//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sutra Bakti (II)  (Read 50715 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #60 on: 05 June 2009, 01:37:10 PM »
Berarti di kemudian hari saya membuat sutra yang di atas namakan Buddha tidak masalah ya?
Yang penting tidak bertentangan gitu?
misalnya, saya mencomot ajaran sana dan sini kemudian di satukan dan seakan2 Buddha yang berkata boleh ya?

Saya tidak mengatakan kita boleh membuatnya sesuka kita. Saya rasa kesimpulan demikian terlalu menggeneralisir. Pendirian ini hanya berlaku untuk sutra/sutta yang telah ada.

Karena demikianlah yang saya baca, sutra aspal asal tidak bertentangan dengan 4km jmb8 maka tidak apa2 ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #61 on: 05 June 2009, 01:42:11 PM »
Maaf, permisi bentar ;D

di page 2 bro Edward memberikan beberapa salinan yg dianggap Sutra Bakti... ;D

sebenarnya yg didebatkan sutra bakti yg versi mana?


Spoiler: ShowHide

Nih, tak quote sutra Bhakti yg aseli menurut thread sebelumnya..
Versi asli dalam koleksi Mahayana Tiongkok :
3. 佛說父母恩難報經 Fo Shuo Fu Mu En Nan Bao Jing
No.0684, kategori: Kumpulan Sutra.
Penerjemah: AnShiKao, masa dinasti Han

Sutra Hyang Buddha Mewejangkan Sulitnya Membalas Jasa Orang Tua
(佛說父母恩難報經 Fo Shuo Fu Mu En Nan Bao Jing)
Penerjemah sanskerta ke bahasa Tiongkok : Master Tripitaka AnShigao , Masa Dinasti Han Timur.

Demikianlah yang aku dengar.

Pada suatu ketika, Hyang Bhagava berdiam di Kota Sravasti, Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Pada saat itu, Hyang Bhagava berkata kepada para bhiksu, “Orang tua dari anak memiliki jasa yang besar. Mereka menyusui, merawat dan mendidik anak setiap saat hingga tumbuh besar. Sedangkan bila seorang anak memikul ayahnya dipundak kiri dan memikul ibunya dipundak kanan selama ribuan tahun, walau orang tua nya membuang kotoran di atas pundaknya, sang anak tetap tidak merasa marah. Meskipun [sang anak telah berbuat demikian], jasa baik orang tua tetap tidak cukup terbalaskan."

Seorang anak sepatutnya mengajarkan praktik cinta kasih kepada orang tua,  bila orang tua tidak memiliki keyakinan pada ajaran [dharma], hendaknya mengajarkannya hingga memiliki keyakinan pada ajaran [dharma], agar mereka memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka tidak memiliki sila, hendaknya mengajarkan praktik sila, agar memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka tidak pernah mendengar [dharma], hendaknya mengusahakan mereka mendengarkan [dharma], agar memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka memiliki watak serakah, hendaknya mengajarkan praktik dana, hingga mereka dapat berdana dengan sukacita, agar memperoleh kedamaian. Hendaknya mengajarkan mereka agar dapat memiliki keyakinan bahwa Tathagata telah mencapai Pencerahan sempurna, Sang Sugata, Yang telah sempurna tindak tanduknya, Pengenal segenap alam, Yang tiada bandingannya, Guru para dewa dan manusia, Yang tercerahkan, Yang maha mulia. Agar mereka memperoleh kedamaian. Hendaknya mengajarkan mereka memiliki keyakinan pada sangha suci. Dharma memiliki makna yang dalam dan halus, dengan mempraktikkannya maka pada kehidupan sekarang akan memperoleh buahnya, yang mana para bijak memahami dan menembus makna tentang praktik ini. Demikianlah Sangha suci dari Sang Tathagata yang mana tindak tanduk mereka telah suci, batin mereka lurus, hidup dalam keharmonisan, mereka telah berhasil dalam dharma, berhasil dalam sila, berhasil dalam samadhi, berhasil dalam prajna, berhasil dalam pembebasan, berhasil dalam pengetahuan pembebasan, berhasil dalam kebijaksanaan, demikianlah mereka disebut Sangha suci, yang terdiri atas 4 pasang makhluk  8 jenis makhluk ariya dalam Sangha suci Sang Tathagata yang maha mulia. Dengan memberi hormat pada perkumpulan demikian merupakan ladang kebajikan yang tiada bandingannya di dunia ini.

Ada dua jenis anak dalam diri seorang bhiksu, yakni anak kandung dan anak adopsi, demikianlah ada dua jenis anak dalam diri para bhiksu. Oleh karena itu, oh para bhiksu, hendaknya belajar seperti anak kandung dan anak adopsi yang dapat mengeluarkan cita rasa dharma dari mulut mereka. Demikianlah oh para bhiksu hendaknya belajar seperti itu.

Setelah para bhiksu mendengarkan wejangan Hyang Buddha, mereka merasa bergembira dan mempraktikkannya.




Spoiler: ShowHide

Kalo ini yang menurut bro Gandalf,....
Nambah ya.....

Bakti kepada orang tua juga ada dalam kitab Divyavadana (abad 2-3 M), bagian Purna Avadana. Perlu diketahui Divyadana ini ditemukan versi Sansekertanya di Nepal, dan berasal dari sekte Sarvastivada. Divyavadana ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa.

Bhiksu An Shigao yang menterjemahkan Foshuo Fumu Ennan Baojing juga dalah Bhiksu Sarvastivada. Oleh karena itu apabila asal muasal Sutra Bakti Seorang Anak mau ditelusuri lebih jauh lagi, maka asalnya bukan Theravada, tetapi Sarvastivada.

Berikut kutipan dari Purnaavadana bagian Maudgalyayana dan ibunya:

Kemudian Arya Mahamaudgalyayana berpikir, “Di waktu yang lalu Sang Buddha berkata, ‘Bhiksu, ibu dan ayah dari seorang anak tentu adalah pelaku tugas yang berat. Mereka mengasuh dan merawat anak, mereka membesarkannya, memberinya susu dan orang tua adalah pembimbing anaknya dalam [memperkenalkan] berbagai macam keindahan dari Jambudvipa ini. Meskipun seorang anak melayani ibunya dengan setengah kekuatannya dan setengah satunya untuk melayani ayahnya selama 100 tahun penuh; meskipun ia memberikan pada mereka semua perhiasan, permata, lazuardi, ibu permata, koral, perak, emas, jamrud, batu mata harimau, batu delima dan cangkang kerang yang spiralnya berputar kea rah kanan [yang ditemukan] di bumi yang besar ini; meskipun ia membuat kedua orang tuanya berada dalam kekuasaan agung dan tahta kerajaan – bahkan setelah melakukan hal-hal sebanyak itu, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang sangat besar yang diberikan oleh ibu dan ayahnya.

