Setelah mendengar ceramah dari bhante Vimalaramsi yang menyatakan ada kontradiksi antara MN.20 dan MN.36.
MN.20 Vitakkasaṇṭhāna Sutta - Pelenyapan Pikiran-pikiran Kacau
"Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan beberapa gambaran, dan karena gambaran itu muncul dalam dirinya pikiran jahat yang tidak bermanfaat yang berhubungan dengan keinginan, dengan kebencian, dan dengan kebodohan, kemudian ketika ia memperhatikan gambaran lain yang bermanfaat, maka pikiran jahat yang tidak bermanfaat ditinggalkan dalam dirinya dan mereda, dan dengan ditinggalkannya pikiran-pikiran itu maka pikirannya menjadi kokoh secara internal, tenang, menjadi terpusat, dan terkonsentrasi. Ketika ia memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran tersebut … Ketika ia berusaha melupakan pikiran-pikiran tersebut dan tidak memperhatikannya … Ketika, dengan mengertakkan giginya dan menekan lidahnya ke langit-langit mulutnya, ia menekan, mendesak, dan menggilas pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran jahat yang tidak bermanfaat ditinggalkan dalam dirinya dan mereda. Dengan ditinggalkannya pikiran-pikiran itu maka pikirannya menjadi kokoh secara internal, tenang, [122] menjadi terpusat, dan terkonsentrasi. Bhikkhu ini dapat disebut seorang guru dalam perjalanan pikiran. Ia akan memikirkan pikiran apapun yang ingin ia pikirkan dan ia tidak akan memikirkan pikiran apapun yang tidak ingin ia pikirkan. Ia telah mematahkan keinginan, membuang belenggu-belenggu, dan dengan sepenuhnya menembus keangkuhan ia mengakhiri penderitaan.”
MN. 36 Mahāsaccaka Sutta - Khotbah Panjang kepada Saccaka,
20. “Aku berpikir: ‘Bagaimana jika, dengan mengertakkan gigiku dan menekan lidahku ke langit-langit mulutku, aku menekan, mendesak, dan menggilas pikiran dengan pikiran.’ Maka dengan gigiku dikertakkan dan lidahku menekan langit-langit mulut, aku menekan, mendesak, dan menggilas pikiran dengan pikiran. Sewaktu aku melakukan demikian, keringat menetes dari ketiakKu. Bagaikan seorang kuat mampu mencengkeram seorang yang lebih lemah pada kepala atau bahunya dan menekannya, mendesaknya, dan menggilasnya, demikian pula, gigiku terkatup dan lidahku menekan langit-langit mulut, aku menekan, mendesak, dan menggilas pikiran dengan pikiran, dan keringat menetes dari ketiakKu. Tetapi walaupun kegigihan yang tidak kenal lelah telah dibangkitkan dalam diriKu dan perhatian yang tidak mengendur telah kokoh, tubuhku kelelahan [243] dan tidak tenang karena Aku terlalu letih oleh usaha yang menyakitkan. Tetapi perasaan menyakitkan demikian yang muncul padaKu tidak menyerbu pikiranKu dan tidak menetap di sana.
Bagaimana menurut pandangan teman2 disini?