Pannatta & Paramatta :
Terdapat dua cara pengajaran dalam Buddha dhamma. Keduanya dinamakan paramatta desana dan pannatta desana. Yang pertama berhubungan dengan abstraksi pengetahuan. Sementara cara terakhir merujuk pada pengetahuan umum atau konvensional yang muncul dari obyek-obyek yang diketahui melalui penamaannya. Saat kalian mendiskusikan anicca (ketidakkekalan), dukkha (penderitaan), anatta (ketiadaan diri), dhatu (sifat dasar suatu zat), sacca  (kebenaran), satipatthana (kesadaran yang kokoh), dan ayatana  (perasaan yang utuh), kalian berhubungan dengan bahasa pengetahuan abstrak. Tetapi bila kalian membicarakan laki-laki, perempuan, dewa-dewa, brahmin, dan lain-lain, ini merupakan subyek sehari-hari dimana suatu makhluk dikenali melalui penamaannya.
Ada sejumlah orang yang dapat melihat cahaya dhamma dengan petunjuk pannatta sebaik orang-orang yang memperoleh pencerahan melalui petunjuk paramatta. Misalnya, seorang profesor yang mengetahui banyak bahasa akan mengajar dengan bahasa Inggris bagi muridnya yang mengetahui bahasa Inggris, bahasa Hindi bagi para muridnya yang berada di India, dan lain sebagainya. Demikian pula Sang Buddha lebih banyak membabarkan dhamma dengan cara kedua seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya.
Ada delapan alasan mengapa Sang Buddha memberi penamaan dalam penggunaaan umum dan mengajarkan cara pannatta, yakni:

1.      Guna menjelaskan tentang hiri, rasa malu dan ottapa, perasaan takut, jika melakukan perbuatan jahat.

2.      Untuk menunjukkan bahwa suatu individu hanya memiliki harta berupa kamma.

3.      Untuk menjelaskan perbuatan individu-individu.

4.      Untuk menjelaskan secara alami jenis-jenis kamma buruk yang tak dapat dipertukarkan dan bekerja secara terus-menerus.
   
5.      Mendorong praktek brahma vihara.
   
6.      Untuk mengungkapkan kewajaran pubbenivasana nana, suatu kemampuan supranatural dalam mengingat kehidupan pada masa lampau, baik dirinya sendiri maupun makhluk lain.
   
7.      Untuk menjelaskan dakhinavisuddhi, kemurnian hasil usaha, dan
   
8.      Selaras bagi kehidupan saat ini.

Maksud dari 8 alasan di atas adalah :

1.      Bila dikatakan khandha-khandha malu atau takut, maka kalian tidak akan mengerti maksudnya. Tapi, kalau dikatakan ada seorang gadis yang malu atau ketakutan, setiap orang akan mengerti apa yang dimaksud dengan pernyataan ini. Karenanya bila Sang Buddha ingin menegaskan perlunya menumbuhkan perasaan malu berbuat jahat dan takut akibat perbuatan jahat tersebut, beliau menggunakan istilah-istilah umum.

2.      Saat dijelaskan bahwa khandha hanya memiliki satu-satunya harta yakni kamma-nya sendiri, maka arti dari pernyataan ini bisa beragam. Akan berbeda bila dikatakan individu-individu yang melakukan perbuatan baik atau buruk akan menerima akibat tumbuhnya kamma baik atau buruk hasil dari perbuatannya itu. Maka pernyataan ini lebih bisa dipahami. Inilah yang dimaksud dengan kamma merupakan satu-satunya harta yang dimiliki. Istilah kamma individu lebih gampang untuk dimengerti. Sehingga maksud dari pernyataan ini pun lebih gampang untuk dipahami. Karenanya Sang Buddha menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti saat menguraikan tentang kamma.
       
3.      Saat dikatakan bahwa khandha tengah membangun rumah-rumah dan vihara-vihara, maka pernyataan ini sulit untuk dimengerti. Namun jika dikatakan Anathapindika tengah membangun Vihara Jetavana, maka penyebutan nama ini akan lebih mudah untuk dimengerti. Oleh sebab itu digunakanlah penamaan individual.
       
4.      Bila diceritakan ada khandha yang membunuh orang tuanya, tak seorang pun mengerti maksud dari pernyataan ini. Tapi setiap orang akan mengerti kalau kalian katakan ada anak laki-laki yang membunuh orang tuanya atau pangeran Ajatasattu membunuh ayahnya sendiri, yaitu raja Bimbisara. Pada suatu saat kamma buruk yang telah dilakukan, dengan membunuh ayah atau ibu, akan berbuah ketika mereka meninggal. Dan bekerjanya kamma paling buruk yang dikenal dengan istilah anantariya ini tidak dapat digantikan. Kamma tersebut bekerja secara terus-menerus. Untuk membabarkan jenis kamma semacam ini Sang Buddha menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti. Raja Ajatasattu terperangkap oleh anantariya kamma karena membunuh ayahnya. Maka, meski memiliki kesempatan mendengarkan pembabaran dhamma dari Sang Buddha, ia gagal memperoleh pencerahan. Perbuatan Raja Ajatasattu membunuh ayahnya menjadi kendala baginya untuk memperoleh “jalan – magga”. Dalam kasus ini Raja Ajatasattu digolongkan sebagai maggantaraya, artinya orang yang berbahaya bagi “jalan”. Setelah kematiannya, ia terlahir di alam neraka Lohakumbhi. Diceritakan ia kehilangan kesempatan tumimbal lahir di alam-alam dewa karena kamma buruknya. Disebabkan perbuatannya yang sangat buruk ini Raja Ajatasattu juga digolongkan sebagai saggantaraya, maksudnya mahkluk yang berbahaya bagi para dewa.
       
5.      Apabila dikatakan ada khandha yang mengirimkan permohonan- permohonan baik kepada khandha lain. Seperti pengharapan semoga khandha lain berumur panjang dan berbahagia. Maka pernyataan semacam ini akan sulit dimengerti. Akan lebih mudah dipahami jika dikatakan bahwa para bhikkhu atau umat awam berharap para bhikkhu atau umat awam lain berbahagia dan terbebas dari segala penderitaan.
      Sang Buddha membabarkan praktek Brahmacariya, yakni mengembangkan metta, karuna, mudita dan upekkha dengan menggunakan metode pannatta desana. Bagi seseorang yang tidak memahami sepenuhnya cara pengajaran Sang Buddha dalam mengajarkan dhamma, menganggap hanya cara paramatta desana yang terbaik. Karenanya mereka mengirimkan permohonan-permohonan baik seperti di atas tidak kepada individu tapi kepada khandha-khandha.
      Perlu diketahui dalam praktek Brahmacariya, selalu dipakai istilah umum, seperti semua mahkluk atau sabba satta, dan juga istilah yang spesifik atau khusus seperti semua laki-laki atau sabba purisa, semua perempuan atau sabba itthiya, dan lain-lain.
      Saat mengirim metta dan jenis-jenis pikiran baik kepada pihak lain kalian harus secara langsung mengarahkan pikiran atau perhatian kepada individu secara keseluruhan dan bukan kepada pikiran atau jasmaninya. Sebab pikiran dan badan jasmani menunjuk kepada sesuatu yang bersifat abstrak, tak ubahnya batu atau kerikil. Jika demikian, cinta, keyakinan dan penghormatan semacam apa yang dikirimkan seseorang kepada benda mati? Lebih jauh, dalam mempraktekkan Brahmavihara, kalian harus mengenali individu yang menjadi obyek dari buah pikiran baik kalian.
       
6.      Jika kami mengatakan ada khandha yang bisa mengingat masa lalu, tak ada orang yang mengerti maksudnya. Tapi, bila dikatakan Sang Buddha mengingat hal ini atau para arahat mengingat hal itu, maka artinya akan jelas. Oleh karenanya bila Sang Buddha ingin menjelaskan tentang mengingat hal-hal di masa lalu, beliau menggunakan kemampuan pubbenivasana nana, sebagaimana hal itu disebut, dalam hal ini Sang Buddha menggunakan pannata desana.
       
7.      Jika dikatakan, kami melakukan pemberian dana kepada khandha, ini merupakan kalimat yang membingungkan. Coba baca kalimat ini, “ada satu khandha yang memberikan jubah kepada khandha yang lain”. Bagaimana caranya khandha-khandha itu memberi? Dan bagaimana caranya khandha-khandha yang lain menerima pemberian? Kumpulan materi mana yang bisa melakukan perbuatan baik, berdana ini? Juga kelompok materi yang mana lagi yang tidak suka melakukan perbuatan baik? Kumpulan yang satu bermanfaat dan kumpulan yang lain adalah tidak bermanfaat? Jika seseorang membaca abstraksi kalimat semacam itu akan muncul perasaan bingung. Sang Buddha lebih memilih menjelaskan hal di atas dengan mengatakan si pemberi dan penerima sebagai Individu. Dengan demikian kebingungan dapat dihindari.
       
8.      Alasan kedelapan, mengapa Sang Buddha mengajar dengan menggunakan metode pannatta desana. Siapa yang memiliki kesadaran lebih tinggi dari Sang Buddha dalam memahami keberadaan semua makhluk, yang sesungguhnya hanya merupakan fenomena batin dan jasmani, muncul dan lenyap serta selalu berubah ? Sang Buddha selalu membahas masalah ini pada saat yang tepat. Tapi, beliau tidak pernah menolak untuk menggunakan istilah-istilah awam seperti ibu, bapak, anak laki-laki, anak perempuan, laki-laki, perempuan, dewa, bhikkhu, dan lain-lain. Istilah-istilah ini dipakai Sang Buddha dalam pembabaran dhamma. Sang Buddha mengajar dengan bahasa sehari-hari yang berlaku pada saat itu.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 31 May 2010, 08:03:34 AM
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 31 May 2010, 08:20:51 AM
Sering dikatakan dalam untaian...

Sabbe Sankhara Anicca
Sabbe Sankhara Dukkha
Sabbe Dhamma An-atta...

Jika Anicca dan Dukkha di-hubungkan dengan Sankhara (bentukan), mengapa An-atta di-taut-kan dengan istilah dhamma (fenomena) ? Lantas bagaimana penjelasan Sabbe Dhamma An-atta itu sendiri ?

Bro Dilbert yang baik, sankhara adalah kehendak dan tendensi-tendensi batin, hal ini jelas dan mudah di periksa kebenarannya, tetapi mengapa yang dianggap anicca hanya terbatas pada sankhara? Karena ada hal-hal yang debatable apakah kekal atau tidak kekal, umpamanya apakah alam semesta ini kekal atau tidak kekal? Apakah suatu ketika alam semesta ini akan hilang lenyap? segala sesuatu hilang lenyap? Itulah sebabnya anicca dibatasi hanya pada sankhara, karena ini langsung mengarah pada pencerahan.

Sedangkan Sabbe Dhamma anatta karena segala sesuatu tidak memiliki roh (ini sangat universal), benda mati maupun benda hidup tak memiliki roh, oleh karena itu saya lebih suka menerjemahkan atta sebagai roh atau jiwa, tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

Hanya sekedar sharing pendapat.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: 4DMYN on 31 May 2010, 11:59:52 AM
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut. apabila ajaran Buddha digolongkan dalam ilmu psikologi, ilmu pengetahuan alam, dll, maka akan lebih banyak orang yang mempelajari ajaran Buddha.

seperti misalnya ajaran Phytagoras, karena ajaran phytagoras tidak memakai embel-embel agama, maka sekarang ajaran beliau dapat memasuki semua sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. bukankah hal ini jauh lebih baik? 
ada juga filsuf besar semacam Kong Hu Cu yang ajarannya dipelajari seluruh rakyat China, selama berabad-abad, (sampai-sampai para pionir revolusi perancis juga mempelajari filsafatnya ). ini semua dapat terjadi apabila embel-embel agama dilenyapkan.
tapi masalahnya sederhana saja apakah benar embel-embel agama pada ajaran Buddha ini dapat dilenyapkan begitu saja? benarkah tidak ada  keyakinan/iman dalam agama Buddha ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 31 May 2010, 12:53:53 PM
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut.

Bro 4dmyn yang baik, ada perbedaan antara orang yang mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas dan orang yang menanggapi kisah ayam bertelur emas dengan akal sehat. Orang-orang dungu mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas karena kisah itu diceritakan gurunya.

Quote
Apabila ajaran Buddha digolongkan dalam ilmu psikologi, ilmu pengetahuan alam, dll, maka akan lebih banyak orang yang mempelajari ajaran Buddha. seperti misalnya ajaran Phytagoras, karena ajaran phytagoras tidak memakai embel-embel agama, maka sekarang ajaran beliau dapat memasuki semua sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. bukankah hal ini jauh lebih baik? 
ada juga filsuf besar semacam Kong Hu Cu yang ajarannya dipelajari seluruh rakyat China, selama berabad-abad, (sampai-sampai para pionir revolusi perancis juga mempelajari filsafatnya ). ini semua dapat terjadi apabila embel-embel agama dilenyapkan.

Nampaknya saya perlu bertanya kepada bro 4dmyn karena argumen saudara nampaknya tidak nyambung. Apakah yang dimaksud agama, apakah definisi dan kriteria agama?
Quote
tapi masalahnya sederhana saja apakah benar embel-embel agama pada ajaran Buddha ini dapat dilenyapkan begitu saja? benarkah tidak ada  keyakinan/iman dalam agama Buddha ?

Diatas saya sudah jawab pertanyaan saudara, sekarang saya menunggu jawaban pertanyaan saya, apakah definisi dan kriteria agama?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 31 May 2010, 01:26:43 PM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 31 May 2010, 01:47:58 PM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 31 May 2010, 01:52:50 PM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?

terjemahan formal utk anatta adalah no-self atau not-self.
saya bukan bilang no-soul tidak benar, cuma bilang sok tau pikiran orang lain aja bisa menilai demikian (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul... geli saya bacanya)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 31 May 2010, 02:00:31 PM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?

terjemahan formal utk anatta adalah no-self atau not-self.
saya bukan bilang no-soul tidak benar, cuma bilang sok tau pikiran orang lain aja bisa menilai demikian (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul... geli saya bacanya)

kalau terjemahan Not-Self bisa tidak di-arti-kan sebagai Tidak berdiri sendiri. Kalau di liat dari penjelasan panjang x lebar dari anattalakkhana sutta, memang di katakan bahwa semua fenomena di dunia ini tidak terdiri dari satu sebab penyusun-nya saja...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 31 May 2010, 02:17:05 PM
kalau terjemahan Not-Self bisa tidak di-arti-kan sebagai Tidak berdiri sendiri. Kalau di liat dari penjelasan panjang x lebar dari anattalakkhana sutta, memang di katakan bahwa semua fenomena di dunia ini tidak terdiri dari satu sebab penyusun-nya saja...
memang, semua fenomena berketergantungan/berkondisi pada sebabnya.
berketergantungan ini menurut saya lebih tepat disebut dg "sankhara".
sankhara tidak terbatas pada bentukan mental saja.
contoh pesan Sang Buddha terakhir: "vaya dhamma sankhara",
tilakhanna "sabbe sankhara anicca & dukkha"
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 31 May 2010, 03:27:00 PM
kalau terjemahan Not-Self bisa tidak di-arti-kan sebagai Tidak berdiri sendiri. Kalau di liat dari penjelasan panjang x lebar dari anattalakkhana sutta, memang di katakan bahwa semua fenomena di dunia ini tidak terdiri dari satu sebab penyusun-nya saja...
memang, semua fenomena berketergantungan/berkondisi pada sebabnya.
berketergantungan ini menurut saya lebih tepat disebut dg "sankhara".
sankhara tidak terbatas pada bentukan mental saja.
contoh pesan Sang Buddha terakhir: "vaya dhamma sankhara",
tilakhanna "sabbe sankhara anicca & dukkha"


justru itu, saya kok lebih "AFDOL" dengan terjemahan An-atta sebagai Not Self = Tidak berdiri sendiri.... sesuai dengan penjelasan dari anattalakkhana sutta. Jadi tidak saya persepsikan atta = diri/soul atau objek tertentu.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 31 May 2010, 03:37:32 PM
Paham Anatta



Anatta adalah kata bahasa Pali yang berasal dari awalan 'an' yang berarti tiada dan 'atta' atau jiwa; anatta kebanyakan diterjemahkan sebagai 'tiada jiwa'. Dalam konteks penulisan ini, atta akan diterjemahkan sebagai 'tiada inti diri'. Kata atta mempunyai makna yang luas dan dapat ditemukan dalam bidang ilmu psikologi, filsafat, maupun peristilahan sehari-hari, contohnya, atta dapat berarti diri, mahkluk, ego, atau kepribadian. Namun sebelum membahas tentang apa itu atta, maka perlu melihat berbagai arti atta yang ditelaah dari sudut pandang Buddhis maupun non-Buddhis, agar kita dapat memahami dengan tepat, apa yang ditolak Sang Buddha ketika Ia membabarkan doktrin anatta, yang mana Ia menolak keberadaan atta.

