//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 657016 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #630 on: 18 April 2009, 03:33:35 PM »
haa.... ???

Nirvana  is Samsara.... ???

Samsara is Nirvana ???
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #631 on: 18 April 2009, 03:44:31 PM »
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Boleh. Minta link-nya kalau ada. Thanx.



BTW, TS-nya udah ga lanjut, apa ga sebaiknya lanjut ke thread baru supaya ga "ngambang"?
saya Pikir tidak perlu, Bro.
TS dalam kapasitasnya sebagai Mod, hanya memfasilitasi diskusi ini, selanjutnya diserahkan kepada member, jadi sebaiknya tetap dilanjutkan di sini saja.

_/\_

 :yes:
Saya masih ikutin koq...Cma yah sebagai fasilitator aja...
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #632 on: 18 April 2009, 05:23:49 PM »
Harusnya undang Bodhisatva elsol yang juga bertekad tidak akan mencapai nibbana apabila aliran maitreya belum musnah =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #633 on: 18 April 2009, 11:06:18 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #634 on: 18 April 2009, 11:22:19 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #635 on: 18 April 2009, 11:32:46 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di bacaannya BUDDHA ?... kalimat ini artinya apa ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #636 on: 18 April 2009, 11:35:09 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di bacaannya BUDDHA ?... kalimat ini artinya apa ?


mungkin koran/majalah abad 6SM, jangan terlalu serius bro. santai dikit

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #637 on: 18 April 2009, 11:38:08 PM »
^
^
santai tapi serius... :)
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #638 on: 19 April 2009, 02:11:54 PM »
Harus cari referensinya memusingkan =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #639 on: 19 April 2009, 02:39:54 PM »
Buddhavacana / Buddhawacana secara harafiah artinya adalah perkataan Sang Buddha.
Dalam Mahayana (dan juga Theravada), walaupun bukan perkataan Sang Buddha tetap dimasukkan jadi Buddhawacana, misalnya Vimalakirtinirdesa Sutra.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #640 on: 19 April 2009, 02:47:20 PM »
Buddhavacana / Buddhawacana secara harafiah artinya adalah perkataan Sang Buddha.
Dalam Mahayana (dan juga Theravada), walaupun bukan perkataan Sang Buddha tetap dimasukkan jadi Buddhawacana, misalnya Vimalakirtinirdesa Sutra.

mari kita analisa
Buddha= ini sudah jelas
wacana=wacaan->bacaan

kemudian kita ambil contoh kata, misalnya Buddhakicca=tugas-tugas Sang Buddha, Buddha Bar=Bar-nya Sang Buddha, maka Buddhawacana=Wacaannya Sang Buddha=Bacaannya Sang Buddha.

Kalau perkataan Sang Buddha=Khotbah Sang Buddha biasanya disebut Sutta/Sutra

*** NOT TO BE TAKEN SERIOUSLY ***


Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #641 on: 19 April 2009, 03:12:17 PM »
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:891.pali

