Tesla,
sama seperti sutta, byk hal yg dapat dibuktikan tanpa abhinna.
sama seperti sutta, byk hal yg tidak dapat dibuktikan tanpa abhinna.
sama seperti sutta, byk hal yg tidak terjawab kecuali yah pencerahan hehehehe...
so kalau alasannya belum punya abhinna makanya ga belajar abhidhamma chuckle, berarti ga belajar sutta juga donk.
Menurut pendapat saya, Sutta lebih pada kehidupan sehari-hari, lebih banyak hal2 yang bisa dibuktikan ketimbang yang tidak bisa dibuktikan. Misalnya Sonadanda Sutta, Digha Nikaya 4, mengenai kualitas Brahmana yang sejati, itu hal yang bisa dibuktikan langsung. Penjelasannya juga lengkap, bisa langsung direnungkan.
Sedangkan dalam Abhidhamma, saya rasa hanya orang tertentu bisa membuktikan 'senyum Arahat'. Untuk orang biasa, nantinya akan menjadi hanya 'kira-kira', atau 'berdasarkan keyakinan'. Namun seperti saya bilang, bukan tidak boleh kok.
Nagasena dalam Milinda Panha mengatakan bahwa sungguh sulit memilah rasa dalam sup (apakah ini rasa garamnya, atau bumbu lainnya). Tapi lebih susah lagi untuk memilah pikiran.
belajar dhamma jgn sekedar menambah pengetahuan donk
Ya, ini terpulang pada motivasi masing2 dalam belajar dhamma. Bagi saya, sesuatu yang tidak/belum bisa saya buktikan, bukanlah kebenaran, tapi belum tentu juga kebohongan. Saya hanya 'tampung' sebagai pengetahuan yang mungkin bisa saya buktikan suatu saat.
saya sangat ragu, dhamma dibabarkan utk yg 'sudah tercerahkan'...
Abhidhamma dibabarkan kepada para deva di Tavatimsa, bukan alam manusia. Menurut anda, apakah Buddha melakukannya tanpa alasan?
Dalam alam manusia, itu hanya dibahas antara mereka yang memiliki Patisambidha dan belum pernah saya ketemu di sutta orang tercerahkan lewat Abhidhamma.
Keraguan anda tentu saja hak anda.
Sekadar info, Buddha ngomong masalah evolusi semesta tidak pada semua orang, hanya pada mereka yang memang memiliki kemampuan mengingat kehidupan lampau sampai berkali-kali evolusi bumi. Buddha seperti itu karena prinsip ajarannya adalah agar murid 'membuktikan sendiri' bukan 'mengira-ngira'. Belakangan karena catatan khotbahnya memang dibaca oleh semua orang, tentu saja jadi pengetahuan umum sehingga terkesan Buddha ngomong apapun ke siapapun. Sebetulnya tidak. Tergantung pada kemampuan masing-masing orang untuk mengerti/membuktikan.
saya prihatin melihat banyak sekali yah yg tertarik utk membuktikan hal-hal yg bersifat historis, kosmologis, metafisik...
memang kalama suttra menganjurkan kita utk ber-ehipassiko.
tapi jangan lupa yah, mana yg lebih penting dibanding membuktikan:
inilah dukkha,
penyebab dukkha,
lenyapnya dukkha,
dan inilah jalan melenyapkan dukkha
Benar2 tepat sekali! Kalau anda bilang semesta terbentuk dan hancur demikian seperti di sutta, maka orang lain akan mempertahankan semesta demikian menurut kitab sucinya. Begitu juga yang bersifat historis & metafisik. Tapi untuk kesunyataan dukkha adalah bisa dibuktikan langsung, tidak pake 'mengira-ngira' ataupun 'keyakinan/iman' lebih dulu. Berlaku pada siapapun, di manapun. Pada saat itulah 'ehipassiko' berlaku.
Sumedho,
Maaf, ini memang OOT
OK, Back to Topic!