Kebaikan Keenam adalah menyusui anaknya pada payudaranya dan memberinya makan serta memelihara serta membesarkan anak. Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan haus sang anak, selama 3 tahun ibu menghidupi anaknya dengan air susu, yang se-benarnya adalah darahnya sendiri. Ibu yang baik adalah bagai kan bumi yang besar, Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi, yang satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah,
Kebajikan semua orang-tua adalah se-demikian rupa sehingga mereka tidak membenci atau marah terhadap anaknya meskipun mereka terlahir jelek. Mereka juga tidak kecewa dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir cacat. Setelah ibu mengandung dan melahirkan anaknya, ayah dan ibu bersama-sama merawat, membesarkan dan melindungi anaknya sampai akhir hayatnya. Sungguh luar biasa cinta kasih orang tua terhadap anaknya.
Kebaikan yang Ketujuh adalah rela membersihkan kotoran anaknya. Pada mulanya ibu cantik dan memiliki tubuh yang indah, semangatnya kuat dan bergelora, alis matanya seperti daun willow yang segar, dan kulitnya bersinar.Tetapi karena kebaikan ibu yang begitu men-dalam sehingga ia melupakan dan melepaskan kecantikannya. Sekalipun merawat dan mencuci anaknya, yang dapat membuat dirinya kotor dan merusak badannya. Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk kepentingan putra-putrinya. Dan dengan rela menerima kecantikannya yang memudar.
Kebajikan yang Kedelapan adalah kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh. Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya. Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan. Bila anak berjalan jauh, ibu merasa khawatir dikampungnya, dari pagi hingga malam, hatinya selalu bersama anaknya, sentiasa bersembahyang berharap anaknya selamat dan sukses agar dapat cepat pulang dan berkumpul kembali. Orang tua menunggu berita siang dan malam. Dan air mata jatuh berderai dari matanya, seperti monyet yang menangis diam diam, Sedikit demi sedikit hatinya hancur. Ketika tiada berita kunjung tiba. Demikian dalamnya cinta seorang ibu kepada anaknya.
Kebaikan Kesembilan adalah Kasih Sayang yang dalam berupa Pengabdian dan Perhatian orang tua terhadap anaknya. Sungguh sulit untuk dibalas. Mereka rela menderita demi kepentingan anaknya. Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan gejolak emosinya! Ketika tahu atau mendengar anaknya susah, Orang tua akan ikut bersusah hati. Bila anaknya bekerja berat, orang tua pun merasa tidak tenang. Bila mereka mendengar bahwa anak berjalan jauh, mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring ke-dinginan. Bahkan sakit se bentar yang diderita putra atau putrinya, akan me-nyebabkan orang tua lama bersusah hati.
Yang Kesepuluh adalah kebaikan dari rasa kasihan yang dalam dan simpati dari Orang tua terhadap anaknya.Cinta kasih dan kasih sayang orang tua adalah besar dan penting. Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti, seperti cahaya abadi dari Bulan dan matahari yang menyinari seluruh dunia, tidak pernah akan sirna. Sejak bangun pagi, yang dipikirkan mereka adalah anaknya. Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua selalu memikirkan mereka. Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun. dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh tahun. Inginkah anda mengetahui "Kapan" kebaikan dan cinta yang demikian itu berakhir ? Ia bahkan tidak berkurang hingga akhir hidupnya. Meski menjadi hantu sekalipun, mereka masih terikat kepada anaknya. Mereka tidak bisa melepaskan keterikatan itu.
Sang Buddha berkata kepada Ananda "Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku melihat bahwa sekalipun sebagian dari mereka terberkahi dilahirkan sebagai manusia, tetapi mereka bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka. mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. mereka tidak menghormati dan melupakan kebaikan dan apa yang benar. mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti atau patuh pada orang tua.Mereka tidak menyadari kebaikan orang tua yang sangat luar biasa. Alangkah sedihnya bila acap kali anak justru tidak meng-hormati orang tua mereka. Bahkan mereka dengan mudah nya melupakan kebaikan orang tua mereka. Mereka sungguh anak-anak yang tidak berbakti dan berbudi.
Kebajikan dari orang tua sungguh tulus, luas dan tidak terbatas. Bila seseorang berbuat kesalahan karena tidak berbakti, sungguh sulit untuk membayar kembali kebaikan itu !" Setelah mendengar uraian Guru Buddha tentang betapa dalamnya kebaikan orang tua, banyak yang menjatuhkan diri mereka ke tanah dan bersujud dalam kesedihan. Sebagian pingsan, yang lain menghentakkan kakinya ketanah. Bahkan ada yang ber darah karena terluka dan sedih. Dengan suara lantang mereka meratap : "Sungguh menderitanya! Alangkah sakitnya! Betapa menyakitkan! Anak yang telah menyakiti hati orang tuanya."