Vacana

Vacana (nt.) [fr. vac; Vedic vacana] 1. speaking, utter- ance, word, bidding S ii.18 (alaŋ vacanāya one says rightly); iv.195 (yathā bhūtaŋ); A ii.168; Sn 417, 699, 932, 984, 997; Miln 235; Pv ii.27; SnA 343, 386. -- mama vacanena in my name PvA 53. -- dubbacana a bad word Th 2, 418 (=dur -- utta -- vacana ThA 268). -- vacanaŋ karoti to do one's bidding J i.222, 253. <-> 2. (t. t. g.) what is said with regard to its grammatical, syntactical or semantic relation, way of speech, term, expression, as: āmantana˚ term of address KhA 167; SnA 435; paccatta˚ expression of sep. relation, i. e. the accusative case SnA 303; piya˚ term of endearment Nd2 130; SnA 536; puna˚ repetition SnA 487; vattamāna˚ the present tense SnA 16, 23; visesitabba˚ qualifying (predicative) expression VvA 13; sampadāna˚ the dative relation SnA 317. At SnA 397 (combd with linga and other terms) it refers to the "number," i. e. singular & plural.
   -- attha word -- analysis or meaning of words Vism 364; SnA 24. -- kara one who does one's bidding, obedient; a servant Vv 165; 8421; J ii.129; iv.41 (vacanaŋ -- kara); v.98; PvA 134. -- khama gentle in words S ii.282; A iv.32. -- paṭivacana speech and counterspeech (i. e. reply), conversation DhA ii.35; PvA 83, 92, 117. -- patha way of saying, speech M i.126 (five ways, by which a person is judged: kālena vā akālena vā, bhūtena & a˚, saṇhena & pharusena, attha -- saŋhitena & an˚, mettacittā & dosantarā); A ii.117, 153; iii.163; iv.277, cp. D iii.236; Vv 6317 (=vacana VvA 262); SnA 159, 375. -- bheda variance in expression, different words, kind of speech SnA 169, cp. vacanamatte bhedo SnA 471. -- vyattaya distinction or specification of expression SnA 509. -- sampaṭiggaha "taking up together," summing up (what has been said), résumé KhA 100. -- sesa the rest of the words PvA 14, 18, 103.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #642 on: 19 April 2009, 03:17:18 PM »
oalah, ternyata aku salah lihat kamus, kamus jawa ini yg sedang kubuka :hammer: kalo Pali, iya bener si gacha

maap... maap

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #643 on: 19 April 2009, 04:12:47 PM »
Tanggapan Terpadu Tentang Mahayana

Ivan Taniputera (17 April 2009)

Melalui pengamatan saya, diskusi kali ini sudah menjurus pada perdebatan. Meskipun pihak yang menanyakan mengenai Mahayana berdalih bahwa mereka ingin mengenal Mahayana lebih jauh, tetapi pada kenyataannya malah berakhir pada perdebatan yang tidak berujung pangkal. Saya tidak berharap setiap orang menerima paham Mahayana. Setiap orang bebas menentukan apa yang mereka yakini. Menerima berbeda dengan memahami. Apa yang dimaksud memahami adalah mengerti sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu memperdebatkannya. Perdebatan tanpa praktik Dharma nyata tak akan membawa kita ke mana-mana.
Oleh karena itu, tulisan saya kali ini lebih ditujukan bagi mereka yang ingin mengerti Mahayana. Semoga artikel ini bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami Mahayana dan menghindarkan salah tafsir terhadapnya. Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa dalam artikel kali ini tidak ada maksud untuk mengkontraskan Mahayana dengan aliran apapun. Oleh karena itu, saya menyebutkan pandangan dalam Buddhisme yang bukan khas Mahayana sebagai "pandangan non Mahayanis." Ini tidak mengacu pada mazhab atau sekte apapun. Semoga saling pengertian antar sesama umat Buddha dapat semakin meningkat.

1.Nirvana dalam Mahayana

Nirvana dalam Mahayana bukanlah sesuatu yang statis dan seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karunanya bahkan setelah Beliau memasuki nirvana. Dalam diskusi sebelumnya ada yang mengkritik bahwa tanpa adanya pancaskandha, seperti pada "nirvana tanpa sisa," tidak mungkin ada pemancaran maitri karuna, sebagaimana halnya "nirvana bersisa." Permasalahan dalam pandangan ini adalah:

a.Seolah-olah terjadi perbedaan dan dualisme antara "nirvana bersisa" dan nirvana tanpa sisa" Padahal nirvana itu tak terpisah-pisahkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang absolut itu dapat dipisah-pisahkan?

b.Pancaskandha seolah-olah dapat memberikan pengaruh pada nirvana. Ini nampak jelas jika kita mengamati alur logika di bawah ini:

"Nirvana tanpa sisa" tak lagi memancarkan maitri karuna "karena" tak ada lagi pancaskandha.
"Nirvana bersisa" masih dapat memancarkan maitri karuna "karena" ada pancaskandha.

