Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: D1C1 on 20 December 2019, 05:56:20 PM

Title: Musik dan mata pencaharian
Post by: D1C1 on 20 December 2019, 05:56:20 PM
Alo semua,

Untuk umat awam, mata pencaharian yang dilarang oleh Sang Buddha adalah dagang senjata, berdagang manusia, berdagang daging, berdagang racun dan berdagang alkohol.

Artinya musik dan termasuk mengajar musik seperti biola, piano, dll tdk termasuk.
Tetapi di Talaputa Sutta dikatakan bahwa aktor yang menghibur penontonnya akan jatuh dalam neraka.

Musik dapat menghibur orang, lalu apakah mengajar musik akan berakhir di neraka juga? Gimana pendapat temen2 disini?
Title: Re: Musik dan mata pencaharian
Post by: Sumedho on 21 December 2019, 10:56:09 AM
Quote
“Demikianlah karena [b[mabuk dan lengah[/b], setelah membuat orang lain mabuk dan lengah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di ‘Neraka Tertawa.’

kalau mengajar dan belajar justru bikin fokus dan waspada kan... kalau tidak gimana belajar musiknya 😁
Title: Re: Musik dan mata pencaharian
Post by: K.K. on 23 December 2019, 07:17:59 PM
Alo semua,

Untuk umat awam, mata pencaharian yang dilarang oleh Sang Buddha adalah dagang senjata, berdagang manusia, berdagang daging, berdagang racun dan berdagang alkohol.

Artinya musik dan termasuk mengajar musik seperti biola, piano, dll tdk termasuk.
Tetapi di Talaputa Sutta dikatakan bahwa aktor yang menghibur penontonnya akan jatuh dalam neraka.

Musik dapat menghibur orang, lalu apakah mengajar musik akan berakhir di neraka juga? Gimana pendapat temen2 disini?
Apa yang dibahas di Tālapuṭasutta (SN 42.2) ada 2 bagian:

1. Kepada penonton yang belum terbebas & masih terbelenggu nafsu, kebencian, delusi (sattā avītarāgā/avītadosā/avītamohā rāga/dosā/mohābandhanabaddhā), penari menyajikan mereka hal-hal nafsu, kebencian, delusi lebih jauh.
Maka "dengan dirinya sendiri mabuk dan lengah, mendorong orang lain menjadi mabuk dan lengah, maka setelah hancurnya jasmani, terlahir di neraka yang disebut 'tertawa' (So attanā matto pamatto pare madetvā pamādetvā kāyassa bhedā paraṃ maraṇā pahāso nāma nirayo tattha upapajjati)".

Di sini bukan masalah jenis pekerjaannya, tetapi ketika mendorong orang pada LDM lebih jauh, maka itu adalah perbuatan tidak bermanfaat.

2. Pandangan 'dengan menghibur orang lain, setelah kematian akan terlahir di antara dewa tertawa' merupakan pandangan salah, yang mana tujuannya adalah di antara 2: neraka atau rahim binatang.


Menurut saya di konteks ini bukan jenis profesi yang menentukan, tapi bagaimana profesi itu dijalankan (apakah untuk memancing nafsu, kebencian, delusi atau tidak) dan soal pandangan salah (dengan profesi tertentu akan terlahir di alam tertentu).

Title: Re: Musik dan mata pencaharian
Post by: D1C1 on 24 February 2021, 02:26:09 PM
Apa yang dibahas di Tālapuṭasutta (SN 42.2) ada 2 bagian:

1. Kepada penonton yang belum terbebas & masih terbelenggu nafsu, kebencian, delusi (sattā avītarāgā/avītadosā/avītamohā rāga/dosā/mohābandhanabaddhā), penari menyajikan mereka hal-hal nafsu, kebencian, delusi lebih jauh.
Maka "dengan dirinya sendiri mabuk dan lengah, mendorong orang lain menjadi mabuk dan lengah, maka setelah hancurnya jasmani, terlahir di neraka yang disebut 'tertawa' (So attanā matto pamatto pare madetvā pamādetvā kāyassa bhedā paraṃ maraṇā pahāso nāma nirayo tattha upapajjati)".


Maaf membangkitkan thread lama, sepertinya sesuatu terlewat. Disini saya ada beberapa pertanyaan.

1. Yang dimaksud diatas itu apakah penontonnya atau aktornya yang setelah hancurnya jasmani terlahir di neraka?

2. Karena ditulis kepada penonton jadi yang saya mengerti adalah penonton itu yg akan jatuh ke alam rendah, atau kah aktornya karena ia menyajikan tontonan kepada penonton yang belum terbebas & masih terbelenggu nafsu, kebencian, delusi?

3. Mungkin apakah berbeda jika aktor tersebut menyajikan tontonan kepada penonton yang sudah terbebas & tidak terbelenggu nafsu, kebencian, delusi?

Mengenai mendorong orang lain lebih dalam LDMnya itu bisa kita lihat dari kehidupan sehari2 kita sebagai umat awam, dan itu adalah hal yang sangat umum dan wajar. Kita sering menyajikan makanan enak untuk orang yang dekat dgn kita, atau dll yang tujuannya untuk membuat mereka senang. Musik yang enak dan kita sukai, makanan atau kata-kata, membeli barang sewaktu belanja atau shopping, film atau tontonan atau hiburan2 lainnya, dsb. Ini semua mendorong LDM seseorang lebih dalam. Menurut sutta ini adalah salah mendorong LDM seseorang lebih dalam, lalu apakah kita yang berbuat seperti hal-hal diatas akan jatuh ke alam neraka?