Definisi atta menurut non-Buddhis dan Buddhis

Definisi atta menurut non-Buddhis :

1. Dalam Abingdon Dictionary of Living Religions :

”Sesuatu yang memberi kehidupan kepada suatu makhluk hidup; atau bagian atau dimensi dalam makhluk hidup, yang merupakan inti, tidak berbentuk; atau sesuatu yang tidak berbentuk namun menghidupkan; atau sesuatu yang tidak berbentuk namun menciptakan individu”.

2. Dalam A Dictionary of Mind and Spirit oleh Donald Watson :

”Jiwa dikenal dengan banyak nama: jiva (Jain), Îtman (Hindu), Monad, Ego, Diri, Diri yang lebih tinggi, sesuatu yang melebihi Diri, Diri yang tidak dapat dipahami, batin, atau bahkan pikiran.”

Sedangkan definisi atta menurut Buddhis:

1. Dalam Buddhist Dictionary karya Nyanatiloka:

”..segala sesuatu yang secara mutlak dipandang sebagai keberadaan diri, sosok ego, jiwa, atau substansi pokok yang bersifat kekal.”

2. Dalam The Truth of Anatta oleh Dr. G.P.Malalasekera:

”atta adalah diri suatu keberadaan metafisik yang halus, jiwa.” Berbagai definisi atta atau jiwa sebagai diri, ego, jiwa, atau pikiran, sejalan dengan bidang psikologi. Karena itu perlu juga melihat definisi atta dari sudut pandang ini.

Menurut Dictionary of Psychology, 'diri' adalah: ”(1) individu sebagai makhluk hidup;(2) ego atau aku; (3) kepribadian atau kumpulan sifat”.

Definisi 'ego' adalah: ”diri, terutama gagasan seseorang akan dirinya sendiri”. Definisi 'kepribadian' adalah kumpulan sistem psikofisik dalam individu yang bersifat dinamis dan menentukan cara berpikir dan perilaku seseorang” atau ”sesuatu yang memberikan prakiraan apa yang akan dilakukan seseorang dalam menghadapi suatu situasi”. Istilah-istilah psikologis itu bersesuaian dengan beberapa istilah yang dipakai dalam ajaran Buddha untuk menerangkan kehidupan konvensional makhluk hidup. Peristilahan itu berguna sebagai label, namun secara mutlak, label-label tersebut, seperti yang akan kita lihat, hanya sekedar nama yang semata-mata merupakan kebenaran ilusi.

Dalam bahasa Pali, ada istilah seperti satta, puggala, jiva, dan atta untuk menerangkan psikologi konvensional mengenai makhluk. Satta, menurut Nyanatiloka, berarti ‘makhluk hidup’. Puggala berarti ‘individu, orang, berikut padanannya: kepribadian, perangai, makhluk (satta), diri (atta)”. Jiva adalah ”kehidupan sesuatu yang vital, jiwa”. Beberapa pemakaian istilah atta juga ada dalam bidang psikologi. Menurut Dr. Malalasekera, atta dapat berarti, ”diri seseorang, misalnya attahitaya patipanno no parahitaya (berbuat menurut diri sendiri, bukan menurut orang lain) atau attanava akatam sadhu (apa yang dilakukan oleh diri sendiri adalah baik)”. Atta dapat pula bermakna diri sendiri, kepribadian, termasuk tubuh dan pikiran, seperti dalam attabhava (kehidupan), attapatilabha (kelahiran dalam beberapa bentuk kehidupan)”.

Ajaran Buddha tidak menolak bahwa konsep kepribadian semacam itu ada benarnya,namun hanya secara konvensional. Dr. Malalasekera menulis: ”Ajaran Buddha tidak berkeberatan untuk memakai kata atta, satta, atau puggala untuk menggambarkan individu sebagai suatu kesatuan atau untuk membedakan seseorang dengan lainnya. Pembedaan semacam itu diperlukan, terutama mengenai hal-hal seperti ingatan dan kamma yang bersifat pribadi dan untuk mengenali adanya alur kesinambungan (santana) masing-masing. Namun demikian, istilah-istilah ini hendaknya hanya digunakan sebagai label, dan konsep kesepakatan bahasa, sarana bantu pemahaman dan komunikasi, itu saja.

Bahkan Sang Buddha terkadang memakai istilah-istilah tersebut: ”Ini adalah pemakaian duniawi, istilah percakapan duniawi, uraian duniawi, dengannya Sang Tathagata berkomunikasi tanpa menyalahartikannya (D.I., 195)” .

Ketika mengulas mengenai istilah satta, Nyanatiloka menambahkan, ”Istilah ini, sama seperti atta, puggala, jiva dan istilah lainnya yang berkenaan dengan 'ego', dianggap sebagai sekedar istilah konvensional (voharavacana) pada umumnya, dan sama sekali tidak mempunyai makna kebenaran”.

Dalam pengertian kebenaran mutlak, Sang Buddha menolak konsep psikologi dan agama mengenai segala macam 'diri' atau 'jiwa'. Tetapi kita bisa memakai istilah seperti 'diri' dan 'ego' untuk menggambarkan hal tertentu dari kelima khanda (agregat atau kelompok) yang menampilkan penampakan semu suatu individu. Seperti yang dikatakan Arahat Vajira yang hidup semasa kehidupan Sang Buddha:

Bilamana semua bagian penyusun ada, Kita menyebutnya sebagai 'pedati'; Demikian pula, di mana kelima kelompok ada, Kita menyebutnya sebagai 'makhluk hidup'.

Doktrin anatta diajarkan oleh Sang Buddha dari sudut pandang seseorang yang telah mencapai Pencerahan Sempurna, pandangan yang melihat bahwa segala sesuatu adalah anatta.

Pemahaman tentang Anatta

Anatta adalah salah satu doktrin yang sangat penting dalam ajaran Buddha. Anatta adalah ajaran yang paling unik, yang diakui oleh banyak cendekiawan, membedakan ajaran Buddha terhadap agama-agama lainnya. Para cendekiawan menyatakan bahwa semua agama selain ajaran Buddha menerima adanya sesuatu atau makhluk yang bersifat spiritual, metafisik, atau psikologis, di dalam atau di luar makhluk hidup. Kebanyakan agama mengakui keberadaan jiwa atau diri.

Donald Watson menulis, ”Di antara agama-agama besar di dunia, hanya ajaran Buddha yang tidak mengakui keberadaan jiwa”. Pelajar lainnya, Richard Kennedy menyatakan, ”Menurut ajaran Kristiani, Islam, dan Yahudi, setiap jiwa akan dihakimi pada akhir zaman.. Jiwa itulah yang menentukan apakah seseorang akan dihukum dalam neraka atau dihadiahi kehidupan abadi di dalam surga.. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa jiwa atau diri yang kekal itu tidak ada”.

Dalam Encyclopedia Americana disebutkan,”Dalam ajaran Buddha tidak dikenal adanya diri yang kekal seperti halnya Atman. Meditasi membawa pada kesadaran bahwa gagasan tentang diri atau atman, hanyalah khayalan belaka”.

Sekalipun doktrin anatta adalah begitu penting, unik, dan semestinya dipahami oleh umat Buddha, namun sampai saat ini dari seluruh ajaran Sang Buddha, doktrin inilah yang paling banyak disalahpahami, paling disalahtafsirkan, dan paling menyimpang. Beberapa cendekiawan besar yang memelajari ajaran Buddha, sangat menghormati Sang Buddha dan mengagumi ajaran-Nya, namun mereka tidak dapat mengerti kenapa seorang pemikir besar seperti Beliau menolak keberadaan jiwa.

Akibatnya, mereka berusaha menemukan celah-celah dalam ajaran-Nya dan mencoba menyelipkan pembenaran tentang adanya atta menurut Sang Buddha. Contohnya, dua cendekiawan modern, Ananda K. Coosmaraswamy dan I.B. Horner (The Living Thoughts of Gotama the Buddha), telah berusaha menegakkan gagasan bahwa Sang Buddha mengajarkan doktrin tentang adanya 2 diri, yaitu Diri besar (ditulis Self dengan huruf S besar) untuk menunjukkan Jiwa atau Diri spiritual dan diri kecil (ditulis sebagai self dengan huruf s kecil) yang dimaksudkan sebagai ego pribadi. Mereka menyatakan bahwa Sang Buddha hanya menolak ego pribadi bila Ia berbicara tentang anatta.

Kontroversi mengenai doktrin anatta sepertinya didasari oleh rasa takut yang mendalam terhadap penolakan adanya jiwa. Manusia pada umumnya sangat melekat pada hidupnya, sehingga mereka cenderung untuk mempercayai adanya sesuatu yang bersifat tetap, kekal, abadi di dalam dirinya. Bila ada orang yang mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang kekal dalam diri mereka, tidak ada semacam jiwa dalam diri mereka yang akan berlangsung selamanya,mereka akan merasa ketakutan.

Mereka bertanya-tanya apa yang akan terjadi dengan mereka di masa mendatang –mereka takut jadi musnah! Sang Buddha memahami hal ini, seperti yang dapat kita lihat dalam cerita tentang Vacchagotta, yang seperti orang pada umumnya, takut dan bingung terhadap doktrin anatta.

Vacchagotta adalah seorang pertapa yang pada suatu hari mengunjungi Sang Buddha untuk menanyakan beberapa hal penting. Dia bertanya kepada Sang Buddha, ”Apakah atta itu ada?” Sang Buddha diam. Kemudian, dia bertanya kembali, ”Apakah atta itu tidak ada?” Namun Sang Buddha tetap diam. Setelah Vacchagotta berlalu, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda, mengapa Ia telah bersikap diam. Sang Buddha menjelaskan bahwa Ia mengetahui Vacchagotta sedang mengalami kebingungan tentang atta, dan jika Ia menjawab bahwa atta itu ada, berarti Ia mengajarkan paham eternalistik, teori jiwa yang kekal, yang tidak Ia setujui. Namun, bila Ia menjawab bahwa atta itu tiada, maka Vacchagotta akan berpikir Sang Buddha mengajarkan paham nihilistik, paham yang mengajarkan bahwa makhluk hidup hanyalah suatu organisme batin-jasmani yang akan musnah total setelah kematian.

Sang Buddha tidak setuju dengan paham nihilistik karena paham ini menolak kamma, tumimbal lahir, dan hukum keberasalan yang saling bergantungan. Sebaliknya Sang Buddha mengajarkan bahwa manusia terlahir kembali dengan patisandhi, ”kesadaran yang berkesinambungan”, kesadaran tumimbal lahir yang tidak berpindah dari kehidupan sebelumnya, melainkan timbul karena adanya berbagai kondisi dari kehidupan sebelumnya, misalnya kondisi seperti kamma. Jadi orang yang terlahir kembali bukanlah orang yang sama dengan yang telah meninggal, namun juga bukan orang yang sepenuhnya berbeda dengan yang telah meninggal. Yang paling penting, dalam ajaran Buddha tidak dikenal adanya tubuh metafisik, jiwa, atau roh yang sama yang berlanjut dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya.

Namun ajaran ini terlalu sulit bagi Vacchagotta, dan Sang Buddha ingin menunggu sampai Vacchagotta telah matang secara intelektual. Sang Buddha bukanlah seperti komputer yang akan menjawab setiap pertanyaan secara otomatis. Demi kebaikan para penanya, Ia mengajar sesuai dengan kesiapan dan perangai seseorang. Cerita selanjutnya, melalui meditasi Vipassana, Vacchagotta mampu mencapai kematangan spiritual, memahami sifat segala sesuatu yang tidak memuaskan, fana, dan tiada inti diri; dan akhirnya dia menjadi seorang Arahat.

Namun sayang, cerita ini disalahgunakan oleh beberapa cendekiawan yang mencoba membuktikan bahwa Sang Buddha tidak sepenuhnya menolak keberadaan atta. Adapun gagasan yang terkandung dalam istilah atta sebagai berikut. Sebelum Sang Buddha muncul di dunia, Brahmanisme,yang kemudian hari disebut Hinduisme,adalah ajaran utama yang dianut di India. Brahmanisme mengajarkan doktrin keberadaan atta (atau atman, dalam Sansekerta), yang pada umumnya diterjemahkan sebagai jiwa atau diri. Ketika Sang Buddha muncul, Ia menyatakan bahwa atman itu tidak ada. Doktrin ini sangat penting bahwasanya Beliau mengajarkannya hanya 5 hari setelah khotbah pertama-Nya mengenai Empat Kesunyataan Mulia. Kelima murid yang mendengarkan khotbah pertama ini mencapai tingkat ‘pemenang arus’ (Sotapanna), orang yang telah mencapai tahap pertama pencerahan. Lima hari kemudian, Sang Buddha mengumpulkan kembali kelima murid-Nya dan mengajarkan doktrin anatta kepada mereka. Pada akhir khotbah-Nya, kelimanya menjadi Arahat, orang yang telah mencapai tahap tertinggi pencerahan.

Apakah atta yang ditolak oleh Sang Buddha itu? Kata anatta adalah kombinasi dua kata, yaitu an dan atta. An berarti tidak atau tiada, dan atta biasanya diterjemahkan sebagai jiwa atau diri. Namun atta mempunyai makna yang luas, yang dibahas dalam 2 kitab terkemukan Hindu yaitu Upanishad dan Bhagavad Gita. Dalam ajaran Buddha, berbagai pandangan tentang atta dapat ditemukan dalam Brahmajala Sutta.

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 31 May 2010, 03:37:45 PM
Atta adalah inti dalam segala sesuatu. Inti sebatang pohon adalah bagian yang paling keras dan inti dari sesuatu dapat dianggap sebagai tetap. Inti juga bisa diartikan sebagai bagian terbaik dari sesuatu, bagian yang merupakan sari, bagian yang murni, sejati, indah, dan tak lekang oleh waktu. Gagasan tentang atta sebagai inti dari segala sesuatu ditemukan dalam Chandogya dan Brihadaranyaka Upanishad. Arti lain atta adalah jiwa, suatu sosok rohaniah di dalam semua orang, jiwa, yang disebut atman dalam kitab-kitab Hindu, adalah diri individual, dan identik dengan Diri Universal, Makhluk Tertinggi, yang disebut Brahman. Atman tinggal dalam setiap makhluk hidup. Seperti Brahman, atman adalah kekal. Saat tubuh mati, atman berpindah dan menempati tubuh lain sebagai rumah barunya. Dengan cara ini, atman berpindah dari satu tubuh ke tubuh lainnya, meninggalkan tubuh lama yang telah usang dan menempati tubuh baru. Dalam agama Hindu, kebebasan identik dengan atman universal atau brahman, atau bahwasanya atman individual tersebut adalah bagian dari brahman.