“Namun seorang anak yang yang mengenalkan kebajikan keyakinan [pada Dharma] pada ibu dan ayahnya yang belum berkeyakinan; anak yang menginspirasi kedua orang tua mereka dengan keyakinan, membimbing mereka dalam keyakinan dan  meneguhkan mereka dalam keyakinan; anak yang mengenalkan kebajikan berdana pada ibu dan ayahnya yang tamak dan pencemburu; anak yang mengenalkan kebajikan Dharma pada ibu dan ayahnya yang tidak memiliki pemahaman; anak yang menginspirasi kedua orang tuanya dengan kualitas-kualitas ini, membimbing mereka dalam kualitas-kualitas ini dan meneguhkan mereka di dalamnya – anak yang melakukan hal-hal ini pada ibu dan ayahnya telah membalas budi baik yang telah dilakukan oleh ibu dan ayahnya”.

"Namun aku tidak pernah menunjukkan pelayanan seperti itu pada ibuku! Sekiranya sekarang aku memusatkan pikiranku pada alam amnakah ibuku terlahir kembali.” Dan dalam memusatkan pikirannya, Maudgalyayana melihat ibunya telah terlahir kembali di alam bernama Maricika. Ia berpikir, “Siapa yang akan memberinya bimbingan Dharma?” Maka ia melihat bahwa bimbingan tersebut akan dilakukan oleh Sang Buddha. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Kita di dunia ini sangat jauh dengan alam di mana ibuku terlahirkan. Sekiranya sekarang aku memberitahu Sang Buddha tentang persoalan ini.” Dan maka ia berbicara seperti ini pada Sang Buddha: “Bhagava, pada waktu yang lalu Sang Buddha berkata, ‘Bhiksu, ibu dan ayah dari seorang anak tentu adalah pelaku tindakan yang berat!’ Ibuku telah terlahir di Alam Maricika dan ia akan mendapatkan bimbingan Dharma dari Sang Buddha. Maka dari itu, Sang Bhagava sebaiknya membimbingnya. Mohon tunjukkanlah welas asih-Mu!”

Sang Buddha berkata, “Maudgalyayana, dengan kekuatan abhijna siapakah kita akan berkelana menuju dunia itu?
“Dengan abhijnaku, Sang Bhagava.” Maka Sang Buddha dan Arya Mahamaudgalyayana menginjakkan kaki mereka di puncak Gunung Sumeru, pergi, dan dalam tujuh hari sampai du dunia Maricika.
Seorang gadis bernama Bhadrakanya melihat Arya Mahamaudgalyayana datang dari kejauhan dan, melihatnya sekali lagi, ia dengan gembira lari menuju Maudgalyayana, berkata, ‘Ah! Setelah waktu yang lama aku melihat putraku lagi!”

Setelah itu, sekumpulan besar orang memberitahu: “Tuan-tuan, orang ini adalah seorang bhiksu yang telah berumur sedangkan wanita ini masihlah gadis muda! Bagaimana bisa ia adalah ibunya?”
Jawab Arya Mahamaudgalyayana, “Tuan-tuan, elemen-elemen tubuhku berasal darinya. Maka perempuan muda ini adalah ibuku.”

Kemudian Sang Buddha, mengetahui watak Bhadrakanya yang berasal dari jejak karma lampau, karakternya dan sifatnya, memberikan wejangan Dharma menjelaskan tentang Empat kebenaran Mulia sedemikian rupa, mendengarnya, Bhadrakanya, bagaikan halilintar  pemahaman menghancurkan dua puluh empat puncak gunung pandangan salah tentang ‘aku’ (atman), mencapai tingkatan Srotapanna.

Merealisasikan Dharma, Bhadrakanya menyerukan tiga kali ungkapan kegembiraan ini: “Pertolonganmu yang penuh welas asih telah kau lakukan untukku, Bhante, tidak pernah dilakukan oleh ibuku maupun ayahku, tidak juga oleh para dewa dan para leluhurku, oleh pendeta atau petapa. Samudra darah dan tangisan telah mongering! Pegunungan kerangka telah dutaklukkan! Gerbang penderitaan telah dengan cepat tertutup! Aku telah melampai mereka yang paling sempurna di antara dewa-dewa dan amnesia!” Dan Bhadrakanya kemudian mendeklamasikan syair ini:


Melalui kekuatan spiritualmu, maka tertutuplah jalan menuju kelahiran-kelahiran rendah, sangat menakutkan, sangat penuh dengan karma buruk dan kejahatan;
Terbukalah bagiku jalan menuju Surga; telah kudapatkan jalan menuju Nirvana, penuh dengan kebajikan.
Melalui perlindunganku padamu, hari ini aku telah mencapai kebebasan dari karma buruk, memperoleh kesempurnaan, pandangan sepenuhnya terang.
Dan telah mencapai tujuan yang diinginkan yang dicapai oleh para Buddha – aku telah menyebrang ke pantai seberang dari samudra penderitaan.

O engkau yang di dunia ini dihormati oleh para dewa, manusia dan iblis, yang terbebas dari lahir, tua, sakit dan mati. Ia yang sangat jarang muncul bahkan di ribuan kelahiran – O Suciwan, melihatmu hari ini telah membuahkan buah yang agung!


“Aku telah melampaui [roda kehidupan dan kematian], Bhante, aku telah pergi ke pantai seberang! Aku, diriku ini, pergi berlindung pada Buddha, Dharma dan Sangha. Mohon terimalah aku sebagai upasika mulai hari ini sampai selama aku hidup – aku, makhluk hidup yang telah pergi berlindung dan mempunyai keyakinan yang kuat. Semoga Sang Buddha, bersama-sama dengan Mahamaudgalyayana Yang Suci, sekarang setuju untuk menerima dana dariku.” Sang Buddha mengindikasikan persetujuannya terhadap permintaan Bhadrakanya dengan tetap diam.

