wah, ngak bisa berkata apa2 lagi sama mereka... semoga mereka dimaafkan.... :'(
setuju nih tampaknya, atau bisa juga rasa tidak toleran karena iri dan dengki?
(http://3.bp.blogspot.com/_3XQnJDm1RFI/TAQV3XH_oXI/AAAAAAAAAr8/t_YD9eM-qls/s1600/berhala3.jpg)
Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_kayaknya d turunkan lebih bagus dari pada d atas puncak vihara kehalangan matahrinya :)
^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
soal toleransi itu harus dari kedua belah pihak tidak ada gunanya jika hanya dari satu pihak saja^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
Sekali lagi, apabila benar seperti itu, berarti masalahnya bukan pada penurunan tetapi pada pemasangan.
Soal toleransi....... cobalah anda menempatkan diri sebagai seorang muslim yg merupakan mayoritas. Siapakah yang tidak bertoleransi terlebih dahulu, patung manusia adalah sebuah hal yang haram bagi Muslim, musyirik.
Bagi kita patung tersebut adalah simbol Buddha, bagi Muslim itu adalah hal yang haram, berhala.
Apabila pihak Vihara lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal2 seperti ini tidak akan terjadi.
kalau soal menempatkan harusnya anda tahu khan bagi Muslim Buddha itu tidak lebih penyembah patung dan "kalau bisa" tidak boleh ada di indonesia, apakah anda mau menuruti?^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
Sekali lagi, apabila benar seperti itu, berarti masalahnya bukan pada penurunan tetapi pada pemasangan.
Soal toleransi....... cobalah anda menempatkan diri sebagai seorang muslim yg merupakan mayoritas. Siapakah yang tidak bertoleransi terlebih dahulu, patung manusia adalah sebuah hal yang haram bagi Muslim, musyirik.
Bagi kita patung tersebut adalah simbol Buddha, bagi Muslim itu adalah hal yang haram, berhala.
Apabila pihak Vihara lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal2 seperti ini tidak akan terjadi.
Apabila di pandang dari sudut mayoritas dan minoritas itu namanya memonopoli daerah tsb, bukan sikap toleransi antar umat. Sebaiknya masing2x saling menghargai...wah klo alasannya kayak gini si pemikiran orang yang cetek d. n ga ngerti toleransi juga n memaksakan kehendak.
kemudian coba baca alasan dari pihak I yang memprotes patung Buddha... Alasannya adalah karna khawatir image melayu di tanjung balai hilang karna patung Buddha lebih populer ?! Alasan yang aneh... Kalau alasan karna menganggu masyarakat karna lingkungan jd rusak atau hal2x yang dapat menganggu kehidupan rakyat sekitar... Itu masih bisa di pertimbangkan..
kalau soal menempatkan harusnya anda tahu khan bagi Muslim Buddha itu tidak lebih penyembah patung dan "kalau bisa" tidak boleh ada di indonesia, apakah anda mau menuruti?^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
Sekali lagi, apabila benar seperti itu, berarti masalahnya bukan pada penurunan tetapi pada pemasangan.
Soal toleransi....... cobalah anda menempatkan diri sebagai seorang muslim yg merupakan mayoritas. Siapakah yang tidak bertoleransi terlebih dahulu, patung manusia adalah sebuah hal yang haram bagi Muslim, musyirik.
Bagi kita patung tersebut adalah simbol Buddha, bagi Muslim itu adalah hal yang haram, berhala.
Apabila pihak Vihara lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal2 seperti ini tidak akan terjadi.
yg saya tau di daerah yg minoritas muslim bahkan tidak membunyikan TOA pada saat subuh.kalau soal menempatkan harusnya anda tahu khan bagi Muslim Buddha itu tidak lebih penyembah patung dan "kalau bisa" tidak boleh ada di indonesia, apakah anda mau menuruti?^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
Sekali lagi, apabila benar seperti itu, berarti masalahnya bukan pada penurunan tetapi pada pemasangan.
Soal toleransi....... cobalah anda menempatkan diri sebagai seorang muslim yg merupakan mayoritas. Siapakah yang tidak bertoleransi terlebih dahulu, patung manusia adalah sebuah hal yang haram bagi Muslim, musyirik.
Bagi kita patung tersebut adalah simbol Buddha, bagi Muslim itu adalah hal yang haram, berhala.
Apabila pihak Vihara lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal2 seperti ini tidak akan terjadi.
Mereka hanya minta diturunkan bukan dihancurkan, bakar, usir.......susah banget sih?
Mayoritas dan minoritas adalah fakta, kenyataan, kebetulan mayoritas di sini adalah Muslim, jadi harus sensitif dan bijaklah.
Di negara lain yang muslim adalah minoritas, apakah cocok atau bisa mengumandangkan azan dengan volume super besar?
kalau pemikiran seperti anda, seharusnya FPI Dikirim buat membubarkan Buddha bar =))
sebenarnya kalau umat muslim menginginkan semua vihara di tutup mendingan di ikuti atau jangan? dan sebaiknya si pemerintah jangan kasih izin pembangunan2 rumah ibadah selain mesjid karena semua vihara itu penyembah berhala, dan juga kelenteng2 juga ditutup juga sekalian =))
yang saya bicarakan itu kalau semua harus di turuti dimana adanya kebebasan beragama, berekspresi?kalau pemikiran seperti anda, seharusnya FPI Dikirim buat membubarkan Buddha bar =))
sebenarnya kalau umat muslim menginginkan semua vihara di tutup mendingan di ikuti atau jangan? dan sebaiknya si pemerintah jangan kasih izin pembangunan2 rumah ibadah selain mesjid karena semua vihara itu penyembah berhala, dan juga kelenteng2 juga ditutup juga sekalian =))
Yang dibicarakan adalah penurunan rupang, bukan penutupan vihara dan bar.
ide dari aa, aa kan bukan tokoh agama, aa juga bukan agama... jadi boleh kah aa pasang patung aa pengganti patung buddha... seru jg kali kalo ada patung aa bergaya sincan diatas bagunan... pahlawan bertopeng he..he..he..mkanya indonesia susah maju ormasnya bukan memajukan bangsa malah memecah bangsa terus bikin masalah :)) apa artinya klo buat ormas cmn buat gt
abis repot banget mau ngurusi hal yg ga perlu di urus, apakah di indonesia ormas2 gtu udah ga ga kerjaan lg, jd cari2 kerjaan ?? capek deh...
info yg gw dengar bhw tuntutan ormas tsb. didasarkan krn posisi rupang buddha tsb melampaui ketinggian rumah ibadah-rumah ibadah ormas tsb. yg menurut mrk itu merusak aqidah agama mrk..kalau bgt apa bleh buat, :hammer:
posisi vihara tri ratna ini berada dekat dengan laut.. kalau pun mau dilarang, mestinya dari awal pemda tata kota sdh tidak memberi ijin.. gak mungkin gak pake ijin lgs main bangun aja..
mengalah untuk menang ?mengalah untk menyelesaikan apa yg dimasalahkan.
[at] Wolvie
Untuk gambar2 patung yg ada di halaman ini, untuk monas.. Emangnya ada orang yg nyembah ya? Baru tau aye.. :|
yg saya tau di daerah yg minoritas muslim bahkan tidak membunyikan TOA pada saat subuh.kalau soal menempatkan harusnya anda tahu khan bagi Muslim Buddha itu tidak lebih penyembah patung dan "kalau bisa" tidak boleh ada di indonesia, apakah anda mau menuruti?^ apakah bro hendrako sudah pernah berkunjung ke tanjung balai ?! Mungkin rekan2x dari medan bs memberi gambaran kondisi disana...Saya belum pernah ke tanjung balai, oleh karena itulah saya menggunakan kata "BILA".
Jika demikian main menurunkan saja, dimana letak dasar pancasila untuk saling toleransi antar umat beragama?! Baru saja kemarin indonesia merayakan hari lahir pancasila.
Daerah yang mayoritas muslim tentu saja di seluruh provinsi.. Islam mengklaim memiliki 85 persen penganut di indonesia. Jadi apakah semua patung buddha di turunkan saja ?! Bagaimana ....
Bagi saya pribadi peletakan rupang sebesar itu dengan bangunan berketinggian segitu, apalagi bila disekitar vihara adalah mayoritas bangunan rendah serta di daerah yang mayoritas muslim adalah:
Vulgar, eksibisionis , dan tidak sensitif. :|
Saya setuju dengan :Mereka kan cuma minta di turunkan Rupangnya.. ya sudah kita taruh di bawah saja.. _/\_
Diturunkan ajah................
Sekali lagi, apabila benar seperti itu, berarti masalahnya bukan pada penurunan tetapi pada pemasangan.
