Selama anda memberi kritik / komentar membangun, memberi sesuatu yang bermanfaat dan bukan yang tidak bermanfaat, dan bukan komentar yang melecehkan tetapi yang membangun. Contohnya Sis Mayvise (ada kelembutan dan kehangatan dari cara dia merespon saya). Tulisan dia paling tidakmembuat saya merenungkan pemikiran saya. Ketika dia mengatakan saya salah, dia menunjukkan kesalahan saya ada dimana dan bukan sekedar mengambil kesimpulan.
Sebenarnya saya bisa merasakan ada upaya dari Bro untuk saling menjaga masing masing perasaan dalam merespon tulisan saya. (Semoga saya benar soal ini). Saya menghargai upaya itu.
Saya memang mengajak untuk meneliti lagi dengan memberikan kasus (konyol) tersebut bukan bermaksud melecehkan, tapi untuk memberikan penekanan terhadap apa yang saya anggap janggal. Dibawa santai saja.
'Anatta' bukanlah sebuah aplikasi pola pikir tertentu untuk memanipulasi persepsi dan jalan pikiran (yang pada akhirnya memang mempengaruhi perasaan yang timbul juga), tapi mengenai realita apa adanya bahwa tidak ada sebuah entitas kekal, tidak berubah, yang bisa dilekati sebagai diri.
Contoh melihat 'tidak ada aku' yang diomeli tersebut tidak menunjukkan karakter dari 'anatta' itu sendiri namun semata menempatkan 'aku' di luar objek yang diomeli, atau menempatkan omelan di luar 'milikku'. Keduanya memang bisa mengubah pola pikir dan mempertahankan keseimbangan (yang tidak bermanfaat), namun tetap tidak menunjukkan konsep 'anatta'.
Sebenarnya ketika saya mengatakan belum menemukan kebenaran artinya bahwa saya belum menembus Anatta, kenapa anda berdua yakin benar dengan yang ada pahami ?
Saya juga belum menembus 'anatta' (tentu saja), tapi bukan berarti tidak boleh didiskusikan, bukan? (Ya, tentu kalau memang lawan diskusinya bersedia, sehingga bukan pemaksaan.)