Kemudian, setelah memastikan bahwa Sang Buddha dan Arya Mahamaudgalyayana telah duduk dengan nyaman, dengan kedua tangannya sendiri Bhadrakanya melayani dan memuaskan mereka dengan makanan-makanan bersih yang paling lezat, baik keras maupun lembut. Ketika ia melihat Sang Buddha telah seselsai makan, telah mencuci tangannya dan telah menaruh mangkuk dana di sisinya, Bhadrakanya mengambil kursi dan duduk di hadapan Sang Buddha untuk mendengarkan Dharma. Sang Buddha kemudian membabartkan Dharma padanya. Arya Mahamaudgalyayana mendapatkan kembali mangkuk dana Sang Buddha [ yang telah dicuci] dan mengembalikannya pada sang Buddha. Kemudian Sang Buddha berkata, “Maudgalyayana, ayo kita pergi.”


 _/\_
The Siddha Wanderer



Spoiler: ShowHide

Ini yang menurut Kanon Pali...
bagi yg kemaren kurang sreg dengan cetak / salin buku:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an02/an02.031.than.html

"Monks, I will teach you the level of a person of no integrity and the level of a person of integrity. Listen & pay close attention. I will speak."

"As you say, lord," the monks responded.

The Blessed One said: "Now what is the level of a person of no integrity? A person of no integrity is ungrateful, doesn't acknowledge the help given to him. This ingratitude, this lack of acknowledgment is second nature among rude people. It is entirely on the level of a person of no integrity.

"A person of integrity is grateful & acknowledges the help given to him. This gratitude, this acknowledgment is second nature among fine people. It is entirely on the level of a person of integrity.

{II,iv,2} "I tell you, monks, there are two people who are not easy to repay. Which two? Your mother & father. Even if you were to carry your mother on one shoulder & your father on the other shoulder for 100 years, and were to look after them by anointing, massaging, bathing, & rubbing their limbs, and they were to defecate & urinate right there [on your shoulders], you would not in that way pay or repay your parents. If you were to establish your mother & father in absolute sovereignty over this great earth, abounding in the seven treasures, you would not in that way pay or repay your parents. Why is that? Mother & father do much for their children. They care for them, they nourish them, they introduce them to this world. But anyone who rouses his unbelieving mother & father, settles & establishes them in conviction; rouses his unvirtuous mother & father, settles & establishes them in virtue; rouses his stingy mother & father, settles & establishes them in generosity; rouses his foolish mother & father, settles & establishes them in discernment: To this extent one pays & repays one's mother & father."



Jadi yg mana ;D
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #62 on: 05 June 2009, 01:44:52 PM »
Lho bukan kah "sebarkanlah sutra ini maka Orang tuamu akan terlahir di alam surga." Nah, bukankah seperti itu ceritanya?

menurut bro Ryu, ini gak ada hubungannya gt?
makanya bro Ryu berpendapat ini sesat..?
bertentangan dengan ini :
“Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan; oleh diri sendiri seseorang menjadi tidak suci. Hanya oleh diri sendiri kejahatan dihentikan; hanya oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci dan tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.” (Dhammapada 165).


Jugan dengan cerita ini :
Pada Zaman dahulu kala di India, ada seorang kepala kampung melihat iring2an brahmana dari barat sedang mengadakan upacara kematian dengan cara mengangkat orang mati itu ke atas dan membawanya keluar, memanggil nama orang mati tersebut. Hal ini dipercayai untuk mempercepat orang mati itu ke alam Surga.
Kebetulan kepala kampung tersebut bertemu dengan seorang yang sangat bijaksana, maka dia bertanya kepada orang yang sangat bijaksana tersebut mengenai pendapatnya terhadap para brahmana yang mengadakan upacara kematian itu.

Atas pernyataan tersebut, Sang Buddha bertanya dengan mengemukakan dua buah perumpamaan yang patut kita renungkan setiap saat sehingga tidak tergoda oleh fasilitas maupun ancaman oknum penjual kepercayaan religius, sebagai berikut:

1. Andaikata, seseorang melemparkan sebuah batu karang yang amat besar ke dalam sebuah kolam air yang sangat dalam; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:"Naiklah, batu karang yang baik ! Mengambanglah, batu karang yang baik ! mengambanglah ke tepi, batu karang yang baik !" Mungkinkah karena doa-doa, pujian yang dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas menyebabkan batu karang yang amat besar itu naik ke atas dan mengambang ke tepi ?' Asibandhaka menjawab bahwa hal itu tidak
mungkin terjadi.

Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula halnya dengan
siapa saja sebagai pengambil kehidupan mahluk lain, pengambil barang yang tidak diberikan, pelaku yang salah dalam bidang seksual, pembohong, penyebar fitnah, penguncar kata-kata kasar, pembicara hal yang tidak bermanfaat, orang yang serakah, orang yang batinnya diliputi niat jahat dan yang batinnya menganut pandangan keliru, betapapun besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama, melakukan pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas dengan berkata: "Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surga." Orang tersebut, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap tumimbal lahir di alam menyedihkan, di alam rendah, di Neraka.


2. Andaikata, seseorang menyelam membawa guci berisi mentega atau minyak ke dalam sebuah kolam air yang sangat dalam, lalu memecahkan guci tersebut sehingga pecahan guci itu tenggelam sedangkan mentega atau minyaknya mengambang naik ke permukaan air; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:"Turunlah, mentega yang baik ! Tenggelamlah ke dasar kolam, mentega yang baik ! Pergilah ke dasar kolam, mentega dan minyak yang baik !" Mungkinkah karena doa-doa, pujian yang dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas menyebabkan mentega atau minyak itu turun ke bawah dan tenggelam ke dasar kolam ?' Asibandhaka menjawab bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.

Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula halnya dengan siapa saja yang menghindari mengambil kehidupan mahluk lain, menghindari mengambil barang yang tidak diberikan, menghindari perilaku yang salah dalam bidang seksual, menghindari berbohong, menghindari memfitnah, menghindari menguncarkan kata-kata kasar, menghindari berbicara hal yang tidak bermanfaat, orang yang tidak serakah, orang yang batinnya tidak diliputi niat jahat dan yang batinnya menganut pandangan benar, betapapun besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama, melakukan pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas dengan berkata:

"Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tumimbal lahir di alam menyedihkan, di Neraka." Orang tersebut, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surgawi.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #63 on: 05 June 2009, 01:45:41 PM »
Maaf, permisi bentar ;D

di page 2 bro Edward memberikan beberapa salinan yg dianggap Sutra Bakti... ;D

sebenarnya yg didebatkan sutra bakti yg versi mana?


Spoiler: ShowHide

Nih, tak quote sutra Bhakti yg aseli menurut thread sebelumnya..
Versi asli dalam koleksi Mahayana Tiongkok :
3. 佛說父母恩難報經 Fo Shuo Fu Mu En Nan Bao Jing
No.0684, kategori: Kumpulan Sutra.
Penerjemah: AnShiKao, masa dinasti Han

Sutra Hyang Buddha Mewejangkan Sulitnya Membalas Jasa Orang Tua
(佛說父母恩難報經 Fo Shuo Fu Mu En Nan Bao Jing)
Penerjemah sanskerta ke bahasa Tiongkok : Master Tripitaka AnShigao , Masa Dinasti Han Timur.

Demikianlah yang aku dengar.

Pada suatu ketika, Hyang Bhagava berdiam di Kota Sravasti, Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Pada saat itu, Hyang Bhagava berkata kepada para bhiksu, “Orang tua dari anak memiliki jasa yang besar. Mereka menyusui, merawat dan mendidik anak setiap saat hingga tumbuh besar. Sedangkan bila seorang anak memikul ayahnya dipundak kiri dan memikul ibunya dipundak kanan selama ribuan tahun, walau orang tua nya membuang kotoran di atas pundaknya, sang anak tetap tidak merasa marah. Meskipun [sang anak telah berbuat demikian], jasa baik orang tua tetap tidak cukup terbalaskan."

Seorang anak sepatutnya mengajarkan praktik cinta kasih kepada orang tua,  bila orang tua tidak memiliki keyakinan pada ajaran [dharma], hendaknya mengajarkannya hingga memiliki keyakinan pada ajaran [dharma], agar mereka memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka tidak memiliki sila, hendaknya mengajarkan praktik sila, agar memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka tidak pernah mendengar [dharma], hendaknya mengusahakan mereka mendengarkan [dharma], agar memperoleh kedamaian [nibbana]. Bila mereka memiliki watak serakah, hendaknya mengajarkan praktik dana, hingga mereka dapat berdana dengan sukacita, agar memperoleh kedamaian. Hendaknya mengajarkan mereka agar dapat memiliki keyakinan bahwa Tathagata telah mencapai Pencerahan sempurna, Sang Sugata, Yang telah sempurna tindak tanduknya, Pengenal segenap alam, Yang tiada bandingannya, Guru para dewa dan manusia, Yang tercerahkan, Yang maha mulia. Agar mereka memperoleh kedamaian. Hendaknya mengajarkan mereka memiliki keyakinan pada sangha suci. Dharma memiliki makna yang dalam dan halus, dengan mempraktikkannya maka pada kehidupan sekarang akan memperoleh buahnya, yang mana para bijak memahami dan menembus makna tentang praktik ini. Demikianlah Sangha suci dari Sang Tathagata yang mana tindak tanduk mereka telah suci, batin mereka lurus, hidup dalam keharmonisan, mereka telah berhasil dalam dharma, berhasil dalam sila, berhasil dalam samadhi, berhasil dalam prajna, berhasil dalam pembebasan, berhasil dalam pengetahuan pembebasan, berhasil dalam kebijaksanaan, demikianlah mereka disebut Sangha suci, yang terdiri atas 4 pasang makhluk  8 jenis makhluk ariya dalam Sangha suci Sang Tathagata yang maha mulia. Dengan memberi hormat pada perkumpulan demikian merupakan ladang kebajikan yang tiada bandingannya di dunia ini.

Ada dua jenis anak dalam diri seorang bhiksu, yakni anak kandung dan anak adopsi, demikianlah ada dua jenis anak dalam diri para bhiksu. Oleh karena itu, oh para bhiksu, hendaknya belajar seperti anak kandung dan anak adopsi yang dapat mengeluarkan cita rasa dharma dari mulut mereka. Demikianlah oh para bhiksu hendaknya belajar seperti itu.

Setelah para bhiksu mendengarkan wejangan Hyang Buddha, mereka merasa bergembira dan mempraktikkannya.




Spoiler: ShowHide

Kalo ini yang menurut bro Gandalf,....
Nambah ya.....

Bakti kepada orang tua juga ada dalam kitab Divyavadana (abad 2-3 M), bagian Purna Avadana. Perlu diketahui Divyadana ini ditemukan versi Sansekertanya di Nepal, dan berasal dari sekte Sarvastivada. Divyavadana ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa.

Bhiksu An Shigao yang menterjemahkan Foshuo Fumu Ennan Baojing juga dalah Bhiksu Sarvastivada. Oleh karena itu apabila asal muasal Sutra Bakti Seorang Anak mau ditelusuri lebih jauh lagi, maka asalnya bukan Theravada, tetapi Sarvastivada.

Berikut kutipan dari Purnaavadana bagian Maudgalyayana dan ibunya:

Kemudian Arya Mahamaudgalyayana berpikir, “Di waktu yang lalu Sang Buddha berkata, ‘Bhiksu, ibu dan ayah dari seorang anak tentu adalah pelaku tugas yang berat. Mereka mengasuh dan merawat anak, mereka membesarkannya, memberinya susu dan orang tua adalah pembimbing anaknya dalam [memperkenalkan] berbagai macam keindahan dari Jambudvipa ini. Meskipun seorang anak melayani ibunya dengan setengah kekuatannya dan setengah satunya untuk melayani ayahnya selama 100 tahun penuh; meskipun ia memberikan pada mereka semua perhiasan, permata, lazuardi, ibu permata, koral, perak, emas, jamrud, batu mata harimau, batu delima dan cangkang kerang yang spiralnya berputar kea rah kanan [yang ditemukan] di bumi yang besar ini; meskipun ia membuat kedua orang tuanya berada dalam kekuasaan agung dan tahta kerajaan – bahkan setelah melakukan hal-hal sebanyak itu, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang sangat besar yang diberikan oleh ibu dan ayahnya.

“Namun seorang anak yang yang mengenalkan kebajikan keyakinan [pada Dharma] pada ibu dan ayahnya yang belum berkeyakinan; anak yang menginspirasi kedua orang tua mereka dengan keyakinan, membimbing mereka dalam keyakinan dan  meneguhkan mereka dalam keyakinan; anak yang mengenalkan kebajikan berdana pada ibu dan ayahnya yang tamak dan pencemburu; anak yang mengenalkan kebajikan Dharma pada ibu dan ayahnya yang tidak memiliki pemahaman; anak yang menginspirasi kedua orang tuanya dengan kualitas-kualitas ini, membimbing mereka dalam kualitas-kualitas ini dan meneguhkan mereka di dalamnya – anak yang melakukan hal-hal ini pada ibu dan ayahnya telah membalas budi baik yang telah dilakukan oleh ibu dan ayahnya”.

