//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Samyukta Agama - Tentang Pandangan-Pandangan & Pengetahuan Penetratif (Jilid 7)  (Read 14631 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Tentang Pandangan-Pandangan dan Pengetahuan Penetratif
Terjemahan Saṃyukta-āgama Kotbah 139 sampai 187 (Jilid 7)

Bhikkhu Anālayo

Abstaksi

Artikel ini menerjemahkan jilid keenam dari Saṃyukta-āgama, yang mengandung kotbah 139 sampai 187.<1>

[Kotbah-Kotbah Berhubungan tentang Pandangan-Pandangan]

139. [Kotbah Pertama tentang Kekhawatiran, Dukacita, Kekesalan, dan Kesakitan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah,<2> dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul dan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma. Semoga beliau menjelaskan hal ini sepenuhnya. Setelah mendengarnya, para bhikkhu akan menjunjung tinggi dan menerimanya dengan hormat.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan bentuk jasmani adalah sebabnya, dengan melekat pada bentuk jasmani, dengan dibelenggu dan terikat pada bentuk jasmani, dengan melihat bentuk jasmani sebagai diri, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul dan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

“Para bhikkhu, apakah yang kalian pikirkan, apakah bentuk jasmani adalah kekal atau ia tidak kekal?”

Mereka menjawab: “Ia tidak kekal, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lagi: “Apa yang tidak kekal, apakah ia adalah dukkha?”

Mereka menjawab: “Ia adalah dukkha, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha berkata:] “Dengan cara ini, para bhikkhu, apa yang tidak kekal adalah dukkha. Karena terdapat dukkha, dengan munculnya hal ini, terdapat yang dibelenggu, yang terikat, dan pandangan diri. Ini menyebabkan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang belum muncul menjadi muncul, dan ini menyebabkan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan yang telah muncul menjadi meningkat lebih jauh. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

“Oleh sebab itu, para bhikkhu, apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, [43a] indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, ini semua adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

“Lagi, apa yang dilihat, didengar, dialami, diketahui, dibangkitkan, dicari, diingat, diikuti dengan awal pikiran (vitakka), dan diikuti dengan kelangsungan pikiran (vicāra), semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.

“Jika terdapat pandangan bahwa suatu diri ada dan dunia ada, dan bahwa keberadaan dunia ini dan keberadaan dunia lain adalah kekal, abadi, dan tidak berubah – semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.

“Jika terdapat lagi pandangan bahwa dunia ini dan diri tidak ada, bahwa tidak ada milik diri di dunia ini, bahwa diri itu tidak akan ada pada masa depan dan apa pun milik diri itu tidak akan ada pada masa depan – semua itu adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Ini disebut kebijaksanaan benar.

“Seumpamanya seorang siswa mulia yang terpelajar memeriksa enam sudut pandang ini sebagai bukan diri dan bukan milik diri. Seseorang yang merenungkan dengan cara ini meninggalkan keragu-raguan sehubungan dengan Sang Buddha, meninggalkan keragu-raguan sehubungan dengan Dharma ... sehubungan dengan Komunitas (Sangha). Para bhikkhu, ini disebut seorang siswa mulia terpelajar yang tidak lagi melakukan suatu perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran yang akan membawa pada tiga tujuan buruk. Bahkan jika ia lalai, siswa mulia itu pasti berlanjut menuju pencerahan, dalam tujuh kehidupan kepergian dan kedatangan di antara para deva dan manusia ia akan mengakhiri dukkha.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.
« Last Edit: 07 May 2016, 10:34:44 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
140. [Kotbah Kedua tentang Kekhawatiran, Dukacita, Kekesalan, dan Kesakitan]

Kotbah berikutnya juga seperti ini, dengan perbedaan ini: ia meninggalkan keragu-raguan tentang dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan.

141. [Kotbah Ketiga tentang Kekhawatiran, Dukacita, Kekesalan, dan Kesakitan]

Kotbah berikutnya juga seperti ini, dengan perbedaan ini: ia meninggalkan keragu-raguan sehubungan dengan Sang Buddha, Dharma, Komunitas (Sangha), dan tentang dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan.

142. [Kotbah Pertama tentang Pandangan Diri dan Apa yang Menjadi Milik Diri]<3>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, keangkuhan-aku yang belum muncul dan dengan dibelenggu oleh kemelekatan pada diri dan apa yang menjadi milik diri menjadi muncul, dan keangkuhan-aku yang telah muncul dan dengan dibelenggu oleh kemelekatan pada diri dan apa yang menjadi milik diri menjadi meningkat lebih jauh?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama sampai dengan ... ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.<4>

143-144. [Kotbah Kedua dan Ketiga tentang Pandangan Diri dan Apa yang Menjadi Milik Diri]

Kotbah kedua dan ketiga juga seperti di atas.<5>

145. [Kotbah tentang Arus-Arus Kekotoran Batin dan Halangan Kebingungan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, [43b] dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, arus-arus [kekotoran batin] yang belum muncul, dengan dihalangi oleh dan terbakar dengan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan menjadi muncul, dan arus-arus [kekotoran batin] yang telah muncul, dengan dihalangi oleh dan terbakar dengan kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan menjadi meningkat lebih jauh?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
146. [Kotbah tentang Tiga Perasaan]<6>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, seseorang berputar-putar dalam tiga perasaan di dunia?”<7>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

147. [Kotbah tentang Tiga Jenis Dukkha]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, seseorang berputar-putar dalam tiga [jenis] dukkha di dunia?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

148. [Kotbah tentang Delapan Kondisi Duniawi]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, seseorang berputar-putar dalam delapan kondisi duniawi di dunia?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

149. [Kotbah Pertama tentang Merasa Lebih Tinggi]<8>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk hidup memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Aku adalah lebih tinggi, aku adalah sama, aku adalah lebih rendah’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

150. [Kotbah Kedua tentang Merasa Lebih Tinggi]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Terdapat seseorang yang lebih tinggi daripada diriku, terdapat seseorang yang sama dengan diriku, terdapat seseorang yang lebih rendah daripada diriku’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

151. [Kotbah Ketiga tentang Merasa Lebih Tinggi]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Tidak ada orang yang lebih tinggi daripada diriku, tidak ada orang yang sama dengan diriku, tidak ada orang yang lebih rendah daripada diriku’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
152. [Kotbah tentang Pandangan Keberadaan Diri]<9>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Diri, dunia ini dan dunia lain, ada dengan kekal, bersifat abadi dan tidak berubah, yang berdiam dengan damai seperti itu’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

153. [Kotbah tentang Tidak Ada Perbedaan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Dengan cara ini diriku dan yang lain sepenuhnya tidak mendua, tidak berbeda, tidak kurang dari itu’?”<10>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

154. [Kotbah tentang Pandangan Ketidakmanjuran Persembahan]<11>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Tidak ada [manfaat] persembahan, tidak ada [manfaat] pengorbanan, tidak ada [manfaat] pelafalan, tidak ada kemunculan di alam-alam yang baik atau kemunculan di alam-alam yang buruk sebagai akibat perbuatan-perbuatan, tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, tidak ada [kewajiban terhadap] ibu, tidak ada [kewajiban terhadap] ayah, tidak ada makhluk-makhluk hidup [yang muncul secara spontan], tidak ada para arahant di dunia ini yang telah sepenuhnya tiba dan sepenuhnya maju yang, dengan mengetahui dengan diri mereka sendiri di dunia ini dan dunia itu pada saat ini sepenuhnya berkembang dalam realisasi pribadi bahwa ‘kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan lebih jauh lagi’?”<12>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas. [44a]

155. [Kotbah tentang Pandangan Ketidakmanjuran Usaha]<13>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini:<14> ‘Tidak ada kekuatan, tidak ada usaha, tidak ada usaha keras, tidak ada manfaat pribadi, tidak ada usaha pribadi, tidak ada usaha bermanfaat pribadi, tidak ada yang dilakukan oleh diri sendiri, tidak ada yang dilakukan orang lain, tidak ada yang dilakukan diri sendiri dan orang lain; semua manusia, semua makhluk hidup, semua makhluk surgawi adalah tanpa manfaat, tanpa kekuatan, tanpa daya, tanpa usaha, tanpa usaha, tanpa kemampuan, yang ditakdirkan secara berturut-turut berubah dengan mengalami kenikmatan dan kesakitan dalam enam cara kelahiran’?”<15>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
156. [Kotbah tentang Pandangan Pemusnahaan Saat Kematian]<16>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Semua makhluk hidup yang berdiam di dunia ini akan dimusnahkan setelah kematian, akan dihancurkan, dan tidak akan ada. Seorang manusia adalah gabungan dari empat unsur, pada saat setelah kematian tubuh [unsur] tanah akan kembali ke tanah, [unsur] air akan kembali ke air, [unsur] api akan kembali ke api, [unsur] angin akan kembali ke angin, dan indera-indera akan oleh karenanya berlanjut ke angkasa.

“Empat orang dengan tandu sebagai yang kelimanya mengangkut mayat itu ke pemakaman ... sampai dengan ... ini dapat dipahami bahwa apa yang belum terbakar telah terbakar, dan [hanya] tulang-belulang berwarna seperti burung dara tersisa. Orang-orang sombong, yang membiarkan [orang lain] mengetahui tentang persembahan, dan orang-orang cerdik, yang membiarkan [orang lain] mengetahui tentang akibat jasa, apa yang mereka nyatakan sebagai ada semuanya adalah penipuan dan kebohongan. Apakah orang bodoh atau orang bijaksana, setelah kematian mereka keberadaan lain dimusnahkan, dihancurkan, dan tidak ada lagi’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

157. [Kotbah Pertama tentang Pandangan Tidak Ada Sebab-Akibat]<17>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Kekotoran makhluk-makhluk hidup adalah tanpa sebab dan tanpa kondisi’?”<18>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

158. [Kotbah Kedua tentang Pandangan Tidak Ada Sebab-Akibat]<19>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, [44b] dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Permunian makhluk-makhluk hidup adalah tanpa sebab dan tanpa kondisi’?”<20>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

159. [Kotbah Ketiga tentang Pandangan Tidak Ada Sebab-Akibat]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Adalah tanpa sebab dan tanpa kondisi sehingga makhluk-makhluk tidak memiliki pengetahuan dan tidak memiliki penglihatan’?”

