//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH  (Read 11825 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« on: 07 October 2013, 07:32:14 PM »
[101]BUKU KELOMPOK SEPULUH

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #1 on: 07 October 2013, 07:32:46 PM »
LIMA PULUH PERTAMA

 
I. MANFAAT

1 (1)  Tujuan Apakah?

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

(1) “Bhante, Apakah tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat?”

(2) “Ānanda,  tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat adalah ketidak-menyesalan.”

(3) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan?”

“Tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah kegembiraan.”

(4) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kegembiraan?”

“Tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita.”

(5) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari sukacita?”

“Tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan.”

(6) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketenangan?”

“Tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan.”

(7) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kenikmatan.”

“Tujuan dan manfaat dari kenikmatan [2] adalah konsentrasi.”

(8 ) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari konsentrasi?”


“Tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya.”

(9) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya?”

“Tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan kebosanan.”

(10) Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan?”

“Tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.

“Demikianlah, Ānanda, (1)-(2) tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat adalah ketidak-menyesalan; (2) tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah kegembiraan; (4) tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita; (5) tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan; (6) tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan; (7) tujuan dan manfaat dari  kenikmatan adalah konsentrasi; (8 ) tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya; (8 ) tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan kebosanan; dan (10) tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Demikianlah, Ānanda, perilaku bermoral yang bermanfaat secara bertahap mengarah pada yang terunggul.”<1964>

(2) Kehendak

(1)-(2) “Para bhikkhu, bagi seorang yang bermoral, seorang yang perilakunya bermoral, tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga ketidak-menyesalan muncul padaku.’ Adalah sewajarnya<1965> bahwa ketidak-menyesalan muncul pada seorang yang bermoral, seorang yang perilakunya bermoral.

(3) “Bagi seorang yang tanpa penyesalan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga kegembiraan muncul padaku.’ Adalah sewajarnya bahwa kegembiraan muncul pada seorang yang tanpa penyesalan.

(4) “Bagi seorang yang bergembira tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga sukacita muncul padaku.’ Adalah sewajarnya bahwa sukacita muncul pada seoarang yang bergembira. [3]

(5) “Bagi seorang yang bersukacita tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga jasmaniku menjadi tenang.’ Adalah sewajarnya bahwa jasmani seorang yang bersukacita menjadi tenang.

(6) “Bagi seorang yang tenang dalam jasmani tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku merasakan kenikmatan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan.

(7) “Bagi seorang yang merasakan kenikmatan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga pikiranku terkonsentrasi.’ Adalah sewajarnya bahwa pikiran seorang yang merasakan kenikmatan menjadi terkonsentrasi.

(8 ) “Bagi seorang yang terkonsentrasi tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang terkonsentrasi mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.

(9) “Bagi seorang yang mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku menjadi kecewa dan bosan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya menjadi kecewa dan bosan.

(10) “Bagi seorang yang kecewa dan bosan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku merealisasikan pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang kecewa dan bosan merealisasikan pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.

“Demikianlah, para bhikkhu, (9)-(10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan adalah tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan; (8 ) kekecewaan dan kebosanan adalah tujuan and manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya; (7) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah tujuan dan manfaat dari konsentrasi; (6) konsentrasi adalah tujuan dan manfaat dari kenikmatan; (5) kenikmatan adalah tujuan dan manfaat dari ketenangan; (4) ketenangan adalah tujuan dan manfaat dari sukacita; (3) sukacita adalah tujuan dan manfaat dari kegembiraan; (2) kegembiraan adalah tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan; (1) ketidak-menyesalan adalah tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral.

“Demikianlah, para bhikkhu, satu tahap [4] mengalir menuju tahap berikutnya, satu tahap mengisi tahap berikutnya, untuk pergi dari pantai sini ke pantai seberang.”<1966>

3 (3) Perilaku Bermoral <1967>

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang tidak bermoral, pada seorang yang tidak memiliki  perilaku bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan, pada seorang tidak memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kegembiraan, pada seorang yang tidak memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada sukacita, pada seorang yang tidak memiliki sukacita, maka (5) ketenangan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketenangan, pada seorang yang tidak memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kenikmatan, pada seorang yang tidak memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada konsentrasi benar, pada seorang yang tidak memiliki konsentrasi benar, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang tidak memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosaan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang tidak memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang tidak memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tidak tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tidak tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang tidak bermoral, seorang yang kurang dalam hal perilaku bermoral, maka ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan,… maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang bermoral, pada seorang yang perilakunya bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan, pada seorang yang memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kegembiraan, pada seorang yang memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada sukacita, pada seorang yang memiliki sukacita, maka (5) ketenangan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketenangan, pada seorang yang memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kenikmatan, pada seorang yang memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar memiliki penyebab terdekatnya. [5] Ketika ada konsentrasi benar, pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang bermoral, seorang yang tidak perilakunya bermoral, maka ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan,… maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.”

4 (4) Penyebab Terdekat

Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

[Identik dengan 10:3, tatapi dibabarkan oleh Sāriputta.] [6]

5 (5) Ānanda

Di sana Yang Mulia Ānanda kepada para bhikkhu:

[Identik dengan 10:3, tatapi dibabarkan oleh Ānanda.] [7]

6 (6) Konsentrasi

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, dapatkah seorang bhikkhu mencapai suatu keadaan konsentrasi di mana (1) ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah;<1968> (2) tidak menyadari air sehubungan dengan air; (3) tidak menyadari api sehubungan dengan api; (4) tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; (5) tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; (6) tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; (7) tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; (8 ) tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; (9) tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; (10) tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar?”

“Dapat, Ānanda.”

“Tetapi bagaimanakah, Bhante, ia dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian?” [8]

“Di sini. Ānanda, seorang bhikkhu mempersepsikan sebagai berikut: ‘Ini damai, ini luhur, yaitu, tenangnya segala aktivitas, lepasnya segala perolehan, hancurnya ketagihan, kebosanan, lenyapnya, nibbāna.’<1969> Dengan cara inilah, Ānanda, seorang bhikkhu dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian di mana ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; tidak menyadari air sehubungan dengan air tidak menyadari api sehubungan dengan api; tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #2 on: 07 October 2013, 07:33:15 PM »
(7) Sāriputta

Yang Mulia Ānanda mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisis dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Teman Sāriputta, dapatkah seorang bhikkhu mencapai suatu keadaan konsentrasi di mana (1) ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; (2) tidak menyadari air sehubungan dengan air; (3) tidak menyadari api sehubungan dengan api; (4) tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; (5) tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; [9] (6) tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; (7) tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; (8 ) tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; (9) tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; (10) tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar?”

“Dapat, Ānanda.”

“Tetapi bagaimanakah, teman Sāriputta, ia dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian?”

“Pada suatu ketika, teman Ānanda, aku sedang menetap di sini di Sāvatthī di Hutan Orang Buta. Di sana aku mencapai keadaan konsentrasi demikian di mana aku tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; tidak menyadari air sehubungan dengan air tidak menyadari api sehubungan dengan api; tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi aku masih sadar.”

“Tetapi apakah yang Yang Mulia Sāriputta sadari pada saat itu?”

“Satu persepsi muncul dan persepsi lainnya lenyap padaku: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna; lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’<1970> Seperti halnya, ketika api ranting sedang membakar, satu lidah api muncul dan lidah api lainnya lenyap, demikian pula satu persepsi [10] muncul dan persepsi lainnya lenyap padaku: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna; lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’ Pada saat itu, aku menyadari: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’”

(8 ) Keyakinan <1971>

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan dan juga menjadi bermoral?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan juga bermoral, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(2) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil … (8 ) … seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil, tetapi bukan seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini … (9) … seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … [11] … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

(10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil; (ix) seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.”

9 (9) Damai <1972>

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral … (2) … memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil … (8 ) … seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil, tetapi bukan seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk, [12] yang tanpa bentuk,  … (9) … seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk,  yang tanpa bentuk, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

 (10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil; (ix) seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk,  yang tanpa bentuk; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.”

(10) Pengetahuan Sejati


(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral … [13] … (2) … memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … [seperti pada 6:2 §4] … demikianlah ia tidak mengingat banyak kehidupan lampaunya dengan aspek-aspek dan rinciannya … (8 ) … seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya … tetapi bukan seorang yang, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia … [seperti pada 6:2 §5] … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka … (9) … seorang yang, dengan mata dewa … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya..

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … [14] … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

(10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya … dengan aspek-aspek dan rinciannya; (ix) seorang yang, dengan mata dewa … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.” [15]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #3 on: 07 October 2013, 07:33:50 PM »
II. PELINDUNG

11 (1) Tempat Tinggal <1973>

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki lima faktor?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: : ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’

(2) “Ia jarang sakit atau menderita, memiliki pencernaan yang baik yang tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas melainkan sedang dan sesuai untuk berusaha.

(3) “Ia jujur dan terbuka, seorang yang mengungkapkan dirinya sebagaimana adanya kepada Sang Guru dan teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana.

(4) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.

(5) “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.

“Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.

“Dan bagaimanakah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor?

(6) “Di sini, tempat tinggal itu tidak terlalu jauh [dari tempat mengumpulkan  dana makanan] juga tidak terlalu dekat, dan memiliki jalan untuk pergi dan kembali.

(7) “Pada siang hari tempat itu tidak terganggu oleh orang-orang dan pada malam hari tempat itu tenang dan hening.

(8 ) “Terdapat sedikit kontak dengan lalat, nyamuk, angin, dan panas matahari, dan ular-ular.

