//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - dipasena

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8 9 10 11 12 ... 240
61
Perkenalan / Re: namo buddhaya... hi semua
« on: 15 November 2013, 03:17:03 PM »
saya sedang di tanah grogot. 4 jam dari balik papan. salam kenal semuanya.  ;D

wah di jauh banget dr samarinda 6-7jam ;D

62
Perkenalan / Re: namo buddhaya... hi semua
« on: 14 November 2013, 05:05:09 PM »
namo buddhaya. hi semua. perkenalkan, nama saya alexander. biasa dipanggil alex. saya lahir dimedan. umur 24 thn. tapi setelah selesai SMA di medan, lanjut kuliah di jakarta. jurusan kedokteran. sekarang sudah selesai kuliah dan sedang menjalankan wajib kerja 1 tahun dari pemerintah di kalimantan timur. saya seorang buddhist.  _/\_
mohon bantuan dan bimbingannya y  :)

salam kenal... wah sekarang ada di kaltim ? kaltim di kota mana ? saya juga di kaltim...


63
Seremonial / Re: Happy Wedding to Forte & nobby_ta
« on: 11 November 2013, 10:10:31 AM »
Siapa yg panik? :hammer:

sy aja deh yg panik.. krn  [at] sinichi dan  [at] indra, ga cepat2 nyusul forte..  :hammer:

64
Seremonial / Re: Happy Wedding to Forte & nobby_ta
« on: 11 November 2013, 10:09:02 AM »
om foruteee, dutiyampi... semoga berbahagia bersama c novi.

sy kira forte ma novita/nobita a.k.a hemayanti... :D

=))

65
kalau bukan di bali, tapi misal di aceh.. dan yg dihina bukan hindu tapi is**m, wah 14 bulan ud sangat ringan kyknya =))

bkn dipenjara, tp di gorok...

bbrapa tahun lalu, ada anak perempuan dari keluarga kayaraya, sekeluarga fanatik kanesten, pd suatu kesempatan, teman dari anak perempuan itu mau sholat di sekolah, si anak perempuan itu dgn santai nya mengatakan : "ngapain dia gtu, nyembah iblis gtu"

klo si anak perempuan berada di aceh, bs digorok tuh orang...

66
Buddhisme untuk Pemula / Re: Tanya ? Jawab untuk Pemula
« on: 04 November 2013, 10:14:15 AM »
Maksudnya pengikut Mahayana yang memuja dan mengikuti ajaran Bodhisattva Avalokitesvara, seperti nien-fo nama sang Bodhisattva, vegetarianisme, tidak makan daging sapi (karena dipercaya sebagai kelahiran kembali ayah Miaoshan), dst.

ada tuh pengikut theravada yg memuja dan mengikuti ajaran Boddhisattva avalokitesvara...

67
Jurnal Pribadi / Re: Just My Little Thought
« on: 04 November 2013, 09:55:59 AM »
sebaiknya dibonceng pula biar bisa berkenalan dgn cucu2 nya yg cantik.. :-[

Oh iya ya. Kenapa gak kepikiran ke sana....  ::)

iya klo cantik cucu nya, klo buruk rupa ? trus nenek itu setuju n jodohin km nikah ma cucu nya... wkwkwk... =))


Duuhhh...kasihan sekali si nenek ini, seharusnya anda mengantar ke klenteng yang anda tahu sambil bilang ama nenek, "Nek, ini udah sampai ke klenteng tempat nenek mau kunjungi" sehingga anda tidak sia2 hanya putar2 dan tidak jadi ke klenteng. Setelah nenek berdoa ke klenteng sapa tahu nenek itu jelmaan Dewi Kwan Im dan memberikan anda jodoh  ^-^

jodoh nya, ya si cucu nenek itu... ;D

68
Jurnal Pribadi / Re: Just My Little Thought
« on: 04 November 2013, 09:54:06 AM »
nanggung amat, anter ke rumah nenek itu sekalian, napa tinggal di pinggir jalan...

#mikir negatif dikit
1. pas km anter nenek itu plng, si nenek menunjukan arah ke rmh nya, setelah km ikuti, ternyata ke arah kuburan, gmn tuh ? ;D

2. jgn2 si nenek adalah mahluk halus alam rendah/mahluk alam dewa yg menyamar, nguji kebaikan mu... kyak di sinetron2 gtu ;D

3. jgn2 si nenek adalah crew reality show "tolong", berhub km ga anter ke kelenteng dan meninggalkan di pinggir jlan, km ga dpt uang 5jt :))

69
Regional / Re: [ask] mengenai vihara vimala dharma, dago bandung
« on: 04 November 2013, 09:45:57 AM »
suhu saya ingin menanyakan mengenai vihara wimala dharma:
1. kapan saja jadwal kebaktiannya? benarkah jam 8 pagi hari minggu?
2. saya ktp tidak buddhis dan non suku tionghoa (NO SARA, cuma penjelasan ciri saya saja), apakah saya diterima? atau malah dikasih kelas khusus pemula (hehe), atau malah disuruh ke gereja disamping vihara tsb?  :D
3. tradisi apakah vihara tsb?
4. kenapa kalau saya beberapa kali lewat vihara tsb, terkesan terkunci dan tidak ada orang? kapan saja kira-kira terbuka buat bersembahyang?

terima kasih dan salam sejahtera bagi kita semua. mohon maaf jika ada salah-salah kata

salam metta,
Allthingmustpass


 [at] mas bro allthingmustpass
1. Jika tertulis jam 8, coba mas bro datang 15 menit sebelumnya. ikuti aja jadwal yg tertulis di vihara tersebut.

2. mas bro, buddhist tdk memperhatikan ktp dan tdk ada pemeriksaan ktp pd saat memasuki vihara. umat buddha adalah mereka yang berlindung kepada tiratana, bukan karena dia berasal dari suku tertentu, buddhist terbuka untuk semua orang tanpa memandang suku.

pada saat mas bro ke vihara, coba tanya, siapa dayaka/pengurus vihara nya, klo ditanya keperluan, coba mas bro sampaikan bahwa mas bro ingin belajar dan mengetahui lebih banyak tentang ajaran buddha, pasti mas bro diterima.

klo uda ada niat ke vihara, jgn ngelirik sebelahnya lg mas bro... ;D

3. info nya, vihara tersebut aliran buddhayana.

4. klo ingin melakukan puja di vihara, bs setiap saat, mas bro bs datang ke vihara, klo ketemu pengurus/satpam, sampaikan jika mas bro mau puja di dalam dharmasala. kadang pintu memang ditutup, tapi tidak dikunci, coba dorong aja pintu nya.

mettacittena,
cucu oma devi  ;D

70
Lock?

lock aja lah... pembahasan ga penting...

saran: lebih baik di buang aja thread ini, bagi sy pribadi, kayak ada domba yg lg nyampah disini n ngomong kosong tentang islam serta pengecut tdk berani menyatakan keimanan nya sebagai domba brewok...

masukkan ke toilet aja thread ini, jgn lupa di siram ya... tp si domba di biarkan aja ada di DC.. klo nyampah, buang aja lsng ke toilet, jk mengacau, tendang aja pantat nya... dah -10 gtu jg...

71
bro Stephensuleeman, apa yg ingin anda sampai kan disini ?

anda tau dan percaya ga dengan rencana tuhan brewok mu ?




72
Theravada / Re: Lanjutan pembahasan tentang aliran Dhammakaya
« on: 30 October 2013, 11:10:45 AM »
Sangha feudal hierarchy has to go for good 
Published: 30 Oct 2013


Before Pope Francis was named head of the Catholic Church, the search for a new pontiff triggered much excitement as well as honest criticism of the church system, and hope for reform.

How I wish I could say the same thing about the search for a new Supreme Patriarch.

Here, there is no excitement whatsoever. The rules according to the Sangha Bill have made it very clear that this top position goes straight to the most senior monk in the ecclesiastical ranks.

There is an urgent need to fix the centralised, authoritarian system that is deeply corrupt and out of touch with the modern world. But when hierarchy reigns supreme in the clerical gerontocracy, thereis no hope whatsoever for Sangha reform no matter who the next supreme patriarch is.

We almost don't need to ask the "who" question. All roads are already leading to the temple of Wat Paknam Phasi Charoen.

Its 88-year-old abbot, Somdet Phra Maha Ratchamangalacharn (Chuang Vorapunyo) was named caretaker Supreme Patriarch by the National Office of Buddhism on Monday. We can be sure his stature will be further cemented when the mourning period is over three months from now.

It should have been a moment of nationwide joy. But it won't be. The Dhammakaya factor is why.

Wat Paknam, you see, is closely linked to the all-powerful Wat Phra Dhammakaya and its highly controversial abbot Phra Dhammachayo, who basically teaches you can buy "boon" or merit _ and even a place in nirvana, which he describes as a celestial abode.

Somdet Phra Maha Ratchamangalacharn is Phra Dhammachayo's preceptor.

Phra Dhammachayo and his Dhammakaya movement have long been mired in controversy. Stories abound, for example, about his followers facing pressure to donate and subsequently going bankrupt because of the temple's excessive focus on donations as a principal way to make merit.

He is also under fire for teaching that nirvana is a celestial place with atta, or material self, which goes against the core Buddhist teachings on anatta, or non-self.

Buddhism teaches that all things are impermanent, non-self, and in a constant flux of beginning and passing away. The realisation of this ultimate truth is key to one's ability to let go of attachment...

Interestingly, Phra Dhammachayo's capitalistic version of Buddhism meshes well with the rich and powerful, and others who think it is simply great to be able to buy a place in heaven.

At the height of the controversy in 1999, the late Supreme Patriarch issued an ordinance declaring that Phra Dhammachayo must be defrocked for distorting the Buddhist canon, dividing the Sangha, and for fraud and embezzlement.

It is no secret that the Pheu Thai-led government supports the Dhammakaya abbot. And it came as no surprise that the public prosecutors eventually dropped the charges against him in 2006.

The Dhammakaya movement has since grown steadily. Monks nationwide are receiving scholarship support from Dhammakaya. School teachers are ordered by their bosses who are Dhammakaya followers to attend Dhammakaya meditation courses. The elders, pampered by gifts and recognition, are happy to equate Dhammakaya's propagation overseas as an expansion of Thai Buddhism.

Critics of Dhammakaya often express concerns that this ambitious movement will soon take over the Sangha Council.

That used to be my concern. Not anymore, though.

A visit to a museum in Japan totally changed my view on the Dhammakaya matter. There, I saw hundreds of Buddha images in different forms as shaped by their different cultural origins.

Suddenly, I came to realise the truth and beauty of diversity.

Indeed, we may not agree with the Dhammakaya movement, but is it a threat in itself if the social environment is open to competing views?

The real threat, in my view, is the closed and authoritarian system of the Sangha itself.

By monopolising power, denying its mistakes, punishing dissent and preventing change, the current system _ if left in the hands of incompetents _ will produce the dysfunctional clergy we now see.

In the hands of the efficient power-hungry, however, the destruction will be immense.

If we can open up the Sangha system, say goodbye to its feudal hierarchy, and return it to the community, there is no need to fear Dhammakaya.


73
Theravada / Re: Lanjutan pembahasan tentang aliran Dhammakaya
« on: 28 October 2013, 04:00:28 PM »
jika suatu ketika Phra Dhammajayo meninggal, siapakah yg menjadi Phra Ton-thād ?


sayang gak dikasih tau kapan waktunya perang besar ini  :D

di artikel disebutkan :
Adalah aneh bahwa, dalam empat puluh tahun usia komunitas itu, Kepala Vihara tidak pernah mengajarkan kepada siapa pun bagaimana cara berperang melawan para Māra; padahal inilah tugas yang diklaimnya sebagai tugas pokoknya. Tampaknya, Kepala Vihara adalah Guru Besar meditasi Dhammakāya yang menyimpan teknik meditasi tertinggi bagi dirinya sendiri.

74
Theravada / Re: Lanjutan pembahasan tentang aliran Dhammakaya
« on: 28 October 2013, 01:14:56 PM »
Penutup

Gnostisisme, reinkarnasi, avatar dan Armageddon tidak asing di dunia agama; juga konsep ādi-buddha dikenal baik dalam Buddhisme Mahāyāna. Tetapi cukup mengejutkan melihat semua ini sebagai bagian dari Buddhisme monastik di Thailand abad ke-21. Konsep-konsep religius ini secara berhati-hati diintegrasikan bagi murid-murid terpilih dari Wat Phra Dhammakāya, yang melihat diri mereka sebagai pengikut taat dari Agama Buddha. Namun, sebenarnya mereka adalah anggota taat dari sebuah gerakan spiritual urban yang diorganisasi di seputar pimpinan karismatik.

Sekalipun kepala vihara Wat Phra Dhammakāya telah terlibat skandal-skandal penipuan publlik, ia adalah satu-satunya tokoh di balik roda administrasinya. Ia tidak perlu memberikan ajaran esoteriknya kepada setiap pengikutnya. Ia hanya membutuhkan sejumlah tertentu murid inti yang mempercayainya. Di antara jutaan murid dari wat itu, Phra Chaiboon Dhammajayo dipandang sebagai bodhisattva yang mempunyai kekuatan besar yang telah mengabdikan hidupnya bagi kebaikan semua makhluk hidup dalam memetik jasa yang diperoleh. Bagi ribuan murid inti, ia bukan hanya tokoh paling penting dalam hidup mereka, tetapi juga tokoh paling penting di seluruh alam semesta sebagai Pencipta dan reinkarnasi dari Yang Mahakuasa, Buddha Asali.

Teologi Bala Tentara Cahaya, bila diterapkan di kalangan murid-murid dekat dari Wat Phra Dhammakāya, bukan hanya mengilhami suatu rasa tanggung jawab yang kuat terhadap perintah dan otoritas pimpinan wat; itu juga memberikan kebanggaan dan energi kepada mereka untuk menanggungkan kehidupan yang keras dan sulit, sekalipun tidak ada konsep ketaatan dalam ajaran Buddha dalam tradisi Theravāda. Sekali berkomitmen sebagai serdadu dalam Bala Tentara Dharma, mereka bersedia mengorbankan segala sesuatu bagi pemimpin mereka. Terlepas dari itu, setiap cobaan berat, skandal dan berita buruk terhadap anggota mana pun dari komunitas ditafsirkan sebagai perbuatan para Māra, bukan sebagai akibat dari karma di masa lampau. Wat Phra Dhammakāya meluas ke dalam ribuan program dan kegiatan di luar vihara, mentransformasikan masyarakat Thai. Ribuan keluarga melihat anak-anak mereka, laki-laki dan perempuan muda, memberikan pengabdian tanpa menghiraukan diri sendiri kepada Guru, Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya; ratusan ribu lagi bersedia mengorbankan hidup mereka untuk melakukan apa pun demi mengabdi kepadanya.

Pada dewasa ini, Wat Phra Dhammakāya telah berdiri sebagai organisasi internasional -- kerajaan spiritual yang tumbuh dari kepemimpinan karismatik dari Phra Phromayanthera atau Phra Chaiboon Dhammajayo, yang bersumpah untuk menyebarluaskan misi dari pendiri teknik meditasi itu ke seluruh dunia. Sesungguhnya, kegiatan monastik itu hanya sekadar puncak gunung es; perluasan material dan finansial dari komunitas itu lebih maju daripada retret-retret meditasinya. Dilengkapi dengan TV satelit 24 jam, pendanaan tak terbatas, lokasi yang sangat baik, sebidang tanah luas tidak jauh dari Bangkok, dan jutaan pengikut, banyak di antaranya menduduki jabatan tinggi di kabinet, sektor swasta, militer dan partai politik -- Wat Phra Dhammakāya akan berkembang, bukan saja memenuhi misinya yang terlihat, tetapi juga membuat perubahan radikal dalam sistem politik Thailand.

75
Theravada / Re: Lanjutan pembahasan tentang aliran Dhammakaya
« on: 28 October 2013, 01:13:57 PM »
Hubungan dengan Negara dan Politik Nasional

Wat Phra Dhammakāya tetap tidak berpihak dan netral dari politik ketika ia merupakan Soon-phuttachak-patibattham. Peraturan nomor enam dari sepuluh peraturan yang terpasang bagi setiap pengunjung komunitas itu dan juga di dalam Buku Paritta Dhammadāyāda menyatakan: "Tidak boleh ada kampanye atau kegiatan politik di dalam wat."16 Di dalam pembentukan Partai Palang Tham pada akhir 1980-an pimpinan wat, pada waktu itu Phra Dattajīvo, terang-terangan menolak undangan Mr Chamlong Srimuang untuk berpartisipasi dalam partai yang baru itu dalam percakapan telepon mereka.17

Ketidakberpihakan dalam politik ini tidak lagi benar bagi Wat Phra Dhammakāya. Wat ini mengambil peran aktif dalam pembentukan partai politiknya sendiri pada 14 Juni, 2000, Partai Thai-Mahā-rat,18 setelah terungkap serangkaian skandal publik di kalangan pimpinan komunitas. Karena beberapa alasan praktis, partai itu tidak begitu sukses dalam pemilihan umum dan akhirnya dibubarkan dengan perintah pengadilan pada 24 Desember 2002.19 Tampaknya, inisiatif politik Phra Dhammajayo tidak bekerja sebagaimana diharapkan dan pembentukan partai politik yang didukung oleh Dhammakāya ternyata merupakan kegagalan. Namun demikian, keterlibatan dalam politik nasional dilihat sebagai keperluan. Pimpinan wat secara terbuka mendukung calon-calon bagi posisi senator dalam pemilihan 2000 dan memperoleh pengaruh cukup besar di kalangan para senator. Pimpinan wat merencanakan bekerja sama dengan Partai Thai Rak Thai (TRT), karena mereka mempunyai sikap yang sama terhadap bisnis dan manajemen modal. Sayang sekali, TRT juga berafiliasi dengan Mr Chamlong Srimuang dan gerakan Santi Asoke. Namun, pimpinan Wat Phra Dhammakāya tidak ragu menjalin kontak erat dengan pimpinan TRT.

Perlahan-lahan, upaya itu membuahkan hasil. Keuntungan paling penting dalam politik bagi Wat Phra Dhammakāya adalah aliansinya dengan TRT di bawah pimpinan Mr. Thaksin Shinawatra pada awal 2005. Hubungan dengan TRT meningkatkan pamor pimpinan wat itu. Semua tuntutan yang dilancarkan oleh Kejaksaan Agung terhadap kepala vihara Wat Phra Dhammakāya dicabut dari pengadilan. Insiden itu merupakan salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah sistem peradilan Thai. Seluk-beluk peristiwa ini tetap menjadi pokok perdebatan sengit dan kontroversi, oleh karena Jaksa Agung yang bertanggung jawab atas penuntutan terhadap kepala vihara itu tiba-tiba meninggal dunia. Ia pernah bersumpah bahwa ia akan mendorong tuntutan peradilan karena semua bukti kriminal sudah jelas. Setelah kematiannya yang mendadak, jenazahnya dikremasikan dengan cepat. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra langsung menunjuk Jaksa Agung baru, yang tanpa menunda-nunda mencabut dari pengadilan semua 52 tuntutan terhadap kepala vihara.20 Ini merupakan insiden pertama semacam ini yang terjadi dalam sejarah hukum di Thailand.

Pada pagi Minggu pertama dari September 2006, Phra Dhammajayo mengumumkan kemenangannya yang menentukan kepada massa dari Wat Phra Dhammakāya dengan kalimat kesukaannya dalam Bahasa Pali: Jitaṃ me (“Aku menang!”). Kemudian, setiap koran yang memuat kritik terhadap Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya diharuskan memuat permintaan maaf resmi. Sejak saat itu, publik Thai hampir tidak pernah melihat kritik terhadap Wat Phra Dhammakāya atau kepala viharanya. Juga, segera setelah itu, Phra Dhammajayo sekali lagi diangkat menjadi Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya.