"Namun aku tidak pernah menunjukkan pelayanan seperti itu pada ibuku! Sekiranya sekarang aku memusatkan pikiranku pada alam amnakah ibuku terlahir kembali.” Dan dalam memusatkan pikirannya, Maudgalyayana melihat ibunya telah terlahir kembali di alam bernama Maricika. Ia berpikir, “Siapa yang akan memberinya bimbingan Dharma?” Maka ia melihat bahwa bimbingan tersebut akan dilakukan oleh Sang Buddha. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Kita di dunia ini sangat jauh dengan alam di mana ibuku terlahirkan. Sekiranya sekarang aku memberitahu Sang Buddha tentang persoalan ini.” Dan maka ia berbicara seperti ini pada Sang Buddha: “Bhagava, pada waktu yang lalu Sang Buddha berkata, ‘Bhiksu, ibu dan ayah dari seorang anak tentu adalah pelaku tindakan yang berat!’ Ibuku telah terlahir di Alam Maricika dan ia akan mendapatkan bimbingan Dharma dari Sang Buddha. Maka dari itu, Sang Bhagava sebaiknya membimbingnya. Mohon tunjukkanlah welas asih-Mu!”

Sang Buddha berkata, “Maudgalyayana, dengan kekuatan abhijna siapakah kita akan berkelana menuju dunia itu?
“Dengan abhijnaku, Sang Bhagava.” Maka Sang Buddha dan Arya Mahamaudgalyayana menginjakkan kaki mereka di puncak Gunung Sumeru, pergi, dan dalam tujuh hari sampai du dunia Maricika.
Seorang gadis bernama Bhadrakanya melihat Arya Mahamaudgalyayana datang dari kejauhan dan, melihatnya sekali lagi, ia dengan gembira lari menuju Maudgalyayana, berkata, ‘Ah! Setelah waktu yang lama aku melihat putraku lagi!”

Setelah itu, sekumpulan besar orang memberitahu: “Tuan-tuan, orang ini adalah seorang bhiksu yang telah berumur sedangkan wanita ini masihlah gadis muda! Bagaimana bisa ia adalah ibunya?”
Jawab Arya Mahamaudgalyayana, “Tuan-tuan, elemen-elemen tubuhku berasal darinya. Maka perempuan muda ini adalah ibuku.”

Kemudian Sang Buddha, mengetahui watak Bhadrakanya yang berasal dari jejak karma lampau, karakternya dan sifatnya, memberikan wejangan Dharma menjelaskan tentang Empat kebenaran Mulia sedemikian rupa, mendengarnya, Bhadrakanya, bagaikan halilintar  pemahaman menghancurkan dua puluh empat puncak gunung pandangan salah tentang ‘aku’ (atman), mencapai tingkatan Srotapanna.

Merealisasikan Dharma, Bhadrakanya menyerukan tiga kali ungkapan kegembiraan ini: “Pertolonganmu yang penuh welas asih telah kau lakukan untukku, Bhante, tidak pernah dilakukan oleh ibuku maupun ayahku, tidak juga oleh para dewa dan para leluhurku, oleh pendeta atau petapa. Samudra darah dan tangisan telah mongering! Pegunungan kerangka telah dutaklukkan! Gerbang penderitaan telah dengan cepat tertutup! Aku telah melampai mereka yang paling sempurna di antara dewa-dewa dan amnesia!” Dan Bhadrakanya kemudian mendeklamasikan syair ini:


Melalui kekuatan spiritualmu, maka tertutuplah jalan menuju kelahiran-kelahiran rendah, sangat menakutkan, sangat penuh dengan karma buruk dan kejahatan;
Terbukalah bagiku jalan menuju Surga; telah kudapatkan jalan menuju Nirvana, penuh dengan kebajikan.
Melalui perlindunganku padamu, hari ini aku telah mencapai kebebasan dari karma buruk, memperoleh kesempurnaan, pandangan sepenuhnya terang.
Dan telah mencapai tujuan yang diinginkan yang dicapai oleh para Buddha – aku telah menyebrang ke pantai seberang dari samudra penderitaan.

O engkau yang di dunia ini dihormati oleh para dewa, manusia dan iblis, yang terbebas dari lahir, tua, sakit dan mati. Ia yang sangat jarang muncul bahkan di ribuan kelahiran – O Suciwan, melihatmu hari ini telah membuahkan buah yang agung!


“Aku telah melampaui [roda kehidupan dan kematian], Bhante, aku telah pergi ke pantai seberang! Aku, diriku ini, pergi berlindung pada Buddha, Dharma dan Sangha. Mohon terimalah aku sebagai upasika mulai hari ini sampai selama aku hidup – aku, makhluk hidup yang telah pergi berlindung dan mempunyai keyakinan yang kuat. Semoga Sang Buddha, bersama-sama dengan Mahamaudgalyayana Yang Suci, sekarang setuju untuk menerima dana dariku.” Sang Buddha mengindikasikan persetujuannya terhadap permintaan Bhadrakanya dengan tetap diam.

Kemudian, setelah memastikan bahwa Sang Buddha dan Arya Mahamaudgalyayana telah duduk dengan nyaman, dengan kedua tangannya sendiri Bhadrakanya melayani dan memuaskan mereka dengan makanan-makanan bersih yang paling lezat, baik keras maupun lembut. Ketika ia melihat Sang Buddha telah seselsai makan, telah mencuci tangannya dan telah menaruh mangkuk dana di sisinya, Bhadrakanya mengambil kursi dan duduk di hadapan Sang Buddha untuk mendengarkan Dharma. Sang Buddha kemudian membabartkan Dharma padanya. Arya Mahamaudgalyayana mendapatkan kembali mangkuk dana Sang Buddha [ yang telah dicuci] dan mengembalikannya pada sang Buddha. Kemudian Sang Buddha berkata, “Maudgalyayana, ayo kita pergi.”


 _/\_
The Siddha Wanderer



Spoiler: ShowHide

Ini yang menurut Kanon Pali...
bagi yg kemaren kurang sreg dengan cetak / salin buku:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an02/an02.031.than.html

"Monks, I will teach you the level of a person of no integrity and the level of a person of integrity. Listen & pay close attention. I will speak."

"As you say, lord," the monks responded.

The Blessed One said: "Now what is the level of a person of no integrity? A person of no integrity is ungrateful, doesn't acknowledge the help given to him. This ingratitude, this lack of acknowledgment is second nature among rude people. It is entirely on the level of a person of no integrity.

"A person of integrity is grateful & acknowledges the help given to him. This gratitude, this acknowledgment is second nature among fine people. It is entirely on the level of a person of integrity.

{II,iv,2} "I tell you, monks, there are two people who are not easy to repay. Which two? Your mother & father. Even if you were to carry your mother on one shoulder & your father on the other shoulder for 100 years, and were to look after them by anointing, massaging, bathing, & rubbing their limbs, and they were to defecate & urinate right there [on your shoulders], you would not in that way pay or repay your parents. If you were to establish your mother & father in absolute sovereignty over this great earth, abounding in the seven treasures, you would not in that way pay or repay your parents. Why is that? Mother & father do much for their children. They care for them, they nourish them, they introduce them to this world. But anyone who rouses his unbelieving mother & father, settles & establishes them in conviction; rouses his unvirtuous mother & father, settles & establishes them in virtue; rouses his stingy mother & father, settles & establishes them in generosity; rouses his foolish mother & father, settles & establishes them in discernment: To this extent one pays & repays one's mother & father."



Jadi yg mana ;D
Yang di debatkan sutra palsu yang beredar di indonesia, bahkan ada versi VCDnya lho
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #64 on: 05 June 2009, 01:50:33 PM »
^

  Bagi donk.... isi sutra nya :D  yg mana? salah satu yg di spoiler kah?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #65 on: 05 June 2009, 01:59:16 PM »
^

  Bagi donk.... isi sutra nya :D  yg mana? salah satu yg di spoiler kah?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,997.0.html
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #66 on: 05 June 2009, 02:54:23 PM »
RYU:

Lho bukan kah "sebarkanlah sutra ini maka Orang tuamu akan terlahir di alam surga." Nah, bukankah seperti itu ceritanya?

TAN:

Ya. Itu sebenarnya adalah konsep pelimpahan jasa dan bakti. Tetapi saya juga tidak setuju kalau ajaran seperti itu ditelan mentah-mentah. Konsepnya tidak sesederhana itu. Di sinilah kita perlu belajar memisahkan daging dan tulang.
Konsep bakti dan pelimpahan jasa (patthidana) Oke. Menyebarkan ajaran Dharma juga adalah Oke. Di sini kita tidak membahas apakah "jasa" tersebut diterima atau tidak diterima oleh yang bersangkutan. Karena menurut saya diskusi apapun mengenai masalah itu tidak ada gunanya. Tidak ada seorangpun dapat memberikan bukti definitif (kecuali Anda dapat membuktikan sebaliknya).
Kedua, mengapa dikarang Sutra itu? Sutra itu menurut sejarahnya dikarang oleh para bhikshu di Tiongkok untuk menepis anggapan bahwa agama Buddha itu tidak menekankan konsep bakti (xiao). Nah, lepas dari tindakan itu "pembodohan" atau bukan, itu adalah usaha agar Buddhisme diterima di Tiongkok yang sangat kental ajaran Konfusianisme atau Rujiao-nya.
Nah, umat Mahayanis yang telah tahu sejarah Sutra tersebut hendaknya juga bijaksana. Seperti yang saya kupas tadi, dalam sekeranjang jeruk saya akan pilah2 mana yang busuk dan mana yang baik.

RYU:

Dalam hal ini pun Menurut Ko Tan dalam sutra ini ada yang baik tapi ada yang tidak baik juga khan? ingat ko karena nila setitik rusak susu sebelangga

TAN:

Bung Ryu benar. Ada baik dan tidak baiknya. Sehubungan dengan nila dan susu, sekarang sudah ada banyak metoda dalam ilmu kimiawi untuk memisahkan dua cairan, contohnya destilasi, kromatografi dan lain sebagainya.
Jadi "nila" dan "susu" sudah dapat dipisahkan dengan mudah - tidak seperti dulu.
Jadi mana "nila" dan mana "susu" sudah dapat dicermati dengan mudah.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #67 on: 05 June 2009, 03:00:23 PM »
Mengapa Sutra Bakti yang "aspal" itu lebih banyak diterima?

(1)Isinya mudah dipahami, seperti kita membaca novel.
(2)Sesuai dengan tujuan pengarangnya, isinya telah disesuaikan dengan filosofi Rujiao (Konfusianisme) - karena orang Chinese telah membudaya dengan filosofi Ru, maka tentu saja Sutra ini lebih populer.

Terlepas dari baik dan buruknya Sutra di atas, maka pesan (susu) yang perlu kita "minum" atau tangkap terletak pada konsep bakti (xiao)-nya. Lain dari pada itu, "nila"-nya tidak perlu kita minum.

Amiduofo,

Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #68 on: 05 June 2009, 03:03:27 PM »
RYU:

Lho bukan kah "sebarkanlah sutra ini maka Orang tuamu akan terlahir di alam surga." Nah, bukankah seperti itu ceritanya?

TAN:

Ya. Itu sebenarnya adalah konsep pelimpahan jasa dan bakti. Tetapi saya juga tidak setuju kalau ajaran seperti itu ditelan mentah-mentah. Konsepnya tidak sesederhana itu. Di sinilah kita perlu belajar memisahkan daging dan tulang.
Konsep bakti dan pelimpahan jasa (patthidana) Oke. Menyebarkan ajaran Dharma juga adalah Oke. Di sini kita tidak membahas apakah "jasa" tersebut diterima atau tidak diterima oleh yang bersangkutan. Karena menurut saya diskusi apapun mengenai masalah itu tidak ada gunanya. Tidak ada seorangpun dapat memberikan bukti definitif (kecuali Anda dapat membuktikan sebaliknya).
Kedua, mengapa dikarang Sutra itu? Sutra itu menurut sejarahnya dikarang oleh para bhikshu di Tiongkok untuk menepis anggapan bahwa agama Buddha itu tidak menekankan konsep bakti (xiao). Nah, lepas dari tindakan itu "pembodohan" atau bukan, itu adalah usaha agar Buddhisme diterima di Tiongkok yang sangat kental ajaran Konfusianisme atau Rujiao-nya.
Nah, umat Mahayanis yang telah tahu sejarah Sutra tersebut hendaknya juga bijaksana. Seperti yang saya kupas tadi, dalam sekeranjang jeruk saya akan pilah2 mana yang busuk dan mana yang baik.