(9) “Orang yang menetap di dalam tempat itu dapat dengan mudah memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit.

(10) “Di dalam tempat itu berdiam para bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris warisan, [16] ahli dalam Dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam kerangka. Ia dari waktu ke waktu mendatangi mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari ini?’ Para mulia itu kemudian mengungkapkan kepadanya apa yang belum diungkapkan, menjelaskan apa yang tersamar, dan menghalau kebingungan terhadap banyak hal yang membingungkan.

“Dengan cara inilah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor.

“Ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.”

12 (2) Lima Faktor <1974>

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang memiliki lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan, kelompok konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebebasan dari seorang yang melampaui latihan, dan kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.

“Ketika seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.”

   Ketika keinginan indria dan niat buruk,
   Ketumpulan dan kantuk,
   Kegelisahan, dan keragu-raguan
   Sama sekali tidak ada pada seorang bhikkhu; [17]
   Ketika seorang seperti ini memiliki
   Moralitas dan konsentrasi
   Dari seorang yang melampaui latihan,
   Dan [demikian pula dengan] kebebasan dan pengetahuan;
   Dengan memiliki lima faktor ini
   Dan setelah melenyapkan lima faktor,
   Ia benar-benar disebut seorang yang sempurna
   Dalam Dhamma dan disiplin ini.

13 (3) Belenggu

“Para bhikkhu, ada sepuluh belenggu ini. Apakah sepuluh ini? Lima belenggu yang lebih rendah dan lima belenggu yang lebih tinggi. Dan apakah lima belenggu yang lebih rendah? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, genggaman salah pada ritual dan upacara, keinginan indria, dan niat buruk. Ini adalah kelima belenggu yang lebih rendah itu. Dan apakah lima belenggu yang lebih tinggi? Nafsu pada bentuk, nafsu pada tanpa-bentuk, keangkuhan, kegelisahan, dan ketidak-tahuan. Ini adalah kelima belenggu yang lebih tinggi itu. Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh belenggu itu.”

14 (4) Kemandulan Pikiran <1975>

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemajuan yang akan menanti orang ini.

“Apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya,tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … [18] … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Dhamma … bingung terhadap Saṅgha … bingung terhadap latihan … menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang belum ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang belum ia patahkan?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang belum ia patahkan.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya  … setelah makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh, ia condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Ketika ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya tidak condong [19] pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang belum ia patahkan.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang belum ia patahkan.”

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan gelap, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemunduran dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini … hanya kemunduran … yang akan menanti orang ini.

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan telah mematahkan lima belenggu pikiran,<1976> maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.

 “Dan apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Dhamma … tidak bingung terhadap Saṅgha … tidak bingung terhadap latihan [20] … tidak menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, senang pada mereka, tidak kesal terhadap mereka, tidak bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang telah ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang telah ia patahkan dengan baik?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang telah ia patahkan dengan baik.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada jasmani, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia hampa dari nafsu pada bentuk, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya  … ia tidak makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh juga  ia tidak condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Karena ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang telah ia patahkan dengan baik.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang telah ia patahkan dengan baik.”

“Jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima belenggu pikiran ini, [21] maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan terang, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemajuan dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima jenis belenggu pikiran ini, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.”

15 (5) Ketekunan

(1) “Para bhikkhu, makhluk-makhluk apa pun juga, apakah tanpa kaki atau berkaki dua,  berkaki empat, atau berkaki banyak, apakah berbentuk atau tanpa bentuk, apakah memiliki persepsi atau tanpa persepsi, atau bukan tanpa persepsi juga bukan bukan-tanpa-persepsi, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dinyatakan sebagai yang terunggul.<1977> Demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.

(2) “Seperti halnya jejak-jejak kaki semua binatang yang berkeliaran di atas tanah dapat masuk ke dalam jejak kaki gajah, dan jejak kaki gajah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, yaitu, dalam hal ukuran, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.

(3) “Seperti halnya semua kasau dari sebuah rumah beratap lancip condong ke arah puncak atap, miring kea rah puncak atap, bertemu di puncak atap, dan puncak atap dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya. [22]

(4) “Seperti halnya, di antara semua akar harum, orris hitam dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(5) “Seperti halnya, di antara semua inti kayu, kayu cendana merah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(6) “Seperti halnya, di antara semua bunga harum, bunga melati dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(7) “Seperti halnya semua pangeran kecil adalah bawahan dari seorang raja pemutar-roda, dan raja pemutar-roda dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(8 ) “Seperti halnya cahaya semua bintang tidak sebanding dengan seper enam belas dari cahaya rembulan, dan cahaya rembulan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(9) “Seperti halnya, di musim gugur, ketika langit cerah dan tanpa awan, matahari, naik ke langit, menghalau segala kegelapan dari angkasa sewaktu bersinar dan menyorot dan memancarkan cahayanya, demikian pula …

(10) “Seperti halnya, sungai besar mana pun juga – yaitu, Gangga, Yamunā, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī – semuanya mengarah menuju samudra, menurun, miring, dan condong ke arah samudra, dan samudra dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.” [23]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #4 on: 07 October 2013, 07:34:24 PM »
16 (6) Layak Menerima Pemberian <1978>

“Para bhikkhu, sepuluh orang ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah sepuluh ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna; seorang paccekabuddha; seorang yang terbebaskan dalam kedua aspek; seorang yang terbebaskan melalui kebijaksanaan; saksi-tubuh; seorang yang mencapai pandangan; seorang yang terbebaskan melalui keyakinan; pengikut Dhamma; pengikut keyakinan; dan anggota suku. Kesepuluh orang ini adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

17 (7) Pelindung (1)

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ada sepuluh kualitas ini yang berfungsi sebagai pelindung.<1979> Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Karena seorang bhikkhu bermoral … berlatih di dalamnya, maka ini adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Karena seorang bhikkhu telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, [24] sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. Karena seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. Karena seorang bhikkhu mudah dikoreksi … dan menerima ajaran dengan hormat, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. Karena seorang bhikkhu terampil dan rajin … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin.<1980> Karena seorang bhikkhu menyukai Dhamma … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Karena seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan … tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung. [25]

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Karena seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah … perlengkapan bagi yang sakit, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Karena seorang bhikkhu penuh perhatian … dan mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. Karena seorang bhikkhu bijaksana … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ini adalah kesepuluh kualitas itu yang berfungsi sebagai pelindung.”

18 (8 ) Pelindung (2)

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ada sepuluh kualitas ini yang berfungsi sebagai pelindung. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya,’ para bhikkhu senior, [26] para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal … dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat,’ para bhikkhu senior, [27] para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh terampil dan rajin … agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh telah membangkitkan kegigihan … [28] … tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi [29] dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ini adalah kesepuluh kualitas itu yang berfungsi sebagai pelindung.”

19 (9) Keberdiaman Para Mulia (1)

“Para bhikkhu, ada sepuluh keberdiaman para mulia ini di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.<1981> Apakah sepuluh ini?

“Di sini, seorang bhikkhu (1) telah meninggalkan lima faktor; (2) memiliki enam faktor; (3) memiliki penjaga tunggal (4) dan empat pendukung; (5) telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi, (6) sama sekali telah meninggalkan pencarian, (7) telah memurnikan kehendak-kehendaknya, (8 ) telah menenangkan aktivitas jasmani, dan menjadi (9) terbebaskan dengan baik dalam pikiran dan (10) terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan. Ini adalah kesepuluh keberdiaman para mulia itu di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.”

20 (10) Keberdiaman Para Mulia (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang nenetap di antara penduduk Kuru di dekat pemukiman Kuru bernama Kammāsadamma. [30] di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu … Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ada sepuluh keberdiaman para mulia ini di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam. Apakah sepuluh ini?

“Di sini, seorang bhikkhu (1) telah meninggalkan lima faktor; (2) memiliki enam faktor; (3) memiliki penjaga tunggal (4) dan empat pendukung; (5) telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi, (6) sama sekali telah meninggalkan pencarian, (7) telah memurnikan kehendak-kehendaknya, (8 ) telah menenangkan aktivitas jasmani, dan menjadi (9) terbebaskan dengan baik dalam pikiran dan (10) terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan.

(1) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor.

(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki enam faktor? Di sini, setelah melihat sebuah bentuk dengan mata, seorang bhikkhu tidak bergembira juga tidak bersedih, melainkan berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih. Setelah mendengar suatu suara dengan telinga … Setelah mencium suatu bau-bauan dengan hidung … Setelah mengalami suatu rasa kecapan dengan lidah … Setelah merasakan suatu objek sentuhan dengan badan … Setelah mengenali suatu fenomena pikiran dengan pikiran, seorang bhikkhu tidak bergembira juga tidak bersedih, melainkan berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih.<1982> Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki enam faktor.

(3) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki penjaga tunggal? Di sini, seorang bhikkhu memiliki pikiran yang dijaga oleh perhatian. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki penjaga tunggal.

(4) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki empat pendukung? Di sini, setelah merefleksikan, seorang bhikkhu menggunakan suatu hal, dengan sabar menahankan hal lainnya, menghindari hal lainnya lagi, dan menghalau hal lainnya lagi. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki empat pendukung. [31]

(5) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi? Di sini, kebenaran pribadi biasa apa pun yang dianut oleh para petapa dan brahmana biasa – yaitu, ‘Dunia adalah abadi’ atau ‘Dunia adalah tidak abadi’; ‘Dunia adalah terbatas’ atau ‘Dunia adalah tidak terbatas’; ‘Jiawa dan badan adalah sama’ atau ‘Jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya’; ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian’ – seorang bhikkhu telah membuang dan melenyapkannya semua, menghentikannya, menolaknya, membiarkannya, meninggalkannya dan melepaskannya. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi.

