nampaknya pada cerita, tidak menunjukan seorang ibu ingin bunuh diri,
namun memberikan daging, sedikit demi sedikit kepada Anak
sambil menunggu perubahan yang dapat dialaminya.
Dalam hal ini tidak nampak niat untuk bunuh diri dari ibu
ataupun niat membunuh ibu dari Anak
yang ada yaitu tema untuk membuka jalan kepada anak untuk keluar dari penderitaan
Serta pilihan bagi anak dapat (atau tidak) keluar dari kondisi yang menderita itu.
jadi belum dapat dikategorikan melanggar sila apapun.
karena seseorang dengan suatu alasan, dapat menilai daging diperoleh dengan cara membunuh (diri), sehingga mengabaikan sila berdasarkan lobha
maka seseorang dengan suatu alasan, dapat cenderung tidak menghargai kehidupan dengan mengabaikan sila berdasarkan lobha
karena itu dikatakan, apapun jawabannya mencerminkan pribadi masing-masing
Jika memang ibunda merupakan simbol dari kehidupan semua mahluk,
maka kehidupan semua mahluk diberikan secara iklas untuk menghasilkan makanan,
bagi kehidupan mahluk yang memakannya,
namun kenyataannya,
makanan sering tidak diperoleh dengan cara demikian indah dan mulia
pembunuhan pada binatang (daging) & pestisida pada hama (sayur)
namun seseorang dapat mengubah persepsi apa yang dimakan merupakan hasil dari pengorbanan hanya untuknya seorang untuk dapat bertolak, termotivasi dalam pelatihan diri.
makanan apapun jangan di sia-siakan, apalagi dinikmati.
terikat dengan rasa nikmat dan kenyangnya, terikat sensasi keluar dari tubuh
lupa dengan pengorbanan untuknya
menjadi hambatan besar untuk bebas dari kondisi yang tidak pernah terpuaskan.
kesimpulan, tidak ada kebenaran dibalik makan daging dan sayur
jalan tengahnya, makan apa pun jika dipahami sebagai hasil dari pengorbanan
akan menjadi bermanfaat, tidak menyia-nyiakan kehidupan diri dan mahluk lain.
benar (at Jayadipa),
bagaimana seseorang dapat memanfaatkan kehidupan, untuk terus belajar meningkatkan diri dalam kesempurnaan delapan jalan mulia dan bermanfaat bagi orang lain itulah yang terbaik.
Sabbe Sattha Bhavantu Sukkhitattha