Dengan demikian, nampaknya nirvana dikondisikan oleh pancaskandha. Padahal nirvana itu adalah sesuatu yang tak berkondisi. Mahayana lebih konsisten dalam hal ini dengan menyatakan bahwa pemancaran maitri karuna itu "tidak bergantung" pada pancaskhandha. Karenanya, tak ada perbedaan kondisi baik pada "nirvana bersisa" atau "nirvana tanpa sisa."

2.Maitri karuna dan seluruh kualitas positif adalah sifat alami seorang Buddha

Mahayana mengajarkan suatu praktik spiritual guna menghilangkan segenap kekotoran batin, baik itu lobha, dosa, moha, kesombongan, dan lain sebagainya. Segenap varana atau kekotoran batin (baik kleshavarana atau jneyavarana) akan ditransformasi menjadi kemurnian pikiran. Kualitas cinta dan belas kasih seorang Buddha akan menjadi murni tanpa kekotoran batin. Makhluk yang belum tercerahi tidak akan dapat merealisasi maitri karuna sejati karena batinnya masih tertutupi oleh kekotoran batin. Maitri karuna sejati ini tidak akan berakhir. Akan sungguh ironis bila seorang Buddha menapaki jalan Bodhisattva, tetapi setelah berhasil mentransformasi segenap kekotoran batinnya dan merealisasi maitri karuna sejati, namun meninggalkan begitu saja semuanya setelah memasuki mahaparinirvana.
Maitri karuna akan menjadi kualitas alami seorang Buddha tanpa Beliau menginginkannya. Dengan demikian, tidak tepat apabila seseorang mengkritik paham Mahayana ini dengan menyatakan bahwa seorang Buddha yang tak memiliki "keinginan" lagi seharusnya mustahil memancarkan maitri karuna. Keinginan bukan penyebab bagi maitri karuna. Setelah pencerahan direalisasi, semua kualitas bajik secara otomatis akan menjadi sifat alaminya. Sebagai analogi, sifat alami air adalah cair. Apakah air menginginkan agar dirinya menjadi cair? Apa yang disebut dengan sendirinya adalah cair.
Orang yang belum merealisasi nirvana harus punya "keinginan" untuk mempraktikkan dana, sila, virya, kshanti, samadhi, dan prajna demi melatih dirinya. Tetapi setelah ini menjadi sifat alami kita, tidak perlu ada lagi "dorongan" atau "keinginan" untuk mempraktikkannya. Semuanya akan berjalan secara otomatis atau alami.

3.Tiga Tubuh Buddha

Mahayana mengajarkan bahwa Buddha memiliki tiga tubuh, yakni dharmakaya, samboghakaya, dan nirmanakaya. Dharmakaya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dilahirkan atau menjelma. Namun karena maitri karuna adalah sifat sejati seorang Buddha, terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya). Kedua konsep ini dapat dicakup sekaligus oleh Mahayana, sehingga nirvana menurut Mahayana tidaklah abu-abu; melainkan sangat jelas, konsisten, dan mendalam. Mungkin ada sebagian pihak akan mengkritik bahwa tiga tubuh Buddha itu seolah-olah mengajarkan adanya tiga "pribadi" Buddha yang terpisah. Kritikan ini akan dijawab dengan fakta bahwa dalam rujukan-rujukan Pali juga terdapat mengenai nimmita Buddha (Buddha jelmaan). Pertanyaannya, di antara Buddha-Buddha jelmaan itu manakah yang benar-benar Buddha? Apakah satu Buddha dapat menjadi banyak Buddha yang terpisah? Mungkin pihak non Mahayanis akan menjawab bahwa nimitta Buddha itu berbeda dengan nirmanakaya. Tetapi jawaban ini tidak berarti apa-apa, karena tak menjawab inti pertanyaannya: "Siapakah di antara nimitta-nimitta Buddha itu yang benar-benar Buddha?" Kedua, Mahayana juga menerima absolutisme nirvana, jadi pertanyaan atau kritikan mengenai tiga "pribadi" terpisah itu tidak valid dalam hal ini, sehingga tak perlu dijawab lebih jauh. Sesuatu mungkin nampak terpisah dari sudut pandang orang yang belum tercerahi.
Lebih jauh lagi, "penjelmaan" (kita gunakan saja istilah ini agar lebih mudah dalam menjelaskannya) nirmanakaya itu berbeda dengan penjelmaan suatu makhluk yang masih diliputi avidya. Pihak non Mahayanis beranggapan bahwa tanpa adanya avidya (sebagai salah satu mata rantai (pratyasamutpada), seseorang tak perlu bertumimbal lahir lagi dalam samsara. Pandangan ini juga diterima oleh Mahayana. Tetapi bedanya, pihak non Mahayanis menganggap bahwa nirvana itu seolah-olah adalah suatu "batasan" atau "sekat" yang membatasi seorang Buddha dari samsara. Pandangan inilah yang ditolak oleh Mahayana. Dalam hal ini Mahayana konsisten dengan konsep keabsolutan nirvana. Justru karena absolut itu maka tiada lagi sekat yang dikenakan padanya. Nirvana bukanlah penjara.
Kemunculan nirmanakaya di samsara bukan disebabkan oleh keinginan (Sanskrit: trsna, Pali: tanha), melainkan ini sudah merupakan sifat alami seorang Buddha. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang menjelma, karena masih berdiri pada perahu dualisme. Bagi Buddha tidak ada lagi yang menjelma, mati, datang, atau pergi.