(6) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu sama sekali telah meninggalkan pencarian? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan pencarian kenikmatan-kenikmatan indria dan pencarian penjelmaan dan telah menenangkan pencarian kehidupan spiritual. Dengan cara inilah seorang bhikkhu sama sekali telah meninggalkan pencarian.

(7) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah memurnikan kehendak-kehendaknya? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan kehendak indriawi, kehendak berniat buruk, dan kehendak mencelakai. Dengan cara inilah seorang bhikkhu bhikkhu telah memurnikan kehendak-kehendaknya.

(8 ) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani? Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani.

(9) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik dalam pikiran? Di sini, pikiran seorang bhikkhu terbebaskan dari nafsu, kebencian, dan delusi. Dengan cara inilah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik dalam pikiran.

(10) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan? [32] Di sini, seorang bhikkhu memahami: ‘Aku telah meninggalkan nafsu, telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan; aku telah meninggalkan kebencian … telah meninggalkan delusi, telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan.’ Dengan cara inilah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan.

“Para bhikkhu, para mulia mana pun di masa lampau yang berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini. Para mulia mana pun di masa depan yang akan berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya  akan berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini. Para mulia mana pun di masa sekarang yang berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini.

“Ini adalah kesepuluh keberdiaman para mulia di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #5 on: 07 October 2013, 07:34:48 PM »
III. BAB PANJANG

21 (1) Singa

“Para bhikkhu, pada malam hari singa, raja binatang buas, keluar dari sarangnya, meregangkan tubuhnya, mengamati empat penjuru sekeliling, [33] dan mengaumkan auman singanya tiga kali.  Kemudian ia pergi berburu. Karena alasan apakah? [Dengan berpikir:] ‘Semoga aku tidak membahayakan makhluk-makhluk kecil yang mungkin melintas di jalanku.’

“‘Singa,’ para bhikkhu, adalah sebutan untuk Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Ketika Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, itu adalah auman singaNya.

“Para bhikkhu, ada sepuluh kekuatan Tathāgata ini yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.<1983> Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya yang mungkin sebagai mungkin dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya yang mungkin sebagai mungkin dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin, maka ini adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.

(2) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya akibat dari kamma yang dilakukan di masa lampau, masa depan, dan masa sekarang dalam hal kemungkinan-kemungkinan dan penyebab-penyebab. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya … akibat dari kamma yang dilakukan … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(3) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya jalan yang mengarah menuju ke segala tujuan.<1984> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya jalan yang mengarah menuju ke segala tujuan, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau  … memutar roda brahma.

(4) “Kemudian, Sang Tathāgata [34] memahami sebagaimana adanya dunia ini dengan banyak elemennya yang beraneka-ragam.<1985> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya dunia ini dengan banyak elemennya yang beraneka-ragam, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(5) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya keberagaman watak makhluk-makhluk.<1986> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya keberagaman watak makhluk-makhluk, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(6) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kondisi tinggi dan rendah dari indria-indria makhluk-makhluk dan orang-orang lain.<1987> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kondisi tinggi dan rendah dari indria-indria makhluk-makhluk dan orang-orang lain, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(7) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kekotoran, pembersihan, dan keluarnya sehubungan dengan jhāna-jhāna, kebebasan-kebebasan, konsentrasi-konentrasi, dan pencapaian-pencapaian meditatif. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kekotoran, pembersihan, dan keluarnya sehubungan dengan jhāna-jhāna … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(8 ) “Kemudian, Sang Tathāgata mengingat banyak kehidupan lampauNya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh [35] kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana  Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga Aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Beliau mengingat banyak kehidupan lampauNya dengan aspek-aspek dan rinciannya. Karena Sang Tathāgata mengingat banyak kehidupan lampauNya … dengan aspek-aspek dan rinciannya, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(9) “Kemudian, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Tathāgata melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Beliau melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka. [36] Karena Sang Tathāgata …  memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma

(10) “Kemudian, dengan hancurnya noda-noda, Sang Tathāgata telah merealisasikan untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Beliau berdiam di dalamnya. Karena Sang Tathāgata telah merealisasikan untuk diriNya sendiri … kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh kekuatan Tathāgata itu yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.”

22 (2) Prinsip-Prinsip Doktrin

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Ānanda, Aku mengklaim berkeyakinan melalui pengetahuan langsung sehubungan dengan hal-hal yang mengarah pada realisasi berbagai prinsip doktrin,<1988>  [dan dengan demikian Aku mampu] mengajar Dhamma kepada berbagai orang dalam berbagai cara sedemikian sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang ada bahwa itu ada dan apa yang tidak ada bahwa itu tidak ada; sedemikian sehingga sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang rendah bahwa itu rendah dan apa yang luhur bahwa itu luhur; sedemikian sehingga sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang terlampaui bahwa itu terlampaui dan apa yang tidak terlampaui bahwa itu tidak terlampaui; sedemikian sehingga [37] adalah mungkin bahwa seseorang yang akan mengetahui, melihat, dan merealisasikan ini persis seperti yang seharusnya diketahui, dilihat, dan direalisasikan.

“Tetapi di antara pengetahuan-pengetahuan, Ānanda, yang satu ini adalah tidak terlampaui, yaitu, pengetahuan hal-hal ini dan hal-hal itu sebagaimana adanya.<1989> Dan, Aku katakan, tidak ada pengetahuan lain yang lebih tinggi atau lebih baik daripada ini.

“Ada, Ānanda, sepuluh kekuatan Tathāgata ini yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma. Apakah sepuluh ini?

[Seperti pada 10:21] [38]

“Ini, Ānanda, adalah kesepuluh kekuatan Tathāgata itu yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.” [39]

23 (3) Jasmani

“Para bhikkhu, ada hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan. Ada hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui jasmani. Ada hal-hal yang harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.<1990>

“Dan apakah, para bhikkhu, hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan? Di sini, seorang bhikkhu telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui jasmani. Teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata sebagai berikut: ‘Engkau telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui jasmani. Baik sekali jika engkau dapat meninggalkan perbuatan buruk melalui jasmani dan mengembangkan perbuatan baik melalui jasmani.’ Ketika teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata kepadanya, ia meninggalkan perbuatan buruk melalui jasmani yang tidak bermanfaat dan mengembangkan perbuatan baik melalui jasmani yang bermanfaat. Ini disebut hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan.

“Dan apakah, para bhikkhu, hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui melalui? Di sini, seorang bhikkhu telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui ucapan. Teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata sebagai berikut: ‘Engkau telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui ucapan. Baik sekali jika engkau dapat meninggalkan perbuatan buruk melalui ucapan dan mengembangkan perbuatan baik melalui ucapan.’ Ketika teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata kepadanya, ia meninggalkan perbuatan buruk yang tidak bermanfaat melalui ucapan dan mengembangkan perbuatan baik yang bermanfaat melalui ucapan. Ini disebut hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui jasmani.

“Dan apakah hal-hal yang harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan? Keserakahan harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Kebencian … Delusi … Kemarahan … Permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar [40] … kekikiran harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Sikap iri yang jahat,<1991> para bhikkhu, harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Dan apakah sikap iri yang jahat itu? Di sini, seorang perumah tangga atau putra perumah tangga makmur dalam hal kekayaan atau hasil panen, dalam hal perak atau emas. Seorang budak atau seseorang yang bergantung padanya mungkin berpikir tentangnya: ‘Oh, semoga perumah tangga atau putra perumah tangga ini tidak makmur dalam hal kekayaan atau hasil panen, dalam hal perak atau emas!’ atau seorang petapa atau brahmana memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Seorang petapa atau brahmana lainnya mungkin berpikir tentangnya: ‘Oh, semoga yang mulia ini tidak memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit!’ Ini disebut sikap iri yang jahat. Sikap iri yang jahat harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Keinginan jahat, para bhikkhu, harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Apakah keinginan jahat itu? Di sini seorang yang tanpa keyakinan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang memiliki keyakinan.’ Seorang yang tidak bermoral menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bermoral.’ Seorang yang sedikit belajar menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalki sebagai seorang terpelajar.’ Seorang yang bersenang dalam kumpulan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang penyendiri.’ Seorang yang malas menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bersemangat.’ Seorang yang berpikiran-kacau menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang penuh perhatian.’ Seorang yang tidak terkonsentrasi menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang terkonsentrasi.’ Seorang yang tidak bijaksana menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bijaksana.’ Seorang yang noda-nodanya belum dihancurkan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan.’ [41] Ini disebut keinginan jahat. Keinginan jahat harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Jika, para bhikkhu, keserakahan menguasai bhikkhu itu dan berlanjut; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan berlanjut,<1992> maka ia harus dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan berlanjut. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan berlanjut.’

“Jika, para bhikkhu, keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak berlanjut; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak berlanjut, maka ia harus dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak berlanjut. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak berlanjut.’”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #6 on: 07 October 2013, 07:35:29 PM »
24 (4) Cunda

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahācunda sedang menetap di antara penduduk Ceti di Sahajāti. Di sana Yang Mulia Mahācunda berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu [42] itu menjawab. Yang Mulia Mahācunda berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini.’<1993> Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan;<1994> jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan; jika kebencian … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan; jika kebencian … keinginan jahat [43] menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Misalkan, seorang yang miskin, papa, dan kekuarangan mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Jika, ketika ia ingin membeli sesuatu, ia tidak mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas, maka mereka akan mengenalnya sebagai seorang yang miskin, papa, dan kekuarangan yang mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Karena alasan apakah? Karena ketika ia ingin membeli sesuatu, ia tidak mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas.

