//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku  (Read 69038 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #15 on: 09 June 2011, 12:54:10 PM »
Namanya Arahanta yah tidak mungkin masih punya "kegilaan" seperti itu. Sesama Arahanta yah sama.
Bukan hormon tertentu saja yang mungkin sama. Seperti kegembiraan,kesedihan.
Dan apakah tidak mungkin alam dewa dan yang lain-nya itu juga ada jika kita menimbang dari sudut ini?

Seperti ada sutta yang saya baca, mereka akan berkumpul pada hal yang sama. Jadi alam dewa selalu dengan kondisi penuh kebahagiaan. Mungkin dengan hormon yang bekerja hanya kegembiraan. Dan alam derita yang selalu dengan kondisi menderita dengan kondisi hormon yang sama.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #16 on: 09 June 2011, 01:03:52 PM »
Bukan hormon tertentu saja yang mungkin sama. Seperti kegembiraan,kesedihan.
Dan apakah tidak mungkin alam dewa dan yang lain-nya itu juga ada jika kita menimbang dari sudut ini?

Seperti ada sutta yang saya baca, mereka akan berkumpul pada hal yang sama. Jadi alam dewa selalu dengan kondisi penuh kebahagiaan. Mungkin dengan hormon yang bekerja hanya kegembiraan. Dan alam derita yang selalu dengan kondisi menderita dengan kondisi hormon yang sama.

Hormon-hormon seperti itu seharusnya masih ada di dalam tubuh seorang Arahanta. Namun produksinya tidak banyak, sehingga tidak menghasilkan efek berupa "emosi yang terhanyut". Ini cuma spekulasi saya. Mengenai kondisi makhluk deva, saya tidak tahu seperti bagaimana. Saya hanya bisa menjawab sesuatu yang sudah saya alami atau saya ketahui. ;D

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #17 on: 09 June 2011, 01:06:02 PM »
Perasaan bukan aku, tapi apakah aku bisa mengontrol perasaan?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #18 on: 09 June 2011, 01:08:21 PM »
Perasaan bukan aku, tapi apakah aku bisa mengontrol perasaan?

Bisa dong. Perasaan juga bisa dimanipulasi.

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #19 on: 09 June 2011, 01:15:38 PM »
Bisa dong. Perasaan juga bisa dimanipulasi.
Bagaimana cara mengubah perasaan sedih menjadi gembira secara instant?

Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #20 on: 09 June 2011, 01:25:49 PM »
Hormon-hormon seperti itu seharusnya masih ada di dalam tubuh seorang Arahanta. Namun produksinya tidak banyak, sehingga tidak menghasilkan efek berupa "emosi yang terhanyut". Ini cuma spekulasi saya. Mengenai kondisi makhluk deva, saya tidak tahu seperti bagaimana. Saya hanya bisa menjawab sesuatu yang sudah saya alami atau saya ketahui. ;D
Maksud saya jika kita melihat dari sisi ini, ada atau tidak kemungkinan bahwa 31 alam kehidupan itu ada??
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #21 on: 09 June 2011, 01:50:41 PM »
Bagaimana cara mengubah perasaan sedih menjadi gembira secara instant?

;D Saya punya 2 tips sederhana yang sering saya lakukan untuk memanipulasi perasaan saya yang sedang sedih. Semoga bisa menjadi inspirasi!

Spoiler: ShowHide
Ketika kita bahagia, kita biasanya memberi hadiah pada diri kita sendiri. Misalnya ketika lulus ujian, kita pergi jalan-jalan. Ketika dapat gaji pertama, kita mentraktir teman-teman. Namun ketika kita sedih, kita justru memberi hadiah pada diri kita sendiri berupa hal-hal yang menyedihkan. Misalnya membuka lagu melankolis, mengurung diri di kamar, memarahi diri sendiri, dsb. Itu cara yang keliru.

Ketika kita sedih, kita seharusnya memberikan hadiah yang indah buat diri kita sendiri. Di saat tidak ada teman yang bersama kita saat sedih, diri sendiri adalah teman yang paling setia. Berikanlah dia hak untuk berbahagia. Pergilah keluar! Cari makanan ringan favorit kamu, beli dan makanlah! Pergilah ke tempat yang rindang dan rasakan sejuknya angin. Nikmatilah kebahagiaan itu. Itulah seni menghargai diri sendiri.


Spoiler: ShowHide
Ketika kita sedih, kita sebenarnya sangat tertutup. Tapi tahukah kamu tentang sebuah fakta bahwa "kebahagiaan yang terbesar adalah memberi", dan itu tidaklah salah?

Keluarlah dari kamar kamu! Pergilah ke jalan, mall, pasar, dsb. Di luar sana, ada banyak orang yang punya hidup menyedihkan. Misalnya, ketika bertemu dengan tukang becak yang kepayahan mendorong becaknya untuk naik ke jalan tanjakan, bantu dia dan katakan: "Ayo pak! Saya bantu dorong!". Setelah selesai membantu, akan ada kepuasan tersendiri jika kita bisa menjadi sosok yang berarti bagi orang lain. Meskipun orang lain itu hanya orang kecil, dan meskipun kamu cuma hadir satu kali di dalam hidupnya dalam waktu yang amat singkat. Inilah seni mendapatkan kebahagian yang paling instan.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #22 on: 09 June 2011, 01:50:51 PM »
Maksud saya jika kita melihat dari sisi ini, ada atau tidak kemungkinan bahwa 31 alam kehidupan itu ada??

Tidak relevan juga. Sebab, kita sedang membahas sistem kerja fisik dan mental manusia. Persoalannya, bagaimana wujud fisik biologis dan sistem mental makhluk lain pun (selain hewan) kita tidak tahu. Jadi jika langsung menarik kesimpulan untuk percaya pada keberadaan 31 Alam Kehidupan, itu hanyalah kesimpulan tautologis. ;D

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #23 on: 09 June 2011, 02:15:00 PM »
Jangan lupa katanya surga ada dilangit (bukan buddhisme). Tapi pembuktiannya tidak ada ;D
Mungkin dimensinya berbeda seperti alam peta dengan alam manusia. Semuanya bikin ane pusing aja. Lebih baik gak usah dipikirin ;D

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #24 on: 09 June 2011, 02:20:34 PM »
Jangan lupa katanya surga ada dilangit (bukan buddhisme). Tapi pembuktiannya tidak ada ;D
Mungkin dimensinya berbeda seperti alam peta dengan alam manusia. Semuanya bikin ane pusing aja. Lebih baik gak usah dipikirin ;D

Menurut Kitab Milinda Panha, Alam Brahma itu berjarak 48.000 league dari Bumi. Dulu saya dan teman-teman pernah mendiskusikan topik ini, dan menyimpukan bahwa Alam Brahma itu kemungkinan berada di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Mars; dan atau di sekitar arah luar Bumi mendekati Planet Merkurius.

Ini juga tidak ada pembuktiannya. ;D

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #25 on: 09 June 2011, 02:23:39 PM »
Bagaimana cara mengubah perasaan sedih menjadi gembira secara instant?

Kalau saya, lebih suka untuk tidak berusaha mengubah sedih menjadi senang, tapi juga tidak mendramatisir (berhati-hati pada pikiran bodoh yang suka menambah bumbu). Perasaan sedih dan senang, pasti punya masa kadaluarsa.
 
Tapi karena nyatanya saya masih sering jatuh pada pikiran bodoh, jadi sy belum PD memberi lebih banyak penjelasan. Silakan dibaca saja, khotbah Guru kita ;D

Spoiler: ShowHide
Quote
6 (6) Anak Panah

“Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terlatih merasakan perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan. Siswa mulia yang terlatih juga merasakan perasaan yang menyenangkan, [208] perasaan yang menyakitkan, dan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan. Oleh karena itu, apakah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan antara kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.” “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan, ia bersedih, berduka, dan meratap; ia menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ia merasakan dua perasaan – perasaan jasmani dan perasaan batin. Misalkan mereka menambaknya dengan sebatang anak panah, dan kemudian mereka menembaknya lagi dengan anak panah ke dua, sehingga orang itu akan merasakan perasaan yang ditimbulkan oleh dua anak panah itu. Demikian pula, ketika kaum duniawi yang tidak terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan … perasaan jasmani dan perasaan batin.


“Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia memendam keengganan terhadapnya. Ketika ia memendam keengganan terhadap perasaan menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan bersembunyi di balik ini. Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena kaum duniawi yang tidak terlatih tidak mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria. Ketika ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan bersembunyi di balik ini. Ia tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Ketika ia tidak memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan bersembunyi di balik ini.

“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan melekat. [209] Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut kaum duniawi yang tidak terlatih yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang melekat pada penderitaan, Aku katakan.

Spoiler: ShowHide
Quote
“Para bhikkhu, ketika siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan yang menyakitkan, ia tidak bersedih, berduka, atau meratap; ia tidak menangis dan memukul dadanya dan menjadi kebingungan.236 Ia merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin. Misalkan mereka menembaknya dengan sebatang anak panah, tetapi mereka tidak menembaknya lagi dengan anak panah kedua, sehingga orang itu akan merasakan perasaan yang ditimbulkan oleh hanya satu anak panah. Demikian pula, ketika siswa mulia yang terlatih tersentuh oleh perasaan jasmani yang menyakitkan … ia hanya merasakan satu perasaan – perasaan jasmani, bukan perasaan batin.

“Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia tidak memendam keengganan terhadapnya. Karena ia tidak memendam keengganan terhadap perasaan menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan tidak bersembunyi di balik ini.

Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena siswa mulia yang terlatih mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria. Karena ia tidak mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan tidak bersembunyi di balik ini. Ia memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Karena ia memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan tidak bersembunyi di balik ini.

“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, [210] ia merasakannya dengan tidak melekat. Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan tidak melekat. Ini, para bhikkhu, disebut siswa mulia yang terlatih yang tidak melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian;
yang tidak melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang tidak melekat pada penderitaan, Aku katakan.

“Ini, para bhikkhu, adalah perbedaan, ketidaksamaan, yang membedakan antara kaum duniawi yang tidak terlatih dengan siswa mulia yang terlatih.”

Sumber: http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%204%20-%20Sayalatana%20Vagga.pdf


« Last Edit: 09 June 2011, 02:27:19 PM by Mayvise »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #26 on: 09 June 2011, 02:31:24 PM »
Kalau saya, lebih suka untuk tidak berusaha mengubah sedih menjadi senang, tapi juga tidak mendramatisir (berhati-hati pada pikiran bodoh yang suka menambah bumbu). Perasaan sedih dan senang, pasti punya masa kadaluarsa.
 
Tapi karena nyatanya saya masih sering jatuh pada pikiran bodoh, jadi sy belum PD memberi lebih banyak penjelasan. Silakan dibaca saja, khotbah Guru kita ;D



“Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan yang sama itu, ia memendam keengganan terhadapnya. Ketika ia memendam keengganan terhadap perasaan menyakitkan, kecenderungan tersembunyi keengganan bersembunyi di balik ini. Ketika tersentuh oleh perasaan menyakitkan, ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria. Karena alasan apakah? Karena kaum duniawi yang tidak terlatih tidak mengetahui jalan membebaskan diri dari perasaan menyakitkan selain kenikmatan indria. Ketika ia mencari kesenangan di dalam kenikmatan indria, kecenderungan tersembunyi nafsu terhadap perasaan menyenangkan bersembunyi di balik ini. Ia tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan tiga perasaan ini. Ketika ia tidak memahami hal-hal ini, kecenderungan tersembunyi kebodohan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan bersembunyi di balik ini.

“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Jika ia merasakan perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya dengan melekat. [209] Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia merasakannya dengan melekat. Ini, para bhikkhu, disebut kaum duniawi yang tidak terlatih yang melekat pada kelahiran, penuaan, dan kematian; yang melekat pada kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan; yang melekat pada penderitaan, Aku katakan.



Wah, ini ajaran Buddha Gotama yang mengajak kita untuk lepas dari keduniawian. Kalau umat awam mempraktikkan hal ini, akan ada dilema antara idealis ajaran Sang Buddha dengan kebutuhannya* akan pemuasan indria di duniawi. ;D

Spoiler: ShowHide
Sebab hanya umat awam dan tidak ada keseriusan untuk melepaskan dukkha.


Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #27 on: 09 June 2011, 02:32:43 PM »
Bagaimana cara mengubah perasaan sedih menjadi gembira secara instant?
Disaat seseorang berada pada kondisi sedih/stress maka dalam tubuhnya akan ditemukan banyak hormon kartisol.
Dari beberapa artikel yang saya baca, semuanya menganjurkan dengan cara meditasi yang paling cepat menurunkan kadar hormon kartisol.
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #28 on: 09 June 2011, 02:34:12 PM »
Disaat seseorang berada pada kondisi sedih/stress maka dalam tubuhnya akan ditemukan banyak hormon kartisol.
Dari beberapa artikel yang saya baca, semuanya menganjurkan dengan cara meditasi yang paling cepat menurunkan kadar hormon kartisol.

Lebih tepatnya, relaksasi. Relaksasi untuk menurunkan kadar hormon kartisol. Dragging untuk melawan hormon kartisol dengan hormon endorfin. Silakan dipilih sesuai kebutuhan waktu, tempat dan kondisi.
« Last Edit: 09 June 2011, 02:36:08 PM by upasaka »

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Perasaan Bukan Aku Juga Bukan Diri-ku
« Reply #29 on: 09 June 2011, 02:52:30 PM »
Wah, ini ajaran Buddha Gotama yang mengajak kita untuk lepas dari keduniawian. Kalau umat awam mempraktikkan hal ini, akan ada dilema antara idealis ajaran Sang Buddha dengan kebutuhannya* akan pemuasan indria di duniawi. ;D

Spoiler: ShowHide
Sebab hanya umat awam dan tidak ada keseriusan untuk melepaskan dukkha.


Terlepas dari bhikkhu/ni maupun umat awam, ketika seseorang melihat bahwa “lari” adalah kesia-siaan, maka dia akan berhenti untuk mengenali penderitaan.

 

anything