//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 589815 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #435 on: 29 January 2011, 09:28:20 PM »
well sebenarnya aku ada sebuah pertanyaan karena (entah dihalaman berapa ada menyinggung idola).

bagaimana dengan Panchen Lhamma made in china?
juga bagaimana dengan Dalai Lhamma made in tibet?( termasuk yang di amankan oleh china).

bukan kah mereka semu ini korban?

Ini semua bukan kah mahakarya buatan kebudayaan tibet yang hidup yang bahan dasarnya adalah manusia dan di buat untuk tujuan merekatkan tibet, juga untuk tempat bergantung /cling/ melekat pada Dalai lhamma?  apakah semua ini sesuai dengan ajaran Buddhis?

tentu nya aku dulu nya termasuk dalam deret orang yang mengagumi Dalai Lhamma tetapi setelah tahu bahwa semua itu memang di buat dan di bentuk untuk di kagumi terutama oleh masyarakat tibet? menjadi pertanyan apa yang sebenarnya yah yang harus di kagumi dari Dalai lhamma? pengetahuan para master master tibet yang di pompakan /dimasukan kedalam pikiran dan tubuhnya hingga menciptakan Mahakarya manusia seperti ini?



 
« Last Edit: 29 January 2011, 09:38:17 PM by daimond »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #436 on: 31 January 2011, 09:04:59 AM »
Bro Kainyn, apa yang saya alami tidak se-sederhana itu. Misalnya contoh Pangeran A di atas. Anggap saja pikiran dan niat awalnya memang bukan ingn mencelakai ibunya. Tapi kompleksitas pikiran yang liar ini bisa bercampur dengan pikiran lain yang tidak mau tahta-nya direbut. Bahkan mungkin muncul juga pikiran yang menghalalkan tindakannya itu karena terpikir olehnya bahwa ibunya ini jahat, dan dia melakukan ini semua demi kebaikan. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk mengusir ibunya.

Saya juga kadang demikian. Sebelum dan setelah mengambil keputusan, saya sering bingung dan bertanya-tanya apakah saya melakukan kesalahan atau tidak. Seolah pikiran saya terlalu kompleks, yang membuat saya bingung apa pikiran dan niat saya yang sebenarnya.

Bagaimana menurut bro Kainyn?
Memang pikiran itu kompleks, jadi yang bisa dinilai adalah pikiran pada satu saat saja. Dalam kasus ini, pada saat Pangeran A mengusir ibunya (yang jadi mata-mata dan membahayakan kerajaan). Kalau dilihat secara detail, pada saat itu memang ada kemarahan, tapi yang mendorongnya melakukan itu bukanlah rasa benci atau dendam, tapi mengutamakan kepentingan kerajaan dan rakyatnya. Ia menjadi seorang raja, tidak hanya bertanggung jawab pada orang tua, tetapi juga pada seluruh rakyatnya.

Apakah benar menuruti orang tua selalu berarti berbakti? Misalkan orang tua punya kebencian pada banyak orang, punya niat jahat mencelakai mereka. Lalu sebagai anak yang berkuasa, selalu menuruti perkataan orang tuanya dan mencelakakan semua orang tersebut (walaupun orang tersebut itu adalah orang baik). Apakah ini disebut berbakti? Ya, dari satu sisi mungkin terlihat berbakti sekali, sampai mau potong orang demi orang tua. Tapi kalau kita tinjau dari segi manfaat, apakah si anak ini akan membawa kebahagiaan atau malah 'memuluskan' jalan ke alam sengsara bagi orang tua dan dirinya sendiri?