“Demikian pula, teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … [44] … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; [45] karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Misalkan, seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Jika, ketika ia ingin membeli sesuatu, ia mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas, maka mereka akan mengenalnya sebagai seorang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta yang mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Karena alasan apakah? Karena ketika ia ingin membeli sesuatu, ia mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas.

“Demikian pula, teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak  menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’ [46]

25 (5) Kasiṇa

“Para bhikkhu, ada sepuluh landasan kasiṇa ini.<1995> Apakah sepuluh ini? Satu orang mempersepsikan kasiṇa tanah ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas.<1996> Satu orang mempersepsikan kasiṇa air … kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas. Ini adalah kesepuluh kasiṇa itu.”

26 (6) Kāḷi

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākaccāna sedang menetap di antara penduduk Avantī di Gunung Pavatta di Kuraraghara. Kemudian umat awam perempuan Kāḷi dari Kuraraghara mendatanginya, bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:<1997>

“Bhante, ini dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Para Perawan’:<1998>

   “Setelah menaklukkan bala tentara dari yang menyenangkan dan disukai,
   Bermeditasi sendirian, Aku menemukan kebahagiaan,
   Pencapaian tujuan, kedamaian batin.
   Oleh karena itu Aku tidak membentuk ikatan keakraban dengan orang-orang,
Juga tidak keakraban dengan siapa pun yang berkesempatan bertemu denganku.’ [47]

“Bagaimanakah, Bhante, makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā agar dipahami secara terperinci?”

“Beberapa petapa dan brahmana, saudari, yang padanya pencapaian kasiṇa tanah adalah yang tertinggi, dijadikan sebagai tujuan mereka.<1999> Sang Bhagavā secara langsung mengetahui sejauh apa pencapaian kasiṇa tanah itu adalah yang tertinggi. Setelah secara langsung mengetahui ini, Beliau melihat awal,<2000> bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan Beliau melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan. Dengan melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan dengan melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan, Beliau mengetahui pencapaian tujuan, kedamaian batin.

“Beberapa petapa dan brahmana, saudari, yang padanya pencapaian kasiṇa air …  kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran adalah yang tertinggi, dijadikan sebagai tujuan mereka. Sang Bhagavā secara langsung mengetahui sejauh apa pencapaian kasiṇa kesadaran itu adalah yang tertinggi. Setelah secara langsung mengetahui ini, Beliau melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan Beliau melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan. Dengan melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan dengan melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan, Beliau mengetahui pencapaian tujuan, kedamaian batin

“Demikianlah, saudari, adalah dengan cara itu makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Para Perawan’ harus dipahami secara terperinci:

   “‘Setelah menaklukkan bala tentara dari yang menyenangkan dan disukai,
   Bermeditasi sendirian, Aku menemukan kebahagiaan,
   Pencapaian tujuan, kedamaian batin. [48]
   Oleh karena itu Aku tidak membentuk ikatan keakraban dengan orang-orang,
   Juga tidak keakraban dengan siapa pun yang berhasil dalam kasusKu.’”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #7 on: 07 October 2013, 07:36:10 PM »
27 (7) Pertanyaan Panjang (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada suatu pagi, sejumlah para bhikkhu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Kemudian para bhikkhu itu berpikir: “Masih terlalu pagi untuk berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī. Biarlah kami pergi ke taman para pengembara sekte lain.”

Kemudian para bhikkhu itu pergi ke taman para pengembara sekte lain. Mereka saling bertukar sapa dengan para pengembara itu, ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, mereka duduk di satu sisi. Kemudian para pengembara itu berkata kepada mereka:

“Teman-teman, Petapa Gotama mengajarkan Dhamma kepada para siswaNya sebagai berikut: ‘Marilah, para bhikkhu, ketahuilah secara langsung segala fenomena.<2001> Berdiamlah setelah mengetahui segala fenomena.’<2002> Kami juga mengajarkan Dhamma kepada para siswa kami demikian: ‘Marilah, teman-teman, ketahuilah secara langsung segala fenomena. Berdiamlah setelah mengetahui segala fenomena.’ Sekarang apakah kesenjangan, disparitas, perbedaan antara ajaran Dhamma Petapa [49] Gotama dan ajaran kami, antara instruksiNya dan instruksi kami?”

Kemudian para bhikkhu itu dengan tidak menyetujui juga tidak menolak pernyataan dari para pengembara itu. Tanpa menyetujuinya, tanpa menolaknya, mereka bangkit dari duduknya dan pergi, [dengan berpikir]: “Kami akan mengetahui apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan pernyataan ini.”

Kemudian, ketika para bhikkhu itu telah berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī, setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, mereka mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Di sini, Bhante, di pagi hari, kami merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah kami, dan memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan … [Di sini mereka melaporkan keseluruhan kejadian itu, hingga:] [50] kami bangkit dari duduk kami dan pergi, [dengan berpikir]: ‘Kami akan mengetahui apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan pernyataan ini.’”

“Para bhikkhu, ketika para pengembara sekte lain berkata demikian, maka mereka harus dijawab sebagai berikut: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu.<2003> Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua. Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga. Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat. Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima. Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam. Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh. Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan. Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan. Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh. Jika para pengembara sekte lain ditanya demikian, mereka tidak akan mampu menjawab, dan lebih jauh lagi, mereka akan menemui kesulitan. Karena alasan apakah? Karena hal itu bukan wilayah mereka. Aku tidak melihat siapa pun, para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat memuaskan pikiran dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini selain dari Sang Tathāgata atau seorang siswa Sang Tathāgata atau seseorang yang telah mendengarnya dari Beliau.

(1) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?<2004> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah satu hal ini? Semua makhluk ada melalui makanan.<2005> [51] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal ini, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(2) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah dua hal ini? Nama dan bentuk. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(3) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah tiga hal ini? Tiga jenis perasaan.<2006> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? [52] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan empat hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah empat hal ini? Empat jenis makanan.<2007> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan empat hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan lima hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah lima hal ini? Lima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan lima hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan enam hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah enam hal ini? Enam landasan indria internal. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan enam hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. [53]

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tujuh hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah tujuh hal ini? Tujuh stasiun kesadaran.<2008> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tujuh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan delapan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah delapan hal ini? Delapan kondisi duniawi<2009> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan delapan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sembilan hal ini? Sembilan keberdiaman makhluk-makhluk.<2010> [54] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sepuluh hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sepuluh hal ini? Sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat.<2011>  Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sepuluh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #8 on: 07 October 2013, 07:37:22 PM »
28 (8 ) Pertanyaan Panjang (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kajaṅgalā di Hutan Bambu. Kemudian sejumlah umat awam dari Kajaṅgalā mendatangi seorang bhikkhunī dari Kajaṅgalā,<2012> bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Nyonya mulia, hal ini dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Panjang’: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu. Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua. Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga. [55] Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat. Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima. Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam. Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh. Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan. Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan. Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh.’ Bagaimanakah, Nyonya mulia, makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā agar dipahami secara terperinci?”

“Teman-teman, aku tidak mendengar dan mempelajari hal ini di hadapan Sang Bhagavā, juga tidak mendengar dan mempelajari hal ini di hadapan para bhikkhu terhormat. Akan tetapi, dengarkan dan perhatikanlah seperti apa yang aku jelaskan menurut pendapatku.”

“Baik, Nyonya mulia,” para umat awam dari Kajaṅgalā menjawab. Bhikkhunī dari Kajaṅgala itu berkata sebagai berikut:

(1) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah satu hal ini? Semua makhluk ada melalui makanan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal ini, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan. [56]

(2) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah dua hal ini? Nama dan bentuk ...

(3) … Apakah tiga hal ini? Tiga jenis perasaan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam empat hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.<2013> Apakah empat hal ini? Empat penegakan perhatian. Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam empat hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(5)-(8 ) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam lima hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah lima hal ini? Lima indria.<2014> … Apakah enam hal ini? [57] Enam elemen membebaskan diri.<2015> … Apakah tujuh hal ini? Tujuh faktor pencerahan … Apakah delapan hal ini? Jalan Mulia Berunsur Delapan. Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam delapan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sembilan hal ini? Sembilan keberdiaman makhluk-makhluk Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam sepuluh hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sepuluh hal ini? Sepuluh kamma bermanfaat. [58] Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam sepuluh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

“Demikianlah, teman-teman, ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Panjang’: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu ... Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ Adalah dengan cara ini aku memahami secara terperinci makna dari pernyataan ini yang dibabarkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā. Tetapi jika kalian menginginkan, datangilah Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau tentang persoalan ini. Sebagaimana Sang Bhagavā menjawab kalian, demikianlah kalian harus mengingatnya.”