Kudeta pada 19 September 2006 tidak mengakhiri ikatan dengan perdana menteri yang terguling, yang sekarang hidup dalam pengasingan di berbagai tempat di dunia. Wat Phra Dhammakāya secara aktif mempromosikan Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang muncul dari TRT. Sebagai tambahan dari dukungan terhadap beberapa murid yang mencalonkan diri dalam kampanye pemilihan pada 2008, para bhikkhu dari Wat Phra Dhammakāya secara terang-terangan mengatakan kepada para pengunjung untuk memilih PPP.

Sekalipun menghadapi kampanye negatif dan diskriminasi keras dari militer dan sektor konservatif dari politik Thai, PPP berhasil memenangkan pemilihan dan membentuk mayoritas dalam pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh dua perdana menteri berturutan, Samak Sunthoravej dan Somchai Wongsawat. Namun PPP dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada Desember 2008, yang menyebabkan naiknya pemerintahan koalisi baru dipimpin oleh Partai Demokrat di bawah pimpinan Abhisit Vejjajiva.

Para mantan anggota PPP membentuk partai baru yang dinamakan Partai Pheu Thai yang melanjutkan kesetiaannya kepada Thaksin Shinawatra. Partai baru ini menang secara telak dalam pemilihan umum pada 2011. Wat Phra Dhammakāya lagi-lagi memainkan peran aktif dalam kampanye politik. Di bawah perdana menteri perempuan pertama Thailand, untuk pertama kali Wat Phra Dhammakāya mempunyai beberapa murid inti duduk di Parlemen. Pada dewasa ini, para pengikut setia Wat Phra Dhammakāya menjadi anggota senior dari partai-partai politik utama, yaitu Partai Pheu Thai, Partai Democrat, dan Partai Chart Thai Pattana untuk menyebutkan beberapa saja.

Pada 5 Desember 2011, dalam perayaan Ulang Tahun ke-84 Raja Bhumipol Adulyadej, kepala vihara mendapat gelar Phra Thammayanthera. Wakilnya mendapat gelar-pangkat Phraratch, setingkat lebih tinggi dalam sistem feodal kepangkatan, yang masih ada di dalam Dewan Sangha Thailand. Ini tanda jelas dari kemenangan wat di dalam pemerintahan dan persetujuan dari Dinasti Chakri. Namun, istana juga mengangkat kepala vihara Wat Loung Phor Soth Dhammakāyārām, pengecam tangguh dari Wat Phra Dhammakāya, dengan memberi pangkat Phra Thep, yang setara dengan pangkat Phra Dhammajayo.


16 Lihat juga Buku Paritta Dhammadāyāda (76).
17 Salah satu pengalaman langsung penulis, yang tinggal di in Wat Phra Dhammakāya. Palang Tham Party, 9 Juni 2531-10 Oct 2550.
18 Nama “Thai Mahā-rat” adalah nama bagi zaman keemasan di masa depan baru bagi Thailand sebagaimana dinubuatkan oleh Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya pada 1988, pada masa ketika wat itu sering dikunjungi oleh Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn.
19 Ketetapan Mahkamah Konstitusi 63/2545; also, www.concourt.or.th/download/Summary_desic/45.
20 Salah satu di antara tuntutan itu adalah Penghinaan Terhadap Raja (Lese Majeste). Pada 2000, saya pribadi diperiksa tiga kali oleh seorang pejabat polisi tingkat tinggi dari Departemen Keamanan selama lebih dari enambelas jam seluruhnya. Kepada saya dikatakan bahwa mereka telah memperoleh banyak dokumen penting yang diedarkan oleh pengikut wat. Mereka terkejut bahwa pimpinan wat mengharapkan berakhirnya Dinasti Chakri, Monarki di Thailand.

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8 9 10 11 12 ... 240
anything