oke. memang masih kontroversi, tetapi lebih banyak yang menyuarakan bahwa yang pali yang asli. jarang saya mendengar yang sebaliknya. bukan begitu?
Tapi logika berpikir saya terbalik. Sebagai seorang pangeran pasti mengunakan bahasa sansekerta. apalagi sebagian besar biku awal adalah keluarga kerajaan, para brahmana, dll. yang semuanya menggunakan bahasa sansekerta.
Sejujurnya saya pribadi bilang yang Pali lebih asli karena di situ tidak ada pengkotakan sekte sebagaimana ditulis di sanskrit (yang ada "sekte" Mahayana & Hinayana), bukan karena bahasanya. Terserah kalau ada yang berpendapat lain, itu sah saja.
Bukan bermaksud setengah-setengah. Kita sendiri menjalankan 5 sila, katakanlah melatih diri untuk menghindari pembunuhan, kita tahu kalau kita mandi pasti membunuh, kita makan pasti ada pembunuhan. Tapi kita tetap makan, tetap mandi, dll. Ini bukan karena kita setengah2 kan dalam menjalankan sila? .
Saya tidak tahu kalau kita mandi atau makan ada membunuh. Coba cari tahu dulu membunuh definisi Buddhisme sebelum menyimpulkan sendiri.
Tergantung kebijaksanaan masing-masing individu.
Jadi maksudnya vinaya ditentukan per individu, untuk individu yang cocok boleh ikut, kalau tidak cocok tidak usah ikut. Begitukah?
Tidak demikian jalan pikirannya. Semua tindakan bisa dilakukan dengan sadar dan kurang sadar.
Di awal anda katakan mengikuti jalan Buddha bukanlah untuk menyiksa diri ataupun mengikuti aturan yang menekan. Sekarang kok beralih ke "dilakukan dengan sadar atau tidak"? Jadi yang mana nih? Saya tidak suka yang berbelit-belit jawabnya.
Apakah kalau dilakukan secara sadar, boleh seorang bhikkhu memuaskan segala macam nafsu indriah?
Tapi pelanggaran mungkin sekali terjadi.
Untuk tindakan pelanggaran yang sifatnya berat, sangsinya juga sudah jelas, dan mereka sudah tahu.
Untuk yang ringan2, perlu dilihat konteksnya. bunyi winaya nya seperti apa?
contoh ; tidak boleh menyentuh wanita (dengan nafsu birahi).
Kadang yang () suka dihilangkan.
makanya ada cerita zen, soal biku yang menyeberangkan wanita di sungai.
1. Jadi anda tahu ketika bhikkhu menyentuh wanita apakah bhikkhu itu penuh nafsu atau tidak?
2. Apakah kepentingan seorang bhikkhu pegang-pegang wanita?
Jadi seandainya, masalah senar yang terlalu kencang atau kendur itu diutarakan dalam nyanyian yang kurang baik atau fals, misalnya, bodhisatta tidak akan mencapai pencerahan?
itu pendapat anda, saya tidak mengatakan hal itu. Saya cuma menjelaskan bahwa itu semua adalah satu kesatuan, yang karena perpaduan unsur2 itu menyebabkan kesadaran pertapa sidharta bangkit.
Anda tidak bisa bedakan yang mana pendapat dan yang mana pertanyaan?
Mungkin juga keempukan tempat duduk, keindahan model mangkuk Sujata, atau bahkan kecantikan Sujata sendiri adalah bagian dari kesatuan unsur yang mencerahkan bodhisatta. Kalau tempat duduknya beda jenis rumput, mangkuk nasi susunya retak-retak, dan Sujatanya berjerawat, bodhisatta tidak akan mencapai pencerahan.
Kira-kira saya mulai mengerti pikiran anda.
Buddha mengajarkan untuk yang masih belum mencapai penembusan.
Tapi beliau sendiri sudah melampaui itu.
Contohnya : Angulimala, Pelacur (lupa-mungkin ambapali), dll
Beliau melihat mereka dengan kacamata kebijaksanaan, sehingga semuanya terselamatkan dan mencapai penembusan sejati.
Coba pilih yang kira-kira sesuai dengan bayangan anda waktu Buddha mengajar Angulimala:
a. "Aku telah lama berhenti berbuat jahat, Angulimala. Kau berhentilah berbuat jahat!"
b. "Aku telah lama tidak lagi membedakan mana yang baik dan yang jahat, Angulimala. Kau berhentilah membedakan mana yang baik dan mana yang jahat!"