Dengan berkata: “Baik, Nyonya mulia,” para umat awam dari Kajaṅgalā itu senang dan gembira mendengar pernyataan bhikkhunī dari Kajaṅgalā itu. Kemudian mereka bangkit dari duduk mereka, bersujud kepadanya, mengelilinginya dengan sisi kanan mereka menghadapnya, dan mendatangi Sang Bhagavā. Mereka bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Sang Bhagavā tentang keseluruhan diskusi mereka dengan bhikkhunī dari Kajaṅgalā. [Sang Bhagavā berkata:]

“Bagus, bagus, para perumah tangga! Bhikkhunī dari Kajaṅgalā bijaksana, memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang persoalan ini. Aku [59] akan menjawab dengan cara yang persis sama dengan jawaban bhikkhunī dari Kajaṅgala itu. Demikianlah maknanya, dan dengan cara demikianlah kalian harus mengingatnya.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #9 on: 07 October 2013, 07:37:31 PM »
29 (9) Kosala (1)

(1) “Para bhikkhu, sejauh Kāsi dan Kosala membentang, sejauh wilayah Raja Pasenadi dari Kosala membentang, di sana Raja Pasenadi dari Kosala menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi Raja Pasenadi terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(2) “Para bhikkhu, sejauh matahari dan rembulan berputar dan menerangi segala penjuru dengan cahayanya, sejauh seribu sistem dunia membentang.<2016> Dalam seribu sistem dunia itu terdapat seribu rembulan, seribu matahari, seribu Sineru raja pegunungan, seribu Jambudīpa, seribu Aparagoyāna, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, dan seribu empat samudra raya; seribu empat raja dewa, seribu [surga yang dipimpin oleh] empat raja dewa, seribu [surga] Tāvatiṃsa, seribu [surga] Yāma, seribu [surga] Tusita, seribu [surga] para deva yang bersenang dalam penciptaan, seribu [surga] para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, seribu alam brahmā. Sejauh, para bhikkhu, seribu sistem dunia ini membentang, Mahābrahmā [60] menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi Mahābrahmā terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(3) “Ada saatnya, para bhikkhu, ketika dunia ini terurai. Ketika dunia ini terurai, sebagian besar makhluk-makhluk berpindah menjadi para deva dengan cahaya gemerlap.<2017> Di sana mereka eksis dengan ciptaan pikiran, mendapatkan makanan dari sukacita, memancarkan cahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam keagungan, dan mereka berdiam demikian untuk waktu yang sangat lama. Ketika dunia ini terurai, para deva dengan cahaya gemerlap menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi para deva ini terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(4) “Para bhikkhu, ada sepuluh landasan kasiṇa ini.<2018> Apakah sepuluh ini? Satu orang mempersepsikan kasiṇa tanah ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Satu orang mempersepsikan kasiṇa air … kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Ini adalah kesepuluh kasiṇa itu. Di antara sepuluh landasan kasiṇa ini, ini adalah yang terunggul, yaitu, ketika seseorang mempersepsikan kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, [61] siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(5) “Para bhikkhu, ada delapan landasan yang melampaui ini.<2019> Apakah delapan ini?

(i) “Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang pertama.

(ii) “Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke dua.

(iii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tiga.

(iv) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke empat.

(v) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru. Bagaikan bunga rami yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke lima.

(vi) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning. Bagaikan bunga kaṇikāra yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning, atau bagaikan kain Bārāṇasī, [62] yang halus pada kedua sisinya yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang kuning … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke enam.

(vii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah. Bagaikan bunga bandhujīvaka yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang merah … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tujuh.

(viii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih. Bagaikan bintang pagi yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke delapan.

“Ini adalah kedelapan landasan yang melampaui itu. Di antara kedelapan landasan yang melampaui ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, dan setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi [63] pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(6) “Para bhikkhu, ada empat modus praktik ini.<2020> Apakah empat ini? Praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang cepat; praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; dan praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat. Di antara keempat modus praktik ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat. Ada makhluk-makhluk yang berpraktik demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang berpraktik demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(7) “Para bhikkhu, ada empat modus persepsi ini. Apakah empat ini? Satu orang mempersepsikan apa yang terbatas; orang lainnya mempersepsikan apa yang luhur; orang lainnya mempersepsikan apa yang tidak terbatas; dan orang lainnya lagi, [dengan mempersepsikan] ‘Tidak ada apa-apa,’ mempersepsikan landasan kekosongan.<2021> Ini adalah keempat modus persepsi itu. Di antara keempat modus persepsi ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, ketika, [dengan mempersepsikan] ‘Tidak ada apa-apa,’ seseorang mempersepsikan landasan kekosongan. Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(8 ) “Para bhikkhu, di antara pandangan-pandangan spekulatif yang dianut pihak luar, yang ini adalah yang terunggul, yaitu: : ‘Sebelumnya tidak ada, dan tidak ada milikku. Tidak akan ada; [dan] tidak akan ada milikku.’<2022> Karena dapat diharapkan bahwa orang yang menganut pandangan demikian tidak akan menjadi tidak muak oleh penjelmaan [64] dan tidak akan menjadi muak oleh lenyapnya penjelmaan.<2023> Ada makhluk-makhluk yang menganut pandangan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang menganut pandangan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(9) “Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang menyatakan pemurnian tertinggi.<2024> Di antara mereka yang menyatakan pemurnian tertinggi, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Mereka mengajarkan Dhamma demi pengetahuan langsung dan merealisasikan hal ini. Ada makhluk-makhluk yang menyatakan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang menyatakan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(10) “Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang menyatakan nibbāna tertinggi dalam kehidupan ini.<2025> Di antara mereka yang menyatakan nibbāna tertinggi dalam kehidupan ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, kebebasan melalui ketidak-melekatan setelah seseorang melihat sebagaimana adanya pada asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan enam landasan bagi kontak.

“Para bhikkhu, walaupun Aku menegaskan dan menyatakan [ajaranKu] dengan cara demikian, namun beberapa petapa dan brahmana secara bohong, secara tanpa dasar, secara salah, dan secara keliru menafsirkanKu, [dengan mengatakan]: ‘Petapa Gotama tidak menyatakan pemahaman penuh pada kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada bentuk-bentuk, pemahaman penuh pada perasaan-perasaan.’ [65] Padahal, para bhikkhu, Aku menyatakan pemahaman penuh pada kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada bentuk-bentuk, pemahaman penuh pada perasaan-perasaan. Dalam kehidupan ini, tanpa lapar, terpuaskan, dan sejuk, Aku menyatakan nibbāna akhir melalui ketidak-melekatan.”<2026>

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #10 on: 07 October 2013, 07:37:54 PM »
30 (10) Kosala (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Raja Pasenadi dari Kosala telah kembali dari garis depan peperangan, pemenang dalam peperangan, tujuannya telah tercapai.<2027> Ia mengendarai kereta sejauh tanah yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari keretanya dan memasuki taman dengan berjalan kaki. Pada saat itu sejumlah bhikkhu sedang berjalan mondar-mandir di ruang terbuka. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala mendatangi para bhikkhu itu dan bertanya kepada mereka:

“Bhante, di manakah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna sekarang berada? Karena aku ingin bertemu Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna.”

“Baginda, itu adalah kediaman Beliau yang pintunya tertutup. Datangilah dengan tenang. Dengan tidak terburu-buru, masukilah berandanya, berdehemlah, dan ketuk gerendelnya. Sang Bhagavā akan membukakan pintu untukmu.”

Kemudian, Raja Pasenadi dari Kosala dengan tenang mendatangi kediaman yang pintunya tertutup. Dengan tidak terburu-buru, ia memasukinya berandanya, berdehem, dan mengetuk gerendelnya. Sang Bhagavā membuka pintu.

Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala memasuki kediaman itu, bersujud dengan kepalanya di kaki Sang Bhagavā, dan menyelimuti kaki Sang Bhagavā dengan ciuman dan mengusapnya dengan tangannya, sambil memperkenalkan namanya: “Aku adalah Raja Pasenadi dari Kosala!, Bhante; aku adalah Raja [66] Pasenadi dari Kosala!”<2028>

“Tetapi, Baginda, dengan alasan apakah yang engkau memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada tubuh ini dan memperlihatkan cinta-kasih demikian padaKu?”

“Bhante, adalah karena rasa bersyukur dan terima kasih maka aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā dan memperlihatkan cinta-kasih demikian kepada Beliau.

(1) “Karena, Bhante, Sang Bhagavā berpraktik demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang; Beliau telah menegakkan banyak orang dalam metode mulia, yaitu, dalam jalan Dhamma sejati, dalam jalan Dhamma yang bermanfaat.<2029> Ini adalah satu alasan aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā dan memperlihatkan cinta-kasih demikian kepada Beliau.

(2) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā bermoral, memiliki perilaku yang matang, berperilaku mulia, berperilaku bermanfaat, memiliki perilaku bermanfaat. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(3) “Kemudian, Bhante, sejak lama Sang Bhagavā telah menjadi penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Karena hal itu [67], ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(4) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(5) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(6) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā dapat mendengar sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, pembicaraan yang berhubungan dengan kehidupan keras yang mengarah pada lenyapnya [kekotoran-kekotoran], yang kondusif untuk membuka pikiran, yaitu, pembicaraan tentang keinginan yang sedikit, tentang kepuasan, tentang kesendirian, tentang tidak bergaul akrab [dengan orang lain], tentang pembangkitan kegigihan, tentang perilaku bermoral, tentang konsentrasi, tentang kebijaksanaan, tentang kebebasan, tentang pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(7) “Kemudian, Bhante, Bhagavā dapat mencapai sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini. [68] Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(8 ) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā mengingat banyak kehidupan lampauNya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana  Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga Aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Beliau mengingat banyak kehidupan lampauNya dengan aspek-aspek dan rinciannya. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(9) “Kemudian, Bhante, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Bhagavā melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Beliau memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, [69] menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  kelahiran yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Beliau melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(10) “Kemudian, dengan hancurnya noda-noda, Sang Bhagavā telah merealisasikan untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Beliau berdiam di dalamnya. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

“Dan sekarang, Bhante, kami harus pergi. Kami sibuk dan banyak yang harus dilakukan.”