"Kami semua bersalah. Kami semua seperti penjahat yang tidak pernah sadar yang hidup bermabuk mabukan. Kami tidak sadar betapa dalamnya kelalaian kami." "Seperti mereka yang berjalan di malam yang gelap. Kami baru sekarang menyadari kesalahan-kesalahan kami dan hati kami tercabik-cabik. Dengan mendengarkan uraian Hyang Buddha kami terbangun dari alam mimpi yang panjang." "Kami hanya berharap Tathagata mengasihi dan menyelamatkan kami. Mohon ajarilah bagaimana membalas atau mengembalikan ke baikan yang mendalam dari kedua orang tua kami."
Pada waktu itu Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan bersih, seraya berkata kepada kumpulan besar itu, "Kalian semua harus mengerti dan mengetahui ini, sekarang akan Ku jelaskan beberapa segi dari hal ini." "Bila seseorang memikul ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu karena beban berat mereka, dan anak tersebut mengelilingi Puncak Semeru selama seratus ribu kalpa lamanya, sehingga darah yang mengucur membasahi pergelangan kakinya, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya."
"Bila seorang anak selama waktu satu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya demi memberi makan kedua orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang dilalui dalam per-jalanan ratusan ribu kalpa, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tuanya." "Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencungkil kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada Tathagata, dan terus dilakukannya hingga beratus-ratus ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".
"Bila seorang anak demi ayah dan ibunya mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi tanah dan ini ia lakukan dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh tentang kesakitannya, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya". "Bila seorang anak yang demi orang tua-nya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".
"Bila seorang anak demi orangtuanya, menghancur kan tulang-tulangnya sendiri sampai ke sumsum dan melakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya". "Jika seorang anak demi orangtuanya, menahan ratusan ribu pisau dan panah pada tubuhnya, dan hal ini dilakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap belum dapat membalas budi baik yang besar dari orang tuanya"."Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, dalam keadaan terbakar mempersembahkan tubuhnya kepada Buddha, dan melakukannya selama ratusan ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas jasa kebajikan dari orang tuanya".
Ketika itu, setelah mendengar penjelasan Buddha tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, "Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?" Hyang Buddha menjawab, "Wahai siswa siswaku, jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang tua..."
"Demi mereka tulis dan perbanyaklah Sutra ini, sebarluaskan demi kebajikan semua mahluk serta kumandangkanlah Sutra ini. Segeralah bertobat atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua kalian, berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha." Demi orang tua, patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan bersih. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktek berdana. Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.
Pada saat, Ananda dan lain-lainya dalam kumpulan besar "Asura, Garuda, Kinnara, Manusia, Bukan Manusia, dan lain-lainnya, demikian juga Dewa, Naga, Yaksha, Gandarwa, raja-raja bijaksana yang memutar roda, dan semua raja-raja yang lebih kecil, merasakan semua bulu pada badan mereka berdiri setelah mendengarkan apa yang disabda Hyang Buddha. Masing-masing dari mereka bertekad dan berkata, "Kami semua mulai sekarang sampai perwujudan akhir dari masa mendatang, akan lebih suka badan kami dilumatkan menjadi abu untuk beratus ribu kalpa daripada melanggar ajaran bijaksana dari Tathagata."Kami lebih suka lidah kami dicabut, sehingga akan memanjang sepanjang satu Yojana penuh, dan untuk selama seratus ribu kalpa sebuah luku besi ditarik diatasnya, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata."
"Kami lebih suka roda dengan seratus ribu pisau menggelinding dengan bebas diatas badan kami, Kami lebih suka badan kami diikat dengan jaring besi selama seratus ribu kalpa, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata." "Kami lebih suka badan kami dicincang, dipotong, dirusak dan dipahat menjadi sepuluh juta potong sehingga kulit, daging, persendian dan tulang-tulang kami betul-betul hancur, dari pada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata."
Ketika itu, Ananda dengan agung dan perasaan damai, bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kepada Hyang Buddha, "Bhagava, apakah nama Sutra ini bila kami ingin menjalankan dan menjaganya?" Buddha bersabda kepada Ananda, "Sutra ini disebut SUTRA KEBAIKAN DAN KASIH YANG MENDALAM DARI ORANG TUA DAN KESULITAN UNTUK MEMBALASNYA. Pakailah nama ini bila engkau INGIN mengikuti dan menjaganya". Pada saat itu, kumpulan besar, Dewa, Asura, Manusia, dan lain-lainnya, mendengar apa yang telah diuraikan oleh Hyang Buddha, mereka sangat gembira. Mereka mempercayainya, menerimanya, dan menyesuaikannya dengan tingkah laku mereka dan kemudian menunduk hormat dan berlalu.
Ada dua Buddha di setiap keluarga.
Tetapi sungguh sayang, tidak banyak yang mengerti hal ini.
Mereka tidak perlu dipuja dengan emas dan sebagainya, atau diukir dengan cendana.
Perhatikanlah ayah dan ibu, mereka adalah Sakyamuni dan Maitreya.
Jika sanggup memberikan persembahan kepada mereka,
Kebajikan yang lain tidaklah berarti.