Sang Buddha menolak teori atman. Menurut Beliau, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita sebut sebagai inti diri yang kekal dan mulia. Juga tidak ada sesuatu pun yang dapat kita katakan sebagai penguasa segala sesuatu. Dalam ajaran Buddha tidak ada pelaku, namun yang ada hanyalah perbuatan melakukan; tidak ada yang mengalami, yang ada hanya pengalaman. Tidak ada apa pun atau siapa pun yang mahakuasa karena segala sesuatu hanyalah merupakan pembentukan dan penguraian konstan hal-hal yang terkondisi.

Sang Buddha mengajarkan bahwa hanya ada lima agregat (khanda) penyusun kehidupan: (1) jasmani (proses materi atau bentuk), (2) perasaan; (3) pencerapan; (4) bentukan mental; dan (5) kesadaran. Secara lebih umum, dapat dikatakan bahwa hanya ada dua kelompok fenomena dalam kehidupan ini, yaitu jiwa dan raga, nama dan rupa. Selain jiwa dan raga, tidak ada apa pun yang dapat kita sebut atta. Satu-satunya hal yang ada selain alam nama dan rupa adalah yang tak terkondisi (asankhata), Nibbana, Kebenaran Mutlak, namun bahkan Nibbana pun bersifat anatta.

Kita adalah susunan kelima agregat tadi, dan setelah ditelaah dan diamati satu per satu dengan meditasi mendalam, kita akan menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun, baik jiwa atapun diri, selain kelima agregat tadi. Kombinasi kelima agregat itulah yang kita sebut sebagai orang, makhluk, pria atau wanita. Hanya kelima agregat inilah—tubuh, perasaan, pencerapan, bentukan mental, dan kesadaran— yang berinteraksi dan saling tergantung satu sama lain. Tiada yang mengarahkan, tiada yang melakukan, tiada yang mengalami, dan tiada inti yang dapat ditemukan. Atta hanyalah semata gagasan yang tidak sesuai dengan kebenaran.

Dalam beberapa sutta, terdapat cerita mengenai seorang pertapa terpelajar yang sangat terkenal bernama Saccaka. Pada suatu hari ia mendengar bahwa Sang Buddha mengajarkan doktrin anatta. Karena dia adalah seorang ahli debat yang sangat piawai, dia memutuskan untuk mendatangi dan meyakinkan Sang Buddha bahwa doktrin anatta adalah salah. Saccaka sangatlah percaya diri; dia menyatakan bahwa bila dia berdebat melawan sebuah pilar baru, maka pilar tersebut akan berkeringat karena ketakutan. Dia menyatakan bahwa ibarat orang kuat yang dapat dengan mudah melemparkan seekor kambing, maka dia akan dengan mudah mengalahkan Sang Buddha dalam perdebatan.

Saccaka dan para pengikutnya mendatangi Sang Buddha. Setelah bertukar salam, Saccaka meminta Sang Buddha untuk menjelaskan doktrin-doktrin yang diajarkan-Nya. Sang Buddha menjawab bahwa Ia mengajarkan anatta. Saccaka menantang, ”Tidak. Atta itu ada. Kelima agregat adalah atta.” Sang Buddha menjawab, ”Apakah kamu yakin benar bahwa rupa (tubuh) adalah atta?” Saccaka tidak mampu menjawab, jika dia mengatakan bahwa tubuh adalah atta, maka Sang Buddha dapat menimpali, ”Lantas mengapa engkau tidak membuat dirimu menjadi lebih tampan?” Jadi Saccaka terpaksa menjawab bahwa rupa bukanlah atta. Di sini dapat kita lihat Sang Buddha mematahkan argumentasi tentang beberapa karakteristik yang dikaitkan dengan atta. Jika Saccaka memiliki atta, dia dapat memerintah atta untuk mengerahkan kekuasaannya untuk mengubah penampakannya, karena atta identik dengan brahman, sang penguasa tertinggi, yang tak terbatas, pencipta yang mahakuasa, dan sumber segala sesuatu, seperti tercantum dalam Bhagavad Gita.

Namun, menurut Sang Buddha, yang ada hanyalah kelima agregat, kelima khanda, dan mereka bukanlah atta karena mereka terikat oleh hukum-hukum kefanaan, tidak memuaskan, dan tiada inti-diri. Rupa (bentuk materi) bukanlah atta, bukan tuan dan pemerintah dirinya sendiri, serta terikat pada kesengsaraan. Khanda lainnya —perasaan, pencerapan, bentukan metal, dan kesadaran— juga terikat pada hukum yang sama. Jadi, Saccaka telah dikalahkan.

Dalam Majjhima Nikaya, Sang Buddha menguraikan bahwa kepercayaan akan atta adalah gagasan yang hanya akan menimbulkan egoisme dan keangkuhan: ”Yang Sempurna telah bebas dari teori apa pun (dittigata), karena Yang Sempurna telah melihat apa yang sebenarnya tubuh itu, dan bagaimana tubuh muncul dan berlalu. Ia telah melihat apakah sebenarnya perasaan.. pencerapan.. bentukan mental.. kesadaran itu, bagaimana mereka muncul dan berlalu.Oleh sebab itu Saya katakan bahwa Yang Sempurna telah memenangkan pembebasan penuh melalui pemusnahan, peluruhan, pelenyapan, penolakan, dan menghalau seluruh khayalan dan dugaan, melepaskan diri dari seluruh kecenderungan keangkuhan ”aku” dan ”milikku”.

Dalam Brahmajala Sutta yang tersohor, yang sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin memelajari penjelasan mengenai pandangan salah, Sang Buddha mengatakan: ”Di sanalah, Bhikkhu, ketika para pertapa dan brahmana penganut paham kekekalan menyatakan bahwa diri dan dunia adalah kekal adanya, itu hanyalah hasutan dan kebimbangan mereka yang tidak tahu dan tidak melihat; yang terbenam dalam nafsu”.

Dalam Anattalakkhana Sutta, terdapat uraian panjang mengenai ajaran anatta yang dibabarkan oleh Sang Buddha ketika tinggal di Benares, di Taman Rusa Isipatana.

Meskipun kita dengan mudah memahami bahwa rupa (bentukan materi) adalah bukan atta, ada yang sulit untuk memahami mengapa khanda lainnya —perasaan, pencerapan, bentukan mental, dan kesadaran— yang dapat dirangkum sebagai nama (pikiran), adalah bukan sesuatu yang disebut atta. Pada akhirnya, banyak orang percaya bahwa pikiran dan jiwa adalah sama atau saling berhubungan, dan mereka mendefinisi pikiran atau jiwa sebagai bagian dari manusia yang memberikan hidup dan kesadaran pada tubuh fisik. Lebih jauh, mereka percaya bahwa dengan demikian pikiran dan/atau jiwa adalah pusat spiritual dan psikologis seseorang.

Namun, menurut Sang Buddha, nama bukan atta seperti halnya rupa bukan atta. Nama juga terikat pada kaidah kefanaan, tidak memuaskan, dan tiada inti diri. Sang Buddha memerlakukan nama dan rupa secara setara, dan keduanya saling tergantung satu sama lain.

”Seperti sebuah boneka kayu, meskipun kecil, tidak hidup dan tidak aktif, namun apabila tali-temalinya dimainkan, ia dapat dibuat bergerak, berdiri, terlihat hidup, dan penuh aktivitas; demikian pula dengan pikiran dan tubuh, sesuatu yang sunya, tidak hidup, dan tidak aktif; namun dengan kerja satu sama lain, kombinasi pikiran dan tubuh ini dapat bergerak, berdiri, terlihat hidup, dan penuh aktivitas.”

Hal penting yang juga perlu diingat adalah bahwa nama-rupa atau khanda hanyalah sekedar pengelompokkan abstrak yang dibuat oleh Sang Buddha, maka tidak berarti mereka punya keberadaan nyata sebagai kelompok. Oleh karenanya, khanda-khanda ini tidak pernah berfungsi sebagai suatu kesatuan atau kelompok yang disebut tubuh atau perasaan atau pencerapan atau bentukan mental atau kesadaran, namun hanya funsgi individual yang mewakili masing-masing kelompok. Contohnya, satu unit kesadaran hanya diasosiasikan dengan satu bentuk perasan saja. Dua unit pencerapan yang berbeda tidak dapat timbul pada saat yang bersamaan, dan hanya menghasilkan satu unit kesadaran saja, misalnya kesadaran ”melihat”, dapat timbul pada satu waktu. Sejumlah bentukan mental dapat timbul dengan tiap-tiap bentuk kesadaran. Kelompok-kelompok ini tidak pernah timbul sebagai suatu totalitas; hanya tiap penyusun atau tiap detak dari kelompok tertentu yang dapat timbul, tergantung pada kondisinya. Tidak ada paduan fungsi kelompok yang bisa disebut suatu diri atau jiwa.

Cara lain untuk memelajari bahwa nama bukanlah atta adalah dengan melihat kembali definisi khanda yang diberikan oleh Sang Buddha dalam Samyutta Nikaya, XX, 56. Keempat khanda yang diklasifikasikan sebagai nama (pikiran), bukan suatu bentuk pikiran yang bersifat kekal atau apapun yang dapat disebut atta. Melainkan, khanda khanda saling bergantung sepenuhnya, dimana komponen dari masing-masing agregat mengondisikan timbulnya komponen yang lain.

Cara lain untuk menelaah sifat nama dan rupa adalah melalui pendekatan Abhidhamma —suatu sistem psikologis yang sangat rumit dan bersifat teknis. Abhidhamma menurut Narada Maha Thera (dalam A Manual of Abhidhamma) adalah ”ilmu jiwa (psikologi) tanpa jiwa (psikis)”. Abhidhamma mengajarkan bahwa kebenaran sejati terdiri dari empat unsur penyusun. Yang pertama adalah Nibbana (Nirvana dalam bahasa Sansekerta) yang tidak terkondisi dan ketiga unsur lainnya adalah citta, cetasika, dan rupa (kesadaran,faktor mental, dan materi) yang terkondisi dan merupakan bagian dari penyusun nama dan rupa. Semua gagasan konseptual, seperti diri, mahkluk, atau orang, dibahas hanya sebagai fenomena mental dan material apa adanya, yang bersifat fana,terkondisi, saling ketergantungan, dan tidak adanya inti diri. Kesadaran, sebagai contohnya, yang tampak seperti arus berkesinambungan, dijabarkan sebagai citta (suatu pergantian peristiwa mental individual yang bersifat sementara) dan cetasika (suatu kumpulan faktor mental yang kompleks) yang berperanan khusus dalam pembentukan kesadaran. Dalam proses ini tidak terlibat adanya diri, jiwa, atau agenagen lainnya.

Untuk memahami Kebenaran, perlu pengetahuan akan sifat segala sesuatu yang anatta dan itu hanya dapat ditembus melalui meditasi vipassana (pandangan terang), yang berkaitan langsung dengan pengetahuan tentang anicca-sifat segala sesuatu yang fana, dukkha-tidak memuaskan, dan anattatanpa inti diri. Seseorang tidak akan dapat mencapai kemajuan jika belum mampu mengalami corak umum ini secara langsung, bukan sekedar secara intelektual. Selama meditasi, akan tampak jelas apa yang menyamarkan ketiga corak ini.

Sifat kefanaan (ketidakkekalan) tersamarkan oleh kesinambungan. Jika kita melihat nyala sebuah lilin, kita akan berpikir bahwa nyala tersebut sama dari waktu ke waktu. Padahal, nyala lilin itu secara terus-menerus lenyap dan muncul lagi setiap saat. Kita melihat ilusi satu nyala yang sama karena gagasan dan penampakan kesinambungan.

Sifat tidak memuaskan (penderitaan) tersamarkan oleh perubahan posisi tubuh. Ketika kita duduk dan merasa tidak nyaman, kita mengubah posisi dan merasa nyaman kembali. Sesungguhnya, kita selalu mengubah posisi setiap saat dalam hidup kita, tetapi kita tidak menyadarinya. Setiap saat rasa tidak nyaman muncul, kita segera mengubah posisi tubuh kita.

Sifat tiada inti diri tersamarkan oleh persepsi bahwa segala sesuatu adalah berbentuk dan solid. Kita melihat segala benda dan diri kita sendiri sebagai sesuatu yang solid dan berbentuk. Kita tidak akan memahami sifat segala sesuatu yang sunya, tiada inti diri, jika kita tidak mengetahui bahwa persepsi ini salah.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: 4DMYN on 31 May 2010, 05:16:48 PM
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut.

Bro 4dmyn yang baik, ada perbedaan antara orang yang mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas dan orang yang menanggapi kisah ayam bertelur emas dengan akal sehat. Orang-orang dungu mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas karena kisah itu diceritakan gurunya.
gak nyambung,
Quote
Quote
Apabila ajaran Buddha digolongkan dalam ilmu psikologi, ilmu pengetahuan alam, dll, maka akan lebih banyak orang yang mempelajari ajaran Buddha. seperti misalnya ajaran Phytagoras, karena ajaran phytagoras tidak memakai embel-embel agama, maka sekarang ajaran beliau dapat memasuki semua sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. bukankah hal ini jauh lebih baik? 
ada juga filsuf besar semacam Kong Hu Cu yang ajarannya dipelajari seluruh rakyat China, selama berabad-abad, (sampai-sampai para pionir revolusi perancis juga mempelajari filsafatnya ). ini semua dapat terjadi apabila embel-embel agama dilenyapkan.

Nampaknya saya perlu bertanya kepada bro 4dmyn karena argumen saudara nampaknya tidak nyambung. Apakah yang dimaksud agama, apakah definisi dan kriteria agama?

masyarakat umum jelas mendefinisikan hal ini: suatu ajaran yang memerlukan iman/keyakinan disebut sebagai agama.
ada sebagian ajaran Buddha yang memang dengan mudah dilogika, masuk akal, bisa dibuktikan, tapi ada beberapa bagian yang gak bisa dibuktikan : 6 alam kehidupan, nibbana, dll..

Quote
Quote
tapi masalahnya sederhana saja apakah benar embel-embel agama pada ajaran Buddha ini dapat dilenyapkan begitu saja? benarkah tidak ada  keyakinan/iman dalam agama Buddha ?

Diatas saya sudah jawab pertanyaan saudara, sekarang saya menunggu jawaban pertanyaan saya, apakah definisi dan kriteria agama?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: Riky_dave on 31 May 2010, 10:02:55 PM
Asik..Sutta berjalan.. :))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 12:10:35 AM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?

terjemahan formal utk anatta adalah no-self atau not-self.
saya bukan bilang no-soul tidak benar, cuma bilang sok tau pikiran orang lain aja bisa menilai demikian (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul... geli saya bacanya)

Bro Tesla yang baik, saya rasa anda menuduh diri sendiri sok tahu, karena saya tidak mengatakan seperti itu (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul...) 
Apakah anda bisa membaca pikiran saya sehingga menuduh saya seolah-olah bisa membaca pikiran orang? perhatikan bahwa setiap kalimat dipisahkan koma. Apakah anda terbiasa membaca tanpa peduli titik koma?

Rupanya anda tidak jelas dengan tulisan saya, tanpa bertanya kepada saya apa maksudnya langsung menginterpretasikan tulisan saya. Sayangnya interpretasi anda salah  :)

Baiklah supaya jangan berpanjang-panjang kita langsung to the point, saya ingin tahu anda ngotot not-self bukan no-self atau no-soul, jadi saya ingin bertanya:
- terangkan apa yang anda maksudkan bukan-diri (not-self)?
- menurut anda roh (soul) ada atau tidak?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 12:24:28 AM
Quote
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut.

