saya suka melihat segala sesuatu dari esensinya.
bagi saya, seorang bhikkhu pada esensinya adalah seorang pertapa yang fokus utamanya mencapai kesucian. sebagian besar peraturan kebhikkhuan ada untuk menunjang upayanya dalam bertapa dan mencapai kesucian (dan sebagian lainnya adalah kepantasan di masyarakat).
dalam hal ini, saya jauh lebih respek kepada bhikkhu2 yang tekun berlatih dan bertapa, memegang vinaya yang menunjang praktik pertapaannya serta menasehati, mengajak dan mengajarkan umat2nya untuk bermeditasi daripada bhikkhu2 yang pegang credit card, punya rekening bank, ngobrol ngalor ngidul dengan umat yang gak ada hubungannya dengan pertapaan dan meditasi, menghabiskan waktu dengan urusan2 yang jauh dari praktik pertapaan...
sejauh pengamatan saya selama ini, ajahn brahm termasuk pada bhikkhu2 golongan yang pertama.
seandainya ada peraturan yang dilanggar dengan menahbiskan bhikkhuni (walaupun inipun bisa diperdebatkan), ajahn brahm tetap berfokus pada pertapaan dan usaha mencapai kesucian pada praktik sehari2nya.
perlu juga dicatat, yang dinamakan sangha di jaman ini adalah organisasi bhikkhu2 dengan segala pernik2 organisasi duniawinya, bukanlah persaudaraan empat pasang mahluk suci yang dimulai sejak Kondanna mencapai sotapanna. kalau dipikir2, urusan2 seperti bhikkhu yang punya credit card, rekening bank dan gak punya niat bertapa itu lebih penting dan menyentuh esensi utama keberadaan bhikkhu, yg seharusnya diurusin oleh organisasi2 sangha.
sekali lagi, saya lebih respek kepada bhikkhu yang punya fokus kepada praktik pertapaan dan (seandainya) melanggar peraturan dengan menahbiskan bhikkhuni daripada bhikkhu2 pemegang credit card dan rekening bank yang "tidak melanggar" peraturan memegang emas dan perak. saya mementingkan esensinya... terserah apa kata organisasi bhikkhu2.