XVI. SATU HAL<159>
i. Sub Bab Pertama
296 (1)
“Para bhikkhu, ada satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna.<160> Apakah satu hal itu? Perenungan pada Buddha.<161>Ini adalah satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan … pada nibbāna.”
297 (2) – 305 (10) <162>
(297) “Para bhikkhu, ada satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna. Apakah satu hal itu? Perenungan pada Dhamma … (298) Perenungan pada Saṅgha … (299) Perenungan pada perilaku bermoral … (300) Perenungan pada kedermawanan … (301) Perenungan pada para deva … (302) Perhatian pada pernafasan … (303) Perhatian pada kematian … (304) Perhatian yang diarahkan pada jasmani … (305) Perenungan pada kedamaian.<163> Ini adalah satu hal yang, ketika dikembangkan dan dilatih, akan mengarah secara eksklusif pada kekecewaan … pada nibbāna.”
ii. Sub Bab Ke Dua<164>
306 (1)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang karenanya kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya pandangan salah. Bagi seorang yang berpandangan salah, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”
307 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang karenanya kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat seperti halnya pandangan benar. [31] Bagi seorang yang berpandangan benar, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.”
308 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang karenanya kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pandangan salah.<165> Bagi seorang yang berpandangan salah, maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”
309 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang karenanya kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang seperti halnya pandangan benar.<166> Bagi seorang yang berpandangan benar, maka kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul menjadi berkurang.”
310 (5)
“Para bhikkhu, Aku tidak bahkan satu hal pun yang karenanya pandangan salah yang belum muncul menjadi muncul dan pandangan salah yang telah muncul menjadi bertambah seperti halnya pengamatan tidak waspada. Bagi seorang yang memiliki pengamatan tidak waspada, maka pandangan salah yang belum muncul menjadi muncul dan pandangan salah yang telah muncul menjadi bertambah.”<167>
311 (6)
“Para bhikkhu, Aku tidak bahkan satu hal pun yang karenanya pandangan benar yang belum muncul menjadi muncul dan pandangan benar yang telah muncul menjadi bertambah seperti halnya pengamatan waspada. Bagi seorang yang memiliki pengamatan waspada, maka pandangan benar yang belum muncul menjadi muncul dan pandangan benar yang telah muncul menjadi bertambah.”<168>
312 (7)
“Para bhikkhu, Aku tidak bahkan satu hal pun yang karenanya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makkhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka, seperti halnya pandangan salah. Dengan memiliki pandangan salah, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makkhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.”
313 (8 )
“Para bhikkhu, Aku tidak bahkan satu hal pun [32] yang karenanya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makkhluk-makhluk terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga, seperti halnya pandangan benar. Dengan memiliki pandangan benar, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makkhluk-makhluk terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga.”
314 (9) <169>
“Para bhikkhu, bagi seorang yang berpandangan salah, apa pun kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran yang ia dorong dan ia lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktvitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.
“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih nimba, pare, atau labu pahit<170> ditanam di tanah yang lembab. Apa pun nutrisi yang diperoleh benih itu dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa pahit, getir, dan tidak menyenangkan. Karena alasan apakah? Karena benih itu adalah benih yang buruk. Demikian pula, bagi seorang yang berpandangan salah … semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.”
315 (10)
“Para bhikkhu, bagi seorang yang berpandangan benar, apa pun kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran yang ia dorong dan ia lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktvitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.
“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih tebu, beras gunung, atau anggur ditanam di tanah yang lembab. Apa pun nutrisi yang diperoleh benih itu dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa manis, menyenangkan, dan lezat.<171> Karena alasan apakah? Karena benih itu adalah benih yang baik. Demikian pula, bagi seorang yang berpandangan benar … semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.” [33]
iii. Sub Bab Ke Tiga<172>
316 (1)
“Para bhikkhu, ada satu orang yang muncul di dunia ini demi bahaya banyak orang, demi ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia. Siapakah satu orang itu? Yaitu seorang yang menganut pandangan salah dan memiliki perspektif yang tidak benar. Ia mengalihkan banyak orang dari Dhamma sejati dan menegakkan Dhamma yang buruk pada mereka. Ini adalah satu orang yang muncul di dunia ini demi bahaya banyak orang, demi ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia.”<173>
317 (2)
“Para bhikkhu, ada satu orang yang muncul di dunia ini demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia. Siapakah satu orang itu? Yaitu seorang yang menganut pandangan benar dan memiliki perspektif yang benar. Ia mengalihkan banyak orang dari Dhamma yang buruk dan menegakkan Dhamma sejati pada mereka. Ini adalah satu orang yang muncul di dunia ini demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia.”<174>
318 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu tercela seperti halnya pandangan salah. Pandangan salah adalah hal terburuk yang tercela.”
319 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu orang pun yang bertindak sedemikian demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia, seperti halnya manusia kosong Makkhali.<175> Seperti halnya sebuah perangkap yang dipasang di muara sungai akan membawa bahaya, penderitaan, kemalangan, dan bencana bagi banyak ikan, demikian pula, manusia kosong Makkhali adalah ‘perangkap bagi orang-orang’<176> yang telah muncul di dunia ini demi bahaya, penderitaan, kemalangan, dan bencana bagi banyak makhluk.” [34]
320 (5)
“Para bhikkhu, seorang yang mendorong [orang lain] dalam Dhamma dan disiplin yang dibabarkan dengan buruk, dan orang yang ia dorong, dan orang yang, setelah didorong demikian, kemudian mempraktikkan sesuai itu, semuanya menghasilkan banyak keburukan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan buruk.”
321 (6)
“Para bhikkhu, seorang yang mendorong [orang lain] dalam Dhamma dan disiplin yang dibabarkan dengan baik, dan orang yang ia dorong, dan orang yang, setelah didorong demikian, kemudian mempraktikkan sesuai itu, semuanya menghasilkan banyak kebaikan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan baik.”
322 (7)
“Para bhikkhu dengan Dhamma dan disiplin yang dibabarkan dengan buruk, maka jumlah secukupnya harus diketahui oleh pemberi [pemberian], bukan oleh penerima.<177> Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan buruk.”
323 (8 )
“Para bhikkhu dengan Dhamma dan disiplin yang dibabarkan dengan baik, maka jumlah secukupnya harus diketahui oleh penerima [pemberian], bukan oleh pemberi.<178> Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan baik.”
324 (9)
“Para bhikkhu, siapa pun yang membangkitkan kegigihan di dalam Dhamma dan displin yang dibabarkan dengan buruk, maka ia akan berdiam dalam penderitaan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan buruk.”
325 (10)
“Para bhikkhu, siapa pun yang malas di dalam Dhamma dan displin yang dibabarkan dengan baik, maka ia akan berdiam dalam penderitaan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan baik.”
326 (11)
“Para bhikkhu, siapa pun yang malas di dalam Dhamma dan displin yang dibabarkan dengan buruk, maka ia akan berdiam dalam kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan buruk.”
327 (12)
“Para bhikkhu, siapa pun yang membangkitkan kegigihan di dalam Dhamma dan displin yang dibabarkan dengan baik, maka ia akan berdiam dalam kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena Dhamma itu dibabarkan dengan baik.”
328 (13)
“Para bhikkhu, seperti halnya bahkan sejumlah kecil tinja adalah berbau busuk, demikian pula Aku tidak memuji bahkan sejumlah kecil penjelmaan, bahkan selama sejentikan jari.”<179>
329 (14) – 332 (17) <180>
(329) “Para bhikkhu, seperti halnya bahkan sejumlah kecil air kencing adalah berbau busuk … (330) sejumlah kecil air ludah adalah berbau busuk … (331) sejumlah kecil nanah adalah berbau busuk … [35] … (332) sejumlah kecil darah adalah berbau busuk, demikian pula Aku tidak memuji bahkan sejumlah kecil penjelmaan, bahkan selama sejentikan jari.”
iv. Rangkaian Pengulangan Jambudīpa [Sub Bab Ke Empat] <181>
333 (1) – 347 (15) <182>
(333) “Seperti halnya, para bhikkhu, di Jambudīpa ini,<183> taman-taman, hutan-hutan, pemandangan-pemandangan yang indah adalah sedikit, sedangkan lebih banyak bukit-bukti dan lereng-lereng, sungai-sungai yang sulit diseberangi, tempat-tempat dengan tunggul-tunggul pohon dan duri, dan barisan pegunungan, demikian pula makhluk-makhluk yang terlahir kembali di tanah kering adalah lebih sedikit; lebih banyak makhluk-makhluk yang terlahir di air.”
(334) “… demikian pula makhluk-makhluk yang terlahir kembali di antara manusia adalah lebih sedikit; lebih banyak makhluk-makhluk yang terlahir kembali di tempat selain daripada di antara manusia.”
(335) “… demikian pula makhluk-makhluk yang terlahir kembali di wilayah tengah adalah lebih sedikit; lebih banyak makhluk-makhluk yang terlahir kembali di wilayah terpencil di antara orang-orang asing yang kasar.”<184>
(336) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami apa yang telah dinyatakan dengan baik dan dinyatakan dengan buruk; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak bijaksana, bodoh, tumpul, tidak mampu memahami apa yang telah dinyatakan dengan baik dan dinyatakan dengan buruk.”
(337) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memiliki mata kebijaksanaan yang mulia; lebih banyak makhluk-makhluk yang bingung dan tenggelam dalam ketidak-tahuan.”<185>
(338) “… … demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang dapat melihat Sang Tathāgata; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak dapat melihat Beliau.”
(339) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang dapat mendengar Dhamma dan disiplin yang dibabarkan oleh Sang Tathāgata; [36] lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak dapat mendengarnya.”
(340) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang, setelah mendengar Dhamma, kemudian mengingatnya; lebih banyak makhluk-makhluk yang setelah mendengar Dhamma, tidak mengingatnya.”
(341) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memeriksa makna dari ajaran-ajaran setelah mengingatnya; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memeriksa makna dari ajaran-ajaran setelah mengingatnya.”
(342) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memahami makna dan Dhamma dan kemudian mempraktikkan sesuai Dhamma; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak mempraktikkan sesuai Dhamma.”<186>
(343) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memperoleh desakan atas hal-hal yang menginspirasi desakan; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memperoleh desakan atas hal-hal yang menginspirasi desakan.”<187>
(344) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang, ketika terinspirasi oleh keterdesakan, kemudian berusaha dengan seksama; lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika terinspirasi oleh keterdesakan, tidak berusaha dengan seksama.”
(345) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memperoleh konsentrasi, keterpusatan pikiran, yang berdasarkan pada kebebasan; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memperoleh konsentrasi, keterpusatan pikiran, yang berdasarkan pada kebebasan.”<188>
(346) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memperoleh makanan-makanan lezat; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memperoleh makanan demikian tetapi bertahan dari makanan-makanan sisa di dalam mangkuk.”
(347) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk yang memperoleh rasa makna, rasa Dhamma, rasa kebebasan; lebih banyak makhluk-makhluk yang tidak memperoleh rasa makna, rasa Dhamma, rasa kebebasan.<189> Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan memperoleh rasa makna, rasa Dhamma, rasa kebebasan.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [37]
348 (16) – 377 (45) <190>
(348) – (350) “Seperti halnya, para bhikkhu, di Jambudīpa ini, taman-taman, hutan-hutan, pemandangan-pemandangan yang indah adalah sedikit, sedangkan lebih banyak bukit-bukti dan lereng-lereng, sungai-sungai yang sulit diseberangi, tempat-tempat dengan tunggul-tunggul pohon dan duri, dan barisan pegunungan, demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di tengah-tengah manusia lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”<191>
(351) – (353) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di antara para deva lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(354) – (356) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, kemudian terlahir kembali di antara para deva lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(357) – (359) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, kemudian terlahir kembali di antara para manusia lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(360) – (362) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, kemudian terlahir kembali di antara para manusia lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(363) – (365) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, kemudian terlahir kembali di antara para deva lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(366) – (368) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, kemudian terlahir kembali di antara para manusia lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(369) – (371) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, kemudian terlahir kembali di antara para deva lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk [38] yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(372) – (374) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu menderita, kemudian terlahir kembali di antara para menusia lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu menderita, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”
(375) – (377) “… demikian pula makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu menderita, kemudian terlahir kembali di antara para deva lebih sedikit. Lebih banyak makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu menderita, kemudian terlahir kembali di neraka … di alam binatang … di alam hantu-hantu yang menderita.”