//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 661559 times)

0 Members and 4 Guests are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #645 on: 20 April 2009, 02:44:47 AM »
Tanggapan Terpadu Tentang Mahayana

Ivan Taniputera (17 April 2009)

Melalui pengamatan saya, diskusi kali ini sudah menjurus pada perdebatan. Meskipun pihak yang menanyakan mengenai Mahayana berdalih bahwa mereka ingin mengenal Mahayana lebih jauh, tetapi pada kenyataannya malah berakhir pada perdebatan yang tidak berujung pangkal. Saya tidak berharap setiap orang menerima paham Mahayana. Setiap orang bebas menentukan apa yang mereka yakini. Menerima berbeda dengan memahami. Apa yang dimaksud memahami adalah mengerti sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu memperdebatkannya. Perdebatan tanpa praktik Dharma nyata tak akan membawa kita ke mana-mana.
Oleh karena itu, tulisan saya kali ini lebih ditujukan bagi mereka yang ingin mengerti Mahayana. Semoga artikel ini bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami Mahayana dan menghindarkan salah tafsir terhadapnya. Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa dalam artikel kali ini tidak ada maksud untuk mengkontraskan Mahayana dengan aliran apapun. Oleh karena itu, saya menyebutkan pandangan dalam Buddhisme yang bukan khas Mahayana sebagai "pandangan non Mahayanis." Ini tidak mengacu pada mazhab atau sekte apapun. Semoga saling pengertian antar sesama umat Buddha dapat semakin meningkat.

1.Nirvana dalam Mahayana

Nirvana dalam Mahayana bukanlah sesuatu yang statis dan seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karunanya bahkan setelah Beliau memasuki nirvana. Dalam diskusi sebelumnya ada yang mengkritik bahwa tanpa adanya pancaskandha, seperti pada "nirvana tanpa sisa," tidak mungkin ada pemancaran maitri karuna, sebagaimana halnya "nirvana bersisa." Permasalahan dalam pandangan ini adalah:

a.Seolah-olah terjadi perbedaan dan dualisme antara "nirvana bersisa" dan nirvana tanpa sisa" Padahal nirvana itu tak terpisah-pisahkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang absolut itu dapat dipisah-pisahkan?

b.Pancaskandha seolah-olah dapat memberikan pengaruh pada nirvana. Ini nampak jelas jika kita mengamati alur logika di bawah ini:

"Nirvana tanpa sisa" tak lagi memancarkan maitri karuna "karena" tak ada lagi pancaskandha.
"Nirvana bersisa" masih dapat memancarkan maitri karuna "karena" ada pancaskandha.

Dengan demikian, nampaknya nirvana dikondisikan oleh pancaskandha. Padahal nirvana itu adalah sesuatu yang tak berkondisi. Mahayana lebih konsisten dalam hal ini dengan menyatakan bahwa pemancaran maitri karuna itu "tidak bergantung" pada pancaskhandha. Karenanya, tak ada perbedaan kondisi baik pada "nirvana bersisa" atau "nirvana tanpa sisa."


gatha pencerahan dari Master Zen Hui Neng...

Pada awalnya tidak ada pohon pencerahan (pohon bodhi)
Juga tidak ada tiang tempat cermin digantung.
Jika pada awalnya adalah kosong
Dimanakah debu bisa melekat ?


Jika Nirvana = Samsara, harusnya ada atau tidak ada-nya maitri karuna itu memang bukan berasal dari dualisme "nibbana dengan sisa" ataupun "nibbana tanpa sisa"... Karena realisasi ke-BUDDHA-an LAH, seorang individu (yang sudah merealisasikan nibbana) timbul pengetahuan tentang melihat apa adanya (yatabhutam nyanadasa), bahwa pada dasarnya semuanya adalah KOSONG (lebih spesifik dinyatakan sebagai an-atta/anitya).

