//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)  (Read 4224 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« on: 03 February 2016, 12:01:27 PM »
Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama bagian kedua yang terdiri dari kotbah 11-20.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #1 on: 03 February 2016, 12:06:48 PM »
MADHYAMA ĀGAMA

Bagian 2 Tentang Karma

11. Kotbah dengan Perumpamaan [Segumpal] Garam<70>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

[Jika seseorang mengatakan]: “Sesuai dengan perbuatan yang dilakukan seseorang, ia akan mengalami akibat [yang persis berhubungan dengan] perbuatan itu,” maka dalam hal itu tidak terdapat praktek kehidupan suci dan tidak ada pencapaian akhir penderitaan. [Tetapi] jika seseorang berkata: “Sesuai dengan perbuatan yang dilakukan seseorang, ia akan mengalami akibat perbuatan itu,”<71> maka dalam hal itu terdapat praktek kehidupan suci dan pencapaian akhir penderitaan.

Mengapa demikian? Misalkan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya?

Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Seperti halnya jika seseorang memasukkan segumpal garam ke dalam sejumlah kecil air, dengan bermaksud membuat air itu menjadi asin dan tidak dapat diminum. Apakah yang kalian pikirkan? Dapatkah gumpalan garam ini membuat sedikit air itu menjadi asin dan tidak dapat diminum?

[Para bhikkhu] menjawab:

Ya tentu saja, Sang Bhagavā. Dan mengapa demikian? Karena terdapat banyak garam tetapi sedikit air, oleh sebab itu garam itu dapat membuat air menjadi asin dan tidak dapat diminum. Mengapa seseorang yang telah melakukan

[Sang Buddha melanjutkan:]

Sama halnya dengan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya?

Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Lagi, terdapat seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan msa kehidupannya sangat panjang. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini.

Seumpamanya seseorang memasukkan segumpal garam ke dalam air sungai Gangga, dengan bermaksud membuat air itu menjadi asin dan tidak dapat diminum. Apakah yang kalian pikirkan? Dapatkah gumpalan garam ini menyebabkan air sungai Gangga menjadi asin dan tidak dapat diminum?

[Para bhikkhu] menjawab:

Tidak, Sang Bhagavā. Dan mengapa tidak? Karena, air sungai Gangga adalah banyak sedangkan segumpal garam adalah sedikit, oleh sebab itu garam itu tidak dapat membuat air menjadi asin dan tidak dapat diminum.

[Sang Buddha melanjutkan:]

Sama halnya dengan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat panjang; ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini.

Lagi, terdapat seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya? Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Seperti halnya ketika seseorang mengambil seekor kambing milik orang lain. Apakah yang terjadi pada seseorang yang telah mengambil seekor kambing milik orang lain? Orang yang mengambil kambing itu mungkin adalah seorang raja atau menteri raja, seseorang yang memiliki banyak kekuasaan. Pemilik kambing itu adalah orang yang miskin dan tidak berkuasa. Karena tidak memiliki kekuasaan, ia hanya dapat berharap dan, dengan telapak tangannya disatukan, memohon kepada yang lain: “Tuan! Mohon kembalikan kambing itu kepada saya, atau berikan saya harga kambing itu!” Ini terjadi pada seseorang yang mengambil kambing orang lain.

Dengan cara yang sama, ketika seseorang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, ia harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya? Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Lagi, terdapat seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat panjang; ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini.

Seperti halnya ketika seseorang mencuri kambing orang lain dan pemilik kambing itu mengambilnya kembali dengan paksaan. Apakah yang terjadi pada seseorang yang telah mencuri kambing orang lain, dan pemilik kambing itu mengambilnya kembali dengan paksaan? [Di sini] orang yang mencuri kambing itu adalah orang yang miskin dan tidak berkuasa, sedangkan pemilik kambing itu mungkin seorang raja atau menteri raja, seseorang yang memiliki banyak kekuasaan. Karena kekuasaannya mereka dapat menahan dan menangkap pencuri itu, dan mengambil kembali kambing itu dengan paksaan. Ini terjadi pada seseorang yang telah mencuri kambing orang lain, dan pemilik kambing itu mengambilnya kembali dengan paksaan.

Sama halnya dengan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat panjang. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini.

Lagi, terdapat seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya? Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Seperti halnya ketika seseorang berhutang kepada orang lain lima koin dan ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, atau ditangkap olehnya bahkan karena berhutang hanya satu koin. Mengapa seseorang yang berhutang kepada orang lain lima koin ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, atau bahkan ditangkap olehnya karena berhutang hanya satu koin? Ini terjadi ketika sang pengutang adalah orang yang miskin dan tidak berkuasa. Karena ia miskin dan tidak berkuasa, ketika ia berhutang kepada orang lain lima koin, ia akan ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, atau bahkan akan ditangkap olehnya karena berhutang hanya satu koin. Ini terjadi pada seseorang yang berhutang kepada orang lain lima koin dan ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, dan ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, atau bahkan ditangkap olehnya karena berhutang hanya satu koin.

Sama halnya dengan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya? Ini terjadi ketika seseorang tidak mengembangkan tubuh, tidak mengembangkan moralitas, tidak mengembangkan pikiran, tidak mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat pendek. Ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [terlahir kembali di] neraka sebagai akibatnya.

Lagi, terdapat seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat dan harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat panjang; ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini.

Seperti halnya ketika seseorang berhutang kepada orang lain seratus koin, tetapi tidak ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, dan tidak akan ditangkap olehnya bahkan karena berhutang seribu atau sepuluh ribu koin. Mengapa bahwa seseorang yang berhutang kepada orang lain seratus koin tidak ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, dan tidak akan ditangkap olehnya bahkan karena berhutang seribu atau sepuluh ribu koin? Ini terjadi ketika sang pengutang memiliki kekayaan tidak terhitung dan sangat berkuasa, dan karena itu, walaupun berhutang kepada orang lain seratus koin, tidak ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, dan tidak akan ditangkap olehnya bahkan karena berhutang seribu atau sepuluh ribu koin. Ini terjadi pada seseorang yang berhutang kepada orang lain seratus koin, tetapi tidak ditangkap oleh orang yang meminjamkan uang, dan tidak akan ditangkap olehnya bahkan karena berhutang seribu atau sepuluh ribu koin.

Hal yang sama dengan seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, ia harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Mengapa seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini? Ini terjadi ketika seseorang telah mengembangkan tubuh, telah mengembangkan moralitas, telah mengembangkan pikiran, telah mengembangkan kebijaksanaan, dan masa kehidupannya sangat panjang; ini terjadi pada seseorang yang, setelah melakukan suatu perbuatan tidak bermanfaat, harus mengalami penderitaan sebagai buahnya dengan [mengalami] akibatnya dalam kehidupan ini. Ia mengalami akibat dari perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam kehidupan ini, dan hanya dalam tingkat yang sedang.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #2 on: 03 February 2016, 12:11:17 PM »
12. Kotbah kepada Vappa<72>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di antara para penduduk Sakya di Kapilavatthu, di Taman Nigrodha.

Pada waktu itu, setelah makan siang, Yang Mulia Mahā Moggallāna sedang duduk di dalam aula pertemuan bersama-sama dengan serombongan bhikkhu untuk beberapa tujuan. Kemudian seorang Sakya bernama Vappa, seorang siswa dari para Nigaṇṭha, yang sedang berkelana di sekeliling [tempat itu] setelah tengah hari, mendekati Yang Mulia Mahā Moggallāna dan, setelah bertukar salam, duduk pada satu sisi.

Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna bertanya [kepada sang pengunjung] tentang hal ini:

Apakah yang engkau pikirkan, Vappa? Jika seorang bhikkhu terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran,<73> apakah engkau melihat apa pun sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang?

Vappa menjawab:

Mahā Moggallāna, jika seorang bhikkhu terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran, aku melihat suatu sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang. Mahā Moggallāna, jika seseorang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat pada kehidupan sebelumnya, maka disebabkan hal itu, noda-noda tidak bermanfaat akan muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang.

[Segera] setelah hal ini Sang Bhagavā, yang sedang bermeditasi di suatu tempat yang sunyi, mendengar dengan telinga dewa yang dimurnikan, yang melampaui telinga manusia [biasa], percakapan antara Yang Mulia Mahā Moggallāna dan Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha. Mendengarkannya, Sang Bhagavā bangkit dari meditasi sorenya, pergi menuju aula pertemuan, dan duduk pada sebuah tempat duduk yang disediakan di depan perkumpulan para bhikkhu.

Setelah duduk, Sang Bhagavā bertanya:

Moggallāna, hal apakah yang sedang engkau bahas dengan Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha? Untuk masalah apakah kalian duduk bersama di aula pertemuan?

Yang Mulia Mahā Moggallāna menjawab:

Sang Bhagavā, hari ini setelah makan siang aku sedang duduk di dalam aula pertemuan bersama-sama dengan serombongan para bhikkhu untuk beberapa tujuan. Kemudian Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha, yang sedang berkelana di sekeliling [tempat ini] setelah siang, mendekatiku dan, setelah bertukar salam, duduk di satu sisi. Aku bertanya kepadanya: “Apakah yang engkau pikirkan, Vappa? Jika seorang bhikkhu terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran, apakah engkau melihat suatu sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang?” Kemudian Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha, menjawab: “Jika seorang bhikkhu terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran, aku melihat suatu sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang. Mahā Moggallāna, jika seseorang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat pada kehidupan sebelumnya, maka, disebabkan hal itu, noda-noda tidak bermanfaat akan muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang.”

Sang Bhagavā, itu adalah pembahasan yang aku lakukan dengan Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha. Karena masalah ini, kami duduk bersama di dalam aula pertemuan.

Kemudian, Sang Bhagavā berkata kepada Vappa orang Sakya, seorang siswa para Nigaṇṭha:

Jika engkau setuju dengan apa yang kukatakan, engkau seharusnya mengatakan “ya”; jika engkau tidak setuju, engkau seharusnya mengatakan “tidak”; dan jika engkau memiliki keragu-raguan apa pun, engkau seharusnya bertanya kepadaku lebih lanjut demikian: “Pertapa Gotama, bagaimanakah ini? Apakah makna dari ini?” Jika engkau dapat menerima apa yang baru saja aku ajukan, aku dapat mendiskusikan hal ini denganmu.

Vappa menjawab:

Pertapa Gotama, jika aku setuju dengan apa yang engkau katakan, aku akan mengatakan “ya”; jika aku tidak setuju, aku akan mengatakan “tidak”; dan jika aku memiliki keragu-raguan apa pun, aku akan bertanya kepadamu lebih lanjut demikian: “Pertapa Gotama, bagaimanakah ini? Apakah makna dari ini?” Seperti yang telah diajukan pertapa Gotama, aku menerimanya. Semoga pertapa Gotama mendiskusikan masalah ini denganku!

Sang Bhagavā bertanya:

Apakah yang engkau pikirkan, Vappa? Seumpamanya seorang bhikkhu [pada masa lampau] telah memunculkan aktivitas-aktivitas tubuh yang tidak bermanfaat, [yang mengakibatkan] noda-noda, kekesalan, dan kekhawatiran, [tetapi] pada beberapa waktu kemudian ia melenyapkan aktivitas-aktivitas tubuh yang tidak bermanfaat. Dengan tidak membuat karma baru, dan setelah meninggalkan karma masa lampau, ia, dalam kehidupan ini juga, mencapai tujuan dan, bebas dari kekesalan, tetap secara terus-menerus dan tidak berubah [dalam kondisi ini], yang dikatakan sebagai “sesuatu yang dilihat dengan kebijaksanaan mulia dan diketahui dengan kebijaksanaan mulia.”

[Pada masa lampau] ia memunculkan aktivitas-aktivitas ucapan yang tidak bermanfaat..., aktivitas-aktivitas pikiran yang tidak bermanfaat..., aktivitas-aktivitas tidak bermanfaat yang berdasarkan pada ketidaktahuan. Dengan tidak membuat karma baru, dan setelah meninggalkan karma masa lampau, ia dalam kehidupan ini juga mencapai tujuan dan, bebas dari kekesalan, tetap secara terus-menerus dan tidak berubah [dalam kondisi ini], yang dikatakan sebagai “sesuatu yang dilihat dengan kebijaksanaan mulia dan diketahui dengan kebijaksanaan mulia.”

Apakah yang engkau pikirkan, Vappa? Bagi seorang bhikkhu yang terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran dengan cara ini, apakah engkau melihat suatu sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang?

Vappa menjawab:

Gotama, jika seorang bhikkhu terkendali dalam tubuh, ucapan, dan pikiran dengan cara ini, aku tidak melihat sebab yang mungkin di mana noda-noda tidak bermanfaat dapat muncul, yang membawa pada kehidupan mendatang.

Sang Bhagavā memujinya, dengan berkata:

Sangat bagus, Vappa! Mengapa demikian, Vappa? Jika pada seorang bhikkhu ketidaktahuan telah dipadamkan dan pengetahuan telah muncul, maka dengan ketidaktahuan padam dan pengetahuan muncul, ketika muncul perasaan tentang tubuh yang mendekati akhirnya, ia mengetahui bahwa telah muncul perasaan tentang tubuh yang mendekati akhirnya. Ketika muncul perasaan tentang kehidupan yang mendekati akhirnya, ia mengetahui bahwa telah muncul perasaan tentang kehidupan yang mendekati akhir. Dan ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, masa kehidupannya telah berakhir, maka semua yang dirasakan dalam kehidupan ini akan padam dan berakhir. Harus dipahami bahwa ini akan berakhir dan menjadi dingin.

Vappa, seperti halnya sebuah bayangan yang ada bergantung pada sebuah pohon. Seumpamanya seseorang datang dengan sebuah kapak tajam dan memotong pohon itu pada akar-akarnya, memotong-motongnya menjadi potongan-potongan; kemudian memecah [masing-masing potongan] menjadi sepuluh atau seratus kepingan, membakarnya dengan api sehingga mereka menjadi abu, yang kemudian tertiup oleh angin kencang, atau terbawa oleh air. Apakah yang engkau pikirkan, Vappa? Bayangan itu yang ada bergantung pada pohon, ketika sebab dari bayangan itu telah dipotong, akankah bayangan itu lenyap dan tidak muncul lagi?

Vappa menjawab: “Tentu saja, Gotama.”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Vappa, ini seharusnya dipahami dengan cara yang sama dalam hal seorang bhikkhu di mana ketidaktahuan telah dipadamkan dan pengetahuan telah muncul. Dengan ketidaktahuan padam dan pengetahuan muncul, ketika muncul perasaan tentang tubuh yang mendekati akhirnya, ia mengetahui bahwa telah muncul perasaan tentang tubuh yang mendekati akhirnya. Ketika muncul perasaan tentang kehidupan yang mendekati akhirnya, ia mengetahui bahwa telah muncul perasaan tentang kehidupan yang mendekati akhirnya. Dan ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, masa kehidupan telah berakhir, maka semua yang dirasakan dalam kehidupan ini akan padam dan berakhir. Harus dipahami bahwa ini akan berakhir dan menjadi dingin.

Vappa, seorang bhikkhu yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai enam kediaman yang bermanfaat. Apakah enam hal itu?

Vappa, ketika melihat bentuk dengan mata, seorang bhikkhu [yang demikian] tidak menyenangi ataupun membenci; ia berdiam seimbang dan tidak terpengaruh, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh. Vappa, seorang bhikkhu yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai kediaman pertama yang bermanfaat.

Sama halnya, [ketika mendengar suara dengan] telinga... [ketika mencium bau dengan] hidung... [ketika mengecap rasa dengan] lidah... [ketika mengalami sentuhan dengan] tubuh... ketika mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, ia tidak menyenangi ataupun membenci; ia tetap seimbang dan tidak terpengaruh, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh.
Vappa, seorang bhikkhu yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai kediaman keenam yang bermanfaat. Vappa, seorang bhikkhu yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai enam kediaman yang bermanfaat ini.

Vappa menjawab:

Tentu saja, Gotama. Seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai enam kediaman yang bermanfaat. Apakah enam hal itu?

Gotama, seorang siswa mulia yang terpelajar, ketika melihat bentuk dengan mata, tidak menyenangi ataupun membenci; ia tetap seimbang dan tidak terpengaruh, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh.

Gotama, ini adalah kediaman pertama yang bermanfaat bagi seorang siswa mulia yang telah banyak belajar dan pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya.

Sama halnya, [ketika mendengar suara dengan] telinga... [ketika mencium bau dengan] hidung... [ketika mengecap rasa dengan] lidah... [ketika mengalami sentuhan dengan] tubuh... ketika mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, ia tidak menyenangi ataupun membenci; ia tetap seimbang dan tidak terpengaruh, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh.
Tentu saja, Gotama, seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya telah terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai kediaman keenam yang bermanfaat. Tentu saja, Gotama, seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya terbebaskan sepenuhnya seperti ini mencapai enam kediaman yang bermanfaat ini.

Kemudian, Vappa [melanjutkan dan] berkata kepada Sang Bhagavā:

Gotama, aku telah mengetahuinya! Sang Sugata, telah memahaminya! Gotama, seperti halnya ketika seseorang dengan penglihatan jernih mengungkapkan apa yang terselubung, membuka apa yang tertutup, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memberikan pelita dalam kegelapan, sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat bentuk-bentuk. Dengan cara yang sama, pertapa Gotama telah mengajarkan Dharma menggunakan tak terhitung cara terampil untuk menyatakan maknanya dalam berbagai cara.

Sang Bhagavā, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu (Sangha). Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir aku pergi berlindung [kepada beliau].

Sang Bhagavā, bagaikan seseorang yang memelihara seekor kuda yang jelek, dengan berharap mendapatkan manfaat darinya, hanya melelahkan dirinya sendiri dan tidak mendapatkan manfaat – Sang Bhagavā, aku adalah seperti ini. Para Nigaṇṭha yang bodoh itu tidak memiliki pengetahuan benar; mereka tidak dapat memahami dan mengetahui. Tidak mengenali ladang subur [dari ajaran Buddha], dan tidak menyelidiki untuk diriku sendiri, [aku] menghormati mereka selama waktu yang lama, memberikan persembahan, dan memberikan mereka penghormatan, dengan berharap mendapatkan manfaat darinya; tetapi aku hanya menderita sia-sia. Sang Bhagavā, untuk kedua kalinya aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir aku pergi berlindung [kepada beliau].

Sang Bhagavā, sebelumnya aku bodoh. Apa pun keyakinan dan penghormatan yang aku berikan kepada para Nigaṇṭha yang bodoh itu hari ini telah dipotong. Mengapa? Karena aku tertipu. Sang Bhagavā, untuk ketiga kalinya, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir aku pergi berlindung [kepada beliau].

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Vappa orang Sakya dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #3 on: 03 February 2016, 12:20:48 PM »
13. Kotbah tentang [Prinsip-Prinsip yang Harus] Dilampaui<74>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Terdapat tiga prinsip yang harus dilampaui, [prinsip yang dipegang oleh mereka] yang berasal dari afiliasi yang berbeda, sebutan yang berbeda, aliran yang berbeda, dan ajaran yang berbeda yang, walaupun diterima dengan baik, dengan kuat dipegang, dan dinyatakan kepada orang lain oleh orang-orang yang disebut bijaksana, tidak bermanfaat. Apakah tiga hal ini?

Terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan sebelumnya.” Lagi, terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi.” Lagi, terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun.”

Dalam hal ini, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan lampau,” maka aku mendekati mereka dan, setelah mendekati mereka, aku bertanya:

Teman-teman yang mulia, apakah benar bahwa kalian memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan lampau”?

Mereka menjawab: “Ya.” Kemudian aku berkata kepada mereka:

Jika demikian, teman-teman yang mulia, maka kalian semua mendukung<75> pembunuhan makhluk-makhluk hidup. Mengapa demikian? Karena semua disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan lampau[, oleh sebab itu orang-orang tidak dapat memiliki tanggung jawab moral atas perbuatan mereka]. Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, kalian mendukung pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah. Mengapa demikian? Karena semua itu disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan lampau. Teman-teman yang mulia, jika pandangan bahwa semua disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada kehidupan lampau adalah benar, maka akan mengikuti secara logis<76> bahwa semua yang dilakukan atau tidak dilakukan seseorang, terjadi tanpa keinginan, tanpa usaha. Teman-teman yang mulia, jika dalam melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, seseorang tidak memiliki pemahaman yang benar, maka ia telah kehilangan perhatian penuh dan tidak memiliki kewaspadaan penuh, dan oleh karenanya tidak dapat diajarkan.
Jika para pertapa [dan brahmana] menyatakan suatu ajaran demikian, maka para pertapa dan brahmana itu dapat disanggah dengan pemikiran demikian.

Dalam hal ini, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi,” maka aku mendekati mereka dan, setelah mendekati mereka, aku bertanya:

Teman-teman yang mulia, apakah benar bahwa kalian memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi”?

Mereka menjawab: “Ya.” Kemudian aku berkata kepada mereka:

Jika demikian, teman-teman yang mulia, maka kalian semua mendukung pembunuhan makhluk-makhluk hidup. Mengapa demikian? Karena semua disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi. Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, kalian mendukung pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah. Mengapa demikian? Karena semua itu disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi. Teman-teman yang mulia, jika pandangan bahwa semua disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi, maka akan mengikuti secara logis bahwa semua yang dilakukan atau tidak dilakukan seseorang, terjadi tanpa keinginan, tanpa usaha. Teman-teman yang mulia, jika dalam melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, seseorang tidak memiliki pemahaman yang benar, maka ia telah kehilangan perhatian penuh dan tidak memiliki kewaspadaan penuh, dan oleh karenanya tidak dapat diajarkan.

Jika para pertapa [dan brahmana] menyatakan suatu ajaran demikian, maka para pertapa dan brahmana itu dapat disanggah dengan pemikiran demikian.

Dalam hal ini, jika para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun,” maka aku mendekati mereka dan, setelah mendekati, aku bertanya:

Teman-teman yang mulia, apakah benar bahwa kalian memegang pandangan ini dan menyatakan: “Semua yang dilakukan seseorang adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun”?

Mereka menjawab: “Ya.” Kemudian aku berkata kepada mereka:

Jika demikian, teman-teman yang mulia, maka kalian semua mendukung pembunuhan makhluk-makhluk hidup. Mengapa demikian? Karena semua adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun. Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, kalian mendukung pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah. Mengapa demikian? Karena semua itu adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun. Teman-teman yang mulia, jika pandangan bahwa semua adalah tanpa sebab atau kondisi apa pun, maka akan mengikuti secara logis bahwa semua yang dilakukan atau tidak dilakukan seseorang, terjadi tanpa keinginan, tanpa usaha. Teman-teman yang mulia, jika dalam melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, seseorang tidak memiliki pemahaman yang benar, maka ia telah kehilangan perhatian penuh dan tidak memiliki kewaspadaan penuh, dan oleh karenanya tidak dapat diajarkan.

Jika para pertapa [dan brahmana] menyatakan suatu ajaran demikian, maka para pertapa dan brahmana itu dapat disanggah dengan pemikiran demikian.

Dharma yang aku ajarkan kepada kalian, yang telah aku ketahui dan realisasikan oleh diriku sendiri, tidak dapat disanggah, tidak dapat dikotori, dan tidak dapat dimenangkan oleh para pertapa dan brahmana, para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia. Mengapa Dharma yang aku ajarkan kepada kalian, yang telah aku ketahui dan realisasikan oleh diriku sendiri, tidak dapat disanggah, dikotori, atau dimenangkan oleh para pertapa dan brahmana, para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia?

Terdapat ajaran tentang enam landasan indera, yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian; ia tidak dapat disanggah, tidak dapat dikotori, dan tidak dapat dimenangkan oleh para pertapa dan brahmana, para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia. Lagi, terdapat ajaran tentang enam unsur, yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian; ia tidak dapat disanggah, tidak dapat dikotori, dan tidak dapat dimenangkan oleh para pertapa dan brahmana, para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia.

Apakah ajaran tentang enam landasan indera, yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian? [Enam landasan indera itu] adalah landasan indera mata, telinga... hidung... lidah... tubuh... [dan] landasan indera pikiran. Ini adalah ajaran tentang enam landasan indera yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian. Apakah ajaran tentang enam unsur yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian? [Enam unsur itu] adalah unsur tanah... air... api... udara... ruang... dan unsur kesadaran. Ini adalah ajaran tentang enam unsur yang, setelah mengetahui dan merealisasikannya oleh diriku sendiri, telah kuajarkan kepada kalian.

Karena gabungan dari enam unsur, terdapat kelahiran kembali dari rahim ibu; karena enam unsur, terdapat enam landasan indera; karena enam landasan indera, terdapat kontak; dan karena kontak, terdapat perasaan. Para bhikkhu, seseorang yang memiliki perasaan akan [dapat] mengetahui penderitaan, mengetahui munculnya penderitaan, mengetahui lenyapnya penderitaan, dan mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya.

Apakah mengetahui penderitaan sebagaimana adanya? Ia adalah ini: kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, penyakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, bertemu dengan apa yang tidak disenangi adalah penderitaan, berpisah dari apa yang disenangi, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan; secara singkat, lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati adalah penderitaan – ini disebut mengetahui penderitaan sebagaimana adanya.

Apakah mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya? Ia adalah ketagihan dan kemelekatan pada kelangsungan yang akan datang, dengan kesenangan dan keinginan, yang mencari [keadaan] kelangsungan ini dan itu – ini disebut mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya.

Apakah mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya? Ia adalah memotong tanpa sisa, meninggalkan, memuntahkan, memudarkan, melenyapkan, menghentikan, dan menghilangkan ketagihan dan kemelekatan pada kelangsungan yang akan datang ini, dengan kesenangan dan keinginan, yang mencari [keadaan] kelangsungan ini dan itu – ini disebut mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya.

Apakah mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya? Ia adalah jalan mulia berunsur delapan: pandangan benar... (dan seterusnya sampai dengan) konsentrasi benar, delapan hal ini – ini disebut mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya.

Para bhikkhu, kalian seharusnya mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, kalian seharusnya memotong munculnya penderitaan, kalian seharusnya merealisasikan lenyapnya penderitaan, dan kalian seharusnya mengembangkan jalan menuju lenyapnya penderitaan. Jika seorang bhikkhu mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, memotong munculnya penderitaan, merealisasikan lenyapnya penderitaan, dan mengembangkan jalan menuju lenyapnya penderitaan, maka bhikkhu itu, setelah meninggalkan semua noda, setelah melepaskan semua belenggu, melalui kewaspadaan penuh dapat mencapai akhir penderitaan.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #4 on: 03 February 2016, 12:33:33 PM »
14. Kotbah kepada Rāhula<77>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Tempat Perlindungan Tupai.

Pada waktu itu, Yang Mulia Rāhula juga berdiam di Rājagaha, di Hutan Sumber Mata Air Panas. Kemudian Sang Bhagavā, ketika malam telah berakhir, saat fajar, setelah meletakkan jubahnya dan membawa mangkuknya, pergi ke Rājagaha untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah selesai mengumpulkan dana makanan, beliau pergi ke Hutan Sumber Air Panas, tempat di mana Yang Mulia Rāhula sedang berdiam. Ketika Yang Mulia Rāhula melihat Sang Buddha datang pada jarak [tertentu], ia dengan segera pergi menyambut beliau, membawakan jubah [luar] dan mangkuk Sang Buddha, mempersiapkan tempat duduk, dan mempersiapkan air untuk mencuci kaki. Sang Buddha, setelah mencuci kakinya, duduk pada tempat duduk yang disiapkan Rāhula.

Kemudian Sang Bhagavā mengambil bejana air dan, setelah menuangkan airnya sampai hanya sedikit yang tersisa, bertanya: “Rāhula, apakah engkau melihat aku mengambil bejana air ini dan menuangkan airnya sampai hanya sedikit yang tersisa?”

Rāhula menjawab: “Ya, aku melihatnya, Sang Bhagavā.”

Sang Buddha berkata kepada Rāhula:

Dengan cara yang sama, praktek mereka yang secara sadar mengatakan kebohongan tanpa malu atau penyesalan, tanpa rasa malu atau segan, adalah tidak [layak], aku katakan. Rāhula, tidak ada kejahatan yang tidak akan mereka lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus melatih dirimu seperti ini: “Bahkan dalam gurauan aku tidak akan mengatakan kebohongan.”

Sang Bhagavā lagi mengambil bejana air yang mengandung sedikit air itu dan setelah sepenuhnya membuang airnya, bertanya: “Rāhula, sekarang lagi, apakah engkau melihat aku mengambil bejana air yang mengandung sedikit air ini, dan sepenuhnya membuang airnya?”

Rāhula menjawab: “Ya, aku melihatnya, Sang Bhagavā.”

Sang Buddha berkata kepada Rāhula:

Dengan cara yang sama, praktek mereka yang secara sadar mengatakan kebohongan tanpa malu atau penyesalan, tanpa rasa malu atau segan, sepenuhnya dibuang, aku katakan. Rāhula, tidak ada kejahatan yang tidak akan mereka lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus melatih dirimu sendiri seperti ini: “Bahkan dalam gurauan aku tidak akan mengatakan kebohongan.”

Sang Bhagavā lagi mengambil bejana air yang kosong itu, merebahkannya di atas tanah, dan bertanya: “Rāhula, sekarang lagi, apakah engkau melihat aku mengambil bejana air yang kosong, dan merebahkannya di atas tanah?”

Rāhula menjawab: “Ya, aku melihatnya, Sang Bhagavā.”

Sang Buddha berkata kepada Rāhula:

Dengan cara yang sama, praktek mereka yang secara sadar mengatakan kebohongan tanpa malu atau penyesalan, tanpa rasa malu atau segan, adalah terebahkan, aku katakan. Rāhula, tidak ada kejahatan yang tidak akan mereka lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus melatih dirimu sendiri seperti ini: “Bahkan dalam gurauan aku tidak akan mengatakan kebohongan.”

Sang Bhagavā lagi mengambil bejana air yang direbahkan itu dan, setelah membalikkannya, bertanya: “Rāhula, apakah engkau melihat aku lagi mengambil bejana air yang roboh dan membalikkannya?”

Rāhula menjawab: “Ya, aku melihatnya, Sang Bhagavā.”

Sang Buddha berkata kepada Rāhula:

Dengan cara yang sama, praktek mereka yang secara sadar mengatakan kebohongan tanpa malu atau penyesalan, tanpa rasa malu atau segan, dibalikkan, aku katakan. Rāhula, tidak ada kejahatan yang tidak akan mereka lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus melatih dirimu sendiri seperti ini: “Bahkan dalam gurauan aku tidak akan mengatakan kebohongan.”

Rāhula, seperti halnya jika seorang raja memiliki seekor gajah besar yang, ketika pergi bertempur, menggunakan kaki depannya, kaki belakangnya, ekor, bahu, punggung, panggul, leher, kepala, telinga, dan gadingnya – semuanya kecuali belalainya, yang ia lindungi. Dengan melihat hal ini, pelatih gajah akan berpikir seperti ini:

Gajah besar raja itu masih sangat menyayangi kehidupannya. Mengapa demikian? Karena ketika pergi bertempur, gajah besar raja itu menggunakan kaki depannya, kaki belakangnya, ekor, bahu, punggung, panggul, leher, kepala, telinga, dan gadingnya – semuanya kecuali belalainya, yang ia lindungi.

Rāhula, jika ketika pergi bertempur, gajah besar raja itu menggunakan kaki depannya, kaki belakangnya, ekor, bahu, punggung, panggul, leher, kepala, telinga, gading, dan juga belalainya – jika ia menggunakan semuanya – maka ketika melihat hal ini pelatih gajah akan berpikir seperti ini:

Gajah besar raja itu tidak lagi menyayangi kehidupannya. Mengapa demikian? Karena ketika pergi bertempur, gajah besar raja itu menggunakan menggunakan kaki depannya, kaki belakangnya, ekor, bahu, punggung, panggul, leher, kepala, telinga, gading, dan juga belalainya; ia menggunakan semuanya.

Rāhula, jika gajah besar raja itu, ketika pergi bertempur, menggunakan kaki depannya, kaki belakangnya, ekor, bahu, punggung, panggul, leher, kepala, telinga, gading, dan juga belalainya – jika ia menggunakan semuanya – maka Rāhula, aku katakan bahwa ketika pergi bertempur, tidak ada kejahatan yang tidak akan dilakukan gajah besar raja itu. Demikian juga, Rāhula, mereka yang secara sadar mengatakan kebohongan tanpa malu atau penyesalan, tanpa rasa malu atau segan, Rāhula, aku katakan bahwa tidak ada kejahatan yang tidak akan mereka lakukan. Oleh karena itu, Rāhula, engkau harus melatih dirimu sendiri seperti ini: “Bahkan dalam gurauan aku tidak akan mengatakan kebohongan.”

Kemudian, Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair berikut:

Ia yang melanggar satu aturan ini
Terhadap berkata bohong:
Tidak takut pada dunia berikutnya,
Tidak ada kejahatan yang tidak akan dilakukannya.

Lebih baik menelan sebuah bola besi,
Yang terbakar panas bagaikan api,
Daripada melanggar moralitas
Ketika menerima persembahan dari [umat] yang berkeyakinan.

Jika engkau takut menderita,
Bahkan tidak berharap memikirkannya,
Apakah secara diam-diam atau terbuka,
Tidak melakukan perbuatan jahat.

Suatu perbuatan tidak bermanfaat,
Yang telah dilakukan atau sedang dilakukan,
Tidak akan pernah dapat lolos;
Seseorang tidak dapat bersembunyi dari [akibatnya].

Setelah mengucapkan syair-syair ini, Sang Buddha bertanya kepada Rāhula lebih lanjut: “Apakah yang engkau pikirkan, Rāhula? Untuk alasan apakah orang-orang menggunakan cermin?”

Yang Mulia Rāhula menjawab: “Sang Bhagavā, mereka ingin memeriksa wajah mereka, untuk melihat apakah wajahnya kotor atau tidak.”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Sama halnya, Rāhula, jika engkau akan melakukan suatu perbuatan jasmani, maka periksalah perbuatan jasmani itu: “Aku akan melakukan suatu perbuatan jasmani. Apakah perbuatan jasmani ini murni atau tidak murni? Apakah aku melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?”

Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku akan melakukan suatu perbuatan jasmani, dan perbuatan jasmani itu adalah tidak murni, baik bagi diriku sendiri maupun untuk orang lain,<78> ia tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya meninggalkan perbuatan jasmani yang akan engkau lakukan itu. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku akan melakukan suatu perbuatan jasmani, dan perbuatan jasmani itu adalah murni, baik bagi diriku sendiri maupun untuk orang lain,<79> ia bermanfaat, memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya menyetujui perbuatan jasmani yang akan engkau lakukan itu.

Rāhula, jika engkau sedang melakukan suatu perbuatan jasmani, maka periksalah perbuatan jasmani itu: “Aku sedang melakukan suatu perbuatan jasmani. Apakah perbuatan jasmani ini murni atau tidak murni? Apakah aku melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?”

Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku sedang melakukan suatu perbuatan jasmani, dan perbuatan jasmani ini adalah tidak murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya meninggalkan perbuatan jasmani yang sedang engkau lakukan itu. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku sedang melakukan suatu perbuatan jasmani, dan perbuatan jasmani ini adalah murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia bermanfaat, memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya menyetujui [dan mengingat] perbuatan jasmani yang sedang engkau lakukan itu.

Rāhula, jika engkau telah melakukan suatu perbuatan jasmani, maka periksalah perbuatan jasmani itu: “Aku telah melakukan suatu perbuatan jasmani. Perbuatan jasmani itu, yang telah berada di masa lampau, telah lenyap sepenuhnya atau berubah, apakah ia murni atau tidak murni? Apakah aku melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?”

Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku telah melakukan suatu perbuatan jasmani, yang telah berada di masa lampau, telah lenyap sepenuhnya atau berubah. Perbuatan jasmani itu adalah tidak murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya mendekati seorang sahabat baik, seorang teman dalam kehidupan suci, dan sepenuh hati mengungkapkan perbuatan jasmani yang telah engkau lakukan itu. Engkau harus mengakui dan menyatakannya, dengan hati-hati tidak menyembunyikannya, dan engkau harus berlatih lebih banyak pengendalian [pada masa yang akan datang]. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Aku telah melakukan suatu perbuatan jasmani, yang telah berada di masa lampau, telah lenyap sepenuhnya atau berubah. Perbuatan jasmani itu adalah murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia bermanfaat, memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka Rāhula, engkau seharusnya berdiam dengan bahagia siang dan malam, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh.

(Hal yang sama untuk perbuatan ucapan.)

Rāhula, jika dengan suatu perbuatan lampau sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul, maka periksalah perbuatan pikiran itu: “Dengan suatu perbuatan lampau sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Apakah perbuatan pikiran itu murni atau tidak murni? Apakah aku melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?”

Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan lampau sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Perbuatan pikiran itu, yang telah berada di masa lampau, telah lenyap sepenuhnya atau berubah, adalah tidak murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya meninggalkan perbuatan pikiran lampau itu. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan lampau sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Perbuatan pikiran itu, yang telah berada di masa lampau, telah lenyap sepenuhnya atau berubah, adalah murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia bermanfaat, memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya menyetujui perbuatan pikiran lampau itu.

Rāhula, jika dengan suatu perbuatan masa mendatang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran akan muncul, maka periksalah perbuatan pikiran itu: “Dengan suatu perbuatan masa mendatang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran akan muncul. Apakah perbuatan pikiran itu akan menjadi murni atau tidak murni? Apakah aku akan melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?” Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan masa mendatang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran akan muncul. Perbuatan pikiran itu akan menjadi tidak murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia akan menjadi tidak bermanfaat, akan memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya meninggalkan perbuatan pikiran yang akan datang itu. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan masa mendatang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran akan muncul. Perbuatan pikiran itu akan menjadi murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia akan menjadi bermanfaat, akan memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya menyetujui perbuatan pikiran yang akan datang itu.

Rāhula, jika dengan suatu perbuatan sekarang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul, maka periksalah perbuatan pikiran itu: “Dengan suatu perbuatan sekarang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Apakah perbuatan pikiran ini murni atau tidak murni? Apakah aku melakukannya untuk diriku sendiri atau untuk orang lain?”

Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan sekarang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Perbuatan pikiran ini adalah tidak murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman penderitaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya meninggalkan perbuatan pikiran sekarang itu. [Tetapi,] Rāhula, jika ketika memeriksanya engkau mengetahui: “Dengan suatu perbuatan sekarang sebagai kondisinya, suatu perbuatan pikiran muncul. Perbuatan pikiran ini adalah murni, baik untuk diriku sendiri maupun untuk orang lain; ia bermanfaat, memiliki kebahagiaan sebagai buahnya, dan akan mengakibatkan pengalaman kebahagiaan” – maka, Rāhula, engkau seharusnya menyetujui perbuatan pikiran sekarang itu.

Rāhula, para pertapa dan brahmana mana pun pada masa lampau telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran mereka, mereka semua telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran dengan cara ini juga.

Rāhula, para pertapa dan brahmana mana pun pada masa yang akan mendatang telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran mereka, mereka semua telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran dengan cara ini juga.

Para pertapa dan brahmana mana pun pada masa sekarang telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran mereka, mereka semua telah secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran dengan cara ini juga. Rāhula, engkau seharusnya melatih dirimu sendiri seperti ini: “Aku juga secara berulang-ulang memeriksa dan secara berulang-ulang memurnikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran dengan cara ini juga.”

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair lebih lanjut, dengan berkata:

Perbuatan jasmani, perbuatan ucapan,
Dan perbuatan pikiran, Rāhula,
Apakah bermanfaat atau tidak bermanfaat berdasarkan sifat dasarnya,
Engkau seharusnya terus-menerus memeriksanya.

Secara sadar mengatakan kebohongan,
Janganlah melakukannya, Rāhula.
Dengan rambut yang telah dicukur, engkau hidup dari orang lain,

Bagaimana mungkin engkau mengatakan kebohongan?
Membalikkan aturan para pertapa,
Kosong, tanpa kejujuran,
Yang demikian adalah mengatakan kebohongan,
Dengan mulut yang tidak terkendali.

Oleh karena itu, janganlah mengatakan kebohongan,
O putra Yang Tercerahkan sempurna,
Inilah aturan para pertapa,
[Demikianlah] engkau seharusnya berlatih, O Rāhula.

Kemakmuran dan kebahagiaan semuanya,
Keamanan dan bebas dari ketakutan,
Rāhula, untuk mencapai hal itu,
Janganlah menyakiti orang lain.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Rāhula dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #5 on: 03 February 2016, 12:43:07 PM »
15. Kotbah tentang Kehendak<80>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan kehendak, maka ia akan mengalami akibatnya, baik dalam kehidupan ini atau dalam kehidupan berikutnya, aku katakan. Jika seseorang melakukan suatu perbuatan tanpa kehendak, maka ia tidak akan mengalami akibatnya, aku katakan. Dalam hal ini, terdapat tiga perbuatan jasmani yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan. Terdapat empat perbuatan ucapan [yang dilakukan dengan kehendak] dan tiga perbuatan pikiran [yang dilakukan dengan kehendak] yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan.

Apakah tiga perbuatan jasmani yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan? Yang pertama adalah membunuh makhluk hidup: seseorang dengan sangat jahat dan kejam, memiliki keinginan untuk menyakiti, dan tidak memiliki belas kasih terhadap [semua jenis] makhluk hidup, termasuk serangga.

Yang kedua adalah mengambil apa yang tidak diberikan: seseorang memiliki kemelekatan pada milik orang lain dan, dengan maksud mencuri, mengambilnya.

Yang ketiga adalah perilaku seksual yang salah: seseorang melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita yang di bawah perlindungan ayahnya, atau di bawah perlindungan ibunya, atau di bawah perlindungan baik ayah maupun ibunya, atau di bawah perlindungan saudara perempuannya, atau di bawah perlindungan saudara laki-lakinya, atau di bawah perlindungan mertuanya, atau di bawah perlindungan sanak keluarganya, atau di bawah perlindungan sukunya; atau dengan seorang wanita yang menikah dengan pria lain, [walaupun] takut dihukum, atau dengan [seorang wanita] yang telah dikalungi dengan bunga sebagai tanda pertunangan.

Ini adalah tiga perbuatan jasmani yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan. Apakah empat perbuatan ucapan yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan?

Yang pertama adalah ucapan salah: seseorang, mungkin dalam suatu pertemuan, atau di antara para pembantunya, atau di istana raja, ketika ditanyai: “Katakan apa yang engkau ketahui!”, mengaku mengetahui apa yang tidak ia ketahui, atau mengaku tidak mengetahui apa yang ia ketahui; mengaku telah melihat apa yang tidak ia lihat, atau mengaku tidak melihat apa yang telah ia lihat; apakah demi kepentingan dirinya sendiri, atau demi kepentingan orang lain, atau demi kepentingan [memperoleh] keuntungan, ia, secara sadar mengatakan kebohongan.

Yang kedua adalah ucapan yang bersifat memecah belah: seseorang berharap memecah belah orang-orang lain; mendengar sesuatu dari orang ini ia memberitahukannya kepada orang itu, untuk menyakiti orang ini; mendengar sesuatu dari orang itu ia memberitahukannya kepada orang ini, untuk menyakiti orang itu. Ia menginginkan untuk memecah belah mereka yang bersatu, dan lebih jauh memecah belah mereka yang telah terpecah; ia membuat golongan-golongan, menyenangi penggolongan, dan memuji penggolongan.

Yang ketiga adalah ucapan kasar: seseorang mengatakan ucapan yang kasar dan tidak sopan dalam nada berbicara, kata-kata yang menyakitkan hati yang menjengkelkan bagi telinga, sehingga orang-orang tidak menikmatinya ataupun menginginkannya; ia mengatakan ucapan demikian seraya menyebabkan orang lain menderita dan kesal, yang tidak membawa pada konsentrasi.

Yang keempat adalah ucapan omong kosong: seseorang membuat ucapan yang tidak pada waktunya, ucapan yang tidak benar, ucapan yang bertentangan dengan Dharma, yang tidak menenangkan; lebih lanjut ia memuji apa yang tidak membawa pada ketenangan, dan mengajarkan dan menganjurkan orang-orang tidak pada waktunya dan dengan cara yang tidak bermanfaat.

Ini adalah empat perbuatan ucapan yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan.

Apakah tiga perbuatan pikiran yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai buahnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan?

Yang pertama adalah keserakahan: seseorang memandang kekayaan dan gaya hidup orang lain, terus-menerus menginginkannya dan berharap: “Jika saja aku dapat memperoleh hal itu!”

Yang kedua adalah kebencian: pikiran seseorang dipenuhi dengan kebencian dan ia berpikir: “Makhluk-makhluk itu harus dibunuh, diikat, ditangkap, dilenyapkan, atau dimusnahkan.” Keinginannya adalah agar mereka mengalami penderitaan segera.

Yang ketiga adalah pandangan salah: seseorang memegang pandangan-pandangan yang menyimpang. Pandangan-pandangan seperti ini, prinsip-prinsip seperti ini:

Tidak ada persembahan, tidak ada pengorbanan, tidak ada mantra-mantra; tidak ada perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat, tidak ada akibat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat; tidak ada dunia ini maupun dunia lain, tidak ada ayah atau ibu; tidak ada para Manusia Sejati di dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang telah pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang telah mengetahui dan merealisasi untuk diri mereka sendiri dunia ini dan dunia lain, dan yang berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Ini adalah tiga perbuatan pikiran yang dilakukan dengan kehendak yang tidak bermanfaat, memiliki penderitaan sebagai akibatnya, dan mengakibatkan pengalaman penderitaan.

Seorang siswa mulia yang terpelajar meninggalkan perbuatan jasmani yang tidak bermanfaat dan berlatih perbuatan jasmani yang bermanfaat; ia meninggalkan perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang tidak bermanfaat dan berlatih perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang bermanfaat. Siswa mulia yang terpelajar itu, yang diberkahi dengan ketekunan dan moralitas dengan cara ini, mencapai perbuatan jasmani yang murni, perbuatan ucapan yang murni, dan perbuatan pikiran yang murni. Ia meninggalkan kebencian dan perseteruan, membuang kemalasan dan kelambanan, tanpa kekhawatiran dan keangkuhan, ia memotong keragu-raguan; ia melampaui kesombangan, memiliki perhatian dan kewaspadaan penuh, dan tanpa kebingungan.

Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, ia berdiam meliputi satu arah, seperti halnya arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perseteruan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tidak terbatas, luhur, tidak terukur dan berkembang dengan baik. Ia berpikir: “Sebelumnya pikiranku sempit dan tidak berkembang dengan baik; sekarang pikiranku tidak terukur dan berkembang dengan baik.”

Jika siswa mulia yang terpelajar itu, yang pikirannya [sekarang] tidak terukur dan berkembang dengan baik demikian, sebelumnya telah mengabaikan latihannya karena teman-teman yang buruk dan melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat, maka ia tidak akan lagi terbawa oleh mereka. Mereka tidak dapat merusaknya dan tidak akan berteman dengannya lebih jauh.

Seumpamanya terdapat seorang anak laki-laki muda atau anak perempuan muda yang, sejak lahir, dapat berlatih pembebasan pikiran melalui cinta-kasih. Apakah ia akan kemudian melakukan perbuatan jasmani, ucapan, atau pikiran yang tidak bermanfaat?

Pada bhikkhu menjawab: “Tidak, Sang Bhagavā. Dan mengapa tidak? Karena ia tidak pernah melakukan perbuatan jahat, bagaimana mungkin perbuatan jahat muncul?”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Oleh karena itu, seorang pria atau wanita, apakah umat awam atau yang telah meninggalkan keduniawian, seharusnya selalu dengan tekun berlatih pembebasan pikiran melalui cinta-kasih. Jika pria atau wanita itu, apakah umat awam atau yang telah meninggalkan keduniawian, berlatih pembebasan pikiran melalui cinta-kasih, [sejak] ketika pergi menuju dunia lain [ia] tidak akan membawa serta tubuh ini, [ia] akan melanjutkan [hanya] sesuai dengan [kualitas-kualitas yang dikembangkan dari] pikiran[nya].

Para bhikkhu, kalian seharusnya berpikir seperti ini: “Sebelumnya, aku lalai, dan melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat. Semoga semua akibatnya dialami saat ini, bukan pada kehidupan berikutnya!”

Seseorang yang berlatih pembebasan pikiran melalui cinta-kasih dengan cara ini, yang tidak terukur dan berkembang dengan baik, pasti akan mencapai buah tidak-kembali, atau jika tidak mencapai itu yang masih lebih tinggi.

[Hal yang sama] dengan belas kasih, kegembiraan empatik, dan dengan keseimbangan. Bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perseteruan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tidak terbatas, luhur, tidak terukur dan berkembang dengan baik.

Ia berpikir: “Sebelumnya, pikiranku sempit dan tidak berkembang dengan baik; sekarang pikiranku tidak terukur dan berkembang dengan baik.”

Jika seorang siswa mulia, yang pikirannya [sekarang] tidak terukur dan berkembang dengan baik demikian, sebelumnya telah mengabaikan latihannya karena teman-teman yang buruk dan melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat, maka ia tidak akan lagi terbawa oleh mereka. Mereka tidak akan merusaknya dan tidak akan berteman dengannya lebih jauh.

Seumpamanya terdapat seorang anak laki-laki muda atau anak perempuan muda yang, sejak lahir, dapat berlatih pembebasan pikiran melalui keseimbangan. Apakah ia akan kemudian melakukan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang tidak bermanfaat?

Para bhikkhu menjawab: “Tidak, Sang Bhagavā. Dan mengapa tidak? Karena ia tidak pernah melakukan perbuatan jahat, bagaimana mungkin perbuatan jahat muncul?”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Oleh karena itu, seorang pria atau wanita, apakah umat awam atau yang telah meninggalkan keduniawian, seharusnya selalu dengan tekun berlatih pembebasan pikiran melalui keseimbangan.

Jika pria atau wanita itu, apakah umat awam atau yang telah meninggalkan keduniawian, berlatih pembebasan pikiran melalui keseimbangan, [sejak] ketika pergi menuju dunia lain [ia] tidak akan membawa serta tubuh ini, [ia] akan melanjutkan [hanya] sesuai dengan [kualitas-kualitas yang dikembangkan dari] pikiran[nya]. Para bhikkhu, kalian seharusnya berpikir seperti ini: “Sebelumnya, aku lalai, dan melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat. Semoga semua akibatnya dialami saat ini, bukan pada kehidupan berikutnya!” Seseorang yang berlatih pembebasan pikiran melalui keseimbangan dengan cara ini, yang tidak terukur dan berkembang dengan baik, pasti akan mencapai buah tidak-kembali, atau jika tidak mencapai itu yang masih lebih tinggi.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #6 on: 03 February 2016, 01:02:01 PM »
16. Kotbah kepada Suku Kālāma<81>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha, yang sedang mengembara di wilayah suku Kālāma bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu, setelah tiba di Kesaputta, berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa)* di sebelah utara Kesaputta.

Pada waktu itu, orang-orang Kālāma dari Kesaputta mendengar bahwa pertapa Gotama, seorang putra Sakya, yang telah meninggalkan keduniawian dari suku Sakya untuk berlatih dalam sang jalan, sedang mengembara di wilayah suku Kālāma bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu dan, setelah tiba di Kesaputta, sedang berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa) di sebelah utara Kesaputta.

[Mereka juga mendengar bahwa] pertapa Gotama memiliki nama baik yang besar, yang telah menyebar di semua kesepuluh arah:

Pertapa Gotama adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang telah pergi dengan baik, pengenal dunia, yang tiada bandingnya, pelatih mereka yang akan dijinakkan, guru para dewa dan manusia, dan dikenal sebagai Buddha, Yang Beruntung.

Di dunia ini, dengan para dewa, Māra, Brahmā, para pertapa, dan brahmananya, dari manusia sampai dengan para dewa, beliau telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya. Dharma yang beliau ajarkan adalah baik pada awalnya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang mengungkapkan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Jika seorang mengunjungi seorang Tathāgata demikian, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [jika seseorang] memberikan penghormatan kepada beliau dengan penuh hormat dan melayani beliau, maka ia akan dengan cepat mendapatkan pahala yang baik.

[Mereka berpikir:] “Kita harus pergi bersama-sama untuk menemui pertapa Gotama dan memberikan penghormatan kepada beliau.”

Setelah mengetahui [tentang Sang Buddha], orang-orang Kālāma dari Kesaputta meninggalkan Kesaputta, sanak keluarga berjalan dalam kelompok bersama-sama. Mereka pergi ke utara menuju hutan kayu keras (simsapa) untuk mengunjungi Sang Bhagavā dan memberikan penghormatan kepada beliau. Setelah mendekati Sang Buddha, beberapa orang Kālāma memberikan penghormatan dengan kepala mereka pada kaki Sang Buddha dan duduk pada satu sisi; beberapa bertukar salam sopan santun dengan Sang Buddha dan duduk pada satu sisi; beberapa menyalami Sang Buddha dengan telapak tangan mereka disatukan dan duduk pada satu sisi; beberapa, setelah melihat Sang Buddha dari suatu jarak, duduk berdiam diri.

Ketika setiap orang Kālāma telah duduk dan tenang, Sang Buddha mengajarkan mereka Dharma, menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah, dengan tak terhitung cara terampil, mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, beliau tetap berdiam diri.

Kemudian orang-orang Kālāma, setelah diajarkan Dharma oleh Sang Buddha, setelah dinasehati, didorong dan digembirakan, bangkit dari tempat duduk mereka, mengatur pakaian mereka sehingga memperlihatkan satu bahu, menyalami Sang Buddha dengan menempatkan telapak tangan mereka bersama-sama, dan berkata kepada Sang Bhagavā:

Gotama, beberapa pertapa atau brahmana mendekati [kami] orang-orang Kālāma dan hanya memuji apa yang telah ia sendiri ketahui dan lihat, sementara mencela dan merendahkan apa yang telah diketahui dan dilihat orang lain. Dan kemudian, Gotama, pertapa dan brahmana lain mendekati [kami] orang-orang Kālāma dan hanya memuji apa yang telah ia sendiri ketahui dan lihat, sementara mencela dan merendahkan apa yang telah diketahui dan dilihat orang lain. Gotama, setelah mendengarkan hal ini, kami memiliki keragu-raguan: Manakah dari para pertapa dan brahmana ini yang benar, dan manakah yang salah?

Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

Orang-orang Kālāma, janganlah ragu! Mengapa? Ketika terdapat keragu-raguan, kebimbangan muncul. Orang-orang Kālāma, kalian sendiri tidak memiliki pengetahuan jernih tentang apakah ada kehidupan berikutnya atau apakah tidak ada kehidupan berikutnya. Orang-orang Kālāma, kalian sendiri juga tidak memiliki pengetahuan jernih tentang perbuatan apakah yang adalah pelanggaran dan perbuatan apakah yang bukan pelanggaran. Orang-orang Kālāma, kalian seharusnya mengetahui bahwa semua perbuatan memiliki tiga sebab, sumber, akar, kondisi penyebab. Apakah tiga hal itu?

Orang-orang Kālāma, keinginan adalah suatu sebab, sumber, akar, kondisi penyebab bagi perbuatan. Orang-orang Kālāma, kebencian dan kebodohan adalah sebab, sumber, akar, kondisi penyebab bagi perbuatan.

Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki keinginan diliputi oleh keinginan; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.

Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki kebencian diliputi oleh kebencian; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.

Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki kebodohan diliputi oleh kebodohan; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan, meninggalkan pembunuhan, membuang pisau dan gada. Ia memiliki rasa malu dan segan, dan pikiran [yang dipenuhi oleh] cinta-kasih dan belas kasih, [dengan mengharapkan] manfaat semua [makhluk], termasuk serangga. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pembunuhan makhluk-makhluk hidup.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pengambilan apa yang tidak diberikan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia mengambil [hanya] apa yang diberikan dan bergembira dalam mengambil [hanya] apa yang diberikan. Ia selalu gemar berderma, bergembira dalam kedermawanan, tanpa kekikiran, dan tidak mengharapkan imbalan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pengambilan apa yang tidak diberikan.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari aktivitas seksual, meninggalkan aktivitas seksual. Ia dengan tekun berlatih hidup selibat, bersemangat dalam perilaku baik ini, murni, tanpa cacat, setelah meninggalkan keinginan indera, setelah meninggalkan keinginan seksual. Ia memurnikan pikirannya dari aktivitas seksual.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan salah, meninggalkan ucapan salah. Ia mengatakan kebenaran, bergembira dalam kebenaran, tak tergoyahkan berkembang dalam kebenaran, sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak akan menipu [siapa pun di] dunia. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan salah.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah dan meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah. Ia tidak terlibat dalam ucapan yang bersifat memecah belah dan tidak menyakiti [hubungan] orang lain. Mendengar sesuatu dari orang ini ia tidak mengatakannya kepada orang itu, untuk menyakiti orang ini; mendengar sesuatu dari orang itu ia tidak mengatakannya kepada orang ini, untuk menyakiti orang itu. Ia berharap menyatukan mereka yang terpecah belah, menyenangi persatuan. Ia tidak termasuk pada golongan mana pun dan tidak menyenangi atau memuji penggolongan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan yang bersifat memecah belah.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari dari ucapan kasar, meninggalkan ucapan kasar. Ia telah meninggalkan jenis ucapan yang mengandung kata-kata yang kasar dan tidak sopan dalam nada berbicara, kata-kata yang menyakitkan hati yang menjengkelkan bagi telinga, yang tidak dinikmati atau diinginkan orang-orang, yang menyebabkan orang lain menderita dan kesal, dan yang tidak membawa pada konsentrasi. Ia mengatakan jenis ucapan yang mengandung kata-kata yang murni, damai, lembut, dan bermanfaat, yang menyenangkan bagi telinga dan memasuki pikiran, yang menyenangkan dan diinginkan, yang memberikan orang lain kebahagiaan, kata-kata yang mengandung makna, yang tidak membuat orang lain takut dan yang membantu orang lain mencapai konsentrasi. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan kasar.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan omong kosong dan meninggalkan ucapan omong kosong. Ia berkata pada waktu [yang tepat], mengatakan apa yang benar, apa yang adalah Dharma, apa yang bermakna, apa yang menenangkan, menyenangi mengatakan apa yang menenangkan. [Sehubungan dengan] hal [apa pun] ia mengajarkan dengan baik dan menasehati dengan baik, menurut waktu [yang tepat] dan cara yang tepat. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan omong kosong.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari keserakahan dan meninggalkan keserakahan; pikirannya tidak dipenuhi dengan keirihatian ketika melihat kekayaan dan gaya hidup orang lain, ia tidak menginginkannya, dengan berharap: “Jika saja aku dapat memperoleh hal itu!” Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan keserakahan.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari kebencian dan meninggalkan kebencian; ia memiliki rasa malu dan segan; pikirannya penuh dengan cinta-kasih dan belas kasih demi kesejahteraan semua makhluk, termasuk serangga. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan kebencian.

Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pandangan salah dan meninggalkan pandangan salah. Ia memegang pandangan benar, pandangan yang tidak menyimpang. Ia memiliki pandangan ini dan membuat pernyataan ini:

Terdapat persembahan, terdapat pengorbanan, terdapat mantra-mantra; terdapat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat dunia ini dan dunia lain, terdapat ayah dan ibu; terdapat para Manusia Sejati di dunia yang dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang telah pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang di dunia ini dan dunia lain telah mengetahui dan merealisasi untuk diri mereka, dan yang berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pandangan salah.

Dengan cara ini, orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar mencapai kemurnian perbuatan jasmani, mencapai kemurnian perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran. Ia meninggalkan kebencian dan perselisihan, membuang kemalasan dan kelambanan, tanpa kegelisahan atau keangkuhan, dan memotong keragu-raguan; ia melampaui kesombongan, memiliki perhatian dan kewaspadaan penuh, dan tanpa kebingungan.

Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, ia berdiam meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, ke mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tak terbatas, mulia, tak terukur dan berkembang dengan baik.

Hal yang sama dengan belas kasih, kegembiraan empatik, dan keseimbangan, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tak terbatas, mulia, tak terukur dan berkembang dengan baik.

Dengan cara ini, orang-orang Kālāma, pikiran seorang siswa mulia yang terpelajar bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, dan ia memperoleh empat kepastian. Apakah empat hal itu?

[Ia berpikir:]

[Jika] terdapat dunia ini dan dunia lain, [jika] terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka menjunjung tinggi dan diberkahi dengan pandangan dan perbuatan benar ini sesuai dengannya, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematianku, aku pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga.

Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian pertama yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]

[Jika] tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, [jika] tidak ada akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dalam hal ini, pada masa kehidupan ini aku tidak dicela oleh orang lain karena kepercayaan ini, tetapi dipuji karena memiliki kewaspadaan penuh, sebagai seorang yang tekun dan seorang yang dikatakan memiliki pandangan benar.

Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian kedua yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]

Apa pun yang telah kulakukan, aku pasti tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak mengingat adanya kejahatan. Mengapa? Karena aku tidak melakukan kejahatan, dari mana penderitaan dapat muncul?

Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian ketiga yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]

Apa pun yang mungkin telah kulakukan, aku tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak melanggar [kebiasaan] dunia, demi ketakutan atau tanpa ketakutan; aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Pikiranku telah bebas dari perselisihan dengan makhluk-makhluk, tidak ternodai, dan bergembira.

Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian keempat yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Ini, orang-orang Kālāma, adalah empat kepastian yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan.

Orang-orang Kālāma[, dengan mengulangi ajaran itu,] berkata kepada Sang Bhagavā:

Sesungguhnya, Gotama, pikiran seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan memperoleh empat kepastian. Apakah empat hal itu?

[Jika] terdapat dunia ini dan dunia lain, [jika] terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dengan menjunjung tinggi dan diberkahi dengan pandangan benar ini dan perbuatan yang sesuai dengannya, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematianku, aku pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga.

Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian pertama yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,

[Jika] tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, [jika] tidak ada akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dalam hal ini, pada masa kehidupan ini aku tidak dicela oleh orang lain karena kepercayaan ini, tetapi dipuji karena memiliki kewaspadaan penuh, sebagai seorang yang tekun dan dikatakan memiliki pandangan benar.

Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian kedua yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,

Apa pun yang telah kulakukan, aku pasti tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak mengingat adanya kejahatan. Mengapa? Karena aku tidak melakukan kejahatan, dari mana penderitaan dapat muncul?

Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian ketiga yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,

Apa pun yang mungki telah kulakukan, aku tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak melanggar [kebiasaan] dunia, demi ketakutan atau tanpa ketakutan; aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Pikiranku telah bebas dari perselisihan dengan makhluk-makhluk, tidak ternodai, dan bergembira.

Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian keempat yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Ini, Gotama, adalah empat kepastian yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan.

Gotama, kami telah mengetahuinya! Sang Sugata, kami telah memahaminya! Sang Bhagavā, kami pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu untuk seumur hidup. Semoga Sang Bhagavā menerima kami sebagai pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir kami pergi berlindung [kepada beliau].

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, semua orang Kālāma dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
« Last Edit: 03 February 2016, 05:58:31 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #7 on: 03 February 2016, 01:30:33 PM »
17. Kotbah kepada Gāmaṇi<82>

Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Nālandā, di hutan mangga Pāvārika.

Pada waktu itu, [pertapa] Asita Devala memiliki seorang putra bernama Gāmaṇi, yang berkulit dan bertubuh agung, cerah dan bercahaya. Sesaat sebelum fajar [Gāmaṇi] mendekati tempat di mana Sang Buddha berada, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, dan berdiri pada satu sisi.

Gāmaṇi, putra Asita Devala, berkata:

Sang Bhagavā, para brahmana dengan sombong menyatakan bahwa mereka melayani berbagai dewa, dan bahwa mereka dapat, sesuai kehendaknya, menyebabkan makhluk-makhluk mencapai alam kehidupan yang baik setelah kematian, agar terlahir kembali di alam surga. Sang Bhagavā adalah Raja Dharma. Semoga Sang Bhagavā menyebabkan orang-orang mencapai alam kehidupan yang baik setelah kematian, agar terlahir kembali di alam surga!

Sang Bhagavā berkata:

Sekarang, Gāmaṇi, aku akan bertanya kepadamu sesuatu. Jawablah sesuai dengan pemahamanmu. Apakah yang engkau pikirkan, Gāmaṇi? Jika di sebuah desa terdapat laki-laki dan perempuan yang malas dan lamban dan yang berperilaku dengan cara yang jahat, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat – pembunuhan makhluk-makhluk hidup, pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah – dan pada waktu kematian mereka banyak orang datang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon, dengan berkata:

Kalian laki-laki dan perempuan, yang telah malas dan lamban dan telah berperilaku dengan cara yang jahat, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat – pembunuhan makhluk-makhluk hidup, pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah – karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, kalian akan<83> mencapai alam kehidupan yang baik, dan terlahir di alam surga.

Gāmaṇi, laki-laki dan perempuan itu, yang malas dan lamban dan telah berperilaku dengan cara yang jahat, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat – pembunuhan makhluk-makhluk hidup, pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah – ketika didorong [ketika menjelang kematian] oleh banyak orang itu yang datang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon kepada mereka, akankah mereka karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, mencapai alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di alam surga?

Gāmaṇi menjawab: “Tidak, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā memujinya dengan berkata:

Bagus sekali, Gāmaṇi! Mengapa demikian? Bahwa laki-laki dan perempuan itu yang malas dan lamban dan yang berperilaku dengan cara yang jahat, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat – pembunuhan makhluk-makhluk hidup, pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah – ketika didekati [ketika menjelang kematian] oleh banyak orang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon kepada mereka; bahwa karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, mereka akan mencapai alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di alam surga, ini tidak mungkin.

Seumpamanya, Gāmaṇi, terdapat sebuah danau yang dalam yang penuh dengan air yang terletak tak jauh dari sebuah desa, dan seseorang melemparkan sebuah batu besar yang berat ke dalamnya. Jika banyak orang datang bersama-sama dan, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon, berkata: “Batu! Semoga engkau mengapung dan keluar!” – apakah yang engkau pikirkan, Gāmaṇi? Ketika didorong oleh banyak orang itu yang datang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon, karena hal ini, dikondisikan hal ini, akankah batu besar yang berat itu keluar [dari dalam danau]?

Gāmaṇi menjawab: “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Demikianlah, Gāmaṇi. Laki-laki dan perempuan itu yang malas dan lamban dan telah berperilaku dengan cara yang jahat, setelah melakukan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat – pembunuhan makhluk-makhluk hidup, pengambilan apa yang tidak diberikan, perilaku seksual yang salah, ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) pandangan salah – ketika didekati [ketika menjelang kematian] oleh banyak orang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon kepada mereka; bahwa karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, mereka akan mencapai alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di alam surga, ini tidak mungkin.

Dan mengapa tidak? Sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat ini adalah hitam dan memiliki akibat yang hitam; secara alamiah mereka cenderung menuju ke bawah, pasti membawa pada alam kehidupan yang buruk.

Apakah yang engkau pikirkan, Gāmaṇi? Jika di sebuah desa terdapat laki-laki dan perempuan yang tekun dan bersemangat dan berlatih Dharma yang mulia, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan bermanfaat – mereka menghindari diri dari pembunuhan dan telah meninggalkan pembunuhan, ... pengambilan apa yang tidak diberikan, ... perilaku seksual yang salah, ... ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) mereka menghindari diri dari pandangan salah dan telah meninggalkan pandangan salah, mereka telah memperoleh pandangan benar – dan pada waktu kematian mereka banyak orang datang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon kepada mereka, dengan berkata:

Kalian laki-laki dan perempuan tekun dan bersemangat dan telah berlatih Dharma yang mulia, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan bermanfaat – kalian menghindari diri dari pembunuhan dan telah meninggalkan pembunuhan, ... pengambilan apa yang tidak diberikan, ... perilaku seksual yang salah, ... ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) kalian menghindari diri dari pandangan salah dan telah meninggalkan pandangan salah, telah memperoleh pandangan benar – dan karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, kalian akan mencapai alam kehidupan yang buruk, terlahir kembali di neraka.

Apakah yang engkau pikirkan, Gāmaṇi? Laki-laki dan perempuan yang tekun dan bersemangat dan telah berlatih Dharma yang mulia, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan bermanfaat – [yang] menghindari diri dari pembunuhan dan telah meninggalkan pembunuhan, ... pengambilan apa yang tidak diberikan, ... perilaku seksual yang salah, ... ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) [yang] menghindari diri dari pandangan salah dan telah meninggalkan pandangan salah, telah memperoleh pandangan benar – ketika didorong oleh banyak orang yang datang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon, akankah mereka karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, mencapai alam kehidupan yang buruk, dan terlahir kembali di neraka?

Gāmaṇi menjawab: “Tidak, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā memujinya dengan berkata:

Bagus sekali, Gāmaṇi. Mengapa? Gāmaṇi, laki-laki dan perempuan itu yang tekun dan bersemangat dan berlatih Dharma yang mulia, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan bermanfaat – mereka menghindari diri dari pembunuhan dan telah meninggalkan pembunuhan, ... pengambilan apa yang tidak diberikan, ... perilaku seksual yang salah, ... ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) mereka menghindari diri dari pandangan salah dan meninggalkan pandangan salah, telah memperoleh pandangan benar – ketika didorong oleh banyak orang, dengan menyatukan telapak tangan mereka, memuji dan memohon; bahwa karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, setelah hancurnya tubuh, pada saat kematian, mereka akan mencapai alam kehidupan yang buruk, dan terlahir kembali di neraka; ini tidak mungkin.

Mengapa demikian? Gāmaṇi, sepuluh jalan perbuatan bermanfaat ini adalah putih dan memiliki akibat yang putih, secara alamiah mereka naik, dengan pasti mencapai alam kehidupan yang baik.

Gāmaṇi, seumpamanya terdapat sebuah danau yang dalam penuh dengan air terletak tak jauh dari sebuah desa, dan seseorang melemparkan ke dalam airnya sekendi penuh ghee dan minyak dan kemudian memecahkannya, sehingga pecahan kendi itu tenggelam ke bawah, sedangkan ghee dan minyak mengapung ke atas.

Gāmaṇi, hal yang sama dengan laki-laki dan perempuan itu yang tekun dan bersemangat dan telah berlatih Dharma yang mulia, dengan melakukan sepuluh jalan perbuatan bermanfaat – mereka menghindari diri dari pembunuhan dan telah meninggalkan pembunuhan, ... pengambilan apa yang tidak diberikan, ... perilaku seksual yang salah, ... ucapan salah, ... (dan seterusnya sampai dengan) mereka menghindari diri dari pandangan salah dan meninggalkan pandangan salah, telah memperoleh pandangan benar –

Pada waktu kematian mereka, tubuhnya, yang adalah materi kasar, yang tersusun dari empat unsur, terlahir dari ayah dan ibu, diberi makan dan dibesarkan bergantung pada makanan, dan [saat usia tua] menahan penderitaan [ketika] diduduki dan dibaringkan untuk dipijat dan dimandikan, bersifat menjadi hancur, bersifat melenyap, bersifat menjadi terurai. Setelah kematian, ia akan dipatuk oleh burung gagak, atau dimakan oleh macan dan serigala, atau dibakar, atau dikuburkan, dan akhirnya menjadi abu dan debu. [Namun demikian,] pikiran mereka, indera pikiran mereka, kesadaran mereka, setelah terus-menerus diliputi dengan keyakinan, ketekunan, banyak belajar, kedermawanan, dan kebijaksanaan, karena hal ini, dikondisikan oleh hal ini, secara alamiah mereka akan naik, untuk terlahir kembali di alam kehidupan yang baik.

Gāmaṇi, mereka yang membunuh makhluk-makhluk hidup, jika mereka menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, maka mereka berada pada jalan peningkatan, jalan yang menaik dan maju, jalan menuju alam kehidupan yang baik. Gāmaṇi, mereka yang mengambil apa yang tidak diberikan... [yang terlibat dalam] perilaku seksual yang salah... ucapan salah... (dan seterusnya sampai dengan) mereka yang memiliki pandangan salah, jika mereka menghindari diri dari pandangan salah dan memperoleh pandangan benar, maka mereka berada pada jalan peningkatan, jalan yang menaik dan maju, jalan menuju alam kehidupan yang baik.

Lebih lanjut, Gāmaṇi, terdapat jalan peningkatan yang lain, jalan yang menaik dan maju [lainnya], jalan menuju alam kehidupan yang baik [lainnya]. Apakah, Gāmaṇi, jalan peningkatan yang lain, jalan menaik dan maju, jalan menuju alam kehidupan yang baik itu? Ini adalah jalan mulia berunsur delapan: pandangan benar... (dan seterusnya sampai dengan) konsentrasi benar – delapan hal ini, Gāmaṇi, ini juga adalah suatu jalan peningkatan, suatu jalan yang menaik dan maju, suatu jalan menuju alam kehidupan yang baik.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Gāmaṇi dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #8 on: 03 February 2016, 01:36:23 PM »
18. Kotbah kepada Sīha<84>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Vesāli, di Aula Beratap Segitiga dekat Danau Monyet.

Pada waktu itu, banyak orang Licchavi dari Vesāli telah datang bersama-sama di aula pertemuan, seringkali mengatakan dengan pujian tentang Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Pada waktu itu, Menteri Senior Sīha, seorang siswa para Nigaṇṭha, juga berada di dalam perkumpulan itu.

Kemudian Menteri Senior Sīha ingin mengunjungi Sang Buddha dan memberikan penghormatan kepada beliau. Menteri Senior Sīha pertama-tama pergi ke tempat para Nigaṇṭha, dan berkata kepada para Nigaṇṭha: “Para Yang Mulia, aku ingin pergi dan mengunjungi pertapa Gotama.”

Kemudian, para Nigaṇṭha menegur Sīha, dengan berkata:

Engkau tidak seharusnya berharap mengunjungi pertapa Gotama! Mengapa? Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan. Sīha, mengunjungi [seseorang yang menyatakan] suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan adalah tidak menguntungkan, dan juga tidak menguntungkan untuk memberikan penghormatan [kepadanya].

Banyak orang Licchavis dari Vesāli itu datang bersama-sama lagi di aula pertemuan kedua dan ketiga kalinya, seringkali mengatakan dengan pujian tentang Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu; dan kedua dan ketiga kalinya Menteri Senior Sīha, seorang siswa para Nigaṇṭha, berada dalam perkumpulan itu. Kemudian, kedua dan ketiga kalinya, Menteri Senior Sīha memiliki keinginan untuk mengunjungi Sang Buddha dan memberikan penghormatan kepada beliau.

[Pada kesempatan ketiga] Menteri Senior Sīha, tanpa meminta izin dari para Nigaṇṭha, mendekati Sang Buddha. Setelah bertukar salam, ia duduk pada satu sisi dan berkata:

Aku telah mendengar demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan beliau menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.” Gotama, jika seseorang berkata demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan,” apakah orang itu tidak salah menggambarkan pertapa Gotama? Apakah ia mengatakan apa yang benar? Apakah ia mengatakan apa yang merupakan Dharma? Apakah ia mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma? Apakah ia tidak jauh dalam kesalahan dan mendatangkan celaan menurut Dharma?

Sang Bhagavā menjawab:

Sīha, jika seseorang berkata demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan,” ia tidak salah menggambarkan pertapa Gotama, ia mengatakan apa yang benar, ia mengatakan apa yang merupakan Dharma, ia mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma, dan ia tidak jatuh dalam kesalahan atau mendatangkan celaan menurut Dharma.

Mengapa demikian? Sīha, terdapat suatu cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim [untuk terlahir kembali], dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim.”

Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian.”

Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah tidak untuk dilakukan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah tidak untuk dilakukan.

Sīha, tak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian – aku menyatakan bahwa semua ini adalah tidak untuk dilakukan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.”

Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang baik adalah untuk dilakukan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang baik adalah untuk dilakukan. Sīha, tidak terhitung keadaan bermanfaat dari jenis ini, yang akibatnya dialami sebagai kebahagiaan, sebagai kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik, diberkahi dengan masa kehidupan yang panjang – aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk dilakukan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan.”

Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah untuk dimusnahkan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah untuk dimusnahkan. Sīha, tidak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian – aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk dimusnahkan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan.”

Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan. Sīha, tidak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian – aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan.”

Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya”? Sīha, aku mengajarkan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan keinginan indera, aku menyatakan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan kebencian dan kebodohan. Sīha, tak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian – aku mengajarkan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan hal-hal ini. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya.”
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #9 on: 03 February 2016, 01:38:00 PM »
Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan”?

Sīha, terdapat para pertapa dan brahmana, yang pergi telanjang dan tidak berpakaian, yang menggunakan tangan mereka sebagai pakaian [untuk menutupi bagian pribadi mereka], atau menggunakan dedaunan sebagai pakaian, atau menggunakan manik-manik sebagai pakaian; yang tidak akan menggunakan sebuah pot untuk mengambil air, atau tidak akan menggunakan sebuah centong untuk mengambil air; yang tidak akan makan makanan yang diperoleh dengan penipuan, atau dengan secara pribadi mendekati [seorang pemberi], atau dengan mengirimkan seorang pengikut yang berkeyakinan [untuk mendapatkannya], atau [ketika dipanggil demikian:] “Datanglah, yang mulia!”, atau “Sangat bagus, yang mulia!”, atau “Tinggallah, yang mulia!”

Atau [terdapat mereka] yang, ketika dua orang sedang makan bersama, tidak akan makan dengan mereka; atau yang tidak akan makan makanan dari sebuah rumah di mana terdapat seorang wanita hamil, atau dari sebuah rumah di mana terdapat hewan peliharaan anjing; atau yang tidak akan mengambil makanan dari sebuah rumah di mana lalat beterbangan di sekeliling kotoran; atau yang tidak akan makan ikan, tidak makan daging, tidak minum minuman keras, tidak minum air [yang dianggap sebagai] kejahatan, atau tidak minum sama sekali tetapi berlatih dalam praktek tidak minum; atau yang makan satu suap dan puas dengan satu suap, atau makan dua suap, atau tiga, empat ... atau paling banyak tujuh suap dan puas dengan tujuh suap.

Atau [terdapat mereka] yang makan [hanya dana makanan] yang mereka peroleh pada sebuah [rumah] dan puas dengan apa yang mereka peroleh pada sebuah [rumah], atau pada dua [rumah], atau tiga, empat ... atau paling banyak tujuh [rumah] dan puas dengan apa yang mereka peroleh pada tujuh [rumah]; atau yang memakan satu porsi makanan sehari dan puas dengan satu porsi makanan, atau satu porsi makanan dalam dua hari, atau dalam tiga, empat, lima, enam, atau dalam tujuh hari, atau dalam dua minggu, atau yang memakan satu porsi makanan dalam satu bulan dan puas denagn satu porsi makanan [dalam satu bulan].

Atau [terdapat mereka] yang makan akar-akaran yang dapat dimakan, atau padi liar, atau jawawut atau kulit padi, atau sampah beras, atau makanan kasar; yang pergi ke tempat terasing dan hidup dari [apa yang mereka temukan] dalam keterasingan, atau makan akar-akaran atau makan buah-buahan, atau makan buah-buahan yang jatuh.

Atau [terdapat mereka] yang berpakaian dalam jubah yang ditambal, atau dalam jubah yang terbuat dari rambut, atau dalam jubah yang terbuat dari bahan kasar, atau dalam jubah yang terbuat dari rambut dan bahan kasar; atau yang memakai kulit yang dilubangi, atau memakai kulit yang dilubangi sepenuhnya; yang membuat rambutnya kusut, atau membuat rambutnya berkepang, atau membuat rambutnya kusut dan berkepang, atau mencukur rambutnya, atau mencukur janggutnya, atau mencukur rambut dan janggutnya, atau mencabut rambutnya, atau mencabut janggutnya, atau mencabut rambut dan janggutnya.

Atau [terdapat mereka] yang terus-menerus berdiri, dengan menghindari diri dari duduk; atau bergerak dalam posisi jongkok; atau berbaring di atas duri, dengan menggunakan tempat tidur berduri; atau berbaring di atas buah-buahan, dengan menggunakan tempat tidur dari buah-buahan; atau yang memuja air siang dan malam, dengan menyiramkannya dengan tangan mereka; atau yang memuja api, dengan membuatnya terus-menerus membakar.

Atau [terdapat mereka] yang memuja matahari dan bulan, dengan menghormatinya sebagai dewa yang berkekuatan besar, dan menyambutnya dengan merangkapkan telapak tangan. Dengan cara ini mereka mengalami tak terhitung penderitaan dalam praktek penyiksaan diri. Sīha, terdapat pertapaan demikian; aku tidak menolaknya.

Tetapi, Sīha, pertapaan demikian adalah perbuatan yang rendah, yang membawa pada penderitaan, membawa pada kesengsaraan, suatu praktek orang duniawi; ini bukanlah jalan mulia. [Sebaliknya,] Sīha, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang cara “pertapaan”-nya terdiri atas mengetahui [kekotoran-kekotoran], meninggalkannya, [menyebabkannya] lenyap sepenuhnya, mencabutnya hingga ke akarnya dan memotongnya, sehingga mereka tidak akan pernah muncul lagi, maka aku menyatakan “pertapaan” ini.

Sīha, karena Sang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan sepenuhnya tercerahkan, cara “pertapaan” yang terdiri dari mengetahui [kekotoran-kekotoran], meninggalkannya, [menyebabkannya] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga mereka tidak akan pernah muncul lagi. Karena alasan ini aku menjalankan “pertapaan”. Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan.”

Lagi, Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim [untuk terlahir kembali], dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim”?

Sīha, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang [melalui] pengetahuan lebih tinggi meninggalkan kelahiran kembali mendatang di dalam rahim, [menyebabkan kelahiran kembali mendatang] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga ia tidak akan muncul lagi, aku menyatakan bahwa mereka akan [sesungguhnya] tidak memasuki rahim.

Sīha, Sang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [melalui] pengetahuan lebih tinggi meninggalkan kelahiran kembali mendatang di dalam rahim, [menyebabkan kelahiran kembali mendatang] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga ia tidak akan muncul lagi. Karena alasan ini, aku tidak akan lagi memasuki rahim.
Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim.”

Lagi, Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian”?

Sīha, [aku] yang mencapai sepenuhnya puncak kehidupan suci, demi tujuan di mana seorang anggota keluarga<85> mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah berdasarkan keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Dalam kehidupan ini juga aku telah dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan aku berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi, aku mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Setelah mencapai kedamaian dengan diriku sendiri, aku membawakan kedamaian kepada para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam laki-laki dan umat awam perempuan lainnya. Setelah membawakan kedamaian kepada mereka, aku membawa pembebasan dari kelahiran kepada makhluk-makhluk hidup lainnya yang tunduk pada kelahiran, ... tunduk pada usia tua, ... tunduk pada penyakit, ... tunduk pada kematian ... aku membawa pembebasan dari dukacita, kesedihan, dan kekotoran kepada makhluk-mahluk lainnya yang tunduk pada dukacita, kesedihan, dan kekotoran.

Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian.”

Menteri Senior Sīha berkata kepada Sang Bhagavā:

Gotama, aku telah mengetahuinya! Sang Sugata, aku telah memahaminya! Gotama, seperti halnya ketika seseorang dengan penglihatan yang jernih mengungkapkan apa yang tersembunyi, membuka apa yang tertutup, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memberikan pelita dalam kegelapan, sehingga mereka dengan mata dapat melihat bentuk-bentuk. Dengan cara yang sama, pertapa Gotama telah mengajarkanku Dharma menggunakan tak terhitung cara terampil untuk mengungkapkan maknanya dengan berbagai cara.

Sang Bhagavā, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].

Sang Bhagavā, seperti halnya seseorang yang memelihara kuda yang jelek, dengan berharap memperoleh manfaat darinya, hanya melelahkan dirinya sendiri dan tidak memperoleh manfaat – Sang Bhagavā, aku adalah seperti ini. Para Nigaṇṭha itu tidak memiliki pengetahuan benar; mereka tidak mengetahui bagi diri mereka sendiri. Tidak mengenali ladang subur [ajaran Sang Buddha], dan tidak menyelidiki bagi diriku sendiri, [aku] telah lama menghormati mereka, memberikan persembahan, dan memberikan penghormatan kepada mereka, dengan berharap memperoleh manfaat darinya; tetapi aku hanya menderita sia-sia.

Sang Bhagavā, untuk kedua kalinya aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].

Sang Bhagavā, aku sebelumnya bodoh. Apa pun keyakinan dan penghormatan yang aku lakukan terhadap para Nigaṇṭha hari ini telah dipotong. Mengapa? Karena aku tertipu. Sang Bhagavā, untuk ketiga kalinya, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Menteri Senior Sīha dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #10 on: 03 February 2016, 01:48:38 PM »
19. Kotbah kepada Para Nigaṇṭha<86>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Sakya, di Devadaha.

Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Para Nigaṇṭha memegang pandangan ini dan menyatakan:

Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, maka semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah lenyap, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan telah tercapai, akhir penderitaan tercapai.

Oleh sebab itu aku mendekati mereka, dan ketika tiba, aku bertanya:

Para Nigaṇṭha, apakah kalian memegang pandangan ini dan menyatakan: “Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, maka semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah lenyap, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan tercapai, akhir penderitaan tercapai”?

Mereka menjawab: “Demikianlah, Gotama.” Aku juga bertanya kepada para Nigaṇṭha itu:

Apakah kalian secara pribadi memiliki pengetahuan jernih bahwa “Aku ada pada masa lampau,” atau “Aku tidak ada pada masa lampau”; “Aku melakukan kejahatan pada masa lampau,” atau “Aku tidak melakukan kejahatan pada masa lampau”; “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan telah dipadamkan,” atau “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan belum dipadamkan,” atau “Ketika ini telah dipadamkan, ketika padamnya telah dicapai, maka, dengan berlatih, aku akan merealisasi dalam kehidupan ini pemusnahan semua keadaan tidak bermanfaat dan pencapaian banyak keadaan bermanfaat”?

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.” Aku juga berkata kepada para Nigaṇṭha:

[Kalian telah menyatakan bahwa] kalian tidak secara pribadi memiliki pengetahuan jernih bahwa “Aku ada pada masa lampau,” atau “Aku tidak ada pada masa lampau”; “Aku melakukan kejahatan pada masa lampau,” atau “Aku tidak melakukan kejahatan pada masa lampau”; “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan telah dipadamkan,” atau “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan belum dipadamkan,” atau “Ketika ini telah dipadamkan, ketika padamnya telah dicapai, maka, dengan berlatih, aku akan merealisasi dalam kehidupan ini pemusnahan semua keadaan tidak bermanfaat dan pencapaian banyak keadaan bermanfaat.” Bagaimana, kemudian, kalian dapat menyatakan: “Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, maka semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah lenyap, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan tercapai, akhir penderitaan tercapai”?

Para Nigaṇṭha, jika kalian secara pribadi memiliki pengetahuan jernih bahwa: “Aku ada pada masa lampau,” atau “Aku tidak ada pada masa lampau”; “Aku melakukan kejahatan pada masa lampau,” atau “Aku tidak melakukan kejahatan pada masa lampau”; “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan telah dipadamkan,” atau “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan belum dipadamkan,” atau “Ketika ini telah dipadamkan, ketika padamnya telah dicapai, maka, dengan berlatih, aku akan merealisasi dalam kehidupan ini pemusnahan semua keadaan tidak bermanfaat dan pencapaian banyak keadaan bermanfaat,” maka, para Nigaṇṭha, kalian dapat menyatakan: “Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, maka semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah lenyap, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan tercapai, akhir penderitaan tercapai.”

Para Nigaṇṭha, seumpamanya bahwa tubuh seseorang telah dilukai oleh sebatang anak panah beracun dan, karena dilukai oleh anak panah beracun ini, rasa sakit yang amat sangat muncul. Kemudian, karena kasihan dan peduli terhadap luka itu, keluarga dan sanak saudaranya memanggil seorang ahli bedah untuk menarik keluar anak panah itu, demi manfaat dan kesejahteraannya. Ahli bedah itu datang, dan dengan sebuah pisau tajam membuka luka itu; dan ketika luka itu dibuka, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah membuka luka itu, ahli bedah itu memeriksa ujung logam anak panah itu; dan ketika ia memeriksa ujung anak panah itu, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah memeriksa dan menemukan ujung anak panah itu, ia menariknya keluar; dan ketika ia menariknya keluar, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah menarik keluar ujung anak panah itu, ia membungkus dan membaluti luka itu; dan ketika ia membalutinya, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah ujung anak panah telah ditarik keluar, orang itu memperoleh kembali kekuatannya dan merasa lebih baik. Tanpa kerusakan apa pun pada indera-inderanya, ia sembuh dan menjadi seperti ia yang sebelumnya.

Para Nigaṇṭha, orang itu, secara pribadi setelah memiliki pengetahuan jernih, berpikir: “Sebelumnya aku terluka oleh sebuah anak panah beracun, dan karena itu rasa sakit yang amat sangat muncul. Kemudian, karena kasihan dan peduli terhadap luka itu, keluarga dan sanak saudaraku memanggil seorang ahli beda untuk mencabut keluar anak panah itu. demi manfaat dan kesejahteraanku. Ahli bedah itu datang, dan dengan sebuah pisau tajam membuka luka itu; dan ketika luka itu dibuka, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah membuka luka itu, ahli bedah itu memeriksa ujung logam anak panah itu; dan ketika ia memeriksa ujung anak panah itu, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah memeriksa dan menemukan ujung anak panah itu, ia menariknya keluar; dan ketika ia menariknya keluar, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah menarik keluar ujung anak panah itu, ia membungkus dan membaluti luka itu; dan ketika ia membalutinya, rasa sakit yang amat sangat muncul kembali. Setelah ujung anak panah telah ditarik keluar, aku memperoleh kembali kekuatanku dan merasa lebih baik. Tanpa kerusakan apa pun pada indera-inderanya, aku sembuh dan menjadi seperti aku yang sebelumnya.”

Dengan cara yang sama, para Nigaṇṭha, jika kalian secara pribadi memiliki pengetahuan jernih bahwa “Aku ada pada masa lampau,” atau “Aku tidak ada pada masa lampau”; “Aku melakukan kejahatan pada masa lampau,” atau “Aku tidak melakukan kejahatan pada masa lampau”; “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan telah dipadamkan,” atau “Penderitaan sebanyak ini yang kuciptakan belum dipadamkan”; atau “Ketika ini telah dipadamkan, ketika padamnya telah dicapai, maka, dengan berlatih, aku akan merealisasi dalam kehidupan ini pemusnahan semua keadaan tidak bermanfaat dan pencapaian banyak keadaan bermanfaat,” maka, para Nigaṇṭha, kalian dapat menyatakan: “Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, maka semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah lenyap, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan tercapai, akhir penderitaan tercapai.” Aku bertanya kepada mereka dengan cara ini, tetapi aku tidak melihat para Nigaṇṭha mana pun yang dapat menjawabku, dengan berkata: “Gotama, demikianlah,” atau “Bukan demikian.”

Lagi, aku bertanya kepada para Nigaṇṭha: “Jika para Nigaṇṭha [terlibat dalam] usaha keras dan pertapaan keras, apakah pada waktu itu rasa sakit yang kuat akan muncul dalam diri para Nigaṇṭha?”

Mereka menjawab: “Ya, Gotama.”

[Sang Buddha berkata:] “Jika para Nigaṇṭha [terlibat dalam] usaha menengah dan pertapaan menengah, apakah pada waktu rasa sakit menengah akan muncul dalam diri para Nigaṇṭha?”

Mereka menjawab: “Ya, Gotama.”

[Sang Buddha berkata:] “Jika para Nigaṇṭha [terlibat dalam] usaha kecil dan pertapaan kecil, apakah pada waktu itu rasa sakit yang lemah akan muncul dalam diri para Nigaṇṭha?”

Mereka menjawab: “Ya, Gotama.”

[Sang Buddha berkata:]

Jadi, [ketika] para Nigaṇṭha [terlibat dalam] usaha keras dan pertapaan keras, pada waktu itu rasa sakit yang kuat muncul dalam diri para Nigaṇṭha; [ketika] mereka [terlibat dalam] usaha menengah dan pertapaan menengah, pada waktu itu rasa sakit menengah muncul dalam diri para Nigaṇṭha; [ketika] mereka [terlibat dalam] usaha kecil dan pertapaan kecil, pada waktu itu rasa sakit yang lemah muncul dalam diri para Nigaṇṭha.

Ketika para Nigaṇṭha [terlibat dalam] usaha keras dan pertapaan keras, pada waktu itu rasa sakit yang kuat ditenangkan oleh para Nigaṇṭha; [ketika] mereka [terlibat dalam] usaha menengah dan pertapaan menengah, pada waktu itu rasa sakit menengah ditenangkan oleh para Nigaṇṭha; [ketika] mereka [terlibat dalam] usaha kecil dan pertapaan kecil, pada waktu itu rasa sakit yang lemah ditenangkan oleh para Nigaṇṭha.

Apakah mereka melakukan seperti ini atau tidak melakukan seperti ini untuk menenangkan rasa sakit yang amat sangat, rasa sakit yang sangat berat, harus diketahui bahwa para Nigaṇṭha [hanya] menghasilkan rasa sakit [mereka sendiri] pada kehidupan sekarang.

Tetapi para Nigaṇṭha dibungkus oleh kebodohan, dipengaruhi oleh kebodohan, dengan mengatakan: “Apa pun yang dialami seseorang disebabkan oleh apa yang telah dilakukan pada masa lampau. Jika karma masa lampau dimusnahkan melalui pertapaan, dan tidak ada [karma] baru diciptakan, semua karma menjadi lenyap; dengan semua karma telah dilenyapkan, pelenyapan penderitaan tercapai; dengan pelenyapan penderitaan tercapai, akhir penderitaan tercapai.”
Aku bertanya kepada mereka dengan cara ini, tetapi aku tidak menemukan para Nigaṇṭha mana pun yang dapat menjawabku, dengan berkata: “Gotama, demikianlah,” atau “Bukan demikian.”
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #11 on: 03 February 2016, 01:50:37 PM »
Aku juga bertanya kepada para Nigaṇṭha: “Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami sebagai kebahagiaan, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat diubah menjadi memiliki penderitaan sebagai akibatnya?”

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

[Aku bertanya lebih lanjut] “Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami sebagai penderitaan, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat diubah menjadi memiliki kebahagiaan sebagai akibatnya?”

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

“Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami pada masa kehidupan ini, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat diubah menjadi memiliki akibatnya pada kehidupan berikutnya?”

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

“Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami pada kehidupan berikutnya, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat diubah menjadi memiliki akibatnya pada masa kehidupan ini?”
Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

“Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya belum matang, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat diubah menjadi memiliki akibatnya yang matang?”

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

“Para Nigaṇṭha, jika terdapat suatu perbuatan yang akibatnya telah matang, apakah perbuatan itu, melalui usaha dan melalui pertapaan, dapat dibuat menjadi sebaliknya?”

Mereka menjawab: “Tidak, Gotama.”

[Sang Buddha berkata:]

Jadi, para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami sebagai kebahagiaan, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, diubah menjadi memiliki penderitaan sebagai akibatnya.

Para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami sebagai penderitaan, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, diubah menjadi memiliki kebahagiaan sebagai akibatnya.

Para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami pada masa kehidupan ini, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, diubah menjadi memiliki akibatnya pada kehidupan berikutnya.

Para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya akan dialami pada kehidupan berikutnya, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, diubah menjadi memiliki akibatnya pada masa kehidupan ini.

Para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya belum matang, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, diubah menjadi memiliki akibatnya yang matang.

Para Nigaṇṭha, suatu perbuatan yang akibatnya telah matang, perbuatan itu tidak dapat, melalui usaha dan melalui pertapaan, dibuat menjadi sebaliknya.

Oleh karena itu, para Nigaṇṭha, upaya kalian adalah sia-sia, usaha kalian adalah kosong dan sia-sia.

Kemudian para Nigaṇṭha itu berkata kepadaku: “Gotama, kami memiliki seorang guru yang mulia, bernama Nigaṇṭha Nātaputta, yang menyatakan demikian:

Para Nigaṇṭha, jika kalian menciptakan karma jahat pada masa lampau, maka karma itu dapat sepenuhnya dipadamkan dengan cara pertapaan ini. [Dan] jika kalian sekarang mengendalikan jasmani, ucapan, dan pikiran kalian, maka melalui [pengendalian] ini kalian tidak akan menciptakan karma jahat yang lebih jauh lagi.

Lagi, aku bertanya kepada para Nigaṇṭha itu: “Apakah kalian percaya kepada guru [kalian] yang mulia, Nigaṇṭha Nātaputta, tanpa memiliki keragu-raguan apa pun?”

Mereka menjawab: “Gotama, kami percaya kepada guru [kami] yang mulia, Nigaṇṭha Nātaputta, tanpa memiliki keragu-raguan apa pun.”

Lagi, aku berkata kepada para Nigaṇṭha itu:

Terdapat lima hal, yang mungkin memiliki hasil yang berunsur dua dalam kehidupan ini. Mereka adalah: kepercayaan, rasa suka, tradisi lisan, ingatan, dan pandangan yang telah dipertimbangkan dengan baik. Nigaṇṭha, seseorang yang dirinya sendiri mengatakan apa yang tidak benar, apakah [ia] dapat [menganggap bahwa pernyataan yang tidak benar itu] sebagai dapat dipercaya, sebagai dapat disukai, sebagai bersifat tradisi, sebagai dapat diingat, sebagai pandangan yang dipertimbangkan dengan baik?

Mereka menjawab: “Ya, Gotama.”

Kemudian aku berkata lebih jauh kepada para Nigaṇṭha itu:

[Tetapi mempertimbangkan bahwa] ini adalah pernyataan yang tidak benar, bagaimana mungkin ia dapat dipercaya, bagaimana mungkin ia dapat disukai, bagaimana mungkin ia dapat bersifat tradisi, bagaimana mungkin ia dapat diingat, bagaimana mungkin ia dapat direnungkan dengan baik? [Tetapi] orang yang dirinya sendiri mengatakan apa yang tidak benar memiliki kepercayaan [terhadapnya], memiliki rasa suka [terhadapnya], mendengar[nya sebagai yang bersifat tradisi], memiliki ingatan [tentangnya], mempertimbangkan[nya] dengan baik.

[Para bhikkhu,] jika para Nigaṇṭha mengatakan demikian, maka mereka menyebabkan celaan yang berunsur lima sesuai dengan Dharma dan dapat dipersalahkan.<87> Apakah lima hal itu?

Jika semua kenikmatan dan kesakitan yang sekarang dialami para makhluk ini disebabkan oleh perbuatan yang telah dilakukan [pada masa lampau], maka para Nigaṇṭha [pasti] telah melakukan kejahatan pada masa lampau. Mengapa? Karena itu akan menjadi alasan mengapa para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat. Ini adalah [alasan] pertama di mana para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh teman-teman yang mereka pelihara, maka para Nigaṇṭha [pasti] telah memelihara teman-teman yang jahat pada masa lampau. Mengapa? Karena itu akan menjadi [alasan] mengapa para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat. Ini adalah [alasan] kedua di mana para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh nasib, maka para Nigaṇṭha [pasti] telah memiliki nasib yang buruk pada masa lampau. Mengapa? Karena itu akan menjadi [alasan] mengapa para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat. Ini adalah [alasan] ketiga di mana para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh pandangan, maka para Nigaṇṭha [pasti] telah memiliki pandangan jahat pada masa lampau. Mengapa? Karena itu akan menjadi [alasan] mengapa para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat. Ini adalah [alasan] keempat di mana para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi, maka pada masa lampau para Nigaṇṭha [pasti] telah diciptakan oleh suatu dewa tertinggi yang jahat. Mengapa? Karena itu akan menjadi [alasan] mengapa para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat. Ini adalah [alasan] kelima di mana para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.

Jika pada masa lampau para Nigaṇṭha melakukan kejahatan, ... memelihara teman-teman jahat, ... memiliki nasib buruk, ... memegang pandangan jahat, [jika terdapat] suatu dewa tertinggi yang jahat dan mereka diciptakan oleh dewa tertinggi yang jahat ini; dan jika karena hal ini para Nigaṇṭha sekarang mengalami rasa sakit yang amat sangat – maka karena alasan ini, berdasarkan sebab ini, para Nigaṇṭha dapat dipersalahkan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #12 on: 03 February 2016, 01:52:21 PM »
Dharma, yang aku ketahui dengan diriku sendiri dan realisasikan dengan diriku sendiri, dan yang telah kunyatakan kepada kalian, tidak dapat disanggah, tidak dapat dikotori, tidak dapat dimenangkan oleh para pertapa, brahmana, dewa, Māra, Brahmā atau siapa pun di dunia. Mengapa bahwa Dharma, yang aku ketahui dengan diriku sendiri dan realisasikan dengan diriku sendiri, dan yang telah kunyatakan kepada kalian, tidak dapat disanggah, tidak dapat dikotori, tidak dapat dimenangkan oleh para pertapa, brahmana, dewa, Māra, Brahmā atau siapa pun di dunia?

Jika seorang bhikkhu meninggalkan perbuatan jasmani yang tidak bermanfaat dan berlatih perbuatan jasmani yang bermanfaat, [jika ia] meninggalkan perbuatan ucapan dan pikiran yang tidak bermanfaat dan berlatih perbuatan ucapan dan pikiran yang bermanfaat, maka sehubungan dengan penderitaan yang akan datang [yang disebabkan perbuatan sekarang yang tidak bermanfaat] ia secara pribadi mengetahui: “Tidak akan ada penderitaan yang akan datang [demikian] bagiku.” Sesuai dengan Dharma ia mencapai kebahagiaan dan tidak akan membuangnya.

Dengan beraspirasi untuk melenyapkan sebab penderitaan [tertentu], ia dapat berlatih dengan aspirasi [itu]; atau, dengan beraspirasi untuk melenyapkan sebab penderitaan [tertentu], ia dapat berlatih keseimbangan [sehubungan dengan] aspirasi [itu].

Jika, dengan beraspirasi untuk melenyapkan sebab penderitaan [tertentu], ia berlatih dengan aspirasi [itu]; dan jika ia kemudian mengembangkan prakteknya dengan aspirasi [itu] dan melenyapkan [sebab penderitaan tertentu] itu, maka penderitaan [tersebut] menjadi padam.

Jika, dengan beraspirasi untuk melenyapkan sebab penderitaan [tertentu], ia berlatih keseimbangan [sehubungan dengan] aspirasi [itu]; dan jika ia kemudian mengembangkan prakteknya dengan keseimbangan dan melenyapkan [sebab penderitaan tertentu] itu, maka penderitaan [tersebut] menjadi padam.

Kemudian, bhikkhu itu berpikir:

Berdasarkan perilaku seseorang, berdasarkan perbuatan seseorang, keadaan-keadaan tidak bermanfaat muncul dan keadaan-keadaan bermanfaat lenyap. Jika aku melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri<88>, maka keadaan-keadaan tidak bermanfaat akan lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat akan muncul. Sekarang, aku akan lebih baik melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri.

Kemudian ia melenyapkan penderitaan itu dan, ketika penderitaan itu telah dilenyapkan, keadaan-keadaan tidak bermanfaat lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat muncul, dan ia tidak lagi perlu melenyapkan penderitaan itu. Mengapa? Karena, para bhikkhu, tujuan awalnya telah tercapai, bukan bahwa ia perlu melenyapkan penderitaan itu lagi.

Para bhikkhu, seperti halnya seorang pembuat panah dapat menggunakan suatu contoh untuk meluruskan sebuah anak panah, tetapi ketika anak panah itu telah diluruskan, ia tidak lebih lanjut menggunakan contoh itu. Mengapa? Karena tujuan awal orang itu telah tercapai, bukan bahwa ia perlu menggunakan contoh itu lagi.

Dengan cara yang sama, seorang bhikkhu berpikir:

Berdasarkan perilaku seseorang, berdasarkan perbuatan seseorang, keadaan-keadaan tidak bermanfaat muncul dan keadaan-keadaan bermanfaat lenyap. Jika aku melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri, maka keadaan-keadaan tidak bermanfaat akan lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat akan muncul. Sekarang, aku akan lebih baik melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri.

Kemudian ia melenyapkan penderitaan itu dan, ketika penderitaan itu telah dilenyapkan, keadaan-keadaan tidak bermanfaat lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat muncul, dan ia tidak lagi perlu melenyapkan penderitaan itu. Mengapa? Karena tujuan awalnya telah tercapai, bukan bahwa ia perlu melenyapkan penderitaan itu lagi.

Para bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang laki-laki [tertentu] mencintai seorang wanita, melekat padanya, dan sangat memperhatikannya; tetapi wanita itu alih-alih berbicara dengan orang lain, bertukar salam dengannya, dan mereka pergi dan menghabiskan malam bersama. Apakah, karena hal ini, penderitaan jasmani dan batin, kekesalan, dan kesedihan dan dukacita yang mendalam akan muncul dalam diri laki-laki itu?

Para bhikkhu menjawab:

Ya tentu saja, Sang Bhagavā. Dan mengapa? Laki-laki itu mencintai wanita itu, melekat padanya dan sangat memperhatikannya; tetapi kemudian wanita itu alih-alih berbicara dengan orang lain, bertukar salam dengannya, dan mereka pergi untuk menghabiskan malam bersama. Bagaimana mungkin, karena hal ini, penderitaan jasmani dan batin, kekesalan, dan kesedihan dan dukacita yang mendalam tidak muncul dalam diri laki-laki itu?<89>

[Sang Buddha:]

Para bhikkhu, seumpamanya bahwa laki-laki itu berpikir seperti ini:

Aku mencintai wanita itu, dan sangat memperhatikannya; tetapi wanita itu alih-alih berbicara dengan laki-laki lain, bertukar salam dengannya, dan mereka pergi untuk menghabiskan malam bersama. Karena penderitaan dan kesedihanku, tidakkah aku seharusnya sekarang memotong cinta dan kemelekatanku terhadap wanita itu?

Kemudian laki-laki itu, karena penderitaan dan kesedihannya sendiri, memotong cinta dan kemelekatannya terhadap wanita itu. Jika wanita itu, seperti sebelumnya, berbicara dengan orang lain, bertukar salam dengannya, dan mereka pergi untuk menghabiskan malam bersama, apakah lagi, karena hal itu, penderitaan jasmani dan batin, kekesalan, dan kesedihan dan dukacita yang mendalam akan muncul dalam dirinya?

Para bhikkhu menjawab:

Tidak, Sang Bhagavā. Dan mengapa tidak? Karena laki-laki itu tidak lagi memiliki perasaan cinta dan kemelekatan terhadap wanita itu. Jika wanita itu, seperti sebelumnya, berbicara dengan orang lain, bertukar salam dengannya, dan mereka pergi untuk menghabiskan malam bersama, bukan bahwa, karena hal itu, penderitaan jasmani dan batin, kekesalan, dan kesedihan dan dukacita yang mendalam akan muncul dalam dirinya.

[Sang Buddha:]

Dengan cara yang sama, seorang bhikkhu berpikir demikian:

Berdasarkan perilaku seseorang, berdasarkan perbuatan seseorang, keadaan-keadaan tidak bermanfaat muncul dan keadaan-keadaan bermanfaat lenyap. Jika aku melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri, maka keadaan-keadaan tidak bermanfaat akan lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat akan muncul. Sekarang, aku akan lebih baik melenyapkan penderitaanku untuk diriku sendiri.

Kemudian ia melenyapkan penderitaan itu dan, ketika penderitaan itu telah dilenyapkan, keadaan-keadaan tidak bermanfaat lenyap dan keadaan-keadaan bermanfaat muncul, dan ia tidak lagi perlu melenyapkan penderitaan itu. Mengapa? Karena tujuan awalnya telah tercapai, ia tidak perlu lagi melenyapkan penderitaan itu.

Kemudian ia berpikir lebih lanjut:

Apa pun sebab penderitaan [ini] yang harus kulenyapkan, aku telah melenyapkannya; tetapi sehubungan dengan keinginan [itu sendiri] ia seperti sebelumnya – ia belum dilenyapkan. Sekarang, aku akan lebih baik berusaha melenyapkan keinginan!

Maka ia berusaha melenyapkan keinginan [itu sendiri]. Untuk melenyapkan keinginan itu, ia berdiam sendirian, dalam keterasingan, mengundurkan diri ke suatu tempat yang terpencil – di bawah sebatang pohon, di suatu tempat yang kosong dan sunyi, suatu puncak gunung, sebuah gua, [suatu tempat] di udara terbuka, suatu tumpukan jerami; atau ia pergi ke dalam suatu hutan, atau ke suatu pemakaman.

Setelah mengundurkan diri ke suatu tempat yang terpencil – di bawah sebatang pohon, di suatu tempat yang kosong dan sunyi – ia membentangkan alas duduknya, duduk bersila, dengan tubuh yang tegak dan kehendak yang lurus, dan menegakkan perhatian di hadapannya.

Ia meninggalkan keserakahan, pikirannya bebas dari keirihatian. Dengan melihat kekayaan dan gaya hidup orang lain, ia tidak memunculkan pikiran keserakahan: “Jika saja aku dapat memperoleh itu!”

Ia memurnikan pikirannya dari keserakahan; dan hal yang sama dengan kebencian, kemalasan dan kelambanan, kegelisahan dan kekhawatiran.

Ia meninggalkan keragu-raguan dan mengatasi kebingungan; tanpa keragu-raguan sehubungan dengan keadaan-keadaan bermanfaat, ia memurnikan pikirannya dari keragu-raguan dan kebingungan.

Setelah meninggalkan lima rintangan ini, yang adalah ketidaksempurnaan pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, setelah meninggalkan keinginan, meninggalkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, ... (dan seterusnya sampai dengan) ia berdiam setelah mencapai jhāna keempat. Ketika ia mencapai konsentrasi dengan cara ini, pikirannya yang dimurnikan, tanpa cacat, bebas dari kekesalan, lunak, berkembang dengan baik, setelah mencapai ketenangan, ia mengarahkan pikirannya pada realisasi pengetahuan yang lebih tinggi atas penghancuran noda-noda.

Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah penderitaan”; ia mengetahui: “Ini adalah asal mula penderitaan”; ia mengetahui: “Ini adalah lenyapnya penderitaan”; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.” Lagi, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah noda-noda”; ia mengetahui: “Ini adalah asal mula noda-noda”; ia mengetahui: “Ini adalah lenyapnya noda-noda”; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.”

Dengan mengetahui demikian, melihat demikian, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indera, dari noda kelangsungan, dan dari noda ketidaktahuan. Terbebaskan, ia mengetahui ia terbebaskan. Ia memahami sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan; tidak akan ada kelangsungan lain.”

Sang Tathāgata yang telah, dengan cara ini, sepenuhnya membebaskan pikiran, memperoleh lima jenis pujian, [pujian yang] sesuai dengan Dharma, tidak terbantahkan, diinginkan, dan sangat dihormati. Apakah lima hal itu?

Jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh perbuatan pada masa lampau, maka Sang Tathāgata [pasti] telah melakukan perbuatan yang mulia pada masa lampau; dan karena hal itu, Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda. Diam dan tenang, beliau telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Ini adalah pujian pertama yang diperoleh oleh Sang Tathāgata.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh teman-teman yang mereka pelihara, maka Sang Tathāgata [pasti telah] memelihara teman-teman baik pada masa lampau; dan karena hal itu, Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda. Diam dan tenang, beliau telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Ini adalah pujian kedua yang diperoleh oleh Sang Tathāgata.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh nasib, maka Sang Tathāgata [pasti telah] memiliki nasib yang baik pada masa lampau; dan karena hal itu, Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda. Diam dan tenang, beliau telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Ini adalah pujian ketiga yang diperoleh oleh Sang Tathāgata.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan oleh memegang pandangan-pandangan, maka Sang Tathāgata [pasti telah] memiliki pandangan benar pada masa lampau; dan karena hal itu, Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda. Diam dan tenang, beliau telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Ini adalah pujian keempat yang diperoleh oleh Sang Tathāgata.

Lagi, jika semua kenikmatan dan kesakitan yang dialami para makhluk disebabkan dan diciptakan oleh suatu dewa tertinggi, maka Sang Tathāgata [pasti telah diciptakan oleh] suatu dewa tertinggi yang baik pada masa lampau; dan karena hal itu, Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda. Diam dan tenang, beliau telah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Ini adalah pujian kelima yang diperoleh oleh Sang Tathāgata.

Demikianlah, karena perbuatan lampau Sang Tathāgata yang baik, teman-teman yang baik, nasib baik, pandangan benar, dan keberadaan suatu dewa tertinggi yang baik, dewa tertinggi yang baik di mana Sang Tathāgata diciptakan – karena hal ini Sang Tathāgata sekarang mengalami kebahagiaan mulia yang bebas dari noda-noda, yang diam dan tenang, setelah mencapai kebahagiaan dan pencerahan. Karena alasan-alasan ini, Sang Tathāgata sekarang memperoleh lima jenis pujian.

Terdapat lima sebab dan kondisi yang karenanya dukacita dan penderitaan muncul dalam pikiran. Apakah lima hal itu?

[Yang pertama adalah] kekusutan dalam keinginan seksual; karena kekusutan dalam keinginan seksual, dukacita dan penderitaan muncul dalam pikiran. Hal yang sama kekusutan dalam kebencian, ... kemalasan dan kelambanan, ... kegelisahan dan kekhawatiran, ... kekusutan dalam keragu-raguan; karena kekusutan dalam keragu-raguan, dukacita dan penderitaan muncul dalam pikiran. Ini adalah lima sebab dan kondisi yang karenanya dukacita dan penderitaan muncul dalam pikiran.

Terdapat lima sebab dan kondisi yang karenanya dukacita dan penderitaan lenyap dari pikiran. Apakah lima hal itu? Jika seseorang terkusutkan dalam keinginan seksual, dan karena kekusutan dalam keinginan seksual, dukacita dan penderitaan telah muncul dalam pikiran, maka ketika meninggalkan kekusutan dalam keinginan seksual, dukacita dan penderitaan akan lenyap. Disebabkan kekusutan dalam keinginan seksual, dukacita dan penderitaan telah muncul dalam pikiran; tetapi ketika mencapai tujuan pada masa kehidupan ini, terdapat pembebasan dari kekesalan dan penderitaan, yang terus-menerus hadir dan tidak berubah, seperti yang diketahui oleh para orang mulia dan yang dilihat oleh para orang mulia.

Dengan cara yang sama, jika seseorang terkusutkan dalam kebencian... kemalasan dan kelambanan... kegelisahan dan kekhawatiran... jika seseorang terkusutkan dalam keragu-raguan, dan karena kekusutan dalam keragu-raguan, dukacita dan penderitaan telah muncul dalam pikiran, maka ketika meninggalkan kekusutan dalam keragu-raguan, dukacita dan penderitaan akan lenyap. Disebabkan kekusutan dalam keragu-raguan, dukacita dan penderitaan telah muncul dalam pikiran; tetapi ketika mencapai tujuan pada masa kehidupan ini, terdapat pembebasan dari kekesalan dan penderitaan, yang terus-menerus hadir dan tidak berubah, seperti yang diketahui oleh para orang mulia dan yang dilihat oleh para orang mulia. Ini adalah lima sebab dan kondisi yang karenanya dukacita dan penderitaan lenyap dari pikiran.

Lagi, terdapat pencapaian tujuan lainnya pada masa kehidupan ini, yang bebas dari kekesalan dan penderitaan, terus-menerus hadir dan tidak berubah, seperti yang diketahui oleh para orang mulia dan yang dilihat oleh para orang mulia. Apakah pencapaian tujuan lainnya pada masa kehidupan ini, yang bebas dari kekesalan dan penderitaan, terus-menerus hadir dan tidak berubah, seperti yang diketahui oleh para orang mulia dan yang dilihat oleh para orang mulia itu? Ini adalah jalan mulia berunsur delapan: pandangan benar... (dan seterusnya sampai dengan) konsentrasi benar – delapan hal ini. Ini adalah pencapaian tujuan lainnya pada masa kehidupan ini, yang bebas dari kekesalan dan penderitaan, terus-menerus hadir dan tidak berubah, seperti yang diketahui oleh para orang mulia dan yang dilihat oleh para orang mulia.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
« Last Edit: 03 February 2016, 06:36:19 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #13 on: 03 February 2016, 02:06:15 PM »
20. Kotbah kepada Pāṭaliya<90>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha, yang sedang mengembara di antara penduduk Koliya bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu, tiba di desa Uttara dan berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa) sebelah utara dari Uttara.

Pada waktu itu Pāṭaliya, kepala desa itu, mendengar bahwa pertapa Gotama, putra dari suku Sakya, yang telah meninggalkan suku dan keluarganya, dan telah meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, sedang mengembara di antara penduduk Koliya bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu, dan bahwa beliau telah tiba di desa Uttara dan berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa) sebelah utara dari Uttara. [Ia juga mendengar bahwa] pertapa Gotama memiliki nama baik yang besar, yang telah menyebar ke sepuluh penjuru arah:

Pertapa Gotama adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang pergi dengan baik, pengenal dunia, yang tiada bandingnya, pelatih mereka yang akan dijinakkan, guru para dewa dan manusia, yang dikenal sebagai Buddha, Yang Beruntung.

Di dunia ini, dengan para dewa, Māra, Brahmā, para pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai dengan para dewa, beliau telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Dharma yang beliau ajarkan adalah baik pada awalnya, baik pada pertengahan, dan baik pada akhirnya, dengan makna dan pengungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Jika seseorang mengunjungi seorang Tathāgata yang demikian, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [jika seseorang] memberikan penghormatan kepada beliau dan melayani beliau, maka ia akan dengan cepat memperoleh pahala baik.

[Pāṭaliya] berpikir: “Aku seharusnya mengunjungi pertapa Gotama dan memberikan penghormatan kepada beliau.”

Setelah mengetahui hal ini, Pāṭaliya sang kepala desa meninggalkan Uttara dan pergi ke utara menuju hutan kayu keras (simsapa), bermaksud untuk mengunjungi Sang Bhagavā dan memberikan penghormatan kepada beliau. Dari jauh Pāṭaliya sang kepala desa melihat Sang Bhagavā di antara pepohonan di hutan itu, dimuliakan dan rupawan, bagaikan rembulan di tengah-tengah bintang, dengan cahaya yang cemerlang, bersinar bagaikan gunung emas, diberkahi dengan penampilan yang gagah dan kemuliaan yang mengagumkan, dengan indera-indera yang tenang dan damai.

Setelah melihat Sang Buddha dari jauh, Pāṭaliya sang kepala desa mendekati Sang Buddha, bertukar salam, duduk pada satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:

Aku telah mendengar hal ini: “Pertapa Gotama mengetahui sihir, beliau adalah  seorang penyihir.”

Gotama, mereka yang mengatakan: “Pertapa Gotama mengetahui sihir, ia adalah seorang penyihir,” apakah mereka tidak salah menggambarkan pertapa Gotama? Apakah mereka mengatakan apa yang benar? Apakah mereka mengatakan apa yang merupakan Dharma? Apakah mereka mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma? Apakah mereka tidak jatuh dalam kesalahan dan mendatangkan celaan menurut Dharma?

Sang Bhagavā menjawab:

Kepala desa, mereka yang mengatakan: “Pertapa Gotama mengetahui sihir, ia adalah seorang penyihir,”<91> mereka tidak salah menggambarkan pertapa Gotama. Mereka mengatakan apa yang benar. Mereka mengatakan apa yang merupakan Dharma. Mereka mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma. Mereka tidak jatuh dalam kesalahan atau mendatangkan celaan menurut Dharma. Mengapa? Karena, kepala desa, aku mengetahui sihir tentang orang lain, walaupun aku sendiri bukan seorang penyihir.

Pāṭaliya berkata:

Walaupun apa yang dikatakan para pertapa dan brahmana itu benar, tetapi aku tidak mempercayai mereka ketika mereka berkata: “Pertapa Gotama mengetahui sihir, ia adalah seorang penyihir.”

Sang Bhagavā berkata: “Kepala desa, jika seseorang mengetahui sihir, apakah ia oleh sebab itu menjadi seorang penyihir?”

Pāṭaliya menjawab: “Tentu saja, Sang Bhagavā. Tentu saja, Sang Sugata.”

Sang Bhagavā berkata:

Kepala desa, janganlah berbuat kesalahan dan salah menggambarkan diriku. Jika engkau salah menggambarkan diriku, maka engkau menyakiti dirimu sendiri, engkau akan dikecam, engkau melakukan suatu pelanggaran, dan engkau akan disalahkan oleh para orang mulia karena melakukan suatu kesalahan besar. Mengapa? Karena kebenaran tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan. Kepala desa, apakah engkau pernah mendengar bahwa suku Koliya memiliki prajurit?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, aku pernah mendengar hal itu.”

[Sang Buddha:] “Apakah yang engkau pikirkan, kepala desa? Mengapa suku Koliya mempekerjakan para prajurit?”

[Pāṭaliya] menjawab: “Untuk membunuh para penjahat, Gotama. Karena alasan ini suku Koliya mempekerjakan para prajurit.”

[Sang Buddha:] “Apakah yang engkau pikirkan, kepala desa? Apakah para prajurit suku Koliya memiliki moralitas atau tanpa moralitas?”

[Pāṭaliya] menjawab:

Gotama, jika di dunia ini terdapat mereka yang tidak memiliki moralitas, para prajurit suku Koliya pasti berada di antara mereka. Mengapa? Para prajurit suku Koliya melanggar semua aturan moralitas dan berperilaku dengan cara yang jahat.
[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut:

Kepala desa, engkau melihatnya demikian dan mengetahuinya demikian, dan aku tidak mempertanyakannya. [Tetapi] seumpamanya bahwa orang lain bertanya kepadamu: “Kepala desa Pāṭaliya, engkau mengetahui bahwa para prajurit suku Koliya melanggar semua aturan moralitas dan hanya melakukan kejahatan; oleh sebab itu, kepala desa Pāṭaliya, engkau juga melanggar semua aturan moralitas dan hanya melakukan kejahatan.” Jika seseorang berkata seperti ini, apakah ia mengatakan kebenaran?

[Pāṭaliya] menjawab:

Tidak, Gotama. Dan mengapa? Pandangan para prajurit suku Koliya berbeda [dari pandanganku], keinginan mereka berbeda, aspirasi mereka berbeda. Para prajurit suku Koliya melanggar semua aturan moralitas dan hanya melakukan kejahatan, tetapi aku menjaga semua aturan moralitas dan tidak melakukan kejahatan.

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut:

Kepala desa, engkau mengetahui bahwa para prajurit suku Koliya melanggar semua aturan moralitas dan hanya melakukan kejahatan, tetapi engkau tidak karena alasan ini menjadi seseorang yang melanggar aturan moralitas dan tidak melakukan kejahatan.

Mengapa, kemudian, ini bukan seharusnya bahwa Sang Tathāgata mengetahui sihir tetapi ia sendiri bukan seorang penyihir? Bagaimana demikian? Aku mengetahui sihir, aku mengetahui para penyihir, aku mengetahui akibat melakukan sihir, dan aku mengetahui pelenyapan sihir.

Kepala desa, aku juga mengetahui pembunuhan makhluk hidup, aku mengetahui para pembunuh makhluk hidup, aku mengetahui akibat membunuh makhluk hidup, dan aku mengetahui pelenyapan pembunuhan makhluk hidup. Kepala desa, aku mengetahui pengambilan apa yang tidak diberikan, aku mengetahui mereka yang mengambil apa yang tidak diberikan, aku mengetahui akibat mengambil apa yang tidak diberikan, dan aku mengetahui pelenyapan pengambilan apa yang tidak diberikan. Kepala desa, aku mengetahui perkataan bohong, aku mengetahui mereka yang mengatakan kebohongan, aku mengetahui akibat mengatakan kebohongan, dan aku mengetahui pelenyapan perkataan bohong.

Kepala desa, aku mengetahui hal ini dan melihat hal ini. Jika seseorang berkata: “Pertapa Gotama mengetahui sihir, ia adalah seorang penyihir,” dan jika ia tidak meninggalkan hal itu tetapi memunculkan keadaan pikiran itu, keinginan itu, aspirasi itu, berita itu, ingatan itu, dan perenungan itu, maka, ketika kehidupannya berakhir ia akan, secepat seseorang membengkokkan atau merentangkan lengannya, terlahir kembali di neraka.

Ketika mendengar hal ini, Pāṭaliya sang kepala desa sangat ketakutan, gemetaran, dengan rambut tubuhnya berdiri tegak. Ia segera bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan pada kaki [Sang Buddha] dengan kepalanya dan, dengan berlutut dengan telapak tangannya disatukan [untuk menghormat], berkata kepada Sang Bhagavā:

Aku menyesal, Gotama. Aku mengaku [salah], Sang Sugata. Aku seperti orang bodoh, seperti orang yang tidak tahu, seperti orang yang goyah, seperti orang yang tidak bermanfaat. Dan mengapa? Aku salah dalam mengatakan bahwa pertapa Gotama adalah seorang penyihir. Semoga Gotama menerima penyesalanku! Aku telah melihat kesalahanku dan memperlihatnya. Setelah menyesali, aku akan berlatih mengendalikan [diri] dan tidak melakukannya lagi.

Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Demikianlah, kepala desa. Engkau benar-benar seperti orang yang bodoh, tidak tahu, goyah dan tidak bermanfaat. Dan mengapa? Engkau salah dalam mengatakan bahwa Sang Tathāgata, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, adalah seorang penyihir. Namun, engkau telah dapat menyesal. Engkau telah melihat kesalahanmu dan memperlihatkannya. Dengan berlatih pengendalian [diri], engkau akan melakukannya lagi.

Dengan cara ini, kepala desa, mereka yang dapat menyesal, yang melihat kesalahannya dan memperlihatkannya, dan yang berlatih pengendalian [diri] sehingga tidak melakukannya lagi, akan berkembang dalam Dharma yang mulia dan bebas dari kesalahan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #14 on: 03 February 2016, 02:09:01 PM »
Kemudian Pāṭaliya sang kepala desa, menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata kepada Sang Bhagavā:

Gotama, terdapat satu [jenis] pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan menyatakan: “Jika seseorang membunuh makhluk hidup, mereka akan memperoleh keseluruhan akibatnya pada masa kehidupan ini; dan karena hal itu, dukacita dan penderitaan akan muncul. Jika seseorang mengambil apa yang tidak diberikan, atau mengatakan kebohongan, mereka akan memperoleh keseluruhan akibatnya pada masa kehidupan ini; dan karena hal itu, dukacita dan penderitaan akan muncul.” Pertapa Gotama, apakah yang engkau pikirkan [tentang hal ini]?

Sang Bhagavā berkata:

Kepala desa, aku sekarang akan bertanya kepadamu sesuatu; jawablah menurut pemahamanmu. Apakah yang engkau pikirkan, kepala desa? Di sebuah desa terdapat seseorang yang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.

Kemudian seseorang bertanya: “Apakah yang telah dilakukan orang ini, sehingga ia sekarang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian diberikan yang diberikan pada tubuhnya; sehingga nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan sehingga ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja?”

Seseorang menjawab: “Orang ini membunuh musuh raja, dan raja, yang merasa gembira, menganugerahkan hadiah kepadanya. Karena alasan ini orang ini memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian diberikan yang diberikan pada tubuhnya; sehingga nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan sehingga ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.”

Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, Gotama, aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Kepala desa, seseorang mungkin juga melihat bahwa seorang penjahat ditangkap oleh raja, tangannya diikat di belakangnya dan, dengan genderang dipukul dan [hukuman] diumumkan, ia dibawa melalui pintu gerbang selatan kota, didudukkan di bawah sebuah papan arah, dipenggal, dan kepalanya diletakkan untuk diperlihatkan.

Kemudian seseorang bertanya: “Apakah kejahatan yang dilakukan orang ini sehingga ia dihukum oleh raja?” Seseorang menjawab: “Orang ini bersalah membunuh seseorang yang tidak bersalah dari keluarga raja. Karena alasan ini raja memerintahkan hukuman ini.” Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?”

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, Gotama, aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha berkata:]

Kepala desa, jika seorang pertapa atau brahmana memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: “Jika seseorang membunuh makhluk hidup, mereka akan memperoleh keseluruhan akibatnya pada masa kehidupan ini; dan karena hal itu, dukacita dan penderitaan akan muncul,” apakah mereka mengatakan apa yang benar atau apakah mereka mengatakan apa yang salah?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ini dikatakan dengan salah, Gotama.”

[Sang Buddha:] “Jika mereka mengatakan apa yang salah, apakah engkau akan memiliki keyakinan terhadap mereka?”

[Pāṭaliya] menjawab: “Tidak, aku tidak akan memiliki keyakinan, Gotama.”

Sang Bhagavā memujinya, dengan berkata: “Bagus sekali, kepala desa! Bagus sekali!”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut:

Apakah yang engkau pikirkan, kepala desa? Di sebuah desa terdapat seseorang yang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.

Kemudian seseorang bertanya: “Apakah yang telah dilakukan orang ini, sehingga ia sekarang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; sehingga nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan sehingga ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja?”

Seseorang menjawab: “Di negeri lain orang ini mengambil apa yang tidak diberikan [dan raja, yang senang dengannya, menganugerahkan hadiah kepadanya.] Karena alasan ini orang ini memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.”

Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, Gotama, aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Lagi, kepala desa, seseorang mungkin juga melihat bahwa seorang penjahat ditangkap oleh raja, tangannya diikat di belakangnya dan, dengan genderang dipukul dan [hukuman] diumumkan, ia dibawa melalui pintu gerbang selatan kota, didudukkan di bawah sebuah papan arah, dipenggal, dan kepalanya diletakkan untuk diperlihatkan.

Kemudian seseorang bertanya: “Apakah kejahatan yang dilakukan orang ini sehingga ia dihukum oleh raja?” Seseorang menjawab: “Di dalam negeri raja orang ini mengambil apa yang tidak diberikan. Karena alasan ini raja memerintahkan hukuman ini.” Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, Gotama, aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha:]

Kepala desa, jika seorang pertapa atau brahmana memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: “Jika seseorang mengambil apa yang tidak diberikan, mereka akan memperoleh keseluruhan akibatnya pada masa kehidupan ini; dan karena hal itu, dukacita dan penderitaan akan muncul,” apakah mereka mengatakan apa yang benar atau apakah mereka mengatakan apa yang salah?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ini dikatakan dengan salah, Gotama.”

[Sang Buddha:] “Jika mereka mengatakan apa yang salah, apakah engkau akan memiliki keyakinan terhadap mereka?”

[Pāṭaliya] menjawab: “Tidak, aku tidak akan memiliki keyakinan, Gotama.”

Sang Bhagavā memujinya, dengan berkata:

Bagus sekali, kepala desa! Bagus sekali! Apakah yang engkau pikirkan, kepala desa? Di sebuah desa terdapat seseorang yang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.

Kemudian seseorang bertanya: “Apakah yang telah dilakukan orang ini, sehingga ia sekarang memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; sehingga nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan sehingga ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja?”

Seseorang menjawab: “Orang ini adalah seorang penyanyi,<92> dapat menghibur dan menarik perhatian. Ia menyenangkan raja dengan ucapan salah dan raja, yang senang, menganugerahkan hadiah kepadanya. Karena alasan ini orang ini memiliki kalungan bunga di kepalanya dan berbagai wewangian yang diberikan pada tubuhnya; nyanyian, musik, dan tarian diadakan untuk hiburannya; dan ia dilayani dengan para pelacur untuk menikmati dirinya sendiri bagaikan seorang raja.”

Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?

[Pāṭaliya] menjawab: “Ya, Gotama, aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha melanjutkan:]

Lagi, kepala desa, seseorang mungkin juga melihat bahwa seorang penjahat ditangkap oleh raja, tangannya diikat di belakangnya dan, dengan genderang dipukul dan [hukuman] diumumkan, ia dibawa melalui pintu gerbang selatan kota, didudukkan di bawah sebuah papan arah, dipenggal, dan kepalanya diletakkan untuk diperlihatkan. Kemudian seseorang bertanya: “Apakah kejahatan yang dilakukan orang ini sehingga ia dihukum oleh raja?” Seseorang menjawab: “Orang ini berbohong dalam kesaksian di hadapan raja. Dengan kebohongan ia berusaha menipu raja. Karena alasan ini raja memerintahkan hukuman ini.”

Kepala desa, apakah engkau pernah melihat sesuatu seperti ini, atau mendengar sesuatu seperti ini?
Ia menjawab: “Ya, Gotama. aku telah melihatnya. Aku telah mendengarnya, dan aku [berharap aku] akan mendengarnya [lagi].”

[Sang Buddha:]

Kepala desa, jika seorang pertapa atau brahmana memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: “Jika seseorang mengatakan kebohongan, mereka akan memperoleh keseluruhan akibatnya pada masa kehidupan ini; dan karena hal itu, dukacita dan penderitaan akan muncul,” apakah mereka mengatakan apa yang benar atau apakah mereka mengatakan apa yang salah?

Ia menjawab: “Ini dikatakan dengan salah, Gotama.”

“Jika mereka mengatakan apa yang salah, apakah engkau akan memiliki keyakinan terhadap mereka?”
Ia menjawab: “Tidak, aku tidak akan memiliki keyakinan, Gotama.”

Sang Bhagavā memujinya, dengan berkata: “Bagus sekali, kepala desa! Bagus sekali!”

Kemudian Pāṭaliya, sang kepala desa, bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, dengan menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata kepada Sang Bhagavā:

Mengagumkan! Apa yang dikatakan Gotama adalah menakjubkan, dengan perumpamaan-perumpamaan yang baik dan bukti yang baik. Gotama, aku membangun sebuah aula beratap tinggi di desa Uttara, yang disediakan dengan tempat duduk dan tempat tidur, dan mengatur kendi-kendi air dan pelita besar yang cemerlang. Jika para pertapa atau brahmana yang tekun datang berdiam dalam aula beratap tinggi ini, aku menyediakan apa yang mereka butuhkan sesuai dengan kemampuanku.

[Suatu ketika] empat orang guru, yang memegang pandangan yang berbeda-beda dan bertentangan berkumpul di aula beratap tinggi. Di antara mereka terdapat seorang guru yang memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini:
Tidak ada persembahan, tidak ada pengorbanan,<93> tidak ada mantra-mantra; tidak ada perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat, tidak ada akibat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat; tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, tidak ada ayah dan ibu; tidak ada para Manusia Sejati di dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang dengan diri mereka sendiri mengetahui dan merealisasi dunia ini dan dunia lain, yang telah dengan diri mereka sendiri secara langsung merealisasi dan menyempurnakannya dan berdiam di sana.

Guru kedua memiliki pandangan benar. Berlawanan dengan pandangan dan pengetahuan guru pertama, ia memegang pandangan ini dan membuat pernyataan:

Terdapat persembahan, terdapat pengorbanan, terdapat mantra-mantra; terdapat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat, terdapat akibat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat; terdapat dunia ini ataupun dunia lain, terdapat ayah dan ibu; terdapat para Manusia Sejati di dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang dengan diri mereka sendiri mengetahui dan merealisasi dunia ini dan dunia lain, yang telah dengan diri mereka sendiri secara langsung merealisasi dan menyempurnakannya dan berdiam di sana.

Guru ketiga memegang pandangan ini dan membuat pernyataan:

Ia yang berbuat atau mengajarkan orang lain untuk berbuat; ia yang menghancurkan atau mengajarkan orang lain untuk menghancurkan; ia yang menyiksa atau mengajarkan orang lain untuk menyiksa, [yang menyebabkan] kesengsaraan, kekesalan, kesedihan, pemukulan dada, keputusasaan, ratap tangis, dan kebingungan; seseorang yang membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, terlibat dalam perilaku seksual yang salah, mengatakan kebohongan, meminum minuman keras, merusak tembok untuk membuka gudang, menyusup ke dalam wilayah orang lain, menghancurkan desa dan kota kecil, memusnahkan kota besar dan kerajaan-kerajaan – seseorang yang melakukan dengan cara ini tidak melakukan kejahatan.

Lagi, jika dengan menggunakan roda besi setajam pisau cukur, seseorang dalam satu hari, memotong menjadi potongan-potongan dan membunuh semua makhluk hidup di bumi ini, mengirisnya menjadi potongan-potongan dan menjadikan mereka menjadi tumpukan daging; ini tidak sama dengan “perbuatan jahat”, dan perbuatan jahat tidak akan memiliki akibat. Jika seseorang pergi ke tepi selatan sungai Gangga dengan membunuh, menghancurkan, dan menyiksa, dan kembali sepanjang tepi utara sungai Gangga dengan membuat persembahan, mengadakan pengorbanan, dan melantunkan mantra-mantra; maka tidak ada pelanggaran dan tidak ada jasa karena hal ini, tidak ada akibat pelanggaran atau jasa karena hal ini.

Memberikan persembahan, menjinakkan [diri sendiri], menjaga [diri sendiri], mengendalikan [diri sendiri], dengan menghormat, memberi manfaat, kedermawanan, berkata menyenangkan, melakukan kebajikan, dan membagikan keuntungan, seseorang tidak [memperoleh] jasa karena hal ini, tidak ada akibat jasa karena hal ini.

Guru keempat memiliki pandangan benar. Berlawanan dengan pemahaman dan pandangan guru ketiga, ia memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini:

Ia yang berbuat atau mengajarkan orang lain berbuat; ia yang menghancurkan atau mengajarkan orang lain untuk menghancurkan; ia yang menyiksa atau mengajarkan orang lain untuk menyiksa, [yang menyebabkan] kesengsaraan, kekesalan, kesedihan, pemukulan dada, keputusasaan, ratap tangis, dan kebingungan; seseorang yang membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, terlibat dalam perilaku seksual yang salah, mengatakan kebohongan, meminum minuman keras, merusak tembok untuk membuka gudang, menyusup ke dalam wilayah orang lain, menghancurkan desa dan kota kecil, memusnahkan kota besar dan kerajaan-kerajaan – seseorang yang melakukan dengan cara ini melakukan kejahatan.

Lagi, jika dengan menggunakan roda besi setajam pisau cukur, seseorang dalam satu hari, memotong menjadi potongan-potongan dan membunuh semua makhluk hidup di bumi ini, mengirisnya menjadi potongan-potongan dan menjadikan mereka menjadi tumpukan daging; ini sama dengan “perbuatan jahat”, dan perbuatan jahat akan memiliki akibat. Jika seseorang pergi ke tepi selatan sungai Gangga dengan membunuh, menghancurkan, dan menyiksa, dan kembali sepanjang tepi utara sungai Gangga dengan membuat persembahan, mengadakan pengorbanan, dan melantunkan mantra-mantra; maka terdapat pelanggaran atau jasa karena hal ini, terdapat akibat pelanggaran atau jasa karena hal ini.

Memberikan persembahan, menjinakkan [diri sendiri], menjaga [diri sendiri], mengendalikan [diri sendiri], dengan menghormat, memberi manfaat, kedermawanan, berkata menyenangkan, melakukan kebajikan, dan membagikan keuntungan, terdapat jasa karena hal ini, terdapat akibat jasa karena hal ini.

Gotama, setelah mendengar hal ini, aku menjadi ragu-ragu. Dari para pertapa dan brahmana ini, siapakah yang mengatakan kebenaran, dan siapakah yang mengatakan ketidakbenaran?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #15 on: 03 February 2016, 02:11:00 PM »
Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Kepala desa, janganlah membiarkan keragu-raguan muncul dalam dirimu. Mengapa tidak? Disebabkan keragu-raguan, kebimbangan muncul. Kepala desa, engkau sendiri tidak memiliki pengetahuan murni tentang apakah terdapat kehidupan berikunya atau tidak ada kehidupan berikutnya. Juga, kepala desa, engkau tidak memiliki pengetahuan murni sehubungan dengan mana cara berbuat yang jahat dan mana cara berbuat yang bermanfaat. Kepala desa, terdapat suatu meditasi Dharma yang disebut peninggalan. Melalui meditasi ini engkau dapat mencapai perhatian benar, engkau dapat mencapai keterpusatan pikiran. Dengan cara ini engkau dapat melenyapkan keragu-raguan pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan.

