Saya berusaha untuk tetap netral pada diskusi ini, saya mohon, walaupun sulit berusahalah membacalah dengan sikap netral pula hingga selesai. Karena saya sungguh tidak mempermasalahkan teman dalam dharma seseorang vegetarian atau pemakan daging.
saya berusaha untuk mengingatkan tujuan besar kita dalam hidup sebagai manusia.
Ingin saya bagikan kisah di kala masih kecil mungkin ketika SD kelas 2-3, Saya Buddhis dan pada saat itu tidak pernah pergi ke Vihara. Suatu ketika papa membawa pulang sepasang bebek. Jantan dan Betina. Dari awal saya melihat, sepasang bebek ini bukan bebek biasa. Bulunya sangat bagus, berwarna-warni. Tidak seperti biasa saya melihat ayam kampung dengan bulu berwarna hitam, coklat, atau kuning kecoklatan. Bulu sepasang bebek ini sangat bagus terutama yang betina, dengan ukuran tubuh lebih besar dengan bulu sangat indah.
Supaya tidak lepas, kaki mereka diikat pada tangga rumah yang terbuat dari kayu. Mereka selalu diikat dalam kamar mandi.
Biasanya, ketika beli ayam dalam satu atau dua hari sudah di potong, namun lebih dari waktu dua hari, sekitar 2 minggu (saya lupa persis), sepasang bebek tersebut belum dipotong. Suatu ketika saya bertanya kepada orang tua saya, Ma bebeknya itu mau diapakan? Tidak dipotong?
Selang beberapa hari, saya melihat mama sedang memotong bebek yang jantan. Proses pemotongannya lancar seperti ayam-ayam lain. Di awali dengan mengikat kedua kaki, menjepit kedua sayap, dengan menginjakan kaki di atasnya. Kemudian mencabut bulu-bulu halus di bawah leher, setelah bersih menyayatkan pisau di kulit leher bebek tersebut. Pada sayatan pertama darah merah mengalir sedikit, pada sayatan kedua, darah mengalir kencang sekali, seperti aliran air pada selang yang ditekan. Muncrat ke mana-mana ke lantai, drum dan baskom. Mama mengambil mangkuk untuk menampungnya. Pada saat itu tubuh bebek bergetar hebat, berusaha melepaskan diri, terdengar suara-suara raungan dan jelas terdengar cukup keras hingga ke kamar mandi, tempat bebek betina berada.
Setelah itu, entah sudah mati atau lemas saya tidak tahu, tubuhnya di rendam dalam air panas yang baru mendidih untuk dapat dicabut bulunya. Setelah itu tubuh dibelah dan dikeluarkan jeroannya. Dan seperti biasa, setelah dimasak dan diolah kami memakannya seperti ayam-ayam lain yang pernah dipotong.
Suatu ketika saya sedang duduk di kamar mandi. Dalam kesunyian, saya memperhatikan bebek betina, saya lihat satu sisi matanya, dengan seksama kulihat atas setetes air di bawah lingkaran matanya. Saya melihat, apakah mata itu sedang menatap saya atau tidak. saya mendekatkan kepala saya untuk melihat lebih jelas. Bebek itu menghindar, dan air itu jatuh. Di pikiran saya pada saat itu, mungkin air yang terciprat, namun di sisi lain mengatakan bahwa mungkin bebek betina itu menangis karena pacarnya telah mati dipotong. Dan dalam bahasa emosional, saya mengatakan pada mama bahwa : Ma! Bebek nya nangis tadi, di kamar mandi! Mama saya menjawab dengan sedikit tertegun: “Masa?”
Setelah beberapa hari, saya lupa persisnya, akhirnya tiba giliran bebek betina yang akan dipotong. Ketika kedua sayap telah diinjak, bulu bulu di lehernya dicabuti. Setelah itu disayatlah lehernya. Saya tidak ingat persis, apakah pada saat itu kaki bebek telah diikat atau tidak, namun yang pasti prosesnya lebih sulit dari pemotongan ayam, mungkin karena ukurannya yang lebih besar dari ayam dan bebek jantan sebelumnya. Ketika darah telah mengucur dengan kencang, rontaan bebek itu semakin hebat, dan semakin sulit dikendalikan. Mama menyayat leher tersebut lebih dalam, membuat luka nadi yang lebih besar, darah yang mengucur semakin banyak.
Pada saat itu, darah telah sedikit yang mengalir, namun tubuh bebek betina tersebut tetap bergejolak hebat, ingin lepas. Pada saat biasanya, ayam telah lemas atau mati sehingga dimasukan dalam air panas, namun bebek ini masih bergerak dengan hebat, sehingga mama minta tolong untuk mengambilkan baskom besar untuk mengurungnya. Baskom tidak cukup dapat menahannya. Akhirnya bebek betina tersebut lepas dari tangan kami, dan berjalan dengan tegak, dalam dapur yang tertutup.
Kebetulan sekali seorang tetangga, teman mama datang masuk ke dapur dan terlihat ekspresi wajahnya melihat apa yang sedang terjadi. Tertegun dengan sedikit terbelalak
Dan kami minta tolong agar bebek tersebut jangan sampai keluar dari dapur.
Saya tidak ingat persis, bagaimana bebek tersebut akhirnya bisa ditanggulangi. Yang saya ingat, ketika sudah jadi dalam bentuk makanan, dagingnya sangat keras. Tidak bisa dinikmati. Sehingga mama menyimpulkan jangan beli daging bebek lagi.
Kadang-kadang saya kasihan saya mama, jarang ke vihara, sering memotong unggas dan menyediakannya untuk kami, di sisi lain saya berkata dalam hati, bahwa saya tidak mau melakukan itu semua. Saya hanya menilai, mama adalah orang yang baik dan sangat berarti dalam hidupku. Dalam banyak hal telah berkorban besar untuk anak-anaknya.
Pada suatu ketika, saya membaca sutra bakti seorang anak. Memang merupakan sutra mahayana yang mungkin tidak tahu asli atau tidak. namun saya merasa terpukul sekali membacanya. Saya sadar betul bukan sebagai seorang berbakti selama ini, tidak pernah memikirkan keadaan orang tua yang selalu berusaha yang terbaik buat anaknya.
Saya ingat, setelah membacanya, saya berubah menjadi suka melamun selama dua minggu. Semenjak saat itu, di kala ada kesempatan saya mencoba menanyakan apakah Beliau sudah makan atau belum, dan mencoba memasakkan mie instan untuknya.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya mendapat suatu pemahaman dari suatu sutra, entah asli atau tidak. pemahaman yang saya peroleh adalah karena tumimbal lahir yang tidak berujung pangkal telah membuat kondisi bahwa setiap mahluk tak terkecuali ternyata pernah menjadi Ibu kita. ibu yang melahirkan ketika kita masih berwujud binatang, setan, dewa, hewan tingkat rendah, dalam wujud kelahiran apapun. Saya melihat Saudara kandung kita, sahabat, teman, kenalan, guru, semua orang yang pernah ditemui dijalan pernah menjadi ibu saya, termasuk hewan, kupu-kupu, kucing, anjing, cacing, nyamuk, kutu, dan binatang lainnya.
Sulit rasanya mempercayai ini semua. kemudian saya mendapat pemahaman, “tapi yang terpenting adalah ibu pada saat ini, karena dia yang telah memberikan kebaikan pada kehidupan sekarang”.
Kemudian saya mendapat pemahaman bahwa “kebaikan ibu di tahun lalu adalah tetap kebaikan seorang Ibu, demikian ketika ibu telah melahirkan kita dengan susah payah agar dapat belajar ajaran kebenaran sungguh suatu kesempatan yang langka”
Demikian pula dengan Ibu-ibu dikehidupan masa lalu dan tak terbatas dimasa lalu, saya telah melewati proses panjang dari rahim satu ke rahim lain, lahir dari ibu satu, ke ibu yang lain hingga saat ini memperoleh tubuh manusia yang dapat mengenal ajaran kebenaran, Entah mati lagi dan berharap bisa bertemu ajaran kebenaran dan terbebaskan
Semoga…
Saya menyadari bahwa kehidupan manusia yang kuperoleh sungguh suatu proses yang panjang yang saling terkait, tidak berdiri sendiri dari semua mahluk yang pernah dijumpai dalam mata dan ingatan.
Membalas budi orang tua yang sekarang pun belum, apa lagi semua mahluk yang adalah ibu kita dahulu kala.
Saya tidak peduli vegetarian atau tidak, namun khayalan saya mengatakan, jika semua mahluk bersuara dan memiliki kesadaran bahwa mereka pernah menjadi ibu kita dan mengenal kita, maka mereka akan tetap berkata, karena kami lah engkau hadir di dunia ini, tidak peduli berapa banyak macam siksaan dan penderitaan yang kami alami, makanlah daging kami untuk dapat mencapai tujuan besarmu lahir ke dunia. Capailah kesucian tertinggi demi kami, kebahagiaan semua mahluk.
ini adalah kata-kata saya sendiri, perlu dibuktikan atau tidak, entah asli atau palsu.
Jika teman-teman dengan bervegetarian dapat memperoleh kemajuan pelatihan diri Lanjutkan perjuangan Anda yang terbaik
Jika teman-teman dengan bermakan daging dapat memperoleh kemajuan pelatihan diri
Lanjutkan perjuangan Anda yang terbaik
Semua aktivitas makan tidak akan bermasalah apa pun jika kita benar-benar memanfaatkan kehidupan kita saat ini, dengan aktivitas maksimal yang bisa dilakukan untuk pencapaian tertinggi dalam Dhamma.
Dengan demikian semua daging dan sayur tidak akan sia-sia.
Kotoran manusia pun bisa memberi manfaat bagi kehidupan
Apalagi Tubuh yang hidup dari makanan telah dirancang untuk mencapai tujuan luhur bagi semua mahluk
Jangan biarkan berakhir dalam tulang belulang
Membengkak dan hancur…
Sekian kali menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan…
Renungkanlah selalu dihati dan pikiran,
demi semua mahluk yang sedang menunggu kita.
Sharing pengalaman ini di dedikasikan kepada pencapaian kebebasan mutlak semua mahluk di alam semesta
Sabbe Sattha Bhavantu Sukkhitattha