Soal toleransi....... cobalah anda menempatkan diri sebagai seorang muslim yg merupakan mayoritas. Siapakah yang tidak bertoleransi terlebih dahulu, patung manusia adalah sebuah hal yang haram bagi Muslim, musyirik.
Bagi kita patung tersebut adalah simbol Buddha, bagi Muslim itu adalah hal yang haram, berhala.
Apabila pihak Vihara lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal2 seperti ini tidak akan terjadi.
Mereka hanya minta diturunkan bukan dihancurkan, bakar, usir.......susah banget sih?
Mayoritas dan minoritas adalah fakta, kenyataan, kebetulan mayoritas di sini adalah Muslim, jadi harus sensitif dan bijaklah.
Di negara lain yang muslim adalah minoritas, apakah cocok atau bisa mengumandangkan azan dengan volume super besar?
toleransi terjadi kalau kedua belah pihak saling mengerti...kalau 1 saja tidak bakalan ada...sama tepukan bisa berbunyi kalau ada 2 telapak tangan. 1 telapak tangan mah pukul kemana?
Inilah jawabannya :
Musuh terbesar agama islam bukan kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran. Tetapi musuh terbesar agama islam adalah agama lain.
kalau pemikiran seperti anda, seharusnya FPI Dikirim buat membubarkan Buddha bar =))
sebenarnya kalau umat muslim menginginkan semua vihara di tutup mendingan di ikuti atau jangan? dan sebaiknya si pemerintah jangan kasih izin pembangunan2 rumah ibadah selain mesjid karena semua vihara itu penyembah berhala, dan juga kelenteng2 juga ditutup juga sekalian =))
Kita lihat di Negara Malaysia gak pernah ada kejadian seperti ini..uhuhuhu.... rumput tetangga keliatan lebih segar, hijau, wangi...
padahal di Malaysia juga banyak Vihara dengan patung yang lebih gede dari itu..
Ach islam emang begitu...
Dasar islam...
aku ga terlalu suka dengan islam dari dulu..
masa si islam punya 2 kitab...
gila dah..!!!
kalo mau bales dendam gampang....kita bikin ka'bah2an pake lilin ato pasir,trus kita hancurkan n ijek2 ;Dga boleh LIM
Wah politik g ga berani ngomong deh...tau ndiri pariahana :)
Sebaiknya umat Buddha tdk terprovokasi. Jika tdk ada salah satu pihak yg mengalah,maka bs kacau. Saya rasa "mengalah utk perdamaian" adl tindakan yg benar,apalagi kita minoritas.
Ambil saja pelajaran berharga dr peristiwa ini: sebaiknya umat Buddha tdk mendirikan patung Buddha atau sejenis terutama yg berukuran besar di tempat terbuka. Lebih baik membuat rupang yg lebih kecil & diletakkan di dlm ruangan,kelebihan uangnya kan bs didanakan utk mrk yg membutuhkan. Krn tdk semua org bs menerima adanya objek penghormatan agama lain di tempat terbuka apalagi dg ukuran besar.
Sebaiknya umat Buddha tdk terprovokasi. Jika tdk ada salah satu pihak yg mengalah,maka bs kacau. Saya rasa "mengalah utk perdamaian" adl tindakan yg benar,apalagi kita minoritas.
Ambil saja pelajaran berharga dr peristiwa ini: sebaiknya umat Buddha tdk mendirikan patung Buddha atau sejenis terutama yg berukuran besar di tempat terbuka. Lebih baik membuat rupang yg lebih kecil & diletakkan di dlm ruangan,kelebihan uangnya kan bs didanakan utk mrk yg membutuhkan. Krn tdk semua org bs menerima adanya objek penghormatan agama lain di tempat terbuka apalagi dg ukuran besar.
untung yg ini gk diributkan yah.. ;D
(http://1.1.1.5/bmi/3.bp.blogspot.com/_xqV6r3JlsBM/RfrhbfjpFrI/AAAAAAAAAA0/dqSqIFE3Iqw/s400/110107_visual5.jpg)
(http://taradigadingdangdong.files.wordpress.com/2008/07/maitreya.jpg?w=460&h=345)
Berikut ini saya kirimkan dokumen tentang "kesepakatan" untuk menurunkan patung Buddha di Vihara Tri Ratna T. Balai. Konon, kepala pengurus Vihara Tri Ratna menandatangani surat tersebut dengan terpaksa di bawah tekanan dan akhirnya mengalami stress hingga meninggal! Entah benar atau tidak berita tersebut, namun tekanan yang harus dihadapi oleh umat Buddha di T. Balai sangat berat.
(http://i56.tinypic.com/715wjq.jpg)
(http://i51.tinypic.com/2hcqm1c.jpg)
(http://i52.tinypic.com/sn175h.jpg)
(http://i51.tinypic.com/1euo2v.jpg)
kalo udah ditandatangani mah udah susahh...cara buktiin di bawah tekanan jg kgk tau...mending win-win solution aja: turunin aja, jadiin rupang di dalam..skdr info: massa GIB itu banyak loh...sdgkan umat budha di Tjg Balai sebagian besar jg gak peduli (sabodoh amet mau diturunin atau nggak)..yah mau gmn lagi?
wah..susah jg seh...
kalo menurut gw.. misalnya umat buddha di T.Balai menang kasus ini..apakah oknum GIB tdk akan menimbulkan konflik yang lbh jauh lg?
wah..susah jg seh...
kalo menurut gw.. misalnya umat buddha di T.Balai menang kasus ini..apakah oknum GIB tdk akan menimbulkan konflik yang lbh jauh lg?
Kalah pun tetap akan ada saja masalah baru. Misalnya lambat laun akan berkembang menjadi pemerasan uang. Selalu ada cara untuk mencari-cari kesalahan. Tapi kalau menang, mungkin secara posisi lebih baik. GIB akan mikir dua kali untuk cari gara2 lagi.
susah sekali bro...tingkat kepedulian umat buddha di T.Balai itu masih sangat rendah sekali...masa yang berjuang demi pendirian patung cuman SEGELINTIR (baca: beberapa) umat buddha? mana bisa menang kl gt..pemerintah mah pasti mau nyari aman aja..ingat bro, mayoritas selalu menang di indo..
susah sekali bro...tingkat kepedulian umat buddha di T.Balai itu masih sangat rendah sekali...masa yang berjuang demi pendirian patung cuman SEGELINTIR (baca: beberapa) umat buddha? mana bisa menang kl gt..pemerintah mah pasti mau nyari aman aja..ingat bro, mayoritas selalu menang di indo..
Manfaatkan dukungan dari luar. Kalau Umat Buddhanya loyo, Cari otot lain: LSM misalnya. Coba kontak The Wahid Institute, Setara Institute, Imparsial, KontraS, HRWG (Human Right Watch Group) dan Komnas HAM. Di tingkat Internasional coba kontak Amnesty International. Ajak jaringan dari luar, buat dukungan, kemudian beri desakan langsung ke aparat-aparat yang berwenang. Bahkan kalau perlu persuasi presiden.
ngomongnya seh enak sekali..coba liat kasus buddha bar?? yang notabene petinggi2 dr berbagai ormas buddhist telah turun langsung..malah kalo boleh dibilang umat buddhanya jago2 loh...tapi apa hasilnya? kasusnya masih mengambang..apalagi kasusnya yang notabene "patung"..
Supaya tidak lupa, seruan ini saya ulang2 terus:
Mhon berikan tekanan kpd Walikota Tanjung Balai SUMUT agar mencabut Surat Keputusan ttg Penurunan Patung Budha di Vihara Tanjung.Balai,Sumut. Penurunan tsb rencananya akn dilaksanakan 9 Nov 2010 dgn alasan menjaga nuansa Islami di kota tsb. Tekanan bisa diberikan melalui sms ke no.hp: 081375930004 (Sutrisno Hadi / Walikota T.Balai) dan ke no.hp: 085275540709 (Surya Dharma / Pjs.Ketua DPRD T.Balai).
btw bro uda sms belum buat beri tekanan? ;D
btw bro uda sms belum buat beri tekanan? ;D
Dari kemarin sudah :)
isinya:
"Kami menolak rencana penurunan Patung Buddha dari Vihara Tri Ratna, Tanjung Balai dg alasan menjaga nuansa Islam d kota Tg Balai. Mohon hargai minoritas dan jaga kerukunan antar-umat beragama."
apakah bro sobat tinggal di tjg balai? kok sepertinya gencar gt ya? ;D
Supaya tidak lupa, seruan ini saya ulang2 terus:bisa2 mereka ganti no hp
Mhon berikan tekanan kpd Walikota Tanjung Balai SUMUT agar mencabut Surat Keputusan ttg Penurunan Patung Budha di Vihara Tanjung.Balai,Sumut. Penurunan tsb rencananya akn dilaksanakan 9 Nov 2010 dgn alasan menjaga nuansa Islami di kota tsb. Tekanan bisa diberikan melalui sms ke no.hp: 081375930004 (Sutrisno Hadi / Walikota T.Balai) dan ke no.hp: 085275540709 (Surya Dharma / Pjs.Ketua DPRD T.Balai).
Supaya tidak lupa, seruan ini saya ulang2 terus:bisa2 mereka ganti no hp
Mhon berikan tekanan kpd Walikota Tanjung Balai SUMUT agar mencabut Surat Keputusan ttg Penurunan Patung Budha di Vihara Tanjung.Balai,Sumut. Penurunan tsb rencananya akn dilaksanakan 9 Nov 2010 dgn alasan menjaga nuansa Islami di kota tsb. Tekanan bisa diberikan melalui sms ke no.hp: 081375930004 (Sutrisno Hadi / Walikota T.Balai) dan ke no.hp: 085275540709 (Surya Dharma / Pjs.Ketua DPRD T.Balai).
jika digencar terus apakah tidak apa apa bagi saudara2 kita yang di T Balai ?
mengingat oknum2 tersebut terkenal dengan kebingrasan mereka yang anarkis
sejauh yg aku tau..pejabat2 gitu punya no hp beberapa, satunya..klo sudah kek gini..hpnya dia biarin nyala...tp ga di gubris isisnya (di cuekin), mereka pake hp laen no laen...
sejauh yg aku tau..pejabat2 gitu punya no hp beberapa, satunya..klo sudah kek gini..hpnya dia biarin nyala...tp ga di gubris isisnya (di cuekin), mereka pake hp laen no laen...
Kalau gitu, biarin saja. Sebenarnya yang terpenting korban harus ikut bersuara. Sayangnya orang Tionghoa di T. Balai, setahu saya, selalu takut terjadi kerusuhan. Hal demikian yang menghambat mereka untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri.
Korban sendiri, dalam hal ini adalah pengurus vihara dan umat Buddha di T. Balai, juga yang harus datang ke Komnas HAM, KontraS, dll untuk melapor.
MONDAY, 31 MAY 2010 19:16
FPI protes pembangunan patung Dewi Kwan Im
Warta
WASPADA ONLINE
MEDAN - Sekitar seribu massa Front Pembela Islam (FPI) Kota Tanjung Balai berunjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanjung Balai, tadi sore memprotes pembangunan patung Dewi Kwan Im di Pantai Amor yang berada di daerah itu.
Muhammad Effendi, warga kota Tanjung Balai, malam ini mengatakan, FPI dan masyarakat Tanjung Balai melakukan protes terhadap pembangunan patung itu karena menyalahi aturan dan dibangun di lokasi milik pemerintah.
Ia menjelaskan, lokasi wisata Pantai Amor itu dibangun atas kesepakatan Pemko Tanjung Balai dengan pengusaha di daerah itu dengan cara mereklamasi pantai yang berada di kelurahan Indra Sakti, kecamatan Tanjung Balai Selatan.
Setelah lokasi wisata itu dioperasionalkan, beberapa tokoh Tionghoa mendirikan Klenteng Tri Ratna di pinggiran pantai yang dimaksudkan sebagai balai pengobatan.
Karena bertujuan untuk kepentingan sosial, masyarakat Tanjung Balai tidak mempermasalahkan keberadaan klenteng itu, termasuk ketika diresmikan Wakil Wali Kota Tanjung Balai Thamrin Munthe.
Namun tanpa diketahui masyarakat, pengelola klenteng itu mendirikan patung Dewi Kwan Im berukuran besar dan menjadikan bangunan tersebut sebagai rumah ibadah.
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) juga telah turun tangan dan menanyakan izin pembangunan patung dan pengalihan balai pengobatan itu menjadi tempat ibadah.
Namun berbagai elemen masyarakat di Tanjung Balai itu tidak mendapatkan penjelasan resmi mengenai pembangunan patung dan pengalihan balai pengobatan tersebut. "Karena itulah, masyarakat dan FPI Tanjung Balai berunjuk rasa," katanya.
Ketua FPI Kota Tanjung Balai Surya Abdi Lubis yang dihubungi mengatakan, pihaknya berunjuk rasa di gedung DPRD untuk mempertanyakan izin pembuatan patung itu dan pemanfaatan tanah negara tersebut.
Selain itu, pihaknya juga ingin mempertanyakan izin berbagai bangunan yang berdiri lokasi wisata yang merupakan aset Pemko Tanjung Balai tersebut. "Katanya hanya mendirikan bangunan penunjang pariwista dan toko saja, tapi nyatanya yang didirikan perumahan," katanya.
Namun seribu massa FPI itu tidak berhasil bertemu dengan walikota Tanjung Balai Sutrisno Hadi dan ketua DPRD ,Eka Hadi Sucipto.
Awalnya, massa FPI itu bermaksud untuk melanjutkan aksi tapi mencurigai adanya kelompok tertentu yang ingin menggembosi unjuk rasa tersebut. "Kamis (3/6) depan, kami akan datang lagi menjumpai walikota," kata dia.
Editor: NORA DELIYANA LUMBANGAOL
(dat04/ann)
kenapa gak bro sobat gak kirim ke detik.com atau kompas aja sekaligus ke forum kaskus?
di sana justru tulisan bro bisa mendapat perhatian lbh byk org...ga tertutup kemungkinan byk org penting yang membaca..kalo di sini mah sepertinya ga bakal ada perkembangan..hehehe
ohh...klo stupa mungkin malah aman ya..., krn mirip kubahnya masjid... ^-^
Selama ini saya heran, banyak teman-teman non-Buddhis yang ikut memperjuangkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan untuk Umat Buddha di Tanjung Balai. Tapi anehnya sebagian besar Umat Buddha sendiri malah hanya berpangku tangan. Mengapa demikian?
[at] hendrako:
Dalam hal ini kita bukan memaksa umat lain untuk toleran terhadap Umat Buddha, namun jadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran dan batu ujian untuk bangsa ini: sejauh manakah mereka bisa menghargai keberadaan minoritas? Bukan saja umat Buddha, tapi juga untuk umat agama minoritas lainya yang selama ini menjadi korban. Ini terkait dengan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Selama ini saya heran, banyak teman-teman non-Buddhis yang ikut memperjuangkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan untuk Umat Buddha di Tanjung Balai. Tapi anehnya sebagian besar Umat Buddha sendiri malah hanya berpangku tangan. Mengapa demikian?
Keberadaan umat dan Vihara agama Buddha di Tanjung Balai sudah menunjukkan kebebasan beragama. Yang jadi masalah adalah kebebasan memasang patung raksasa di atap, bukan kebebasan beragama. Apakah Buddha pernah mengajarkan agar patung gambar diri beliau harus dipasang tinggi2 di atap?
saya menganggap pihak yang memasang patung tersebut tidak peka dengan lingkungan sekitar.
intinya minoritas harus tunduk sama mayoritas, kalau misalnya mayoritas meminta minoritas dibubarkan maka dia harus nurut sama mayoritas.
Once again, kasus ini bukan penutupan vihara dan pelarangan beragama.baca thread ini biar mengerti
Saya meminjam perumpamaan dari Ajahn Chah.
Hal ini bagaikan seorang pria yang berjalan di tengah jalan tol dan berteriak pada mobil2 yang lewat agar tidak menghalanginya berjalan.
Apabila tetap tidak mengerti, yaaa.... wesss lah.
Once again, kasus ini bukan penutupan vihara dan pelarangan beragama.
Saya meminjam perumpamaan dari Ajahn Chah.
Hal ini bagaikan seorang pria yang berjalan di tengah jalan tol dan berteriak pada mobil2 yang lewat agar tidak menghalanginya berjalan.
Apabila tetap tidak mengerti, yaaa.... wesss lah.
baca thread ini biar mengerti
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=612.0
baca thread ini biar mengerti
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=612.0
tetap nggak ngerti nih ..~ jangan "ya wesss lah" , ^-^ boQ ya di jelasin dengan kesabaran dan kesadaran biar yang tidak mengerti bisa tercerahkan :P
bagus om story nya ;D
apakah itu buah karma patung/ vihara tsb ? :-?
apakah itu buah karma patung/ vihara tsb ? :-?maksud owe karma umat di vihara itu ? :-?
tetap nggak ngerti nih ..~ jangan "ya wesss lah" , ^-^ boQ ya di jelasin dengan kesabaran dan kesadaran biar yang tidak mengerti bisa tercerahkan :Phushh, jangan panggil om, aye masih kecil ;D
bagus om story nya ;D
Setelah dicermat2i foto wiharanya dgn seksama, menurut saya, kayaknya memang tidak perlu menurunkan patungnya...kita harus tahu mengapa mereka menuntut turunkan patung?? Menurut sy, mungkin karena patungnya kelihatan menonjol banget, terlihat secara langsung, tinggi dan besar... Sehingga untuk meredam rasa menonjol dari patung tsb, perlu segera dibuatkan atap diatas patung seperti pondok bersegi, guna menutupi sedikit sebuah patung, lalu dibuatkan pagar di sekelilingnya.
