//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA  (Read 18447 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #30 on: 12 March 2013, 02:33:50 AM »
III. UMAT AWAM

171 (1) Ketakutan

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam dikuasai oleh ketakutan. Apakah lima ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam dikuasai oleh ketakutan.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam menjadi percaya-diri. Apakah lima ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam menjadi percaya-diri.

 172 (2) Percaya-diri

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam berdiam tanpa percaya-diri di rumah. Apakah lima ini? [204] Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam berdiam tanpa percaya-diri di rumah.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam berdiam dengan percaya-diri di rumah. Apakah lima ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam berdiam dengan percaya-diri di rumah.

173 (3) Neraka

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam ditempatkan di neraka seolah-olah di bawa ke sana. Apakah lima ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam ditempatkan di neraka seolah-olah di bawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam ditempatkan di surga seolah-olah di bawa ke sana. Apakah lima ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam ditempatkan di surga seolah-olah di bawa ke sana.

174 (4) Permusuhan

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, tanpa meninggalkan lima bahaya dan permusuhan, seseorang disebut tidak bermoral dan terlahir kembali di neraka. Apakah lima ini? membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. [205] Tanpa meninggalkan lima bahaya dan permusuhan, seseorang disebut tidak bermoral dan terlahir kembali di neraka.

“Perumah tangga, setelah meninggalkan lima bahaya dan permusuhan, seseorang disebut bermoral dan terlahir kembali di surga. Apakah lima ini? membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Setelah meninggalkan lima bahaya dan permusuhan, seseorang disebut bermoral dan terlahir kembali di surga.

(1) “Perumah tangga, seseorang yang membunuh karenanya menimbulkan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang, dan juga mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Seseorang yang menghindari membunuh tidak menimbulkan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang, dan juga tidak mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Bagi seseorang yang menghindari membunuh, maka bahaya dan permusuhan itu telah mereda.

(2) “Perumah tangga, seseorang yang mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … melakukan hubungan seksual yang salah … (4) … berbohong … (5) … meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan, karenanya menimbulkan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang, dan juga mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Seseorang yang menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan, tidak  menimbulkan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan sekarang dan kehidupan mendatang, dan juga tidak mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Bagi seseorang yang menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, maka bahaya dan permusuhan itu telah mereda.”

   Ada orang di dunia ini yang membunuh,
   Berbohong, dan mengambil apa yang tidak diberikan,
   Yang mengunjungi istri-istri orang lain,
   Dan meminum minuman keras dan anggur.

   Memendam lima permusuhan dalam dirinya,
   Ia disebut tidak bermoral.
   Dengan hancurnya jasmani,
   Orang yang tidak bijaksana itu terlahir kembali di neraka.

   Tetapi ada orang di dunia
   Yang tidak membunuh,
   Tidak berbohong, tidak mengambil apa yang tidak diberikan,
   Tidak mengunjungi istri-istri orang lain, [206]
   Dan tidak meminum minuman keras dan anggur.

   Setelah meninggalkan kelima permusuhan ini,
   Ia disebut bermoral,
   Dengan hancurnya jasmani,
   Orang bijaksana itu terlahir kembali di surga.

175 (5) Caṇḍāla

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam adalah seorang caṇḍāla seorang umat awam, noda seorang umat awam, yang terakhir di antara para umat awam.<1170> Apakah lima ini? (1) Ia hampa dari keyakinan; (2) ia tidak bermoral; (3) ia bersifat takhyul dan mempercayai tanda-tanda gaib, bukan mempercayai kamma; (4) ia mencari orang yang layak menerima persembahan di luar dari sini;<1171> dan (5) ia melakukan perbuatan-perbuatan [berjasa] terlebih dulu di sana. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam adalah seorang caṇḍāla seorang umat awam, noda seorang umat awam, yang terakhir di antara para umat awam.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam adalah permata seorang umat awam, teratai merah seorang umat awam, teratai putih seorang umat awam.<1172> Apakah lima ini? (1) Ia memiliki keyakinan; (2) ia bermoral; (3) ia tidak bersifat takhyul dan mempercayai kamma, bukan tanda-tanda gaib; (4) ia tidak mencari orang yang layak menerima persembahan di luar dari sini; dan (5) ia melakukan perbuatan-perbuatan [berjasa] terlebih dulu di sini. Dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam adalah adalah permata seorang umat awam, teratai merah seorang umat awam, teratai putih seorang umat awam.”