RYU:

Dalam hal ini pun Menurut Ko Tan dalam sutra ini ada yang baik tapi ada yang tidak baik juga khan? ingat ko karena nila setitik rusak susu sebelangga

TAN:

Bung Ryu benar. Ada baik dan tidak baiknya. Sehubungan dengan nila dan susu, sekarang sudah ada banyak metoda dalam ilmu kimiawi untuk memisahkan dua cairan, contohnya destilasi, kromatografi dan lain sebagainya.
Jadi "nila" dan "susu" sudah dapat dipisahkan dengan mudah - tidak seperti dulu.
Jadi mana "nila" dan mana "susu" sudah dapat dicermati dengan mudah.

Amiduofo,

Tan
Apakah telah dilakukan oleh Dhammaduta dalam mahayana untuk menerangkan hal ini, atau membiarkannya? karena sepertinya hal ini memang terus berkembang dan IMAN dalam umat Buddha yang awam hanya menerima dan meyakini bahwa Sutra ini bisa menolong orang tua yang telah meninggal (sepertinya lho) ke surga.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #69 on: 05 June 2009, 03:20:15 PM »
RYU:

Apakah telah dilakukan oleh Dhammaduta dalam mahayana untuk menerangkan hal ini, atau membiarkannya? karena sepertinya hal ini memang terus berkembang dan IMAN dalam umat Buddha yang awam hanya menerima dan meyakini bahwa Sutra ini bisa menolong orang tua yang telah meninggal (sepertinya lho) ke surga.

TAN:

Kalau itu saya tidak tahu. Saya sendiri tidak ikut organisasi apa-apa2. Saya juga tidak punya jabatan apa2 dalam Mahayana. Juga bukan dharmaduta (cuma nicknya aja yang dh4rm4duta) resmi. Cuman saya sering memberikan penjelasan dan pengertian, walaupun sifatnya tidak memaksa.

Amiduofo,

Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #70 on: 05 June 2009, 04:15:49 PM »
RYU:

Apakah telah dilakukan oleh Dhammaduta dalam mahayana untuk menerangkan hal ini, atau membiarkannya? karena sepertinya hal ini memang terus berkembang dan IMAN dalam umat Buddha yang awam hanya menerima dan meyakini bahwa Sutra ini bisa menolong orang tua yang telah meninggal (sepertinya lho) ke surga.

TAN:

Kalau itu saya tidak tahu. Saya sendiri tidak ikut organisasi apa-apa2. Saya juga tidak punya jabatan apa2 dalam Mahayana. Juga bukan dharmaduta (cuma nicknya aja yang dh4rm4duta) resmi. Cuman saya sering memberikan penjelasan dan pengertian, walaupun sifatnya tidak memaksa.

Amiduofo,

Tan
Ya semoga saja ada yang mau merubah sutra ini ko, Ko khan sering menulis buku nih masa gak mau mendukung ke pandangan benar ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline mushroom_kick

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.302
  • Reputasi: 92
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #71 on: 05 June 2009, 04:19:28 PM »
tdk sependapat, jd pandangan gk bener...
sependapat, berarti pandangan bener...
Segala fenomena bentuk & batin tidaklah kekal ada na.....
Semua hanyalah sementara.....

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #72 on: 05 June 2009, 04:30:16 PM »
tdk sependapat, jd pandangan gk bener...
sependapat, berarti pandangan bener...
oh berarti pandangan yang benar seperti ini ya uwis deh aye ngalah :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline mushroom_kick

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.302
  • Reputasi: 92
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #73 on: 05 June 2009, 04:35:58 PM »
tdk sependapat, jd pandangan gk bener...
sependapat, berarti pandangan bener...
oh berarti pandangan yang benar seperti ini ya uwis deh aye ngalah :))

eitz... kok pake ngalah2an..
tdk sependapat kan lom tentu pandangan sala..ap lg ampe merubah isi sutra..wuih...
Segala fenomena bentuk & batin tidaklah kekal ada na.....
Semua hanyalah sementara.....

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra Bakti (II)
« Reply #74 on: 05 June 2009, 04:40:19 PM »
Isi sutta pandangan benar :


SAMMADITTHI SUTTA (9)

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993

Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Anathapindika Arama, Savatthi. Bhikkhu Sariputta menyapa para bhikkhu: "Para bhikkhu."
"Avuso," jawab mereka. Bhikkhu Sariputta berkata:
"Para avuso mengatakan, 'Seseorang berpandangan benar'. Dalam cara apa siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada Dhamma serta hidup sesuai dengan dhamma."
"Memang, kami datang dari jauh untuk belajar dari Bhikkhu Sariputta. Setelah mendengarkan Dhamma ini, para bhikkhu akan mengingatnya."
"Para avuso, dengar dan perhatikanlah baik-baik apa yang akan saya sampaikan."
Para bhikkhu menjawab: "Baiklah avuso." Selanjutnya Bhikkhu Sariputta berkata:
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala), akar dari hal-hal yang tidak bermanfaat, hal-hal yang bermanfaat (kusala), akar dari hal-hal yang bermanfaat. Melalui cara ini, dia adalah orang yang berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah hal-hal yang tidak membawa manfaat, akar dari hal-hal yang tidak membawa manfaat; apakah hal-hal yang membawa manfaat, akar dari hal-hal yang membawa manfaat? Hal-hal yang tidak membawa manfaat itu adalah:
Membunuh makhluk-makhluk (panatipata)
Mengambil apa yang tidak diberikan (adinadana)
Melakukan pemuasan nafsu dengan cara yang salah (kamesumicha cara)
Berdusta (musavada)
Menfitnah (pisunavaca)
Mengucapkan kata-kata kasar (pharusavaca)
Pergunjingan (samphappalapa)
Keserakahan (abhijjha)
Kebencian (byapada)
Berpandangan salah (micchaditthi)
Inilah hal-hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusalamula)? Keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) adalah akar hal-hal yang tidak bermanfaat. Inilah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah hal yang membawa manfaat (kusala)? Hal yang membawa manfaat (menguntungkan) adalah:
Tidak membunuh makhluk-makhluk hidup
Tidak mengambil apa yang tidak diberikan
Tidak memuaskan nafsu dengah cara yang salah
Tidak berdusta
Tidak menfitnah
Tidak berkata kasar
Tidak bergunjing
Tidak serakah
Tidak membenci
Tidak memiliki pandangan salah
Inilah hal-hal yang membawa manfaat (kusala).
Apakah akar dari perbuatan yang membawa manfaat (keuntungan)? Tidak serakah (alobha), Tidak membenci (adosa), kebijaksanaan (amoha) adalah akar dari hal-hal yang bermanfaat (kusala).
Setelah siswa ariya telah mengerti sepenuhnya hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala) serta akarnya dan hal-hal yang bermanfaat (kusala) serta akarnya, dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama dari kecenderungan nafsu-nafsu, menolak, membasmi pandangan dan konsep tentang diri (atta). Dengan melenyapkan kegelapan batin (avijja) dan mengembangkan pengetahuan benar (vijja), maka dengan ini ia mengakhiri penderitaan (dukkha nirodha). Melalui cara ini, seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang makanan yang menunjang kehidupan (ahara), munculnya, lenyapnya, jalan untuk melenyapkan ahara. Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah makanan (ahara) yang menunjang kehidupan, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada 4 (empat) jenis makanan yang menunjang kehidupan (cattaro ahara) untuk memelihara dan menunjang kelangsungan hidup makhluk-makhluk dan bagi mereka yang mencari pembaruan dalam kehidupan. Apakah keempat hal itu?
Keempat hal itu adalah:

   1. Makanan jasmani (Kabalimkarahara)
   2. Kesan-kesan (Phassahara)
   3. Kehendak pikiran (Manosancetana Ahara)
   4. Kesadaran (Vinnana Ahara)

Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah ahara. Dengan lenyapnya keinginan (tanha), maka lenyaplah ahara. Jalan utama untuk melenyapkan ahara hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu:

   1. Pandangan Benar (Samma Ditthi)
   2. Pikiran Benar (Samma Sankappa)
   3. Ucapan Benar (Samma Vaca)
   4. Perbuatan Benar (Samma Kammanta)
   5. Penghidupan Benar (Samma Ajiva)
   6. Usaha Benar (Samma Vayama)
   7. Perhitungan Benar (Samma Sati)
   8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)

Setelah siswa ariya mengerti sepenuhnya tentang apa yang menunjang kehidupan (ahara), dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama (dukkha). Melalui cara ini, ia berpandangan benar... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan (dukkha samudaya), lenyapnya penderitaan (dukkha nirodha) dan jalan untuk melenyapkan penderitaan (dukkha nirodha gaminipatipada). Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, berkeyakinan teguh pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan, lenyapnya penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan, kelahiran, usia tua, kesakitan, kematian, duka cita, ratap tangis, sakit, susah hati, putus asa, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya, melekat pada lima kelompok kehidupan (pancakkhanda) adalah penderitaan. Inilah apa yang dinamakan penderitaan (dukkha).
Apakah sumber dari penderitaan? Keinginan (tanha) yang tiada hentinya, dan disertai kegembiraan dan nafsu menyukai ini dan itu, inilah yang dinamakan:

   1. Keinginan terhadap nafsu indra (kama tanha)
   2. Keinginan untuk menjadi kembali (bhava tanha)
   3. Keinginan untuk tidak menjadi kembali (vibhava tanha)

Inilah asal mula dari penderitaan (dukkha samudaya).
Apakah yang dimaksud lenyapnya penderitaan? Menyingkirkan, menghilangkan sedikit demi sedikit dan menghentikan, menyerahkan, melepaskan, membiarkan pergi dan menolak nafsu-nafsu keinginan (tanha). Inilah yang dinamakan penderitaan (dukkha nirodha).
Apakah Jalan untuk melenyapkan penderitaan? Jalan untuk melenyapkan penderitaan adalah Jalan Mulia berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu: pandangan benar ... konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti ... dia adalah orang yang berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira terhadap uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya kembali: "Avuso, tetapi apakah ada cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti usia tua (jara) dan kematian (marana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian. Dengan cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Tetapi apakah usia tua dan kematian, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian? Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, usia tua (jara), gigi yang patah (danta), rambut yang memutih (kesa), keriput, tua renta dan lemah tak berdaya -- inilah yang dinamakan usia tua.
Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, mati kematian, meninggal dunia, perpisahan, kehilangan, ditinggalkan, berakhirnya waktu kehidupan, khandha-khandha terpisah -- inilah yang dinamakan kematian.
Jadi, inilah usia tua dan kematian yang disebut jara marana. Dengan adanya kelahiran, maka muncul usia tua dan kematian. Dengan tidak adanya kelahiran, maka tidak ada usia tua dan kematian. Jalan untuk mengakhiri usia tua dan kematian hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga) yaitu: pandangan benar, ..., konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti akan hal ini ..."
"Avuso, sungguh baik," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, avuso adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.":
Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kelahiran (jati), sebabnya, dan jalan untuk menghentikan kelahiran. Dengan cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kelahiran, sebab dari kelahiran, lenyapnya dan jalan untuk menghentikan kelahiran?
Dalam proses kehidupan setiap mahluk, kelahiran makhluk-makhluk, mereka terlahir, keguguran, penerus, perwujudan dari kelompok kehidupan (khanda), indera memiliki kesan. Inilah yang dinamakan kelahiran (jati). Dengan timbulnya penjadian (bhava) maka timbullah kelahiran (jati). Dengan lenyapnya bhava, maka lenyaplah kelahiran (jati). Jalan utama untuk menghentikan kelahiran hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Athangika Magga) yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Avuso, sungguh baik," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa yang mulia mengerti tentang penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar ... Inilah keyakinan-benar yang ia miliki. Apakah penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada tiga jenis dari penjadian (bhava), yaitu:

   1. Penjadian di alam yang penuh nafsu (Kama Bhava)
   2. Penjadian di alam Rupa Brahma (Rupa Bhava)
   3. Penjadian di alam Arupa Brahma (Arupa Bhava)

Dengan timbulnya kemelekatan (upadana) maka timbul penjadian (bhava). Dengan lenyapnya upadana, maka lenyap pula bhava. Jalan untuk melenyapkannya hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, ... konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini ..."
"Sungguh baik, avuso," kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: "Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar ... Inilah keyakinan benar yang ia miliki."
"Ada," jawab Bhikkhu Sariputta.
"Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kemelekatan (upadana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar .... Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kemelekatan, apakah sebabnya dari kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan untuk melenyapkan kemelekatan? Ada 4 (empat) jenis kemelekatan, yaitu:

   1. Kemelekatan terhadap nafsu indera (Kamupadana)
   2. Kemelekatan terhadap pandangan salah (Ditthupadana)
   3. Kemelekatan terhadap upacara-upacara agama (Silabbatupadana)
   4. Kemelekatan terhadap adanya diri (atta) yang kekal (Attavadupadana).

bersambung...
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

 

anything