Dngn dmikian, saya pikir mereka akan berhenti menuntut turunkan patung...semoga sajaa...dmikian pendapat sy...
walaupun tidak menjadi persoalan dalam buddhadhamma sendiri..tp perlu dipertimbangkan perkembangan/kelanjutan eksistensi buddhisme s di indonesia kelak..kenapa? kalo kita hanya nurut2 saja, tentu ini akan menjadi kesempatan yang bagus bagi segelintir orang (umat ajaran lain) opportunis untuk "membumihanguskan" buddhisme yg sdh dianggap sebagai ajaran berhala..
emang knp kalau menonjol ??~ udah besar di pagar plus di buat atap...? kayak kuburan nenek gw ;Dtadi sdh di signatur tp ga muat hehe...
btw bro johsun.. link situ terllau "menonjol" ampe lumer ke postingan nggak enak banget di mata, gimana kalau di pager ups.. .di singkat aje atau tulis di signature jg lbh oke kayaknya..~ *hny masukan* ;D
tadi sdh di signatur tp ga muat hehe...
Kalo memang kayak kuburan, berarti hanya ada 2 jalan: "tetap pertahankan patung disana atau mengalah (trpaksa menurunkan)"...
berarti hanya ada 2 jalan: "tetap pertahankan link disana atau mengalah (trpaksa dihapus krn merusak pemandangan)"...
:whistle: :whistle:
berarti hanya ada 2 jalan: "tetap pertahankan link disana atau mengalah (trpaksa dihapus krn merusak pemandangan)"...cmiiw.....
:whistle: :whistle:
kalau gt, saya perlu menunggu ribuan orang tuh yg ngucap spti anda bru aku setuju...kalo misalnya w ga suka foto anda, lalu gw blg tolong ganti, tak mungkinlah u nuruti, krn cuma 1 suara dr w, heheh...cmiiw.....
. liatlah postingan anda kalimat kedua , sama sekali tidak terbaca... ~ ya uwes lah , nggak ngurus d :P .. lanjutkan~ :)) :))ha?? Ga ngerti, ya uweslah nggak ngurus d :p
. liatlah postingan anda kalimat kedua , sama sekali tidak terbaca... ~ ya uwes lah , nggak ngurus d :P .. lanjutkan~ :)) :))yup benar land, td lihat versi mobile shngga tampak biasa2 sj, tpi setelah ganti versi pc, memang postingan agak terganggu, heheh...thank u...
berarti hanya ada 2 jalan: "tetap pertahankan link disana atau mengalah (trpaksa dihapus krn merusak pemandangan)"...
:whistle: :whistle:
yup benar land, td lihat versi mobile shngga tampak biasa2 sj, tpi setelah ganti versi pc, memang postingan agak terganggu, heheh...thank u...
mungkin sudah putus harapan sama pemerintah beserta jajarannya menyangkut kasus ini, atau mungkin juga sudah berhasil lepas dari kemelekatan termasuk kemelekatan akan "hak"-nya sendiri ;D
Yang dipermasalahkan adalah peletakan patung raksasa di atas bangunan 4 lantai, bukan keberadaan dan kegiatan ibadah di dalam vihara, kan?
Pada post2 sebelumnya saya sudah berusaha menjelaskan kenapa patung tersebut menjadi masalah. Saya coba sekali lagi untuk menjelaskan. Patung manusia, binatang dan makhluk lain diharamkan di dalam ajaran Islam, apalagi patung yang disembah2 karena dianggap sebagai berhala. Pada kasus ini, hal yang diharamkan justru dipertontonkan dalam ukuran yang besar dan tinggi, sehingga perkiraan saya cukup jelas terlihat dari berbagai sisi dan jarak yang cukup jauh di daerah tersebut. Ini terlihat bagaikan seorang eksibisionis, yang mempertontonkan kemaluannya di tempat umum. Bagi seorang eksibisionis kemaluannya adalah kebanggaan, sedangkan orang "normal" lainnya melihatnya sebagai hal yang memalukan. Jangan salah mengerti, saya tidak menyamakan patung dengan kemaluan, tetapi inilah usaha saya untuk menjelaskan.
Menurut saya, akar masalah bukan pada penurunan patung, tetapi pada pemasangan. Belajar dari sejarah, patung2 yang dianggap berhala di daerah mayoritas muslim tidak sedikit yang dihancurkan, contoh yang paling jelas adalah kasus Bamiyan. Dari sini idealnya (menurut saya) pihak vihara dapat melihat potensi buruk yang mungkin terjadi dengan pemasangan patung raksasa di atap vihara. Dan sekarang inilah yang terjadi, saya menganggap pihak yang memasang patung tersebut tidak peka dengan lingkungan sekitar.
Hal ini juga mirip dengan kasus peternakan babi yang dihancurkan massa yang menurut saya konyol. Sudah tahu kalo umat muslim haram dengan babi, tapi tetap ngotot miara babi dilingkungan yang mayoritas muslim. Toh manusia tidak akan mati kalo tidak makan daging babi.
Begitu juga dengan kasus ini, apakah umat Buddha tidak bisa menjalankan aktivitasnya di dalam vihara, tanpa ada kehadiran patung raksasa di atas atap?
Keberadaan umat dan Vihara agama Buddha di Tanjung Balai sudah menunjukkan kebebasan beragama. Yang jadi masalah adalah kebebasan memasang patung raksasa di atap, bukan kebebasan beragama. Apakah Buddha pernah mengajarkan agar patung gambar diri beliau harus dipasang tinggi2 di atap?
Tampaknya anda masih tidak sadar apa yang sedang kita hadapi sekarang. Jika sekarang hanya patung Buddha, kelak keberadaan vihara pun akan dipermasalahkan sebagaimana yang dialami oleh HKBP. Masih segar dalam ingatan, Vihara Dhammadipa Arama di Batu pernah juga dilempar bom oleh para ekstrimis. Sekali saya katakan lagi, soal ini bukan skadar soal patung belaka, tetapi tentang Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di negara ini yang sedang di ujung tanduk.
Saya bukan orang fanatik yang melihat patung Buddha adalah Buddha itu sendiri atau memuja-puja patung sebagai berhala. Saya mellihat Patung Buddha di Tanjung Balai adalah simbol eksistensi keberadaan umat Buddha di Indonesia. Jika Pemerintah dan Rakyat Indonesia bisa menerima Agama Buddha sebagai salah satu agama formal/resmi dalam negara, tapi mengapa simbol-simbolnya di depan publik harus diberangus hanya karena sekelompok orang yang mengatasnamakan agama lain tidak menyukainya? Apakah agama yang formal/resmi diakui oleh negara harus melakukan ibadahnya dengan diam-diam dalam ruang tertutup tanpa label serta tidak diijinkan memasangkan atribut yang terlalu menonjolkan identitasnya sebagai Buddhis??? Apa salahnya dengan identitas Buddhis yang terlalu menonjol? Apa yang harus dianggap memalukan? Apa haknya Umat agama lain ikut campur tangan menolak identitas itu? Coba anda pikirkan. Jangan2 anda termasuk orang yang malu menjadi Buddhis di negara ini????
Tampaknya anda masih tidak sadar apa yang sedang kita hadapi sekarang. Jika sekarang hanya patung Buddha, kelak keberadaan vihara pun akan dipermasalahkan sebagaimana yang dialami oleh HKBP. Masih segar dalam ingatan, Vihara Dhammadipa Arama di Batu pernah juga dilempar bom oleh para ekstrimis. Sekali saya katakan lagi, soal ini bukan skadar soal patung belaka, tetapi tentang Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di negara ini yang sedang di ujung tanduk.
