//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Gus Dur Wafat  (Read 13410 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #15 on: 30 December 2009, 11:23:25 PM »
sabbe sangkhara anicca,
semoga terlahir di alam berbahagia...
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #16 on: 31 December 2009, 08:22:29 AM »
Sabbe Sankhara Anicca
Semoga terlahir di alam bahagia
Salah satu tokoh yang aku kagumi, salah satunya adalah menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional
Selamat jalan Pak Gus Dur... semoga berbahagia di alam kehidupan yang baru.. sadhu.. sadhu.. sadhu

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #17 on: 31 December 2009, 09:01:05 AM »
Sabbe Sankhara Anicca.
Semoga Terlahir ke Alam Bahagia
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Elin

  • DhammaCitta Press
  • KalyanaMitta
  • *
  • Posts: 4.377
  • Reputasi: 222
  • Gender: Female
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #18 on: 31 December 2009, 09:04:23 AM »
Imlek menjadi hari libur nasional di Indonesia,

terima kasih banyak atas jasanya mantan president yg ke4, Gus Dur.....

^:)^

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #19 on: 31 December 2009, 09:23:41 AM »
Harumnya bunga, tidak dapat melawan arah angin.
Begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati.
Tetapi harumnya kebajikan, dapat melawan arah angin;
harumnya nama orang bajik dapat menyebar ke segenap penjuru..(Dhammapada 54)

Offline kusalaputto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.288
  • Reputasi: 30
  • Gender: Male
  • appamadena sampadetha
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #20 on: 31 December 2009, 10:04:08 AM »
Imlek menjadi hari libur nasional di Indonesia,

terima kasih banyak atas jasanya mantan president yg ke4, Gus Dur.....

^:)^
Harumnya bunga, tidak dapat melawan arah angin.
Begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati.
Tetapi harumnya kebajikan, dapat melawan arah angin;
harumnya nama orang bajik dapat menyebar ke segenap penjuru..(Dhammapada 54)
yup harumnya nama gus dur khususnya buat kita cina-indo bener2 akan terus menyebar
thx gus dur
thx for all
senoga terlahir d alam yg berbahagia.  :'(^:)^
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #21 on: 31 December 2009, 10:34:29 AM »
Turut Berduka citta sebagai rasa hormat kita mari mendoakan beliau sesuai kepercayaan kita yaitu agama Buddha. Mari kita membaca doa pelampiasan jasa sebagai tanda penghormatan kepada beliau.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #22 on: 31 December 2009, 10:41:50 AM »
Kenangan pemikiran Gus Dur : BERI JALAN ORANG CINA

Selamat jalan Gus Dur
Surga telah menanti mu
Saya orang CINA indonesia berterima kasih atas kebaikan mu melawan arus sehingga kebudayaan CINA bisa dilakukan lagi setelah 32th terkubur.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
From: "east_road" <east_road [at] ...>
Date: Thu, 31 Dec 2009 03:15:33 -0000
To: <budaya_tionghua [at] yahoogroups.com>
Subject: [budaya_tionghua] Kenangan pemikiran Gus Dur : BERI JALAN ORANG CINA

 

oleh: Abdurrahman Wahid

Jadi orang Cina di negeri ini, di masa ini pula, memang serba salah. Walaupun sudah ganti nama, masih juga ditanyakan 'nama asli'nya kalau mendaftarkan anak ke sekolah atau jika membuat paspor. Mungkin, karena memang nama yang digunakan terasa tidak pas bagi orang lain, seperti nama "Nagaria". Biasanya naga menggambarkan kemarahan dan keganasan. Apakah si naga yang riang gembira ini tertawa-tawa? "Hartadinata", terasa lucu, karena tidak klop antara kekayaan dan keanggunan jabatan, antara harta dan nata.

Ternyata bukan hanya karena nama baru orang-orang Cina terasa tidak sreg di telinga orang lain. Tetapi karena keputusan politik, untuk membedakan orang Cina dari pribumi. Memang tidak ada peraturan tertulis, melainkan dalam bentuk kesepakatan memperlakukan orang Cina tersendiri. Mengapa?

Karena mereka kuat, punya kemampuan terlebih, sehingga dikhawatirkan akan meninggalkan suku-suku bangsa lainnya. Apalagi mereka! terkenal dalam hal kewiraswastaan. Kombinasi kemampuan finansial yang kuat, dan kemampuan lain yang juga tinggi, dikhawatirkan akan membuat mereka jauh melebihi orang lain dalam waktu singkat.Secara terasa, "kesepakatan" meluas itu akhirnya mengambil bentuk pembatasan bagi ruang gerak orang Cina. Mau jadi tentara? Boleh masuk AKABRI, lulus jadi perwira. Tetapi harus siap menerima kenyataan, tidak akan dapat naik pangkat lebih dari kolonel. Mau jadi dokter? Silakan, namun jangan mimpi dapat meniti karier hingga menjadi kepala rumah sakit umum. Mau masuk dunia politik? Bagus, tetapi jangan menduduki jabatan kunci. Di birokrasi? Jadi pejabat urusan teknis sajalah, jangan jadi eselon satu. Apalagi jadi menteri.

Sialnya lagi, jalan buntu itu ternyata tidak membawakan alternatif yang memuaskan. Jalan terbuka satu-satunya adalah mencari uang. Dan itu sesuai pula dengan kecenderungan sosiologis mereka sejak masa lampau, karena dimasa kolonial pun mereka hanya boleh cari uang!. Usaha berhasil, uang masuk berlimpah-limpah, kekayaan makin bertambah. Celakanya, justru karena itu mereka disalahkan pula: "penyebab kesenjangan sosial".

Akumulasi modal dan bertambahnya kekayaan ternyata tidak membawa keberuntungan. Cara mereka menggunakan uang dinilai sebagai penyebab kecenderungan hedonistik di kalangan generasi muda kita, padahal permasalahannya sangat kompleks. Kekayaan mereka dianggap diperoleh melalui pengisapan si kecil, padahal orang Cina hanyalah satu saja dari sekian banyak faktor kemiskinan. Dengan kata lain, orang Cina dipersalahkan bagi kebanyakan hal yang dirasakan tidak benar dalam kehidupan kita.