Perbuatan-perbuatan baik (yang tentu-nya dilakukan oleh perbuatan, pikiran maupun ucapan) dengan brahma vihara (maitri karuna mudita dan upekkha) dilakukan dengan batasan kombinasi dan paduan skandha skandha.

saya menerima konsep pemikiran nirvana = samsara, MENGAPA ? karena memang proses alamiahnya adalah seperti itu. MELIHAT APA ADANYA (yathabutham nyanadasa) memang seharusnya menerima nirvana dan juga samsara. Ketika nirvana tidak dibedakan dengan samsara, seseorang merealisasikan nibbana dengan sendirinya. Seorang Arahat tidak tergoyahkan oleh kesenangan yang bisa membuai-nya dan tidak bersedih atas penderitaan yang dialami-nya. Pemancaran maitri karuna bisa dilakukan oleh subjek, dan objek yang menerima pancaran maitri karuna itu sendiri bisa berbagai respon-nya. Ketika sudah merealisasikan ke-BUDDHA-an, tidak dipermasalahkan lagi apakah pancaran maitri karuna itu ada atau tidak, diterima atau tidak, seorang Arahat yang tidak mengharapkan imbalan/ganjaran itulah yang mendapatkan pembalasan/parami yang tak ternilai (LIHAT kembali SUTRA INTAN)...
« Last Edit: 20 April 2009, 02:52:09 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #646 on: 20 April 2009, 03:00:17 AM »

2.Maitri karuna dan seluruh kualitas positif adalah sifat alami seorang Buddha

Mahayana mengajarkan suatu praktik spiritual guna menghilangkan segenap kekotoran batin, baik itu lobha, dosa, moha, kesombongan, dan lain sebagainya. Segenap varana atau kekotoran batin (baik kleshavarana atau jneyavarana) akan ditransformasi menjadi kemurnian pikiran. Kualitas cinta dan belas kasih seorang Buddha akan menjadi murni tanpa kekotoran batin. Makhluk yang belum tercerahi tidak akan dapat merealisasi maitri karuna sejati karena batinnya masih tertutupi oleh kekotoran batin. Maitri karuna sejati ini tidak akan berakhir. Akan sungguh ironis bila seorang Buddha menapaki jalan Bodhisattva, tetapi setelah berhasil mentransformasi segenap kekotoran batinnya dan merealisasi maitri karuna sejati, namun meninggalkan begitu saja semuanya setelah memasuki mahaparinirvana.
Maitri karuna akan menjadi kualitas alami seorang Buddha tanpa Beliau menginginkannya. Dengan demikian, tidak tepat apabila seseorang mengkritik paham Mahayana ini dengan menyatakan bahwa seorang Buddha yang tak memiliki "keinginan" lagi seharusnya mustahil memancarkan maitri karuna. Keinginan bukan penyebab bagi maitri karuna. Setelah pencerahan direalisasi, semua kualitas bajik secara otomatis akan menjadi sifat alaminya. Sebagai analogi, sifat alami air adalah cair. Apakah air menginginkan agar dirinya menjadi cair? Apa yang disebut dengan sendirinya adalah cair.
Orang yang belum merealisasi nirvana harus punya "keinginan" untuk mempraktikkan dana, sila, virya, kshanti, samadhi, dan prajna demi melatih dirinya. Tetapi setelah ini menjadi sifat alami kita, tidak perlu ada lagi "dorongan" atau "keinginan" untuk mempraktikkannya. Semuanya akan berjalan secara otomatis atau alami.


Sifat alami.... ? ? ? pernyataan ini sedemikian benar-nya terlihat kesalahan penjelasan di atas. Justru karena sifat alami-nya itu, maka ketika merealisasikan "nibbana tanpa sisa" pada hakekatnya tidak ada lagi maitri karuna, karena sudah menjadi sifat alamiah dari seorang BUDDHA, maka BUDDHA memandang maitri karuna mudita = dosa lobha dan moha, atau dengan kata lain nirvana = samsara. BUDDHA tidak tercemarkan lagi oleh segala jenis kebahagiaan/kebaikan/maitri/karuna/mudita dan tidak tercemarkan juga oleh penderitaan/dosa/lobha/moha.

Karena pada hakekat-nya tidak ada makhluk yang bisa ditolong oleh bahkan seorang Tathagatha. Walaupun sifat alamiah BUDDHA (MAITRI KARUNA MUDITA) tetap ada, tetapi hanya sebatas itu saja. Tidak ada yang bisa diperjuangkan lagi. KETIKA individu yang masih dalam jalur/karir bodhisatva masih berkutat pada pandangan tentang PEMBEBASAN MAKHLUK LAIN, maka TIDAK ADA MEREALISASIKAN ke-BUDDHA-an.... (Lihat kembali SUTRA INTAN).
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #647 on: 20 April 2009, 03:11:53 AM »

3.Tiga Tubuh Buddha

Mahayana mengajarkan bahwa Buddha memiliki tiga tubuh, yakni dharmakaya, samboghakaya, dan nirmanakaya. Dharmakaya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dilahirkan atau menjelma. Namun karena maitri karuna adalah sifat sejati seorang Buddha, terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya). Kedua konsep ini dapat dicakup sekaligus oleh Mahayana, sehingga nirvana menurut Mahayana tidaklah abu-abu; melainkan sangat jelas, konsisten, dan mendalam. Mungkin ada sebagian pihak akan mengkritik bahwa tiga tubuh Buddha itu seolah-olah mengajarkan adanya tiga "pribadi" Buddha yang terpisah. Kritikan ini akan dijawab dengan fakta bahwa dalam rujukan-rujukan Pali juga terdapat mengenai nimmita Buddha (Buddha jelmaan). Pertanyaannya, di antara Buddha-Buddha jelmaan itu manakah yang benar-benar Buddha? Apakah satu Buddha dapat menjadi banyak Buddha yang terpisah? Mungkin pihak non Mahayanis akan menjawab bahwa nimitta Buddha itu berbeda dengan nirmanakaya. Tetapi jawaban ini tidak berarti apa-apa, karena tak menjawab inti pertanyaannya: "Siapakah di antara nimitta-nimitta Buddha itu yang benar-benar Buddha?" Kedua, Mahayana juga menerima absolutisme nirvana, jadi pertanyaan atau kritikan mengenai tiga "pribadi" terpisah itu tidak valid dalam hal ini, sehingga tak perlu dijawab lebih jauh. Sesuatu mungkin nampak terpisah dari sudut pandang orang yang belum tercerahi.
Lebih jauh lagi, "penjelmaan" (kita gunakan saja istilah ini agar lebih mudah dalam menjelaskannya) nirmanakaya itu berbeda dengan penjelmaan suatu makhluk yang masih diliputi avidya. Pihak non Mahayanis beranggapan bahwa tanpa adanya avidya (sebagai salah satu mata rantai (pratyasamutpada), seseorang tak perlu bertumimbal lahir lagi dalam samsara. Pandangan ini juga diterima oleh Mahayana. Tetapi bedanya, pihak non Mahayanis menganggap bahwa nirvana itu seolah-olah adalah suatu "batasan" atau "sekat" yang membatasi seorang Buddha dari samsara. Pandangan inilah yang ditolak oleh Mahayana. Dalam hal ini Mahayana konsisten dengan konsep keabsolutan nirvana. Justru karena absolut itu maka tiada lagi sekat yang dikenakan padanya. Nirvana bukanlah penjara.
Kemunculan nirmanakaya di samsara bukan disebabkan oleh keinginan (Sanskrit: trsna, Pali: tanha), melainkan ini sudah merupakan sifat alami seorang Buddha. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang menjelma, karena masih berdiri pada perahu dualisme. Bagi Buddha tidak ada lagi yang menjelma, mati, datang, atau pergi.


Sdr.Tan mengatakan bahwa dalam teks pali ditemukan tentang nimitta Buddha (tubuh jelmaan)... Memang benar ada seperti itu, bukan hanya seorang sammasambuddha yang bisa menciptakan banyak tubuh nimitta. Para Sravaka seperti Culapanthaka juga sanggup menciptakan tubuh nimitta sebanyak ribuan. Tetapi pengertian tubuh jelmaan menjadi berbeda jika dilihat dari perspektif waktu. Yang diciptakan oleh tubuh nimitta baik oleh sammasambuddha maupun sravaka adalah tubuh nimitta dalam waktu yang paralel (sama). Jadi memang seyogia-nya ada tubuh yang asli dan ada tubuh ciptaan.

Tetapi konsep TRIKAYA terutama konsep dharmakaya (tubuh absolute) yang menurut penjelasannya adalah sifat alami buddha yang sudah ada dari sono-nya, dan tubuh nirmanakaya ini kemudian "menjelma" dalam tubuh fisik (nirmanakaya) menciptakan preseden bahwa dari sononya para sammasambuddha itu sudah menjadi buddha sejak berkalpa kalpa jaman dahulu. (ada di sutra mahayana). Jika para BUDDHA sekarang ini sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak jaman dahulu, pertanyaannya adalah SIAPAKAH yang mencapai ke-BUDDHA-an ? Kelahiran-kelahiran bodhisatta sebelum merealisasikan annutara sammasambuddha sebagai BUDDHA GOTAMA sebagai manusia, binatang, dewa dan dsbnya APAKAH JUGA merupakan tubuh jelmaan dari DHARMAKAYA BUDDHA ?

Jika demikian, maka analogi-nya adalah para makhluk yang ada di samsara itu DULU-nya sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa kalpa dahulu, dan karena "sesuatu", maka menjelma dalam tubuh jelmaan sekarang ini.

Dan JAWABAN MAHAYANA yang menurut saya paling PAMUNGKAS adalah UPAYAKAUSALYA seorang bodhisatta/buddha...
« Last Edit: 20 April 2009, 03:15:00 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #648 on: 20 April 2009, 03:28:13 AM »

4. Samsara dan Nirvana

Dari sudut pandang yang telah tercerahi (paramartha satya) tidak ada dualisme lagi. Oleh karena itu, bagi seorang Buddha nirvana tentunya identik dengan samsara. Nirvana bukanlah lawan dari samsara. Sesuatu yang absolut tak memerlukan lawan lagi bukan? Pemahaman seperti ini harus dilihat dari konteksnya yang benar. Orang yang tak memahami Mahayana akan mengajukan kritikan: "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." Ini jelas merupakan pandangan salah dan logika yang dipaksakan. Permasalahannya begini. Pribadi yang mengajukan pernyataan itu, masih menganggap bahwa nirvana dan samsara adalah dua hal yang terpisah. Jadi apa yang diungkapkannya itu tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Ia tak berhak menyatakan bahwa dirinya telah merealisasi nirvana, selama masih menganggapnya sebagai sesuatu yang terpisah. Kritikan di atas mengandung kelemahan fatal. Ibaratnya seseorang mengatakan: "Kalau setiap orang boleh membeli makanan, tentunya aku yang tak memiliki uang sepeserpun juga boleh membeli makanan di sana." Orang itu lupa bahwa prasyarat untuk membeli adalah memiliki uang. Kedua, bila seseorang telah merealisasi keidentikan samsara dan nirvana, ia secara otomatis tak akan memiliki lobha, dosa, dan moha lagi. Tentu saja orang yang hanya paham bahwa nirvana identik dengan samsara secara intelektual juga tak dapat dianggap merealisasi pencerahan.


Dalam hal nibbana melampaui dualisme, termasuk dualisme nirvana dan samsara, sehingga nirvana pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari samsara, menurut saya INI BENAR SEKALI. Justru karena nondualisme nirvana dan samsara itu (yang juga sejalan dengan apa yang disampaikan di dalam SUTRA INTAN), sekali lagi bahwa dalam karir bodhisatta, ketika seorang bodhisatva masih berkutat pada keinginan luhur (chanda) untuk menyelamatkan makhluk hidup, MAKA SELAMA ITU PULA bodhisatva itu tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an/ARAHAT.

Jadi saya juga menolak bahwa pada perspektif puthujana (di luar pemetik buah pembebasan/ARAHATTA PHALA) bahwa lobha/dosa/moha itu sama dengan alobha/dosa/moha. KETIKA sudah ter-realisasi pembebasan/arahatta, maka barulah akan timbul pengetahuan akan melihat apa adanya (yathabutham nyanadasa) dan pada saat itulah nirvana tidak terpisah dari samsara.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #649 on: 20 April 2009, 03:33:04 AM »