Saya bukan orang fanatik yang melihat patung Buddha adalah Buddha itu sendiri atau memuja-puja patung sebagai berhala. Saya mellihat Patung Buddha di Tanjung Balai adalah simbol eksistensi keberadaan umat Buddha di Indonesia. Jika Pemerintah dan Rakyat Indonesia bisa menerima Agama Buddha sebagai salah satu agama formal/resmi dalam negara, tapi mengapa simbol-simbolnya di depan publik harus diberangus hanya karena sekelompok orang yang mengatasnamakan agama lain tidak menyukainya? Apakah agama yang formal/resmi diakui oleh negara harus melakukan ibadahnya dengan diam-diam dalam ruang tertutup tanpa label serta tidak diijinkan memasangkan atribut yang terlalu menonjolkan identitasnya sebagai Buddhis??? Apa salahnya dengan identitas Buddhis yang terlalu menonjol? Apa yang harus dianggap memalukan? Apa haknya Umat agama lain ikut campur tangan menolak identitas itu? Coba anda pikirkan. Jangan2 anda termasuk orang yang malu menjadi Buddhis di negara ini????
sayang ternyata ajaran Buddha Gotama jadi minoritas di negeri sendiri ^-^
demikian apakah sudah di ujung tanduk ? :)) :))
_/\_
gerakan-gerakan yg ingin mewujudkan indonesia sebagai negara salah satu agama dengan aturan agamanya yg di rancang agar diterapkan sebagai peraturan negara itu sudah terlihat jelas oleh mata telanjang :D termasuk terlihat jelas yg telanjang saat di sidang dewan >:D
Sikap masing2 terhadap kasus ini sudah jelas.
Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan lebih lanjut.
_/\_
Begitulah bro. Sebenarnya kelompok ini telah terang2an menyatakannya dalam visi, misi maupun selebaran2 yang mereka bagikan ke publik. Sayangnya mayoritas Umat Buddha Indonesia lebih memilih melepaskan haknya sebagai agama resmi di Indonesia dan mempermulus usaha kelompok2 ini daripada menunjukkan secara gamblang akan ketidaksetujuannya. Umat Buddha Indonesia juga masih belum sadar bahwa untuk menggalang solidaritas internasional untuk menghambat usaha kelompok tersebut dibutuhkan korban yang berani bersuara atas ketidakadilan yang dideritanya dan menjadi saksi yang melaporkannya, bukan hanya pasrah.
Bisa dijelaskan maksud yang dibold biru di atas bro?
Di dalam Muslim di Indonesia sendiri sedang terjadi pergulatan hebat, umat lain harus pintar2 menjaga diri agar tidak menjadi tumbal di dalam kemelut yang cukup rumit. Jangan memancing di air keruh, jangan berkoar-koar ditengah kemelut, tapi jadilah pribadi yang tenang dan damai sebagaimana yg diungkap oleh Gus Dur (lihat link di bawah)
Mungkin tidak berhubungan langsung dengan topik, tapi agar tidak menjadi kodok dalam tempurung, silakan simak:
http://www.libforall.org/pdfs/ilusi-negara-islam.pdf (http://www.libforall.org/pdfs/ilusi-negara-islam.pdf)
Di Jawa Timur, saya bekerja sama dengan Jaringan GusDurian yang banyak dikoordinasi oleh anak-anak Gus Dur, seperti Alissa Wahid dan Inayah beserta aktivis-aktivis dari kalangan NU GusDurian. Dari mereka saya memahami bahwa minoritas memang tidak boleh menjadi tumbal, tapi minoritas tidak hanya diam dan pasrah ketika diinjak-injak. Dalam hal ini, minoritas harus mengandalkan cara-cara damai untuk memperjuangkan hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinannya (baik dalam aktivitas ritual ataupun ekspresi identitas dan keyakinan) yang terancam . Minoritas akan menjadi tumbal jika menggunakan cara2 penuh kekerasan, tidak demokratis, dan mengandalkan power belaka. Namun, jika minoritas mengandalkan jalan-jalan yang tidak mengandalkan kekerasan, demokratis, dan prosedural, dengan menjalin kerjasama dengan kelompok lain yang sejenis, untuk melindungi eksistensinya, maka selalu ada jalan.
[at] Bro sobat-dharma,
mungkin anda bisa berbagi kepada kami di sini tentang apa yg telah anda lakukan sehubungan dengan kasus ini, selain memprovokasi umat Buddha di forum ini. Setelah mengetahui tentang apa yg telah anda lakukan, jika kami merasa cocok dengan apa yg telah anda lakukan, mungkin kami akan dengan senang hati meniru langkah-langkah anda
jadi menurut anda, tindakan nyata apakah yg seharusnya dilakukan oleh umat Buddha sehubungan dengan kasus ini?
Misalnya, salah satunya saja, kalau Umat Buddha ramai2 mengirimkan surat protes ke Menteri keagamaan ataupun presiden, mungkin mereka akan sadar bahwa kebijakan mereka tidak direstui. Apalagi misalnya, Umat Buddha mengajak umat agama minoritas lain untuk ikut menyuarakan hal yang sama.
saya masih bisa menerima untuk bagian pertama, tapi untuk bagian ke dua, yaitu bagian yg memprovokasi umat lain saya pikir bukan cara yg elegan
Sekedar urun pendapat,
Saya tak tahu apakah bila kita berhasil menggagalkan usaha umat Islam disana sekali ini, akan menjamin mereka tak akan memprovokasi lagi untuk membuat usaha penurunan berikutnya.
mau seribu rupang di turunin gak masalah kecuali kalau melarang kegiatan agama buddhis di larang ... lain hal lagi , itu baru menyangkut kebebasan agama, menurut saya rupang di atas vihara atau kelenteng hanya ungkapan simbolis atau identitas aja, koreksi bila salah _/\_
mau seribu rupang di turunin gak masalah kecuali kalau melarang kegiatan agama buddhis di larang ... lain hal lagi , itu baru menyangkut kebebasan agama, menurut saya rupang di atas vihara atau kelenteng hanya ungkapan simbolis atau identitas aja, koreksi bila salah _/\_
tidak perlukah di perjuangkan? ~
:) gak ada yg tidak perlu di perjuangkan, tapi kita harus memikirkan efeknya, ya jika mereka mau menerima secara baik2 kalau tidak ? apa kejadian yg menimpa ahmadiyah sampai dihancurkan harus terulang lagi kepada umat buddhis, bahkan akan memperluas menjadi konflik etnis. apakah gak akan ada effek menjadi seperti di bulan mei kelabu 1998? . disini saya coba memikirkan efek luasnya, bukan soal tidak memperjuangkan. tidak ada penganut buddha yg suka dan senang jika rupang yg jadi simbol kita di permasalahkan oleh pihak lain. _/\_ mohon koreksi jika apa yg jadi pemikiran saya salah _/\_
menurut anda rupang hanya ungkapan simbolis..menurut umat buddha yang lain, rupang itu harga diri umat buddha itu sendiri..jadi patutkah diperjuangkan?
gerakan-gerakan yg ingin mewujudkan indonesia sebagai negara salah satu agama dengan aturan agamanya yg di rancang agar diterapkan sebagai peraturan negara itu sudah terlihat jelas oleh mata telanjang :D termasuk terlihat jelas yg telanjang saat di sidang dewan >:D
yang patut dipertimbangkan: agama buddha adalah salah satu dr agama yang dilindungi oleh INDONESIA..sedangkah ahmadiyah itu sendiri adalah aliran yang katanya sesat dan katanya tidak diakui sebagai agaman islam ( di luar dr 6 agama yang diakui di negara ini)..apakah fenomena ahmadiyah bisa berdampak terhadap agama buddha di indonesia?
mau seribu rupang di turunin gak masalah kecuali kalau melarang kegiatan agama buddhis di larang ... lain hal lagi , itu baru menyangkut kebebasan agama, menurut saya rupang di atas vihara atau kelenteng hanya ungkapan simbolis atau identitas aja, koreksi bila salah _/\_
kalau di letakan di atas vihara atau kelenteng sebuah rupang , bagi anda itu untuk apa? bukankah hanya untuk memberitahukan, ini vihara mahayana, ini vihara avolokitesvara, ini vihara theravada bukan kah itu sebagai simbolis atau identitas?
mengenai rupang itu harga diri umat buddha itu sendiri , apakah harga diri umat buddha dapat di nilai hanya dengan rupang?
menurut pendapat saya yg kurang pengetahuan ini, yg perlu kita perjuangkan itu kebebasan kita untuk puja bhakti, kebebasan untuk melakukan ibadah, kalau kita di larang melakukan ibadah di kelenteng atau vihara, itu lain lagi . _/\_ dikoreksi ya kk jika saya makin salah _/\_
"O Bhikkhu Gotama, tanpa seijinku engkau memasuki istanaku dan duduk di tengah-tengah para pelayan perempuan seperti seorang perumah tangga. Tidaklah tepat bagi seorang bhikkhu mengambil apa yang tidak diberikan dan bergaul dengan para perempuan. Oleh karena itu, jika engkau mematuhi peraturan seorang bhikkhu (O Gotama, keluarlah dari istanaku segera!)”