Bro 4dmyn yang baik, ada perbedaan antara orang yang mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas dan orang yang menanggapi kisah ayam bertelur emas dengan akal sehat. Orang-orang dungu mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas karena kisah itu diceritakan gurunya.
gak nyambung,

Bro 4dmyn yang baik, saya rasa memang nggak nyambung, karena hanya orang yang kritis yang bila diberi analogi akan nyambung.

Quote
Quote
Quote
Apabila ajaran Buddha digolongkan dalam ilmu psikologi, ilmu pengetahuan alam, dll, maka akan lebih banyak orang yang mempelajari ajaran Buddha. seperti misalnya ajaran Phytagoras, karena ajaran phytagoras tidak memakai embel-embel agama, maka sekarang ajaran beliau dapat memasuki semua sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi. bukankah hal ini jauh lebih baik? 
ada juga filsuf besar semacam Kong Hu Cu yang ajarannya dipelajari seluruh rakyat China, selama berabad-abad, (sampai-sampai para pionir revolusi perancis juga mempelajari filsafatnya ). ini semua dapat terjadi apabila embel-embel agama dilenyapkan.

Nampaknya saya perlu bertanya kepada bro 4dmyn karena argumen saudara nampaknya tidak nyambung. Apakah yang dimaksud agama, apakah definisi dan kriteria agama?

masyarakat umum jelas mendefinisikan hal ini: suatu ajaran yang memerlukan iman/keyakinan disebut sebagai agama.
ada sebagian ajaran Buddha yang memang dengan mudah dilogika, masuk akal, bisa dibuktikan, tapi ada beberapa bagian yang gak bisa dibuktikan : 6 alam kehidupan, nibbana, dll..
Sebaiknya anda lebih banyak mencari tahu definisi agama dan kriteria agama bro....
mengenai logis dan tak logis, bila ada suatu ajaran yang mengandung hal-hal yang logis, tetapi juga ada hal-hal yang tak logis, manakah yang anda terima? bagian yang  tak logis atau bagian yang logis atau terima seluruhnya?

Quote
Quote
Quote
tapi masalahnya sederhana saja apakah benar embel-embel agama pada ajaran Buddha ini dapat dilenyapkan begitu saja? benarkah tidak ada  keyakinan/iman dalam agama Buddha ?

Diatas saya sudah jawab pertanyaan saudara, sekarang saya menunggu jawaban pertanyaan saya, apakah definisi dan kriteria agama?

 _/\_
_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 12:37:11 AM
Bro Ryu yang baik, saya kehilangan komentar terhadap tulisan anda bro, jujur speechless deh...., paling bisa ngasih GRP :)  Oops maaf nunggu sebulan lagi nih...

Bila saya mengatakan "diri saya sedang sakit, ini bukan berarti saya percaya atta/roh yang sedang sakit, atau mengakui adanya atta/roh yang sakit, tetapi hanya menjelaskan bahwa jasmani saya sakit dan juga perasaan"

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: sukuhong on 01 June 2010, 06:21:31 AM
Quote
Bila saya mengatakan "diri saya sedang sakit, ini bukan berarti saya percaya atta/roh yang sedang sakit, atau mengakui adanya atta/roh yang sakit, tetapi hanya menjelaskan bahwa jasmani saya sakit dan juga perasaan"

 _/\_

apalagi mengatakan atta/roh saya sakit, lebih lucu lagi =))
kam sia

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 01 June 2010, 06:48:07 AM
Bro Ryu yang baik, saya kehilangan komentar terhadap tulisan anda bro, jujur speechless deh...., paling bisa ngasih GRP :)  Oops maaf nunggu sebulan lagi nih...

Bila saya mengatakan "diri saya sedang sakit, ini bukan berarti saya percaya atta/roh yang sedang sakit, atau mengakui adanya atta/roh yang sakit, tetapi hanya menjelaskan bahwa jasmani saya sakit dan juga perasaan"

 _/\_
ngutang yak =))
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 01 June 2010, 08:07:22 AM
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?

terjemahan formal utk anatta adalah no-self atau not-self.
saya bukan bilang no-soul tidak benar, cuma bilang sok tau pikiran orang lain aja bisa menilai demikian (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul... geli saya bacanya)

Bro Tesla yang baik, saya rasa anda menuduh diri sendiri sok tahu, karena saya tidak mengatakan seperti itu (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul...) 
Apakah anda bisa membaca pikiran saya sehingga menuduh saya seolah-olah bisa membaca pikiran orang? perhatikan bahwa setiap kalimat dipisahkan koma. Apakah anda terbiasa membaca tanpa peduli titik koma?
entah bahasa anda yg aneh, atau anda ga mo ngakui arti dari tulisan anda sebelumnya
ini saya quote tulisan anda sekali lagi:
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.
=))
Quote
Rupanya anda tidak jelas dengan tulisan saya, tanpa bertanya kepada saya apa maksudnya langsung menginterpretasikan tulisan saya. Sayangnya interpretasi anda salah  :)
jika ditilik dari sejarah, postingan anda selalu berhub dg debat di masa lalu, yah semoga saya yg salah :)

Quote
Baiklah supaya jangan berpanjang-panjang kita langsung to the point, saya ingin tahu anda ngotot not-self bukan no-self atau no-soul, jadi saya ingin bertanya:
- terangkan apa yang anda maksudkan bukan-diri (not-self)?
- menurut anda roh (soul) ada atau tidak?
yg ngotot "no-soul" itu Anda, bukan saya. di awal2 thread anda udah tanya sama saya, not-self apa, dan soul ada atau tidak. saya sudah menjawab. tapi anda ngotot tanya terus. 1000x pun anda tanya, jawaban saya tidak akan berubah. "bacalah essay bhikkhu Thanissaro tentang No-Self & Not-Self". disitu dibahas mengenai no-self & not-self. sementara diakhir essay tsb, pertanyaan tentang ada atau tidak ada akan hilang dengan sendirinya.

saya merasa terintimidasi nih, kaya diteror dg pertanyaan ini2 terus. :P
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: williamhalim on 01 June 2010, 10:36:09 AM
Sering dikatakan dalam untaian...

Sabbe Sankhara Anicca
Sabbe Sankhara Dukkha
Sabbe Dhamma An-atta...

Jika Anicca dan Dukkha di-hubungkan dengan Sankhara (bentukan), mengapa An-atta di-taut-kan dengan istilah dhamma (fenomena) ? Lantas bagaimana penjelasan Sabbe Dhamma An-atta itu sendiri ?

ikutan nimbrung dikit Bros....

Sabbe Sankhara Anicca = segala sesuatu yg berkondisi adalah Anicca (mengalami perubahan, pelapukan, dsbnya)
~ Disini dijelaskan bahwa segala hal di kehidupan ini mempunyai penyebab / pengkondisi. Dan segala pengkondisi itu tidaklah tetap, namun mengalami perubahan.

Sabbe Sankhara Dukkha = segala sesuatu yg berkondisi adalah Dukkha (Tidak memuaskan, tidak sempurna, dsbnya).
~ Disini dijelaskan bahwa karena segala sesuatu megalami perubahan, kondisi pembentuk tidaklah kekal, maka segala sesuatu yg berkondisi dan mengalami perubahan adalah Dukkha adanya. Dukkha pengertiannya sangatlah beragam: penderitaan, ketidakpuasan, gejolak, ketidaksempurnaan, dsbnya.

Sabbe Dhamma Anatta = segala sesuatu yg berkondisi dan tidak berkondisi (termasuk Nibbana) adalah Anatta (tidak mempunyai inti, tidak mempunyai bentukan inti, jiwa, roh, atta, kepemilikan, dsbnya).
~ Khusus untuk Anatta, penjelasannya beda dengan dua yg diatas, karena: segala sesuatu yg berkondisi dan juga yg tidak berkondisi (Nibbana) sesungguhnya tidak mempunyai inti, bentukan, kepemilikan, ke-aku-an, apapun istilahnya. Segala sesuatu yg berkondisi dan juga Nibbana adalah Anatta.

dengan kata lain:
Nibbana bukanlah Anicca
Nibbana bukanlah Dukkha
Nibbana adalah Anatta

::
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 11:41:17 AM
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.

sok tau loe =))

menurut bro tesla ?

terjemahan formal utk anatta adalah no-self atau not-self.
saya bukan bilang no-soul tidak benar, cuma bilang sok tau pikiran orang lain aja bisa menilai demikian (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul... geli saya bacanya)

Bro Tesla yang baik, saya rasa anda menuduh diri sendiri sok tahu, karena saya tidak mengatakan seperti itu (org yg pake terjemahan self terlanjur percaya pada eternal soul...) 
Apakah anda bisa membaca pikiran saya sehingga menuduh saya seolah-olah bisa membaca pikiran orang? perhatikan bahwa setiap kalimat dipisahkan koma. Apakah anda terbiasa membaca tanpa peduli titik koma?
entah bahasa anda yg aneh, atau anda ga mo ngakui arti dari tulisan anda sebelumnya
ini saya quote tulisan anda sekali lagi:
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.
=))

Mungkin bahasa saya yang terdengar aneh bagi anda atau anda yang tidak terbiasa baca titik koma bro, kita kutip lagi ya?  :)
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, apakah menurut anda mudah bagi seseorang yang terlanjur percaya ada roh yang abadi, menerima bahwa mereka dikatakan tak memiliki roh?
jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), Yang menerjemahkan an-atta (not-self) itu siapa? Anda sendiri mengutip tulisan Bhikkhu Thanissaro kan?  Saya lebih suka menerjemahkan atta = roh/soul.
bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an. Kalau ini tentu anda sudah mengenal dengan jelas siapa yang saya maksudkan.

Quote
Quote
Rupanya anda tidak jelas dengan tulisan saya, tanpa bertanya kepada saya apa maksudnya langsung menginterpretasikan tulisan saya. Sayangnya interpretasi anda salah  :)
jika ditilik dari sejarah, postingan anda selalu berhub dg debat di masa lalu, yah semoga saya yg salah :)

Nah ini yang saya bingung bro... saya justru berpikir anda yang begitu... menilik bahwa kadang anda begitu sengit dan seringkali offensif....

Quote
Quote
Baiklah supaya jangan berpanjang-panjang kita langsung to the point, saya ingin tahu anda ngotot not-self bukan no-self atau no-soul, jadi saya ingin bertanya:
- terangkan apa yang anda maksudkan bukan-diri (not-self)?
- menurut anda roh (soul) ada atau tidak?
yg ngotot "no-soul" itu Anda, bukan saya. di awal2 thread anda udah tanya sama saya, not-self apa, dan soul ada atau tidak. saya sudah menjawab. tapi anda ngotot tanya terus. 1000x pun anda tanya, jawaban saya tidak akan berubah. "bacalah essay bhikkhu Thanissaro tentang No-Self & Not-Self". disitu dibahas mengenai no-self & not-self. sementara diakhir essay tsb, pertanyaan tentang ada atau tidak ada akan hilang dengan sendirinya.

saya merasa terintimidasi nih, kaya diteror dg pertanyaan ini2 terus. :P

Saya minta maaf bila pertanyaan itu membuat anda merasa terintimidasi dan menyusahkan anda, saya mengira anda dapat menjawab dengan mudah.
Oleh karena itu saya akan mengajukan pertanyaan yang lebih  mudah dan lebih mendasar:
- apakah yang disebut atta itu?
Mudah-mudahan anda tidak merasa terintimidasi....

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: silemot on 01 June 2010, 11:48:26 AM
anatta itu apa yah.. saia ga ngerti ^^
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 01 June 2010, 12:48:02 PM
Mungkin bahasa saya yang terdengar aneh bagi anda atau anda yang tidak terbiasa baca titik koma bro, kita kutip lagi ya?  :)
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.
okelah jadi bahas bahasa pula :)

Quote
Nah ini yang saya bingung bro... saya justru berpikir anda yang begitu... menilik bahwa kadang anda begitu sengit dan seringkali offensif....
berarti saya keliatan sengit & ofensif, ntar saya coba koreksi deh. thanks inputnya.
serius, saya ga bermaksud utk ofensif bro. kalau kata saya ada pedas tapi maksudnya baik kok.
(memang ga 100% krn kadang kebawa emosi)

Quote
- apakah yang disebut atta itu?
dalam dunia brahmanisme, atta berarti jiwa atau soul, inti diri, dll...
tapi dalam buddhisme, atta lebih berarti ke diri a.k.a self.
misalnya dalam atta vagga di dhamapadda, memang benar judulnya atta, tetapi isinya adalah tentang "diri sendiri".
fyi, makna self lebih luas daripada soul sendiri. soul/jiwa adalah sesuatu yg tidak memiliki definisi jelas. entah itu inti (materi) atau kesadaran yg lebih tinggi (bathin), tidak terdefinisi dg pasti.
sedangkan dalam buddhisme, di anattalakhana sutta, penolakan thd doktrin atta (anatta) didefinisi dg baik thd kelima pancakhandha...
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: 4DMYN on 01 June 2010, 12:58:23 PM
Quote
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut.

Bro 4dmyn yang baik, ada perbedaan antara orang yang mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas dan orang yang menanggapi kisah ayam bertelur emas dengan akal sehat. Orang-orang dungu mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas karena kisah itu diceritakan gurunya.
gak nyambung,

Bro 4dmyn yang baik, saya rasa memang nggak nyambung, karena hanya orang yang kritis yang bila diberi analogi akan nyambung.
saya mengatakan tentang kerugian sebuah embel-embel "agama", tapi anda mengatakan tentang analogi ayam bertelur emas, kalau memang ada hubungannya tolong anda jelaskan.
mengapa harus ada "agama" dalam ajaran Buddha?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: 4DMYN on 01 June 2010, 03:15:15 PM
btw, kelihatannya sudah ada yang pernah memperdebatkan tentang iman disini: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,68.0.html (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,68.0.html)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 01 June 2010, 04:10:06 PM
ada penjelasan mengenai panca khanda di bhara sutta :
Bhara Sutta: The Burden
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 2001–2010

At Savatthi. "Monks, I will teach you the burden, the carrier of the burden, the taking up of the burden, and the casting off of the burden. [1] Listen & pay close attention. I will speak."

"As you say, lord," the monks responded.

The Blessed One said, "And which is the burden? 'The five clinging-aggregates,' it should be said. Which five? Form as a clinging-aggregate, feeling as a clinging-aggregate, perception as a clinging-aggregate, fabrications as a clinging-aggregate, consciousness as a clinging-aggregate. This, monks, is called the burden.

"And which is the carrier of the burden? 'The person,' it should be said. This venerable one with such a name, such a clan-name. This is called the carrier of the burden.

"And which is the taking up of the burden? The craving that makes for further becoming — accompanied by passion & delight, relishing now here & now there — i.e., craving for sensual pleasure, craving for becoming, craving for non-becoming. This is called the taking up of the burden.

"And which is the casting off of the burden? The remainderless fading & cessation, renunciation, relinquishment, release, & letting go of that very craving. This is called the casting off of the burden."

That is what the Blessed One said. Having said that, the One Well-gone, the Teacher, said further:
A burden indeed
are the five aggregates,
and the carrier of the burden
is the person.
Taking up the burden in the world
is stressful.
Casting off the burden
is bliss.
Having cast off the heavy burden
and not taking on another,
pulling up craving,
along with its root,
one is free from hunger,
totally unbound.