Pikiran itu memang kompleks. Maka kita diajarkan satipatthana oleh Buddha untuk berusaha menyadari pikiran-pikiran yang timbul, termasuk juga kecenderungan untuk mencari pembenaran atau penyalahan. Dengan menyadarinya, kita bisa melihat apakah satu pemikiran timbul dari indoktrinasi, hasutan, keserakahan, kebencian dan lain-lain. Jadi menurut saya, niat kita sebenar-benarnya itu hanya bisa diketahui oleh diri kita sendiri. Dan untuk 'menangkap' kebenaran itu, kita perlu sikap 'jujur' sejujur-jujurnya untuk melihat jalan pikiran kita. Kalau salah, jangan dibenarkan. Kalau benar, juga jangan disalah-salahkan.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #437 on: 31 January 2011, 09:48:16 AM »
well sebenarnya aku ada sebuah pertanyaan karena (entah dihalaman berapa ada menyinggung idola).

bagaimana dengan Panchen Lhamma made in china?
juga bagaimana dengan Dalai Lhamma made in tibet?( termasuk yang di amankan oleh china).

bukan kah mereka semu ini korban?
Saya bukan penganut Tibetan, jadi tidak bisa menjawab dari sisi Buddhisme-Tantrayana. Secara pribadi, saya MERAGUKAN semua "Lama" itu karena melihat seperti bermuatan politik.


Quote
Ini semua bukan kah mahakarya buatan kebudayaan tibet yang hidup yang bahan dasarnya adalah manusia dan di buat untuk tujuan merekatkan tibet, juga untuk tempat bergantung /cling/ melekat pada Dalai lhamma?  apakah semua ini sesuai dengan ajaran Buddhis?

tentu nya aku dulu nya termasuk dalam deret orang yang mengagumi Dalai Lhamma tetapi setelah tahu bahwa semua itu memang di buat dan di bentuk untuk di kagumi terutama oleh masyarakat tibet? menjadi pertanyan apa yang sebenarnya yah yang harus di kagumi dari Dalai lhamma? pengetahuan para master master tibet yang di pompakan /dimasukan kedalam pikiran dan tubuhnya hingga menciptakan Mahakarya manusia seperti ini?
Saya ada baca tentang berita belum lama ini Dalai Lama ada meng-'embargo' aliran lain (Dorje shugden, kalau tidak salah) sampai para Lama dari aliran itu susah mendapatkan kebutuhan hidup. Seolah jadi 'kasta terbuang' di sana, sampai akhirnya ada aliran lain mengabaikan 'embargo' tersebut, dan kemudian diikuti juga oleh lainnya. (Perlu diperhatikan bahwa Dalai Lama juga bukan pemimpin dari semua Buddhisme Tibet, tetapi hanya diakui penuh oleh tradisi 'topi kuning'.) Hal ini banyak mengundang pertanyaan tentang definisi 'kebebasan' yang biasa diutamakan oleh sang Dalai Lama, terutama jika menyangkut 'kebebasan Tibet dari China'.

Saya tidak ingin mendiskreditkan siapa pun, namun untuk mencari 'idola', ada baiknya kita selalu berpikiran terbuka. Jangan sampai mengkultuskan seseorang yang sebetulnya tidak bisa menyelamatkan kita juga. (Karena seperti kita tahu, oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula pikiran disucikan, bukan oleh orang lain/idola.)


Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #438 on: 01 February 2011, 01:32:16 PM »
Namo buddhaya
Nanya soal euthanasia,
Contoh kasus;si B memasang perangkap tikus berupa 'lem-tikus',satu tikus menempel pada perangkap,*si B ingin menyiksa dulu tangkapannya(dgn cara membiarkannya & menjemurnya),
Dgn alasan kasihan dgn penderitaan si tikus,maka si A segera membunuh si tikus..
Bagaimana menurut om?
*apakah si A melakukan karma buruk?
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #439 on: 01 February 2011, 01:32:46 PM »
Namo buddhaya
Nanya soal euthanasia,
Contoh kasus;si B memasang perangkap tikus berupa 'lem-tikus',satu tikus menempel pada perangkap,*si B ingin menyiksa dulu tangkapannya(dgn cara membiarkannya & menjemurnya),
Dgn alasan kasihan dgn penderitaan si tikus,maka si A segera membunuh si tikus..
Bagaimana menurut om?
*apakah si A melakukan karma buruk?
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #440 on: 01 February 2011, 02:41:12 PM »
Namo buddhaya
Nanya soal euthanasia,
Contoh kasus;si B memasang perangkap tikus berupa 'lem-tikus',satu tikus menempel pada perangkap,*si B ingin menyiksa dulu tangkapannya(dgn cara membiarkannya & menjemurnya),
Dgn alasan kasihan dgn penderitaan si tikus,maka si A segera membunuh si tikus..
Bagaimana menurut om?
*apakah si A melakukan karma buruk?
Kalau menurut karma, sepertinya adalah karma buruk. Tapi intensitas dan akibat dari membunuh karena terpaksa, dengan membunuh karena kebencian atau kesenangan sinting, tentu berbeda.

Mercy killing ini juga sebetulnya rumit dan rawan terhadap kebencian halus (terhadap fenomena makhluk menderita). Kita tidak bisa menerima makhluk tersebut tersiksa dan kita tidak mampu lagi memberikan kebaikan, maka kita membunuhnya dengan asumsi: setelah mati, selesai penderitaannya. Memang itu yang kita lihat dari sudut pandang kita. Namun pada kenyataannya, kita tidak tahu juga apa yang akan terjadi.

Misalnya ada 2 orang tua dari keluarga berbeda dalam keadaan koma, ditopang oleh mesin penyokong hidup. Setelah beberapa lama, akhirnya para anak2 sepakat dilakukan euthanasia. Orang tua yang satu berpikir, "dasar kumpulan anak tidak berbakti. Benar-benar sia-sia saya membesarkan kalian. Saya akan menggentayangi kalian sampai mati!" Sedangkan orang tua yang satu lagi berpikir, "untung kalian cepat-cepat melakukannya, kalau kalian pasang mesin bodoh ini sampai kalian jatuh miskin, saya bisa merasa bersalah dan jadi hantu penasaran."
Di sini bisa kita lihat bagi yang satu bermanfaat, bagi yang lain tidak.

Kembali ke masalah karma, kita senantiasa melakukan karma baik dan buruk dari waktu ke waktu. Tidak perlu menjadi 'phobia' dengan merk 'karma buruk', tapi lakukan saja yang terbaik dengan pertimbangan manfaat yang matang.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #441 on: 01 February 2011, 05:23:42 PM »
Kalau menurut karma, sepertinya adalah karma buruk. Tapi intensitas dan akibat dari membunuh karena terpaksa, dengan membunuh karena kebencian atau kesenangan sinting, tentu berbeda.
imo yah, karma baik, karena niatnya adalah karuna. ;D
bagaimanapun kehendak yg menentukan, bukan aksi...

Quote
Mercy killing ini juga sebetulnya rumit dan rawan terhadap kebencian halus (terhadap fenomena makhluk menderita). Kita tidak bisa menerima makhluk tersebut tersiksa dan kita tidak mampu lagi memberikan kebaikan, maka kita membunuhnya dengan asumsi: setelah mati, selesai penderitaannya. Memang itu yang kita lihat dari sudut pandang kita. Namun pada kenyataannya, kita tidak tahu juga apa yang akan terjadi.
benci thd fenomena -> karma satu
kasihan -> karma satu lagi hehe...

Quote
Misalnya ada 2 orang tua dari keluarga berbeda dalam keadaan koma, ditopang oleh mesin penyokong hidup. Setelah beberapa lama, akhirnya para anak2 sepakat dilakukan euthanasia. Orang tua yang satu berpikir, "dasar kumpulan anak tidak berbakti. Benar-benar sia-sia saya membesarkan kalian. Saya akan menggentayangi kalian sampai mati!" Sedangkan orang tua yang satu lagi berpikir, "untung kalian cepat-cepat melakukannya, kalau kalian pasang mesin bodoh ini sampai kalian jatuh miskin, saya bisa merasa bersalah dan jadi hantu penasaran."
Di sini bisa kita lihat bagi yang satu bermanfaat, bagi yang lain tidak.
imo karma si anak ya tergantung niat si anak. tidak perduli orang yg menerima perbuatannya kadang bisa merespon berbeda. (kayanya ditipitaka bahkan arahat "seolah" akan berterimakasih pada orang yg membunuhnya, tetapi orang yg membunuh tetap aja garuka kamma kan?)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #442 on: 01 February 2011, 05:39:33 PM »
Mercy killing memang rumit.
Tapi sebaiknya kita analisa moment per moment dorongan batin kita.

Pertama-tama timbul karuna, kasihan melihat penderitaan si makhluk. Seterusnya timbul niat ingin mengakhiri penderitaan tsb secepatnya. Disini mulai timbul dorongan dan beberapa pilihan. Pilihan yg susah tentu saja menolong membersihkan lem dari tubuh si tikus dan melepaskannya di hutan / ditempat yg jauh, pilihan lainnya membunuhnya. Dari segi kamma kedua tindakan ini tentu memberikan efek masing2 baik pada kecenderungan batin kita dan pada lingkungan.

Tapi, kita tidak selalu dihadapkan pada banyak pilihan, disini dibutuhkan kebijaksanaan untuk memilih yg terbaik dari yg terburuk. Hidup kita tidak selalu bisa terlepas dari kamma baik dan buruk.
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #443 on: 01 February 2011, 05:42:22 PM »
imo yah, karma baik, karena niatnya adalah karuna. ;D
bagaimanapun kehendak yg menentukan, bukan aksi...


saya masih belum bisa memahami bagaimana niat karuna bisa diwujudkan dalam membunuh untuk skenario di atas, IMO seharusnya adalah menyelamatkan tikus itu bukan malah membunuhnya.

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #444 on: 01 February 2011, 05:45:06 PM »
 [at]  bro tesla: hmm..kata Buddha karma kan niat si pelakunya bukan respon si korban, namun kalau misalnya si A mencuri barang si B dengan niat ingin cepat2 menghabiskan buah karma buruk si B, apakah ini termasuk karma buruk? Atau Si A menipu Si B sampai usaha si B bangkrut dengan tujuan mengajari bahwa hidup ini aniccam, apakah itu termasuk karma buruk? dan masih banyak lagi, misal menyakiti hewan bukan karena didasari rasa benci namun rasa puas dan bahagia, sehingga setelah melakukan itu si pelaku malah bisa tidur lebih pulas, apakah jika ditinjau dari niat si pelaku maka hal itu karma buruk?

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #445 on: 01 February 2011, 05:46:08 PM »
Pertama-tama timbul karuna, kasihan melihat penderitaan si makhluk. Seterusnya timbul niat ingin mengakhiri penderitaan tsb secepatnya. Disini mulai timbul dorongan dan beberapa pilihan. Pilihan yg susah tentu saja menolong membersihkan lem dari tubuh si tikus dan melepaskannya di hutan / ditempat yg jauh, pilihan lainnya membunuhnya.
dalam kasus mr. johnz orang yg nangkap cuma kasih jalan kematian pada tikus tsb & emg hidup mati tikus tsb udah secara lumrah menjadi hak si penangkap. jadi kalau mo membebaskan tikus tsb, mr johnz harus ngotot (merebut hak hidup tikus td) dg orang di rumah yg udah susah payah menangkap.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #446 on: 01 February 2011, 05:49:44 PM »
dalam kasus mr. johnz orang yg nangkap cuma kasih jalan kematian pada tikus tsb & emg hidup mati tikus tsb udah secara lumrah menjadi hak si penangkap. jadi kalau mo membebaskan tikus tsb, mr johnz harus ngotot (merebut hak hidup tikus td) dg orang di rumah yg udah susah payah menangkap.

dalam kasus Pangeran Siddhattha vs Devadatta, hak atas angsa yg terpanah adalah jatuh pada si penyelamat bukan pada si pembunuh

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #447 on: 01 February 2011, 06:12:16 PM »
dalam kasus mr. johnz orang yg nangkap cuma kasih jalan kematian pada tikus tsb & emg hidup mati tikus tsb udah secara lumrah menjadi hak si penangkap. jadi kalau mo membebaskan tikus tsb, mr johnz harus ngotot (merebut hak hidup tikus td) dg orang di rumah yg udah susah payah menangkap.

Biasanya selalu ada pilihan Bro, tergantung seringnya kita melatih memilih beberapa kemungkinan sebelum mengambil tindakan.

Semakin sering kita menimbang2 bbrp kemungkinan sblm mengambil keputusan dalam setiap situasi, semakin banyak kemungkinan yg bisa kita sediakan dimasa yg akan datang.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #448 on: 01 February 2011, 06:41:18 PM »
imo yah, karma baik, karena niatnya adalah karuna. ;D
Di satu sisi adalah karuna, di sisi lain adalah kemelekatan pada suatu keadaan/kebencian pada keadaan sebaliknya, yang sifatnya halus. Maka selain karma buruk, disertai pula karma baik.


Quote
bagaimanapun kehendak yg menentukan, bukan aksi...
Betul, tapi tidak sesederhana itu. Baik atau buruk itu sebetulnya lebih tepat bermanfaat/tidak bermanfaat. Seseorang yang berpandangan salah, membunuh orang lain dengan maksud mengirim ke sorga, mungkin secara duniawi punya maksud baik. Tetapi menurut dhamma, itu adalah tidak bermanfaat dan akan menghasilkan penderitaan.


Quote
benci thd fenomena -> karma satu
kasihan -> karma satu lagi hehe...
Betul, bukan hanya di kasus seperti ini saja, tapi di hampir semua kejadian sehari-hari, banyak sekali karma yang menyertai satu keputusan. Saya pikir itu sebabnya mustahil bagi orang biasa mengukur jalannya karma.


Quote
imo karma si anak ya tergantung niat si anak. tidak perduli orang yg menerima perbuatannya kadang bisa merespon berbeda. (kayanya ditipitaka bahkan arahat "seolah" akan berterimakasih pada orang yg membunuhnya, tetapi orang yg membunuh tetap aja garuka kamma kan?)
Memang demikian. Itu hanya sebagai contoh saja bahwa selain niat baik dari pelaku, banyak hal yang perlu diperhitungkan, termasuk pengaruhnya terhadap si penerima perbuatan. Kita tidak bisa berpikiran "ah, yang penting niatnya baik" lalu mengabaikan imbasnya.

(Tentang Arahat yang berterima kasih pada pembunuhnya adalah kisah Punna yang minta izin untuk menetap di Sunaparanta, di mana orang-orangnya penuh kekerasan. Buddha bertanya kalau dihina gimana? Dijawab: masih untung ga dipukul. Kalau dipukul gimana? Masih untung ga ditinju. Kalau ditinju gimana? Masih untung ga dipentung. Kalau dipentung gimana? Masih untung ga ditebas. Kalau ditebas gimana? "Banyak siswa Sang Bhagava yang jijik terhadap tubuh dan kehidupan, mencari pembunuh. Di sini saya mendapat pembunuh tanpa harus mencarinya." Sepertinya ini bukan mengatakan Arahat tukang cari mati, tapi apapun yang terjadi, Punna siap menerima dan mengambil sisi positifnya. Maka Buddha mengizinkannya tinggal di sana, dan di sana ia mengajar dan membimbing 500 umat awam mencapai Arahatta-phala.)


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #449 on: 01 February 2011, 06:48:05 PM »
saya masih belum bisa memahami bagaimana niat karuna bisa diwujudkan dalam membunuh untuk skenario di atas, IMO seharusnya adalah menyelamatkan tikus itu bukan malah membunuhnya.
Kemampuan tiap orang dalam membantu adalah berbeda. Ada kalanya kita tidak bisa apa-apa untuk membantu, dan hanya bisa meringankan penderitaan makhluk yang mati perlahan dengan membunuhnya. Misalnya dalam kasus Yin-Yang fish (makanan bagi orang sakit jiwa berupa ikan hidup yang badannya digoreng, tapi kepalanya masih berusaha bernafas), apalah yang bisa kita lakukan? Biarpun kita culik ikannya dan dilepas, dia tidak akan hidup dengan badan setengah crispy itu. Maka dibanding penderitaan hebat yang ujungnya juga pasti mati, saya lebih memilih melakukan 'mercy killing'.