//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Membaca Sutta secara kritis  (Read 51525 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #90 on: 26 August 2008, 11:30:37 AM »
Tujuan thread ini apa :)

Ya itu, sesuai judulnya: membahas kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan dalam sutta-sutta. ... Jadi, kalau tidak merasa ada kejanggalan, ya tidak usah masuk ke thread ini. :)

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #91 on: 26 August 2008, 11:31:59 AM »
_/\_


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #92 on: 26 August 2008, 11:36:17 AM »
silakan baca beberapa buku ini:
* ajahn sujato, the gist: the hidden structure of the buddha's teachings
* yin shun, a sixty years' journey in the ocean of the dhamma
* erich frauwallner, the earliest vinaya and the beginning of buddhist literature
* samuel beal, buddhist literature in china
* ria kloppenborg, the sutra on the foundation of the buddhist order
* choong mun keat, the fundamental teaching of early buddhism
* roderick s. bucknell, the structure of the sagathavagga of the samyutta nikaya
resource2 online:
http://www.library.websangha.org/earlybuddhism/

Terima kasih banyak untuk link-nya. Sumber informasi yang sangat banyak.  _/\_

Salam,
hudoyo

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #93 on: 26 August 2008, 12:28:40 PM »
Seorang yang bebas (arahat/buddha) bukan seorang politikus seperti Anda. Seorang yang bebas bicara apa adanya. Banyak contohnya di dalam sutta-sutta, Sang Buddha selalu bicara blak-blakan kepada lawan bicaranya, entah bhikkhu entah orang luar. Yang baik dikatakan baik, yang jelek dikatakan jelek; tidak pernah yang jelek dikatakan baik, atau sebaliknya.

Wah hebat ya Pak Hud bisa mengatakan saya seorang politikus tanpa ragu-ragu padahal kita belum saling kirim email.  :))
Argumen Pak Hud adalah "argumen yang berputar" (circular) ^-^
Kisah Pertanyaan Nanda saja Pak Hud baru tahu dari Sdr. Tesla, bagaimana mungkin Pak Hud bisa tahu bahwa Sang Buddha selalu bicara blak-blakan kepada lawan bicaranya. Menggeneralisasikan sesuatu adalah salah satu sifat buruk manusia.

Di lain sisi, Pertanyaan Nanda tidak berhubungan dengan baik-buruk, tapi mengenai SIAPA dan Sang Buddha menyebutkannya dengan syarat-syaratnya. Saya hanya melihat apa adanya. Toh Pak Hud yang mengajarkan melihat apa adanya. : :)

Quote
hehe ... ini yang dikatakan oleh Suchamda "argumen yang berputar" (circular). Kalau ada non-Buddhis minta bukti obyektif tentang kebesaran Buddha, Anda menampilkan satu ayat dari Tipitaka. Apa artinya "bukti" seperti itu? ... :)) ... Persis sama kalau saya minta bukti kepada seorang Keristen bahwa "tidak ada keselamatan di luar nama Yesus" lalu ditunjukkannya ayat Alkitab ... atau kalau saya minta bukti kepada seorang Islam bahwa "hanya Islam yang diridhoi Allah", lalu ditampilkannya sebuah ayat Al-Qur'an. ... Apa artinya "bukti" seperti itu? :)) ... Belajarlah logika sedikit.

 :))Pak Hud…Pak Hud.. kalau apa yang saya sampaikan ini adalah "argumen yang berputar" (circular)” toh Pak Hud yang memberi teladan kepada saya. ::) :whistle: Coba lihat argumen Pak Hud di awal sekali, bukankah Pak Hud balik lagi mengacu pada sutta dengan mengatakan: “Banyak contohnya di dalam sutta-sutta, Sang Buddha selalu bicara blak-blakan kepada…bla..bla..bla.”. ;D

Kita berada dalam sub Forum  Studi Sutta/Sutra bukan Forum perbandingan filsafat bahkan bukan forum MMD, maka pembahasannya perlu hal-hal yang membahas mengenai sutta , sumber-sumbernya, atau referensi luar. Tidak ada referensi luar yang tepat dalam membahas Kebesaran Buddha kecuali ucapan para Yang Tersadarkan Sempurna (saya tidak menggunakan istilah buddh atau arahat, khawatir ada yang anti pati) yang masih hidup sekarang dan sutta lain. Dan jika Pak Hud memiliki referensi lain yang mendukung mendukung pernyataan bahwa “Buddha bukan satu-satunya” ya silahkan.

Bagi saya agama apapun selama ia membahas dalam konteks kitabnya sendiri ia berhak menggunakan isi kitabnya sebagai salah satu pendukung. Tetapi ketika ia atau orang lain mulai membandingkannya dengan pemikiran lain, maka hal itu perlu dipertanyakan.

Terima kasih  Pak Hud sudah menasihati saya untuk belajar logika, tapi maaf logika hanyalah kebijaksanaan duniawi, jadi saya rasa saya tidak perlu belajar logika sedikit lagi karena sudah cukup untuk mengatasi kehidupan duniawi termasuk mengatasi tulisan yang tanpa alasan yang jelas:))

Quote
Kenapa ribut-ribut soal Paticca-samuppada? Menurut Anda, apakah belajar paticca-samuppada syarat mutlak untuk pembebasan? Menurut saya, pengetahuan tentang paticca-samuppada SAMA SEKALI TIDAK DIPERLUKAN untuk pembebasan. ... Anda pernah bermeditasi vipassana atau tidak? ...

Itu menurut Pak Hud. Sedangkan saya pribadi tidak bisa langsung mengatakan demikian.
Apakah saya pernah bermeditasi vipassana atau tidak? Biar sajalah Pak Hud yang menilai toh di atas Pak Hud sudah bisa menilai saya sebagai seorang politikus. ;D

Quote
Kali ini Anda betul 100%. Paticca-samuppada itu eksklusif ajaran Agama Buddha ... Sayangnya, karena pembebasan itu bersifat universal, maka paticca-samuppada-- maupun ajaran-ajaran eksklusif lain dari agama apa saja--sama sekali tidak relevan bagi tercapainya pembebasan.

Seperti yang saya sampaikan kepada Sdr. Tesla, Paticca-samuppada akan menjadi ajaran ketika dinyatakan, dan ajarannya menjadi berkualitas tinggi. Pembebasan akan tercapai ketika ajaran berkualitas tinggi itu (ajaran dari mana saja apakah agama K. I. H, dll, kalau ada) tidak lagi dalam bentuk pernyataan, teori, ajaran, dengan kata lain dialami, dijalani, apapun istilahnya.

Emas, perak, perunggu secara universal adalah logam, bisa digunakan untuk perhiasan oleh siapapun (universal). Tapi tetap saja hanya satu yang lebih berkualitas tinggi dari ketiganya, yaitu emas.

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan, Pak Hud. Selanjutnya No Comment. 8)


Thanks


-------------
(Dahara Sutta; Samyutta Nikaya 3.1 {S 1.68})
« Last Edit: 26 August 2008, 12:38:14 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #94 on: 26 August 2008, 12:51:32 PM »
Yessss Go Go Go Kelana Go :)) aye jadi pendukung Kenalan eh Kelana ahhhh :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #95 on: 26 August 2008, 12:56:05 PM »
fakta bahwa kitab suci agama Buddha tidak 100% otentik dari mulut Sang Buddha :)
oh... sebelumnya saya memang salah menggunakan `fakta` karena fakta berarti benar bagi setiap orang. sedangkan keotentikan adalah bersifat subjektif :)

tapi untung saja saya pakai kata `Tipitaka`, bukan sutta tertentu... hehehe...
Tipitaka merupakan kumpulan susunan yg sudah jelas ada penambahan bertahap.
dan bahkan kisah2 setelah zaman Sang Buddha juga ada... jadi mana mungkin 100% mulut Sang Buddha?

tapi ini OOT deh...
tujuan kita disini memberi ulasan sutta.
pembahasan mengenai kejanggalan adalah isu yg mendukung bahwa Sutta2 tertentu bukan berasal dari mulut Sang Buddha, atau mengalami penambahan, atau mengalami perubahan.
misalnya pembahasan 'Maha-parinibbana sutta' ini...
penggunaan anjuran utk merujuk ke sutta yg belum ada pada waktu itu adalah mengherankan.
tentu saja itu adalah isu ;D yg bagi saya terasa janggal, bagi anda terasa baik2 saja :)

Quote
Dan rekan Tesla, saya sama sekali tidak tersinggung, karena saya sadar dengan siapa saya berhadapan. ada tipe orang tertentu yang tidak mungkin membuat kita tersinggung dengan apapun yang ia katakan.
baguslah... mari kita lanjutkan diskusi :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #96 on: 26 August 2008, 01:03:05 PM »
ini senada dengan postingan rekan tesla (mungkin merupakan ajaran MMD), dan izinkan saya mengulangi pertanyaan saya, apakah ini asumsi ataukah memang sudah terbukti? kalau sudah terbukti bisa minta referensinya?

:))
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #97 on: 26 August 2008, 01:23:40 PM »
... Banyak contohnya di dalam sutta-sutta, Sang Buddha selalu bicara blak-blakan kepada lawan bicaranya, entah bhikkhu entah orang luar. Yang baik dikatakan baik, yang jelek dikatakan jelek; tidak pernah yang jelek dikatakan baik, atau sebaliknya.

Sebenarnya, selain selalu bicara kebenaran, jika kebenaran itu akan mengundang ketidaksenangan dan ketidaksetujuan, seorang Tathagata tahu kapan untuk mengutarakannya. (Abhayarajakumara sutta)

Seperti contohnya seorang bhikkhu yang melakukan kesalahan karena tersenyum pada seorang gadis (karena ia pikir gadis itu tersenyum padanya, dan dia berusaha berlaku sopan), tidak langsung ditegur dan ditunjukkan kesalahannya oleh Buddha, karena bhikkhu itu saat itu sedang dipojokkan oleh orang2 lain. Buddha Gotama bahkan membelanya. Ketika waktunya tepat, maka Buddha kemudian menasihatinya untuk lebih hati2 dalam bertindak, mengingat dirinya seorang bhikkhu. (Dhammapada atthakta, 167).

« Last Edit: 26 August 2008, 01:46:10 PM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #98 on: 26 August 2008, 01:42:51 PM »
tidak jelas nih mana yang tidak otentik. hayo fokus dong! Pake penjelasan juga yah!

Dahulu, di jaman masih ada Buddha saja, sudah ada perdebatan antara Pancakanga dan Udayi yang berargumen mengenai ajaran yang didengar langsung dari mulut Bhagava. Buddha mengatakan bahwa mereka berdua benar tetapi tidak mengerti konteksnya, maka saling mempertahankan argumennya masing2. (Bahuvedaniya Sutta)
Untuk jaman sekarang (yang tidak ada Buddha), menurut saya, mendebatkan "otentik" atau "tidak otentik" merupakan hal sia-sia.
« Last Edit: 26 August 2008, 01:47:26 PM by Kainyn_Kutho »

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #99 on: 26 August 2008, 02:20:06 PM »
Kisah Pertanyaan Nanda saja Pak Hud baru tahu dari Sdr. Tesla, bagaimana mungkin Pak Hud bisa tahu bahwa Sang Buddha selalu bicara blak-blakan kepada lawan bicaranya.
mungkin maksudnya seperti contoh di sini:
http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/kn/snp/snp.4.09.than.html
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #100 on: 26 August 2008, 03:48:07 PM »
Sdr. Tesla, ketika kita membahas mengenai kemungkinan maka kita perlu melihat indikasi-indikasi, kemungkinan mana yang memiliki indikasi-indikasi yang cukup, dasar-dasar yang kuat.
benar... sampai saat ini kita masih membahas dalam taraf "kemungkinan".
namun apakah dasar yg Anda kemukakan memiliki posisi lebih kuat?

Quote
Kemungkinan yang anda ajukan sangat lemah indikasi-indikasinya, dasarnya tidak kuat. Sedangkan apa yang saya ajukan memiliki indikasi yang kuat. Saya memperhatikan situasi dan kondisi yang terkisahkan dalam sutta, anda tidak. Saya memperhatikan tata cara menjawab pertanyaan, anda tidak. Saya mengajukan sutta lain yang mendukung apa yang saya sampaikan anda tidak. Inilah yang membedakan saya dengan anda, yang membedakan kemunginan beralasan dengan kemungkinan yang tidak beralasan.
benar... saya tahu sdr. Kelana jauh lebih memahami sutta dari pada saya.

1. anda lebih tahu situasi & kondisi pada saat Buddha membabarkan. benar
2. adanya cara menjawab secara tidak langsung yg dikatakan Buddha. benar
3. mengajukan sutta lain sebagai pendukung.

tetapi bukan karena adanya alasan pertama (1), Anda dapat menghubungkan dg alasan kedua (2). menurut saya, hal itu tidak berhub sama sekali. Ada situasi dimana SB menjawab langsung, atau tidak langsung, atau diam, tetapi Anda dan saya juga, tidak dapat mematoknya di sini sebagai cara menjawab tidak langsung. oleh karena itu saya membiarkan semua ini masihlah 'misteri'/kemungkinan. :)

& taruhlah SB memikirkan latar belakang audience nya, menurut saya masih banyak cara lain menyampaikan, namun tanpa kehilangan makna.
misalnya: "kami yg telah begini, telah bebas" (tanpa menyinggung yg di luar).

jadi sampai disini perbedaannya bukan indikasi Anda lebih kuat, dan saya lebih lemah. melainkan perbedaannya hanyalah, Anda menganggap SB menjawab secara tidak langsung & saya sebaliknya.
mengenai situasi pada waktu itu adalah upaya penghubungan :)

Quote
Paticcasamupadda menjadi suatu ajaran ketika ia dinyatakan oleh seseorang. Saya rasa Sdr. Tesla bisa memahami hal ini.
Benar Sdr. Tesla, Paticcasamupadda hanya salah satu.

mengenai yg ketiga(3) apa ini mengenai sutta harga mati tsb? berarti Anda tidak bisa menjudge bahwa seseorang yg tercerahkan harus mengungkapkan Paticcasamupadda kan? ini jadi agak susah dibicarakan karena sdr. Kelana menjudge secara apakah orang yg tercerahkan itu nantinya ada mengajarkan paham yg selaras dg Paticcasamupadda, sementara menurut saya ini tidak bisa menjadi tolak ukur.
bila menilik dari jawaban atas pertanyaan Nanda, seseorang yg tercerahkan, bukan mengajarkan sesuatu lagi, melainkan mendorong pendengarnya utk 'melepas' ajaran/paham, perbuatan dan ritual. lalu apa yg dia ajarkan? seharusnya tidak ada... kitalah yg menganggap kalimatnya sebagai ajaran (yg ingin kita miliki)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Semit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 172
  • Reputasi: 30
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #101 on: 27 August 2008, 02:57:35 AM »
oh... sebelumnya saya memang salah menggunakan `fakta` karena fakta berarti benar bagi setiap orang. sedangkan keotentikan adalah bersifat subjektif :)

tapi untung saja saya pakai kata `Tipitaka`, bukan sutta tertentu... hehehe...
Tipitaka merupakan kumpulan susunan yg sudah jelas ada penambahan bertahap.
dan bahkan kisah2 setelah zaman Sang Buddha juga ada... jadi mana mungkin 100% mulut Sang Buddha?

tapi ini OOT deh...
tujuan kita disini memberi ulasan sutta.
pembahasan mengenai kejanggalan adalah isu yg mendukung bahwa Sutta2 tertentu bukan berasal dari mulut Sang Buddha, atau mengalami penambahan, atau mengalami perubahan.
misalnya pembahasan 'Maha-parinibbana sutta' ini...
penggunaan anjuran utk merujuk ke sutta yg belum ada pada waktu itu adalah mengherankan.
tentu saja itu adalah isu ;D yg bagi saya terasa janggal, bagi anda terasa baik2 saja :)


Rekan Tesla,
kalimat anda "merujuk ke sutta yang belum ada pada waktu itu..." adalah tidak tepat. Mahaparinibbana Sutta adalah khotbah terakhir Sang Buddha yang disampaikan menjelang Parinibbana, dan oleh karena itu maka Sutta-sutta lainnya tentu saja sudah ada (dengan mengambil definisi Sutta=khotbah).

mengenai "100% dari mulut Sang Buddha", saya yakin sekali bahwa tidak ada satupun isi dari Tipitaka yang berasal dari mulut Sang Buddha, seperti yang tertulis di awal Sutta "evamme suttam..." yang menyiratkan bahwa sutta itu adalah diucapkan oleh Bhikkhu Ananda. tetapi fakta bahwa 500 Arahat pada konsili pertama sepakat bahwa apa yang disampaikan oleh Bhikkhu Ananda adalah benar, membuktikan bahwa Sutta itu adalah benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha. ini tentu saja jika anda percaya pada kebenaran kisah Konsili pertama itu.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #102 on: 27 August 2008, 05:19:08 AM »
Sebenarnya, selain selalu bicara kebenaran, jika kebenaran itu akan mengundang ketidaksenangan dan ketidaksetujuan, seorang Tathagata tahu kapan untuk mengutarakannya. (Abhayarajakumara sutta)
Seperti contohnya seorang bhikkhu yang melakukan kesalahan karena tersenyum pada seorang gadis (karena ia pikir gadis itu tersenyum padanya, dan dia berusaha berlaku sopan), tidak langsung ditegur dan ditunjukkan kesalahannya oleh Buddha, karena bhikkhu itu saat itu sedang dipojokkan oleh orang2 lain. Buddha Gotama bahkan membelanya. Ketika waktunya tepat, maka Buddha kemudian menasihatinya untuk lebih hati2 dalam bertindak, mengingat dirinya seorang bhikkhu. (Dhammapada atthakta, 167).

Yang Anda sampaikan itu memang tepat dilakukan oleh siapa saja, puthujjana atau samma-sambuddha ... karena situasi itu menyangkut hal-hal yang sangat pribadi sifatnya. ...

Tapi yang dipersoalkan di sini, Sang Buddha ditanya oleh seorang bhikkhu, "siapakan yang telah mengatasi kelahiran dan usia tua". Sang Buddha menjawab, "tidak semua sama.na & braahma.naa tetap terbelenggu dalam kelahiran dan usia tua." ... Di sini tidak perlu Sang Buddha berdiplomasi, sebagaimana mau dikatakan oleh Rekan Kelana. Yang dikatakan oleh Sang Buddha itu adalah KEBENARAN FAKTUAL, yang sekarang bisa kita lihat di sekeliling kita.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #103 on: 27 August 2008, 05:26:55 AM »
Untuk jaman sekarang (yang tidak ada Buddha), menurut saya, mendebatkan "otentik" atau "tidak otentik" merupakan hal sia-sia.

Menurut saya, mempermasalahkan keotentikan suatu ajaran tidak sia-sia. Hal itu dilakukan oleh banyak pakar kitab suci, baik kitab suci Keristen maupun kitab suci Buddhis. Sekalipun tidak bisa dicapai kesepakatan obyektif dasn definitif, namun situasi modern ini membuka wawasan kita bahwa tidak semua lapisan-lapisan Tipitaka mempunyai bobot keotentikan yang sama, sebagaimana diasumsikan oleh umat Buddha secara tradisional. Pencerahan ini membuat kita merasa lega menghadapi bagian-bagian sutta yang bertentangan dengan hati nurani, misalnya ketika ditampilkan seolah-olah Sang Buddha berkata, "hanya dalam ajaranku terdapat pembebasan, dalam ajaran guru-guru lain tidak terdapat pembebasan", atau ditampilkan seolah-olah Sang Buddha berkata, "keotentikan ajaranku harus dirujuk kepada Sutta Pitaka & Vinaya Pitaka". Orang yang memiliki pemahaman baru mengenai proses historis Tipitaka, bisa merasa lega, bahwa bagian-bagian seperti itu kemungkinan besar merupakan sisipan dari para bhikkhu penghafal Tipitaka di zaman Tipitaka masih diturunkan dari mulut ke mulut.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #104 on: 27 August 2008, 07:13:06 AM »
Rekan Tesla,
kalimat anda "merujuk ke sutta yang belum ada pada waktu itu..." adalah tidak tepat. Mahaparinibbana Sutta adalah khotbah terakhir Sang Buddha yang disampaikan menjelang Parinibbana, dan oleh karena itu maka Sutta-sutta lainnya tentu saja sudah ada (dengan mengambil definisi Sutta=khotbah).
baiklah rekan Semit, saya menghormati kesimpulan Anda :)

Quote
mengenai "100% dari mulut Sang Buddha", saya yakin sekali bahwa tidak ada satupun isi dari Tipitaka yang berasal dari mulut Sang Buddha, seperti yang tertulis di awal Sutta "evamme suttam..." yang menyiratkan bahwa sutta itu adalah diucapkan oleh Bhikkhu Ananda. tetapi fakta bahwa 500 Arahat pada konsili pertama sepakat bahwa apa yang disampaikan oleh Bhikkhu Ananda adalah benar, membuktikan bahwa Sutta itu adalah benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha. ini tentu saja jika anda percaya pada kebenaran kisah Konsili pertama itu.
ini sekedar info saja, bahwa penyusunan tipitaka tidak hanya terjadi pada konsili pertama :)
dan juga pada waktu konsili pertama, tipitaka belum ditulis, artinya masih memerlukan perjalanan waktu utk membentuk suatu tulisan (yg tetap) di daun/kulit (saya tidak tahu pastinya nama bahannya). mengenai tidak 100% dari mulut Buddha dan hanya merupakan kesepakatan dari konsili pertama, saya memandangnya berbeda. Ada sutta yg diawali dg
~"Demikianlah yg kami dengar" (pihak ke3 yg mungkin tidak mendengar langsung dari SB)
~"Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha, diucapkan oleh seorang Arahat (Yang Maha Suci); yang telah saya dengar" (pendengar langsung)
~tanpa ada kalimat pembuka demikian (??)
jadi saya pun tidak menganggap tipitaka 'hanya merupakan kesepakatan saja'.
utk pembahasan yg detail, jika rekan Semit berminat, boleh buka topik baru... mungkin masukan dari rekan lain yg lebih mengenal Tipitaka dapat memberi informasi yg lebih tepat kepada rekan Semit

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~