Sang Buddha menuruti perintah si raksasa dan keluar dari istana smabil menjawab: “Baiklah, temanku Alavaka.” (seorang musuh tidak dapat ditenangkan oleh permusuhan. Itu benar! Bagaikan sepotong empedu beruang yang dimasukkan ke dalam hidung seekor anjing liar yang ganas akan menambah keganasannya, demikian pula orang yang ganas dan kasar, jika dibalas dengan kekasaran dan keganasan, akan menjadi lebih kejam. Sesungguhnya, orang yang demikian harus dijinakkan dengan kelembutan. Fenomena alami ini sangat dipahami oleh Sang Buddha. Demikianlah, Beliau mengucapkan kata-kata lembut dan mengalah.)
Kemudian si raksasa berpikir: “sungguh sangat penurut Bhikkhu Gotama ini. Ia keluar segera setelah kuperintahkan. Tanpa sebab aku telah menyerangnya semalaman, padahal Bhikkhu Gotama begitu patuh untuk keluar.” Demikianlah hati Alavaka mulai melunak.
Ia merenungkan lagi: “tetapi aku belum yakin apakah ia keluar disebabkan karena kepatuhannya atau kemarahannya – aku akan mengetahuinya sekarang.” Maka ia berkata kepada Sang Buddha lagi: “Masuklah, Bhikkhu Gotama!”
Sang Buddha, untuk lebih melunakkan hati si raksasa dan agar ia yakin akan kepatuhannya, berkata, “Baiklah, temanku Alavaka”, dan memasuki istana itu.
Demikianlah raksasa itu menguji Sang Buddha dengan memerintahkan berulang-ulang agar benar-benar yakin apakah Sang Buddha sungguh-sungguh patuh, untuk kedua kali dan ketiga kalinya ia berkata, “Masuklah”, dan kemudian, “Keluarlah”. Sang Buddha menuruti perintah raksasa itu sehingga hatinya menjadi semakin lunak. (sungguh besar belas kasihan Sang Buddha!). jika Sang Buddha tidak mematuhi raksasa itu, yang bersifat kasar, hatinya yang kasar akan menjadi semakin bergolak dan tidak akan mampu menerima Dhamma. Seperti perumpamaan duniawi: bagaikan seorang anak nakal yang menangis, dapat ditenangkan dengan memberikan apa yang ia mau dan melakukan apa yang ia suka, demikian pula Sang Buddha (Yang adalah ibu dari tiga alam), bertindak sesuai perintah untuk membuat Alavaka si raksasa (anak nakal dan kasar) yang sedang menangis meneriakkan kemarahan dari kekotoran bathinnya.
Perumpamaan lain: bagaikan seorang pengasuh membawa hadiah dan membujuk seorang bayi nakal, yang menolak meminum susu, demikian juga Sang Budha (pengasuh di tiga alam) menuruti apa yang dikatakan oleh si raksasa, yang dengan demikian memenuhi keinginan si raksasa untuk membujuk si raksasa (si bayi nakal) agar mau meminum susu manis Dhamma spiritual.
Perumpamaan lain lagi: bagaikan seseorang yang ingin mengisi sebuah kendi dengan catumadhu (makanan atau obat yang mengandung empat bahan) akan terlebih dahulu membersihkan bagian dalam kendi itu, demikian pula Sang Buddha yang ingin mengisi kendi hati si raksasa dengan catumadhu Dhamma spiritual terlebih dahulu memberseihkan hati si raksasa dari kotoran kemarahan. Itulah sebabnya Beliau mematuhi tiga kali keluar dan masuk istananya sesuai perintah. (Kepatuhannya bukan karena takut.)
kalau di letakan di atas vihara atau kelenteng sebuah rupang , bagi anda itu untuk apa? bukankah hanya untuk memberitahukan, ini vihara mahayana, ini vihara avolokitesvara, ini vihara theravada bukan kah itu sebagai simbolis atau identitas?
mengenai rupang itu harga diri umat buddha itu sendiri , apakah harga diri umat buddha dapat di nilai hanya dengan rupang?
menurut pendapat saya yg kurang pengetahuan ini, yg perlu kita perjuangkan itu kebebasan kita untuk puja bhakti, kebebasan untuk melakukan ibadah, kalau kita di larang melakukan ibadah di kelenteng atau vihara, itu lain lagi . _/\_ dikoreksi ya kk jika saya makin salah _/\_
maap ane jaka sembung bawa golok~ =))
ungkapan itu tidak berlaku di forum ini, sudah digantikan dengan ikan kribo rambut kembung
ungkapan itu tidak berlaku di forum ini, sudah digantikan dengan ikan kribo rambut kembung
apa maknanya Merah Putih berkibar di Indonesia , Bendera Amerika berkibar di AMerika , Bendera Malaysia berkibar di MAlaysia ... etc.. bukannya itu hanya akan semakin membedakan Bangsa yang satu dengan bangsa yang lain ?
hanya sebuah kain bermotif dan berwarna , knp ketika di injak2 dan di bakar ada yg merasa "terhina" ? Apakah harga diri Bangsa hanya di nilai dari selembar kain ?~
maap ane jaka sembung bawa golok~ =))
bagi saya untuk apa marah, itu hanya kain kok, lagian yg nginjak2 aja kurang kerjaan , dah tau itu kain kok di injak2 di bakar, untung nya apa ?:)) :))
beda kalau sampai negara di jajah, seperti malaysia menembaki kapal maritim indonesia kita hanya diam , kalau segi politik bisa di anggap negara kita tak punya harga diri,kalau memang hanya karena bendera yg di bakar dan di injak kita menjadi marah, kenapa negara gak menyerang saja, berperang membela harga diri kita, tentu ada pemikirin logis soal itu semua, gak bisa kita telan secara mentah dengan mengunakan persoalan harga diri untuk menjadi tameng atau senjata kita. koreksi lagi kalau saya tambah salah _/\_
beda padang beda ilalang~ _/\_
harga diri = subjektif... , "saya bahkan tak punya harga diri , krn diri saya tidak punya "harga"
:)) :)) :))
beda padang beda ilalang~ _/\_
harga diri = subjektif... , "saya bahkan tak punya harga diri , krn diri saya tidak punya "harga"
:)) :)) :))
mau seribu rupang di turunin gak masalah kecuali kalau melarang kegiatan agama buddhis di larang ... lain hal lagi , itu baru menyangkut kebebasan agama, menurut saya rupang di atas vihara atau kelenteng hanya ungkapan simbolis atau identitas aja, koreksi bila salah _/\_
yang patut dipertimbangkan: agama buddha adalah salah satu dr agama yang dilindungi oleh INDONESIA..sedangkah ahmadiyah itu sendiri adalah aliran yang katanya sesat dan katanya tidak diakui sebagai agaman islam ( di luar dr 6 agama yang diakui di negara ini)..apakah fenomena ahmadiyah bisa berdampak terhadap agama buddha di indonesia?
tanpa maksud negatif, hanya sebagai bahan renungan belaka agar lebih peka bukan terpancing (link didapat dari salah satu temanan di FB)
http://www.mediaumat.com/siyasah-syariyyah/2182-44-mendirikan-tempat-ibadah-non-muslim-di-negeri-islam.html
Oleh: Hafidz Abdurrahman,
Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI
Kisruh pendirian tem-pat ibadah non-Muslim yang diha-dapi oleh umat Islam di Indonesia bukan-lah fenomena tunggal, tetapi hampir terjadi di negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Meski di Indonesia telah dibuat aturan hukumnya, yaitu Peraturan Ber-sama Menteri (PBM) atau sering dikenal seba-gai Surat Ketentuan Bersama (SKB) tentang pendirian tempat ibadah, nyatanya keten-tuan hukum tersebut tidak bisa menyelesaikan masalah, sehing-ga mendorong sebagian pihak menuntut dicabutnya SKB terse-but.
Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa aturan hukum tersebut tidak bisa menyelesai-kan masalah? Jawabannya, kare-na pijakan yang dijadikan dasar penyusunannya adalah pluralis-me, kebebasan beragama dan HAM. Sesuatu yang nota bene tidak mempunyai standar baku. Akibatnya, produk hukumnya pun digugat juga atas nama pluralisme, kebebasan beragama dan HAM. Karena itu, jika dasar yang sama masih digunakan, maka umat Islam akan selalu menghadapi masalah yang sa-ma. Selain itu, baik dasar maupun produk hukum seperti ini jelas bertentangan dengan Islam.
