kenapa lebih banyak bhikksu Mahayana yang terang2an melanggar peraturan vinaya?apakah Mahayana tidak memiliki sistem seperti uposatha dimana para bhikkhu berkumpul dan menguatkan kembali vinayanya?
Setahu saya, bukannya melanggar, namun para bhiksu Mahayana lebih mengutamakan Vinaya Bodhisattva daripada Vinaya Dharmaguptaka. Jadi Vinaya Dharmagupta ya cuma secondary saja. Terkadang dalam menjalankan Bodhisattva Vinaya, maka Vinaya Dharmagupta mesti ada yang dikorbankan. Jadi perilaku para bhiksu Mahayana lebih didasarkan pada Vinaya Bodhisattva ketimbang Vinaya Dharmagupta.
Namun ada juga para master Mahayana yang menjunjung tinggi Vinaya dan ketat dalam Vinaya Dharmagupta, misalnya Ven. Hong Yi, yang merupakan bhiksu Mahayana aliran Vinaya (Lu zong/ Risshu/Gyeyul):
A school of Chinese Buddhism that specialized in study of all aspects of the Vinaya, or rules of conduct for clergy and laity. Established by the monk Tao-hsüan [Daoxuan] (596-667), this school began by establishing which of the several redactions of the monastic regulations that had been translated into Chinese would become the standard. Tao-hsüan chose the Vinaya of the Dharmaguptaka school in India, in Chinese called the ‘Vinaya in Four Divisions’ (Chinese, Ssu fen lü), as the standard. After this had been settled, the school went on to function as a sort of canon law department for Chinese Buddhism, producing commentaries on the Vinaya, establishing procedures for handling difficult cases, defining what constituted an infraction of a rule and setting up sanctions and mitigating circumstances, and so on. They also dealt with matters of clerical status, setting criteria for valid ordinations and expulsion. The school was never large, but because of this ‘gatekeeping’ function, had extraordinary influence over the character of the Chinese Sangha. See also Ritsu; Lü-tsung. Dan lagipula, Vinaya yang dijalankan dalam Mahayana adalah fleksibel, seperti yang disebutkan dalam kitab aliran Mahasanghika dan Mahisasaka ini:
“Ketika hidup di masa ini, maka seseorang harus berpraktek menurut ajaran ini, ketika hidup di waktu itu, seseorang harus berpraktek menurut ajaran itu”
“Ketika Aku berkata ‘di segala waktu’ – pada waktu ini, seseorang harus menjalankan [Vinaya] sesuai dengan apa yang telah dikatakan [oleh-Ku], di waktu lain, seseorang harus menjalankan berdasarkan kata-kata lainnya – dengan tujuan untuk memberi manfaat pada praktek, maka semuanya harus mengikuti [Vinaya] sesuai dengan keadaan.” (Sariputrapariprccha)“Meskipun [peraturan ini] dibuat olehku, namun di tempat lain dianggap tidak suci, maka semua [peraturan tersebut] janganlah dilakukan, meskipun tidak dibuat oleh-Ku, tetapi harus dipraktekkan di tempat lain, maka semuanya harus menjalankannya.”(Vinaya Mahisasaka) The Siddha Wanderer