“Silakan engkau pergi, Baginda.”

Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. [70]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #11 on: 07 October 2013, 07:38:13 PM »
IV. UPĀLI

31 (1) Upāli

Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, atas berapa banyak dasarkah Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan<2030> bagi para siswaNya dan melafalkan Pātimokkha?”

“Adalah, Upāli, atas sepuluh dasar Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan bagi para siswaNya dan melafalkan Pātimokkha. Apakah sepuluh ini? (1) Demi kemakmuran Saṅgha; (2) demi kenyamanan Saṅgha; (3) untuk menekan orang-orang yang membandel; (4) sehingga para bhikkhu yang berperilaku baik dapat berdiam dengan nyaman; (5) untuk mengendalikan noda-noda yang berhubungan dengan kehidupan ini; (6) untuk menghalau noda-noda yang berhubungan dengan kehidupan mendatang; (7) agar mereka yang tanpa keyakinan dapat memperoleh keyakinan; dan (8 ) untuk meningkatkan [keyakinan] dari mereka yang berkeyakinan; (9) demi keberlangsungan Dhamma sejati; dan (10) untuk memajukan disiplin.

“Adalah atas kesepuluh dasar ini Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan bagi para siswaNya dan melafalkan Patimokkha.”

32 (2) Menskors <2031>

“Bhante, ada berapa alasankah untuk menskors Pātimokkha?

“Ada, Upāli, sepuluh alasan untuk menskors Pātimokkha. Apakah sepuluh ini? (1) Seorang yang telah melakukan pārājika sedang duduk dalam kumpulan itu; (2) sebuah diskusi tentang seorang yang telah melakukan pārājika sedang berlangsung;<2032> (3) seorang yang belum ditahbiskan secara penuh sedang duduk dalam kumpulan itu; [71] (4) sebuah diskusi tentang seorang yang belum ditahbiskan secara penuh sedang berlangsung; (5) seorang yang telah meninggalkan latihan sedang duduk dalam kumpulan itu; (6) sebuah diskusi tentang seorang yang telah meninggalkan latihan sedang berlangsung; (7) seorang kasim sedang duduk dalam kumpulan itu;<2033> (8 ) sebuah diskusi tentang seorang kasim sedang berlangsung; (9) seorang penggoda bhikkhunī sedang duduk dalam kumpulan itu;<2034> (10) sebuah diskusi tentang seorang penggoda bhikkhunī sedang berlangsung. Ini adalah kesepuluh alasan itu untuk menskors Pātimokkha.”

33 (3) Pengambilan Keputusan

“Bhante, berapa banyakkah kualiats yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin]?”<2035>

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin]. Apakah sepuluh ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (2) Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Kedua Pātimokkha telah disampaikan dengan baik kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya. (4) Ia kokoh dalam disiplin, tidak tergoyahkan. (5) Ia mampu meyakinkan kedua belah pihak dari persoalan itu, menjelaskan permasalahannya kepada mereka, membujuk mereka, menunjukkan kepada mereka, dan mendamaikan mereka. (6) Ia terampil dalam hal asal-mula dan [72] penyelesaian persoalan-persoalan disiplin. (7) Ia mengetahui apa itu persoalan disiplin.<2036> (8 ) Ia mengetahui asal-mula persoalan disiplin. (9) Ia mengetahui lenyapnya persoalan disiplin. (10) Ia mengetahui jalan menuju lenyapnya persoalan disiplin.<2037> Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin].”

34 (4) Penahbisan Penuh

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu untuk memberikan penahbisan penuh?’

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat memberikan penahbisan penuh. Apakah sepuluh ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu bermoral … ia berlatih di dalamnya. (2) Ia telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Kedua Pātimokkha telah disampaikan dengan baik kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya. (4) Ia mampu merawat seorang pasien atau mencari orang lain untuk merawatnya. (5) Ia mampu melenyapkan ketidak-puasan seseorang atau mencari orang lain untuk melenyapkannya. (6) Ia mampu menggunakan Dhamma untuk menghalau penyesalan yang mungkin muncul [pada murid-muridnya]. (7) Ia mampu menghindarkan mereka, melalui Dhamma, dari pandangan-pandangan salah yang telah muncul. (8 ) Ia mampu mendorong mereka dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi. (9) Ia mampu mendorong mereka dalam pikiran yang lebih tinggi. (10) Ia mampu mendorong mereka dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat memberikan penahbisan penuh.” [73]

35 (5) Kebergantungan

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu untuk memberikan kebergantungan?”

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat memberikan kebergantungan. Apakah sepuluh ini? …

[Sepuluh kualitas yang sama seperti pada sutta sebelumnya.]

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat memberikan kebergantungan.”

36 (6) Samaṇera <2038>

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar boleh dilayani oleh seorang samaṇera?”

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini boleh dilayani oleh seorang samaṇera. Apakah sepuluh ini? …

[Sepuluh kualitas yang sama seperti pada sutta sebelumnya.]

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini boleh dilayani oleh seorang samaṇera.”

37 (7) Perpecahan (1)

“Bhante, dikatakan: ‘Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya perpecahan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma, (2) dan Dhamma sebagai bukan-Dhamma. (3) Mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai disiplin, [74] dan (4) disiplin sebagai bukan-disiplin. (5) Mereka menjelaskan apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau, dan (6) apa yang dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau. (7) Mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai dipraktikkan oleh Beliau, dan (8 ) apa yang dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau. (9) Mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau, dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka menarik diri dan berpisah. Mereka melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Upāli, terjadi perpecahan dalam Saṅgha.”

38 (8 ) Perpecahan (2)

“Bhante, dikatakan: ‘Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya kerukunan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai bukan-Dhamma, dan (2) Dhamma sebagai Dhamma. (3) Mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin, dan (4) disiplin sebagai disiplin. (5) Mereka menjelaskan apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau, dan (6) apa yang dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau. (7) Mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau, dan (8 ) apa yang dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai dipraktikkan oleh Beliau. (9) Mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau, dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka tidak menarik diri dan tidak berpisah. Mereka tidak melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan tidak melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Upāli, terjadi kerukunan dalam Saṅgha.” [75]

39 (9) Ānanda (1)

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, dikatakan: ‘Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah terjadinya perpecahan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Ānanda, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka menarik diri dan berpisah. Mereka melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Ānanda, terjadi perpecahan dalam Saṅgha.”<2039>

“Tetapi, Bhante, ketika seseorang menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha yang rukun, apakah yang ia hasilkan?”

“Ia menghasilkan keburukan selama satu kappa, Ānanda.”<2040>

“Tetapi, Bhante, keburukan apakah itu yang berlangsung selama satu kappa?”

“Ia disiksa di neraka selama satu kappa, Ānanda.” [76]

Seseorang yang menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha mengarah menuju  kesengsaraan,
Mengarah menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa.
Bersenang dalam perpecahan, kokoh dalam bukan-Dhamma,
Ia jatuh dari keamanan dari belenggu.
Setelah menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha yang rukun,
Ia disiksa di neraka selama satu kappa.

40 (10) Ānanda (2)

“Bhante, dikatakan: ‘Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya kerukunan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Ānanda, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai bukan-Dhamma … [seperti pada 10:38] …  dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka tidak menarik diri dan tidak berpisah. Mereka tidak melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan tidak melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Ānanda, terjadi kerukunan dalam Saṅgha.”<2041>

“Tetapi, Bhante, ketika seseorang merukunkan Saṅgha yang terpecah, apakah yang ia hasilkan?”

“Ia menghasilkan jasa surgawi, Ānanda.”

“Tetapi, Bhante, apakah jasa surgawi itu”

“Ia bergembira di surga selama satu kappa, Ānanda.” [77]

Kerukunan dalam Saṅgha adalah menyenangkan,
Dan saling membantu<2042> dari meereka yang hidup dalam kerukunan.
Bersenang dalam kerukunan, kokoh dalam Dhamma,
Ia tidak jatuh dari keamanan dari belenggu.
Setelah membawakan kerukunan kepada Saṅgha,
Ia bergembira di surga selama satu kappa.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #12 on: 07 October 2013, 07:38:40 PM »
V. PENGHINAAN

41 (1) Perselisihan

Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, mengapakah argumen-argumen, pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan muncul dalam Saṅgha dan para bhikkhu tidak berdiam dengan nyaman?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … [78] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Ini, Upāli, adalah mengapa argumen-argumen, pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan muncul dalam Saṅgha dan para bhikkhu tidak berdiam dengan nyaman.”

42 (2) Akar (1)

“Bhante, ada berapa banyakkah akar perselisihan?”

“Ada, Upāli, sepuluh akar perselisihan. Apakah sepuluh ini? Di sini, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Ini, Upāli, adalah kesepuluh akar perselisihan itu.”

43 (3) Akar (2)

“Bhante, ada berapa banyakkah akar perselisihan?”

“Ada, Upāli, sepuluh akar perselisihan. Apakah sepuluh ini? Di sini, (1) Para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai pelanggaran, dan (2) apa yang merupakan pelanggaran sebagai bukan-pelanggaran. (3) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran ringan sebagai pelanggaran berat, dan (4) sebuah pelanggaran berat sebagai pelanggaran ringan. (5) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran kasar sebagai bukan pelanggaran kasar, dan (6) sebuah pelanggaran tidak kasar sebagai pelanggaran kasar. (7) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran yang dapat ditebus sebagai pelanggaran yang tidak dapat ditebus, dan (8 ) sebuah pelanggaran yang tidak dapat ditebus sebagai pelanggaran yang dapat ditebus. [79] (9) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran yang dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki, dan (10) sebuah pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang dapat diperbaiki.<2043> Ini, Upāli, adalah kesepuluh akar perselisihan itu.”