Note

1.
    This discourse parallels the teaching on the four noble truths, but with a twist. The "burden" is defined in the same terms as the first noble truth, the truth of suffering & stress. The taking on of the burden is defined in the same terms as the second noble truth, the origination of stress; and the casting off of the burden, in the same terms as the third noble truth, the cessation of stress. The fourth factor, however — the carrier of the burden — has no parallel in the four noble truths, and has proven to be one of the most controversial terms in the history of Buddhist philosophy. When defining this factor as the person (or individual, puggala), the Buddha drops the abstract form of the other factors, and uses the ordinary, everyday language of narrative: the person with such-and-such a name. And how would this person translate into more abstract factors? He doesn't say. After his passing away, however, Buddhist scholastics attempted to provide an answer for him, and divided into two major camps over the issue. One camp refused to rank the concept of person as a truth on the ultimate level. This group inspired what eventually became the classic Theravada position on this issue: that the "person" was simply a conventional designation for the five aggregates. However, the other camp — who developed into the Pudgalavadin (Personalist) school — said that the person was neither a ultimate truth nor a mere conventional designation, neither identical with nor totally separate from the five aggregates. This special meaning of person, they said, was required to account for three things: the cohesion of a person's identity in this lifetime (one person's memories, for instance, cannot become another person's memories); the unitary nature of rebirth (one person cannot be reborn in several places at once); and the fact that, with the cessation of the khandhas at the death of an arahant, he/she is said to attain the Further Shore. However, after that moment, they said, nothing further could be said about the person, for that was as far as the concept's descriptive powers could go.

    As might be imagined, the first group accused the second group of denying the concept of anatta, or not-self; whereas the second group accused the first of being unable to account for the truths that they said their concept of person explained. Both groups, however, found that their positions entangled them in philosophical difficulties that have never been successfully resolved.

    Perhaps the most useful lesson to draw from the history of this controversy is the one that accords with the Buddha's statements in MN 72, where he refuses to get involved in questions of whether a person has a live essence separate from or identical to his/her body, or of whether after death there is something of an arahant that exists or not. In other words, the questions aren't worth asking. Nothing is accomplished by assuming or denying an ultimate reality behind what we think of as a person. Instead, the strategy of the practice is to comprehend the burden that we each are carrying and to throw it off. As SN 22.36 points out, when one stops trying to define oneself in any way, one is free from all limitations — and that settles all questions.

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 05:51:09 PM
Quote
Mungkin bahasa saya yang terdengar aneh bagi anda atau anda yang tidak terbiasa baca titik koma bro, kita kutip lagi ya?  :)
Quote
...tapi bila direnungkan kadang memang sulit diterima oleh mereka yang terlanjur percaya bahwa ada roh yang abadi, jadi atta kadang diterjemahkan sebagai diri (self), bahkan ada yang menginterpretasikan bahwa atta adalah ke-aku-an.
okelah jadi bahas bahasa pula :)
So? Persoalannya kata jadi? Sebenarnya bila kurang jelas, bertanya kepada yang menulis agar menjadi jelas.

Quote
Quote
Nah ini yang saya bingung bro... saya justru berpikir anda yang begitu... menilik bahwa kadang anda begitu sengit dan seringkali offensif....
berarti saya keliatan sengit & ofensif, ntar saya coba koreksi deh. thanks inputnya.
serius, saya ga bermaksud utk ofensif bro. kalau kata saya ada pedas tapi maksudnya baik kok.
(memang ga 100% krn kadang kebawa emosi)
Kita kadang kala memang tak sependapat bro, tapi saya rasa tak perlu menjadi emosi karena perbedaan pendapat, karena dalam diskusi semua peserta diskusi selalu berargumen bahwa pendapatnya lebih benar, wajar-wajar saja...

Quote
Quote
- apakah yang disebut atta itu?
dalam dunia brahmanisme, atta berarti jiwa atau soul, inti diri, dll...
tapi dalam buddhisme, atta lebih berarti ke diri a.k.a self.
misalnya dalam atta vagga di dhamapadda, memang benar judulnya atta, tetapi isinya adalah tentang "diri sendiri".
fyi, makna self lebih luas daripada soul sendiri. soul/jiwa adalah sesuatu yg tidak memiliki definisi jelas. entah itu inti (materi) atau kesadaran yg lebih tinggi (bathin), tidak terdefinisi dg pasti.
sedangkan dalam buddhisme, di anattalakhana sutta, penolakan thd doktrin atta (anatta) didefinisi dg baik thd kelima pancakhandha...


Ada dua makna umum atta yang berkaitan dengan spiritual, makna atta yang pertama yaitu atta yang merujuk pada diri, tetapi pengertian atta ini hanya diterapkan untuk penjelasan konvensional sebagai personal (diri), umpamanya:

attaniya berarti milik diri sendiri (belong to self)
attabhava berarti personality/individuality.

- Penggunaan kata atta disini kita tak dapat mengatakan arloji itu milik roh saya, tetapi kita bisa mengatakan arloji itu milik saya, karena diri (atta) disini yang dimaksudkan adalah  pancakhandha.
- Diri (atta)nya sendiri merasa paling hebat, yang dimaksud disini lagi-lagi dirinya sendiri adalah pancakhandha bukan roh, jadi lucu bila dikatakan "roh (atta)nya sendiri merasa paling hebat.
- Oleh diri (atta) sendiri kejahatan dilakukan (Attanā hi [attanāva (sī. syā. pī.)] kataṃ pāpaṃ), dan diri sendiri yang menerima, lagi lagi diri yang dimaksudkan  disini jelas adalah kelima khandha.

Makna atta yang kedua secara eksklusif diterapkan pada pembahasan diskusi spiritual, yang artinya hanya dibatasi pada entitas/substansi individu yang kekal yang ada pada mahluk hidup. Entitas inilah yang mengatur segala sesuatunya, bila tak ada entitas ini maka tidak dikatakan mahluk  hidup, dikatakan sebagai mahluk tak bernyawa.
Jadi atta pada pengertian ini secara eksklusif bisa diterjemahkan sebagai roh, jiwa atau nyawa.

An-atta pada pengertian tilakkhana adalah pengertian yang secara eksklusif berkaitan dengan tiadanya entitas roh, jiwa atau nyawa yang kekal abadi ini. Jadi pengertian atta disini berbeda dengan pengertian atta secara konvensional/umum.

Oleh karena itu pengertian si Amir anatta disini bukan berarti si Amir hanya bentuk khayalan atau si Amir tak ada. Si Amir ada, tetapi pada diri si Amir tak ada entitas/substansi yang kekal abadi yang disebut sebagai roh, jiwa atau nyawa, karena si Amir pada hakekatnya hanya merupakan kumpulan dari aggregat (pancakhandha) yang selalu berubah.

Oleh karena itu bedakan pengertian atta untuk penggambaran secara umum yaitu mahluk yang memiliki lima khandha.
Dan pengertian atta berkaitan dengan tilakkhana, dalam pengertian tilakkhana disini arti atta yang dimaksud adalah jiwa, roh, nyawa....

Selain dari makna atta tersebut diatas masih adalagi makna atta yang sama sekali tak berkaitan dengan spiritual, umpamanya:
1. Tuntutan hukum (lawsuit); 2. Menara pengawas (watch tower) dll. Bisa dibaca di kamus Pali-english dictionary Samanera Dhammasiri

Jadi penggunaan kata atta tergantung digunakan untuk membicarakan apa.
Untuk membicarakan tilakkhana makna atta adalah jiwa, roh, nyawa.
untuk membicarakan individu yang mengalami, makna atta adalah kelima khandha.

Dalam bahasa Indonesia juga ada satu kata yang memiliki dua arti berbeda, dan harus digunakan sesuai penggunaannya, contohnya:
coklat bisa dimakan (sebagai permen coklat)
coklat tak bisa dimakan bila pengertiannya adalah warna coklat.

Semoga menjadi jelas pengertian anatta.
 
_/\_



Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: doraemon on 01 June 2010, 06:07:58 PM
 [at] Bro Ryu, tulisan yang sangat luar biasa, boleh saya copy untuk dibaca2 ulang tidak Bro ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 01 June 2010, 06:13:52 PM
Quote
Oleh karena itu bedakan pengertian atta untuk penggambaran secara umum yaitu mahluk yang memiliki lima khandha.
Dan pengertian atta berkaitan dengan tilakkhana, dalam pengertian tilakkhana disini arti atta yang dimaksud adalah jiwa, roh, nyawa....

anatta dalam tilakkhana (dukkha, anicca, anatta) pun yg dimaksud adalah pada panca khanddha. :)

menurut saya, buddhisme, tidak membahas sesuatu yg abstrak seperti roh, melainkan sesuatu yg ada, rupa + nama (a.k.a panca khandha) yg nyata2 ada dalam hidup kita sehari2, tubuh fabian, batin fabian, tubuh tesla, batin tesla. dan itulah yg ditegaskan dalam anattalakkhana sutta, kelima khandha ini bukan aku, bukan milikku, bukan diriku. (ref: anattalakkhana sutta)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 01 June 2010, 06:15:18 PM
tips: pertanyaan apakah ada yg di luar panca khandha akan menjadi sesuatu yg absurb
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 06:20:42 PM
Quote
[at] fabian
kalau tanpa kepercayaan atau iman, tentunya ajaran Buddha sudah masuk dalam golongan ilmu pengetahuan alam. lantas kenapa orang-orang non-Buddhist menambahkan embel-embel "agama" pada ajaran Buddha?


Bro 4DMYN yang baik, Umat Buddha bukan menambahkan embel-embel agama, tetapi meminta status sebagai agama agar dipandang pemerintah dan dihormati masyarakat. Selain itu agar haknya untuk beribadah terlindungi, bila statusnya bukan agama maka akan digolongkan aliran kepercayaan.

Mengenai ilmu pengetahuan alam, saya ingin bertanya pada bro 4dmyn, apakah ilmu psikologi atau ilmu ekonomi digolongkan ilmu pengetahuan alam?
BAgaimanakah kita menyikapi ilmu psikologi atau ilmu pengetahuan alam?
Apakah tidak diperlukan akal sehat?

Anda bebas memilih apakah menggunakan akal sehat menyikapi sesuatu atau percaya saja dan menelan mentah-mentah.

 _/\_
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama, karena dengan memakai embel-embel agama, bukannya dipandang pemerintah dan masyarakat, melainkan akan mengakibatkan ajaran Buddha terkotak-kotak dan tersudut.

Bro 4dmyn yang baik, ada perbedaan antara orang yang mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas dan orang yang menanggapi kisah ayam bertelur emas dengan akal sehat. Orang-orang dungu mempercayai begitu saja kisah ayam bertelur emas karena kisah itu diceritakan gurunya.
gak nyambung,

Bro 4dmyn yang baik, saya rasa memang nggak nyambung, karena hanya orang yang kritis yang bila diberi analogi akan nyambung.
saya mengatakan tentang kerugian sebuah embel-embel "agama", tapi anda mengatakan tentang analogi ayam bertelur emas, kalau memang ada hubungannya tolong anda jelaskan.
mengapa harus ada "agama" dalam ajaran Buddha?

Bro 4dmyn yang baik, saya menanggapi pernyataan anda diatas
Quote
menurut saya, apabila benar ajaran Buddha tanpa iman/keyakinan, sebaiknya jangan lagi memakai embel-embel agama,
analogi yang saya tulis adalah untuk orang-orang yang mengutamakan iman seperti agama tetangga. Bagai orang yang yakin ada ayam bertelur emas, walaupun tidak terbukti dan tak melihat, ia percaya begitu saja dongeng tersebut.

 _/\_

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 01 June 2010, 06:37:42 PM
Quote
Oleh karena itu bedakan pengertian atta untuk penggambaran secara umum yaitu mahluk yang memiliki lima khandha.
Dan pengertian atta berkaitan dengan tilakkhana, dalam pengertian tilakkhana disini arti atta yang dimaksud adalah jiwa, roh, nyawa....

anatta dalam tilakkhana (dukkha, anicca, anatta) pun yg dimaksud adalah pada panca khanddha. :)

Tilakkhana berlaku bukan  hanya pada pancakhandha bro...  kursi juga anatta, meja juga anatta, anda juga anatta... saya juga anatta... Nibbana anatta dan segala sesuatu di dunia ini anatta. Bermeditasi Vipassana dengan benar maka kita dapat mengalami anatta, bukan hanya sekedar teori.

Quote
menurut saya, buddhisme, tidak membahas sesuatu yg abstrak seperti roh, melainkan sesuatu yg ada, rupa + nama (a.k.a panca khandha) yg nyata2 ada dalam hidup kita sehari2, tubuh fabian, batin fabian, tubuh tesla, batin tesla. dan itulah yg ditegaskan dalam anattalakkhana sutta, kelima khandha ini bukan aku, bukan milikku, bukan diriku. (ref: anattalakkhana sutta)

Anattalakkhana sutta membahas mengenai sikap batin sebagai perenungan, tujuannya apa? tujuannya jelas sekali: agar kita melepaskan diri dari kemelekatan terhadap lima kelompok kemelekatan (khandha).

Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:

kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 01 June 2010, 07:58:50 PM
[at] Bro Ryu, tulisan yang sangat luar biasa, boleh saya copy untuk dibaca2 ulang tidak Bro ?
silahkan saja, tidak ada yang melarang kok.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 01 June 2010, 10:45:59 PM
Quote
Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
tidak semua harus ada kepemilikan, say
sama seperti halnya udara, tanah, matahari, samudra, dll demikian juga kelima khandha ini, bukan aku, bukan milikku, bukan diriku.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 01 June 2010, 10:53:46 PM
Quote
Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
tidak semua harus ada kepemilikan, say
sama seperti halnya udara, tanah, matahari, samudra, dll demikian juga kelima khandha ini, bukan aku, bukan milikku, bukan diriku.

Maaf ikut nimbrung... Bro tesla mengatakan TIDAK SEMUA HARUS ADA KEPEMILIKAN.... berarti ADA YANG HARUS ADA KEPEMILIKAN.... Kira Kira apa yang HARUS ADA KEPEMILIKAN ? (artinya benar benar dimiliki ?)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 02 June 2010, 07:26:04 AM
Quote
Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
tidak semua harus ada kepemilikan, say
sama seperti halnya udara, tanah, matahari, samudra, dll demikian juga kelima khandha ini, bukan aku, bukan milikku, bukan diriku.

Bro Tesla yang baik, jadi kelima khandha ini bukan milikku seperti udara, tanah, matahari, samudra, dll. Apakah kelima khandha ini benda mati seperti air angin, udara, tanah dan matahari? nanti kita bahas ini.

Masih ada dua pertanyaan lagi:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 02 June 2010, 09:20:28 AM
Quote
Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
tidak semua harus ada kepemilikan, say
sama seperti halnya udara, tanah, matahari, samudra, dll demikian juga kelima khandha ini, bukan aku, bukan milikku, bukan diriku.

Maaf ikut nimbrung... Bro tesla mengatakan TIDAK SEMUA HARUS ADA KEPEMILIKAN.... berarti ADA YANG HARUS ADA KEPEMILIKAN.... Kira Kira apa yang HARUS ADA KEPEMILIKAN ? (artinya benar benar dimiliki ?)
kepemilikan cuma sebuah pemikiran bro :)
utk kehidupan spiritual, justru tidak ada kepemilikan sama sekali.

yg harus ada kepemilikan yah di kehidupan sosial.
sbg warga negara yg baik, wajib punya KTP :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 02 June 2010, 01:02:38 PM
Bro Tesla yang baik, jadi kelima khandha ini bukan milikku seperti udara, tanah, matahari, samudra, dll. Apakah kelima khandha ini benda mati seperti air angin, udara, tanah dan matahari? nanti kita bahas ini.
sekarang aja yah, selagi saya ada kesempatan.

antara definisi benda mati & hidup memiliki garis pemisah masih tidak jelas, ini bahkan diakui oleh bidang science.
silahkan anda mendefinisikan dulu apa itu definisi hidup baru saya bisa menjawab berdasarkan definisi anda. dan jika definisi anda begitu baik, anda boleh mengajukan definisi anda utk memberi penjelasan bagi dunia ilmu pengetahuan saat ini. 1 hal lagi, pertanyaan anda adalah "benda" (matter) sedangkan pancakhanddha mencangkup mind & matter. jadi pertanyaan anda hanya validnya adalah: apakah rupa-khandha termasuk benda hidup? ;D

dalam jalan Buddhist, yg dituju adalah lenyapnya dukkha, bukan pengetahuan tentang segala sesuatu (omniscience). inilah dukkha adalah lahir, tua & mati, berpisah dg yg dicintai, dst... dst... singkatnya, kemelekatan terhadap kelima kelompok adalah penderitaan yg disebut dg panca upadana khandha. concern kita bukan panca khanddha hidup atau mati, melainkan panca upadana khandha inilah dukkha. disinilah ditekanan bahwa kelima khanddha ini bukanlah aku, bukanlah milikku, bukanlah diriku. saya pertegas lagi, Buddhisme sama sekali bukan membahas sesuatu metafisika.