Salah satu hukum kehidupan masyarakat adalah pentingnya kemampuan bertahan. Potensi untuk survive ini dimiliki orang Cina, di manapun mereka berada dan potensi itu diwujudkan di negeri kita oleh mereka, dengan memanfaatkan satu-satunya 'jalur kolektif' yang masih terbuka bidang ekonomi. Segala tenaga dan daya dicurahkan untuk mencari kekayaan. Perkecualiannya hanyalah sedikit orang Cina yang menjadi intelektual, akademisi, tenaga profesi, politisi dan sebagainya.

Kemampuan bertahan demikian tinggi bila dimampatkan ke dalam sebuah 'sasaran kolektif' mencari kekayaan, sudah tentu sangat besar hasilnya. Apa pula dibantu oleh kemudahan di segenap faktor produksi dan sektor usaha. Karenanya wajar-wajar saja bila mereka berhasil, tidak perlu dikembalikan kepada sifat serakah,atau direferensikan kepada rujukan akan licin dan sejenisnya. Bahwa banyak sekali orang Cina melakukan hal-hal seperti itu, tetapi tentunya tidak dapat dianggap sebagai watak rasial atau sifat etnis dari orang Cina. Orang lain juga berbuat sama.

Dengan demikian, persoalannya bukanlah bagaimana orang Cina itu bisa dibuktikan bersalah, melainkan bagaimana mereka dapat ditarik ke dalam alur umum (mainstream) kehidupan bangsa. Bagaimana kepada mereka dapat diberikan perlakuan yang benar-benar sama di segala bidang kehidupan. Tanpa perlu ditakutkan bahwa sikap seperti itu akan memperkokoh "posisi kolektif" mereka dalam kehidupan bangsa, karena hal-hal seperti itu dalam jangka panjang ternyata hanyalah sesuatu yang berupa mitos belaka.

Keperkasaan orang putih ternyata dapat disaingi oleh keperkasaan orang hitam di Amerika Serikat. Orang Melayu di Singapura juga menyimpan kemampuan sama maju dengan orang Cina, seperti semakin banyak terbukti saat ini. Begitu pula bangsa-bangsa lain, baik yang menjadi minoritas maupun mayoritas. Tesis pokoknya di sini adalah: dapatkah kelebihan kekayaan orang Cina dimanfaatkan bagi usaha lebih memeratakan lagi tingkat pendapatan segala lapisan masyarakat bangsa kita di masa depan?

Jawabnya, menurut penulis, adalah positif. Orang Cina, sebagaimana orang-orang lain juga, dapat diappeal untuk berkorban bagi kepentingan masa depan bangsa dan negara. Tentu dengan tetap menghormati hal-hal mendasar yang mereka yakini, seperti kesucian hak-milik dari campur-tangan orang lain.
Pemindahan kekayaan secara masif bukanlah barang baru bagi orang Cina, karena mereka pun baru saja melakukan hal itu, dalam bentuk merampungkan upaya akumulasi modal yang bukan main besarnya.

Salah satu instink untuk tetap bertahan hidup bagi orang Cina adalah realisme sangat besar yang mereka miliki. Akal mereka akan mendiktekan keputusan pemindahan kekayaan secara masif kepada mereka yang lebih lemah, dalam upaya mendukung pihak lemah itu agar juga menjadi kuat. Tetapi itu semua h arus dilakukan dengan menghormati kesucian hak-milik mereka, bukan dengan cara paksaan atau keroyokan.

Kalau begitu duduk perkaranya, jelas akses orang Cina kepada semua bidang kehidupan harus dibuka, tanpa pembatasan apa pun. Kalau sekarang ada tiga orang Arab menjadi menteri, tanpa ada pertanyaan atau kaitan apa pun dengan asal-usul etnis atau rasial mereka, hal yang sama juga harus diberlakukan bagi orang Cina kepada semua bidang kehidupan harus dibuka, tanpa pembatasan apa pun. Kalau prestasi para dokter orang Cina sama baiknya dengan yang lain-lain, mereka pun berhak menjadi kepala rumah sakit umum. Begitu juga menjadi jenderal, dan demikian seterusnya.

Cerita gurau yang luas beredar menyebutkan perbedaan orang Jawa dari orang Cina. Orang Jawa, kata cerita itu, akan senantiasa menanyakan kesehatan kita kalau bertemu: "sampean waras?" Bagi orang Jawa yang mudah masuk ang in dan sebagainya, kesehatan adalah perhatian utama. Ini berbeda dengan orang Cina. Kalau berjumpa dengan orang lain, pertanyaan yang diajukan: "sampean apa sudah cia?" alias apakah sudah makan atau belum. Mengapa? Karena mereka dahulu datang kemari akibat bahaya kelaparan di daratan Cina, negeri asal mereka.

"Keanehan" seperti itu adalah karakteristik etnis, yang tidak boleh mengganggu keserasiah hidup sebuah bangsa. Apalagi bagi bangsa yang pada dasarnya sudah sangat heterogen, seperti bangsa kita. Kita sudah harus dapat melihat karakteristik khusus orang Cina seperti juga 'keanehan' suku-suku bangsa kita yang lain.

Ini berarti kita harus mengubah cara pandang kita kepada orang Cina. Mereka harus dipandang sebagai unit etnis. Bukan unit rasial !.

Kalau kita bisa menerima kehadiran orang Flores, Maluku dan Irian sebagai satuan etnis - padahal mereka bukan dari stok Melayu (karena stok mereka adalah Astromelanesia), maka secara jujur kita harus melakukan hal yang sama kepada stok Cina. Juga stok Arab. Mereka bukan orang luar, melainkan kita-kita juga. Mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Itulah reaksi pertama pada ajakan "menyatukan dengan orang Cina". Akan banyak alasan dikemukakan dan argumentasi diaju kan. Karena, memang, dalam diri kita telah ada keengganan mendasar untuk menerima kehadiran orang Cina sebagai "orang sendiri". Kita sudah terbiasa mau menerima uang mereka tanpa merasakan kehadiran mereka.

Boleh saja keengganan bahkan ketakutan sepert! i itu kita beri sofistikasi sangat canggih. Tetapi, ia tetap saja merupakan keengganan dan ketakutan. Sesuatu yang irasional.

Justru itulah yang harus kita perangi, kita jauhi sejauh mungkin.Mengapakah hal itu menjadi keharusan? Karena hanya dengan perlakuan wajar,jujur dan fair dari kita sebagai bangsa kepada orang Cina sajalah yang dapat mendorong timbulnya rasa berkewajiban berbagi kekayaan dan nasib antara mereka dan pengusaha kecil kita.

Ini kalau kita benar-benar jujur, lain halnya kalau tidak...