44 (4) Kusināra

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kusināra, di hutan belantara pengorbanan. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sehubungan dengan lima hal dan menegakkan lima hal dalam dirinya sebelum ia menegur orang lain.<2044> Sehubungan dengan lima hal apakah ia harus memeriksa dirinya sendiri?

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah perilaku jasmaniku murni? Apakah aku memiliki perilaku jasmani yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika perilaku jasmani bhikkhu tersebut tidak murni, dan ia tidak memiliki perilaku jasmani yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama, latihlah perilaku jasmanimu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah perilaku ucapanku murni? Apakah aku memiliki perilaku ucapan yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika perilaku ucapan bhikkhu tersebut tidak murni, dan ia tidak memiliki perilaku ucapan yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama, latihlah perilaku ucapanmu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya. [80]

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Sudahkah aku menegakkan pikiran cinta-kasih tanpa kekesalan pada teman-temanku para bhikkhu? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ jika bhikkhu tersebut belum menegakkan pikiran cinta-kasih tanpa kekesalan pada teman-temannya para bhikkhu, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama tegakkanlah pikiran cinta-kasih terhadap teman-temanmu para bhikkhu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah aku terpelajar, dan apakah aku mengingat dan melestarikan apa yang telah kupelajari? Sudahkah aku banyak mempelajari ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar, yang mengungkapan kehidupan spiritual yang murni dan lengkap sempurna? Sudahkah aku mengingatnya, melafalkannya secara lisan, menyelidikinya dalam pikiran, dan menembusnya dengan baik melalui pandangan? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika bhikkhu tersebut tidak terpelajar … dan belum menembusnya dengan baik melalui pandangan, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tema pelajarilah warisan itu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Sudahkan kedua Pātimokkha disampaikan dengan baik kepadaku secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika kedua Pātimokkha [81] belum disampaikan dengan baik kepadaku secara terperinci … dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya, dan jika, ketika ditanya: ‘Di manakah Sang Bhagavā menyatakan hal ini?’ ia tidak mampu menjawab, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama pelajarilah disiplin terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

“Adalah sehubungan dengan kelima hal ini maka ia harus memeriksa dirinya sendiri.

“Dan apakah lima hal yang harus ditegakkan dalam dirinya sendiri? [Ia harus mempertimbangkan:] ‘(6) Aku akan berbicara pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang tidak tepat; (7) aku akan berbicara secara jujur, bukan dengan berbohong; (8 ) aku akan berbicara dengan lembut, bukan dengan kasar; (9) aku akan berbicara dengan cara yang bermanfaat, bukan dengan cara yang berbahaya; (10) aku akan berbicara dengan pikiran cinta-kasih, bukan ketika sedang memendam kebencian.’ Ini adalah lima hal yang harus ia tegakkan dalam dirinya.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sehubungan dengan kelima hal itu dan menegakkan kelima hal ini dalam dirinya sebelum ia menegur orang lain.”

45 (5) Memasuki

“Para bhikkhu, ada sepuluh bahaya ini dalam memasuki istana dalam seorang raja. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, sang raja sedang duduk bersama ratunya. Seorang bhikkhu masuk, dan apakah ratu tersenyum ketika ia melihat bhikkhu itu atau bhikkhu itu tersenyum ketika ia melihat sang ratu. Raja berpikir: ‘Pasti, ada sesuatu di antara mereka, atau sesuatu akan terjadi.’ Ini adalah bahaya pertama dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(2) “Kemudian, ketika sang raja sedang sibuk, terlibat dalam banyak pekerjaan, ia telah melakukan hubungan seksual dengan salah satu perempuan tetapi tidak mengingatnya, dan karena hubungan itu perempuan itu menjadi hamil. Raja berpikir: ‘Tidak ada orang [82] yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke dua dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(3) “Kemudian, sebuah permata telah hilang dalam istana dalam sang raja. Raja berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke tiga dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(4) “Kemudian, rapat-rapat rahasia di istana dalam sang raja telah bocor ke luar.<2045> Raja berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke empat dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(5) “Kemudian, di dalam istana dalam sang raja seorang ayah merindukan putranya, atau seorang putra merindukan ayahnya.<2046> Mereka berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke lima dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(6) “Kemudian, raja mempromosikan seseorang. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke enam dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(7) “Kemudian, raja menurunkan jabatan seseorang. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke tujuh dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(8 ) “Kemudian, raja mengutus bala tentaranya pada waktu yang tidak tepat. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke delapan dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(9) “Kemudian, setelah mengutus bala tentaranya pada waktu yang tidak tepat, raja memerintahkan mereka untuk kembali selagi masih dalam perjalanan. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: [83] ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke delapan dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(10) “Kemudian, di istana dalam sang raja ada hentakan gajah-gajah,<2047> kuda-kuda, kereta-kereta, serta bentuk-bentuk yang menggoda, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan yang tidak layak bagi seorang bhikkhu. Ini adalah bahaya ke sepuluh dalam memasuki istana dalam seorang raja.

“Ini, para bhikkhu, kesepuluh bahaya itu dalam memasuki istana dalam seorang raja.”

46 (6) Sakya

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di tengah-tengah penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Kemudian, pada hari uposatha, sejumlah umat awam Sakya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

“Para Sakya, apakah kalian menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor?”<2048>

“Kadang-kadang kami melakukannya, Bhante, dan kadang-kadang tidak.”

“Adalah kerugian dan kemalangan bagi kalian, para Sakya! Ketika kehidupan terancam oleh dukacita dan kematian, kalian menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor [hanya] kadang-kadang, dan kadang-kadang tidak. Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh setengah kahāpaṇa setiap hari atas pekerjaannya. [84] Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh satu kahāpaṇa setiap hari atas pekerjaannya. Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh dua kahāpaṇa … tiga … empat … lima … enam … tujuh … delapan … sembilan … sepuluh … dua puluh … tiga puluh … empat puluh … lima puluh kahāpaṇa<2049> setiap hari atas pekerjaannya. Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Jika ia memperoleh seratus atau seribu kahāpaṇa hari demi hari, menabung apa pun yang ia peroleh, dan memiliki umur kehidupan seratus tahun, hidup selama seratus tahun, akankah ia memperoleh banyak kekayaan?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Berkat kekayaannya itu, karena kekayaannya, dengan alasan kekayaannya, dapatkah orang itu mengalami kebahagiaan eksklusif selama satu maalm atau satu hari, atau selama setengah malam atau setengah hari?”

“Tidak, Bhante. Mengapa tidak? Karena kenikmatan indria adalah tidak kekal, kosong, palsu, dan menipu.”

“Akan tetapi, para Sakya, siswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh tahun, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun,<2050> [85] seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun.<2051> Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh tahun, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan tahun … delapan tahun … tujuh tahun … enam tahun … lima tahun … empat tahun … tiga tahun … dua tahun … satu tahun, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan satu tahun, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh bulan, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh bulan, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan bulan … delapan bulan … tujuh bulan … enam bulan … lima bulan … empat bulan … tiga bulan … dua bulan … satu bulan … setengah bulan, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan setengah bulan, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh hari sepuluh malam, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh hari sepuluh malam, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan hari sembilan malam … delapan hari delapan malam … tujuh hari tujuh malam … [86] enam hari enam malam … lima hari lima malam … empat hari empat malam … tiga hari tiga malam … dua hari dua malam … sehari semalam, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Adalah kerugian dan kemalangan bagi kalian, para Sakya! Ketika kehidupan terancam oleh dukacita dan kematian, kaliam menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor [hanya] kadang-kadang, dan kadang-kadang tidak.”

“Mulai hari ini, Bhante, kami akan melaksanakan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #13 on: 07 October 2013, 07:39:05 PM »
47 (7) Mahāli

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Mahāli orang Licchavi mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, apakah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk?”<2052>

“Mahāli, (1) keserakahan adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk. (2) Kebencian adalah penyebab dan kondisi … (3) Delusi adalah penyebab dan kondisi … (4) Perhatian tidak seksama adalah penyebab [87] dan kondisi … (5) Pikiran yang diarahkan secara salah adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk. Ini adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk.

“Bhante, apakah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik?”

“Mahāli, (1) ketidak-serakahan adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik. (2) Ketidak-bencian adalah penyebab dan kondisi … (3) Ketidak-delusian adalah penyebab dan kondisi … (4) Perhatian seksama adalah penyebab dan kondisi … (5) Pikiran yang diarahkan dengan benar adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik. Ini adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik.

“Jika, Mahāli, kesepuluh kualitas ini tidak ada di dunia ini, maka perbuatan tidak baik, perbuatan yang bertentangan dengan Dhamma, dan perbuatan yang baik, perbuatan yang sesuai dengan Dhamma, tidak akan terlihat. Tetapi karena kesepuluh kualitas ini ada di dunia ini, maka perbuatan tidak baik, perbuatan yang bertentangan dengan Dhamma, dan perbuatan yang baik, perbuatan yang sesuai dengan Dhamma, menjadi terlihat.”

48 (8 ) Hal-hal

“Para bhikkhu, ada sepuluh hal ini yang harus sering direfleksikan oleh seorang yang telah meninggalkan keduniawian. Apakah sepuluh ini?