Para ulama dahulu telah membahas masalah pendirian tempat ibadah non-Muslim di negeri Islam. Pandangan mereka telah dihimpun oleh Syaikh Ismail bin Muhammad al-Anshari dalam kitabnya, Hukm Bina' al-Kana'is wa al-Ma'abid as-Syirkiy-yah fi Bilad al-Muslimin. Secara umum, bisa dipilah menjadi dua:
Mendirikan Tempat Ibadah di Jazirah Arab
Jazirah Arab mempunyai hukum yang khas menyangkut orang Kafir dan tempat per-ibadatan mereka. Nabi bersabda, “Tidak boleh ada dua agama berkumpul di Jazirah Arab.” (Hr. Malik dari Ibn Syihab). Dalam hadits yang lain, Nabi menyata-kan, “Usirlah Yahudi dari Hijaz, dan penduduk Najran (kr****n) dari Jazirah Arab.” (Hr. ad-Darimi dari Abu 'Ubaidah al-Jarrah). Bahkan, dalam riwayat lain, Nabi dengan tegas menyatakan, “Saya pasti akan usir orang Yahudi dan Nasrani dari Jazirah Arab, sehing-ga saya tidak akan membiarkan tinggal di sana, kecuali hanya orang Islam.” (Hr. Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ah-mad). Dalam sabdanya yang lain, Nabi juga menyatakan, “Jangan-lah kalian mendirikan satu pun gereja di dalam Islam, dan mem-perbarui apa yang telah rusak (tiada).” (Hr. Abu Muhammad dari 'Umar bin al-Khatthab).
Karena itu, baik hadits yang pertama maupun hadits kedua dan ketiga sama-sama dengan tegas melarang orang non-Muslim dan agama mereka ber-ada di Jazirah Arab. Sedangkan hadits yang keempat menyata-kan dengan tegas larangan mendirikan gereja baru dan memugar yang rusak maupun yang telah tiada. Berdasarkan hadits ini, juga nas-nas yang lain, para ulama sepakat, bahwa di Jazirah Arab tidak boleh ada gereja, sinagog, pura maupun tempat-tempat peribadatan orang non-Muslim yang lain. Mereka juga tidak boleh men-dirikannya. Kalau pun ada, maka tempat-tempat peribadatan itu harus dihancurkan, sebagai-mana yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Jazirah Arab itu sendiri adalah wilayah yang kini meliputi sejumlah negara, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman dan Uni Emirat Arab.
Mendirikan Tempat Ibadah di Negeri Muslim Lain
Adapun ketentuan hukum untuk negeri Muslim lain, secara umum telah ditegaskan oleh Umar bin al-Khatthab. Abu Ubaid, dalam kitab al-Amwal, menuturkan, bahwa Umar ber-kata, “Tidak boleh ada gereja di dalam Islam dan tempat bertapa (tahannuts).” Kemudian diperte-gas dengan syarat dzimmah yang diberikan kepada orang non-Muslim, “Agar mereka tidak memperbarui di kota-kota Islam dan sekitarnya gereja, hermitage dan menara.” (as-Subki, al-Fata-wa, juz II/400). Syarat yang ditetapkan oleh Umar ini dikutip oleh para fuqaha dari berbagai mazhab, yang juga mereka guna-kan sebagai hujah tentang status pendirian tempat peribadatan tersebut.
Para ulama kemudian membagi negeri kaum Muslim menjadi dua: Pertama, negeri yang dibangun oleh kaum Mus-lim, seperti Baghdad, Samara dan sebagainya, maka Ahli Dzimmah yang ada di sana tidak boleh mendirikan gereja dan menara. Jika mereka melakukannya, ma-ka dzimmah mereka harus di-batalkan, dan gerejanya harus dihancurkan. Kedua, jika negeri tersebut milik kaum Kafir, kemu-dian mereka diperintah dengan pemerintahan kaum Muslim, maka bisa dipilah menjadi dua: Jika negeri tersebut ditaklukkan kaum Muslim dengan paksa dan mereka menguasai semua ba-ngunan, tanah dan seisinya, ma-ka gereja, sinagog dan lain-lain yang ada di dalamnya harus dihilangkan, baik secara fisik ataupun fungsinya. Artinya, se-cara fisik masih, tetapi fungsinya diubah menjadi masjid. Namun, jika negeri tersebut ditaklukkan dengan perjanjian damai, maka Khalifah (kepala negara) di-perbolehkan untuk membiarkan mereka dan gereja (tempat peribadatan) mereka, dengan ketentuan dan syarat sebagai-mana yang diajukan oleh Abdul-lah bin Ghanam. Gereja diper-bolehkan tetap ada, tetapi tidak boleh digunakan untuk melaku-kan kr****nisasi, memprovokasi dan memata-matai umat Islam, bahkan identitas dan lonceng-nya pun tidak boleh ditam-pakkan, kecuali di lingkungan internal mereka. Jika gereja tersebut rusak atau roboh, tidak boleh diperbaiki, dan begitu seterusnya. Tentu saja, mereka tidak boleh mendirikan gereja atau tempat peribadatan baru.
Inilah ketentuan umum yang disepakati oleh para fuqaha dari berbagai mazhab. Keten-tuan ini menyangkut negeri-negeri Islam, baik yang berstatus sebagai tanah 'Usyriyyah seperti Indonesia dan Malaysia, maupun tanah Kharajiyyah seperti Irak, Syam, Afganistan, India, Pakistan, Spanyol dan sebagainya. Hanya saja, ketentuan ini tidak bisa diterapkan di negeri-negeri Islam tersebut, karena posisi umat Islam lemah. Mereka lemah karena dipimpin oleh para pe-nguasa boneka yang mengabdi untuk kepentingan majikan dan penjajah, bukan untuk kepen-tingan Islam dan umatnya. Karena itu, meski jumlah non-Muslim di negeri-negeri Islam itu minoritas, tetapi mereka sangat arogan dan berkuasa, karena negara yang dipimpin oleh para boneka itu kalah dengan mereka.
Inilah musibah yang diha-dapi oleh umat Islam, yang menjadikan mereka terus-me-nerus hina dan dihinakan, kalah dan dikalahkan. Wallahu a'lam.
Kalau gitu, apa ide anda untuk mempersiapkan diri jika suatu saat kegiatan agama Buddhis mulai diganggu?
tanpa maksud negatif, hanya sebagai bahan renungan belaka agar lebih peka bukan terpancing (link didapat dari salah satu temanan di FB)
http://www.mediaumat.com/siyasah-syariyyah/2182-44-mendirikan-tempat-ibadah-non-muslim-di-negeri-islam.html
Oleh: Hafidz Abdurrahman,
Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI
Kisruh pendirian tem-pat ibadah non-Muslim yang diha-dapi oleh umat Islam di Indonesia bukan-lah fenomena tunggal, tetapi hampir terjadi di negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Meski di Indonesia telah dibuat aturan hukumnya, yaitu Peraturan Ber-sama Menteri (PBM) atau sering dikenal seba-gai Surat Ketentuan Bersama (SKB) tentang pendirian tempat ibadah, nyatanya keten-tuan hukum tersebut tidak bisa menyelesaikan masalah, sehing-ga mendorong sebagian pihak menuntut dicabutnya SKB terse-but.
Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa aturan hukum tersebut tidak bisa menyelesai-kan masalah? Jawabannya, kare-na pijakan yang dijadikan dasar penyusunannya adalah pluralis-me, kebebasan beragama dan HAM. Sesuatu yang nota bene tidak mempunyai standar baku. Akibatnya, produk hukumnya pun digugat juga atas nama pluralisme, kebebasan beragama dan HAM. Karena itu, jika dasar yang sama masih digunakan, maka umat Islam akan selalu menghadapi masalah yang sa-ma. Selain itu, baik dasar maupun produk hukum seperti ini jelas bertentangan dengan Islam.
Para ulama dahulu telah membahas masalah pendirian tempat ibadah non-Muslim di negeri Islam. Pandangan mereka telah dihimpun oleh Syaikh Ismail bin Muhammad al-Anshari dalam kitabnya, Hukm Bina' al-Kana'is wa al-Ma'abid as-Syirkiy-yah fi Bilad al-Muslimin. Secara umum, bisa dipilah menjadi dua:
Mendirikan Tempat Ibadah di Jazirah Arab
Jazirah Arab mempunyai hukum yang khas menyangkut orang Kafir dan tempat per-ibadatan mereka. Nabi bersabda, “Tidak boleh ada dua agama berkumpul di Jazirah Arab.” (Hr. Malik dari Ibn Syihab). Dalam hadits yang lain, Nabi menyata-kan, “Usirlah Yahudi dari Hijaz, dan penduduk Najran (kr****n) dari Jazirah Arab.” (Hr. ad-Darimi dari Abu 'Ubaidah al-Jarrah). Bahkan, dalam riwayat lain, Nabi dengan tegas menyatakan, “Saya pasti akan usir orang Yahudi dan Nasrani dari Jazirah Arab, sehing-ga saya tidak akan membiarkan tinggal di sana, kecuali hanya orang Islam.” (Hr. Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ah-mad). Dalam sabdanya yang lain, Nabi juga menyatakan, “Jangan-lah kalian mendirikan satu pun gereja di dalam Islam, dan mem-perbarui apa yang telah rusak (tiada).” (Hr. Abu Muhammad dari 'Umar bin al-Khatthab).
Karena itu, baik hadits yang pertama maupun hadits kedua dan ketiga sama-sama dengan tegas melarang orang non-Muslim dan agama mereka ber-ada di Jazirah Arab. Sedangkan hadits yang keempat menyata-kan dengan tegas larangan mendirikan gereja baru dan memugar yang rusak maupun yang telah tiada. Berdasarkan hadits ini, juga nas-nas yang lain, para ulama sepakat, bahwa di Jazirah Arab tidak boleh ada gereja, sinagog, pura maupun tempat-tempat peribadatan orang non-Muslim yang lain. Mereka juga tidak boleh men-dirikannya. Kalau pun ada, maka tempat-tempat peribadatan itu harus dihancurkan, sebagai-mana yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Jazirah Arab itu sendiri adalah wilayah yang kini meliputi sejumlah negara, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman dan Uni Emirat Arab.
Mendirikan Tempat Ibadah di Negeri Muslim Lain
Adapun ketentuan hukum untuk negeri Muslim lain, secara umum telah ditegaskan oleh Umar bin al-Khatthab. Abu Ubaid, dalam kitab al-Amwal, menuturkan, bahwa Umar ber-kata, “Tidak boleh ada gereja di dalam Islam dan tempat bertapa (tahannuts).” Kemudian diperte-gas dengan syarat dzimmah yang diberikan kepada orang non-Muslim, “Agar mereka tidak memperbarui di kota-kota Islam dan sekitarnya gereja, hermitage dan menara.” (as-Subki, al-Fata-wa, juz II/400). Syarat yang ditetapkan oleh Umar ini dikutip oleh para fuqaha dari berbagai mazhab, yang juga mereka guna-kan sebagai hujah tentang status pendirian tempat peribadatan tersebut.
Para ulama kemudian membagi negeri kaum Muslim menjadi dua: Pertama, negeri yang dibangun oleh kaum Mus-lim, seperti Baghdad, Samara dan sebagainya, maka Ahli Dzimmah yang ada di sana tidak boleh mendirikan gereja dan menara. Jika mereka melakukannya, ma-ka dzimmah mereka harus di-batalkan, dan gerejanya harus dihancurkan. Kedua, jika negeri tersebut milik kaum Kafir, kemu-dian mereka diperintah dengan pemerintahan kaum Muslim, maka bisa dipilah menjadi dua: Jika negeri tersebut ditaklukkan kaum Muslim dengan paksa dan mereka menguasai semua ba-ngunan, tanah dan seisinya, ma-ka gereja, sinagog dan lain-lain yang ada di dalamnya harus dihilangkan, baik secara fisik ataupun fungsinya. Artinya, se-cara fisik masih, tetapi fungsinya diubah menjadi masjid. Namun, jika negeri tersebut ditaklukkan dengan perjanjian damai, maka Khalifah (kepala negara) di-perbolehkan untuk membiarkan mereka dan gereja (tempat peribadatan) mereka, dengan ketentuan dan syarat sebagai-mana yang diajukan oleh Abdul-lah bin Ghanam. Gereja diper-bolehkan tetap ada, tetapi tidak boleh digunakan untuk melaku-kan kr****nisasi, memprovokasi dan memata-matai umat Islam, bahkan identitas dan lonceng-nya pun tidak boleh ditam-pakkan, kecuali di lingkungan internal mereka. Jika gereja tersebut rusak atau roboh, tidak boleh diperbaiki, dan begitu seterusnya. Tentu saja, mereka tidak boleh mendirikan gereja atau tempat peribadatan baru.
Inilah ketentuan umum yang disepakati oleh para fuqaha dari berbagai mazhab. Keten-tuan ini menyangkut negeri-negeri Islam, baik yang berstatus sebagai tanah 'Usyriyyah seperti Indonesia dan Malaysia, maupun tanah Kharajiyyah seperti Irak, Syam, Afganistan, India, Pakistan, Spanyol dan sebagainya. Hanya saja, ketentuan ini tidak bisa diterapkan di negeri-negeri Islam tersebut, karena posisi umat Islam lemah. Mereka lemah karena dipimpin oleh para pe-nguasa boneka yang mengabdi untuk kepentingan majikan dan penjajah, bukan untuk kepen-tingan Islam dan umatnya. Karena itu, meski jumlah non-Muslim di negeri-negeri Islam itu minoritas, tetapi mereka sangat arogan dan berkuasa, karena negara yang dipimpin oleh para boneka itu kalah dengan mereka.
Inilah musibah yang diha-dapi oleh umat Islam, yang menjadikan mereka terus-me-nerus hina dan dihinakan, kalah dan dikalahkan. Wallahu a'lam.
IMO, melihatnya sebagai anicca
Kalau gitu, apa ide anda untuk mempersiapkan diri jika suatu saat kegiatan agama Buddhis mulai diganggu?
saya hanya umat yg awam yg hanya bisa pasrah sama keadaan, jika memang saya tidak dapat beribadah di vihara saya akan beribadah di rumah, bagi saya untuk dekat dengan buddha tidak harus kita ke vihara karena buddha ada di hati kita di pikiran kita di sekitar kita (itu hanya pendapat dan pemikiran saya, dan tidak semua orang harus sependapat atau sepemikiran dengan saya) _/\_
mohon di koreksi jika ada kesalahan _/\_
Tentu saja, semua di dunia ini adalah anicca. Tidak diragukan lagi. Apakah dengan berpandangan demikian berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi? Misalnya: hidup ini anicca, tapi toh kita tidak membiarkan diri kita mati? Bukankah demikian?
Menghadapi soal ini, kita bukan hanya memikirkan kepentingan kita secara eksklusif. Dalam setiap aksi berpikirlah kita melakukannya semuanya untuk mendidik publik: bahwa perbedaan adalah alamiah dan kekerasan bukan solusi. Kita melakukan protes, bukan hanya untuk melindungi hak asasi pribadi, tapi juga mencegah agar kejadian serupa tidak menimpa orang lain dan juga memberitahukan kepada pelaku bahwa perbuatan mereka salah. Jika kita diam, sama saja dengan melanggengkan penindasan, kepada diri sendiri maupun orang lain.
apakah rupang diturunkan kemudian kita bisa mati, demikiankah ?Sebetulnya patung hanyalah patung. Sama sekali tidak ada manfaatnya untuk dipertahankan. Tapi kalau dalam hal ini dibiarkan, berarti membuka jalan bagi penindasan terhadap umat lain oleh umat mayoritas.
mengalah bukanlah suatu kekalahan, kita diam pun bukan berarti kekalahan.
sabbe sankhara anicca
mohon di koreksi jika ada kesalahan _/\_
kadang2 diam juga berguna :))
Setuju. Walaupun dala kasus ini diam bisa dibaca setuju loh. Umat Buddha diam ketika dijadikan korban, berarti Umat Buddha membenarkan cara-cara kekerasan yang gunakan.
Sebetulnya patung hanyalah patung. Sama sekali tidak ada manfaatnya untuk dipertahankan. Tapi kalau dalam hal ini dibiarkan, berarti membuka jalan bagi penindasan terhadap umat lain oleh umat mayoritas.
apa diam berarti setuju? misal jika seorang anak di pukul orang tuannya tanpa tau sebabnya dan dia hanya diam apakah berarti si anak membenarkan dan mengiyakan tindakan ayahnya? semua sudah ada jalurnya, tinggal kita lihat bagaimana kalangan diplomat ,politikus menindak lanjuti persoalan itu.
_/\_
coba bayangkan kalau kejadian ini terjadi di jaman buddha ... apa yang akan disarankan pada umatnya ?
dan andaikan kejadiannya dibalik, misalnya di sebuah negara yang mayoritas penduduknya buddhis, dan kemudian terdapat bangunan "mencolok" non buddhis di tengah-tengah masyarakat buddhistnya, perlakuannya mungkin sama ... minta dipindahkan/diubah.
Kalau saya sekarang ini, gak gitu masalah kalau sampai vihara pun di larang, karena ada "dhamma" di DC...
;)
Kalau saya sekarang ini, gak gitu masalah kalau sampai vihara pun di larang, karena ada "dhamma" di DC...
;)
Coba baca artikel ini dan komen2 di bawahnya. Banyak muslim yang tidak setuju dengan penurunan patung Buddha di Tanjung Balai:
http://politik.kompasiana.com/2011/04/07/patung-budha-mau-diturunkan-di-tanjung-balai-atas-desakan-warga-muslim/
http://regional.kompasiana.com/2011/04/04/bagaimana-kabar-menteri-agama/
http://nasional.vivanews.com/news/read/185139-syafii-maarif-protes-penurunan-patung-buddha
ironis donk bro.. wong sebagian member DC dgn latar blkg agama Buddha ajah "nggak mempermasalahkan" :))