Quote
Masih ada dua pertanyaan lagi:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
kelima khandha adalah kelima khandha, bukan siapa-siapa...

pertanyaan anda hanya valid jika seseorang berpikir bahwa kelima khandha itu adalah seseorang (eksistensi), jadi kalau bukan aku, berarti orang lain :hammer: padahal tidak demikian.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 02 June 2010, 01:52:39 PM
Bro Tesla yang baik, jadi kelima khandha ini bukan milikku seperti udara, tanah, matahari, samudra, dll. Apakah kelima khandha ini benda mati seperti air angin, udara, tanah dan matahari? nanti kita bahas ini.
sekarang aja yah, selagi saya ada kesempatan.

antara definisi benda mati & hidup memiliki garis pemisah masih tidak jelas, ini bahkan diakui oleh bidang science.
silahkan anda mendefinisikan dulu apa itu definisi hidup baru saya bisa menjawab berdasarkan definisi anda. dan jika definisi anda begitu baik, anda boleh mengajukan definisi anda utk memberi penjelasan bagi dunia ilmu pengetahuan saat ini. 1 hal lagi, pertanyaan anda adalah "benda" (matter) sedangkan pancakhanddha mencangkup mind & matter. jadi pertanyaan anda hanya validnya adalah: apakah rupa-khandha termasuk benda hidup? ;D

dalam jalan Buddhist, yg dituju adalah lenyapnya dukkha, bukan pengetahuan tentang segala sesuatu (omniscience). inilah dukkha adalah lahir, tua & mati, berpisah dg yg dicintai, dst... dst... singkatnya, kemelekatan terhadap kelima kelompok adalah penderitaan yg disebut dg panca upadana khandha. concern kita bukan panca khanddha hidup atau mati, melainkan panca upadana khandha inilah dukkha. disinilah ditekanan bahwa kelima khanddha ini bukanlah aku, bukanlah milikku, bukanlah diriku. saya pertegas lagi, Buddhisme sama sekali bukan membahas sesuatu metafisika.

Bro Tesla yang baik, agar diskusi tidak melebar, saya kembalikan bertanya, matahari, angin dll memang bukan milik kita, tetapi apakah perasaan anda bukan milik anda? Apakah rumah anda bukan milik anda? Apakah jantung dan paru-paru anda bukan milik anda? Jadi milik siapa? Apakah milik saya? 

Oh ya mengenai pertanyaan apakah rupakhandha mahluk hidup? tentu saja bukan, karena rupakhandha hanya materi, bukan pancakhandha. Rupakhandha bukan Tesla. Tesla adalah pancakhandha. Dan Tesla adalah mahluk hidup, bukankah demikian?

Quote
Quote
Masih ada dua pertanyaan lagi:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
kelima khandha adalah kelima khandha, bukan siapa-siapa...

pertanyaan anda hanya valid jika seseorang berpikir bahwa kelima khandha itu adalah seseorang (eksistensi), jadi kalau bukan aku, berarti orang lain :hammer: padahal tidak demikian.

Justru itu yang saya tanyakan, apakah anda tidak eksis? apakah anda tidak ada? Apakah pancakhandha anda tidak eksis?
 
_/\_

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 02 June 2010, 02:55:14 PM
Bro Tesla yang baik, agar diskusi tidak melebar, saya kembalikan bertanya, matahari, angin dll memang bukan milik kita, tetapi apakah perasaan anda bukan milik anda? Apakah rumah anda bukan milik anda? Apakah jantung dan paru-paru anda bukan milik anda? Jadi milik siapa? Apakah milik saya? 
jika anda bertanya soal kehidupan sosial, maka motorku = milikku, semua yg atas namaku secara hukum adalah milikku. celana yg saya beli dan saya pakai juga secara hukum adalah milikku. ketika saya beli, kepemilikannya berpindah dari milik penjual menjadi milik pembeli, bisa anda lihat ini (kepemilikan) hanyalah sebuah konsep/pemikiran disini? ketika saya membeli tidak ada apa2 dari celana itu yg berpindah dari penjual ke pembeli shg kepemilikannya berubah dari milik penjual menjadi pembeli.
mengenai jantung dll, disini mulai bias. sebab dalam bahasa sehari2, aku,saya,gw,dll ditujukan pada suatu persona/eksistensi/individu/character. dan persona itulah yg memiliki fisik & batinnya, berhubung ia terlahir bersama dg itu semua. padahal justru sebaliknya, kemelekatan thd fisik & batin inilah yg memunculkan persona itu sendiri.

Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.


Quote
Oh ya mengenai pertanyaan apakah rupakhandha mahluk hidup? tentu saja bukan, karena rupakhandha hanya materi, bukan pancakhandha. Rupakhandha bukan Tesla. Tesla adalah pancakhandha. Dan Tesla adalah mahluk hidup, bukankah demikian?
jika kita bicara tentang Buddhisme, maka kemelekatan terhadap rupa lah yg memunculkan aku (tesla). disini yg kita bahas adalah eksistensi.

pada definisi ilmu pengetahuan, rupa khandha saja adalah mahkluk hidup, contohnya tumbuhan & menjadi rancu ketika dihadapkan dg virus. okelah sudah terlalu melebar... saya pun sebenarnya tidak kompeten utk membahas ilmu pengetahuan, coba tanya forte saja...

back to Buddhism, apa yg dimaksud mahkluk hidup adalah kemelekatan thd panca khandha. bukan panca khandha nya. fyi, arahat, yg tidak punya kemelekatan lagi, shg tidak dapat diidentifikasikan dg cara apapun lagi. namun anda tetap tidak bisa mengatakan arahat tidak ada, yg tidak ada hanyalah cara mengidentifikasikan mereka lagi.

Quote
Justru itu yang saya tanyakan, apakah anda tidak eksis? apakah anda tidak ada? Apakah pancakhandha anda tidak eksis?
semoga udah cukup jelas.
aku ada, sebab masih ada kemelekatan pada panca khandha.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 02 June 2010, 05:18:01 PM
Quote
Bila anda mengutip anattalakkhana sutta secara demikian sekarang coba jelaskan:
kelima khandha ini bukan aku, jadi kelima khandha ini siapa?
bukan milikku, jadi milik siapa?
bukan diriku, jadi siapa kelima khandha ini?
tidak semua harus ada kepemilikan, say
sama seperti halnya udara, tanah, matahari, samudra, dll demikian juga kelima khandha ini, bukan aku, bukan milikku, bukan diriku.

Maaf ikut nimbrung... Bro tesla mengatakan TIDAK SEMUA HARUS ADA KEPEMILIKAN.... berarti ADA YANG HARUS ADA KEPEMILIKAN.... Kira Kira apa yang HARUS ADA KEPEMILIKAN ? (artinya benar benar dimiliki ?)
kepemilikan cuma sebuah pemikiran bro :)
utk kehidupan spiritual, justru tidak ada kepemilikan sama sekali.

yg harus ada kepemilikan yah di kehidupan sosial.
sbg warga negara yg baik, wajib punya KTP :)

Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 02 June 2010, 05:20:30 PM
Bro Tesla yang baik, agar diskusi tidak melebar, saya kembalikan bertanya, matahari, angin dll memang bukan milik kita, tetapi apakah perasaan anda bukan milik anda? Apakah rumah anda bukan milik anda? Apakah jantung dan paru-paru anda bukan milik anda? Jadi milik siapa? Apakah milik saya? 
jika anda bertanya soal kehidupan sosial, maka motorku = milikku, semua yg atas namaku secara hukum adalah milikku. celana yg saya beli dan saya pakai juga secara hukum adalah milikku. ketika saya beli, kepemilikannya berpindah dari milik penjual menjadi milik pembeli, bisa anda lihat ini (kepemilikan) hanyalah sebuah konsep/pemikiran disini? ketika saya membeli tidak ada apa2 dari celana itu yg berpindah dari penjual ke pembeli shg kepemilikannya berubah dari milik penjual menjadi pembeli.
mengenai jantung dll, disini mulai bias. sebab dalam bahasa sehari2, aku,saya,gw,dll ditujukan pada suatu persona/eksistensi/individu/character. dan persona itulah yg memiliki fisik & batinnya, berhubung ia terlahir bersama dg itu semua. padahal justru sebaliknya, kemelekatan thd fisik & batin inilah yg memunculkan persona itu sendiri.

Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
Pertanyaan saya belum dijawab bro kalau yang berada diluar adalah milikku apakah jantung, paru-paru dsbnya bukan milikku? jadi milik siapa?

Quote
Quote
Oh ya mengenai pertanyaan apakah rupakhandha mahluk hidup? tentu saja bukan, karena rupakhandha hanya materi, bukan pancakhandha. Rupakhandha bukan Tesla. Tesla adalah pancakhandha. Dan Tesla adalah mahluk hidup, bukankah demikian?
jika kita bicara tentang Buddhisme, maka kemelekatan terhadap rupa lah yg memunculkan aku (tesla). disini yg kita bahas adalah eksistensi.

pada definisi ilmu pengetahuan, rupa khandha saja adalah mahkluk hidup, contohnya tumbuhan & menjadi rancu ketika dihadapkan dg virus. okelah sudah terlalu melebar... saya pun sebenarnya tidak kompeten utk membahas ilmu pengetahuan, coba tanya forte saja...

back to Buddhism, apa yg dimaksud mahkluk hidup adalah kemelekatan thd panca khandha. bukan panca khandha nya. fyi, arahat, yg tidak punya kemelekatan lagi, shg tidak dapat diidentifikasikan dg cara apapun lagi. namun anda tetap tidak bisa mengatakan arahat tidak ada, yg tidak ada hanyalah cara mengidentifikasikan mereka lagi.

Quote
Justru itu yang saya tanyakan, apakah anda tidak eksis? apakah anda tidak ada? Apakah pancakhandha anda tidak eksis?

semoga udah cukup jelas.
aku ada, sebab masih ada kemelekatan pada panca khandha.

Anda ada,  sebab masih ada kemelekatan pada pancakhandha, saya setuju....
Apakah dalam diri anda ada sesuatu yang lain, selain dari kelima kelompok kemelekatan?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 02 June 2010, 05:25:20 PM
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 02 June 2010, 05:31:32 PM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Quote
Pertanyaan saya belum dijawab bro kalau yang berada diluar adalah milikku apakah jantung, paru-paru dsbnya bukan milikku? jadi milik siapa?
anda menjurus ke debat kusir.
saya yakin anda tidak terlalu bodoh utk berpikir semua itu ada subjek yg memiliki dan tidak mengerti jawaban saya sebelumnya.

Quote
Apakah dalam diri anda ada sesuatu yang lain, selain dari kelima kelompok kemelekatan?
bukankah pertanyaan ini adalah rasa haus akan eksistensi itu sendiri. sadarkah anda?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 02 June 2010, 05:44:20 PM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Seingat saya yang menerjemahkan dengan cara demikian adalah pak Hudoyo Hupudio, saya masih ingat karena saya pernah membantah terjemahannya waktu itu, karena terjemahannya bias, disesuaikan dengan pandangannya sendiri, bukan menerjemahkan secara netral.

Quote
Quote
Pertanyaan saya belum dijawab bro kalau yang berada diluar adalah milikku apakah jantung, paru-paru dsbnya bukan milikku? jadi milik siapa?
anda menjurus ke debat kusir.
saya yakin anda tidak terlalu bodoh utk berpikir semua itu ada subjek yg memiliki dan tidak mengerti jawaban saya sebelumnya.
Menurut saya dalam diskusi yang baik, kalau kita ditanya, kita menjawab apa yang ditanyakan, tidak menjawab dengan berputar-putar, pertanyaannya sederhana kan? Hanya menanyakan jantung dan paru-paru anda milik siapa? Apakah menurut anda pertanyaan seperti itu menjurus ke debat kusir?

Quote
Quote
Apakah dalam diri anda ada sesuatu yang lain, selain dari kelima kelompok kemelekatan?
bukankah pertanyaan ini adalah rasa haus akan eksistensi itu sendiri. sadarkah anda?
Apakah rasa haus akan eksistensi termasuk dalam pancakhandha atau bukan termasuk panca khandha?

 _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 07:03:10 AM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Seingat saya yang menerjemahkan dengan cara demikian adalah pak Hudoyo Hupudio, saya masih ingat karena saya pernah membantah terjemahannya waktu itu, karena terjemahannya bias, disesuaikan dengan pandangannya sendiri, bukan menerjemahkan secara netral.
saya udah lupa, di  link itu saya ada link referensi ke Pali, silahkan anda buat versi anda sendiri.

Quote
Menurut saya dalam diskusi yang baik, kalau kita ditanya, kita menjawab apa yang ditanyakan, tidak menjawab dengan berputar-putar, pertanyaannya sederhana kan? Hanya menanyakan jantung dan paru-paru anda milik siapa? Apakah menurut anda pertanyaan seperti itu menjurus ke debat kusir?
saya udah menjawab sebelumnya.

_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 03 June 2010, 07:26:17 AM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Seingat saya yang menerjemahkan dengan cara demikian adalah pak Hudoyo Hupudio, saya masih ingat karena saya pernah membantah terjemahannya waktu itu, karena terjemahannya bias, disesuaikan dengan pandangannya sendiri, bukan menerjemahkan secara netral.
saya udah lupa, di  link itu saya ada link referensi ke Pali, silahkan anda buat versi anda sendiri.

Quote
Menurut saya dalam diskusi yang baik, kalau kita ditanya, kita menjawab apa yang ditanyakan, tidak menjawab dengan berputar-putar, pertanyaannya sederhana kan? Hanya menanyakan jantung dan paru-paru anda milik siapa? Apakah menurut anda pertanyaan seperti itu menjurus ke debat kusir?
saya udah menjawab sebelumnya.

_/\_
rekan tesla yang baik (cieee ngikutin kakakakak) yang anda kutip itu bukan perkataan Buddha, ini terjemaahan lengkapnya :
(83) ânando - Venerable ânanda

1. I heard thus. At one time venerable ânanda lived in the monastery offered by Anàthapiõóika in Jeta's grove in Sàvatthi.

2. From there venerable ânanda addressed the monks: Friends, monks!

And those monks replied: Yes, friend.

Venerable ânanda said:

3. Friends, when I was a novice, venerable Puõõa Mantàniputta helped me much. He advised me thus: Friend, ânanda, it occurs `I am' on account of seizing not without.

4. Seizing what does it occur `I am'.

Seizing matter it occurs, I am, not without . Seizing, feelings, perceptions, intentions and seizing consciousness it occurs, I am, not without.

5. Friend, ânanda, like a young man, woman or a child fond of adorning would see the reflection of the face in a mirror or a pure water surface, in the same manner friend, approaching matter one would think I am. Approaching feelings he would think I am. Approaching perceptions he would think I am. Approaching intentions he would think I am; And approaching consciousness he would think I am.

6. ânanda, is matter permanent or impermanent?

Friend, it is impermanent.

That which is impermanent, is it unpleasant or pleasant?

Friend, it is unpleasant.

That which is impermanent, unpleasant and changing, is it suitable to be reflected, it is mine, I am that, it is my self?

That is not so, friend.

