hasil copast:p
Di forum Dhammacitta.org--dimulai dengan posting Benny Sumedho--orang sibuk bergunjing mempertentangkan ajaran vipassana Sayadaw U Tejaniya dengan ajaran vipassana saya (MMD). (http://dhct.org/f17726.0)
hasil copast:P
Saya telusuri "diskusi" itu, dan tidak satu pun saya temukan posting yg berbobot di situ. Seperti biasanya di Dhammacitta.org, isinya hanyalah pergunjingan orang-orang yg tidak pernah bermeditasi vipassana sama sekali.
Malah Sumedho Benny--pimpinan Dhammacitta.org--sempat memelintir kata-kata saya sehingga menjurus kepada fitnah terhadap saya: "Lah, khotbah Sang Buddha aja di depak dan diplintirkan apalagi cuma sayadaw." - Jelas sekali debat dengan saya di waktu lampau tidak menghasilkan pencerahan apa-apa baginya tentang apa itu vipassana.
Yang paling konyol adalah posting Fabian Chandra, tokoh praktisi vipassana Mahasi yg "sangat senior".. Dengan logika yg sangat naif ("Guru A = murid Guru B; jadi ajaran Guru A tidak terlalu berbeda dengan ajaran murid-murid Guru B lainnya"), Fabian menyimpulkan: "Sayadaw U Tejaniya adalah murid dari Alm. Shwe Oo Min Sayadaw. Shwe Oo Min Sayadaw adalah murid dari Alm. Mahasi Sayadaw, tentu saja ilmu beliau dengan ilmu yang dipelajari oleh murid-murid Mahasi Sayadaw tak akan berbeda secara prinsipil." Tampaknya sejak Fabian berdebat dengan saya beberapa tahun lalu, tidak ada kemajuan sedikit pun dalam pemahamannya tentang vipassana. (http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_download_ebooks.html)
Kasihan pak Hudoyo... setelah tak bisa menjawab pernyataan saya
"bila ingin menghentikan pikiran cukup pergi tidur saja, yang mudah kok dibuat sulit" lalu mem-blok saya, sekarang dia tak bisa melihat jawaban saya di facebook, lalu ngedumel sendiri di forumnya.
Kemudian Jerry membebek Fabian: "Setelah diselidiki, memang tidak berbeda jauh ajaran Shwe U Min Sayadaw dari Mahasi Sayadaw." -- 'Setelah diselidiki'? Bagaimana cara "menyelidiki"? Tentu bukan dengan menjalani retret bersama Sayadaw U Tejaniya, bukan? :-)
Baik Fabian maupun Jerry--entah lupa entah tidak--tidak ingat bahwa Shwe Oo Min menolak ketika diminta oleh murid-murid Mahasi yg lain untuk menjadi "pengajar utama" di pusat meditasi Mahasi setelah Mahasi meninggal dunia. Alih-alih, beliau meninggalkan pusat itu, lalu mengajarkan teknik vipassana yg khas Shwe Oo Min di pusatnya sendiri yg sederhana. Belakangan ternyata bahwa teknik Shwe Oo Min berbeda secara mendasar dengan teknik Mahasi.
Pak Hudoyo ini kasihan banget, ia tidak tahu bahwa U Janaka Sayadaw juga menolak mengajar di Mahasi Centre karena sudah punya Centre sendiri.
Kesimpulan Fabian & Jerry itu menggelikan bagi para praktisi vipassana Shwe Oo Min/MMD, karena jelas-jelas teknik Shwe Oo Min berbeda dari teknik Mahasi. Ini sangat kental terasa dalam diskusi & wawancara dengan Sayadaw U Tejaniya baru-baru ini di Bali, baik selama retret 10-hari di Brahmavihara-arama, maupun retret 1-hari di Vihara Asokarama. (Semua ceramah & diskusi dalam kedua retret itu direkam secara profesional dan kini tengah diedit untuk diterbitkan sebagai DVD dan MP3.)
Kedua retret itu diikuti oleh banyak praktisi Mahasi yg senior! Mereka mengaku menghadapi suatu teknik vipassana yg sama sekali baru, yg membutuhkan beberapa lama untuk beradaptasi. Beberapa orang mengalami kebingungan.
Inilah pernyataan orang yang tak mengerti esensi dari Vipassana, yang dipersoalkan malah gerakan-gerakan tubuh yang sifatnya remeh, bukan faktor-faktor batin seperti perhatian (sati), konsentrasi (samadhi), semangat (viriya), kesenangan/kegiuran (piti) dan ketenangan (passadhi) sesuai dengan "Tujuh Faktor Pencerahan (Satta Bhojanga).
Nampaknya pak Hudoyo memang tidak mengerti esensi Vipassana, dan ia tidak mendalami, oleh karena itu ia tidak mengetahui bahwa labelling dianjurkan bagi "meditator pemula" karena U Janaka Sayadaw sekalipun membolehkan seorang Yogi untuk tidak me "label" bila mencapai tingkat tertentu. U Rajinda Sayadaw, U Pandita Sayadaw dll juga tidak memaksakan "labelling"
Perbedaan yg mendasar antara teknik Shwe Oo Min & teknik Mahasi adalah, dalam teknik Shwe Oo Min:
(1) tidak ada konsentrasi pada "objek utama" (naik-turunnya dinding perut, sentuhan pada bantal & langkah kaki);
(2) tidak ada pencatatan/labeling;
(3) tidak ada perlambatan semua gerakan tubuh, karena tidak alamiah;
sebagaiman terdapat dalam teknik Mahasi.
Perbedaan mendasar MMD dan Sayadaw U Tejaniya/Shwee Oo Min dan guru Vipassana lainnya adalah:
(1) MMD tak perlu konsentrasi, Shwee Oo Min dan semua guru Vipassana menekankan perlunya konsentrasi sebagai salah satu faktor pencerahan (Satta Bhojanga)
(2) Sayadaw U Tejaniya dan guru Vipassana lainnya tak mengatakan guru-guru penghafal Tipitaka menyimpang seperti Hudoyo.
(3) Hudoyo beranggapan Jalan Ariya berunsur Delapan tak perlu, sementara Sayadaw U Tejaniya dan yang lainnya menganggap perlu.
(4) Sayadaw U Tejaniya tidak menekankan pada cara melangkah sebagai suatu metode, sementara Hudoyo menkankan pada cara melangkah.
(5) Sayadaw U Tejaniya dan para guru meditasi Vipassana lainnya dan bahkan banyak meditator Vipassana pemula yang telah mengalami tilakkhana (anicca, dukkha dan anatta) sementara Hudoyo belum, dan ia menganggap bahwa tilakkhana hanya hafalan.
(6) Bagi teman-teman yang ingin menambahkan silahkan......
Mulai saat ini ke depan, sejak kunjungan Sayadaw U Tejaniya ke Bali pada awal November kemarin, akan semakin banyak praktisi vipassana di Indonesia yg mengadopsi teknik Shwe Oo Min, baik yg formalnya disebut MMD, maupun yg diajarkan langsung oleh Sayadaw U Tejaniya. Pada bulan Juni tahun 2011 beliau akan datang lagi ke Indonesia mengajar di dua tempat [at] seminggu di Bali. Begitulah rencananya setiap tahun, beliau akan mengajar retreat di Indonesia. Maka komen-komen Fabian Chandra akan tampak semakin kedodoran saja.
Aih... apakah ia masih punya rasa malu...?
***
Yang dipersoalkan oleh Benny Sumedho adalah ucapan Sayadaw U Tejaniya, "kesadaran saja tidak cukup", yg seolah-olah bertentangan dengan pernyataan saya: "Kembangkan sadar/eling terhadap semua pikiran & si aku (termasuk ritual, kepercayaan, doktrin agama dsb)."
Apakah yg dimaksud Sayadaw dengan pernyataan itu? Dalam ceramah dhamma bersama Sri Pannyavaro Mahathera di Vihara Buddha Sakyamuni baru-baru ini, terlontar pula pertanyaan tentang "kesadaran saja tidak cukup". (lihat bawah) Jelas yg dimaksud adalah kesadaran harus disertai pengertian, kebijaksanaan, panna. Tanpa panna orang akan masuk ke dalam samatha, ketenangan.
Lalu apa yg dimaksud dengan panna? Bukan rumusan panna sebagaimana dimaksud dalam JMB8, bukan teori atau pemikiran intelektual, melainkan adalah 'sikap sadar tanpa memegang dan tanpa menolak apa pun yg muncul dalam batin'.
Jadi pernyataan "kesadaran saja tidak cukup" bukan berarti harus kembali kepada doktrin-doktrin Buddhisme, melainkan harus mengembangkan panna, menyadari segala sesuatu tanpa melekat & tanpa menolak.
Pernyataan "kesadaran saja tidak cukup" sesungguhnya ditujukan kepada para pemeditasi samatha, yg menggunakan konsentrasi kuat terhadap satu objek, yg mengira dengan sati saja, tanpa panna sudah cukup.
Para pembaca, silakan menyimak transkrip dari ceramah kedua Bhante yg bersangkutan dengan hal ini di bawah ini.
Lagu lama... memperalat nama Bhante Panna untuk pembenaran diri.
***
Pada retret 1-hari di vihara Asokarama tgl 8 Nov 2010 baru-baru ini, Sayadaw kebetulan harus meninggalkan tempat retret. Beliau berkata pada para yogi, "If you have any problem, you can ask Dr. Hudoyo."
Sayadaw U Tejaniya baru mengenal saya selama 11 hari sebelumnya. Tetapi dari interaksi yg sangat intens--terutama ketika saya menjalankan tugas saya menerjemahkan semua ceramah, diskusi & wawancara beliau, dari sejak ceramah dhamma bersama Sri Pannyavaro Mahathera di Vihara Buddha Sakyamuni di Denpasar, pada waktu retret 10-hari di Brahmavihara-arama, dan pada waktu retret 1-hari di vihara Asokarama di Denpasar, dan juga dari diskusi-diskusi empat mata dengan saya--beliau mengenal betul bagaimana pemahaman saya mengenai meditasi vipassana yg murni. Beliau tahu betul bahwa saya telah mengajarkan MMD selama 10 tahun, dan bahwa MMD telah bergeser dari teknik Mahasi yg saya ajarkan pada awal tahun 2000-an, sampai identik dengan teknik Shwe Oo Min sejak 3 tahun terakhir. Beliau telah membaca artikel saya "Introduction to MMD". Beliau membaca pula buku Krishnamurti, "Freedom from the Known" yg saya berikan kepada beliau. "He doesn't like organizations; I like that guy," kata Sayadaw sambil tertawa.
Kepercayaan yg diberikan oleh Sayadaw kepada saya untuk menjelaskan kepada para yogi teknik vipassana yg beliau ajarkan itu cukup untuk menepiskan gunjingan orang-orang di Dhammacitta.org yg sama sekali tidak tahu apa-apa tentang teknik vipassana Shwe Oo Min maupun MMD, bahkan mungkin tidak pernah bermeditasi vipassana sama sekali.
Dalam salah satu Sutta di Anguttara Nikaya, Sang Buddha mengatakan bahwa seseorang dikenal sifatnya setelah bergaul rapat dalam waktu yang lama..... Maklum Sayadaw U Tejaniya hanya mengenal beberapa hari...
***
Saran saya kepada para penggunjing, cobalah dulu mengikuti retret vipassana menurut teknik Shwe Oo Min/MMD sebelum bicara yg bukan-bukan tentang MMD. Kalau tidak, kalian akan tetap terliput moha, tidak memahami vipassana yg murni, dan tidak akan pernah bebas, selalu menyerang sesuatu yg tidak Anda pahami, yg Anda rasakan mengancam kenyamanan pribadi Anda.
Kepada Sumedho Benny--pimpinan Dhammacitta.org--saya serukan, hentikan pendiskreditan MMD di forum Anda. Selama ini Anda & teman-teman Andalah yg selalu mulai menyerang saya dan MMD lebih dulu, bukan? Bahkan setelah saya Anda depak dari DC, Anda masih mengunjingkan saya dan MMD di forum Anda.
Vipassana Shwe Oo Min/MMD akan semakin meluas di kalangan praktisi meditasi di Indonesia--Buddhis maupun non-Buddhis--tanpa dapat Anda bendung lagi, sekalipun Anda memiliki forum Buddhis yg populer. Semua argumentasi Anda, apalagi argumentasi Fabian, akan semakin tidak mempan dan menyedihkan. Dan Anda hanya akan berhasil menyebarluaskan permusuhan di kalangan umat Buddha.
Menurut saya, satu-satunya sikap terbaik yg dapat Anda ambil adalah menerima vipassana Shwe Oo Min/MMD sebagai satu pilihan alternatif dari praktik-praktik vipassana yg ada di masyarakat. Tidak perlu permusuhan diteruskan berlarut-larut, seperti permusuhan antara Mahayana & Theravada di masa lampau.
Apakah ia menganggap Dhammacitta bermusuhan dengannya..? Ataukah ia yang memiliki sikap bermusuhan terhadap Dhammacitta...?
Sayadaw U Tejaniya berkali-kali mengatakan: "Pikiran adalah pikiran, bukan baik, bukan buruk; sadari saja, jangan dipegang, jangan ditolak."
Ini pernytaan benar yang disetujui oleh semua guru Vipassana
Saya berkali-kali mengatakan: "Sadari pikiran & si aku--termasuk pikiran tentang doktrin agama yg Anda anut--sampai pikiran/si aku itu diam dengan sendirinya."
Jelas tidak berbeda pemahaman Sayadaw U Tejaniya dan pemahaman saya mengenai vipassana yg murni. Itulah MMD.
Hudoyo
Nah yang ini hanya MMD yang menganutnya. Jelas berbeda dengan pernyataan diatas.
Menurut Sang Buddha: pikiran adalah pikiran, ia bukan aku, bukan diriku.
Menurut Hudoyo/MMD: pikiran adalah aku yang sedang bekerja. =========================================
[Dari ceramah dhamma di Vihara Buddha Sakyamuni, Denpasar, 28 Oktober 2010.
Transkrip ceramah ini selengkapnya dapat diunduh di http://www.facebook.com/note.php?note_id=453523691639 ]
PENANYA:
Sayadaw, mohon dijelaskan lebih rinci pernyataan "kesadaran saja tidak cukup".
SAYADAW U TEJANIYA:
Di dalam meditasi vipassana, kita perlu memahami, bukan?...
Pemahaman perlu muncul…
Jadi kita harus melatih kearifan…
bukan hanya kesadaran…
itu tidak cukup.
Ada 'sati-sampajanna' ...
sadar, tapi tidak sadar secara membuta...
kita perlu sadar secara cerdas...
jadi kita perlu menggunakan kearifan bersama dengan kesadaran...
Itulah sebabnya pemahaman yang lebih dalam dapat muncul...
Itulah sebabnya kesadaran saja tidak cukup.
Sesungguhnya, dalam meditasi yang disebut kesadaran sesungguhnya terdiri dari 5 kualitas batin yang bekerja bersama...
kesadaran, konsentrasi, usaha, keyakinan dan kearifan...
kelima kualitas ini harus bekerja sama secara seimbang...
Bukan hanya terpaku pada kesadaran saja.
Inilah yang dikatakan
pancabala yang menurut pak Hudoyo tak perlu tapi ternyata Sayadaw menekankan mengenai hal ini disini. Bukan hanya terpaku pada "kesadaran saja" seperti dalam MMD.
Nah, orang bermeditasi sering menggunakan banyak usaha...
mereka tidak tahu bagaimana menggunakan kearifan...
Bila Anda berlatih 'samatha', usaha ini boleh-boleh saja...
Tetapi bila Anda berlatih vipassana…
meditasi pencerahan…
usaha saja tidak cukup...
Anda membutuhkan lebih banyak kearifan…
itulah sebabnya saya menjelaskan ini.
Latihan Vipassana juga memerlukan pengembangan kesadaran/perhatian (sati), mengembangkan dan menyeimbangkan antara semangat/usaha (viriya) dengan konsentrasi (samadhi), juga mengembangkan dan menyeimbangkan kebijaksanaan (panna) dengan keyakinan (saddha).
Bukan hanya mengembangkan kesadaran atau kewaspadaan saja, karena tidak cukup. Semoga pak Hudoyo lebih arif dan belajar lagi Vipassana, berusaha menuntun diri ke arah yang benar.
SRI PANNYAVARO MAHATHERA:
Beliau menjelaskan, di dalam meditasi 'samatha', memang viriya, memfokus, konsentrasi, menyatu pada objek, itu
perlu sekali…
Tetapi di dalam meditasi vipassana berbeda...
di dalam vipassana, viriya harus seimbang dengan panna, kearifan, kebijaksanaan.
Bukan berarti
—ini yang sering salah tangkap di masyarakat Indonesisa—kalau panna atau wisdom itu harus muncul, harus seimbang, lalu Anda mengingat-ingat teori…
Tidak!...
"Khotbah bhante itu bagaimana, khotbah bhante ini bagaimana... catatan ini bagaimana... sutta itu bagaimana.
Kalau itu diingat-ingat, berarti kebijaksanaan atau panna ikut muncul, tidak hanya semangat saja."
Bukan itu... panna di sini bukan itu!
Panna di dalam vipassana adalah
jangan ikut campur dengan batin yang muncul...
jangan mengontrol...
Jangan melekat…
kalau yang muncul itu mengenakkan, menyenangkan, menggiurkan...