4. Samsara dan Nirvana

Dari sudut pandang yang telah tercerahi (paramartha satya) tidak ada dualisme lagi. Oleh karena itu, bagi seorang Buddha nirvana tentunya identik dengan samsara. Nirvana bukanlah lawan dari samsara. Sesuatu yang absolut tak memerlukan lawan lagi bukan? Pemahaman seperti ini harus dilihat dari konteksnya yang benar. Orang yang tak memahami Mahayana akan mengajukan kritikan: "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." Ini jelas merupakan pandangan salah dan logika yang dipaksakan. Permasalahannya begini. Pribadi yang mengajukan pernyataan itu, masih menganggap bahwa nirvana dan samsara adalah dua hal yang terpisah. Jadi apa yang diungkapkannya itu tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Ia tak berhak menyatakan bahwa dirinya telah merealisasi nirvana, selama masih menganggapnya sebagai sesuatu yang terpisah. Kritikan di atas mengandung kelemahan fatal. Ibaratnya seseorang mengatakan: "Kalau setiap orang boleh membeli makanan, tentunya aku yang tak memiliki uang sepeserpun juga boleh membeli makanan di sana." Orang itu lupa bahwa prasyarat untuk membeli adalah memiliki uang. Kedua, bila seseorang telah merealisasi keidentikan samsara dan nirvana, ia secara otomatis tak akan memiliki lobha, dosa, dan moha lagi. Tentu saja orang yang hanya paham bahwa nirvana identik dengan samsara secara intelektual juga tak dapat dianggap merealisasi pencerahan.

5.Juru Selamat dalam Mahayana

Banyak orang salah paham bahwa di Mahayana mengenal konsep juru selamat. Membantu atau menolong makhluk lain tidak berarti bahwa kita yang mencerahkan mereka. Pencerahan tetap harus diusahakan sendiri. Namun kita dapat membantu orang lain dengan membawakan materi-materi Dharma. Oleh karena itu, saya sangat menganjurkan sesorang berdana Dharma, yakni berupa mencetak Sutra atau buku. Bila Mahayana mengenal konsep juru selamat seperti pada agama lain, untuk apa diajarkan berbagai jenis meditasi? Bukankah cukup berpangku tangan saja. Bahkan berbagai ritual dalam tradisi Mahayana sesungguhnya adalah bentuk meditasi. Tradisi Chan (Dhyana) yang menjadi bagian Mahayana mengenal apa yang disbut meditasi Chan. Sementara itu, tradisi Tantra mengenal meditasi pada suara-suara mantra. Aliran Sukhavati bermeditasi dengan mengulang nama Buddha Amitabha. Dengan demikian, pandangan adanya juru selamat dalam Mahayana yang siap menyeberangkan kita ke nirvana merupakan sesuatu yang mengada-ada.