7-10. Are feelings, perceptions, intentions or consciousness permanent or impermanent?

Friend, they are impermanent.

Those which are impermanent, are they unpleasant or pleasant?

Friend, they are unpleasant.

Those which are impermanent, unpleasant changing are they suitable to be reflected they are mine, I am there, it is my self?

That is not so, friend.

11. Therefore friend, whatever matter, feelings, perceptions, intentions, and consciousness in the past, future or at present, seized or not rough or fine, unexalted or exalted, far or near, is not mine, I am not there, it is not my self.

12. ânanda, the learned noble disciple seeing it thus turns from matter, turns from feelings, turns from perceptions, turns from intentions and turns from consciousness. Turning looses interest. Loosing interest is released and knowledge arises I am released. He knows birth is destroyed, the holy life is lived to the end, duties are done and I have nothing more to wish.

13. Friend, when I was a novice, venerable Puõõa Mantàniputta helped me much. He advised me, in this: manner and hearing this exposition I grasped the essence of the Teaching.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: fabian c on 03 June 2010, 07:50:17 AM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Seingat saya yang menerjemahkan dengan cara demikian adalah pak Hudoyo Hupudio, saya masih ingat karena saya pernah membantah terjemahannya waktu itu, karena terjemahannya bias, disesuaikan dengan pandangannya sendiri, bukan menerjemahkan secara netral.
saya udah lupa, di  link itu saya ada link referensi ke Pali, silahkan anda buat versi anda sendiri.

Bro Tesla yang baik, bagi seseorang yang sungguh-sungguh ingin belajar Dhamma dan mengerti resiko memburuk-burukkan Dhamma, dia tak akan berani mengubah dan memodifikasi Dhamma sesuai keperluannya, apalagi "sok tahu" dengan serampangan mengatakan Dhamma yang ini valid yang itu tidak valid. Karena ia menghormati Dhamma, karena ia telah menyatakan berlindung pada Tiratana yaitu : Buddha, Dhamma dan Sangha.

Quote
Quote
Menurut saya dalam diskusi yang baik, kalau kita ditanya, kita menjawab apa yang ditanyakan, tidak menjawab dengan berputar-putar, pertanyaannya sederhana kan? Hanya menanyakan jantung dan paru-paru anda milik siapa? Apakah menurut anda pertanyaan seperti itu menjurus ke debat kusir?
saya udah menjawab sebelumnya.
Yang mana bro? yang ini?

"mengenai jantung dll, disini mulai bias. sebab dalam bahasa sehari2, aku,saya,gw,dll ditujukan pada suatu persona/eksistensi/individu/character. dan persona itulah yg memiliki fisik & batinnya, berhubung ia terlahir bersama dg itu semua. padahal justru sebaliknya, kemelekatan thd fisik & batin inilah yg memunculkan persona itu sendiri."

atau yang ini?

"anda menjurus ke debat kusir.
saya yakin anda tidak terlalu bodoh utk berpikir semua itu ada subjek yg memiliki dan tidak mengerti jawaban saya sebelumnya.
"

apakah menurut anda ini jawaban? apakah ini jawaban dari pertanyaan saya? Maaf saya bingung dengan jawaban anda tidak jelas apa maksudnya.
Karena jawaban tidak nyambung dengan pertanyaan.


Quote
Quote
Quote
Apakah dalam diri anda ada sesuatu yang lain, selain dari kelima kelompok kemelekatan?

bukankah pertanyaan ini adalah rasa haus akan eksistensi itu sendiri. sadarkah anda?

Apakah rasa haus akan eksistensi termasuk dalam pancakhandha atau bukan termasuk panca khandha?

Yang ini juga belum dijawab bro... dalam diri anda apakah ada sesuatu yang lain selain dari pancakhandha?

_/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 08:00:04 AM
Quote
Sang Buddha berkata:
melekat pada jasmani, aku ada, bukan tidak melekat...
dst utk ke4 khandha lainnya.

Bro Tesla yang baik, boleh tahu sumbernya mana dan terjemahan dari siapa bro?
terjemahan saya sendiri...
saya cuma menemukan disini dari link google... sudah lupa link aslinya di mana...
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5941.msg153157.html#msg153157
silahkan dikoreksi.

Seingat saya yang menerjemahkan dengan cara demikian adalah pak Hudoyo Hupudio, saya masih ingat karena saya pernah membantah terjemahannya waktu itu, karena terjemahannya bias, disesuaikan dengan pandangannya sendiri, bukan menerjemahkan secara netral.
saya udah lupa, di  link itu saya ada link referensi ke Pali, silahkan anda buat versi anda sendiri.

Quote
Menurut saya dalam diskusi yang baik, kalau kita ditanya, kita menjawab apa yang ditanyakan, tidak menjawab dengan berputar-putar, pertanyaannya sederhana kan? Hanya menanyakan jantung dan paru-paru anda milik siapa? Apakah menurut anda pertanyaan seperti itu menjurus ke debat kusir?
saya udah menjawab sebelumnya.

_/\_
rekan tesla yang baik (cieee ngikutin kakakakak) yang anda kutip itu bukan perkataan Buddha, ini terjemaahan lengkapnya :
(83) ânando - Venerable ânanda

1. I heard thus. At one time venerable ânanda lived in the monastery offered by Anàthapiõóika in Jeta's grove in Sàvatthi.

2. From there venerable ânanda addressed the monks: Friends, monks!

And those monks replied: Yes, friend.

Venerable ânanda said:

3. Friends, when I was a novice, venerable Puõõa Mantàniputta helped me much. He advised me thus: Friend, ânanda, it occurs `I am' on account of seizing not without.

4. Seizing what does it occur `I am'.

Seizing matter it occurs, I am, not without . Seizing, feelings, perceptions, intentions and seizing consciousness it occurs, I am, not without.

5. Friend, ânanda, like a young man, woman or a child fond of adorning would see the reflection of the face in a mirror or a pure water surface, in the same manner friend, approaching matter one would think I am. Approaching feelings he would think I am. Approaching perceptions he would think I am. Approaching intentions he would think I am; And approaching consciousness he would think I am.

6. ânanda, is matter permanent or impermanent?

Friend, it is impermanent.

That which is impermanent, is it unpleasant or pleasant?

Friend, it is unpleasant.

That which is impermanent, unpleasant and changing, is it suitable to be reflected, it is mine, I am that, it is my self?

That is not so, friend.

7-10. Are feelings, perceptions, intentions or consciousness permanent or impermanent?

Friend, they are impermanent.

Those which are impermanent, are they unpleasant or pleasant?

Friend, they are unpleasant.

Those which are impermanent, unpleasant changing are they suitable to be reflected they are mine, I am there, it is my self?

That is not so, friend.

11. Therefore friend, whatever matter, feelings, perceptions, intentions, and consciousness in the past, future or at present, seized or not rough or fine, unexalted or exalted, far or near, is not mine, I am not there, it is not my self.

12. ânanda, the learned noble disciple seeing it thus turns from matter, turns from feelings, turns from perceptions, turns from intentions and turns from consciousness. Turning looses interest. Loosing interest is released and knowledge arises I am released. He knows birth is destroyed, the holy life is lived to the end, duties are done and I have nothing more to wish.

13. Friend, when I was a novice, venerable Puõõa Mantàniputta helped me much. He advised me, in this: manner and hearing this exposition I grasped the essence of the Teaching.

terimakasih rekan ryu yg baik _/\_
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 08:19:17 AM
Bro Tesla yang baik, bagi seseorang yang sungguh-sungguh ingin belajar Dhamma dan mengerti resiko memburuk-burukkan Dhamma, dia tak akan berani mengubah dan memodifikasi Dhamma sesuai keperluannya, apalagi "sok tahu" dengan serampangan mengatakan Dhamma yang ini valid yang itu tidak valid. Karena ia menghormati Dhamma, karena ia telah menyatakan berlindung pada Tiratana yaitu : Buddha, Dhamma dan Sangha.
anda punya standar sendiri bagaimana orang yg sungguh2 ingin belajar dhamma, perlu dicamkan, standar itu adalah sebuah pandangan yg belum tentu benar. selebihnya judge anda thd Hudoyo tidak perlu dipost disini, karena anda bicara dg saya. apa perlu saya kasih alamat emailnya? :P

Quote
apakah menurut anda ini jawaban? apakah ini jawaban dari pertanyaan saya? Maaf saya bingung dengan jawaban anda tidak jelas apa maksudnya.
Karena jawaban tidak nyambung dengan pertanyaan.
terakhir, rekan fabian yg baik.
jika saya mengidentifikasi tidak ada kemajuan dalam komunikasi ini, lebih baik kita tidak membuang waktu.

1. anda bertanya "siapa" yg memiliki ini & itu.
2. utk bertanya demikian, anda harus punya basis, "ada subjek yg memiliki ini & itu"
3. sementara, "subjek" itu sendiri masih sebuah tanda tanya apakah ada atau tidak ada
4. dan jika menjawab pertanyaan tsb, sama saja dg menerima bahwa "ada subjek yg memiliki ini & itu"

saya di sini tidak punya basis bahwa ada subjek yg memiliki ini & itu, apakah anda ada basis demikian shg bisa bertanya "siapa yg memiliki" ini & itu?

Quote
Apakah rasa haus akan eksistensi termasuk dalam pancakhandha atau bukan termasuk panca khandha?
begini,
rasa haus adalah rasa hausnya sendiri, alias kemelekatannya. bukan pancakhandhanya.
yg menjadi asal dukkha adalah kemelekatannya, bukan pancakhandhanya.
(a bit extreme) dalam Buddhisme, yg disebut mahkluk hidup adalah dimana ada "kemelekatan" thd panca khanda. bukan panca khandha itu sendiri.

Quote
apakah ada sesuatu di luar pancakhandha?
begini, rekan fabian.
yg ada nyata sekarang adalah panca khandha, nama & rupa, fisik & batin, matter & mind.
ketika mencari sesuatu di luar itu, anda membuang waktu utk sesuatu yg tidak dapat dijangkau.
dan utk bebas dari dukkha, cukup kemelekatan thd pancakhandha ini yg dipadamkan.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 03 June 2010, 02:41:14 PM
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.

apa bisa di katakan ... WHAT THE HELL, apakah itu ada atau tidak ?

Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 03:00:29 PM
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.
apa bisa di katakan ... WHAT THE HELL, apakah itu ada atau tidak ?

ada suatu ketika seseorang bertanya kepada Buddha, apakah atta itu ada atau tidak, Sang Buddha tetap diam walau ditanya 3x. & akhirnya orang itu pergi...

byk Buddhist, menterjemahkan/menangkap anatta sbg tidak-adanya atta... hal ini menghasilkan kebingunggan baru & mengaburkan makna kehidupan suci... utk apa menjalani kehidupan suci jika pada hakikatnya "tidak ada" apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan :)
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: dilbert on 03 June 2010, 03:10:01 PM
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.
apa bisa di katakan ... WHAT THE HELL, apakah itu ada atau tidak ?

ada suatu ketika seseorang bertanya kepada Buddha, apakah atta itu ada atau tidak, Sang Buddha tetap diam walau ditanya 3x. & akhirnya orang itu pergi...

byk Buddhist, menterjemahkan/menangkap anatta sbg tidak-adanya atta... hal ini menghasilkan kebingunggan baru & mengaburkan makna kehidupan suci... utk apa menjalani kehidupan suci jika pada hakikatnya "tidak ada" apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan :)
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.
apa bisa di katakan ... WHAT THE HELL, apakah itu ada atau tidak ?

ada suatu ketika seseorang bertanya kepada Buddha, apakah atta itu ada atau tidak, Sang Buddha tetap diam walau ditanya 3x. & akhirnya orang itu pergi...

byk Buddhist, menterjemahkan/menangkap anatta sbg tidak-adanya atta... hal ini menghasilkan kebingunggan baru & mengaburkan makna kehidupan suci... utk apa menjalani kehidupan suci jika pada hakikatnya "tidak ada" apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan   :)

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16557.135.html
reply #137
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 03:57:39 PM
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,16557.135.html
reply #137

yah memang ada 2 pendapat umum, yaitu
1. no self
2. not self
yg ga disebut jgn marah

yg berpendapat no-self, akan lari ke kesimpulan sebenarnya tidak ada apa2 yg perlu dibebaskan.
namun jika tidak ada apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan, tidak ada apa2 yg pada hakikatnya perlu utk melewati pantai eksistensi, tidak ada apa2 yg pada hakikatnya terlahir kembali maka utk apa menjalani kehidupan suci :)

mungkin ini terdengar seolah saya mengatakan "ada" sesuatu yg lain. namun tidak demikian. menurut saya, jika ingin terbebaskan, kita harus mengesampingkan masalah ada ataupun tidak ada dahulu... kita harus fokus kepada dukkha, yg nyata2 ada sekarang. setelah itu......................................... terserah anda

tambahan
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 03 June 2010, 04:32:54 PM
Kalau bicara tentang pannati, tentu harus ada istilah kepemilikan... Tetapi di dalam konteks diskusi ini seharusnya yang dimaksud adalah arti kepemilikan di pandang dari pengertian paramatha. Jadi kembali lagi ditanyakan... Apakah memang ada "sesuatu"/"objek" yang bisa dimiliki ?

jika ditanya bisa atau tidak bisa jadi subjektif lagi alias pannati.
begini aja, pemikiran "aku memiliki" bisa ada. tetapi kepemilikan hanyalah pemikiran itu sendiri.
apa bisa di katakan ... WHAT THE HELL, apakah itu ada atau tidak ?

ada suatu ketika seseorang bertanya kepada Buddha, apakah atta itu ada atau tidak, Sang Buddha tetap diam walau ditanya 3x. & akhirnya orang itu pergi...

byk Buddhist, menterjemahkan/menangkap anatta sbg tidak-adanya atta... hal ini menghasilkan kebingunggan baru & mengaburkan makna kehidupan suci... utk apa menjalani kehidupan suci jika pada hakikatnya "tidak ada" apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan :)
rekan tesla yang baik, Buddha tidak menjawab karena beliau tahu batin si orang itu belum siap, nah ketika muridnya sudah siap apakah yang di terangkan oleh Buddha? apakah atta ada/tidak ada?