176 (6) Sukacita

Perumah tangga Anāthapiṇḍika, disertai oleh lima ratus umat awam, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika [dan para pengikutnya]:

“Para perumah tangga, kalian telah mempersembahkan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit kepada Saṅgha para bhikkhu. Kalian seharusnya tidak merasa puas dengan hal itu, [dengan berpikir]: ‘Kami telah mempersembahkan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit kepada Saṅgha para bhikkhu.’ Oleh karena itu, para perumah tangga, kalian harus berlatih sebagai berikut: [207] ‘Bagaimanakah agar kami dari waktu ke waktu dapat masuk dan berdiam dalam sukacita keterasingan?’<1173> demikianlah kalian harus berlatih.”

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan dan menakjubkan, Bhante, betapa baiknya hal itu dikatakan oleh Sang Bhagavā. Bhante, kapan pun seorang siswa mulia masuk dan berdiam dalam sukacita keterasingan, maka pada saat itu lima hal tidak muncul padanya. (1) Kesakitan dan kesedihan yang berhubungan dengan indriawi tidak muncul padanya. (2) Kesenangan dan kegembiraan yang berhubungan dengan indriawi tidak muncul padanya. (3) Kesakitan dan kesedihan yang berhubungan dengan apa yang tidak bermanfaat tidak muncul padanya. (4) Kesenangan dan kegembiraan yang berhubungan dengan apa yang tidak bermanfaat tidak muncul padanya. (5) Kesakitan dan kesedihan yang berhubungan dengan apa yang bermanfaat tidak muncul padanya. Bhante, kapan pun seorang siswa mulia masuk dan berdiam dalam sukacita keterasingan, maka pada saat itu lima hal tidak muncul padanya.”

“Bagus, bagus, Sāriputta! Sāriputta, Bhante, kapan pun seorang siswa mulia masuk dan berdiam dalam sukacita keterasingan … [Sang Buddha mengulangi keseluruhan pernyataan dari Yang Mulia Sāriputta, hingga:] … maka pada saat itu lima hal tidak muncul padanya.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #31 on: 12 March 2013, 02:34:48 AM »
177 (7) Perdagangan

“Para bhikkhu, seorang umat awam seharusnya tidak terlibat dalam kelima jenis perdagangan ini. Apakah lima ini? Berdagang senjata, berdagang makhluk-makhluk hidup, berdagang daging, berdagang minuman memabukkan, dan berdagang racun. seorang umat awam seharusnya tidak terlibat dalam kelima jenis perdagangan ini.”

178 (8 ) Raja

(1) “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa ketika seseorang meninggalkan atau menghindari membunuh, raja-raja menangkapnya dengan tuduhan menghindari membunuh dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi?”

“Tidak pernah, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu! Aku juga tidak pernah melihat atau mendengar hal demikian. Melainkan [209] adalah ketika mereka memberitahu raja-raja akan perbuatan jahatnya, dengan mengatakan: ‘Orang ini telah membunuh seorang perempuan atau laki-laki,’ maka raja-raja menangkap orang itu dengan tuduhan membunuh dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kasus demikian?”

“Kami pernah melihatnya, Bhante, dan kami telah mendengarnya, dan kami akan mendengarnya [pada masa mendatang].”

(2) “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa ketika seseorang meninggalkan atau menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, raja-raja menangkapnya dengan tuduhan menghindari perbuatan demikian dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi?”

“Tidak pernah, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu! Aku juga tidak pernah melihat atau mendengar hal demikian. Melainkan adalah ketika mereka memberitahu raja-raja akan perbuatan jahatnya, dengan mengatakan: ‘Orang ini telah mencuri sesuatu dari suatu desa atau hutan,’ maka raja-raja menangkap orang itu dengan tuduhan mencuri dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kasus demikian?”

“Kami pernah melihatnya, Bhante, dan kami telah mendengarnya, dan kami akan mendengarnya [pada masa mendatang].”

(3) “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa ketika seseorang meninggalkan atau menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, raja-raja menangkapnya dengan tuduhan menghindari perbuatan demikian dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi?”

“Tidak pernah, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu! Aku juga tidak pernah melihat atau mendengar hal demikian. [210] Melainkan adalah ketika mereka memberitahu raja-raja akan perbuatan jahatnya, dengan mengatakan: ‘Orang ini telah melakukan perbuatan salah dengan perempuan-perempuan atau gadis-gadis milik orang lain,’ maka raja-raja menangkap orang itu dengan tuduhan melakukan hubungan seksual yang salah dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kasus demikian?”

“Kami pernah melihatnya, Bhante, dan kami telah mendengarnya, dan kami akan mendengarnya [pada masa mendatang].”

(4) “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa ketika seseorang meninggalkan atau menghindari berbohong, raja-raja menangkapnya dengan tuduhan menghindari perbuatan demikian dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi?”