Kemudian para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

160. [Kotbah Keempat tentang Pandangan Tidak Ada Sebab-Akibat]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: [‘Adalah tanpa sebab dan tanpa kondisi sehingga makhluk-makhluk memiliki pengetahuan dan penglihatan’]?”<21>

Kemudian para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
161. [Kotbah tentang Pandangan Tujuh Tubuh]<22>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Ini adalah tujuh tubuh, yang tidak diciptakan, tidak diciptakan oleh yang diciptakan, yang tidak berubah, tidak diubah oleh yang berubah, mereka tidak dibunuh, mereka tidak bergerak, mereka adalah kokoh.<23> Apakah tujuh hal itu? Yaitu, mereka adalah tubuh tanah, tubuh air, tubuh api, tubuh angin, kenikmatan, kesakitan, dan daya hidup.

“Tujuh jenis tubuh ini, yang tidak diciptakan, tidak diciptakan oleh yang diciptakan, yang tidak berubah, tidak diubah oleh yang berubah, mereka tidak dibunuh, mereka tidak bergerak, mereka adalah kokoh. Mereka tidak mengubah, tidak berubah, dan tidak menghalangi satu sama lain.

“Jika sesuatu adalah berjasa, jika ia adalah jahat, jika ia adalah berjasa dan jahat, jika ia adalah menyakitkan, jika ia adalah menyenangkan, jika ia adalah menyakitkan dan menyenangkan, [bahkan] jika seseorang memotong kepala [orang lain], tetapi ini bukan suatu bentuk kekerasan di dunia.

“Jika terdapat daya hidup dan [enam] tubuh [lainnya], dan di antara tujuh tubuh ini seseorang menaruh pisau, [dengan menggerakkannya] maju dan mundur, tetap seseorang tidak melukai daya hidup. Dalam hal itu tidak ada pembunuhan dan tidak ada pembunuh, tidak ada belenggu dan tidak ada orang yang dibelenggu, tidak ada pemikiran dan tidak ada pemikir, tidak ada ajaran dan tidak ada guru’?”<24>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

162. [Kotbah tentang Pandangan Berbuat]<25>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Bagi seseorang yang berbuat, mengajarkan [seseorang] untuk berbuat, menghancurkan, mengajarkan [seseorang] untuk menghancurkan, membakar, mengajarkan [seseorang] untuk membakar, membunuh, mengajarkan [seseorang] untuk membunuh, melukai makhluk-makhluk hidup, mencuri kekayaan orang lain, berperilaku seksual yang salah, dengan sengaja mengatakan kebohongan, meminum minuman keras, menghancurkan tembok atau menghancurkan kunci [pintu] untuk mencuri, berbalik di jalan [untuk menyerang seseorang],<26> menyerang sebuah desa, menyerang sebuah kota,<27> melukai orang-orang dengan menggunakan sebuah roda dengan mata pisau yang sangat tajam untuk memotong,<28> menyayat, mencincang, dan mengiris mereka, dengan membuat tumpukan besar daging, bagi seseorang yang melakukan praktek-praktek demikian tidak ada kejahatan karena hal ini, dan juga tidak menyebabkan keburukan. Dengan pergi sepanjang [tepi] selatan sungai Gangga membunuh dan melukai, atau dengan datang sepanjang [tepi] selatan sungai Gangga melakukan pengorbanan besar, karena hal itu tidak ada jasa atau kejahatan dan tidak ada  sebab jasa atau kejahatan. Dengan memberikan persembahan, mendisiplinkan diri sendiri, melindungi [orang lain], berbuat demi manfaat [orang lain] atau demi manfaat bersama, dengan perbuatan-perbuatan ini seseorang tidak melakukan jasa’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

163. [Kotbah tentang Pandangan Empat Belas Ratus Ribu]<29>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini:<30> ‘Dalam hal ini terdapat empat belas ratus ribu gerbang menuju kelahiran [dan juga] enam puluh ribu enam ratus [gerbang menuju kelahiran], lima perbuatan, tiga perbuatan, dua perbuatan, satu perbuatan, dan setengah perbuatan, enam puluh dua jalan, enam puluh dua kalpa kecil, seratus dua puluh neraka, seratus tiga puluh indria,<31> tiga puluh enam unsur nafsu,<32> empat puluh sembilan kediaman para naga (nāga), empat puluh sembilan ribu kediaman burung surgawi (garuḍa), empat puluh sembilan ribu bentuk peninggalan keduniawian bagi para praktisi ajaran lain, tujuh kalpa yang mudah memahami, tujuh kalpa yang tidak mudah memahami, tujuh [jenis] setan (asura), tujuh [jenis] hantu (pisāca), tujuh [jenis] deva, tujuh [jenis] manusia, tujuh ratus [jenis] manusia,<34> tujuh [jenis] mimpi, tujuh ratus [jenis mimpi], tujuh [jenis] bahaya, tujuh ratus [jenis] bahaya, tujuh [jenis] pemikiran, tujuh ratus [jenis] pemikiran, enam [jenis] kelahiran, sepuluh [jenis] kemajuan, dan delapan tingkat manusia besar.

“Dalam hal ini terdapat delapan puluh empat ribu kalpa besar, di mana orang-orang bodoh dan orang-orang bijaksana datang dan pergi sampai akhir dukkha sepenuhnya. Tidak ada pertapa atau brahmana yang dapat menyatakan hal ini: ‘Dengan terus-menerus menjunjung tinggi moralitas dan menjalankan pertapaan keras, dengan mengembangkan kehidupan suci, aku akan mematangkan perbuatan yang belum matang, dan meninggalkan perbuatan yang telah matang.’

“Maju dan mundurnya [pada jalan pemurnian] tidak dapat diketahui. Seseorang dengan terus-menerus hidup dengan kesakitan dan kenikmatan, yang terlahir dan meninggal dunia selama sejumlah [masa] yang tetap. Ini seperti halnya jika sebuah bola benang yang dilemparkan ke angkasa dan perlahan-lahan jatuh ke bawah sampai ia diam dengan sendirinya di tanah. Jumlah [masa] yang tetap dari seseorang yang terlahir dan meninggal dunia dalam delapan puluh empat ribu kalpa besar adalah seperti itu’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas. [45a]
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
164. [Kotbah tentang Pandangan bahwa Angin tidak Bertiup]<35>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Angin tidak bertiup, api tidak membakar, air tidak mengalir, panah tidak menembak, wanita hamil tidak melahirkan, susu tidak [berasal dari] menarik [ambing sapi], matahari dan bulan tidak dapat diketahui apakah mereka terbit atau terbenam, apakah ia cerah atau gelap’?”<36>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

165. [Kotbah tentang Pandangan mengenai Brahmā Agung]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Ini adalah Brahmā agung, pencipta tertinggi yang ada dengan sendirinya, bapak dari makhluk-makhluk hidup’?”<37>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

166. [Kotbah Pertama tentang Pandangan bahwa Diri Terdiri dari Bentuk]<38>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Diri terdiri dari bentuk, apa pun yang lain adalah salah; diri adalah tanpa bentuk, apa pun yang lain adalah salah; diri memiliki bentuk dan tanpa bentuk, apa pun yang lain adalah salah; diri tidak memiliki bentuk juga bukan tanpa bentuk, apa pun yang lain adalah salah; diri adalah terbatas, apa pun yang lain adalah salah; diri adalah tidak terbatas, apa pun yang lain adalah salah; diri adalah terbatas dan tidak terbatas, apa pun yang lain adalah salah; diri adalah bukan terbatas juga bukan tidak terbatas, apa pun yang lain adalah salah; [diri adalah] dengan persepsi yang menyatu ... dengan persepsi yang beranekaragam ... dengan persepsi bermacam-macam ... dengan persepsi tanpa batas [, apa pun yang lain adalah salah]; diri adalah sepenuhnya kebahagiaan ... sepenuhnya penderitaan ... kebahagiaan dan penderitaan ... bukan kebahagiaan juga bukan penderitaan’?”<39>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

167. [Kotbah Kedua tentang Pandangan bahwa Diri Terdiri dari Bentuk]<40>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Diri [terdiri dari] bentuk, apa pun yang lain adalah gagasan salah; diri [adalah tanpa bentuk ... memiliki bentuk dan tanpa bentuk] ... tidak memiliki bentuk juga bukan tanpa bentuk, [45b] apa pun yang lain adalah gagasan salah; diri adalah terbatas, apa pun yang lain adalah gagasan salah; diri adalah tidak terbatas, apa pun yang lain adalah gagasan salah; diri [adalah terbatas dan tidak terbatas] ... bukan terbatas juga bukan tidak terbatas, apa pun yang lain adalah gagasan salah; [diri adalah] dengan persepsi yang menyatu ... dengan persepsi yang beranekaragam ... dengan persepsi yang sempit ... dengan persepsi tidak terbatas, [apa pun yang lain adalah gagasan salah]; diri adalah sepenuhnya kebahagiaan ... sepenuhnya penderitaan ... kebahagiaan dan penderitaan ... bukan kebahagiaan juga bukan penderitaan, [apa pun yang lain adalah gagasan salah]’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
168. [Kotbah tentang Pandangan bahwa Dunia adalah Kekal]<41>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Dunia adalah kekal,<42> dunia adalah tidak kekal, dunia adalah kekal dan tidak kekal, dunia adalah bukan kekal juga bukan tidak kekal; dunia adalah terbatas, dunia adalah tidak terbatas, dunia adalah terbatas dan tidak terbatas, dunia adalah bukan terbatas juga bukan tidak terbatas; jiwa adalah sama dengan tubuh, jiwa berbeda dari tubuh; Sang Tathāgata ada setelah kematian, Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian, Sang Tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian, Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian’?”<43>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

