//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?  (Read 69527 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #105 on: 10 September 2011, 09:19:20 AM »
Aduh banyak banget pencar". Nanya aja sama om google... gampang dan banyak kok

 _/\_
The Siddha Wanderer
salah satunya aja deh, yng gampang dibaca dan di mengerti ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #106 on: 10 September 2011, 09:35:54 AM »
i see, jadi dalam buda :
percaya amitaba, masuk surga sukawati, mencapai kebebasan

dalam kr****n :
percaya tuhan, masuk surga, end

Tidak. Dalam Buddhisme kepercayaan hanya fondasi untuk menjalankan praktik, tanpa praktik tidak ada Sukhavati. Sedangkan dalam agama lain, semata-mata kepercayaan yang menyelamatka seseorang, tidak ada yang namanya praktik.

apabila ada yang salah kepercayaannya, maka salah satu bisa terperosok ke surga yang salah.

Saya kurang sepakat dengan istilah "surga yang salah." Tapi benar, kalau kita salah memercayai sesuatu, bisa jadi kita terperosok. Misalnya, kalau kita memercayai seseorang yang kita kira kawan ternyata akhirnya ia balik mengkhianati kita, maka kepercayaan kita salah. 

Sama dengan dengan contoh di atas, Buddhis yang meyakini bahwa tanpa praktik, semata-mata dengan mengandalkan kepercayaan saja bisa mencapai Samadhi, adalah tertipu oleh kepercayaan yang salah. Begitu juga Buddhis yang memercayai bahwa semata-mata dengan akal pikirannya bisa mencapai Samadhi berarti menganut kepercayaan yang salah. Kepercayaan yang salah itu sendiri adalah "surga yang salah."

saat memercayai sesuatu kita menerima hal itu dengan terbuka dan lapang, hal tersebut membantu batin kita menjadi lebih rileks dan simpel. Keadaan itu sendiri sebenarnya sudah mirip "surga", karena menghasilkan kebahagiaan ringan. Tapi kalau kebahagiaan ringan itu justru memerosokkan seseorang dalam keadaan yang salah, maka itu namanya "surga yang salah." Hehehe
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #107 on: 10 September 2011, 09:42:52 AM »
Tidak. Dalam Buddhisme kepercayaan hanya fondasi untuk menjalankan praktik, tanpa praktik tidak ada Sukhavati. Sedangkan dalam agama lain, semata-mata kepercayaan yang menyelamatka seseorang, tidak ada yang namanya praktik.
anda salah mengerti, agama lain juga ada praktek kok ;D

Quote
Saya kurang sepakat dengan istilah "surga yang salah." Tapi benar, kalau kita salah memercayai sesuatu, bisa jadi kita terperosok. Misalnya, kalau kita memercayai seseorang yang kita kira kawan ternyata akhirnya ia balik mengkhianati kita, maka kepercayaan kita salah. 

Sama dengan dengan contoh di atas, Buddhis yang meyakini bahwa tanpa praktik, semata-mata dengan mengandalkan kepercayaan saja bisa mencapai Samadhi, adalah tertipu oleh kepercayaan yang salah. Begitu juga Buddhis yang memercayai bahwa semata-mata dengan akal pikirannya bisa mencapai Samadhi berarti menganut kepercayaan yang salah. Kepercayaan yang salah itu sendiri adalah "surga yang salah."

saat memercayai sesuatu kita menerima hal itu dengan terbuka dan lapang, hal tersebut membantu batin kita menjadi lebih rileks dan simpel. Keadaan itu sendiri sebenarnya sudah mirip "surga", karena menghasilkan kebahagiaan ringan. Tapi kalau kebahagiaan ringan itu justru memerosokkan seseorang dalam keadaan yang salah, maka itu namanya "surga yang salah." Hehehe
ya hal itu sama juga dengan ajaran sebelah kok ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #108 on: 10 September 2011, 09:47:41 AM »
anda salah mengerti, agama lain juga ada praktek kok ;D

Setahu saya dalam agama sebelah, praktik cuma pelengkap bagi kepercayaan. Atau bahkan prkatk hanya bukti bahwa seseorang memiliki kepercayaan. Tapi tidak demikian dalam Buddhisme, praktik bukan sekadar pelengkap atau bukti, tapi justru merupakan sarana utama.

ya hal itu sama juga dengan ajaran sebelah kok ;D
Oh gitu, agama yang mana?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #109 on: 10 September 2011, 10:15:33 AM »
Quote
Setahu saya dalam agama sebelah, praktik cuma pelengkap bagi kepercayaan. Atau bahkan prkatk hanya bukti bahwa seseorang memiliki kepercayaan. Tapi tidak demikian dalam Buddhisme, praktik bukan sekadar pelengkap atau bukti, tapi justru merupakan sarana utama.

Tepat sekali. Praktik adalah sarana menguji kebenaran keyakinan bagaikan menguji emas. Maka dari itu sangat utama.

Biasnaya agama" Timur cenderung pada praktek, sedangkan agama" Samawi sebaliknya.

Quote
Oh gitu, agama yang mana?

Sekarang banyak interpretasi macem" dr berbagai pengikut agama yang sebenarnya melenceng dari hakikat awal mula ajarannya, sehingga seolah" tampak logis....xixixi... tp drpd ini, msh banyak yg feodal kok drpd moderat.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #110 on: 10 September 2011, 11:00:30 AM »
saya tidak tahu yg anda maksudkan berkontradiksi secara spesifik, tapi saya merasa memang mempelajari mahayana memerlukan bimbingan dari ahlinya agar tidak terjebak yg anda maksudkan "kontradiksi" itu. kalo saya seorang mahayanis, maka saya akan skip sutra2 ataupun ajaran2 yg menurut saya tidak membawa perkembangan batin (entah karena saya tidak bisa mengerti atau memang demikian). seperti halnya yg saya lakukan juga pada sutta2 dan doktrin2 theravada.

Saya kasih contoh kontradiktif...
-- Di Sutra Pemotong Intan (Vajracheddika Prajnaparamita Sutra), dituliskan bahwa bahkan seorang Tathagatha itu tidak dapat menolong makhluk lainnya (dalam mencapai nirvana tentunya). Perilaku seorang bodhisatva sendiri dalam meng-identifikasi diri-nya untuk menolong makhluk hidup adalah ilusi, karena pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang bisa dibebaskan bahkan oleh Tathagatha sendiri (inti-nya adalah semua harus tergantung kepada diri sendiri, Buddha menunjukkan Jalan-nya --yang sudah ditempuh --, kita sendiri yang harus menjalan-i-nya

-- Bandingkan pernyataan di Sutra intan tersebut di atas misalnya dengan Sutra Amitabha dengan ikrar-ikrar Buddha Amitabha (dalam hal ini Amitabha sudah mencapai ke-buddha-an) bukan masih dalam tataran karir bodhisatva...
« Last Edit: 10 September 2011, 11:04:15 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #111 on: 10 September 2011, 11:09:31 AM »
Setahu saya dalam agama sebelah, praktik cuma pelengkap bagi kepercayaan. Atau bahkan prkatk hanya bukti bahwa seseorang memiliki kepercayaan. Tapi tidak demikian dalam Buddhisme, praktik bukan sekadar pelengkap atau bukti, tapi justru merupakan sarana utama.
Oh gitu, agama yang mana?
begini om, dalam ajaran2 biasanya ada yang namanya kepercayaan, dia mempercayai ajarannya, dalam ajarannya ada perintah2 untuk menjalaninya untuk mencapai tujuan dari ajaran itu, dan pastinya menjalankan perintah2 itu maka itu disebut praktek.
tidak jauh beda dengan yang anda sampaikan dalam hal kepercayaan dalam agama buda.

anda bisa bilang :
Quote
saat memercayai sesuatu kita menerima hal itu dengan terbuka dan lapang, hal tersebut membantu batin kita menjadi lebih rileks dan simpel. Keadaan itu sendiri sebenarnya sudah mirip "surga", karena menghasilkan kebahagiaan ringan. Tapi kalau kebahagiaan ringan itu justru memerosokkan seseorang dalam keadaan yang salah, maka itu namanya "surga yang salah." Hehehe
ketika mempercayai sesuatu, seperti adanya surga sukawati, itu sudah termasuk kepercayaan, seperti mengucap mantra, kemudian ikrarnya, hal2 itu masuk ke wilayah kepercayaan, dan pembuktiannya pun tidak ada, sehinga tidak jauh beda dengan ajaran agama lain khan?
cara kerja buda2 yang berikrar akan membantu orang2 itu pun menjadi gambaran simbolisasi yang sosoknya pun menjadi "abu2" menjadikan gambaran tiap manusia yang berbuat baik digambarkan "buda" tersebut, kalau ada orang yang jahat otomatis "bukan buda a.k.a Mara", bandingkan dengan ajaran lain yang bisa menggambarkan cara kerja tuhan begitu.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #112 on: 10 September 2011, 11:12:24 AM »
Saya kasih contoh kontradiktif...
-- Di Sutra Pemotong Intan (Vajracheddika Prajnaparamita Sutra), dituliskan bahwa bahkan seorang Tathagatha itu tidak dapat menolong makhluk lainnya (dalam mencapai nirvana tentunya). Perilaku seorang bodhisatva sendiri dalam meng-identifikasi diri-nya untuk menolong makhluk hidup adalah ilusi, karena pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang bisa dibebaskan bahkan oleh Tathagatha sendiri (inti-nya adalah semua harus tergantung kepada diri sendiri, Buddha menunjukkan Jalan-nya --yang sudah ditempuh --, kita sendiri yang harus menjalan-i-nya

-- Bandingkan pernyataan di Sutra intan tersebut di atas misalnya dengan Sutra Amitabha dengan ikrar-ikrar Buddha Amitabha (dalam hal ini Amitabha sudah mencapai ke-buddha-an) bukan masih dalam tataran karir bodhisatva...


Saya tidak mengerti apa yang kontradiktif disana?
Semua yang dituliskan di atas memang ada kebenarannya...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #113 on: 10 September 2011, 11:13:20 AM »
Tepat sekali. Praktik adalah sarana menguji kebenaran keyakinan bagaikan menguji emas. Maka dari itu sangat utama.

Biasnaya agama" Timur cenderung pada praktek, sedangkan agama" Samawi sebaliknya.
tetap saja prakteknya pun tidak akan bisa membuktikan keberadaan surga sukawati dan buda2 itu khan?

Quote
Sekarang banyak interpretasi macem" dr berbagai pengikut agama yang sebenarnya melenceng dari hakikat awal mula ajarannya, sehingga seolah" tampak logis....xixixi... tp drpd ini, msh banyak yg feodal kok drpd moderat.

 _/\_
The Siddha Wanderer
tapi saya juga melihat dalam sutra2 pun rasanya melenceng dari hakikat awal mula ajaran buda.

kalau boleh tahu, tafsir2 dari sutra2 itu muncul dari mana ya? apakah dari buda atau ahli2 kitab belakangan?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #114 on: 10 September 2011, 11:26:20 AM »
anda bisa bilang :ketika mempercayai sesuatu, seperti adanya surga sukawati, itu sudah termasuk kepercayaan, seperti mengucap mantra, kemudian ikrarnya, hal2 itu masuk ke wilayah kepercayaan, dan pembuktiannya pun tidak ada, sehinga tidak jauh beda dengan ajaran agama lain khan?
cara kerja buda2 yang berikrar akan membantu orang2 itu pun menjadi gambaran simbolisasi yang sosoknya pun menjadi "abu2" menjadikan gambaran tiap manusia yang berbuat baik digambarkan "buda" tersebut, kalau ada orang yang jahat otomatis "bukan buda a.k.a Mara", bandingkan dengan ajaran lain yang bisa menggambarkan cara kerja tuhan begitu.

Begitupun halnya Nibbana. Dipandang bagaimanapun nibbana tidak ada. Mau berkelit macam apapun, nibbana tidak dapat dibuktikan..

Maka dengan ini, nibbana dapat dikatakan sebagai kepercayaan buta dari para pengikut ajaran Buddha yang mengatakan bahwa nibbana itu nyata.
Dan para penganut ( katanya ) agama Buddha di hampir semua tempat, termasuk kita, dan para umat2 yang rajin belajar dan datang ke vihara, rajin datang mengikuti retret meditasi, semuanya itu tentunya dapat pula disimpulkan menjadi nil prakteknya, mengapa? karena Buddha sendiri mengajarkan untuk menjalankan kehidupan suci agar terbebas dari samsara. Nyatanya, anda, maupun saya, dan para senior dsini lainnya masih menyenangi kehidupan samsara kan?

sdr ryu... kapan pertanyaan ini semua akan berakhir? apakah pemahaman baru timbul atau sekedar kesimpulan buta yang timbul?

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #115 on: 10 September 2011, 11:28:46 AM »

Saya tidak mengerti apa yang kontradiktif disana?
Semua yang dituliskan di atas memang ada kebenarannya...

coba baca 48 ikrar Buddha Amitabha... kemudian bandingkan esensi ikrar-nya dengan apa yang tercantum di Sutra Intan...

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=13116.0    (48 ikrar Buddha Amitabha)

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=11960.0    (Sutra Intan -- Vajracheddika Prajnaparamita Sutra)
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #116 on: 10 September 2011, 11:30:56 AM »
Begitupun halnya Nibbana. Dipandang bagaimanapun nibbana tidak ada. Mau berkelit macam apapun, nibbana tidak dapat dibuktikan..

Maka dengan ini, nibbana dapat dikatakan sebagai kepercayaan buta dari para pengikut ajaran Buddha yang mengatakan bahwa nibbana itu nyata.
Dan para penganut ( katanya ) agama Buddha di hampir semua tempat, termasuk kita, dan para umat2 yang rajin belajar dan datang ke vihara, rajin datang mengikuti retret meditasi, semuanya itu tentunya dapat pula disimpulkan menjadi nil prakteknya, mengapa? karena Buddha sendiri mengajarkan untuk menjalankan kehidupan suci agar terbebas dari samsara. Nyatanya, anda, maupun saya, dan para senior dsini lainnya masih menyenangi kehidupan samsara kan?

sdr ryu... kapan pertanyaan ini semua akan berakhir? apakah pemahaman baru timbul atau sekedar kesimpulan buta yang timbul?

Nibbana itu nyata... ketika padamnya LDM itu-lah Nibbana... anda bisa bayangkan orang yang punya LDM, kemudian anda bayangkan orang yang aLaDaM --- itulah nibbana...

-- Kutipan Milinda Panha
6. “Apakah berhentinya nafsu itu nibbana?”
“Ya, O baginda. Semua makhluk yang tolol memanjakan diri dalam kenikmatan indera dan objeknya; mereka menemukan kesenangan di dalamnya dan melekat padanya. Oleh karena itu mereka terhanyut oleh banjir [nafsu] dan tidak terbebas dari kelahiran dan kematian. Siswa bijaksana orang-orang suci tidak akan menyenangi kenikmatan indera dan objeknya. Dan di dalam dirinya nafsu keinginan berhenti, kemelekatan berhenti, dumadi berhenti, kelahiran berhenti, usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, kepedihan, kesengsaraan dan keputusasaan berhenti clan tidak ada lagi. Dengan demikian, berhentinya nafsu adalah nibbana.”

7. “Apakah semua orang mencapai nibbana?”
“Tidak semuanya, O baginda; tetapi siapa pun yang berperilaku benar, mengetahui apa yang seharusnya diketahui, mencerap apa yang seharusnya dicerap, meninggalkan apa yang seharusnya ditinggalkan, mengembangkan apa yang seharusnya dikembangkan, dan merealisasikan apa yang seharusnya diwujudkan, dia mencapai nibbana.”

8. “Dapatkah orang yang belum mencapai nibbana mengetahui bahwa nibbana itu benar-benar membahagiakan?”
“Ya tentu saja, O baginda. Seperti halnya orang yang belum pernah merasakan tangan dan kakinya putus dipotong dapat mengetahui betapa sakitnya kondisi itu karena mendengar jeritan kesakitan orang yang kehilangan anggota badannya; demikian juga orang yang belum pernah mengetahui betapa membahagiakannya kondisi itu karena mendengar kata-kata yang penuh sukacita dari mereka yang telah mencapainya.”

65. Yang Tanpa Sebab

“Nagasena, ada hal-hal di dunia ini yang menjadi ada karena karma, ada yang merupakan hasil dari suatu sebab, dan ada yang dihasilkan oleh musim. Terangkanlah, apakah ada yang tidak termasuk di dalam tiga kategori itu?”
“Ada dua hal, O baginda: ruang dan nibbana.”
“Yang Mulia Nagasena, janganlah mengubah kata-kata Sang Penakluk, atau menjawab pertanyaan tanpa mengetahui apa yang Anda katakan!”
“Apa yang telah saya katakan, O baginda, sehingga baginda berkata demikian?”
“Yang Mulia, memang betul apa yang Anda katakana tentang ruang. Tetapi dengan ratusan alasan Sang Buddha menyatakan pada siswa-Nya cara menuju perwujudan nibbana. Dan Anda mengatakan bahwa nibbana bukanlah hasil dari suatu sebab.”
“Memang benar, O baginda, dengan banyak cara Sang Buddha menunjukkan jalan bagi perwujudan nibbana, tetapi Beliau tidak menunjukkan sebab bagi timbulnya nibbana.”
“Di sini, Nagasena, kami melangkah dari kegelapan menuju ke kegelapan yang lebih pekat; dari ketidakpastian menuju ke kebingungan total. Jika ada ayah dari seorang anak maka kami berharap dapat menemukan ayah dari si ayah itu. Demikian juga, jika ada penyebab bagi perwujudan nibbana, maka kami mengharapkan dapat menemukan penyebab bagi timbulnya nibbana itu.”
“Nibbana, O baginda, tidak dibentuk, dan karenanya tidak ada sebab yang dapat ditunjuk bagi pembuatannya. Tidak dapat dikatakan bahwa nibbana itu telah timbul atau dapat timbul; bahwa nibbana itu adalah masa lalu, masa kini atau masa mendatang; atau dapat dikenali dengan mata, telinga, hidung, lidah atau tubuh.”
“Kalau begitu, Nagasena, nibbana adalah kondisi yang tidak ada!”
“Nibbana itu ada, O baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran. Seorang siswa luhur yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan bebas dari kemelekatan akan dapat mencapai nibbana.”
“Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan, apakah nibbana itu?”
“Apakah ada sesuatu yang disebut angin?”
“Ya, ada.”
“Kalau begitu, jelaskanlah dengan perumpamaan, apakah angin itu?”
“Tidaklah mungkin dapat menjelaskan apa angin itu dengan menggunakan perumpamaan, tetapi toh angin itu ada.”
“Demikian juga, O baginda, nibbana itu ada tetapi tidak mungkin digambarkan.”

66. Cara-cara Menghasilkan

“Apa yang dilahirkan oleh karma, apa yang dilahirkan oleh sebab, dan apa yang dilahirkan oleh musim? Dan apa yang bukan semua itu?”
“Semua makhluk, O baginda, dilahirkan oleh karma. Api, dan semua yang bertumbuh dari biji, dilahirkan oleh sebab. Tanah, air dan angin dilahirkan oleh musim. Sedangkan ruang dan nibbana itu ada, tetapi tidak tergantung dari karma, sebab atau musim. Nibbana, tidak dapat dikatakan dapat dikenali oleh panca indera, tetapi dapat dipahami oleh pikiran. Seorang siswa yang pikirannya murni, dan bebas dari rintangan dapat mencerap nibbana.”

79. Kebahagiaan Nibbana

“Apakah nibbana itu sepenuhnya membahagiakan ataukah sebagian menyakitkan?”
“Sepenuhnya membahagiakan.”
“Hal itu tidak dapat aku terima. Mereka yang mencarinya harus berlatih amat keras dan berjuang amat keras dengan tubuh dan pikiran, tidak makan kecuali pada saat yang tepat, mengurangi tidur, mengendalikan indera, dan mereka harus meninggalkan kekayaan, keluarga, dan teman-temannya. Mereka yang menikmati kesenangan-kesenangan indera merasa bahagia tetapi Anda mengendalikan diri dan mencegah kenikmatan semacam itu sehingga mengalami ketidaknyamanan dan rasa sakit secara fisik maupun mental.”
“O baginda, nibbana tidak mempunyai rasa sakit. Apa yang baginda sebut rasa sakit itu bukanlah nibbana. Memang benar bahwa mereka yang sedang mencari nibbana akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan, tetapi sesudah itu mereka akan mengalami kebahagiaan nibbana yang tidak ternoda. Saya akan memberikan alasan untuk itu. Apakah ada, O baginda, suatu kebahagiaan tertentu yang diperoleh karena kedaulatan raja?”
“Ya, ada.”
“Apakah hal itu bercampur dengan rasa sakit?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, O baginda, mengapa bila prajurit daerah-daerah di perbatasan memberontak, raja-raja harus meninggalkan istananya dan menempuh perjalanan di tanah yang tidak rata, menderita akibat gigitan nyamuk dan angin yang panas, dan terlibat pertempuran sengit yang membahayakan nyawa mereka?”
“Itu, Yang Mulia Nagasena, bukanlah kebahagiaan dari kedaulatan raja. Itu hanyalah tahap awal dari pencarian kebahagiaan tersebut. Baru sesudah memenangkan pertempuran maka mereka dapat menikmati kebahagiaan suatu kedaulatan. Dan kebahagiaan itu, Nagasena, tidak bercampur dengan rasa sakit.”
“Demikian juga, O baginda, nibbana adalah kebahagiaan yang tidak ternoda, dan tidak ada rasa sakit yang tercampur di dalamnya.”

80. Gambaran tentang Nibbana

“Apakah mungkin, Nagasena, menunjukkan ukuran, bentuk, atau jangka waktu nibbana dengan menggunakan perumpamaan?”
“Tidak, hal itu tidak mungkin. Tidak ada hal lain yang menyerupainya.”
“Apakah ada sifat nibbana yang terdapat pada hal-hal lain yang dapat ditunjukkan dengan perumpamaan?”
“Ya, itu dapat dilakukan.
“Bagaikan teratai yang tidak basah oleh air, nibbana tidak tercemar oleh kegelapan batin.
“Bagaikan air, nibbana mendinginkan panasnya kegelapan batin dan meredakan nafsu keinginan.
“Bagaikan obat, nibbana melindungi makhluk yang terkena racun kegelapan batin, menyembuhkan penyakit penderitaan, dan memberi gizi seperti nektar.
“Bagaikan samudera yang kosong dari mayat, nibbana sama sekali kosong dari kegelapan batin; seperti samudera yang tidak bertambah walaupun semua air sungai mengalir ke dalamnya, demikian juga nibbana tidak akan bertambah dengan semua makhluk yang mencapainya; nibbana adalah tempat bagi para makhluk agung (para Arahat), dan ia dihiasi oleh gelombang pengetahuan dan kebebasan.
“Bagaikan makanan yang menopang kehidupan, nibbana menyingkirkan usia tua dan kematian; nibbana meningkatkan kekuatan spiritual para makhluk; nibbana memberikan keindahan moralitas, nibbana menghilangkan tekanan kegelapan batin, nibbana menghalau kelelahan semua penderitaan.
“Bagaikan ruang, nibbana tidak dilahirkan, tidak lapuk ataupun hancur, nibbana tidak berlalu di sini dan muncul di tempat lain, nibbana tidak terkalahkan, pencuri tidak dapat mengambilnya, nibbana tidak terikat pada apa pun, nibbana adalah lingkup bagi para Ariya ibarat burung-burung di angkasa, nibbana tidak terhalangi dan tidak terhingga.
“Bagaikan permata yang bisa mengabulkan segala permintaan, nibbana memenuhi semua keinginan, menyebabkan sukacita dan berkilau.
“Bagaikan kayu cendana merah, nibbana sulit didapat, keharumannya tak ada bandingnya dan nibbana dipuji orang-orang bajik.
“Bagaikan ghee yang dikenal karena sifat khasnya, begitu juga nibbana mempunyai sifat khas sendiri; seperti ghee yang beraroma harum, begitu juga nibbana memiliki keharuman moralitas; seperti ghee yang mempunyai cita rasa yang lezat, begitu juga nibbana mempunyai kelezatan cita rasa kebebasan.”
“Bagaikan puncak gunung, nibbana sangat tinggi, tidak tergoyahkan, tidak ada jalan masuk bagi kegelapan batin; nibbana tidak mempunyai ruang bagi kegelapan untuk dapat tumbuh, dan nibbana tidak memihak atau berprasangka.”


« Last Edit: 10 September 2011, 11:40:02 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #117 on: 10 September 2011, 11:34:04 AM »
Begitupun halnya Nibbana. Dipandang bagaimanapun nibbana tidak ada. Mau berkelit macam apapun, nibbana tidak dapat dibuktikan..
soal nibana silahkan para budis menjawab, yang ingin saya tanyakan mengenai sosok personal amitaba, buda yang lain dan juga surga2nya itu sebatas kepercayaan bukan?
Quote
Maka dengan ini, nibbana dapat dikatakan sebagai kepercayaan buta dari para pengikut ajaran Buddha yang mengatakan bahwa nibbana itu nyata.
Dan para penganut ( katanya ) agama Buddha di hampir semua tempat, termasuk kita, dan para umat2 yang rajin belajar dan datang ke vihara, rajin datang mengikuti retret meditasi, semuanya itu tentunya dapat pula disimpulkan menjadi nil prakteknya, mengapa? karena Buddha sendiri mengajarkan untuk menjalankan kehidupan suci agar terbebas dari samsara. Nyatanya, anda, maupun saya, dan para senior dsini lainnya masih menyenangi kehidupan samsara kan?
bukankah katanya ada perumah tangga juga bisa mencapai kesucian? apakah menurut anda perkataan buda seperti itu bohong? silahkan buat threadnya ;D

Quote
sdr ryu... kapan pertanyaan ini semua akan berakhir? apakah pemahaman baru timbul atau sekedar kesimpulan buta yang timbul?
biarlah pembaca yang cerdas mengambil kesimpulan, pemahaman aye seiring waktu terhadap ajaran mahayana biarlah aye yang ambil kesimpulan dari pertanyaan dan jawaban mahayanis disini ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #118 on: 10 September 2011, 11:36:57 AM »
Nibbana itu nyata... ketika padamnya LDM itu-lah Nibbana... anda bisa bayangkan orang yang punya LDM, kemudian anda bayangkan orang yang aLaDaM --- itulah nibbana...

Nampaknya anda kurang memahami maksud saya.
Maafkan kelancangan saya, mohon anda baca dan merenungkan dengan konsentrasi dan ketenangan agar dapat memahami maksud saya.

Bagi orang-orang yang dipenuhi keraguan akan nibbana, maka jawaban anda di atas hanyalah sebuah perkelitan.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bagaimanakah Cara Bertanya Tentang Satu Aliran?
« Reply #119 on: 10 September 2011, 11:40:40 AM »
Begitupun halnya Nibbana. Dipandang bagaimanapun nibbana tidak ada. Mau berkelit macam apapun, nibbana tidak dapat dibuktikan..

Maka dengan ini, nibbana dapat dikatakan sebagai kepercayaan buta dari para pengikut ajaran Buddha yang mengatakan bahwa nibbana itu nyata.
Dan para penganut ( katanya ) agama Buddha di hampir semua tempat, termasuk kita, dan para umat2 yang rajin belajar dan datang ke vihara, rajin datang mengikuti retret meditasi, semuanya itu tentunya dapat pula disimpulkan menjadi nil prakteknya, mengapa? karena Buddha sendiri mengajarkan untuk menjalankan kehidupan suci agar terbebas dari samsara. Nyatanya, anda, maupun saya, dan para senior dsini lainnya masih menyenangi kehidupan samsara kan?

sdr ryu... kapan pertanyaan ini semua akan berakhir? apakah pemahaman baru timbul atau sekedar kesimpulan buta yang timbul?


LANJUT...

81. Perwujudan Nibbana

“Anda mengatakan, Nagasena, bahwa nibbana itu bukan masa lalu, bukan masa kini, dan bukan masa mendatang, bukan timbul dan bukan pula tidak-timbul, dan tidak dapat dihasilkan.15 Dalam hal itu, apakah orang yang mewujudkan nibbana berarti mewujudkan sesuatu yang telah dihasilkan, atau dia sendiri yang pertama-tama menghasilkannya dan baru kemudian mewujudkannya?”
“Bukan itu semua O baginda, tetapi nibbana itu benar-benar ada.”
“Nagasena, janganlah menjawab pertanyaan ini dengan membuatnya semakin kabur. Jelaskanlah dan babarkanlah. Nibbana merupakan titik yang membuat banyak orang menjadi bingung dan tersesat di dalam keraguan. Patahkanlah anak panah ketidakpastian ini.”
“Unsur nibbana itu benar-benar ada, O baginda. Bila orang telah berlatih dengan benar dan sungguh-sungguh mengerti bentukan-bentukan menurut apa yang telah diajarkan oleh Sang Penakluk, maka dengan kebijaksanaannya dia mewujudkan nibbana.
“Dan bagaimanakah nibbana ditunjukkan? Dengan terbebasnya dari rasa tertekan dan bahaya, dengan kemurnian dan kesejukan. Seperti halnya seseorang, yang ketakutan dan ngeri karena telah terjatuh ke tangan musuh, akan merasa lega dan sangat berbahagia ketika dia dapat meloloskan diri ke tempat yang aman; atau seperti halnya seseorang yang terjatuh di lubang yang penuh kotoran akan merasa lega dan gembira setelah keluar dari lubang itu dan membersihkan diri; seperti halnya seorang yang terjebak api di hutan akan menjadi tenang dan merasakan kesejukan setelah dia mencapai daerah yang aman. Baginda seharusnya menganggap kecemasan yang timbul terus-menerus karena kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian itu sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Baginda seharusnya menganggap keuntungan, kehormatan dan ketenaran itu sebagai kotoran. Baginda
seharusnya menganggap api berunsur tiga -lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin)- sebagai sesuatu yang panas dan menusuk.
“Dan bagaimana orang yang berlatih dengan benar dapat mewujudkan nibbana? Dengan benar dia memahami sifat bentukan yang terus berputar dan di sana dia hanya melihat kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian; dia tidak melihat sesuatu yang menyenangkan atau yang serasi di bagian mana pun juga. Karena melihat bahwa tidak ada yang dapat dilekati di sana, bagaikan berada di atas bola besi yang panas membara, pikirannya dipenuhi dengan ketidakpuasan, dan panas menjalar di seluruh tubuhnya; karena merasa putus asa dan tanpa perlindungan, dia menjadi muak dengan kehidupan yang berulang-ulang. Dan bagi orang yang melihat ngerinya rantai kehidupan yang terus berjalan, timbullah pemikiran: ‘Roda kehidupan ini berada di atas api dan menyala, penuh dengan penderitaan dan keputusasaan. Jika saja ada akhir dari semua ini, akhir itu akan penuh dengan kedamaian, dan hal itu luar biasa; berhentinya semua bentukan mental, lepasnya kemelekatan, musnahnya keserakahan, hancurnya nafsu keinginan, berhentinya penderitaan, nibbana!
“Dari situ pikirannya melompat ke depan menuju keadaan di mana tidak ada lagi dumadi. Pada saat itulah dia menemukan kedamaian, kemudian dia bersyukur dan bersukacita pada pemikiran: ‘Sebuah perlindungan akhirnya ditemukan!’ Dia terus berusaha keras di dalam Sang Jalan untuk menghentikan segala bentukan, menemukan caranya, mengembangkannya, dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk tujuan itulah dia membangkitkan kewaspadaan, semangat dan sukacitanya; dan dengan berulang-ulang memperhatikan pemikiran itu [muak pada bentukan-bentukan mental], setelah melampaui rantai kehidupan yang terus berjalan, dia dapat memutuskan lingkaran itu. Orang yang telah memutuskan rantai kehidupan yang terus berjalan ini dikatakan telah mewujudkan nibbana.”16

82. Di manakah Nibbana?

“Apakah ada tempat, Nagasena, di mana nibbana tersimpan?”
“Tidak, tidak ada, tetapi nibbana itu sungguh-sungguh ada. Seperti halnya tidak ada tempat di mana api disimpan tetapi api dapat dihasilkan dengan menggosokkan dua batang kayu kering.”
“Tetapi adakah tempat di mana orang bisa berdiri dan mewujudkan nibbana?”
“Ya, ada; moralitas adalah tempatnya;17 dengan berdiri di atas moralitas, dan dengan penalaran, di mana pun dia berada, bisa di Sychtia atau di Bactria, di China atau Tibet,18 di Kashmir atau Gandhara, di puncak gunung atau surga tertinggi, orang yang berlatih dengan benar dapat mewujudkan nibbana.”
“Bagus sekali, Nagasena, Anda telah mengajarkan nibbana, telah menjelaskan tentang perwujudan nibbana, telah memuji kualitas moralitas, menunjukkan cara berlatih yang benar, menjunjung tinggi panji-panji Dhamma, memantapkan Dhamma sebagai prinsip utama. Tidak akan sia-sia atau tanpa buah usaha orang-orang yang mempunyai tujuan yang benar.”

2. Latihan Petapa

Raja melihat para bhikkhu di hutan, sendirian dan jauh dari orang lain, menjalankan latihan berat sesuai dengan sumpahnya. Raja juga melihat para perumah-tangga di rumah mereka yang memetik buah manis dari Jalan Mulia. Ketika mempertimbangkan kedua hal ini, raja merasakan keraguan yang mendalam. “Jika umat awam juga mewujudkan kebenaran, maka bersumpah seperti itu tentunya sia-sia saja. Baiklah! Akan saya tanyakan pada guru yang terbaik, yang bijaksana dalam tiga kitab suci yang berisi ajaran Sang Buddha, yang terampil menyanggah argumentasi lawannya. Dia akan mampu menghalau keraguanku!”7
Milinda mendatangi Nagasena, memberi hormat, duduk di satu sisi dan bertanya: “Yang Mulia Nagasena, apakah ada umat awam yang telah mencapai nibbana?”
“Tidak hanya seratus atau seribu, tetapi lebih dari semilyar8 yang telah mencapai nibbana.”
“Nagasena, jika perumah tangga yang hidup di rumahnya, yang menikmati kesenangan-kesenangan indera juga dapat mencapai nibbana, apakah gunanya sumpah tambahan tersebut? Jika musuh dapat dikalahkan hanya dengan tinju, apa gunanya mencari senjata? Jika pohon dapat dipanjat begitu saja, apa gunanya tangga? Jika berbaring di lantai sudah nyaman, apa gunanya ranjang? Demikian juga, jika orang awam sudah dapat mencapai nibbana bahkan sembari hidup di rumah, apa gunanya sumpah tambahan?”
“O baginda, ada dua puluh delapan keluhuran sumpah yang dinilai tinggi oleh para Buddha. Menjaga sumpah adalah:

    Suatu cara hidup murni,
    Buahnya membahagiakan,
    Tidak tercela,
    Tidak membawa penderitaan bagi yang lain,
    Memberikan rasa yakin,9
    Tidak menekan,10
    Pasti menyebabkan tumbuhnya sifat-sifat yang baik,
    Mencegah kemunduran,
    Tidak mengotori batin,
    Merupakan perlindungan,
    Memenuhi keinginan,
    Menjinakkan semua makhluk,
    Baik bagi disiplin diri,
    Pantas bagi seorang petapa,
    Dia mandiri,11
    Dia bebas,12
    Menghancurkan nafsu,
    Menghancurkan kebencian,
    Menghancurkan kebodohan batin,
    Mengikis kesombongan,
    Memutus pikiran yang mengembara dan membuat pikiran terpusat,
    Mengatasi keraguan,
    Menghalau kelambanan,
    Melenyapkan ketidak-puasan,
    Membuatnya punya toleransi,
    Tak ada bandingnya,
    Tak terukur, dan
    Mengarah pada hancurnya semua penderitaan.

“Dan siapa pun yang melaksanakan sumpah-sumpah itu akan memperoleh delapan belas sifat yang baik,

    Perilakunya murni,
    Prakteknya terpenuhi,
    Tindakan dan kata-katanya terjaga baik,
    Buah-buah pikirnya murni,
    Semangatnya bangkit,
    Ketakutannya berkurang,
    Pandangan tentang diri terhalau,
    Kemarahan lenyap dan
    Cinta kasih tumbuh,
    Dia makan dengan memahami sifat makanan yang menjijikkan,
    Dia dihormati oleh semua makhluk,
    Dia makan secukupnya,
    Dia penuh kewaspadaan,
    Dia tak-berumah dan
    Dapat berdiam di mana pun yang sesuai baginya,
    Dia jijik terhadap kejahatan,
    Dia bersuka cita di dalam kesendirian dan
    Dia selalu penuh perhatian.

“Dan ada sepuluh macam orang yang pantas mengambil sumpah itu:

    Orang yang penuh keyakinan,
    Orang yang tahu malu,
    Orang yang penuh keberanian,
    Orang yang tidak munafik,
    Orang yang mengandalkan diri sendiri,
    Orang yang tegar,
    Orang yang berniat untuk berlatih,
    Orang yang bertekad kuat,
    Orang yang selalu introspeksi,
    Orang yang penuh kasih sayang.

“Dan semua orang awam yang mewujudkan nibbana ketika hidup di rumahnya bisa melakukan hal itu karena telah mempraktekkan sumpah ini di dalam kelahiran mereka sebelumnya. Tidak akan ada perwujudan tujuan tingkat Arahat di dalam kehidupan kali ini tanpa sumpah tersebut. Tingkat Arahat hanya dapat dicapai dengan usaha yang amat sangat keras. Jadi nilai menjaga sumpah tersebut sangat tinggi, dan kuat adanya.
“Dan siapa pun, O baginda, yang mempunyai niat jahat, mengambil sumpah ini dengan tujuan mencari keuntungan materi, akan mendapatkan hukuman ganda: di dunia ini dia akan dipandang rendah dan dicemooh, dan sesudah mati dia akan menderita di neraka.
“Tetapi siapa pun, O baginda, yang perilakunya sesuai dengan kehidupan kebhikkhuan, yang layak menjadi bhikkhu, yang sedikit keinginannya dan berpuas hati, terbiasa dengan kesendirian, penuh semangat, tidak memiliki akal bulus, dan telah meninggalkan keduniawian bukan karena ingin memperoleh keuntungan dan ketenaran melainkan karena memiliki keyakinan terhadap Dhamma, yang menginginkan kebebasan dari usia tua dan kematian, dia pantas mendapat penghormatan ganda karena dia dicintai oleh dewa dan manusia, dan dengan cepat dia memperoleh empat buah, empat jenis kemampuan membedakan,13 visi berunsur-tiga,14 dan pengetahuan berunsur-enam yang lebih tinggi.15
“Dan apakah tiga belas sumpah tersebut?

    Mengenakan jubah dari potongan-potongan kain,
    Menggunakan hanya tiga jubah,
    Hidup hanya dengan mengumpulkan dana makanan,
    Mengumpulkan dana makanan dari satu rumah ke rumah lain tanpa pilih-pilih,
    Makan sekali sehari,
    Makan hanya dari mangkuk,
    Menolak makanan yang ditawarkan sesudah itu,
    Berdiam di hutan,
    Berdiam di bawah pohon,
    Berdiam di tempat terbuka,
    Berdiam di kuburan,
    Menggunakan tempat tidur mana pun yang diberikan, dan
    Tidak berbaring untuk tidur.16

“Dan dengan menjalankan sumpah-sumpah inilah Upasena dapat mengunjungi Sang Buddha ketika Beliau sedang menyendiri,17 dan karena sumpah yang sama pula Sariputta memiliki keluhuran yang begitu tinggi sehingga dia dinyatakan sebagai orang kedua yang hanya kalah oleh Sang Buddha dalam kemampuannya membabarkan Dhamma.”18
“Bagus sekali Nagasena, seluruh Ajaran Sang Buddha, pencapaian adiduniawi dan semua hasil terbaik di dunia ini tercakup di dalam tiga belas latihan pertapa ini.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

 

anything