sambungan...
Namun bagaimanapun, sebenarnya Siha memang menyediakan daging di dalam jamuan makan itu dan banyak di antara kami merasa tidak enak karena menerima makanan yang diberikan tanpa banyak bertanya, selama ini belum pernah ada pengikut Sang Buddha yang sengaja menyuguhkan daging. Agak mengherankan juga mengapa Siha marah, mungkin ia menyadari kebodohannya dalam perbuatannya yang salah itu. Setelah selesai makan, Sang Bhagava memberikan khotbah Dhamma tentang menghindari pembunuhan. Aura belas kasihnya memancar bagaikan gelombang cahaya hingga segala sesuatu di sekelilingnya seperti menyatu pada cahayanya yang agung. Tidak mungkin melukai segala sesuatu bahkan yang kecil pun karena semua adalah satu. Siapa yang membunuh hewan berkaki empat untuk makanan, hari-harinya akan menjadi suram dan dunia yang jauh kini akan semakin menjauh darinya. "Semua makhluk hidup adalah satu kesatuan, dalam penderitaan maupun dalam ikatan darah. Belas kasih adalah rantai yang menyatukannya. Bagaimana seseorang mempunyai perasaan belas kasih jika dia dengan sengaja menyembelih hewan atau burung untuk dimakan? Dia bukan siswa saya, ia mengikuti cara seorang tukang daging atau pemburu, dan orang yang membeli dari tukang daging atau pemburu daging hewan yang mereka bunuh, adalah sama artinya dengan ia yang membunuh. Jangan dikarenakan kepentingan hidup, kita menghilangkan nyawa makluk lain. Tetapi jika seseorang memakan daging tanpa mengetahui bahwa hewan itu disembelih khusus untuknya, maka ia tidak bersalah. Karena ada jalan tengah antara pembunuhan hewan untuk dimakan dengan untuk dijadikan pakaian, dan penolakan makanan berdaging dalam mangkuk seorang bhikkhu. Namun bukan berarti dengan berpantang makan makanan berdaging maka hati menjadi suci, karena hal itu hanya dapat dilakukan dengan pengendalian hawa nafsu. Bukan berarti dengan menolak makanan berdaging maka perasaan belas kasih akan timbul, karena hal itu hanya dapat dilakukan dengan memadamkan semua pertengkaran di dunia ini dengan rasa cinta kasih dan persahabatan. Pancarkan cinta kasih pada semua makhluk, maka nafsu untuk menyantap makanan berdaging akan lenyap dari dirimu." Setelah kejadian ini, Sang Buddha membuat peraturan bahwa anggota Sangha tidak boleh makan daging yang khusus yang disediakan untuknya. Kabar ini pun menyebar ke seluruh kota, sehingga tidak ada lagi umat yang meyediakan makanan berdaging bagi anggota Sangha. Dalam kenyataannya, pada saat mulai memutar roda Dhamma pada usia tiga puluh lima tahun, pembunuhan binatang untuk dimakan adalah merupakan suatu kebiasaan, dan Sang Buddha selalu menyamakan orang yang dibebani oleh nafsu seperti seekor lembu yang berjalan mendekati pisau tukang daging. Tetapi sewaktu beliau memasuki Parinirvana pada usia delapan puluh tahun, pengaruh belas kasih-Nya sudah demikian besar sehingga semakin sedikit hewan yang dibunuh dan semakin banyak orang-orang yang tidak makan daging.
Dikutip dari buku ?Menelusuri Jejak Kaki Sang Guru?
Oleh:
Marie Beuzeville Byles
Marie Beuzeville Byles memberi sesuatu yang baru dalam buku ini, dengan mempersilahkan Yasa, siswa keenam Sang Bhagava, menuturkan perjalanan panjang mereka bersama Sang Guru selama empat puluh lima tahun tersebut. Hal yang membuat buku ini berbeda dari buku-buku yang mengisahkan perjalanan suci Sang Buddha adalah mungkin tentang konflik-konflik batin yang terjadi pada orang-orang yang bertemu dengan beliau saat itu dan juga konflik-konflik batin yang dialami para siswa-Nya, seperti Yasa sendiri atau Ananda, yang terkadang sangat manusiawi dan menyentuh hati.