dari dasar pandangan agama Buddha hal 213-224
Tiga Perlindungan
179. Setelah mempelajari ajaran Sang Buddha, maka di antara mereka yang merasakan kebesaran dan kebenaran ajaran Buddha, banyak yang cukup puas dengan mengagumi ajaran itu dari kejauhan. Penghargaan pada Sang Buddha (dan ajaran Nya) semata mata belum menjadikan
seseorang menjadi Buddhis. Di negara negara Buddhis tradisional, penduduk ke vihara vihara, mengikuti acara ritual dan melaksanakan Dhamma sebagai bagian kebudayaan mereka., tetapi tentunya seseorang tidak langsung menjadi Buddhis hanya karena dia terlahir di negara
Buddhis. Sebagian orang lagi menelusuri lebih jauh, mempelajari Dhamma dan berusaha sekuat mungkin untuk melaksanakannya, tapi tentunya hanya sepanjang hal tersebut tidak berarti pengorbanan. Sebenarnya, melaksanakan Dhamma hanya bila hal itu mudah atau bila
menyenangkan, belum menjadikan seorang menjadi Buddhis. Lalu, bagaimana seorang Buddhis itu? Seorang Buddhis adalah seorang yang telah berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha.
"Bagaimana, Tuan ku, seorang menjadi murid awam?" "Bila seorang telah berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, maka dia menjadi murid awam.",
180. Perlindungan (sarana) adalah tempat dimana seseorang menghin¬dar dari bahaya jadi suatu tempat yang aman, pernaungan arnan. Seorang Buddhis melihat samsara, lingkaran lahir dan mati, sebagai bahaya dan penderitaan, dan kemudian melihat Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai suatu tawaran keamanan dan kebahagiaan. Dengan sendirinya dorongan untuk menjalani Jalan hendaknya lebih dari sekadar keinginan terbebas dari samsara. Hendaknya diikutkan, sesuatu yang lebih kuat, yakin keinginan untuk mencapai Nibbana. Keagungan dan kesempurnaan Bud¬dha , Dhamma dan Sangha, bila dimengerti maknanya, akan menarik perhatian kita kepada Mereka. Jadi, Buddha, Dhamma dan Sangha disebut Tiga Perlindungan, sebab kepadanya kita berlindung dari Samsara; tetapi dapat dengan tepat juga disebut sebagai Tiga Permata (tiratana) sebab, sebagai permata yang berharga, ke Tiga nya membangkitkan rasa penghargaan dan kekaguman kita.
181. Sang Buddha adalah perlindungan dalam arti Beliau mewakili potensi pencapaian kesempuraan manusia yang paling hakiki. Ucapan dan tindakan Nya, kasih sayang Nya pada yang menderita, kesabaran¬Nya pada mereka yang tercampak, kebajikan Nya yang tak temoda dan kecermatan Nya; tetap adalah contoh yang sempurna bagi kita untuk dijadikan dasar kehidupan.
Bila kita bercita cita kuat untuk meneladani Sang Buddha pada setiap aspek kehidupan kita, maka kita sebenamya telah siap berlindung pada Buddha, dengan demikian kita memberi arah dan makna baru bagi kehidupan kita. Dhamma adalah perlindungan sebab memberi kita keterangan yang jelas dan rinci mengenai setiap langkah dari Jalan dan tentang tujuan yang kita cita citakan. Istilah Sangha berarti perhimpunan spiritual atau persahabatan spiritual, dan dalam pengertian teknis, mengacu pada mereka semua yang telah mencapai titik tanpa balik dalam Jalan, yakni para Pemenang Arus, Yang Kembali Sekali, Yang Tidak¬Kembali, dan Arahat (lihat 191,199). Karena mereka jauh lebih maju secara spiritual dibanding kita, maka mereka dapat sangat membantu kita dalam dengan menunjukkan hal hal yang belum kita lihat atau dengan menjelaskan hal hal yang tidak dapat kita pahami. Juga, kehadirannya mengisi kita dengan tenaga dan tekad sebab Pencapaian mereka memberi bukti bagi kita bahwa pelaksanaan itu berhasil, bahwa Jalan itu benar menuntun ke kesempurnaan. Tetapi, dalam pengertian umum, Sangha juga berarti mereka yang melaksanakan Dhamma dengan tulus dan bertanggung jawab, apakah dia bhikkhu, bhikkhuni atau penganut awam sekalipun. Banyak persoalan yang kita hadapi, yang tidak mesti memerlukan bantuan orang, Tercerahi untuk memecahkannya. Kadang ¬kadang kita cukup memerlukan bantuan sahabat sesama Buddhis yang sedikit lebih bijaksana dan lebih berwawasan dari pada kita sendiri. Sahabat sesama Buddhis dapat menawarkan persahabatan, ilham dan petunjuk, dan pada waktu yang sama memberi kita kesempatan untuk mengembangkan diri kita dengan berbagi dan membantu mereka. Bila kita telah siap untuk berperan serta di dalam persahabatan spiritual yang positif (dalam salah satu dari ke dua pengertian Sangha diatas), maka kita juga telah siap berlindung pada Sangha. Dengan demikian perlindungan pada Tiga Perlindungan memberi kita kekuatan, kepercayaan dan kepastian yang tidak dapat diberi oleb perlindungan yang lain. Sang Buddha bersabda :
Ke bukit suci, hutan suci dan belukar suci
Ke pohon suci dan ke kuil kuil
Orang orang pergi, karena tercekam takut.
Tapi tempat tempat itu bukanlah perlindungan aman
Bukan perlindungan terbaik
Tidak dengan pergi kesana
Seseorang akan bebas dari penderitaan.
Tapi siapapun yang berlindung
Di dalam Buddha, Dhamma dan Sangha
Akan mengerti kebijaksanaan
Empat Kebenaran Mulia
Penderitaan, penyebabnya, penanggulangannya
Dan Jalan Berjalur Delapan
Menuntun untuk mengatasinya
Dan inilah perlindungan yang aman,
Perlindungan terbaik.
Dengan berlindung disini,
Seseorang akan terbebas dari semua penderitaan
lanjutannya baca di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=968.msg14732#msg14732---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tambahan :
223. Legenda lain yang menyangkut Pencerahan sempurna adalah seperti yang dikisahkan dalam Khotbah Pencarian Agung (Ariyapariyesana Sutta). Dikatakan bahwa setelah Pencerahan, Sang Buddha bimbang, apakah akan mengajar apa yang telah ditemukannya atau tidak, sebab Beliau menyadari betapa sedikit manusia yang bisa memahami ajaran Nya. Tiba tiba, Brahma Sahampati muncul didepanNya, menundukkan kepala, dan berkata kepada Nya:
Pernah muncul di Magadha sebelum Engkau, Dharnma yang tak jelas dipikirkan oleh batin batin yang tidak murni. karenanya bukalah pintu keabadian, Agar semuanya dapat mendengarkan Dhamma yang diwujudkan oleh Yang Murni.
Seperti seorang berdiri di puncak gunung,
Memandang orang orang yang ada di bawah lembah,
Demikian pula, Oh, Yang bijaksana.
Mendaki bukit kebenaran dan bebas dari kesedihan
Lihatlah mereka yang ada dibawah
Terjebak kesedihan, kelahiran dan umur tua
Oleh karenanya bangkitlah Pahlawan, Pemenang perang
Engkau adalah pemimpin kafilah
Tanpa beban, pergi lebih jauh ke dunia ini
Ajarkanlah Dhamma, Yang Terberkahi Mereka yang mempelajarinya akan bertumbuh 4
Setelah mempertimbangkan imbauan Brahma Sahampati, Sang Buddha meneliti keseluruhan dunia.
Seperti yang telah Saya teliti di dunia ini dengan mata Buddha, Saya melihat makhluk makhluk yang sedikit debu di matanya, yang banyak debu dimatanya, yang indranya tajam, yang indranya tumpul, berwatak baik, berwatak buruk, bersifat pasif, bersifat aktif lbarat kolam berisi teratai biru, merah atau putih, dengan teratai yang masih bertunas dalam air, sedang tumbuh dalarn air, masih belum muncul dipermukaan air. 5
Setelah menilai kembali daya pikir manusia untuk mengerti
Dhamma, dan melihat bahwa sebagian dari manusia akan dapat memahaminya, Sang Buddha memutuskan untuk mengajarkannya. Dia mempermaklumkan pada Brahma Sahampati dan dunia:
Pintu pintu keabadian sekarang terbuka Hendaknya mereka yang dapat mendengar, memanfaatkan dengan keyakinan. 6
Istilah 'brahma' sebenarnya berarti 'tertinggi', dan tentunya
memang cinta kasih (metta) dan welas asih (karuna) adalah dua nilai yang luhur dari keluhuran tertinggi (brahma vihara) (lihat 158). Jadi, Brahma Sahampati adalah perlambang cinta kasih dan welas asih. Cintakasih dan welas asih lah yang menyebabkan Sang Buddha memutuskan untuk mengajar Dhamma yang telah ditemukan Nya.
224. Dua legenda terakhir yang akan kita teliti, menyangkut hari hari
terakhir Sang Buddha, yang bermaksud menggarisbawahi beberapa hal
yang penting. Legenda yang pertama adalah sarana pengingat kiasan¬
kiasan yang sering ada di dalam Tipitaka. Kiasan itu adalah tentang
Penyeberangan Arus.
Samsara sering diibaratkan sebagai sungai yang berbahaya arusnya, Nibbana adalah tepi yang aman diseberang sana, dan mereka yang telah Tercerahi adalah mereka yang berhasil menyeberangi sungai itu. Legenda itu ditemukan dalam Khotbah Nibbana akhir nan Agung (Mahaparinibbana Sutta), disebutkan bahwa khotbah ini disampaikan beberapa bulan sebelum Nibbana akhir (kemangkatan Sang Buddha ).
Sang Buddha pergi ke Sungai Gangga yang pada waktu Air sedang meluap sehingga burung gagak dapat minum darinya. Beberapa orang sedang mencari perahu, beberapa lainnya mencari rakit, beberapa lainnya lagi mengikat bambu untuk membuat rakit; agar dapat menyeberangi sungai itu. Tetapi semudah seorang yang kuat meluruskan lengannya dan membengkokkannya lagi, Sang Buddha menghilang di tepi sini dan muncul diseberang sana. Seraya memandang mereka yang sedang mencari bambu dan rakit, sang Buddha mengucapkan syair ini:
Bila ingin menyeberangi laut, sungai atau danau, Orang orang membuat jembatan atau rakit, Tetapi Yang Bijaksana telah berhasil menyeberang 7
225. Legenda yang ke dua sangat istimewa karena indah dan sangat bermakna. Terjadi ketika Sang Buddha berbaring di antara dua pohon sal, sesaat sebelum Nibbana akhir Nya.
Dan Sang Tuan berkata: " Ananda, siapkan pernbaringan menghadap ke arah ini di antara dua pohon sal, saya merasa kurang nyaman dan ingin berbaring." Ananda lalu melakukannya, Sang Buddha kernudian berbaring diatas sisi kanan Nya, satu kaki bersandar diatas lainnya, seperti posisi singa, sambil tetap mawas dan sadar. Lalu, tibatiba kedua pohon sal itu berbunga, walau bukan musimnya dan bunga bunga berjatuhan sebagai penghormatan pada Tathagata, disertai terdengarnya nyanyian dan musik surgawi, semuanya untuk menghon nati Tathagata.
Lalu Sang Buddha menoleh kepada Ananda dan berkata: "Lihatlah berkembangnya pohon sal dan bunga bunga surgawi, bubuk cendana, nyanyian dan musik. Tapi, ini bukanlah cara untuk menghormati, menjunjung, menyernbah, mengagungkan, dan menghargai dengan penghormatan tertinggi. Tapi, bhikkhu, bhikkhuni, serta umat awarn yang tenang dalam Dhamma, menjalani jalan Dharnma, melaksanakan Dhamma, merekalah yang menghormati, menjunjung, menyernbah, mengagungkan, dan menghargai dengan penghormatan tertinggi. Oleh karenanya, tenanglah dalam Dhamma, jalanilah jalan Dhamma, laksanakantah Dhamma. Inilah hendaknya cara engkau melatih dirimu sendiri." 8
Baik selama Sang Buddha masih hidup maupun berabad abad setelah Nibbana akhir Nya, orang orang menunjukkan rasa hormatnya dengan mempersembahkan bunga, dan kadang kadang diselingi dengan pelaksanaan upacara upacara yang rumit dan megah. Walau hal ini memang bermaksud baik, tapi kadang kadang penampilan luar seperti itu menyebabkan kita melupakan bahwa perubahan didalam batin adalah jauh lebih penting. Orang orang mungkin tidak pernah melupakan melepas sandal atau sepatunya sebelum memasuki ruangan vihara, namun melupakan bahwa kita hendaknya bertutur kata dengan jujur. Seorang Buddhis tradisional mungkin mencibirkan bibir pada orang yang mernegang dupa dengan cara yang tidak tepat, atau pada orang yang menyembah dengan cara yang salah atau pada mereka yang membacakan paritta dengan suara sumbang dan pengucapan yang salah; tapi dia sendiri tidak den nawan dalam uangnya ataujauh dari kejujuran dalam berdagang. Cerita diatas, yang juga dari Khotbah Nibbana akhir nan Agung (Mahaparinibbana Sutta), adalah sarana untuk mengingatkan kita, bahwa persembahan atau upacara hebat bagaimanapun tidaklah lebih penting dibanding dengan pelaksanaan Dhamma dengan tepat, dan bahwa cara penghormatan tertinggi yang dapat kita berikan pada Sang Buddha adalah dengan melaksanakan ajaran Nya.
Dasar pandangan agama Buddha hal 263-270
Karya Venerable S. Dhammika