Kemudian, Pāṭaliya sang kepala desa, bangkit lagi dari tempat duduknya, mengatur pakaiannya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, dengan menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata kepada Sang Bhagavā:

Gotama, apakah meditasi Dharma yang disebut peninggalan, yang melaluinya aku dapat mencapai perhatian benar dan dapat mencapai keterpusatan pikiran, dan dengan cara itu dapat memotong pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan?

Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Kepala desa, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar. Selama siang hari ia mengajarkan orang-orang untuk bertani dan mengolah lahan, dan ketika sore hari datang, ia beristirahat dari hal ini dan pergi ke dalam rumah untuk bermeditasi. Ketika malam telah berakhir, saat fajar, ia berpikir:

Aku telah menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, aku telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar.

Kemudian ia memeriksa dirinya sendiri: “Aku telah meninggalkan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat, dan telah menyadari sepuluh jalan perbuatan bermanfaat.” Ketika ia melihat sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat ini ditinggalkan dalam dirinya sendiri dan sadar terhadap sepuluh jalan perbuatan bermanfaat, sukacita muncul dalam dirinya; dengan sukacita yang telah muncul, kegembiraan muncul; dengan kegembiraan yang telah muncul, tubuh menjadi tenang; dengan tubuh yang telah menjadi tenang, ia mengalami kenikmatan dengan tubuh; dengan tubuh yang telah mengalami kenikmatan, ia mencapai keterpusatan pikiran.

Kepala desa, seorang siswa mulia yang telah mencapai keterpusatan pikiran, memenuhi pikirannya dengan cinta-kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Kemudian ia merenungkan demikian: “Terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini:”

Tidak ada persembahan, tidak ada pengorbanan, tidak ada mantra-mantra; tidak ada perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat, tidak ada akibat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat; tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, tidak ada ayah dan ibu; tidak ada para Manusia Sejati di dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang dengan diri mereka sendiri mengetahui dan merealisasi dunia ini dan dunia lain, yang telah dengan diri mereka sendiri secara langsung merealisasi dan menyempurnakannya dan berdiam di sana.

Jika para pertapa dan brahmana ini mengatakan kebenaran, maka aku tidak berbuat kesalahan terhadap yang menakutkan ataupun yang tanpa ketakutan di dunia. Aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Terhadap [semua] makhluk pikiranku telah bebas dari perselisihan, tidak ternoda, dan bergembira.

Sekarang aku telah mencapai Dharma dari yang tiada bandingnya (yaitu, Sang Buddha),<94> mencapai kemajuan dan suatu kediaman yang membahagiakan; ini disebut meditasi Dharma peninggalan. Apakah yang dikatakan para pertapa dan brahmana ini mungkin benar atau salah; tetapi [apakah] ini benar atau salah, aku telah mencapai ketenangan pikiran internal.

Kepala desa, ini adalah meditasi Dharma yang disebut peninggalan. Melalui meditasi ini engkau dapat mencapai perhatian benar, engkau dapat mencapai keterpusatan pikiran. Dengan cara ini engkau dapat memotong keragu-raguan pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan.

Lagi, kepala desa, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar. Selama siang hari ia mengajarkan orang-orang untuk bertani dan mengolah lahan, dan ketika sore hari datang, ia beristirahat dari hal ini dan pergi ke dalam rumah untuk bermeditasi. Ketika malam telah berakhir, saat fajar, ia berpikir:

Aku telah menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar.

Kemudian ia memeriksa dirinya sendiri: “Aku telah meninggalkan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat dan telah menyadari sepuluh jalan perbuatan bermanfaat.” Ketika ia melihat sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat ini ditinggalkan dalam dirinya sendiri dan sadar terhadap sepuluh jalan perbuatan bermanfaat, sukacita muncul dalam dirinya; dengan sukacita yang telah muncul, kegembiraan muncul; dengan kegembiraan yang telah muncul, tubuh menjadi tenang; dengan tubuh yang telah menjadi tenang, ia mengalami kenikmatan dengan tubuh; dengan tubuh yang telah mengalami kenikmatan, ia mencapai keterpusatan pikiran.

Kepala desa, seorang siswa mulia yang telah mencapai keterpusatan pikiran memenuhi pikirannya dengan belas kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasih, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Kemudian ia merenungkan demikian:

Terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: Terdapat persembahan, terdapat pengorbanan, terdapat mantra-mantra; terdapat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat, terdapat akibat perbuatan bermanfaat atau tidak bermanfaat; terdapat dunia ini dan dunia lain, terdapat ayah dan ibu; terdapat para Manusia Sejati di dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang dengan diri mereka sendiri mengetahui dan merealisasi dunia ini dan dunia lain, yang telah dengan diri mereka sendiri secara langsung merealisasi dan menyempurnakannya dan berdiam di sana.

Jika para pertapa dan brahmana itu mengatakan kebenaran, maka aku tidak berbuat salah terhadap yang menakutkan ataupun yang tanpa ketakutan di dunia. Aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Terhadap [semua] makhluk pikiranku telah bebas dari perselisihan, tidak ternoda, dan bergembira. Sekarang aku telah mencapai Dharma dari yang tiada bandingnya, mencapai kemajuan dan suatu kediaman yang membahagiakan; ini disebut meditasi Dharma peninggalan. Apakah yang dikatakan para pertapa dan brahmana ini mungkin benar atau salah; tetapi [apakah] ini benar atau salah, aku telah mencapai ketenangan pikiran internal.

Kepala desa, ini adalah meditasi Dharma yang disebut peninggalan. Melalui meditasi ini engkau dapat mencapai perhatian benar, engkau dapat mencapai keterpusatan pikiran. Dengan cara ini engkau dapat memotong keragu-raguan pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan.

Lagi, kepala desa, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar. Selama siang hari ia mengajarkan orang-orang untuk bertani dan mengolah lahan dan, ketika sore hari datang, ia beristirahat dari hal ini dan pergi ke dalam rumah untuk bermeditasi. Ketika malam telah berakhir, saat fajar, ia berpikir:

Aku telah menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar.

Kemudian ia memeriksa dirinya sendiri: “Aku telah meninggalkan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat dan telah menyadari sepuluh jalan perbuatan bermanfaat.” Ketika ia melihat sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat ini ditinggalkan dalam dirinya sendiri dan sadar terhadap sepuluh jalan perbuatan bermanfaat, sukacita muncul dalam dirinya; dengan sukacita yang telah muncul, kegembiraan muncul; dengan kegembiraan yang telah muncul, tubuh menjadi tenang; dengan tubuh yang telah menjadi tenang, ia mengalami kenikmatan dengan tubuh; dengan tubuh yang telah mengalami kenikmatan, ia mencapai keterpusatan pikiran.

Kepala desa, seorang siswa mulia yang telah mencapai keterpusatan pikiran, memenuhi pikirannya dengan kegembiraan empatik dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan empatik, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Kemudian ia merenungkan demikian:

Terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: Ia yang berbuat atau mengajarkan orang lain untuk berbuat; ia yang menghancurkan atau mengajarkan orang lain untuk menghancurkan; ia yang menyiksa atau mengajarkan orang lain untuk menyiksa, [yang menyebabkan] kesengsaraan, kekesalan, kesedihan, pemukulan dada, keputusasaan, ratap tangis, dan kebingungan; seseorang yang membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, terlibat dalam perilaku seksual yang salah, mengatakan kebohongan, meminum minuman keras, merusak tembok untuk membuka gudang, menyusup ke dalam wilayah orang lain, menghancurkan desa dan kota kecil, memusnahkan kota besar dan kerajaan-kerajaan – seseorang yang melakukan dengan cara ini tidak melakukan kejahatan.

Lagi, jika dengan menggunakan roda besi setajam pisau cukur, seseorang dalam satu hari, memotong menjadi potongan-potongan dan membunuh semua makhluk hidup di bumi ini, mengirisnya menjadi potongan-potongan dan menjadikan mereka menjadi tumpukan daging; tidak ada karma buruk karena hal ini, tidak ada akibat karma buruk karena hal ini. Jika seseorang pergi ke tepi selatan sungai Gangga dengan membunuh, menghancurkan, dan menyiksa, dan kembali sepanjang tepi utara sungai Gangga dengan membuat persembahan, mengadakan pengorbanan, dan melantunkan mantra-mantra; maka tidak ada pelanggaran dan tidak ada jasa karena hal ini, tidak ada akibat pelanggaran atau jasa karena hal ini. Membuat persembahan, menjinakkan [diri sendiri], menjaga [diri sendiri], mengendalikan [diri sendiri], dengan menghormati, memberi manfaat, kedermawanan, berkata menyenangkan, melakukan kebajikan, dan membagikan keuntungan, tidak ada jasa karena hal ini, tidak ada akibat jasa karena hal ini.

Jika para pertapa dan brahmana itu mengatakan kebenaran, maka aku tidak berbuat salah terhadap yang menakutkan ataupun yang tanpa ketakutan di dunia. Aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Terhadap [semua] makhluk pikiranku telah bebas dari perselisihan, tidak ternoda, dan bergembira. Sekarang aku telah mencapai Dharma dari yang tiada bandingnya, mencapai kemajuan dan suatu kediaman yang membahagiakan; ini disebut meditasi Dharma peninggalan. Apakah yang dikatakan para pertapa dan brahmana ini mungkin benar atau salah; tetapi [apakah] ini benar atau salah, aku telah mencapai ketenangan pikiran internal.

Kepala desa, ini adalah meditasi Dharma yang disebut peninggalan. Melalui meditasi ini engkau dapat mencapai perhatian benar, engkau dapat mencapai keterpusatan pikiran. Dengan cara ini engkau dapat memotong keragu-raguan pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan.

Lagi, kepala desa, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar. Selama siang hari ia mengajarkan orang-orang untuk bertani dan mengolah lahan dan, ketika sore hari datang, ia beristirahat dari hal ini dan pergi ke dalam rumah untuk bermeditasi. Ketika malam telah berakhir, saat fajar, ia berpikir:

Aku telah menghindari diri dari pembunuhan dan meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan ... perilaku seksual yang salah ... ucapan salah ... (dan seterusnya sampai dengan) meninggalkan pandangan salah dan mencapai pandangan benar.

Kemudian ia memeriksa dirinya sendiri: “Aku telah meninggalkan sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat dan telah menyadari sepuluh jalan perbuatan bermanfaat.” Ketika ia melihat sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat ini ditinggalkan dalam dirinya sendiri dan sadar terhadap sepuluh jalan perbuatan bermanfaat, sukacita muncul dalam dirinya; dengan sukacita yang telah muncul, kegembiraan muncul; dengan kegembiraan yang telah muncul, tubuh menjadi tenang; dengan tubuh yang telah menjadi tenang, ia mengalami kenikmatan dengan tubuh; dengan tubuh yang telah mengalami kenikmatan, ia mencapai keterpusatan pikiran.

Kepala desa, seorang siswa mulia yang telah mencapai keterpusatan pikiran, memenuhi pikirannya dengan keseimbangan dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Kemudian ia merenungkan demikian:

Terdapat para pertapa dan brahmana yang memegang pandangan ini dan membuat pernyataan ini: Ia yang berbuat atau mengajarkan orang lain untuk berbuat; ia yang menghancurkan atau mengajarkan orang lain untuk menghancurkan; ia yang menyiksa atau mengajarkan orang lain untuk menyiksa, [yang menyebabkan] kesengsaraan, kekesalan, kesedihan, pemukulan dada, keputusasaan, ratap tangis, dan kebingungan; seseorang yang membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, terlibat dalam perilaku seksual yang salah, mengatakan kebohongan, meminum minuman keras, merusak tembok untuk membuka gudang, menyusup ke dalam wilayah orang lain, menghancurkan desa dan kota kecil, memusnahkan kota besar dan kerajaan-kerajaan – seseorang yang melakukan dengan cara ini melakukan kejahatan.

Lagi, jika dengan menggunakan roda besi setajam pisau cukur, seseorang dalam satu hari, memotong menjadi potongan-potongan dan membunuh semua makhluk hidup di bumi ini, mengirisnya menjadi potongan-potongan dan menjadikan mereka menjadi tumpukan daging; terdapat karma buruk karena hal ini, terdapat akibat karma buruk karena hal ini. Jika seseorang pergi ke tepi selatan sungai Gangga dengan membunuh, menghancurkan, dan menyiksa, dan kembali sepanjang tepi utara sungai Gangga dengan membuat persembahan, mengadakan pengorbanan, dan melantunkan mantra-mantra; maka terdapat pelanggaran dan terdapat jasa karena hal ini, tidak ada akibat pelanggaran atau jasa karena hal ini. Membuat persembahan, menjinakkan [diri sendiri], menjaga [diri sendiri], mengendalikan [diri sendiri], dengan menghormati, memberi manfaat, kedermawanan, berkata menyenangkan, melakukan kebajikan, dan membagikan keuntungan, terdapat jasa karena hal ini, terdapat akibat jasa karena hal ini.

Jika para pertapa dan brahmana itu mengatakan kebenaran, maka aku tidak berbuat salah terhadap yang menakutkan ataupun yang tanpa ketakutan di dunia. Aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Terhadap [semua] makhluk pikiranku telah bebas dari perselisihan, tidak ternoda, dan bergembira. Sekarang aku telah mencapai Dharma dari yang tiada bandingnya, mencapai kemajuan dan suatu kediaman yang membahagiakan; ini disebut meditasi Dharma peninggalan. Apakah yang dikatakan para pertapa dan brahmana ini mungkin benar atau salah; tetapi [apakah] ini benar atau salah, aku telah mencapai ketenangan pikiran internal.

Kepala desa, ini adalah meditasi Dharma yang disebut peninggalan. Melalui meditasi ini engkau dapat mencapai perhatian benar, engkau dapat mencapai keterpusatan pikiran. Dengan cara ini engkau dapat memotong keragu-raguan pada masa kehidupan ini dan mencapai kemajuan.

Ketika Dharma ini diajarkan, mata Dharma yang tidak ternoda dan murni sehubungan dengan semua fenomena muncul dalam diri Pāṭaliya sang kepala desa. Pāṭaliya sang kepala desa melihat Dharma, mencapai Dharma, merealisasi Dharma yang cemerlang dan murni; ia memotong keragu-raguan dan pergi melampaui kebingungan; ia tidak bergantung pada para guru lainnya; ia tidak akan pernah mengikuti orang lain; dan ia bebas dari kebimbangan. Setelah mengembangkan pencapaian buah, ia mencapai keberanian dalam Dharma yang diajarkan Sang Bhagavā. Ia bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir aku pergi berlindung [kepada beliau].

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, kepala desa Pāṭaliya dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 2)
« Reply #16 on: 03 February 2016, 02:13:16 PM »
Catatan Kaki:

<70> Cf. Loṇaphala-sutta, AN I 249.

<71> Dalam bahasa Mandarin, pernyataan ini dan yang mendahuluinya memiliki kata-kata yang sama. Namun, dari paralel Pali (AN I 249) dan konteksnya, jelas bahwa suatu perbedaan dibuat antara kedua pernyataan: pertama, bahwa akibat karma persis setara dengan perbuatannya, yang mengakibatkan suatu determinisme yang tidak memasukkan kehidupan suci dan akhir penderitaan; kedua, dalil umum bahwa akibat perbuatan akan dialami tak terhindarkan.

<72> Cf. Vappa-sutta, AN II 196.

<73> AN II 196 menambahkan bahwa ia juga melenyapkan ketidaktahuan dan membangkitkan pengetahuan, yang dengan demikian menyatakan bahwa orang yang ditanyakan adalah seorang yang tercerahkan sempurna.

<74> Cf. Titthāyatanādi-sutta, AN I 173.

<75> Mengambil shi dalam makna “menyetujui, menyokong” (HDC, s.v.).

<76> Nei yin nei. Yin nei berarti “alasan dan otoritas” (William E. Soothill dan Lewis Hodous, A Dictionary of Chinese Buddhist Terms [London: Kegan, 1937], p. 205), dan nei dapat menerjemahkan antargata (Hirakawa, Bukkyō kanbon daijiten, p. 160); oleh sebab itu, maknanya tampaknya adalah “ketika dimasukkan dalam alasan ini,” atau, lebih bebas, “ini akan mengikuti secara logis.”

<77> Cf. Ambalaṭṭhikārāhulovāda-sutta, MN I 414.

<78> Di sini dan di bawah teks sebenarnya membaca “murni”, yang pasti adalah suatu kesalahan tekstual; cf. pembahasan dalam Anālayo, “Oral Dimensions of Pāli Discourses,” pp. 38-40.

<79> Di sini dan di bawah teks sebenarnya membaca “tidak murni”; cf. catatan 78 di atas.

<80> Cf. AN V 292-302.

<81> Cf. Kesamutti-sutta, AN I 188.

<82> Cf. Asibandhakaputta-sutta, SN IV 311.

<83> Bi di sini mungkin suatu kesalahan untuk dang, seperti dalam bacaan paralel di bawah.

<84> Cf. Sīha-sutta, AN IV 179.

<85> Zu xing zi. Pāli kulaputta. Sering diterjemahkan sebagai “putra dari keluarga yang baik.” Dengan “anggota keluarga” kami mengikuti Bhikkhu Bodhi. Saran Margaret Cone “pemuda mulia (dari kelahiran mana pun)” (A Dictionary of Pāli, vol. I. [a-kh] [Oxford: Pali Text Society, 2001]) juga mungkin, yang mungkin lebih disukai, dalam kebanyakan kasus, tetapi terdapat bacaan di mana istilah itu tidak tampaknya meliputi hanya orang-orang muda.

<86> Cf. Devadaha-sutta, MN II 214.

<87> Zeng e, Skt kutsana (Hirakawa, Bukkyō kanbon daijiten, p. 503).

<88> Zi duan ku. Ini adalah salah satu dari beberapa kasus dalam T. 26 di mana bahasa Mandarin duan tampaknya berasal dari kebingunan terhadap prahāṇa (“membebaskan dari”, “menghilangkan”, duan) dan pradhāna (“pengerahan usaha”). Ini mungkin disebabkan oleh perpaduan Prakritik dari Skt.  prahāṇa dan pradhāna dalam Buddhist Hybrid Sanskrit prahāna, atau disebabkan oleh penafsiran alternatif yang asli terhadap bacaan dalam tradisi utara. (Terdapat contoh lain dalam tradisi utara di mana prahāṇa lebih disukai daripada pradhāna; misalnya dalam daftar “empat jenis pelenyapan yang benar”, catvāri samyak-prahāṇāni/si zheng duan. Tim Saṅghadeva secara konsisten menerjemahkan pra-√ha dalam sumber Prakrit mereka sebagai duan.

<89> Struktur percakapan dalam bahasa Mandarin bermakna berlawanan di sini. Mengikuti Pāli, kami mempertimbangkan pertanyaan retorika dan jawabannya sebagai bagian dari ucapan para bhikkhu.

<90> Cf. Pāṭaliya-sutta, SN IV 340.

<91> Di sini dan dalam dua contoh di atas, istilah shi huan tampaknya suatu kesalahan terjemahan. Teks menjadi masuk akal ketika, seperti dalam Pāli, kepala desa itu bertanya hanya jika Sang Buddha mengetahui sihir. Di sana hanya setelah Sang Buddha menjawab dengan persetujuan bahwa kepala desa itu menyamakan mengetahui sihir dengan menjadi seorang penyihir dan ditegur karena melakukan demikian.

<92> Karakter Mandarin ji biasanya dibatasi pada penyanyi wanita dan memiliki konotasi “pelacur.” Di sini mungkin digunakan alih-alih seperti bahasa Inggris “songstress” (biduanita) atau “crooner” (penyanyi lagu hiburan).

<93> Zhai, Pali yiṭṭha (SN IV 348).

<94> Wu shang ren shang zhi fa. Kita mengikuti variasi pembacaan yang ditemukan dalam edisi kanon Mandarin, yang menghilangkan shang yang kedua.

* Simsapa = pohon kayu keras India (Indian rosewood) dengan nama Latin Dalbergia sisoo Roxb (lihat http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn56/sn56.031.than.html#fn-1).
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything