kalau gw pribadi melihat mungkin pemikiran sis Mayvise ideal banget ya.. bagus seh.. hanya saja kalau misal tidak sesuai dengan kenyataan bisa berbuntut penderitaan..
Di postingan saya sebelumnya, saya menyatakan bahwa "kita punya/butuh cinta palsu". Saya menyatakan "adalah manusiawi, boleh-boleh saja kok mengejar dan memiliki cinta palsu. Karena kita butuh".
Hal ini menunjukkan tanda-tanda "ke-tidak-ideal-an" (atau "ke-belum-sempurna-an") kita. Kita adalah termasuk saya sendiri.
mendapatkan suatu cinta palsu mungkin sebuah penderitaan.. namun dengan mendapatkan cinta palsu sebagai suatu penderitaan, kita bisa belajar bahwa cinta palsu menyebabkan penderitaan.. kalau dari iklan Rinso, tak ada noda.. tak belajar..
Ya betul. Saya suka dengan kata "belajar". Banyak orang (bahkan saya sendiri) sering lupa bahwa tugas kita adalah belajar, sehingga kita cenderung mati-matian menolak yang satu dan mengejar yang lain.
Setiap orang yang mencicipi madu, akan merasakan manisnya madu. Orang yang tidak "belajar", selanjutnya akan tergantung dan merindukan madu lebih banyak lagi. Tidak melihat bahaya dalam ketergantungan dan kerinduan.
Orang yang "belajar" bukan berarti pasti mampu mengendalikan dirinya untuk tidak tergantung dan merindukan. Dia masih "belajar", dia belum sempurna. Tapi dengan menyadari tugasnya untuk "belajar", maka ketika dia merasakan ketergantungan dan kerinduan, dia bisa berhati-hati dan tidak membiarkan api itu menjadi terlalu besar/sulit untuk diatasi.
mungkin kita justru bisa belajar dari anak kecil.. anak kecil kalau belajar jalan.. terkadang jatuh.. nangis deh.. abis tuh.. tegak lagi.. coba jalan lagi.. pegang sana sini buat memperkuat posisi jalan.. belajar dari kesalahannya yang kecil-kecil..
mengenai ini, saya juga ada refleksi :
Seseorang tidak bisa menjadi besar dengan mengabaikan tahap-tahapan yang kecil..
Seseorang tidak bisa menjadi besar jika terlalu fokus pada tahap-tahapan yang kecil..
mengenai anak.. banyak yang berpikiran investasi.. tapi anak itu "makhluk" yang unik dan lucu.. salah satu keunikan mereka yang menjadi kelebihan.. mereka lebih jujur dibanding orang dewasa..
Ya saya setuju, selain investasi, anak juga adalah "objek yang memberi sensasi menyenangkan". Sebetulnya memiliki anak, oke-oke aja kok. Postingan saya sebelumnya, hanya ingin menyatakan ketidaksempurnaan kita saja. Bahwa kita masih menuntut semacam rasa aman dan bahagia.
Tapi mudah-mudahan dengan "belajar", akhirnya kita merasakan suatu rasa (rasa kemendesakan, rasa kebosanan. Lalu akhirnya berusaha mencari yang lebih dari itu).
Note: "belajar" berarti belajar melihat ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan ketiadaan diri.