Penulis adalah Ketua Dewan Syura PKB

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #23 on: 31 December 2009, 10:48:48 AM »
Profil Gus dur. (sebagai tanda penghormatan sebesar besarnya saya terhadap beliau).

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa
Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69
tahun[1]) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi
Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan
Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999.
Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa
kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada
Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR.
Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul
Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940
di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.
Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang
digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia
lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang
Penakluk".[2] Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan
kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan
kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau
"mas".[2]

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga
yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya
adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari
pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang
mengajarkan kelas pada perempuan[3]. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat
dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj.
Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.
Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang
menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri
Kesultanan Demak.[4][5] Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri
Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.[5] Tan Kim Han
sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles
Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan
makamnya di Trowulan.[5]

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih
menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah
organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki
Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus
Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan
Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta
dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di
Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga
diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk
memperluas pengetahuannya[6]. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan
keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952.
Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah
Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke
Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya. Pada tahun 1957, setelah lulus dari
SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren
Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan
pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun
1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara
melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan
pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur
juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya
Jaya.[7]
[sunting] Pendidikan di luar negeri

Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di
Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963.
Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh Universitas bahwa ia
harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena
tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid
terpaksa mengambil kelas remedial.[8]

Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; menonton film Eropa
dan Amerika, dan juga menonton sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi
Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir
tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya
dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa. Ia telah mempelajari
banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan
Universitas [9].

Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja,
peristiwa Gerakan 30 September terjadi. Mayor Jendral Suharto menangani situasi
di Jakarta dan upaya pemberantasan Komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya
tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan
investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan
politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis
laporan [10].

Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta
pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya.[11] Pada tahun 1966, ia
diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar.[11] Pendidikan prasarjana Gus Dur
diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad.[12] Wahid pindah ke Irak
dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan
cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar
Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970,
Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin
belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas
Baghdad kurang diakui.[13] Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis
sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.
[sunting] Karir awal

Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi
untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan
bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES) [14], organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan
sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut Prisma dan Wahid menjadi
salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai
kontributor LP3ES, Wahid juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh
Jawa. Pada saat itu, pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari
pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Wahid merasa prihatin
dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur
akibat perubahan ini. Gus Dur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia
lihat. Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi
kurikulum pemerintah, pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan
dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Wahid memilih
batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk majalah
Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai
mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia
mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia
harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama
keluarganya.

Meskipun memiliki karir yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit
hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan
pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan
pada bisnis Es Lilin istrinya [15]. Pada tahun 1974, Wahid mendapat pekerjaan
tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera
mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian, Wahid menambah pekerjaannya
dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada tahun 1977, Wahid bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan
Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Sekali lagi, Wahid mengungguli
pekerjaannya dan Universitas ingin agar Wahid mengajar subyek tambahan seperti
pedagogi, syariat Islam dan misiologi. Namun, kelebihannya menyebabkan beberapa
ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas dan Wahid mendapat rintangan
untuk mengajar subyek-subyek tersebut. Sementara menanggung semua beban
tersebut, Wahid juga berpidato selama ramadhan di depan komunitas Muslim di
Jombang.

Latar belakang keluarga Wahid segera berarti. Ia akan diminta untuk memainkan
peran aktif dalam menjalankan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus
Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung
dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan
tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga [16].
Karena mengambil pekerjaan ini, Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke
Jakarta dan menetap di sana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Wahid
memimpin dirinya sebagai reforman NU.

Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya.
Pada pemilihan umum legislatif 1982, Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4
partai Islam termasuk NU. Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye
PPP dengan menangkap orang seperti dirinya [17]. Namun, Wahid selalu berhasil
lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny
Moerdani.
[sunting] Mereformasi NU

Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan
stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk
Tim Tujuh (yang termasuk Wahid) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu
menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan
keketuaan. Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU
Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU
pada era transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi
akhirnya mundur karena tekanan. Pada 6 Mei 1982, Wahid mendengar pilihan Idham
untuk mundur dan menemuinya, lalu ia berkata bahwa permintaan mundur tidak
konstitusionil. Dengan himbauan Wahid, Idham membatalkan kemundurannya dan Wahid
bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang
yang meminta kemundurannya [18].

Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan
ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk
menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober
1983, Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon
NU terhadap isu tersebut. Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan
Sunnah untuk pembenaran dan akhirnya, pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa
NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara [19]. Untuk lebih
menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai
politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada
terhambat dengan terlibat dalam politik.
[sunting] Terpilih sebagai ketua dan masa jabatan pertama

Reformasi Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah
Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk
menominasikan Wahid sebagai ketua baru NU. Wahid menerima nominasi ini dengan
syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan
bekerja di bawahnya. Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut. Namun demikian, persyaratannya untuk
dapat memilih sendiri para pengurus di bawahnya tidak terpenuhi. Pada hari
terakhir Munas, daftar anggota Wahid sedang dibahas persetujuannya oleh para
pejabat tinggu NU termasuk Ketua PBNU sebelumnya, Idham Chalid. Wahid sebelumnya
telah memberikan sebuah daftar kepada Panitia Munas yang sedianya akan diumumkan
hari itu. Namun demikian, Panitia Munas, yang bertentangan dengan Idham,
mengumumkan sebuah daftar yang sama sekali berbeda kepada para peserta
Munas.[20]

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan
Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai
oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur
indoktrinator Pancasila.[21] Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan
dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam
pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Suharto. Ia kemudian
menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid
mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank
Dunia.[22] Hal ini merenggangkan hubungan Wahid dengan pemerintah, namun saat
itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem
pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan
pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.[23] Pada tahun 1987, Gus
Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk
menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan
menyediakan interpretasi teks Muslim.[24] Gus Dur pernah pula menghadapi kritik
bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam
sekular "selamat pagi".[25]
[sunting] Masa jabatan kedua dan melawan Orde Baru

Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah
Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik
dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada
Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik
hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh
Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti
Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa
anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung. Gus Dur menolak karena ia mengira ICMI
mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat.[26] Pada tahun
1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang
terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial.
Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan
pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum
legislatif 1992.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #24 on: 31 December 2009, 10:49:00 AM »

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan
ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila.
Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU.
Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk
mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi,
acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat
protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan
Islam yang terbuka, adil dan toleran.[27] Selama masa jabatan keduanya sebagai
ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak
setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan
menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.[28]
[sunting] Masa jabatan ketiga dan menuju reformasi

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa
jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih.
Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan
Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah
nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan
intimidasi.[29] Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya.
Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama
masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari
Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya
memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.
Wahid menasehati Megawati untuk berhati-hati dan menolak dipilih sebagai
Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998. Megawati mengacuhkannya dan harus membayar
mahal ketika pada Juli 1996 markas PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI
yang didukung pemerintah, Soerjadi.