169. [Kotbah tentang Pandangan bahwa Diri dan Dunia adalah Kekal]<44>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Diri dan dunia adalah kekal, diri dan dunia adalah tidak kekal, diri dan dunia adalah kekal dan tidak kekal, diri dan dunia adalah bukan kekal juga bukan tidak kekal; diri adalah secara kekal ditanggung, diri adalah tidak secara kekal ditanggung, diri adalah secara kekal dan tidak kekal ditanggung, diri adalah bukan secara kekal juga bukan secara tidak kekal ditanggung; diri dan dunia adalah tercipta dengan sendirinya, diri dan dunia adalah diciptakan oleh orang lain, diri dan dunia adalah tercipta dengan sendiri dan diciptakan oleh orang lain, diri dan dunia adalah bukan tercipta dengan sendirinya juga bukan diciptakan orang lain, yang diciptakan tanpa kondisi;<45> diri dan dunia adalah ditanggung dan tercipta dengan sendirinya, diri dan dunia adalah ditanggung dan tercipta oleh orang lain, diri dan dunia adalah ditanggung, tercipta dengan sendirinya dan diciptakan oleh orang lain, diri dan dunia adalah ditanggung, bukan tercipta dengan sendirinya juga bukan diciptakan oleh orang lain, yang diciptakan tanpa kondisi’?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

170. [Kotbah tentang Pandangan mengenai Nirvāṇa di Sini dan Sekarang]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Jika seseorang tidak menikmati lima kesenangan indera, maka itu adalah Nirvāṇa di sini dan sekarang; [45c] jika terasing dari keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dan dengan kegembiraan dan sukacita yang lahir dari keterasingan, seseorang memasuki jhāna pertama ... sampai dengan ... jhāna keempat, maka itu adalah tujuan tertinggi dari Nirvāṇa’?”<46>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.

171. [Kotbah tentang Pandangan Pemusnahan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kelangsungan dari sebab apakah, dengan melekat pada apakah, dengan dibelenggu dan terikat pada apakah, dengan melihat apakah sebagai diri, makhluk-makhluk memiliki pandangan seperti ini dan berkata seperti ini: ‘Jika tubuh kasar yang terbuat dari empat unsur [setelah kematian] dihancurkan dan menjadi tidak ada, itu disebut pemusnahan diri yang benar; lagi jika diri dari alam indera setelah kematian dihancurkan dan menjadi tidak ada, itu disebut pemusnahan diri yang benar; lagi jika diri dari alam berbentuk setelah kematian dihancurkan dan menjadi tidak ada, itu disebut pemusnahan diri yang benar; jika setelah mencapai alam ruang [tidak terbatas] ... alam kesadaran [tidak terbatas] ... alam kekosongan ... alam bukan-persepsi-juga-bukan-tanpa-persepsi, diri setelah kematian dihancurkan dan menjadi tidak ada, itu disebut pemusnahan diri yang benar’?”<47>

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā adalah akar Dharma, mata Dharma, landasan Dharma ...” diulangi dengan lengkap dengan cara yang sama dalam urutan dari tiga kotbah di atas.<48>
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
[Kotbah-Kotbah Berhubungan tentang Pengetahuan Penetratif]

172. [Kotbah Pertama tentang Melenyapkan Hal-Hal yang Tidak Kekal]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kalian seharusnya melenyapkan hal-hal yang tidak kekal itu. Setelah melenyapkan hal-hal itu akan menjadi manfaat dan kesejahteraan kalian, untuk kedamaian dan kebahagiaan kalian selama waktu yang lama. Apakah hal-hal yang tidak kekal? Bentuk jasmani adalah tidak kekal, perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran adalah tidak kekal.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

173. [Kotbah Kedua tentang Melenyapkan Hal-Hal yang Tidak Kekal]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kalian seharusnya melenyapkan hal-hal yang tidak kekal dari masa lampau. Setelah melenyapkan hal-hal itu akan menjadi manfaat dan kesejahteraan kalian, untuk kedamaian dan kebahagiaan kalian selama waktu yang lama. Apakah hal-hal yang tidak kekal dari masa lampau? Bentuk jasmani masa lampau adalah hal yang tidak kekal, nafsu masa lampau [terhadapnya] adalah hal yang tidak kekal. Kalian seharusnya melenyapkan hal-hal itu. Setelah melenyapkan hal-hal itu akan menjadi manfaat dan kesejahteraan kalian, untuk kedamaian dan kebahagiaan kalian selama waktu yang lama.

Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Dengan cara yang sama [kotbah-kotbah seharusnya diulangi] tentang [hal-hal] masa depan ... masa sekarang ... masa lampau dan masa sekarang ... masa depan dan masa sekarang ... masa lampau dan masa depan ... masa lampau, masa depan, dan masa sekarang [seharusnya ditinggalkan].
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
174. [Kotbah tentang Mencari Sang Guru Agung]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. [46a]

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Demi tujuan melenyapkan hal-hal yang tidak kekal, seseorang seharusnya mencari sang guru agung. Apakah hal-hal yang tidak kekal? Yaitu, bentuk jasmani adalah hal yang tidak kekal. Demi tujuan melenyapkan hal itu, seseorang seharusnya mencari sang guru agung.

Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Dengan cara yang sama [demi tujuan melenyapkan hal-hal yang tidak kekal dari] masa lampau ... masa depan ... masa sekarang ... masa lampau dan masa depan .... masa lampau dan masa sekarang ... masa depan dan masa sekarang ... masa lampau, masa depan, dan masa sekarang, seseorang seharusnya mencari sang guru agung.<49> Delapan jenis kotbah [seluruhnya] dengan cara yang sama.

[Seperti halnya seseorang mencari sang guru agung, dengan cara yang sama] dalam berbagai cara [kotbah-kotbah seharusnya diulangi] tentang: “seseorang yang mengajar sesuai dengan itu”, “seseorang yang damai”, “seseorang yang sangat damai”, “seseorang yang sepenuhnya damai”, “seseorang yang telah menguasai”, “seseorang yang telah sepenuhnya menguasai”, “seseorang yang menjelaskan”, “seseorang yang secara luas menjelaskan”, “seseorang yang menjelaskan sesuai dengan itu”, “seseorang yang adalah seorang sahabat kedua”, “sang sahabat sejati”, “seseorang yang dapat dipercaya”, “seseorang dengan empati”, “seseorang yang berbelas kasih”, “seseorang yang mulia dalam makna”, “seseorang yang mulia dalam kenyamanan”, “seseorang [yang mulia dalam] kebahagiaan”, “seseorang yang mulia dalam pengalaman”, “seseorang yang mulia dalam ketenangan”, “seseorang yang mengharapkan [kesejahteraan orang lain]”, “seseorang yang bersemangat”, “seseorang yang terampil”, “seseorang yang sangat bijaksana”, “seseorang yang sungguh bijaksana”, “seseorang yang kokoh”, “seseorang yang kuat”, “seseorang yang tekun”, “seseorang yang berani”, “seseorang yang secara jasmani dan batin berani”,<50> “seseorang yang sulit ditaklukkan”, “seseorang yang mau menerima”, “seseorang yang terus-menerus melatih dirinya sendiri”, “seseorang yang tidak lalai”, “seseorang yang berlatih”, “seseorang yang penuh perhatian”, “seseorang yang penuh kesadaran”, “seseorang yang tercerahkan”, “seseorang yang memahami”, “seseorang yang mengetahui”, “seseorang yang bijaksana”, “seseorang yang fasih berbicara”, “seseorang yang penuh pertimbangan”, “seseorang yang menjalankan kehidupan suci”, “seseorang dengan [landasan-landasan] kekuatan batin”, “seseorang yang berkembang dalam perhatian”, “seseorang dengan usaha benar”, “seseorang dengan [lima] indria”, “seseorang dengan [lima] kekuatan”, “seseorang dengan [tujuh faktor] pencerahan”, “seseorang dengan [delapan faktor] sang jalan”, “seseorang dengan ketenangan”, “seseorang dengan pandangan terang”, “seseorang dengan perhatian terhadap tubuh”, “seseorang dengan perenungan benar”, delapan kotbah juga diulangi masing-masing seperti di atas.

Seperti halnya “makna melenyapkan [apa yang tidak kekal]”, dengan cara yang sama “makna memahami [apa yang tidak kekal]”, “makna memadamkan [apa yang tidak kekal]”, “makna memuntahkan keluar [apa yang tidak kekal]”, “makna mengakhiri [apa yang tidak kekal]”, “makna melepaskan [apa yang tidak kekal]” juga seperti ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
175. [Kotbah tentang Kepala dan Pakaian Seseorang yang Terbakar]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan, meninggalkan, melenyapkan, dan menghentikan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, ia seharusnya dengan rajin mencari sang guru agung. Demi tujuan melenyapkan hal-hal apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya dengan rajin mencari sang guru agung? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, seseorang seharusnya dengan rajin mencari sang guru agung. Demi melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran, seseorang seharusnya dengan rajin mencari sang guru agung.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “seseorang seharusnya melenyapkan apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “[seseorang seharusnya melenyapkan] apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, dengan cara ini delapan jenis kotbah tentang perumpamaan menyelamatkan kepala seseorang diulangi secara lengkap seperti di atas.