(1) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku telah memasuki kondisi tanpa kasta.’<2053>

(2) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Penghidupanku bergantung pada orang lain.’<2054> [88]

(3) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Sikapku harus berbeda.’<2055>

(4) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah aku mencela diriku sendiri sehubungan dengan perilaku bermoral?’<2056>

(5) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah teman-temanku para bhikkhu yang bijaksana, setelah menyelidiki, mencelaku sehubungan denagn perilaku bermoral?’

(6) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku pasti berpisah dan ditinggal oleh siapa pun dan apa pun yang kusayangi dan menyenangkan bagiku.’<2057>

(7) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku adalah pemilik kammaku, pewaris kammaku; aku memiliki kamma sebagai asal-mulaku, kamma sebagai sanak saudaraku, kamma sebagai pelindungku; aku akan mewarisi kamma apa pun, baik atau buruk, yang kulakukan.’

(8 ) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Bagaimanakah aku melewati malam dan siangku?’

(9) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah aku bersenang dalam gubuk kosong?’

(10) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Sudahkah aku mencapai keluhuran apa pun yang melampaui manusia dalam pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia, sehingga pada hari terakhirku, ketika aku ditanya oleh teman-temanku para bhikkhu, aku tidak akan merasa malu?’

“Ini, para bhikkhu, adalah  kesepuluh hal itu yang harus sering direfleksikan oleh seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

49 (9) Hidup Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini hidup melalui jasmani. Apakah sepuluh ini? Dingin, panas, lapar, haus, buang air besar, buang air kecil, pengendalian diri, pengendalian ucapan, pengendalian dalam hal penghidupan seseorang, dan aktivitas pertumbuhan kehidupan yang mengarah pada penjelmaan baru.<2058> Ini adalah kesepuluh hal itu yang hidup melalui jasmani.”

50 (10) Perdebatan

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, [89] setelah mereka makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika mereka berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.

Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, diskusi apakah yang sedang kalian lakukan barusan ketika kalian sedang duduk bersama di sini? Perbincangan apakah yang sedang berlangsung?”

“Di sini, Bhante, setelah kami makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, kami berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika kami berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.”

“Para bhikkhu, tidaklah selayaknya bagi kalian, para anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.”

“Ada, para bhikkhu, sepuluh prinsip kerukunan ini yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.<2059> Apakah sepuluh ini?

(1) seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Karena seorang bhikkhu bermoral … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, [90] diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Karena seorang bhikkhu telah banyak belajar … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. Karena seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. Karena seorang bhikkhu mudah dikoreksi … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. Karena seorang bhikkhu terampil dan rajin … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin. Karena seorang bhikkhu menyukai Dhamma … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Karena seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan … [91] … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Karena seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Karena seorang bhikkhu penuh perhatian ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. Karena seorang bhikkhu bijaksana … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh prinsip kerukunan itu yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.” [92]


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #14 on: 07 October 2013, 07:39:35 PM »
LIMA PULUH KE DUA


I. PIKIRAN SENDIRI

51 (1) Pikiran Sendiri

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang-orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiranku sendiri.’ Dengan cara inilah kalian harus berlatih.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terampil dalam jalan pikirannya sendiri? Seperti halnya seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan – akan melihat pantulan wajahnya di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang atau di dalam semangkuk air jernih. Jika mereka melihat debu atau noda apa pun di sana, maka mereka akan berusaha untuk menghilangkannya. Tetapi jika mereka tidak melihat debu atau noda di sana, maka mereka menjadi gembira; dan keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, ‘Betapa beruntungnya bahwa aku bersih!’<2060> Demikian pula, pemeriksaan-diri adalah sangat membantu bagi seorang bhikkhu [agar tumbuh] dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“[Seseorang harus bertanya kepada diri sendiri:] (1) ‘Apakah aku sering condong pada kerinduan [93] atau tanpa kerinduan? (2) Apakah aku sering condong pada niat-buruk atau tanpa niat-buruk? (3) Apakah aku sering dikuasai oleh ketumpulan dan kantuk atau bebas dari ketumpulan dan kantuk? (4) Apakah aku sering gelisah atau tenang? (5) Apakah aku sering diserang oleh keragu-raguan atau bebas dari keragu-raguan? (6) Apakah aku sering marah atau tanpa kemarahan? (7) Apakah pikiranku sering kotor atau tidak kotor? (8 ) Apakah jasmaniku sering bergejolak atau tidak bergejolak? (9) Apakah aku sering malas atau bersemangat? (10) Apakah aku sering tidak terkonsentrasi atau terkonsentrasi?’<2061>

“Jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering condong pada kerinduan, condong pada niat-buruk, condong pada ketumpulan dan kantuk, gelisah, diserang oleh keragu-raguan, marah, kotor dalam pikiran, bergejolak dalam jasmani, malas, dan tidak terkonsentrasi,’ maka ia harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. [94]

“Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering tanpa kerinduan, tanpa niat-buruk, bebas dari ketumpulan dan kantuk, tenang, bebas dari keragu-raguan, tanpa kemarahan, tidak kotor dalam pikiran, tidak bergejolak dalam jasmani, bersemangat, dan terkonsentrasi,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

52 (2) Sāriputta

Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

[Identik dengan 10:51, tetapi dibabarkan oleh Sāriputta.] [95-96]

53 (3) Kemandekan

“Para bhikkhu, Aku tidak memuji bahkan kemandekan dalam kualitas-kualitas bermanfaat, apalagi kemunduran. Aku hanya memuji kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat, bukan kemandekan atau kemerosotan.<2062>

“Dan bagaimanakah terjadinya kemerosotan – bukan kemandekan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak tetap sama atau meningkat. Ini, Aku katakan, adalah kemerosotan bukan kemandekan atau kemajuan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat.

 “Dan bagaimanakah terjadinya kemandekan – bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak merosot atau meningkat. Ini, Aku katakan, adalah kemandekan bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat. Demikianlah terjadinya kemandekan – bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat

“Dan bagaimanakah terjadinya kemajuan – bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak tetap sama atau merosot. Ini, Aku katakan, adalah kemajuan bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat. Demikianlah terjadinya kemajuan – bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiraku sendiri.’ … [97-98] … [seperti pada 10:51 hingga:] … Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering tanpa kerinduan … dan terkonsentrasi,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

54 (4) Ketenangan

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang-orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiraku sendiri.’ Dengan cara inilah kalian harus berlatih.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terampil dalam jalan pikirannya sendiri? Seperti halnya seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan – akan melihat pantulan wajahnya di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang atau di dalam semangkuk air jernih. Jika mereka melihat debu atau noda apa pun di sana, maka mereka akan berusaha untuk menghilangkannya. Tetapi jika mereka tidak melihat debu atau noda di sana, maka mereka menjadi gembira, [99] dan keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, ‘Betapa beruntungnya bahwa aku bersih!’

“Demikian pula, para bhikkhu, pemeriksaan-diri adalah sangat membantu bagi seorang bhikkhu [agar tumbuh] dalam kualitas-kualitas bermanfaat:<2063> ‘Apakah aku memperoleh ketenangan pikiran atau tidak? Apakah aku memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena atau tidak?’

(1) “Jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku memperoleh ketenangan pikiran internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada ketenangan pikiran internal itu dan mengerahkan usaha untuk mendapatkan kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh ketenangan pikiran internal serta kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.

(2) “Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena tetapi tidak memperoleh ketenangan pikiran internal,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena itu dan mengerahkan usaha untuk mendapatkan ketenangan pikiran internal. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena serta ketenangan pikiran internal.

(3) Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku tidak memperoleh ketenangan pikiran internal dan juga tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memperoleh kedua kualitas bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar api akan mengerahkan  keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memadamkan [api] di pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan luar biasa, [100] usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memperoleh kedua kualitas bermanfaat itu. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh ketenangan pikiran internal serta memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.

(4) Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku memperoleh ketenangan pikiran internal serta kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

“Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan.<2064> Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: : yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan. Pedesaan dan pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi. Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi. Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang sehelai jubah: ‘Ketika aku menggunakan jubah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh menggunakan jubah demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang sehelai jubah: ‘Ketika aku menggunakan jubah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus menggunakan jubah demikian. Ketika dikatakan: ‘Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu makanan: ‘Ketika aku memakan makanan ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat [101] berkurang,’ maka ia tidak boleh memakan makanan demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu makanan: ‘Ketika aku memakan makanan ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus memakan makanan demikian. Ketika dikatakan: ‘Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: : yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu tempat tinggal: ‘Ketika aku menggunakan tempat tinggal ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh menggunakan tempat tinggal demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu tempat tinggal: ‘Ketika aku menggunakan tempat tinggal ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus menggunakan tempat tinggal demikian. Ketika dikatakan: ‘Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Pedesaan dan pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu desa atau pemukiman: ‘Ketika aku mengunjungi pedesaan atau pemukiman ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh mengunjungi pedesaan atau pemukiman demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu desa atau pemukiman: ‘Ketika aku mengunjungi pedesaan atau pemukiman ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus mengunjungi pedesaan atau pemukiman demikian. Ketika dikatakan: ‘pedesaan atau pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan: ‘Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu negara atau wilayah: ‘Ketika aku mengunjungi negara atau wilayah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku [102] dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh mengunjungi negara atau wilayah demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu negara atau wilayah: ‘Ketika aku mengunjungi negara atau wilayah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus mengunjungi negara atau wilayah demikian. Ketika dikatakan: ‘Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan: ‘Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang orang lain: ‘Ketika aku bergaul dengan orang ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh medekati orang demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang orang lain: ‘Ketika aku bergaul dengan orang ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus medekati orang demikian. Ketika dikatakan: ‘Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.”

 

anything