kalau apatis kan udah tau pun tetap cuek aja, indifferent thd everything (fully apatis)
Thanks buat koreks "(tidak)"-nya.
Sebetulnya kita semua juga apatis terhadap hal-hal tertentu. Tidak mungkin kita menanggapi semua objek dengan respon 'suka' atau 'tidak suka'. Bedanya, yang menanggapi hal-hal sebagai netral secara tidak sama dengan orang lain secara general (di mana manusia hidup sebagai makhluk sosial) itu yang biasa kita sebut apati. Menurut saya begitu.
anumodana kainyn
bolehka saya tahu lebih lanjut apa sajakah citta & cetasika para arahat, anagami dan sakadagami dan sotapanna?
Apaka sotapanna masih mempunyai kusala citta?
Apakah arahat masih mempunyai maha kusala citta? dan seterusnya.
Yang ini saya tidak bisa jawab karena tidak mempelajari Abhidhamma, tapi setahu saya, Sotapanna sampai Anagami masih memiliki kusala citta, sementara bagi seorang Arahat, sudah tidak ada lagi kusala/akusala. Mereka tidak lagi menanam kamma baru.
Setau saya dan pernah bediskusi dengan Mister Hud dan membaca diskusi dia diberbagai milis dikatakan "tidak berpikir" = "pikiran berhenti" . dalam hal ini adalah dua makna yang berbeda.
Pikiran yang benar2 berhenti (sekaligus tidak berpikir) adalah nirodha samapati. Tidak berpikir dalam sutta(arahat) pun mengandung makna yang berbeda dengan tidak berpikir saat tidur pulas
Menurut saya, "nirodha samapati" memang berbeda dengan "na maññati". Dalam Nirodha Samapati, sepertinya semua khanda telah berhenti sepenuhnya seperti orang mati, namun kehidupannya masih ada. Bedanya pula dengan Asaññasatta sepertinya adalah para brahma Asaññasatta memiliki 'akar' untuk "maññati" tersebut, hanya saja dengan samadhinya yang kuat, proses "sañjānāti" (mempersepsi) dilewati. Jadi ketika samadhinya melemah, umur kehidupan di sana habis dan ia akan tetap melalui proses "sañjānāti" dan "maññati" kembali (sebab tetap masih belum melenyapkan Avijja).
Betul, "tidak berpikir" ("na maññati") sangat jauh definisinya dengan tidur pulas atau pingsan.
Bagaimana ketika seorang arahat berpikir ketika melihat seorang yang menderita dan ingin mengetahui penyebabnya.
Contoh : Ketika Mogalana dikejar2 oleh musuhnya yang sampai berulang kali dia menghilangkan diri dan dengan abinna nya ia menemukan penyebabnya dari kelahiran lalu. Apakah ketika sebelum menggunakan abinna nya dia tidak berpikir " apakah penyebab dari semua kejadian ini"? Mungkinkah spontanitas tanpa sebab dia menggunakan abinna dan tau begitu saja tanpa berpikir dulu tentang objeknya ?(misalnya kenapa saya dikejar2 dan akan dibunuh--->berpikir terhadap objek atau tidak berpikir terhadap objek?)
Bagaimana hal tersebut bisa dijelaskan?
Walaupun Arahat tidak lagi "berpikir" demikian, namun setiap arahat tetap masih membawa setiap kecenderungan di masa lampau. Hal ini disebut vasana, sama seperti kasus Pilinda Vaccha yang masih memanggil orang "vasala" (kasta terbuang). Kecenderungan ini juga yang menyebabkan para Arahat masih melakukan hal-hal yang dicela oleh Buddha seperti Pindola Bharadvaja yang "memamerkan" kesaktian. Walau kecenderungan ini masih ada, tetapi Arahat tidak lagi melekatinya, sehingga meski kecenderungannya adalah untuk menolong orang lain ada, tapi ia tidak menjadi senang/sedih karena itu. Maka walaupun ia parinibbana sebelum berhasil menolong orang tersebut, ia tetap tidak akan terlahir lagi di alam manapun.
(Catatan: ini adalah menurut Tradisi Theravada.)
Apakah arahat masih hidup dan berada dalam nirodha samapati citta dan cetasikanya berhenti/tidak bekerja sama sekali atau masih ?
Jadi masih mungkinkah selama masih hidup khususnya arahat citta dan cetasika berhenti?
Mungkin saja berhenti, saya juga tidak tahu karena tidak belajar Abhidhamma.