Seperti halnya seseorang mencari sang guru agung, dengan cara yang sama dalam berbagai cara mencari: “seseorang yang mengajar”, “seseorang yang mengajar sesuai dengan itu”, diulangi secara lengkap seperti di atas.

Seperti halnya untuk “makna melenyapkan [apa yang tidak kekal]”, dengan cara yang sama untuk “makna memadamkan [apa yang tidak kekal]”, [46b] “makna memuntahkan keluar [apa yang tidak kekal]”, “makna mengakhiri [apa yang tidak kekal]”, “makna melepaskan [apa yang tidak kekal]”, “makna menghentikan [apa yang tidak kekal]”, “makna menghilangkan [apa yang tidak kekal]”, juga seperti ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
176. [Kotbah Pertama tentang Mengembangkan Perenungan terhadap Tubuh]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Demi tujun melenyapkan hal-hal yang tidak kekal, seseorang karenanya seharusnya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh.<51> Apakah hal-hal yang tidak kekal? Yaitu, bentuk jasmani adalah tidak kekal. Demi tujun melenyapkan hal itu, seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh. Dengan cara yang sama perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran adalah tidak kekal. Demi tujuan melenyapkan hal itu, seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “[bentuk jasmani] adalah tidak kekal”, dengan cara yang sama “bentuk jasmani masa lampau adalah tidak kekal”, “bentuk jasmani masa depan [adalah tidak kekal]”, “bentuk jasmani masa sekarang [adalah tidak kekal]”, “bentuk jasmani masa lampau dan masa depan [adalah tidak kekal]”, “bentuk jasmani masa lampau dan masa sekarang [adalah tidak kekal]”, “bentuk jasmani masa depan dan masa sekarang [adalah tidak kekal]”, “bentuk jasmani masa lampau, masa depan, dan masa sekarang adalah tidak kekal. Demi tujuan melenyapkan [hal] itu, seseorang karenanya seharusnya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh.<52> Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

Seperti halnya “[seseorang seharusnya] karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh” dalam delapan cara, dengan cara yang sama “[seseorang seharusnya] karenanya berkembang dalam perenungan tubuh eksternal sebagai tubuh”, “dalam perenungan tubuh internal dan eksternal sebagai tubuh”, “dalam perenungan perasaan internal sebagai perasaan”, “dalam perenungan perasaan eksternal sebagai perasaan”, “dalam perenungan perasaan internal dan eksternal sebagai perasaan”, “dalam perenungan keadaan mental internal sebagai keadaan mental”, “dalam perenungan keadaan mental eksternal sebagai keadaan mental”, “dalam perenungan keadaan internal dan eksternal sebagai keadaan mental”, “dalam perenungan dharma internal sebagai dharma”, “dalam perenungan dharma eksternal sebagai dharma”, “dalam perenungan dharma internal dan eksternal sebagai dharma”, delapan kotbah juga diulangi untuk masing-masing hal ini seperti di atas.

Seperti halnya untuk “makna berlatih empat penegakan perhatian untuk melenyapkan apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama untuk “makna karenanya berlatih empat penegakan perhatian untuk memahami [apa yang tidak kekal]”, “makna memadamkan [apa yang tidak kekal]”, “makna memuntahkan keluar [apa yang tidak kekal]”, “makna mengakhiri [apa yang tidak kekal]”, “makna melepaskan [apa yang tidak kekal]”, “makna menghentikan [apa yang tidak kekal]”, “makna menghilangkan [apa yang tidak kekal]”, juga diulangi seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
177. [Kotbah Kedua tentang Mengembangkan Perenungan terhadap Tubuh]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan apakah seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh?

Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, seseorang seharusnya karenanya berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh.” Diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat. [46c]

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, dengan cara ini delapan kotbah [diulangi] tentang “berkembang dalam perenungan tubuh internal sebagai tubuh”. Dengan cara yang sama delapan kotbah [diulangi] tentang “berkembang dalam perenungan tubuh eksternal sebagai tubuh”. Dengan cara yang sama delapan kotbah diulangi seperti di atas tentang “berkembang dalam perenungan tubuh internal dan eksternal sebagai tubuh”.

Seperti halnya dua puluh empat kotbah tentang pengembangan perhatian terhadap tubuh, dengan cara yang sama dua puluh empat kotbah diulangi seperti di atas tentang pengembangan perhatian terhadap perasaan, pengembangan perhatian terhadap keadaan mental, dan pengembangan perhatian terhadap dharma.

Seperti halnya sembilan puluh enam kotbah tentang
“melenyapkan apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, sembilan puluh enam kotbah juga diulangi untuk masing-masing ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
178. [Kotbah tentang Keadaan-Keadaan Jahat dan Tidak Bermanfaat yang Telah Muncul]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan,<53> ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, ia seharusnya melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat yang telah muncul, membangkitkan keinginan dan semangat, dengan memegang pikiran untuk membuatnya tumbuh.

Demi tujuan melenyapkan keadaan apakah yang tidak kekal dan demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat apakah yang telah muncul seseorang seharusnya membangkitkan keinginan dan semangat, dengan memegang pikiran untuk membuatnya tumbuh? Yaitu, seseorang seharusnya oleh sebab itu melenyapkan bentuk jasmani ... perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, agar dapat melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat yang telah muncul, dengan membangkitkan keinginan dan semangat, memegang pikiran untuk membuatnya tumbuh.” Diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya kotbah tentang “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya “seseorang seharusnya oleh sebab itu melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat yang telah muncul”, dengan cara yang sama “untuk ketidakmunculan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat yang belum muncul”, “untuk kemunculan keadaan-keadaan bermanfaat yang belum muncul”, “untuk meningkatkan keadaan-keadaan bermanfaat yang telah muncul, seseorang membangkitkan keinginan dan semangat, dengan memegang pikiran untuk membuatnya tumbuh”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya tiga puluh dua kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, tiga puluh dua kotbah diulangi untuk masing-masing dari ini secara lengkap seperti di atas. [47a]
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
179. [Kotbah tentang Landasan Kekuatan Batin dari Keinginan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan landasan kekuatan batin yang dipenuhi dengan konsentrasi yang disebabkan oleh keinginan dan bentukan [kehendak] berusaha. Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal? Yaitu, seseorang seharusnya melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, seseorang seharusnya melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, demi tujuan ini seseorang seharusnya mengembangkan landasan kekuatan batin yang dipenuhi dengan konsentrasi yang disebabkan oleh keinginan dan bentukan [kehendak] berusaha.”

Seperti halnya dalam kotbah-kotbah [lainnya] diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya untuk “mengembangkan [landasan kekuatan batin yang dipenuhi] dengan konsentrasi yang disebabkan keinginan”, dengan cara yang sama untuk “[mengembangkan landasan kekuatan batin yang dipenuhi] dengan konsentrasi yang disebabkan semangat”, “[mengembangkan landasan kekuatan batin yang dipenuhi] dengan konsentrasi yang disebabkan pikiran”, “[mengembangkan landasan kekuatan batin yang dipenuhi] dengan konsentrasi yang disebabkan perenungan” juga [diulangi] dengan cara yang sama.

Seperti halnya tiga puluh dua kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, tiga puluh dua kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
180. [Kotbah tentang Indria Keyakinan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan indria keyakinan (saddhā). Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal? Yaitu, seseorang seharusnya melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, seseorang seharusnya melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, demi tujuan ini seseorang seharusnya mengembangkan indria keyakinan.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “[seseorang seharusnya melenyapkan] apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, [47b] “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, [kotbah-kotbah] juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “indria keyakinan”, dengan cara yang sama tentang “mengembangkan indria semangat”, “indria perhatian”, “indria konsentrasi”, “indria kebijaksanaan”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya empat puluh kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, empat puluh kotbah juga diulangi seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
181. [Kotbah tentang Kekuatan Keyakinan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan kekuatan keyakinan (saddhā). Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan kekuatan keyakinan? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan kekuatan keyakinan. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, seseorang seharusnya mengembangkan kekuatan keyakinan.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya tentang “kekuatan keyakinan”, dengan cara yang sama tentang “kekuatan semangat”, “kekuatan perhatian”, “kekuatan konsentrasi”, “kekuatan kebijaksanaan”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya empat puluh kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, empat puluh kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
182. [Kotbah tentang Faktor Pencerahan Perhatian]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan faktor pencerahan perhatian. Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan faktor pencerahan perhatian? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan faktor pencerahan perhatian. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, [47c] [oleh sebab itu] seseorang seharusnya mengembangkan faktor pencerahan perhatian.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “faktor pencerahan perhatian”, dengan cara yang sama tentang “faktor pencerahan pembedaan dharma”, “faktor pencerahan semangat”, “faktor pencerahan sukacita”, “faktor pencerahan ketenangan”, “faktor pencerahan keseimbangan”, “faktor pencerahan konsentrasi”,<54> delapan kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.

Seperti halnya lima puluh enam kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, lima puluh enam kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
183. [Kotbah tentang Pandangan Benar]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan pandangan benar. Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan pandangan benar? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan pandangan benar. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, seseorang seharusnya mengembangkan pandangan benar.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, [kotbah-kotbah] juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “pandangan benar”, dengan cara yang sama tentang “kehendak benar”, “ucapan benar”, “perbuatan benar”, “penghidupan benar”, “usaha benar”, “perhatian benar”, “konsentrasi benar”, delapan kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.