5.Juru Selamat dalam Mahayana

Banyak orang salah paham bahwa di Mahayana mengenal konsep juru selamat. Membantu atau menolong makhluk lain tidak berarti bahwa kita yang mencerahkan mereka. Pencerahan tetap harus diusahakan sendiri. Namun kita dapat membantu orang lain dengan membawakan materi-materi Dharma. Oleh karena itu, saya sangat menganjurkan sesorang berdana Dharma, yakni berupa mencetak Sutra atau buku. Bila Mahayana mengenal konsep juru selamat seperti pada agama lain, untuk apa diajarkan berbagai jenis meditasi? Bukankah cukup berpangku tangan saja. Bahkan berbagai ritual dalam tradisi Mahayana sesungguhnya adalah bentuk meditasi. Tradisi Chan (Dhyana) yang menjadi bagian Mahayana mengenal apa yang disbut meditasi Chan. Sementara itu, tradisi Tantra mengenal meditasi pada suara-suara mantra. Aliran Sukhavati bermeditasi dengan mengulang nama Buddha Amitabha. Dengan demikian, pandangan adanya juru selamat dalam Mahayana yang siap menyeberangkan kita ke nirvana merupakan sesuatu yang mengada-ada.


Justru karena ada sutra-sutra mahayana yang saling bertolak belakang, terutama SUTRA HATI dan SUTRA INTAN di satu sisi, bertolak belakang misalnya dengan SUTRA MAHAYANA lainnya yang lebih menjadi preseden akan timbulnya konsep dan pemikiran juru selamat.

seharusnya memang dalam ajaran MAHAYANA adalah ajaran yang mengarahkan keinginan pencapaian annutara samyaksambuddha, tetapi STOP hanya sampai di sana saja. Dalam beberapa ajaran MAHAYANA seperti ajaran LAMRIN yang memberikan instruksi tahapan tahapan untuk merealisasikan annutara samyaksambuddha dari mulai pembangkitan bodhicitta sampai pada praktek dan jalan mencapai annutara samyaksambuddha. HAl ini menurut saya memang sangat mencerminkan pada ajaran MAHAYANA. Tetapi tidak dalam artian bahwa jalan MAHAYANA itu membuat seolah olah para sravaka (di Mahayana juga ada sravaka) yang bisa keluar dari nibbana ekstrim ala sravaka untuk kemudian melanjutkan lagi ke tingkat yang lebih tinggi / annutara samyak sambuddha.
« Last Edit: 20 April 2009, 03:35:23 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #650 on: 20 April 2009, 09:39:57 AM »
Saya tidak tahu apakah tanggapan dari (sebagian) pihak Mahayana adalah juga ke saya, tapi karena hanya disebutkan secara umum/general, maka saya anggap begitu. Oleh karena itu, saya lebih bingung lagi kenapa kalau dikritisi, malah bawa-bawa "Theravada", dan seolah-olah "diserang" sebagai aliran "tidak murni".

Saya katakan lagi bahwa kalau saya membahas satu aliran, saya tidak bawa aliran lain sebagai landasan. Aliran lain hanya saya singgung sebagai contoh. Saya tanya sebagai orang "luar", itu saja. Jadi tolong kalau ada pertanyaan dari saya, dijawab saja pakai bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti, tidak perlu bawa-bawa aliran lain. Kalau sedang bahas Mahayana, saya tidak tertarik bahas Theravada. Begitu juga kalau sedang bahas Is1am, saya tidak tertarik bahas Buddha.
Lalu kalau memang tidak mampu menerima kritik atau pun tidak mau melanjutkan, yah tinggal bilang saja, karena saya juga tidak tertarik untuk cari "musuh". Seperti diskusi dengan agama lain juga kadang mereka bilang tidak tahu, tetapi itu adalah iman mereka, maka saya berhenti karena memang itulah ujungnya.

Jadi bagaimana? Apakah bisa lanjut, atau menurut kalian ini "menggelikan"?

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #651 on: 20 April 2009, 11:13:51 AM »
Tidak ditemukan diri, karena tidak ada penggerak utama dalam satu fenomena yang disebut "makhluk". Tiada substansi inti ini berarti tiada diri, alias anatta. Sampai di sini kita sudah sepakat.

Jika Anda mengatakan samsara identik dengan Nirvana, artinya Anda tidak bisa menyampingkan 2 realitas lainnya; yaitu dukkha dan anitya. Apakah hakikat sejati Nirvana juga termasuk dukkha dan anitya?

Jelaskan lebih jauh pertanyaanmu sobat...
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #652 on: 20 April 2009, 11:49:17 AM »
Maksud saya; kalau kita ingin merealisasi kenyang, maka kita sendiri yang harus makan. Tidak mungkin ada orang yang bisa membantu kita untuk merealisasi kenyang.

Kalau menurut saya analogi ini kurang sesuai untuk realisasi nirvana.. Kenapa? Kekenyangan hanya bisa dirasakan secara subjektf oleh suatu ego-diri yang merasa hanya dirinya yang bisa merasakan lapar. Sedangkan nirvana adalah fenomena di luar batas diri subjektif. Nirvana bukan hanya pengalaman batin ataupun fisik belaka, karena untuk merealisasinya seseorang harus melampaui batin maupun fisiknya sendiri. Jika Nirvana dirasakan hanya sama dengan rasa lapar yang berupa pengalaman subjektif, dan fisik maka merealisasinya tidak akan banyak berarti...

Sedangkan dalam hal makan,sebenarnya tidak peduli apakah ia disuap atau makan sendiri, jika makanan sudah dicerna dengan baik dan cukup jumlahnya maka ia otomatis kenyang.

Tidak juga. :) Yesus pernah berkata, "jika seseorang menampar pipi kirimu, berikanlah pipi kananmu."
Kalimat ini juga kalimat bijak, inspiratif dan memotivasi saya. Tapi saya tidak menelannya bulat-bulat. Dan setelah saya saring dengan akal sehat, saya melihat kepincangannya sehingga saya tidak menggenggamnya sebagai pedoman hidup. Meski demikian, saya rasa kalimat itu tidak kalah bijaknya dari kalimat yang diucapkan oleh bodhisattva itu.

Kalau gitu jelaskan, akal sehat Anda menjadi ukuran kebenaran bagi Anda… Minimal anda menafsirkannya dengan suatu cara tertentu dan makna yang Anda yakini sebagai kebenaran yang akhirnya memotivasi Anda… walaupun wujudnya sudah jauh berbeda dengan kalimat aslinya..


Saya rasa logika tidak menjadi tuan saya. Saya memakai logika dan akal sehat pun sewajarnya, hanya sebatas panduan awal. Tentunya keabsahan mereka bergantung dari tingkat intelektual, cara pandang dan pengalaman saya sebagai pribadi. Dan selama ini, logika dan akal sehat selalu memberikan jaminan yang lebih tinggi daripada perasaan dan harapan. Akal sehat dan logika mengarahkan saya untuk melihat suatu hal lebih realistis - tidak dibuai oleh imajinasi, dan tidak perlu yakin pada suatu hal dengan cara menghibur diri sendiri.

Kalau memang Anda memilah suatu hal dengan menggunakan filter yang berbeda dari saya, saya menghormati Anda. Karena saya sangat menghormati kehendak bebas orang lain.


Coba perhatikan kata anda sendiri, “saya rasa logika tidak menjadi tuan saya.” Kata yang anda gunakan adalah “saya rasa”, dalam hal ini yang bekerja di balik “saya rasa” itu sendiri tidak lain hanya keyakinan.

Ini bukan soal filter yang berbeda belaka… Jika logika dijadikan panduan awal, maka bersiap-siaplah ia akan menjadi penuntun Anda, atau dengan kata lain siapa yang memandu ia yang akan menjadi pemipin, dan pemimpin itulah tuan bagi yang dipimpin dan yang dituntun. Daripada anda menjadikan logika dan akal sehat sebagai penuntun, bukanlkah lebih baik kita dituntun oleh Buddha Dharma, sebelum akhirnya dituntun oleh Nirvana .


Maka, jika memang pada saat ini Nirvana ada di sini (samsara), artinya Nirvana pun berada di dalam samsara. Sama seperti contoh kalimat pertama tadi : "Saya sudah ada di sini". Kalimat itu menyatakan bahwa saya ada di dalam area / lokasi ini.

Berangkat dari pemahaman ini, menurut saya adalah tidak tepat untuk memakai kalimat bahwa "Nirvana ada di sini". Karena sudah jelas akan membuat orang memandang bahwa Nirvana identik dengan ruang (samsara) dan saat ini kita sudah mencapai "Nirvana". Lihat saja buktinya, dari dulu banyak teman-teman yang selama ini menangkap Nirvana sebagai suatu domisili baru dalam rancah Buddhisme Mahayana.


Saya sudah mencoba menjelaskannya, tapi memang akal sehat sulit menerimanya…  Setiap ruang dan waktu selalu ada jika dialami batin, oleh karena itu tidak ada ruang dan waktu yang berdiri sendiri… Alam yang murni hanya bisa dicapai oleh pikiran yang murni pula, “Jika pikiran murni maka alampun murni.” Dalam hal ini Nirvana adalah wilayah yang bebas dari pensekatan kaku antara dunia batin internal dan dunia alam eksternal…. Tidak mungkin Nirvana hanya merupakan suatu tempat belaka… Kalau anda masih juga belum paham soal ini ya saya tidak punya argumen lain lagi.

Standarnya adalah memberi kebaikan bagi makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri. Standarnya adalah tidak merugikan makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri.

Bagaimana jika “saya sendiri”, “makhluk lain” dan “alam” sekitar pada hakikatnya adalah satu?
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline coedabgf

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 946
  • Reputasi: -2
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #653 on: 20 April 2009, 11:58:06 AM »
Sebatas itulah bedanya awam dengan yang tercerahkan seperti dalam jerat/jaring pada brahmajala sutta, sebesar apapun usaha (perbuatan) awam.
Siapakah manusia duniawi yang (sudah) dapat mencapai Nibanna oh guru Buddha?
Memiliki pengetahuan jalan (umum) pembebasan yang engkau ajarkan oh guru Buddha,
tetapi terlekat kepada apa yang engkau ajarkan harus dilepaskan/ditanggalkan 'tuk masuk dalam realisasi Nibanna

Sunyata (diri) dapat dilihat saat anda menanggalkan segala/semua konsep (di) diri.
Melalui pengetahuan pengalaman itu anda dapat masuk dalam pengalaman pengetahuan Nibanna.
Tetapi siapakah makhluk yang masih tercekat dapat menanggalkan jerat kebentukan duniawi keakuan ilusi diri.
(sebab) semua yang duniawi hanya bersifat spekulasi, karena kesementaraannya (anicca anatta),
bukan kenyataan keberadaan kebenaran yang sesungguhnya/yang sejati

Kekacauan dan kebingungan awam karena ikatan/cekatan diri yang palsu (atta anicca anatta).
yang di bumi (belum pernah ke bulan) menceritakan bulan, tetap saja yang diperkatakannya itu tentang bulan meskipun membilang gambaran bulan tak berkondisi bumi, adalah kondisi bumi. Tetapi yang telah menjejakan di bulan, membilang kondisi bulan memang menceritakan kenyataan keberadaan, keadaan bulan.
Apa yang dijelaskan oleh guru Buddha itu merujuk kepada personal god menurut ukuran awam. Oleh karena kebijaksanaan guru Buddha melihat kecenderungan awam kepada melekatnya awam kepada yang diukur menurut ukuran duniawi/materi/jasmani (khayal (diri) dan atau takhayul (bergantung kepada benda/makhluk duniawi (diluar diri)) karena kemelekatan/ikatan/cekatan pada atta palsu makanya diberi petunjuk hanya sebatas pada Udanna VIII.3. Meskipun demikian itupun kenyataan prakteknya (umat/awam) sekarang adalah mengarah seperti itu.


guru Buddha menyatakan anicca dukkha anatta (kesementaraan), 4 kesunyataan mulia dan 8 jalan utama dllsbgnya untuk pengajaran pada awam, untuk (jalan/cara/pengertian) penanggalan tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi untuk menuju pengenalan hakekat kehidupan diri yang sejati.
Oleh karena kelekatan/ketercekatan kepada tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi ini, maka guru Buddha hanya menjelaskan tentang kesejatian pada Udanna VIII.3 untuk menghindari kekonyolan ketakhayulan umat lagi, tetapi ia menegaskan keberadaan itu bahwa oleh karena itulah makhluk dapat terbebas sempurna dari segala (sifat) ketidak-kekalan/sementara/palsu/ilusi/khayal/(menghasilkan) penderitaan.
Jadi apakah semua ciri yang diajarkan dapat disamakan dengan atau itu adalah yang sejati?
apalagi pandangan yang berasal dari konsepsi menurut diri?
 :whistle:  #:-S
So, there ada pandangan awam, jalan/pengajaran umum untuk awam (untuk menanggalkan kekhayalan diri/awam) dan jalan mulia (pengenalan dan (realisasi) masuk ke pengalaman (keberadaan kehidupan) kesejatian).   :))


semoga menyadari melihat kenyataan
good hope and love
sahabatmu, coedabgf
« Last Edit: 20 April 2009, 12:15:41 PM by coedabgf »
iKuT NGeRumPI Akh..!

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #654 on: 20 April 2009, 12:20:33 PM »
Quote from: sobat dhamma
Bagaimana jika “saya sendiri”, “makhluk lain” dan “alam” sekitar pada hakikatnya adalah satu?
makna yg bermanfaat ;D

Offline coedabgf

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 946
  • Reputasi: -2
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #655 on: 20 April 2009, 12:26:56 PM »
Cuma hati-hati saja, di (pengajaran) jalan mulia banyak.... dicampur lagi dengan (bumbu-bumbu/mito-mitos) ketakhayulan oleh sebab ketakhayulan karena (masih) sifat khayal makhluk duniawi. (ujug-ujugnya begitu lagi terus berputar pada/dalam jerat brahmajala sutta, klo tidak khayal, tahkayul yang (sifatnya masih) duniawi).

kutipan :
guru Buddha menyatakan anicca dukkha anatta (kesementaraan), 4 kesunyataan mulia dan 8 jalan utama dllsbgnya untuk pengajaran pada awam, untuk (jalan/cara/pengertian) penanggalan tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi untuk menuju pengenalan hakekat kehidupan diri yang sejati.
Oleh karena kelekatan/ketercekatan kepada tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi ini, maka guru Buddha hanya menjelaskan tentang kesejatian pada Udanna VIII.3 untuk menghindari kekonyolan ketakhayulan umat lagi, tetapi ia menegaskan keberadaan itu bahwa oleh karena itulah makhluk dapat terbebas sempurna dari segala (sifat) ketidak-kekalan/sementara/palsu/ilusi/khayal/(menghasilkan) penderitaan.
Jadi apakah semua ciri yang diajarkan dapat disamakan dengan atau itu adalah yang sejati?
apalagi pandangan yang berasal dari konsepsi menurut diri?

So, there ada pandangan awam, jalan/pengajaran umum untuk awam (untuk menanggalkan kekhayalan diri/awam) dan jalan mulia (pengenalan dan (realisasi) masuk ke pengalaman (keberadaan kehidupan) kesejatian).
 
« Last Edit: 20 April 2009, 12:30:13 PM by coedabgf »
iKuT NGeRumPI Akh..!

Offline coedabgf

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 946
  • Reputasi: -2
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #656 on: 20 April 2009, 12:44:23 PM »
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_
« Last Edit: 20 April 2009, 12:46:46 PM by coedabgf »
iKuT NGeRumPI Akh..!

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #657 on: 20 April 2009, 12:48:02 PM »
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_


mungkin bisa dicoba lagi dengan menggunakan bahasa yg lebih sederhana...
terus terang, dari sekian banyak postingan anda, cuma yg terakhir ini yg bisa saya mengerti

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #658 on: 20 April 2009, 01:01:36 PM »
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_


ayo semangat :P

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #659 on: 20 April 2009, 01:46:19 PM »
Quote from: sobat-dharma
Jelaskan lebih jauh pertanyaanmu sobat...

Anda menyatakan bahwa samsara dan Nirvana adalah identik. Maka, saya yang pemahamannya masih dangkal ini bertanya kepada Anda...

Apakah hakikat Nirvana itu adalah anitya, dukkha dan anatta...?

 

anything