Melihat apa yang terjadi terhadap Megawati, Gus Dur berpikir bahwa pilihan
terbaiknya sekarang adalah mundur secara politik dengan mendukung pemerintah.
Pada November 1996, Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan
kembali Gus Dur sebagai ketua NU dan beberapa bulan berikutnya diikuti dengan
pertemuan dengan berbagai tokoh pemerintah yang pada tahun 1994 berusaha
menghalangi pemilihan kembali Gus Dur.[30] Pada saat yang sama, Gus Dur
membiarkan pilihannya untuk melakukan reformasi tetap terbuka dan pada Desember
1996 bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal dari Krisis Finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan
kendali atas situasi tersebut. Gus Dur didorong untuk melakukan reformasi dengan
Megawati dan Amien, namun ia terkena stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit,
Wahid melihat situasi terus memburuk dengan pemilihan kembali Soeharto sebagai
Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998
setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei
1998, Gus Dur, bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim,
dipanggil ke kediaman Soeharto. Soeharto memberikan konsep Komite Reformasi yang
ia usulkan. Sembilan pemimpin tersebut menolak untuk bergabung dengan Komite
Reformasi. Gus Dur memiliki pendirian yang lebih moderat dengan Soeharto dan
meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati
janjinya.[31] Hal tersebut tidak disukai Amien, yang merupakan oposisi Soeharto
yang paling kritis pada saat itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran
dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden
menggantikan Soeharto.
[sunting] Reformasi
[sunting] Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di
bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga pertai politik: Golkar, PPP dan PDI.
Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang
paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai
Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak
orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak
langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai
menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya
cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB
dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua
partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa
partai tersebut terbuka untuk semua orang.

Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan
Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka
untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur
sebagai kandidat pemilihan presiden.
[sunting] Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR
Amien Rais dan Gus Dur pada Sidang Umum MPR.

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB
memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan
partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada
Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk
aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi
partai-partai Muslim.[32] Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai
kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai
berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman
Wahid sebagai calon presiden.[33] Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato
pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat
kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali
berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih
sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313
suara.[34]



Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang,
Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember,
ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.[36]

Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri
Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan
pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya
diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi
selama ia masih berada di Amerika Serikat.[35] Beberapa menduga bahwa
pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas
pendekatan Gus Dur dengan Israel [37].

Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini
menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur
juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan
mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30
Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama
kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua
bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.[38]

2000
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss
untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan
pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri
ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan
Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India,
Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur
mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam
perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati
Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi
Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan
baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.[39]

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral
Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan
Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi
militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap
Wiranto.[40]

Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil
meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah
pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri
Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN
Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat
dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang
kuat.[41] Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan
Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota
kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan
melanggar persetujuan.[42] Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No.
XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.[43]

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada
kelompok Muslim Indonesia.[44] Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta
besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain
yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur
dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia
yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk
Indonesia, diganti.[45]

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang
sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang
diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus
mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki
hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk
mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana
menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan
mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada
tekanan.[46]

Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku
dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang
Muslim dalam konflik dengan orang kr****n. Wahid meminta TNI menghentikan aksi
Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh
senjata TNI.[47]

Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.
Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta
menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim
bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.[48] Meskipun uang
berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini.
Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga
dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan
sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal
mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid
seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai
skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima
oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai
pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.[49] Anggota MPR
setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR
berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden
dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun
Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan
tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih
banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.

Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di
sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung
oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri
keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora
berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora
dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia.[50] Ia dikritik oleh
Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom
terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan
Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia
menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga
berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk
merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar
menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 DPR
menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.[51]
[sunting] 2001 dan akhir kekuasaan


Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #25 on: 31 December 2009, 10:51:18 AM »
Pada April 2004, PKB berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD Indonesia 2004, memperoleh 10.6% suara. Untuk Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat akan memilih secara langsung, PKB
memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan
medis sehingga Komisi Pemilihan Umum menolak memasukannya sebagai kandidat. Gus
Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan dari Wiranto. Pada 5 Juli
2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Untuk pemilihan kedua antara
pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur menyatakan golput.
[sunting] Oposisi terhadap pemerintahan SBY

Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik yang
bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Try Sutrisno, Wiranto,
Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono, terutama mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan
menyebabkan naiknya harga BBM.
[sunting] Kehidupan pribadi

Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa
Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah
Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa dan saat ini
adalah direktur The Wahid Institute.
[sunting] Kematian

Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai
presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku
yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang
lain. Beberapa kali ia mengalami serangan strok. Diabetes dan gangguan ginjal
juga dideritanya. Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi
penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani
hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan
pada arteri.[65] Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di
Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.[66]
[sunting] Penghargaan

Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang
cukup prestisius untuk kategori Community Leadership. [67]

Wahid ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang
di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan
Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.[5]

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI
sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006.[68] Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi
Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi,
dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat
keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan
juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The
Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana.
Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus
Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu.[69]
Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti
Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan
lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The
Jakarta Post membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang
RUU APP dengan kebebasan pers.[69]

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang
bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan
tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli
terhadap persoalan HAM.[70][71] Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor
yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela
kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia
dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru.[70]
Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan
sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.[70]
[sunting] Doktor kehormatan

Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa)
dari berbagai lebaga pendidikan:

* Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat,
Bangkok, Thailand (2000)[72]
* Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand
(2000)[72]
* Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan
Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Prancis
(2000)[72]
* Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000) [73]
* Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)[72]
* Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)[72]
* Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel
(2003)[74]
* Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea
Selatan (2003)[72]
* Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)


Gus Dur dan masayarakat Tionghoa.

Pada tahun 1999, KH Abdurrahman Wahid menghimbau hendaknya warga
keturunan Cina yang telah mengungsi ke luar negeri secepatnya kembali. William
Soeryadjaya sengaja diundang oleh KH Abdurrahman Wahid ke rumahnya untuk
mengajak warga keturunan Cina yang telah lari ke luar negeri akibat musibah 13
dan 14 Mei 1998 tersebut, sebab menurut ucapan KH Abdurrahman Wahid: "untuk
mengajak kembali saudara-saudara kita yang sudah keluar negeri, tidak bisa
sembarang orang, karena itu mestinya yang memanggil mereka kembali, ya, Oom
William ini."

Dengan memperkenalkan pandangan dan tindakan sosok warga turunan Cina di bawah
ini, kita akan mendapat gambaran tentang sikap penduduk asli terhadap warga Cina
timbal balik.

Di sebelah Timur Jalan Muhammadiyah berhadapan dengan perguruan Muhammadiyah,
dahulu berdiri sebuah rumah warga keturunan Cina bernama Ho Eng Djie. Dahulu
Jalan Muhammadiyah masih disebut Diponegoro Weg. Jadi Diponegoro Weg dahulu
tegak lurus dengan Jalan Diponegoro yang sekarang. Ho Eng Djie juga disebut
dengan nama Baba' Lompo, karena ia anak sulung, jadi waktu kecilnya lebih besar
dari adik-adiknya. Lompo berarti besar dalam bahasa Makassar. Saudaranya yang
bungsu bernama Ho Eng GoE, dipanggil Baba' Ca'di. Dalam bahasa Makassar ca'di
artinya kecil, karena anak bungsu ini yang terkecil waktu masih anak-anak.

Waktu saya masih remaja biasa pergi kerumah Ho Eng Djie bersama-sama sepupu saya
Ruku' Dg Mappata' (seorang veteran yang tidak mau pusing mengurus kartu
veterannya, semua veteran dari Selayar tahu hal itu). Di rumah Ho Eng Djie
terdapat sebuah kotak tanpa penutup berisi lembaran-lembaran kertas. Setiap
lembar bertuliskan Kelong/Syair Mangkasara' hasil gubahannya dalam aksara
Lontara'. Menurut sejarah aksara Lontara' ini dikarang oleh Sabannara' Daeng
Pammatte. Sabannara' artinya syahbandar, karena Daeng Pammatte ini adalah
syahbandar Kerajaan Gowa dahulu.


Pada era tahun 2000. Gus dur membuat suatu Kep Pres dimana masyarakat tionghoa,
dibebaskan dari pelakuan Diskriminasi dan Juga memberikan ruang peluang bagi
masyarakat Tionghoa untuk menikmati kebebasan berbagai bidang, Beliau juga turut
berjasa menghilangkan SKBRI, dan juga persamaan kedudukan politik terhadap kaum
minoritas di Indonesia.

Gus dur juga berjasa menghapus Kalimat " CINA" dan " "PRIBUMI". Sebagai kalimat
penghinaan, dan tidak bisa dipakai, dan mengubah menjadi "tionghoa" dan " Non
Tionghoa". beliau sangat berjasa Merubah sistem diskriminasi yang selama ini
ditanam oleh orde baru. Beliau melakukan penghapusan kalimat ini karena dianggap
menjadi GAP besar hubungan tionghoa dengan non tionghoa.
Beliau menyatakan Bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk sehingga
kata "pribumi" tidak dapat digunakan karena beralasan Bahwa tidak ada satu suku
apapun memiliki tanah asli Indonesia.
Beliau merupakan Bapak Prulalisme BAngsa.



Gus Dur dan perdana menteri li Peng

Ketua Kongres Rakyat Nasional RRC Li Peng, Kamis (12/9) pagi, bertemu KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), di Shangri-La Hotel, Surabaya, sebelum (sorenya)
bertolak menuju Philipina dari Bandara Juanda.

Dalam pertemuan itu, Gus Dur didampingi Dr AS Hikam dan Ketua DPW PKB Jatim
Choirul Anam, sedangkan Li Peng yang juga mantan PM RRC didampingi empat staf
ahli politik luar negerinya, antara lain Lu Chenming dan Kan Tjeie serta Dubes
RRC untuk Indonesia Lu Shumin.

Li Peng memuji berbagai kebijakan Gus Dur-terutama yang menyangkut perlakuan
terhadap WNI keturunan Tionghoa- semasa menjadi presiden. "Saya dengar yang
mulia telah memberikan perbaikan terus menerus atas perlakuan terhadap WNI yang
berlatar belakang Tionghoa,"ujar Li Peng mengawali pembicaraannya.

Gus Dur pun langsung menimpali bahwa dirinya juga berlatar belakang China. "Saya
sendiri keturunan China dari marga Tan Kiem Han,"ujar Gus Dur disambut senyum Li
Peng.

Maksud kedatangan Gus Dur pagi itu, memang agak penting. "Saya datang kemari
untuk bertemu dengan yang mulia, karena ada sesuatu.yang penting," kata Gus Dur.
Penting karena, menyakut politik satu China dua sistem.

"Beberapa waktu lalu, saya mendapat undangan dari presiden Taiwan Djen Swie Deng
untuk berkunjung ke negerinya. Nah, sebelum saya berangkat, saya ingin minta
pendapat yang mulia apakah perlu saya berkunjung ke sana atau tidak," papar Gus
Dur.

Mendengar permintaan Gus Dur tersebut, Li Peng langsung memberikan komentar
pendek, "Tidak perlu. Saya anjurkan kepada yang mulia untuk tidak berkunjung ke
Taiwan," kata Li Peng.

Sebab, menurut pandangan Tiongkok, presiden Taiwan masih saja bersikukuh
mengembangkan paradigma dua Cina. Padahal Tiongkok sudah bulat memberlakukan One
China Policy. Hanya ada satu Cina.

Gus Dur sendiri, setelah mendengar pendapat Li Peng, langsung sepakat. "Kami
memang berpegang pada sikap Tingkok. Jika Tiongkok tidak memperbolehkan, kami
juga tidak akan berkunjung ke sana (Taiwan)," jawab Gus Dur sembari menandaskan
bahwa ke depan kerjasama antara Indonesia, Cina dan India harus semakin
dipererat untuk pertumbuhan ekonomi dan perdagangan kawasan Asia.

Pertemuan kedua tokoh dunia itu, berlangsung sekitar 20 menit. Pertemuan dengan
pemberian kenang-kenang berupa seperangkat barang antik dari Li Peng kepada Gus
Dur.

Ajak Ulama ke China


Sementara itu, di tempat terpisah, Bos PT Maspion Alim Markus berencana mengajak
12 ulama Jawa Timur (Jatim) untuk berkunjung ke China, antara tanggal 13 hingga
23 September mendatang. Informasi ini diperoleh dari Ketua PWNU Jatim Drs KH Ali
Maschan Moesa MSi, Kamis (12/9) kemarin.

Tujuan utama ajakan Alim Markus ini untuk lebih mempererat jalinan persahabatan
antara ulama Jatim dengan ummat Islam yang ada di China. Karena itu rencananya
para ulama Jatim yang terdiri dari NU, Muhammadiyah dan MUI ini akan berdialog
dengan sejumlah umat Islam di China.

"Rencananya Alim Markus akan mengajak sekitar 12 ulama untuk berangkat ke sana
(China, red). Ulama sebanyak itu sembilan diantaranya berasal dari ulama NU,"
jelas Ketua organisasi yang segera melakukan Konferwil di PP Miftahul Ulum
Al-Yasini Pasuruan, Oktober mendatang.

Sejumlah ulama NU itu adalah KH Idris Marzuki pengasuh PP Lirboyo Kediri, Gus
Ubaid Abdullah Faqih dari Langitan Tuban, KH Masduqi Mahfudz, Rois Syuriah PWNU
Jatim, dan KH Mas Subadar dari Pasuruan. Selain itu, KH Miftahul Akhyar dari
Surabaya, KH Nuruddin A Rahman asal Bangkalan, KH Anam Mansur dan KH Aziz Mansur
(keduanya dari Lirboyo Kediri) dan KH Imam Buchori yang berasal dari Madura.

Menurut rencana, selain mengunjungi dan mengadakan dialog dengan umat Islam di
beberapa propinsi di China yang mayoritas Islam, mereka juga akan berkunjung ke
makam Saad bin Abi Waqos dan melihat sejumlah situs bersejarah peninggalan Islam
di sana.

"Tidak hanya ulama NU yang diajak. Ulama dari Muhammadiyah dan pengurus Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Jatim juga ada. Semuanya akan berdialog dengan umat Islam
di China," ujar Ali Maschan. (Sumber: dutamasyarakat.com)

Pada Tahun 2000. Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia masih
keturunan dari Tan Kim Han, seorang Tionghoa muslim yang membantu Raden Patah
untuk merebut kekuasaan dari Kerajaan Majapahit dan mendirikan Kerajaan Demak.
Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis,
Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang
diketemukan makamnya di Trowulan.

Gus dur dan Kongfucu.

Agama Khonghucu adalah istilah yang muncul sebagai akibat dari keadaan politik
di Indonesia. Agama Khonghucu lazim dikaburkan makna dan hakikatnya dengan
Konfusianisme sebagai filsafat.

Agama Khonghucu di zaman Orde Baru

Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas
berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak
pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk
salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis
(dituduh sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian
diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk
agama kr****n atau Buddha. Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan
tradisional Tionghoa juga terpaksa merubah nama dan menaungkan diri menjadi
vihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha.

Agama Khonghucu di zaman Orde Reformasi

Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mencari kembali
pengakuan atas identitas mereka. Untuk memenuhi syarat sebagai agama yang diakui
menurut hukum Indonesia, maka beberapa lokalisasi dilancarkan menimbulkan
perbedaan pengertian agama Khonghucu di Indonesia dengan Konfusianisme di luar
negeri.
Gus Dur memberikan wewenang bagi penganut Agama Kong Fu Cu dapat menjalankan
ibadahnya tanpa ada tekanan apapun.



Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #26 on: 31 December 2009, 10:52:00 AM »

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati
mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil
presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam
pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun
berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati
ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
[sunting] Kepresidenan
[sunting] 1999

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang
meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan
Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut.
Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama
adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam
menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang
korup.[35]


Hubungan Bilateral Indonesia dengan RRC, yang dilakukan Gus Dur

Bidang Politik

1. Dalam pembicaraan antara Presiden RI, Abdurrahman Wahid dengan President RRC,
Jiang Zemin, di sela-sela kunjungan kenegaraan ke RRC pada bulan Desember 1999,
telah disepakati mengenai perlunya peningkatan pertukaran kunjungan antar
pejabat tinggi pemerintah, anggota Parlemen, masyarakat bisnis, partai politik
dan tokoh masyarakat. Tujuan kunjungan ini dalam upaya meningkatkan people to
people contact. Kunjungan Presiden Wahid tersebut menghasilkan Komunike Bersama
Indonesia – China.

2. Dalam rangka memperingati hubungan RI-RRC ke 50, Menlu RI, Dr. Alwi Shihab
telah berkunjung ke China, 7- 11 Mei 2000. Dalam kunjungan tersebut telah
ditandatangani dua dokumen penting yakni MOU tentang pembentukan Komisi Bersama
untuk Kerjasama Bilateral (Establishment of the Joint Commission for Bilateral
Cooperation) dan Dokumen kerangka Kerjasama Bilateral yang berorientasi ke Abad
21 (Joint Statement on the Future Directions of Bilateral Cooperation).
Kunjungan ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menindaklanjuti kesepakatan
yang telah diambil pada waktu kunjungan Presiden Abdurrahman Wahid, Desember
1999. Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral dimaksud merupakan nomenklatur
baru pada tingkat Menlu dan disepakati untuk digunakan sebagai payung bagi
berbagai mekanisme bilateral lainnya yang bersifat sektoral.

3. Mekanisme hubungan dan kerjasama di bidang politik terjalin dalam bentuk
Konsultasi Bilateral Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) sebagai hasil kesepakatan
antar kedua Menlu pada 1990 dan dilaksanakan secara reguler bergantian. Pada
Pertemuan ke-5 di Jakarta, April 1999 disepakati pembentukan mekanisme: Dialog
keamanan; Forum Konsultasi Kekonsuleran dan Keimigrasian ; serta Pertukaran
kunjungan antar pejabat Kemlu kedua negara guna menunjang peningkatan dan
pengembangan hubungan bilateral. Terakhir, pada bulan April 2004, kedua Menlu
telah melakukan pertemuan pertama Komisi Bersama di Beijing.

4. Pada kesempatan kunjungan Wakil Presiden RRC saat itu, Hu Jintao ke
Indonesia, 22-25 Juli 2000 telah ditandatangani Treaty on Mutual Legal
Assistance in Criminal Matters, masing-masing oleh Dubes RRC di Jakarta dan
Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman RI.

5. Pemerintah RRC senantiasa mendukung segala upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia dalam membangun dan menjaga keutuhan dan integritas wilayah
RI.

6. Kunjungan yang dilakukan oleh PM RRC, Zhu Rongji ke Indonesia pada 7–11
November 2001 dan kunjungan Presiden Megawati ke Beijing, Maret 2002 lebih
mengokohkan lagi hubungan dan kerjasama Indonesia– China di semua sektor. Pada
tahun 2001-2003 kontak-kontak antar pejabat tinggi terus berjalan dengan semakin
intens dan produktif.

7. Hubungan Indonesia – China juga terjalin pada tingkat regional seperti dialog
ASEAN, ARF, ASEAN-CHINA Joint Coordinating Commitee (JCC) mengenai kerjasama
ekonomi dan perdagangan, KTT informal ASEAN + 1 (China) dan ASEAN + 3 (China,
Jepang dan Korea Selatan ).

8. Hubungan baik RI-RRC juga terlihat dari saling memberikan dukungan dalam
pencalonan untuk menduduki jabatan di Organisasi Internasional. Pemerintah
Indonesia juga selalu berpegang teguh pada Kebijakan Satu China (One China
Policy).

Bidang Ekonomi

1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama
teknik secara umum semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume
perdagangan timbal balik dan berbagai pertemuan yang dilakukan oleh pejabat
terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.

2. Tercatat kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu
Rongji ke Indonesia, 7-9 Nopember 2001 dan menghasilkan penandatanganan 5
persetujuan yaitu MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan
Kunjungan Wisatawan RI – RRC, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta
Yuan. Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 telah melakukan
kunjungan balasan ke RRC dan menandatangani Exchange of Notes mengenai pembukaan
Konsulat Jenderal RI di RRC dan Konsulat Jenderal RRC di Indonesia, Nota
Kesepahaman mengenai bantuan hibah yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan
teknik, MoU pembentukan Indonesia-China Energy Forum mengenai kerjasama di
sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan, Jalan
Tol serta proyek infrastuktur lainnya.

3. Sementara pada tingkat pejabat tinggi, Menlu RRC, Tang Jiaxuan juga telah
mengadakan kunjungan ke Indonesia pada Mei 2002 dan pertemuan antara Menlu RI
dengan Menlu RRC yang baru, Li Zhaoxing telah berlangsung di sela-sela ACD, di
Chiang Mai, Juni 2003. Menlu RI, Dr. N. Hassan Wirajuda juga telah mengadakan
kunjungan ke RRC pada bulan April 2004 dalam rangka Komisi Bersama tingkat
Menlu.

4. Komoditi ekspor utama Indonesia ke China mencakup 131 jenis, 5 komoditi utama
adalah minyak bumi, kayu lapis, besi baja batangan, kertas dan kertas karton,
serta pupuk buatan. Sedangkan komoditi impor Indonesia dari China mencakup 262
jenis dengan 5 komoditi utama berupa kapas, jagung, biji-biji buah yang
mengandung lemak, mesin produksi kulit dan tekstil, dan minyak mentah.

5. Neraca perdagangan antara China dan Indonesia selama ini selalu surplus bagi
Indonesia, baik untuk mata dagangan migas maupun non-migas, dimana pada tahun
2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Surplus Indonesia pada bulan Januari-November
2003 mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Surplus perdaganan non-migas bagi Indonesia
mencapai nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas
Indonesia yang masuk pasar China tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk
non-migas China yang masuk pasar Indonesia.

6. Dari sudut pandang perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia
merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai US$ 3,59 milyar atau
1,01% dari total ekspor China yang mencapai nilai US$ 390,41 milyar, dan negara
asal impor urutan ke 16 dengan nilai US$ 5,24 milyar atau 1,41% dari total impor
China yang mencapai nilai US$ 370,76 milyar.

7. Dalam hubungan investasi langsung timbal balik RI-RRC, berdasarkan sumber RRC
terlihat investasi Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2000 nilai aktual investasi Indonesia di RRC sebesar US$
146,94 juta dengan 60 proyek, tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat
menjadi US$ 159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual
investasi mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.

8. Menurut data BKPM, investasi RRC di Indonesia di luar sektor Migas,
Perbankan, Lembaga Non Bank, Asuransi dan Sewa Guna Usaha dalam tiga tahun
terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000, investasi RRC senilai US$ 153.9
juta dengan 43 proyek, pada tahun 2001, investasi RRC mengalami peningkatan
secara drastis dengan nilai US$ 6,054 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 34
buah. Peningkatan arus investasi RRC di Indonesia ini merupakan wujud nyata dari
kebijakan Pemerintah RRC yang kin mendorong perusahaannya untuk melakukan
investasi ke luar (going-out strategy/go to the world). Namun dalam tahun
berikutnya (2002), investasi RRC menurun, juga secara drastis menjadi SU$ 58,8
juta dengan 41 buah pryek karena kekhawatiran masalah keamanan di Indonesia.

9. Dalam bidang migas, Pemerintah Indonesia telah mendapatkan tender proyek
menyediaan LNG ke Propinsi Fujian dengan nilai tender US$ 8,5 billion pada tahun
2002. Proyek ini akan mulai beroperasi pada 2006 dan akan menyuplai gas ke RRC
selama 25 tahun.

10. Dalam rangka Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang (KTNB) hingga 2003.
Indonesia telah menawarkan kepada China pelatihan bidang telekomunikasi, peran
media dan televisi, perumahan dan irigasi. Sebaliknya Pemerintah China juga
menawarkan program pelatihan teknologi kepada pihak Indonesia.

11. Di bidang pariwisata, kerjasama Indonesia-RRC semakin mengalami kemajuan
pesat dengan ditunjuknya Indonesia sebagai negara tujuan wisata RRC.

12. Kedua negara juga mengupayakan diadakannya hubungan "sister province" antara
kota-kota lain di Indonesia dengan kota-kota di RRC yang dinilai serupa
karakteristiknya yang bertujuan untuk lebih meningkatkan hubungan kedua negara
khususnya pada propinsi/kota yang tergabung dalam kerjasama dimaksud. Sehubungan
dengan hal tesebut, para pejabat Pemerintah Daerah (PEMDA) ke dua negara saling
mengadakan kunjungan.

Bidang Sosial Budaya

1. Hubungan dan kerjasama di bidang sosial-budaya antara kedua negara dilandasi
oleh Persetujuan Kebudayaan yang ditandatangani 1 April 1961. Selama ini
hubungan sosial budaya Indonesia – China mencakup bidang kesenian, pendidikan,
olah raga, dan kemanusiaan. Peningkatan hubungan kedua negara di berbagai bidang
selama beberapa tahun belakangan ini telah ditandai dengan naiknya jumlah lalu
lintas kunjungan warga negara RI dan RRC. Pertukaran misi-misi kesenian dan olah
raga juga terlaksana dengan baik. Pada tahun 1992 telah ditandatangani kerjasama
"sister city" antara Jakarta – Beijing dan kini tengah diupayakan hubungan
"sister province" antara kota-kota lain di Indonesia dengan kota-kota di RRC
yang dinilai serupa karakteristiknya.

2. Kerjasama kebudayaan RI–RRC telah berkembang pesat terbukti dengan telah
ditandatanganinya perjanjian kerjasama di bidang kebudayaan pada 7 Nopember 2001
oleh Menteri Kebudayaan RRC dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI di
Jakarta yang menggantikan perjanjian kebudayaan kedua negara yang dilakukan pada
tahun 1960. Perjanjian ini lebih luas menyangkut bukan hanya kebudayaan tetapi
juga meliputi pemuda, olahraga, wartawan, atau media.

3. Misi kebudayaan Indonesia juga telah beberapa kali melakukan pertunjukan di
berbagai kota di China seperti : Beijing, Shanghai, Xiamen, Guangzhou, Guilin,
dan Kunming, dan juga mendapat sambutan hangat dari masyarakat setempat.
Sebaliknya misi kebudayaan RRC juga beberapa kali berkunjung ke Indonesia.
Selain itu dalam rangka melakukan studi banding di bidang permuseuman DKI
Jakarta ke China. Untuk bidang olahraga, beberapa atlit Indonesia telah
memperoleh pelatihan di China dan melakukan perundingan di China.

4. Kerjasama pendidikan RI – RRC dilakukan antara lain melalui pemberian
beasiswa bagi 2 orang mahasiswa Indonesia oleh RRC dan sebaliknya, serta
kerjasama penyelenggaraan ujian standarisasi Bahasa Mandarin (HSK) di Indonesia
dimana tenaga pembimbing atau pengajar disediakan oleh pemerintah RRC. Pelajar
atau mahasiswa Indonesia yang belajar di RRC sampai 2001 diperkirakan 2500 orang
dari tersebar di berbagai kota di Beijing, Tianjin, Shanghai, Shenzen,
Guangzhou, dan Xiamen. Pemerintah China untuk tahun 2001 – 2002 telah menawarkan
beasiswa untuk Indonesia sebanyak 2 orang. Selain itu, kerjasama pendidikan
antara Deplu RI dengan Kemlu RRC juga telah diadakan. 3 diplomat Indonesia telah
dikirim ke China Foreign Affairs University untuk pelatihan pengenalan bahasa
Mandarin dan budaya China. Sedangkan pihak RRC juga berencana untuk mengirimkan
2 diplomatnya ke Indonesia untuk pelatihan dan pengenalan bahasa dan budaya
Indonesia.

5. Kerjasama di bidang pariwisata antara RI – RRC diharapkan mengalami kemajuan
pesat dengan ditunjuknya Indonesia sebagai negara kunjungan wisata. Kunjungan
wisata oleh wisatawan RRC ke Indonesia segera dapat dilaksanakan dengan telah
ditandatanganinya pengaturan pelaksanaan kunjungan wisatawan luar negeri oleh
wisatawan RRC ke Indonesia pada tanggal 9 Nopember 2001 di Jakarta antara
Menteri Pendidikan RRC dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI yang
pelaksanaannya dimulai 1 Maret 2002. RRC sangat menghartai Pemerintah RI yang
tidak melarang kedatangan wisatawan RRC ditengah-tengah merebaknya wabah SARS
pada Mei 2003 lalu.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

Hubungan militer bilateral secara lambat laun juga mengalami peningkatan
meskipun masih terbatas sifatnya. Beberapa kegiatan yang mengindikasikan
peningkatan hubungan dan kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan antara lain
adalah :

1. Kunjungan timbal balik antar pejabat militer baik dari China maupun pejabat
militer dari Indonesia. Kegiatan ini diawali kunjungan Jenderal Try Sutrisno,
selaku Panglima ABRI ke RRC pada 1992, sedangkan kunjungan balasan dari pejabat
militer China dilaksanakan pada 1994 oleh Jenderal Liu Hua Qing, Wakil Ketua
Komisi Militer Sentral RRC, kemudian setelah itu kegiatan kunjungan timbal antar
pejabat tinggi militer menjadi semakin meningkat intensitasnya.

2. Disamping kunjungan pejabat, sejak 1998, negara RRC telah menjadi salah satu
negara tujuan yang dikunjungi dalam program WWLN perwira siswa Lemhannas dan
Sesko TNI.

3. Pertukaran Perwira Siswa untuk mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh
masing-masing institusi militer seperti pada 1999, untuk pertama kalinya PLA
menerima perwira TNI dari Pusbasa Dephan untuk melanjutkan pendidikan bahasa
China. Kemudian PLA mengirim seorang perwira ke Indonesia untuk mengikuti
pendidikan di Seskoal, sedangkan TNI mengirimkan seorang perwira senior untuk
mengikuti pendidikan di NDU disamping pengiriman beberapa perwira TNI dan Polri
untuk menghadiri seminar dan simposium yang diselenggarakan PLA.

4. Pembelian beberapa peralatan militer oleh TNI AD.

5. Saling berpartisipasi aktif dalam kegiatan ASEAN Regional Forum ARF.

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #27 on: 31 December 2009, 12:10:52 PM »
Sarve Sankhara Anitya...

Turut berduka cita....

Terima kasih yang sebesar2nya pada Gus Dur yang salah satunya telah memperjuangkan hak-hak etnis Tionghoa.

 _/\_ _/\_ _/\_
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Jayadharo Anton

  • Sebelumnya: Balaviro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.300
  • Reputasi: 19
  • Gender: Male
  • Namatthu Buddhassa
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #28 on: 31 December 2009, 05:40:30 PM »
Sabbe sankhara anicca semoga beliau terlahir d alam yg berbahagia
"Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar,kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga,kepercayaan adalah saudara paling baik,nibbana adalah kebahagiaan tertinggi" [DHAMMAPADA:204]

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Gus Dur Wafat
« Reply #29 on: 31 December 2009, 06:30:12 PM »
wah toko wa baru saja di wawancara metro tv xinwen soal gus dur lihat yah besok pagi/siang

 

anything