Seperti halnya enam puluh empat kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, enam puluh empat kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
184. [Kotbah tentang Sang Jalan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, [48a] apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang tanpa sisa. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan [pandangan terang ke dalam] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan. Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan [pandangan terang ke dalam] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, seseorang seharusnya mengembangkan [pandangan terang ke dalam] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal, seseorang seharusnya mengembangkan [pandangan terang ke dalam] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, [kotbah-kotbah] juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “[pandangan terang ke dalam] dukkha, munculnya, lenyapnya, dan sang jalan”, dengan cara yang sama tentang [“jalan yang tidak segera yang menyakitkan”], “jalan yang segera yang menyakitkan”, “jalan yang tidak segera yang menyenangkan”, “jalan yang segera yang menyenangkan”, delapan kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.<55>

Seperti halnya tiga puluh dua kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, tiga puluh dua kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
185. [Kotbah tentang Kebosanan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang tanpa sisa. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan suatu ungkapan Dharma tentang ketiadaan nafsu. Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan suatu ungkapan Dharma tentang ketiadaan nafsu? Yaitu, seseorang seharusnya, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal, mengembangkan suatu ungkapan Dharma tentang ketiadaan nafsu. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan suatu ungkapan Dharma tentang ketiadaan nafsu.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, [kotbah-kotbah] juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “seseorang seharusnya mengembangkan suatu ungkapan Dharma tentang ketiadaan nafsu”, dengan cara yang sama “ungkapan-ungkapan yang benar dan ungkapan Dharma tentang ketiadaan kebencian” dan “tentang ketiadaan delusi”, [48b] delapan kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.

Seperti halnya dua puluh empat kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, dua puluh empat kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.
« Last Edit: 07 May 2016, 11:03:12 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
186. [Kotbah tentang Ketenangan]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Seperti halnya jika serban seseorang terbakar oleh api, apakah yang dapat membantunya?”

Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, ia seharusnya membangkitkan keinginan, ketekunan, dan semangat tertinggi pada waktu itu untuk membantunya guna memadamkan api itu.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Walaupun seseorang mungkin masih lupa tentang serbannya yang terbakar, ia seharusnya memadamkan dan melenyapkan api ketidakkekalan yang sedang berkembang. Demi tujuan melenyapkan api ketidakkekalan, seseorang seharusnya mengembangkan ketenangan (samatha). Demi tujuan melenyapkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan ketenangan? Yaitu, demi tujuan melenyapkan bentuk jasmani yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan ketenangan. Demi tujuan melenyapkan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran yang tidak kekal seseorang seharusnya mengembangkan ketenangan.”

Dengan cara ini diulangi secara lengkap sampai dengan: Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”, dengan cara yang sama “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa depan”, apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa depan dan masa sekarang”, “apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang”, [kotbah-kotbah] juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya delapan kotbah tentang “mengembangkan ketenangan”, dengan cara yang sama untuk “mengembangkan pandangan terang”, delapan kotbah juga diulangi seperti di atas.

Seperti halnya enam belas kotbah tentang “seseorang seharusnya melenyapkan”, dengan cara yang sama untuk “seseorang seharusnya memahami”, “seseorang seharusnya memuntahkan keluar”, “seseorang seharusnya memadamkan”, “seseorang seharusnya mengakhiri”, “seseorang seharusnya melepaskan”, “seseorang seharusnya menghentikan”, “seseorang seharusnya menghilangkan”, enam belas kotbah juga diulangi untuk masing-masing dari ini seperti di atas.

[Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:]<56>

“Ini seharusnya dipahami sebagaimana adanya bahwa apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, ini semua adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [di dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya].

Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

Seorang siswa mulia terpelajar yang dengan benar merenungkan dengan cara ini membangkitkan kekecewaan sehubungan dengan bentuk jasmani, membangkitkan kekecewaan sehubungan dengan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran. Dengan menjadi kecewa, ia tidak menyenanginya. Karena tidak menyenanginya, ia terbebaskan. Dengan terbebaskan ia mengetahui dan melihat: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan lebih jauh lagi’.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “apa yang tidak kekal”,<57> dengan cara yang sama untuk “apa yang bergemetar”, “apa yang berputar-putar”, “apa yang berpenyakit”, “apa yang melapuk”, “apa yang dengan cepat dilemparkan”, “apa yang membusuk”, “apa yang adalah bahaya langsung”, “apa yang tidak bertahan [lama]”, “apa yang tidak damai”, “apa yang berubah”, “apa yang menyebabkan kesengsaraan”, “apa yang adalah malapetaka”, “apa yang adalah kejahatan Māra”, “apa yang berada dalam kekuasaan Māra”, “apa yang adalah perlengkapan Māra”, “apa yang bagaikan busa”, “apa yang bagaikan gelembung”, “apa yang bagaikan batang pohon pisang”, “apa yang bagaikan ilusi sihir”, “apa yang lemah”, “apa yang merusak”, “apa yang adalah serangan pembunuh”, [48c] “apa yang [bagaikan] sebilah pedang”, “apa yang dirudung keirihatian”, “apa yang memiliki ciri menjadi rusak”, “apa yang menyusut”, “apa yang tua renta”, “apa yang adalah belenggu”, “apa yang terpukul”, “apa yang adalah luka ganas”, “apa yang adalah bisul”, “apa yang adalah duri tajam”, “apa yang adalah kesengsaraan”, “apa yang adalah hukuman”, “apa yang adalah rintangan”, “apa yang adalah kesempatan bagi kesedihan”, “apa yang menyedihkan”, “apa yang adalah teman buruk”, “apa yang adalah dukkha”, “apa yang kosong”, “apa yang bukan diri”, “apa yang bukan milik diri”, “apa yang adalah musuh”, “apa yang adalah rantai”, “apa yang tidak bermanfaat”, “apa yang tidak nyaman”, “apa yang adalah siksaan”, “apa yang tidak menyediakan bantuan”, “apa yang bukan suatu pulau [perlindungan]”, “apa yang tidak [menyediakan] pelindung”, “apa yang tidak dapat dipercaya”, “apa yang bukan perlindungan”, “apa yang bersifat kelahiran”, “apa yang bersifat usia tua”, “apa yang bersifat penyakit”, “apa yang bersifat kematian”, “apa yang bersifat dukacita”, “apa yang bersifat dirudung oleh dukkha”, “apa yang bersifat tidak berdaya”, “apa yang bersifat lemah”, “apa yang bersifat tidak diinginkan”, “apa yang bersifat menggoda”, “apa yang bersifat [perlu] disembuhkan”, “apa yang bersifat dukkha”, “apa yang bersifat dapat membunuh”, “apa yang bersifat menjengkelkan”, “apa yang bersifat demam”, “apa yang bersifat memiliki karakteristik”, “apa yang bersifat tertiup”, “apa yang bersifat digenggam”, “apa yang bersifat jurang yang dalam”, “apa yang bersifat kesulitan yang kasar”, “apa yang bersifat salah”, “apa yang bersifat kejam”, “apa yang bersifat dengan nafsu”, “apa yang bersifat dengan kebencian”, “apa yang bersifat dengan delusi”, “apa yang bersifat goyah”, “apa yang bersifat terbakar”, “apa yang bersifat halangan”, “apa yang bersifat bencana”, “apa yang bersifat muncul”, “apa yang bersifat lenyap”, “apa yang bersifat [seperti] tumbukan tulang”, “apa yang bersifat [seperti] sepotong daging”, “apa yang bersifat memegang sebuah obor [yang menyala] [melawan angin]”, “apa yang bersifat lubang yang berapi-api”, “apa yang bagaikan seekor ular berbisa”, “apa yang bagaikan mimpi”, “apa yang bagaikan pinjaman”,<58> “apakah yang bagaikan buah di sebuah pohon”, “apa yang bagaikan tukang jagal sapi”, “apa yang bagaikan pembunuh”, “apa yang bagaikan disentuh oleh embun”, “apa yang bagaikan air yang menggenang”, “apa yang bagaikan arus deras”, “apa yang bagaikan benang yang dipintal”, “apa yang bagaikan roda yang bergerak di air”,<59> “apa yang bagaikan tongkat yang dilemparkan ke atas [ke udara]”, “apakah yang bagaikan botol dengan racun”, “apa yang bagaikan batang pohon yang diracun”, “apa yang bagaikan bunga yang diracun”, “apa yang bagaikan buah yang diracun”, “apa yang tergoyahkan oleh kesengsaraan”.

“Dengan cara ini, para bhikkhu, engkau seharusnya mengembangkan ketenangan dan pandangan terang” ... sampai dengan ... “untuk melenyapkan apa yang tidak kekal dan berasal dari masa lampau, masa depan, dan masa sekarang” ... sampai dengan ... “menghentikannya” dan “menghilangkannya”.

“Demi tujuan melenyapkan ... sampai dengan ... menghilangkan dan menghilangkan keadaan-keadaan apakah yang tidak kekal kalian seharusnya mengembangkan ketenangan dan pandangan terang? Yaitu, demi tujuan melenyapkan ... sampai dengan ... menghentikan dan menghilangkan bentuk jasmani masa lampau, masa depan, dan masa sekarang engkau seharusnya mengembangkan ketenangan dan pandangan terang. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

“Oleh karena itu ia seharusnya dipahami sebagaimana adanya bahwa apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, ini semua adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [di dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.