6.Konsep penjelmaan Buddha mirip dengan dewa-dewa yang turun ke dunia

"Penjelmaan" Buddha dalam bentuk nirmanakaya telah kita ulas di atas. Sehingga seharusnya telah menjadi jelas perbedaannya dengan para dewa dan Brahma yang turun ke dunia. Tetapi kritikan di atas dapat pula ditanggapi dengan fakta bahwa seorang Buddha yang "terpisah" dari samsara itu sebenarnya justru sangat mirip dengan konsep tirthankara dalam agama Jain. Tirthankara adalah serangkaian sosok-sosok yang telah merealisasi pencerahan menurut Jainisme dan mereka memasuki suatu kondisi yang mirip nirvana dalam Buddhisme; dimana mereka benar-benar "terpisah" dari samsara. Tidakkah konsep non Mahayanis ini juga mirip dengan konsep tirthankara dalam Jainisme? Padahal pendiri Jain, yakni Nirgrantha Nataputra (Mahavira) dianggap dianggap salah satu di antara enam guru menyimpang dalam kurun waktu kehidupan Buddha.

7.Menunda "nirvana tanpa sisa"

Dalam Mahaparinibanna Sutta disebutkan bahwa bila Ananda memohon pada Buddha, Beliau dapat hidup selama satu kalpa lagi. Buddha seolah-olah dapat hidup abadi, karena kehadiran peradaban manusia di muka bumi ini "baru" sekitar 6.000 tahun, yang belum apa-apa bila dibandingkan satu kalpa. Konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa itu juga tidak bertentangan dengan ajaran mengenai Buddha Amitabha yang mengajar di Sukhavati. Bila pihak non-Mahayanis mengkritik eksistensi Buddha Amitabha yang seolah-olah hidup abadi itu, ia juga harus mempertanyakan kesahihan konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa sebagaimana yang termaktub dalam Mahaparinibanna Sutta.

8.Bodhisattva

Setiap bodhisattva berikrar untuk menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Para kritikus non-Mahayana kerap menjadikan hal ini sebagai bahan kritikan dan gurauan dengan mengatakan bahwa kelak para bodhisattva akan saling dorong-mendorong rekannya yang lain memasuki nirvana. Dengan demikian, ia dapat menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Sepintas pandangan di atas terdengar masuk akal. Tetapi setelah direnungkan dengan sesama, terdapat kesalahan fatal dalam pertanyaan itu. Pertama, suatu ikrar hendaknya tidak diambil maknanya secara harafiah. Ketika seorang pemuda mengatakan pada kekasihnya, "Hingga bumi kiamat aku tetap mencintaimu." Tentu saja ungkapan cinta pemuda itu pada kekasihnya hendaknya tidak diartikan secara harafiah. Kita tidak dapat mempertanyakan, "Bukankah sebelum bumi kiamat pemuda itu pasti sudah meninggal - ikrarnya tidak masuk akal." Pertanyaan seperti itu sungguh merupakan kebodohan, karena orang yang menanyakan tidak mengetahui apa makna suatu ikrar. Perasaan atau batin seseorang tidak dapat dihitung secara matematis. Kita tidak dapat mengukur berapa meter atau sentimeter dalamnya suatu cinta. Tak pula kita dapat menimbang berapa kilogram massa suatu cinta. Kedua, orang yang mengajukan kritikan semacam itu tidak mengetahui bagaimana konsep mengenai bodhisattva menurut Mahayana. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang diungkapkan di atas, karena pemenuhan suatu ikrar akan berjalan alami. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang dikritikan sebelumnya. Karenanya, pertanyaan atau kritikan itu dengan sendirinya menjadi tidak valid.

9.Mengapa masih banyak penderitaan di dunia ini?

Apabila para Buddha dan bodhisattva masih terus berkarya menebarkan maitri karuna, mengapa di dunia ini masih banyak penderitaan? Karena itu, tidak mungkin para Buddha dan bodhisattva masih memancarkan belas kasihnya. Pertanyaan ini memang terkesan logis, tetapi sungguh tidak tepat. Kritikan ini dapat kita balikkan dengan pertanyaan pula. Kaum non Mahayanis, tentu menerima bahwa Dharma adalah obat bagi penyakit batin umat manusia. Namun mengapa masih banyak umat Buddha yang batinnya sakit?
Kedua, Buddha dan bodhisattva hingga saat ini masih memancarkan kasihnya, hanya kita tidak menyadari atau pura-pura tak mengetahuinya. Mahayana mengajarkan bahwa seorang bodhisattva dapat bermanifestasi dalam wujud apa saja (lihat Sutra Saddharmapundarika dan Karandavyuha mengenai perwujudan-perwujudan Bodhisattva Avalokitesvara demi menolong para makhluk). Florence Nightigale dengan tidak kenal lelah menolong para prajurit yang terluka di medan laga. Henry Dunant mendirikan organisasi Palang Merah demi meringankan penderitaan orang lain. Oscar Schindler pernah menyelamatkan ribuan jiwa orang Yahudi dari pembantaian oleh Nazi. Pastor Damien merelakan dirinya berkarya di tengah para penderita kusta. Pastor Maximilianus Kolbe mengorbankan dirinya demi menyelamatkan seorang Polandia yang masih mempunyai tanggungan keluarga saat hendak dibunuh oleh Nazi. Daftar para bodhisattva ini masih sangat panjang dan mustahil semuanya dituliskan di sini. Bahkan pada saat sekarang para bodhisattva masih berkarya demi misi-misi kemanusiaan, baik besar maupun kecil. Beberapa bodhisattva sanggup melakukan kebajikan besar yang masih dikenang hingga berabad-abad. Sementara itu banyak bodhisattva lainnya yang melakukan kebajikan-kebajikan kecil dan tidak dikenal orang. Namun, baik skala besar ataupun kecil semuanya adalah bodhisattva yang terus menerus berkarya hingga detik ini.
Masih banyaknya penderitaan di muka bumi ini, bukanlah kesalahan para Buddha dan bodhisattva. Malahan Anda perlu menanyakan diri Anda sendiri, apakah kontribusi Anda selaku umat Buddha untuk meringankan penderitaan Anda. Para makhluk memang keras hati dan susah dibawa menuju jalan kebenaran. Jadi banyaknya penderitaan bukanlah bukti bahwa para Buddha dan bodhisattva tidak memancarkan maitri karunanya. Bencana kelaparan masih terjadi bukan berarti FAO tidak ada gunanya. Peperangan masih terjadi bukan berarti bahwa PBB tinggal diam. Buddha dan bodhisattva bukanlah sosok yang maha kuasa. Mahayana juga mengajarkan hal ini. Kitalah yang hendaknya merubah dunia ini menjadi Sukhavati.

10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.
Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #644 on: 19 April 2009, 09:36:52 PM »
Tanggapan yang sgt baik dari bro Tan.

Perkenankan sy utk menambahkan sedikit.
Selama sy memperhatikan perdebatan ini, saya menangkap satu hal yang cukup menggelikan.
Pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan oleh rekan2 di sini banyak mencerminkan kesalah pahaman tentang Mahayana. Namun bukan tidak ada juga karena terdapat rekan-rekan yang mungkin penjelasannya kurang memadai sehingga membuat perdebatan semakin melebar.  Tapi di sini saya rasa tidak perlu menjabarkan satu per satu, karena akan tetap membuat arah diskusi ini tidak menghasilkan titik terang.
Mungkin sudah menjadi hal yang umum bahwa Mahayana hingga sekarang telah dianggap sebagai satu aliran yang seolah-olah berseberangan dgn konsep ajaran dalam Theravada.  Akan tetapi saya mengharapkan rekan2 di sini utk mengkaji secara lebih intensif tentang Mahayana.
Sejauh pengamatan saya, sesungguhnya Mahayana bukan "aliran" yg selama ini digembar-gemborkan terpisah dr ideologi awal basic Buddhism. Basic Buddhism juga bukan sekedar adalah hanya Theravada. Kita perlu memahami perpecahan antar sekte pada awal itu telah memunculkan berbagai penafsiran yang berbeda. Ide para Buddha dan bodhisatva, Tana suci Buddha , semua ini bukan ekslusifitas dari Mahayana. Dlm Sekte-sekte awal itu, ide-ide itu sudah ada dan bukan muncul scr mendadak karena kita tau bahwa tidak ada akibat yg muncul tanpa sebab. Jadi bisa kita lihat dari 18 sekte. Karena berlarut-larutnya konflik perpecahan ini mengakibatkan agama Buddha pada masa itu mencapai satu titik balik. Mahayana adalah pergerakan baru utk menjawab tantangan ini. Jadi sebenarnya Mahayana bukan bagian dari sekte-sekte itu. Justru sebaliknya, Mahayana adalah satu wadah baru utk keluar dari perpecahan antar sekte. Makanya mengapa disebut lahirnya Buddhis Mahayana. Lantas, apakah Mahayana sekedar adalah ajaran tentang para Buddha dan bodhisatva, tanah suci Buddha, dan hal-hal lain semacam itu?? Tidak!! Banyak sekali orang-orang telah salah kaprah.
Lalu apa?? Ya, karena disebut sebagai sebuah pergerakan baru pd masa itu, sebagai sebuah wadah baru, maka sesungguhnya, Mahayana itu MENAMPUNG semua ide-ide yang adalah di dalam semua sekte-sekte yang ada, dan tidak memberi judgement pada perbedaan dalam ide-ide itu.  Apa buktinya?
1.Universitas Nalanda adalah contoh konkret gerakan Mahayana sebagai sebuah wadah menampung semua ajaran dari berbagai aliran.
2. Sejarah perkembangan agama Buddha di Tiongkok
Sdr-sdr mungkin sdh tau bahwa Tiongkok selama ini dikenal sebagai pusat agama Buddha Mahayana. Tetapi apakah ada yg memahami wujud Tripitaka Tiongkok?
Tripitaka Tiongkok sesungguhnya juga sebuah wadah yang non-sektarian. Mereka menampung berbagai kitab dari semua aliran yang berbeda. Kita bisa lihat ada kitab dari Mahasanghika , Dharmaguptaka, dll. Jadi ketika anda bertanya ttg konsep Nibbana kepada Mahayana, sesungguhnya jawaban anda sendiri juga bagian dari yang telah ditampung oleh Mahayana sejak awal. Hanya saja karena berbagai faktor pula yg menjadikan wujud Mahayana tidak seperti wujud pergerakan awalnya lagi.
Itulah mengapa Mahayana terlihat begitu kompleks. Ini pernah dirasakan oleh Master XuanZhuang, dan itulah sebabnya juga yang mendorong beliau pergi ke India. Tetapi karena Universitas Nalanda inilah juga yg semakin meneguhkan Master XuanZuang utk terus menjadi seorang Mahayanis, mengapa? Karena dgn tidak menjudge perbedaan ideologi itulah kita baru dapat keluar dari kungkungan dualisme. Tugas kita adalah berlatih secara insight.
Jadi adalah sangat menggelikan saya melihat rekan Theravada mencari kesalahan Mahayana. Itu tidak relevan. Dan Mahayana yang menyalahi Theravada juga sama tidak mengertinya mereka ttg Mahayana itu sendiri.
 
Ini sekedar pandangan saya.
sy rasa ini cukup jelas utk menjelaskan ttg Mahayana yg sesungguhnya.
Utk selanjut nya, silakan melanjutkan perdebatan jika merasa tanggapan sy tidk mampu mengakhiri perdebatan ini . :)
 
« Last Edit: 19 April 2009, 09:39:24 PM by chingik »