seperti cerita ini :
Suatu kali Maha Moggalana Thera dan Lakkhana Thera tinggal di bukit Gijjhakuta yan terletak di sebelah utara kota Rajagraha. Pada hari berikutnya kedua Thera itu menuruni bukit untuk ber-pindapatta di kota. Moggalana Thera, dalam perjalanan menuruni bukit, dengan kekuatan supranaturalnya, melihat mahkluk peta  yang hanya terdiri dari tulang belulang saja. Si mahkluk, kerangka itu, menangis dengan keras dan sangat menyayat hati. Sementara dibelakangnya mengejar burung layang-layang, burung gagak dan burung pemakan bangkai mematuki sisa-sisa daging dari mahkluk ini.
Lalu muncul suatu penglihatan di dalam diri Moggalana Thera atas semua kekuatan kamma-nya. Beliau melihat bagaimana kekotoran batinnya telah punah sama sekali. Sehingga tak ada kesempatan baginya untuk terlahir seperti mahkluk yang dilihatnya barusan. Pengetahuan batin ini membuat Sang Thera diliputi kebahagiaan sehingga beliau tersenyum. Perlu diketahui, seorang arahat yang merasa gembira tidak pernah tertawa keras-keras. Mereka pun jarang tersenyum kecuali untuk alasan yang sangat penting. Lakkhana Thera yang melihat hal ini, bertanya kepada Moggalana Thera, mengapa beliau tersenyum. Beliau menjawab kepada Lakkhana Thera bahwa ia akan menceritakan alasannya nanti di hadapan Sang Buddha.
Setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan kedua thera pergi ke vihara dimana Sang Buddha berdiam. Kemudian Lakkhana Thera bertanya lagi kepada Moggalana Thera mengapa beliau tersenyum. Beliau menjawab, “Ketika kami menuruni bukit Gijjhakuta, saya melihat sesosok peta berlari di angkasa dikejar oleh burung gagak, burung layang-layang dan burung pemakan bangkai. Burung-burung itu mematuki dan memakan sisa daging dan ‘jeroan’ dari kerangka tersebut. Si peta menjerit dan menangis kesakitan. Ketika melihat hal ini saya mengatakan kepada diri sendiri alasan yang membuat mahkluk itu terlahir dengan penderitaan semacam itu”.
Mendengar hal ini Sang Buddha memberi penjelasan demikian, “O, para bhikkhu. Muridku Moggalana Thera memiliki mata kebijaksanaan sehingga ia telah melihat mahkluk demikian. Dan, biarlah kenyataan ini menunjukkan bahwa mahkluk semacam ini memang ada. Aku sendiri telah melihat mereka ketika pertama kali memperoleh pencerahan di bawah pohon Bodhi. Tapi, aku tak pernah mengatakan kepadamu sebelumnya tentang hal ini. Bila aku menceritakan hal ini sebelumnya, maka akan menimbulkan keraguan bagi orang yang tidak percaya. Keragu-raguan itu akan menumbuhkan akusala kamma, akibat yang tak bermanfaat, pada diri mereka”.
“Kenyataannya, yang telah dilihat oleh Moggalana Thera, dalam salah satu kehidupannya dulu adalah seorang penjagal hewan. Karena perbuatan buruknya setelah meninggal dunia ia terlahir di neraka dan tinggal di tempat itu ber-kalpa-kalpa lamanya. Perbuatan buruk itu tetap bekerja dan menghukumnya. Sehingga dalam kehidupannya saat ini ia terlahir lagi sebagai sesosok peta dengan tubuh berbentuk tulang-belulang”.
Sang Buddha menyebut mata kebijaksanaan. Dimana dikatakan, orang-orang awam tak mungkin melihat mahkluk-mahkluk semacam ini. Mereka hanya bisa terlihat oleh para arahat yang memiliki kekuatan supranatural yang disebut abinna. Pengetahuan moderen belum mampu membuktikan keberadaan mahkluk-mahkluk ini. Tapi ketiadaan bukti bagi ilmu pengetahuan moderen tidak menuju kesimpulan bahwa mereka tidak ada.
Sebelumnya Sang Buddha menolak menceritaan keberadaan mahkluk ini. Biarlah orang yang ragu-ragu dan memiliki pikiran buruk mencatat kenyataan ini. Bentuk-bentuk pikiran tak bermanfaat ini bisa mengakibatkan aksi yang tak bermanfaat. Sehingga, saat Moggalana Thera menceritakan pengalamannya barulah Sang Buddha mendukung cerita nyata dari muridnya ini. Para pengkritik dan orang yang suka beradu argumentasi muncul dari ketiadaan bukti fisik secara jelas yang secara umum akan menciptakan keragu-raguan. Bentuk pikiran semacam ini adalah akusala dhamma dan ini akan membuka jalan bagi pemilik pikiran ini untuk menuju ke kehidupan di alam-alam bawah.
Apa yang ingin saya tegaskan dengan penuh hormat tentang cerita ini adalah si peta, dulunya sebagai seorang penjagal binatang, telah membunuh dan memenggal banyak kepala hewan yang memungkinkan baginya untuk memenuhi kebutuhannya. Ia membunuh hewan-hewan itu untuk menyantap dagingnya dan untuk memenuhi kebutuhan ke-5 khandha-nya. Tapi, orang ini harus membayar seluruh perbuatannya dengan menderita di alam neraka setelah kematiannya selama tak berbilang tahun. Meski kemudian ia bisa keluar dari alam neraka, akibat dari endapan kamma buruknya masih ia terima. Beban ke-5 khandha memang berat.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: K.K. on 03 June 2010, 04:49:15 PM
Yang saya tahu, Buddha mengatakan orang yang meninggalkan rumah tangga untuk hidup sebagai bhikkhu dalam vinaya, bermoral, mengembangkan jhana (I-IV), mengembangkan 3 pengetahuan dan mengakhiri dukkha, tetap tidak bisa menjawab pertanyaan tentang teori "atta" karena hal demikian memang tidak ada hubungannya dengan apa yang diajarkan Buddha.

Tentang Anatta, Buddha mengatakan apa yang dipersepsi adalah tidak kekal. Yang tidak kekal adalah tidak memuaskan, dan karena itu tidak bisa disebut sebagai "diri/atta" = anatta. Setahu saya, Buddha tidak pernah membahas "atta" lebih dari itu.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: tesla on 03 June 2010, 04:58:36 PM
Quote
rekan tesla yang baik, Buddha tidak menjawab karena beliau tahu batin si orang itu belum siap, nah ketika muridnya sudah siap apakah yang di terangkan oleh Buddha? apakah atta ada/tidak ada?

benar, ada pendapat bahwa batin orang tsb tidak siap utk menerima jawaban.
yah pendapat saya tidak sama, itu aja.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: ryu on 03 June 2010, 05:24:10 PM
Yang saya tahu, Buddha mengatakan orang yang meninggalkan rumah tangga untuk hidup sebagai bhikkhu dalam vinaya, bermoral, mengembangkan jhana (I-IV), mengembangkan 3 pengetahuan dan mengakhiri dukkha, tetap tidak bisa menjawab pertanyaan tentang teori "atta" karena hal demikian memang tidak ada hubungannya dengan apa yang diajarkan Buddha.

Tentang Anatta, Buddha mengatakan apa yang dipersepsi adalah tidak kekal. Yang tidak kekal adalah tidak memuaskan, dan karena itu tidak bisa disebut sebagai "diri/atta" = anatta. Setahu saya, Buddha tidak pernah membahas "atta" lebih dari itu.
‘Maka, ânanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi semua kontak.’
21. ‘Aku mengatakan: “Kesadaran mengondisikan batin-dan-jasmani.” … [63] jika kesadaran tidak masuk ke dalam rahim ibu, akankah batin-dan-jasmani berkembang di sana?’ ‘Tidak, Bhagavà.’
‘Atau jika kesadaran, setelah memasuki rahim ibu, kemudian dibelokkan, akankah batin-dan-jasmani itu dilahirkan dalam kehidupan ini?’ ‘Tidak Bhagavà.’ ‘Dan jika kesadaran dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah batin-dan-jasmani tumbuh, berkembang dan dewasa?’ ‘Tidak, Bhagavà.’ ‘Oleh karena itu, ânanda, kesadaran ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi batin-dan-jasmani.’
22. ‘Aku mengatakan: “Batin-dan-jasmani mengondisikan kesadaran.” … jika kesadaran tidak menemukan tempat bersandar dalam batin-dan-jasmani, akankah selanjutnya ada kelahiran, kematian, dan penderitaan?’ ‘Tidak, Bhagavà.’ Oleh karena itu, ânanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi kesadaran. Sejauh itulah, ânanda, kita dapat melacak327 kelahiran dan kerusakan, kematian dan kejatuhan ke alam-alam lain dan terlahir kembali,328 sedemikian jauhlah jalan pembentukan, konsep, sedemikian jauhlah, bidang pemahaman, sedemikian jauhlah lingkaran berputar [64] sejauh yang bisa dilihat dalam kehidupan ini,329 yaitu batin-dan-jasmani bersama dengan kesadaran.’
23. ‘Dalam cara bagaimanakah, ânanda, orang-orang menjelaskan sifat dari diri? Beberapa menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas,330 mengatakan: “Diriku adalah bermateri dan terbatas;” beberapa menyatakannya sebagai bermateri dan tidak terbatas …
Khotbah Panjang Tentang Asal-Mula 195
beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan terbatas …; beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan tidak terbatas, mengatakan: “Diriku adalah tanpa materi dan tidak terbatas.”’
24. ‘Siapa pun yang menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas, menganggapnya sebagai demikian saat ini, atau di alam berikutnya, berpikir: “Meskipun tidak demikian saat ini, aku akan mendapatkannya di sana.”331 Karena itu, itulah yang perlu dikatakan mengenai pandangan bahwa diri adalah bermateri dan terbatas, dan hal yang sama berlaku untuk teori-teori [65] lainnya. Demikianlah, ânanda, bagi mereka yang mengusulkan penjelasan tentang diri.’
25-26. ‘Bagaimanakah dengan mereka yang tidak menjelaskan sifat dari diri? … (seperti paragraf 23-24 tetapi kebalikannya.)’ [66]
27. ‘Dengan cara bagaimanakah, ânanda, orang-orang menganggap diri? Mereka menyamakannya dengan perasaan: “Perasaan adalah diriku,”332 atau: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat,”333 atau: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”’334
28. ‘Sekarang, ânanda, seorang yang mengatakan: “Perasaan adalah diriku,” harus diberitahu: “Ada tiga jenis perasaan, Teman: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Yang manakah di antara ketiga itu yang engkau anggap dirimu?” Ketika perasaan menyenangkan dirasakan, perasaan menyakitkan atau netral tidak dirasakan, tetapi hanya perasaan menyenangkan. Ketika perasaan menyakitkan dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau netral yang dirasakan. Dan ketika perasaan netral dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau menyakitkan dirasakan.’
29. ‘Perasaan menyenangkan adalah tidak kekal, terkondisi,335 muncul bergantungan, mengalami kerusakan, mengalami pelenyapan, memudar, padam – dan demikian pula perasaan menyakitkan [67] dan perasaan netral. Maka siapa pun yang, ketika mengalami suatu perasaan menyenangkan, berpikir: “Ini adalah diriku,” akan, saat
196 D īãgha Nikà āya 15: Mahànidàna Sutta
lenyapnya perasaan menyenangkan itu, berpikir: “Diriku telah lenyap!” dan demikian pula dengan perasaan menyakitkan dan perasaan netral. Karena itu, siapa pun yang berpikir: “Perasaan adalah diriku” merenungkan sesuatu dalam kehidupan ini yang tidak kekal, campuran antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, mengalami kemunculan dan pelenyapan. Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan adalah diriku.”’
30. ‘Tetapi siapa pun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat,” harus ditanya: “Jika, Teman, tidak ada perasaan sama sekali yang dialami, akankah ada pikiran: ‘Aku’?” [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavà.”336 Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat.”’
31. ‘Dan siapa pun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.” Harus ditanya: “Baiklah, Teman, jika semua perasaan lenyap, akankah ada pikiran: ‘Aku adalah ini?’”337 [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavà.” Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: [68] “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”’
32. ‘Sejak saat, ânanda, ketika seorang bhikkhu tidak lagi menganggap perasaan sebagai diri, atau diri yang tidak terlihat, atau sebagai yang terlihat dan adalah sifat yang hanya bisa dirasakan, dengan tidak menganggap demikian, ia tidak melekat pada apa pun di dunia ini; karena tidak melekat, ia tidak bergairah oleh apa pun juga, dan dengan tidak bergairah, ia memperoleh pembebasan diri,338 dan ia mengetahui: “Kelahiran telah selesai, kehidupan suci telah dijalani, telah dilakukan apa yang harus dilakukan, tidak ada apa-apa lagi di sini.”’
‘Dan jika seseorang berkata kepada bhikkhu yang batinnya terbebaskan demikian: “Tathàgata ada setelah kematian,”339 itu akan [terlihat olehnya sebagai] suatu pendapat salah dan tidak
Khotbah Panjang Tentang Asal-Mula 197
tepat, demikian pula: “Tathàgata tidak ada setelah kematian ..., ada dan tidak ada ..., bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian.” Mengapa demikian? Sejauh, ânanda, yang dicapai oleh pembedaan, sejauh yang dicapai oleh bahasa, sejauh yang dicapai oleh konsep, sejauh yang dicapai oleh pemahaman, sejauh yang dicapai dan diputar oleh lingkaran – bhikkhu itu terbebaskan dari semuanya oleh pengetahuan-super,340 dan untuk mempertahankan bahwa bhikkhu yang terbebaskan demikian itu tidak mengetahui dan tidak melihat adalah pandangan salah dan tidak benar.’


dari DN DC
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: thioboeki on 31 May 2011, 11:12:06 PM
                                            ( agar bisa baca lagi )
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: icykalimu on 28 June 2011, 01:45:56 PM
yah memang ada 2 pendapat umum, yaitu
1. no self
2. not self
yg ga disebut jgn marah

yg berpendapat no-self, akan lari ke kesimpulan sebenarnya tidak ada apa2 yg perlu dibebaskan.
namun jika tidak ada apa2 yg perlu dibebaskan dari penderitaan, tidak ada apa2 yg pada hakikatnya perlu utk melewati pantai eksistensi, tidak ada apa2 yg pada hakikatnya terlahir kembali maka utk apa menjalani kehidupan suci :)

mungkin ini terdengar seolah saya mengatakan "ada" sesuatu yg lain. namun tidak demikian. menurut saya, jika ingin terbebaskan, kita harus mengesampingkan masalah ada ataupun tidak ada dahulu... kita harus fokus kepada dukkha, yg nyata2 ada sekarang. setelah itu......................................... terserah anda

tambahan

no self / not self semua itu terserah yg menerjemahkan. memang bhs inggris itu rancu. coba lihat terjemahan tipitaka inggris. ada berbagai versi. dan kelemahannya kata palinya tdk diikutkan.

kalau terjemahan indonesia yg umum adalah tanpa aku. apa ada yg menerjemahkan tidak aku?
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: abhassara on 31 January 2018, 11:24:17 AM
[at] sumedho:

Para Sotapanna (pemasuk arus) sudah menghancurkan belenggu "kepercayaan akan adanya roh/jiwa yang kekal" (sakkayaditthi), namun kenapa Anattalakkhana Sutta yang berisi ajaran tentang anatta diajarkan kepada 5 bhikkhu pertama (Kondanna dkk) yang sudah mencapai kesucian Sotapanna?

Seperti yang kita ketahui Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkappavattana Sutta di Taman Rusa Isipatana kepada 5 orang pertapa yang telah mengikuti Beliau sejak perjuangan Beliau di Hutan Uruvela untuk mencapai Pencerahan. Ajaran pertama ini berisi tentang Jalan Tengah (Jalan Mulia Berunsur Delapan) dan Empat Kesunyataan Mulia yang menyebabkan Kondanna mencapai mata Dhamma (Dhammacakkhu), yaitu mencapai kesucian Sotapanna, sedangkan keempat rekannya mencapai kesucian yang sama pada hari berikutnya. Setelah para bhikkhu pertama tersebut menjadi Sotapanna, Buddha mengajarkan Anattalakkhana Sutta yang kemudian menyebabkan mereka mencapai kesucian Arahat. Padahal kita tahu bahwa para Sotapanna telah memahami anatta dengan membasmi belenggu sakkayaditthi. Dengan demikian untuk apa Sang Buddha mengajarkan ajaran anatta lagi kepada mereka yang sudah membasmi pandangan salah tersebut? Apakah melepaskan sakkayaditthi belum tentu memahami anatta? Mohon penjelasannya. Thx
itu khotbah ke dua untuk melenyapkan keangkuhan sehubungan dengan "aku". Khotbah pertama sebatas pandangan, khotbah ke dua dari kepemilikian hingga keangkuhan "aku". khotbah ke dua, untuk melenyapkan keangkuhan an-atta itu, hingga akarnya.
Title: Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
Post by: siapa on 31 January 2018, 01:29:31 PM
no self / not self semua itu terserah yg menerjemahkan. memang bhs inggris itu rancu. coba lihat terjemahan tipitaka inggris. ada berbagai versi. dan kelemahannya kata palinya tdk diikutkan.

kalau terjemahan indonesia yg umum adalah tanpa aku. apa ada yg menerjemahkan tidak aku?

Yang pasti 'bukan aku' ...