Juga jangan menolak...
kalau yang muncul dalam pikiran, dalam ingatan itu yang kotor, yang jelek, yang membuat kita tidak senang...
Jangan menolak...
jangan melekat...
Tugas kita menyadari...
Kalau Anda tidak menolak, tidak melekat…
kemudian Anda menyadari...
di situ ada wisdom...
Bukan berarti kalau yang muncul itu menyenangkan, lalu
"Oh, ini saya harus pegang"...
dengan viriya...
kemudian dikembangkan...
diperhatikan sungguh-sungguh...
di situ tidak ada wisdom…
dan Anda melekat ke situ...
meskipun yang dilekati itu baik...
konsep yang baik, yang mulia.
Di dalam vipassana, itu jangan dilekati…
"O, sekadar tahu"...
Yang muncul tidak menyenangkan, yang buruk,
"O, sekadar tahu"...
Itulah yang beliau sebut panna, wisdom.
Bukan kemudian lalu dicocok-cocokkan dengan catatan, dicocokkan dengan waktu saya dulu kursus dulu: "Bagaimana ya, termasuk yang mana ya"...
Bukan itu wisdom...
Itu nanti teori... pikiran jalan...
putar-putar...
Apalagi kalau ingatannya itu agak lupa...
"Aduh, gimana, lupa ini..."
Nah, itu timbul nanti kemarahan pada dirinya sendiri...
penyesalan pada dirinya sendiri...
Berbeda, berbeda, sangat berbeda dengan vipassana...
wisdom di dalam vipassana itu memperhatikan saja...
tidak melekat, tidak menolak...
semua objek yang muncul...
dengan kesadaran.
Jadi tadi beliau mengatakan,
kesadaran saja memang tidak cukup…
karena kalau hanya kesadaran saja...
"Pokoknya saya menyadari nafas saya saja... ini kan sudah ada kesadaran, sudah cukup"...
Tidak cukup!
Beliau mengatakan, kita tidak hanya fisik, kita juga punya mind...
Mengapa Anda tidak menyadari mind Anda…
perasaan Anda yang muncul...
gejolak pikiran yang muncul.
Kalau Anda menyadari itu semua…
ada wisdom di sana.
Beliau juga mengatakan, pada akhir khotbah beliau,
rileks tetapi tahu objek.
Bukan tahu objek dengan viriya yang kuat,
tetapi juga tidak rileks saja...
Kalau Anda rileks saja, nanti tidur...
Rileks dengan tidak tahu objek...
rileks tapi tahu objek.
Jadi yang dimaksud dengan 'sampajanna',
yang dimaksud dengan panna di dalam vipassana itu begitu...
Semua harus diperhatikan, semua menjadi objek...
bukan teori intelektual...
Karena agak sulit, karena kata-kata 'bijaksana', 'pengertian benar' itu langsung kita akan berpikir,
"O, berapa banyak buku yang pernah saya baca"...
"Pengertian benar saya sudah lengkap? masih sedikit-sedikit?"...
"Saya jadi umat Buddha baru berapa bulan, jadi pengertian benar belum banyak, panna belum..."
Bukan… bukan… bukan itu!
Dalam meditasi, yang disebut panna atau 'sampajanna' itu:
semua disadari tanpa ditolak, tanpa dilekati...
Kalau Anda melekat, tidak ada panna...
Kalau Anda menolak, "Aku tidak mau ini", "Ingatan ini membuat aku tidak enak", "AKu sudah tidak mau mengingat-ingat ini, kenapa muncul lagi", "O ini pikiran jahat, aku tidak mau"...
tidak ada panna di situ.
Tetapi kalau Anda melekat pada memori yang menyenangkan…
juga tidak ada panna di situ.
Melekat pada satu objek…
juga tidak ada panna di situ.
Karena itu, vipassana adalah seimbang
antara sati, perhatian, semangat, panna...
melihat semua, menyadari semua...
dengan netral...
samadhi... dan saddha.
Jadi ini hanya sekadar persoalan bahasa, karena 'pengertian benar', 'kebijaksanaan' itu amat berbeda...
kalau itu dimasukkan dalam meditasi, jangan sampai meditasinya jadi mikir-mikir…
karena pengertian 'panna', 'sampajanna', di dalam meditasi berbeda dengan 'kebijaksanaan', 'pengertian benar' di dalam bahasa Indonesia.
Terima kasih.
Entah ini mengutip atau memperalat...?