“Seorang siswa mulia terpelajar yang merenungkan dengan cara ini membangkitkan kekecewaan sehubungan dengan bentuk jasmani, membangkitkan kekecewaan sehubungan dengan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran. Karena menjadi kecewa ia tidak menyenanginya, karena tidak menyenanginya ia terbebaskan. Dengan terbebaskan ia mengetahui dan melihat: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan lebih jauh lagi’.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
187. [Kotbah tentang Satu Hal]

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Karena dipenuhi dengan satu hal, seseorang tidak lagi dapat memahami bahwa bentuk jasmani adalah tidak kekal, memahami bahwa perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran adalah tidak kekal. Apakah satu hal itu di mana seseorang dipenuhi dengannya? [49a] Ini adalah nafsu keinginan.

“Dengan tidak dipenuhi dengan satu hal,<60> seseorang dapat memahami bahwa bentuk jasmani adalah tidak kekal, memahami bahwa perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran adalah tidak kekal. Apakah satu hal itu di mana seseorang dipenuhi dengannya? Ini adalah dipenuhi dengan ketiadaan nafsu keinginan. Seseorang yang tanpa kondisi dari nafsu keinginan dapat memahami bahwa bentuk jasmani adalah tidak kekal, dapat memahami bahwa perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran adalah tidak kekal.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Seperti halnya “dipenuhi dan tidak dipenuhi”, dengan cara yang sama untuk “memahami dan tidak memahami”, “akrab dengan dan tidak akrab dengan”, “memiliki pengetahuan dan tidak memiliki pengetahuan”, “sadar dan tidak sadar”, “mengamati dan tidak mengamati”, “mengukur dan tidak mengukur”, “dihalangi oleh dan tidak dihalangi oleh”, “menyebarluaskan dan tidak menyebarluaskan”, “ditutupi oleh dan tidak ditutupi”, “dilindungi oleh dan tidak dilindungi oleh”.<61>

Seperti halnya “memahami”,<62> dengan cara yang sama untuk “mengetahui”, “memahami”, “mengalami”, “mencari”, “membedakan”, “menyentuh”,<63> “merealisasi” juga seperti ini.

Seperti halnya “nafsu”, dengan cara yang sama untuk “kebencian”, “delusi”, “kemarahan”, “permusuhan”, “fitnahan”, “genggaman [dogmatis]”, “keirihatian”, “ketamakan”, “penipuan”, “bujuk rayu”, “ketiadaan malu”, “ketiadaan takut melakukan kesalahan”, “keangkuhan”, “keangkuhan lebih tinggi”, “keangkuhan berlebihan”, “keangkuhan-aku”, “keangkuhan luar biasa”, “kesombongan palsu”, “keangkuhan lebih rendah”, “kesombongan”, “kelalaian”, “kecongkakan”, “kepura-puraan yang bengkok”,<64> “mencari keuntungan”, “menarik keuntungan”, “keinginan jahat”, “banyak keinginan”, “keinginan terus-menerus”, “tidak menghormati”, “ucapan jahat”, “teman jahat”, “ketidaksabaran”, “merusak”, “nafsu rendah”,<65> “nafsu jahat”, “pandangan identitas” (sakkāyadiṭṭhi), “pandangan ekstrem”, “pandangan salah”, “kemelekatan pada pandangan”, “kemelekatan pada aturan-aturan”, “keinginan”, “kebencian”, “kelambanan dan kemalasan”, “kegelisahan dan kekhawatiran”, “keragu-raguan”, “dibingungkan oleh kegelisahan”, “kebodohan”, “kekejaman”, “kemalasan”, “kebingungan”, “ketiadaan pengamatan seksama”, “ketumpulan fisik”, “ketidakjujuran”, “ketiadaan kelembutan”, “ketiadaan keunggulan”, “pikiran nafsu”, “pikiran kebencian”, “pikiran kekejaman”, “pikiran terhadap sanak keluarga sendiri”, “pikiran terhadap negeri sendiri”, “pikiran yang mengolok-olok”, “pikiran menginginkan keluarga orang lain”, “kesedihan”, “kesengsaraan”, dengan masing-masing dari keadaan-keadaan ini sampai dengan “dengan dilindungi seseorang tidak dapat memahami lenyapnya bentuk jasmani.”

“Apakah satu hal itu? Ini adalah kesengsaraan. Karena dilindungi oleh kesengsaraan, seseorang tidak dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya bentuk jasmani, seseorang tidak dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran.

“Karena tidak dilindungi oleh satu hal, seseorang tidak dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya bentuk jasmani, seseorang tidak dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran.

“Apakah satu hal itu? Ini adalah kesengsaraan. Karena tidak dilindungi oleh satu hal ini, seseorang dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya bentuk jasmani, seseorang dapat merealisasi lenyapnya dan padamnya perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran.”

Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Catatan Kaki:

<1> Teks yang diterjemahkan ditemukan dalam at T II 42c15 sampai 49a25, ini menjadi jilid ketujuh dalam edisi Taishō, yang berhubungan dengan jilid ketujuh dalam urutan yang direkonstruksi dari kumpulan ini menurut, misalnya, Choong 2000: 243, Bucknell 2006: 686, dan Chung 2008: 23. Namun, Yìnshùn 1983 menempatkan jilid yang sekarang dan sebelumnya pada titik yang sangat belakangan dalam edisinya, sebagai akibat di mana SĀ 139 sampai SĀ 187 dalam edisi Taishō berhubungan dengan kotbah 1791 sampai 12.873 dalam edisinya. Jilid yang sekarang mengandung dua bagian Saṃyukta-āgama: SĀ 139 sampai SĀ 171 berhubungan dengan bagian kedua dari bagian tentang pandangan-pandangan (bagian pertama yang dimulai dengan SĀ 130 dalam jilid sebelumnya), sedangkan kotbah-kotbah sisanya SĀ 172 sampai SĀ 187 berhubungan dengan bagian tentang pengetahuan penetratif. Dalam apa yang mengikuti, identifikasi saya atas paralel Pāli berdasarkan pada Akanuma 1929/1990 dan Yìnshùn 1983, dalam hal paralel penggalan Sanskrit saya berhutang kepada Chung 2008. Di sini dan di tempat lain, saya mengadopsi bahasa Pāli untuk nama-nama diri dan istilah-istilah doktrinal untuk memfasilitasi perbandingan dengan paralel Pāli, kecuali untuk istilah-istilah seperti Dharma dan Nirvāṇa, tanpa dengan cara demikian bermaksud mengambil posisi dalam bahasa asli dari naskah kuno Saṃyukta-āgama yang digunakan untuk penerjemahan. Rekonstruksi saya atas judul masing-masing kebanyakan berdasarkan pada Akanuma 1929/1990, ketika ia tidak memberikan judul dalam katalognya saya membuat judul berdasarkan isi kotbah; dalam hal judul sama yang berulang saya menambahkan “pertama”, “kedua”, dst.

<2> SĀ 139 dalam T II 42c16 sebenarnya membaca 何所起, “dengan kemunculan apakah”, di mana terjemahan di sini dan di bawah mengasumsikan bahwa ini adalah contoh lain mencampurkan utpāda dengan upāda, seperti yang terbukti dalam penerjemahan anupādāya sebagai 不起 di tempat lain dalam kumpulan itu; cf. Anālayo 2014: 8 catatan no. 17.

<3> Paralel: SN 22.150 dalam SN III 181,27.

<4> Cara yang berbeda untuk memperoleh kebijaksanaan benar dalam SĀ 139 dan yang diberikan di sini tidak memiliki padanan dalam SN 22.150.

<5> Ini tampaknya memaksudkan bahwa pola yang ditetapkan oleh SĀ 140 dan 141 seharusnya diberikan pada SĀ 143 dan 144.

<6> Paralel: SN 22.149 dalam SN III 180,23, di mana hanya mengambil dua perasaan dari menyenangkan dan menyakitkan. Akanuma 1929/1990: 35 juga menyebutkan SN 35.105, tetapi karena ini didasarkan pada enam lingkup-indera alih-alih lima kelompok unsur kehidupan, ini tidak tampak sebagai paralel pada kotbah yang sekarang.

<7> Mengadopsi varian 於 alih-alih 形; cf. juga Yìnshùn 1983: 501 catatan no. 8.

<8> Akanuma 1929/1990: 35 menyebutkan SN 35.108 sebagai paralel pada kotbah yang sekarang (dan dua berikutnya). Karena SN 35.108 berdasarkan pada enam lingkup-indera alih-alih lima kelompok unsur kehidupan, ini tidak tampak sebagai paralel pada SĀ 149 (atau pada SĀ 150 dan SĀ 151).

<9> Paralel: SN 22.151 dalam SN III 182,17 dan SN 24.3 dalam SN III 204,32. SN 24.3 tampaknya paralel yang lebih dekat dari dua paralel ini, karena penguraiannya membawa pada pemasuk-arus, sama dengan SĀ 139 dan semua kotbah berikutnya dalam Saṃyukta-āgama sampai dengan kotbah yang sekarang, sedangkan dalam SN 22.151 penguraiannya membawa pada pencerahan sempurna.

<10> Mengadopsi varian 減 alih-alih 滅.

<11> Paralel: SN 24.5 dalam SN III 206,26.

<12> Setelah rumusan standar tentang pandangan salah ini, SN 24.5 dalam SN III 206,33 melanjutkan dengan sisa pandangan yang menurut DN 2 dalam DN I 55,21 dianut oleh Ajita Kesakambalī, yang menyatakan bahwa suatu makhluk hidup terdiri hanya dari empat unsur, dengan tidak ada yang berlanjut setelah kematian. Paralel pada DN 2 berbeda pada pandangan yang dianut oleh Ajita Kesakambalī; cf. misalnya Bapat 1948: 109–112, Basham 1951: 21–23, Vogel 1970: 28–33, Meisig 1987: 144–146, dan Macqueen 1988: 153–164.

<13> Paralel: SN 24.7 dalam SN III 210,1.

<14> SN 24.7 dalam SN III 210,1 melanjutkan ini dengan pandangan bahwa tidak ada sebab atau kondisi bagi makhluk-makhluk terkotori atau dimurnikan. Ini memiliki padanan dalam SĀ 157 dan SĀ 158; cf. catatan no. 16 dan 18 di bawah. Menurut DN 2 dalam DN I 53,25, pernyataan tidak ada sebab bagi makhluk-makhluk terkotori atau dimurnikan dan pandangan yang sekarang yang menolak kemanjuran usaha dan menegaskan pemurnian muncul dengan perpindahan dalam enam cara kelahiran dianut oleh Makkhali Gosāla. Seperti dalam kasus Ajita Kesakambalī, yang disebutkan di atas dalam catatan no. 12, paralel pada DN 2 berbeda pada apa pandangan yang mereka hubungkan pada Makkhali Gosāla (atau yang lainnya dari kelompok enam guru terkenal itu).

<15> Enam hal ini muncul kembali sebagai bagian dari pandangan yang dianut oleh Makkhali Gosāla menurut DN 2 dalam DN I 53,31 dan 54,4, dengan suatu penguraian lengkap yang diberikan kepadanya dalam AN 6.57 dalam AN III 383, 17 (walaupun di sini disajikan sebagai pandangan yang dianut oleh Pūraṇa Kassapa); cf. juga penguraian terperinci dalam komentar pada DN 2, Sv I 162,12, yang diterjemahkan dalam Bodhi 1989: 73–75, dan pembahasan dari gagasan Ajīvaka ini dalam Basham 1951: 243–246.

<16> Paralel: SN 24.5 dalam SN III 206,33; cf. catatan no. 12 di atas.

<17> Paralel: SN 24.7 dalam SN III 210,1.

<18> Ini berhubungan dengan bagian paling pertama dari pandangan dalam SN 24.7 dalam SN III 210,2; cf. catatan no. 14 di atas.

<19> Paralel: SN 24.7 dalam SN III 210,1.

<20> Ini berhubungan dengan bagian kedua dari bagian pertama pandangan dalam SN 24.7 dalam SN III 210,3; cf. catatan no. 14 di atas.

<21> Bacaan yang sekarang telah mengalami kehilangan teks, karena isi pandangannya tidak lagi dijelaskan. Penambahan saya mengikuti saran oleh Yìnshùn 1983: 508 catatan no. 7.

<22> Paralel: SN 24.8 dalam SN III 211,4.

<23> Pandangan yang dianut oleh Pakudha Kaccāyana menurut DN 2 dalam DN I 56,21 melanjutkan dengan sama, termasuk referensi pada tidak membunuh, DN I 56,30: n' atthi hantā vā ghātetā vā, yang tidak ada dari bacaan yang berhubungan dalam SN 24.8 pada SN III 211,15, tetapi juga ditemukan dalam suatu penguraian dari pandangan ini dalam MN 76 pada MN I 517,27.

<24> SN 24.8 at SN III 211,19 melanjutkan dengan suatu penjelasan kosmologis yang terperinci yang membentuk pandangan yang dianut oleh Makkhali Gosāla menurut DN 2 dalam DN I 54,1; cf. catatan no. 30 di bawah. MN 76 dalam MN I 517,31 bersesuaian dengan SN 24.8 sejauh ia juga menggabungkan ajaran tentang tujuh tubuh dengan penjelasan kosmologis yang terperinci demikian (DN 2 alih-alih menggabungkan penjelasan ini dengan penolakan sebab-akibat dan perpindahan dalam enam cara kelahiran).

<25> Paralel: SN 24.6 dalam SN III 208,18.

<26> SĀ 162 dalam T II 44c5 membaca 復道, yang di tempat lain dalam kumpulan itu tampaknya bermakna “berbalik di jalan”. Penambahan saya dipandu oleh anggapan bahwa dalam kasus sekarang ini sebenarnya adalah kesalahan terjemahan dari bahasa asli yang sama dengan ungkapan Pāli paripanthe, “dalam penyerangan”, yang ditemukan dalam titik sekarang dalam paralel SN 24.6 dalam SN III 208,23.

<27> Kemungkinan menyerang sebuah desa atau kota tidak disebutkan dalam SN 24.6.

<28> Mengadopsi varian 剬 alih-alih 鈆; cf. juga Yìnshùn 1983: 508 catatan no. 10.

<29> Paralel: SN 24.8 dalam SN III 211,19; cf. juga SHT IV 30 h5 dan l2, Sander dan Waldschmidt 1980: 93 and 96.

<30> Dalam SN 24.8 dalam SN III 211,19 pandangan ini hanya bagian yang terakhir dari suatu pandangan yang juga menegaskan tujuh prinsip yang kekal; cf. catatan no. 24 di atas.

<31> Daftar dalam SN 24.8 juga menunjukkan beberapa perbedaan, sebagai contoh dalam kasus sekarang pada SN III 211,24 item yang sama dihubungkan dengan angka yang berbeda, demikianlah daftar itu menyebutkan 2.000 indria dan 3.000 neraka.

<32> SN 24.8 dalam SN III 211,25 alih-alih menunjuk pada “tiga puluh enam unsur nafsu”, dengan membaca rajodhātuyo, seperti halnya DN 2 dalam DN I 54,7. Penerjemahan dalam SĀ 163 dalam T II 44c17 sebagai 三十六貪界 menunjuk pada suatu istilah asli yang menggabungkan dhātu alih-alih rāga. Ini sesuai dengan saran yang dibuat oleh Basham 1951: 248 sehubungan dengan ungkapan Pāli bahwa “makna yang paling mungkin dari ungkapan itu tampaknya bagi kita adalah ‘unsur-unsur ketidakmurnian’, atau mungkin ‘nafsu’.”

<33> Padanan pada referensi pada penghidupan di sini berbeda dari sumber Pali antara ājīva dan ājīvaka: SN 24.8 dalam SN III 211,23 membaca ājīvaka°, dengan ājīva° yang ditemukan dalam Ce dan Se dan juga dalam komentar Spk II 344,1, sedangkan DN 2 dalam DN I 54,5 membaca hanya ājīva°, yang juga ditemukan dalam komentar Sv I 163,15, dan °ājīvaka ditemukan dalam Be, Ce, dan Se. Kebanyakan penerjemah dari kedua bacaan ini telah memilih menerjemahkan ungkapan itu sebagai menunjuk pada suatu penghidupan atau pekerjaan; cf. Rhys Davids 1899: 72, Neuman 1906/2004: 40, Franke 1913: 57, Woodward 1925/1975: 171, Nyānaponika 1967/2003: 201, dan Walshe 1987: 95. Namun Bodhi 2000: 996 menganggapnya menunjuk pada para Ājīvaka, yang mengomentari dalam catatan no. 261: ‘di sini saya berpihak pada Spk, di mana menjelaskan ājīvaka dengan ājīvavutti ‘cara penghidupan’”; cf. juga pembahasan dalam Basham 1951: 247.

<34> Mengadopsi varian 人 alih-alih 海, walaupun Yìnshùn 1983: 506 lebih menyukai 海. Saya mengadopsi pembacaan varian karena ini berhubungan pada pola yang terjadi, di mana suatu referensi pada tujuh dijaga dengan diikuti dengan tujuh ratus dari jenis yang sama. Pola yang sama, walaupun dengan perbedaan dalam item-item sebenarnya, dapat juga ditemukan dalam bacaan yang berhubungan dalam SN 24.8 pada SN III 212,2.

<35> Paralel: SN 24.1 dalam SN III 202,1; cf. juga SN 24.19 dalam SN III 217,14 dan SN 24.45 dalam SN III 221,7, yang memiliki suatu penyajian yang sama dengan SĀ 164 dan SN 24.1, tetapi berbeda dalam bagian terakhirnya. Walaupun semua ketiga kotbah Pāli cukup dekat untuk disebut paralel pada SĀ 164, paralel terdekat adalah SN 24.1.

<36> Pandangan dalam SN 24.1 dalam SN III 202, 2 lebih pendek, ia tidak menyebutkan api, panah, dan susu, dan sehubungan dengan matahari dan bulan ia hanya mengatakan terbitnya dan tenggelamnya.

<37> Dimulai dari kotbah yang sekarang pandangan-pandangan yang diambil memiliki padanan pada pemeriksaan enam puluh dua sudut pandang yang diberikan dalam DN 1 dan paralelnya; untuk studi perbandingan cf. Anālayo 2009. Kasus yang sekarang berhubungan dengan yang pertama dari pandangan semi-eternalis dalam DN 1 pada DN I 18,31.

<38> Paralel: SN 24.37 sampai SN 24.44 dan dengan demikian bagian dari SN III 218,22 sampai 220,27.

<39> SN 24.37 mengambil diri yang terdiri dari bentuk, SN 24.38 diri tanpa bentuk, SN 24.39 diri yang adalah keduanya, SN 24.40 diri yang bukan keduanya; SN 24.41 mengambil diri yang sepenuhnya bahagia, SN 24.42 diri yang sepenuhnya menderita, SN 24.43 diri yang adalah keduanya, dan SN 24.44 diri yang bukan keduanya. Pandangan-pandangan bahwa diri terdiri dari bentuk, dst., ditemukan dalam bagian tentang pandangan masa depan dalam DN 1 dalam DN I 31,6.

<40> Paralel: SN 24.37 sampai dengan SN 24.44 dan dengan demikian bagian dari SN III 218,21 sampai 220,27; cf. catatan no. 38 di atas.

<41> Paralel: SN 24.9 sampai SN 24.18 dan dengan demikian bagian dari SN III 213,14 sampai SN III 216,36.

<42> Terjemahan saya didasarkan pada perbaikan yang membuang karakter我. Dalam menerjemahkan karakter ini, pandangan pertama mengemukakan bahwa “diri dan dunia adalah kekal”. Walaupun kedua rumusan masuk akal, mereka tidak sesuai dengan apa yang mengikuti, karenanya saya mengasumsikan ini sebagai kesalahan tekstual dalam kotbah yang sekarang. Ini dapat dengan mudah terjadi selama penyebarannya, karena kotbah berikutnya dengan konsisten mengambil “diri dan dunia”.

<43> SN 24.9 mengambil pandangan bahwa dunia adalah kekal, SN 24.10 bahwa ia tidak kekal, SN 24.11 bahwa ia terbatas, SN 24.12 bahwa ia tidak terbatas; SN 24.13 mengambil pandangan bahwa jiwa adalah sama dengan tubuh, SN 24.14 bahwa mereka berbeda; SN 24.15 mengambil pandangan bahwa tathāgata ada setelah kematian, SN 24.16 bahwa tathāgata tidak ada setelah kematian, SN 24.17 bahwa tathāgata ada dan tidak ada setelah kematian, dan SN 24.18 bahwa tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian. Ini berhubungan dengan kumpulan pandangan yang standar yang tetap tidak dinyatakan, avyākata; cf. misalnya MN 63 dalam MN I 426,9.

<44> Paralel: SN 24.9 dalam SN III 213,14 sampai SN 24.18 dalam SN III 216,36; cf. catatan no. 41 di atas.

<45> Terjemahan saya mengikuti suatu perbaikan yang disarankan oleh Yìnshùn 1983: 511 catatan no. 5, yang menghapus kemunculan kedua dari “bukan tercipta dengan sendirinya dan bukan diciptakan oleh orang lain”.

<46> Ini berhubungan dengan lima pandangan tentang Nirvāṇa di sini dan saat ini dalam DN 1 pada DN I 36,24.

<47> Ini berhubungan dengan tujuh pandangan pemusnahan dalam DN 1 pada DN I 34,7.

<48> Di sini bagian kotbah-kotbah berhubungan tentang pandangan-pandangan berakhir.

<49> Mengadopsi suatu varian yang menambahkan 過去現在, 未來現在, 過去未來; cf. juga Yìnshùn 1983: 516 catatan no. 4.

<50> Mengadopsi suatu perbaikan dalam edisi CBETA dari 八 untuk membaca 心.

<51> Mengadopsi varian 順 alih-alih 修; cf. juga Yìnshùn 1983: 526 catatan no. 1.

<52> Mengadopsi suatu varian yang menambahkan 內; cf. juga Yìnshùn 1983: 526 catatan no. 2.

<53> Mengadopsi suatu varian yang menambahkan 當; cf. juga Yìnshùn 1983: 526 catatan no. 3.

<54> Dua faktor pencerahan terakhir di luar urutannya; dalam penyajian standar konsentrasi muncul sebelum keseimbangan.

<55> Upaya saya untuk membuat masuk akal bagian ini berdasarkan mengambil 盡 yang di sini mengandung makna “segera” (menurut Hirakawa 1997: 867 盡 dapat juga menerjemahkan kṣaṇa), dan mengikuti saran oleh Yìnshùn 1983: 526 catatan no. 4 yang mungkin poin asli yang dibuat dalam kumpulan kotbah ini adalah tentang empat cara kemajuan, yang dapat berupa menyakitkan atau menyenangkan dan lambat atau cepat.

<56> Ini tampaknya menjadi awal dari suatu kotbah baru, yang tidak berhubungan dengan apa yang muncul sebelumnya; cf. juga Yìnshùn 1983: 527, yang memberikan nomor 10.993 pada kotbah ini, dengan 10.992 menjadi yang terakhir dari enam belas kotbah dalam rangkaian pengulangan yang muncul sebelumnya.

<57> Referensi pada ketidakkekalan tidak jelas bagi saya, karena kotbah sebelumnya tidak menyebutkan ketidakkekalan.

<58> Mengadopsi suatu varian yang menambahkan 如, dan varian 假 alih-alih 價; cf. juga Yìnshùn 1983: 529 catatan no. 1.

<59> Mengadopsi varian 涉 alih-alih 沙; cf. juga Yìnshùn 1983: 529 catatan no. 3.

<60> Mengadopsi varian 不成就 alih-alih 成就不; cf. juga Yìnshùn 1983: 530 catatan no. 6.

<61> Mengadopsi suatu varian yang menambahkan 映 pada kasus negatif, untuk menyesuaikan dengan kasus positifnya.

<62> Terjemahan didasarkan pada perbaikan 如是 untuk membaca hanya 如, yang jelas dibutuhkan oleh konteks; cf. juga Yìnshùn 1983: 529.

<63> Terjemahan didasarkan pada perbaikan 獨 untuk membaca 觸; cf. juga Yìnshùn 1983: 530 catatan no. 7.

<64> Mengadopsi varian 偽 alih-alih 為; cf. juga Yìnshùn 1983: 530 catatan no. 8.

<65> Mengadopsi varian 下 alih-alih 不; cf. juga Yìnshùn 1983: 530 catatan no. 9.

Singkatan

ANAṅguttara-nikāya
BeBurmese edition
CeCeylonese edition
DNDīgha-nikāya
MNMajjhima-nikāya
SeSiamese edition
Saṃyukta-āgama
SNSaṃyutta-nikāya
SpkSāratthappakāsinī
SvSumaṅgalavilāsinī
TTaishō edition, CBETA
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Catatan Tambahan: Penyelidikan atas Kotbah-Kotbah Saṃyukta-āgama yang Diterjemahkan tentang Rādha dan Pandangan-Pandangan serta Paralel Pāli-nya

Tabel di bawah ini menyediakan suatu penyelidikan paralel Pāli pada kotbah-kotbah yang ditemukan dalam Bagian tentang Rādha dan Bagian tentang Pandangan-Pandangan dalam Saṃyukta-āgama. Kolom 1 mendaftarkan kotbah Pāli, kolum 2 memberikan lokasinya dalam edisi PTS, kolom 3 mendaftarkan paralel kotbah Saṃyukta-āgama dengan nomor, dan kolom 4 memberikan halama dari Dharma Drum Journal of Buddhist Studies di mana terjemahan kotbah-kotbah Saṃyukta-āgama ini dan informasi lebih lanjut tentang paralel lainnya dapat ditemukan.

SN 22.149SN III 180SĀ 146DDJBS 17: 51
SN 22.150SN III 181SĀ 142DDJBS 17: 49
SN 22.151SN III 182SĀ 152DDJBS 17: 54
SN 23.2SN III 189SĀ 122DDJBS 17: 19
SN 23.3SN III 190SĀ 111DDJBS 17: 4
SN 23.4SN III 191SĀ 112DDJBS 17: 5
SN 23.11SN III 195SĀ 120DDJBS 17: 16
SN 23.11SN III 195SĀ 124DDJBS 17: 23
SN 23.12SN III 195SĀ 121DDJBS 17: 18
SN 23.12SN III 195SĀ 125DDJBS 17: 24
SN 23.12SN III 195SĀ 126DDJBS 17: 26
SN 23.19SN III 195SĀ 127DDJBS 17: 26
SN 23.24SN III 198SĀ 121DDJBS 17: 18
SN 23.24SN III 198SĀ 126DDJBS 17: 26
SN 23.31SN III 199SĀ 128DDJBS 17: 27
SN 23.43SN III 201SĀ 129DDJBS 17: 28
SN 24.1SN III 202SĀ 164DDJBS 17: 64
SN 24.2SN III 203SĀ 134DDJBS 17: 35
SN 24.3SN III 204SĀ 152DDJBS 17: 54
SN 24.5SN III 206SĀ 154DDJBS 17: 55
SN 24.5SN III 206SĀ 156DDJBS 17: 57
SN 24.6SN III 208SĀ 162DDJBS 17: 61
SN 24.7SN III 210SĀ 155DDJBS 17: 56
SN 24.7SN III 210SĀ 157DDJBS 17: 58
SN 24.7SN III 210SĀ 158DDJBS 17: 58
SN 24.8SN III 211SĀ 161DDJBS 17: 60
SN 24.8SN III 211SĀ 163DDJBS 17: 62
SN 24.9SN III 213SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.9SN III 213SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.10SN III 214SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.10SN III 214SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.11SN III 214SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.11SN III 214SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.12SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.12SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.13SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.13SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.14SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.14SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.15SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.15SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.16SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.16SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.17SN III 215SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.17SN III 215SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.18SN III 216SĀ 168DDJBS 17: 67
SN 24.18SN III 216SĀ 169DDJBS 17: 68
SN 24.19SN III 217SĀ 164DDJBS 17: 64
SN 24.37SN III 218SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.37SN III 218SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.38SN III 219SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.38SN III 219SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.39SN III 219SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.39SN III 219SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.40SN III 219SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.40SN III 219SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.41SN III 219SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.41SN III 219SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.42SN III 220SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.42SN III 220SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.43SN III 220SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.43SN III 220SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.44SN III 220SĀ 166DDJBS 17: 65
SN 24.44SN III 220SĀ 167DDJBS 17: 66
SN 24.45SN III 221SĀ 164DDJBS 17: 64
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Samyukta Agama - Bagian tentang Radha (jilid 6)
Samyukta Agama - Bagian tentang Pandangan-Pandangan (jilid 6-7)
Samyukta Agama - Bagian tentang Pengetahuan Penetratif (jilid 7)

S E L E S A I

:lotus::lotus::lotus:
« Last Edit: 07 May 2016, 11:49:52 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa