//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Mora Jataka  (Read 3887 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Mora Jataka
« on: 27 December 2008, 02:26:45 AM »
"Disana dia muncul, sang raja pengelihat segala,"dst. Cerita ini disampaikan oleh Sang Bhagava di vihara Jetavana mengenai seorang Bhikkhu yang melanggar vinaya (note: penulis mencoba mengartikan 'backslide' sebagai pelanggaran vinaya, ada ide dr teman2?). Bhikkhu ini dibawa oleh yang lain ke hadapan Sang Bhagava, yang bertanya, "Apakah hal itu benar, Bhikkhu, seperti yang telah Saya dengar, bahwa kamu telah melanggar vinaya? "Ya, Bhante." "Apa yang telah kamu lihat sehingga membuat kamu melakukan demikian?" "Seorang wanita berpakaian dengan dandanan yang sangat menarik." Kemudian jawab Sang Bhagava, "Apa anehnya kalau kaum hawa mengacaukan pikiran seorang seperti kamu! Bahkan orang bijak, yang selama tujuh ratus tahun tidak melakukan kejahatan, hanya mendengar suara sejenak lalu dari seorang perempuan; bahkan yang suci menjadi tidak suci; bahkan mereka yang telah mencapai reputasi tertinggi sedemikian rupa menjadi tercela--terlebih-lebih yang tidak suci!" dan dia memceritakan sebuah kisah dari waktu lampau.



Satu ketika, ketika Brahmadatta menjadi Raja Benares, Sang Bodhisatta terlahir ke dunia ini sebagai seekor Merak. Telur yang mengandungnya memiliki cangkang sekuning tunas kuncup kanikara; dan ketika dia memecahkan cangkang, dia menjadi seekor Merak Keemasan, mulus dan indah, dengan garis merah yang indah dibawah sayapnya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dia melewati tiga jarak bukit, dan di yang keempat dia tinggal, di dataran tinggi dari sebuah bukit keemasan di Dandaka. Ketika subuh menjelang fajar, saat dia duduk diatas bukit, melihat fajar merekah di ufuk timur, dia menggubah sebuah mantera suci untuk menjaga dirinya selamat di tempat dia mencari makan, mantera dimulai "Di sana dia muncul":--

"Di sana dia muncul, sang raja pengelihat segala,
Dia yang menerangi semua dengan cahaya keemasannya.
Pada mu ku menghormat, wahai makhluk yang agung,
Menerangi semua dengan pancaran terang,
Jaga diriku aman senantiasa, doaku,
Tuk hari yang kan melaluiku.

Menghormati matahari dengan cara bijaksana ini dengan ayat yang dilantunkan ini, dia mengulang yang lain dalam menghormati para Buddha yang telah mangkat, dan semua kebaikan mereka:

"Semua para suci, yang berbudi, bijak dalam pengetahuan,
Beginilah ku memberi hormat, atas bantuannya ku memohon:
Segenap hormat pada yang suci, hormat ada pada kebijaksanaan,
Pada kebebasan, dan pada semua yang terbebaskan."

Mengucapkan mantera ini untuk menjaga dirinya dari marabahaya, sang Merak pergi mencari makan.

Jadi setelah terbang hampir seharian, dia pulang kembali dan duduk di puncak bukit untuk melihat matahari tenggelam; lalu saat dia bermeditasi, dia mengucapkan kata-kata lain untuk menjaga dirinya dan menjauhkan malapetaka, yang ini dimulai dari "Di sana dia terbenam":--

"Di sana dia terbenam, sang raja penglihat segala,
Dia yang menerangi semua dengan cahaya keemasannya.
Padamu ku menghormat, wahai makhluk yang agung,
Menerangi semua dengan pancaran terang,
Melewati malam, seperti kala lewati hariku,
Jaga diriku aman, doaku.

Semua para suci, yang berbudi, bijak dalam pengetahuan,
Beginilah ku memberi hormat, atas bantuannya ku memohon:
Segenap hormat pada yang suci, hormat ada pada kebijaksanaan,
Pada kebebasan, dan pada semua yang terbebaskan."

Setelah mengucapkan doa ini untuk menjauhkan dirinya dari malapetaka, sang Merak pun tertidur.

Sementara ada orang kejam yang tinggal di sebuah desa tertentu yang ditinggali para pemburu liar, dekat Benares. Berkelana di sekitar antara bebukitan Himalaya dia memperhatikan bahwa Sang Bodhisatta bertengger di atas bukit emas Di Dandaka, dan menceritakannya pada puteranya.

Hingga pada suatu hari satu dari para istri Raja Benares, Khema namanya, melihat dalam mimpi seekor merak keemasan mencengkeram sebuah naskah suci. Hal ini kemudian dia beritahukan pada sang raja, mengatakan bahwa dia sangat ingin mendengarkan khotbah dari sang merak emas. Raja menanyakan para pembesarnya mengenai hal itu; dan para pembesar mengatakan, "Para pendeta pasti akan mengetahui." Para pendeta mengatakan: "Ya, ada seekor merak berwarna keemasan." Ketika ditanya, di mana? mereka menjawab, "Para pemburu pastilah tahu." Sang raja memanggil para pemburu berkumpul bersama dan menanyai mereka. Kemudian pemburu ini menjawab, "O Tuanku Raja, ada sebuah bukit keemasan di Dandaka; dan di sana seekor merak keemasan hidup." "Maka bawalah dia ke sini--jangan membunuh, hanya menangkapnya hidup-hidup."

Pemburu tersebut meletakkan perangkap di tanah merak mencari makan. Tetapi bahkan ketika sang merak menginjaknya, perangkap itu tidak menutup. Hal ini terus dicoba oleh si pemburu selama tujuh tahjun, tetapi dia tetap tidak dapat menangkapnya; dan lalu dia meninggal. Dan Ratu Khema juga mangkat tanpa dapat menggenapi keinginannya.

Raja murka karena Ratunya meninggal hanya karena seekor merak. Dia memerintahkan sebuah prasasti dibuat di atas lempengan emas tentang hal: "Di antara pegunungan Himalaya ada sebuah bukit keemasan di Dandaka. Di sana hidup seekor merak keemasan; dan siapa yang memakan dagingnya menjadi awet muda dan abadi selalu." Ini dia masukkan dalam peti.

Setelah kemangkatannya, raja berikutnya membaca prasasti ini: dan berpikirlah dia, "Aku akan menjadi awet muda dan abadi;" sehingga dia mengirim pemburu yang lain. Dan seperti yang pertama, pemburu ini gagal menangkap sang merak, dan meninggal dalam usahanya. Dalam cara yang sama kerajaan diperintah oleh enam raja pengganti.

Kemudian raja ketujuh naik tahta, yang juga mengirimkan seorang pemburu. Si pemburu mengamati bahwa ketika sang Merak Emas menginjak perangkap, perangkap itu tidak menutup, dan juga bahwa dia melafalkan mantera sebelum berangkat mencari makan. Lalu pergilah dia ke perbatasan, menangkap seekor merak betina, yang dia latih untuk menari ketika dia menepukkan tangannya, dan pada jentikan jari untuk mengeluarkan suaranya. Lalu, membawanya bersama dia, dia memasang perangkap, membetulkan posisinya di tanah, pagi-pagi sekali, sebelum sang merak melafalkan manteranya. Lalu dia membuat seekor merak betina mengeluarkan suaranya. Suara yang tak biasa ini-nada suara betina-membangkitkan keinginan dalam dada sang merak: meninggalkan manteranya yang belum selesai terlafalkan, dia datang mendekatinya; dan terperangkap dalam jaring. Lalu si pemburu menangkap dan membawanya ke hadapan Raja Benares.

Sang raja bergembira melihat keindahan sang merak; dan memerintahkan sebuah tempat disediakan untuknya. Duduk di atas kursi yang diajukan, sang Bodhisatta bertanya, "Mengapa kamu menangkapku, O raja?"

"Karena mereka mengatakan semua yang menyantapmu menjadi abadi dan awet muda selalu. Jadi aku ingin mendapatkan kemudaan abadi dan keabadian dengan memakanmu," kata sang raja.

"Begitukah--terkabulkan semua yang memakanku menjadi abadi dan awet muda selalu. Tetapi itu berarti bahwa aku terpaksa harus mati!"

"Tentu saja," kata sang raja.

"Baiklah--dan jika saya mati, bagaimana dagingku dapat memberikan keabadian pada mereka yang memakannya?"

"Warnamu keemasan, karena itu (seperti yang dikatakan) mereka yang memakan dagingmu menjadi muda dan hidup selama-lamanya."

"Raja," jawab sang burung, "ada sebuah alasan yang sangat bagus untuk warna keemasanku. Di waktu yang lalu, saya menjalankan sebuah kerajaan yang memimpin atas dunia, bertahta tepat di kota ini; saya menjalankan Lima Sila, dan membuat semua orang di dunia melakukan hal yang sama. Karena itu saya terlahir kembali setelah meninggal di Alam surga tiga-puluh-tiga dewa (ed. Tavatimsa Bhumi); di sana aku hidup hingga batas usiaku, tetapi dikelahiran berikutnya saya menjadi seekor merak sebagai konsekuensi beberapa akibat perbuatan buruk; bagaimanapun, saya menjadi keemasan karena dulu saya pernah memegang teguh sila."

"Apa? Luar biasa! Kamu seorang penguasa kerajaan, yang menjaga Sila! Terlahir berwarna-emas sebagai buahnya! Sebuah contoh, ku mohon!"

"Aku punya satu kalau begitu, Baginda."

"Apakah itu?"

"Baiklah, Baginda, ketika saya dulunya raja, saya biasa bepergian melalui udara dalam sebuah kendaraan berhias permata, yang sekarang terkubur dalam tanah dibawah air danau kerajaan. Galilah dia dari bawah danau, dan itu akan menjadi buktiku."

Raja menyetujui rencana itu; dia memerintahkan danau dikeringkan, dan menggali keluar sebuah kendaraan, dan mempercayai sang Bodhisatta. Lalu sang Bodhisatta menambahkan padanya berikut ini:

"Baginda, terkecuali Nirvana, yang abadi, semua hal yang lain, tersusun dalam hakikatnya, adalah tanpa inti, fana, dan merupakan subjek terhadap kelahiran dan kematian." Berkhotbah dalam topik ini dia membuat sang raja menjaga sila. Damai menyelimuti hati sang raja; dia menganugerahi kerajaannya pada sang Bodhisatta, dan menunjukkannya rasa hormat terbesar. Sang Bodhisatta mengembalikan pemberian; dan setelah tinggal selama beberapa hari, dia terbang ke udara, dan terbang kembali ke bukit emas di Dandaka, dengan sebuah kata nasehat perpisahan--"O Raja, berhati-hatilah!" Dan sang raja setelah berpisah menaati nasihat sang Bodhisatta; dan memberikan dana dan melakukan kebajikan, setelahnya, mangkat dan terlahir sesuai perbuatannya.



Khotbah ini berakhir, dan Sang Bhagava membabarkan Dhamma, dan mengungkapkan kelahiran tersebut:--kini setelah khotbah Bhikkhu yang berniat mengundurkan diri mencapai kesucian:--"Ananda dulunya sang raja itu, dan saya sendiri adalah sang burung merak emas."

Mohon editannya yg pas pada para mod&glomod.. cmiiw

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Mora Jataka
« Reply #1 on: 27 December 2008, 11:25:19 AM »
seekor merak sudah bisa menjelaskan anatta ? :-?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Mora Jataka
« Reply #2 on: 27 December 2008, 11:31:55 AM »
Menjelaskan belum tentu sudah ehipassiko loh.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Mora Jataka
« Reply #3 on: 27 December 2008, 11:47:51 AM »
tapi tu merak tau darimana? dari ehipassiko atau dari samma sambuddha yg waktu itu ada?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Mora Jataka
« Reply #4 on: 27 December 2008, 07:42:57 PM »
[at] topi miring
wah.. itu harus ditanyakan ke yang bersangkutan <merak> langsung.. hehehe..

tapi kalo dari opini pribadi, tanpa harus berspekulasi dan beralasan terlalu jauh..
Mungkin saja, dari ingatan kelahiran2 terdahulu. Seperti merak yg bisa mengingat kehidupan lampau dia sebagai seorang Cakkavati (Raja Diraja).
seperti bro hatred bisa mengingat yg pernah dijelasin di pelajaran skula, dan mengulang, meski bro sendiri tidak memahami secara benar2 selain hanya keyakinan bahwa itu benar. <note: keyakinan yang masih tecampur okappana saddha. bukan saddha sejati> :)

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Mora Jataka
« Reply #5 on: 26 January 2009, 10:43:02 AM »
xungokongggg anumodana atas ceritanyaa yaaaaa _/\_ ;D ;D ;D
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Mora Jataka
« Reply #6 on: 26 January 2009, 11:05:43 AM »
IMO, tidak hanya wujud manusia yg dapat mengalami anatta,
wujud manusia (fisik) ini hanyalah salah satu kondisi kita :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: Mora Jataka
« Reply #7 on: 16 April 2009, 11:00:47 AM »
nice post..
jadi terinspirasi menjaga sila..

thanks.

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Mora Jataka
« Reply #8 on: 16 April 2009, 12:53:31 PM »
jagalah sila baik2, maka sila akan menjaga kita dari hal2 yang tidak baik.
sila adalah akar dari dharma.
 _/\_


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]