“Tidak pernah, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu! Aku juga tidak pernah melihat atau mendengar hal demikian. Melainkan adalah ketika mereka memberitahu raja-raja akan perbuatan jahatnya, dengan mengatakan: ‘Orang ini telah merusak seorang perumah tangga atau seorang putra perumah tangga dengan kebohongan,’ maka raja-raja menangkap orang itu dengan tuduhan melakukan kebohongan dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kasus demikian?”

“Kami pernah melihatnya, Bhante, dan kami telah mendengarnya, dan kami akan mendengarnya [pada masa mendatang].”

(5) “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa ketika seseorang meninggalkan atau menghindari meminum muniman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, raja-raja menangkapnya dengan tuduhan menghindari perbuatan demikian dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi?”

“Tidak pernah, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu! Aku juga tidak pernah melihat atau mendengar hal demikian. [211] Melainkan adalah ketika mereka memberitahu raja-raja akan perbuatan jahatnya, dengan mengatakan: ‘Orang ini, dibawah pengaruh minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, telah membunuh seorang perempuan atau laki-laki; atau ia telah mencuri sesuatu dari sebuah desa atau hutan; atau ia telah melakukan perbuatan salah dengan perempuan-perempuan atau gadis-gadis milik orang lain; atau ia telah melakukan perbuatan salah dengan perempuan-perempuan atau gadis-gadis milik orang lain; atau ia telah merusak seorang perumah tangga atau seorang putra perumah tangga dengan kebohongan,’ maka raja-raja menangkap orang itu dengan tuduhan meminum muniman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, dan kemudian mengeksekusinya, memenjarakannya, mengusirnya, atau melakukan apa pun padanya sesuatu tuntutan situasi. Pernahkah kalian melihat atau mendengar kasus demikian?”

“Kami pernah melihatnya, Bhante, dan kami telah mendengarnya, dan kami akan mendengarnya [pada masa mendatang].”

179 (9) Umat Awam

Perumah tangga Anāthapiṇḍika, disertai oleh lima ratus umat awam, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: “Engkau harus tahu, Sāriputta, bahwa perumah tangga berjubah putih mana pun yang perbuatan-perbuatannya terkendali oleh lima aturan latihan dan  yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat kediaman menyenangkan yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, dapat, jika ia menghendaki, menyatakan tentang dirinya: ‘Aku sudah selesai dengan neraka, alam binatang, dan alam hantu menderita; aku sudah selesai dengan alam sengsara, takdir yang buruk, alam rendah; aku adalah seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran] di alam rendah, pasti dalam takdir, mengarah menuju pencerahan.’

(1) “Apakah kelima aturan latihan yang dengannya perbuatan-perbuatannya menjadi terkendali? [212] Di sini, Sāriputta, seorang siswa mulia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Perbuatan-perbuatannya terkendali oleh kelima aturan latihan ini.

“Apakah keempat kediaman menyenangkan yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang ia peroleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan?

(2) “Di sini, siswa mulia itu memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Sang Buddha sebagai berikut: ‘‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ini adalah kediaman menyenangkan pertama yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang telah ia capai untuk pemurnian pikiran yang tidak murni, untuk pembersihan pikiran yang tidak bersih.

(3) “Kemudian, siswa mulia itu memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Dhamma sebagai berikut: “Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā, terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’ Ini adalah kediaman menyenangkan ke dua yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang telah ia capai untuk pemurnian pikiran yang tidak murni, untuk pembersihan pikiran yang tidak bersih.

(4) “Kemudian, siswa mulia itu memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan yang benar, mempraktikkan jalan yang selayaknya; yaitu empat pasang makhluk, delapan jenis individu - Saṅgha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.’ Ini adalah kediaman menyenangkan ke tiga yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang telah ia capai [213] untuk pemurnian pikiran yang tidak murni, untuk pembersihan pikiran yang tidak bersih.

(5) “Kemudian, siswa mulia itu memiliki perilaku bermoral yang disukai oleh para mulia, yang tidak rusak, tidak cacat, tanpa noda, tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak digenggam, mengarah pada konsentrasi. Ini adalah kediaman menyenangkan ke empat yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang telah ia capai untuk pemurnian pikiran yang tidak murni, untuk pembersihan pikiran yang tidak bersih.

“Ini adalah keempat kediaman menyenangkan yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, yang ia peroleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan.

“Engkau harus tahu, Sāriputta, bahwa perumah tangga berjubah putih mana pun yang perbuatan-perbuatannya terkendali oleh lima aturan latihan dan  yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat kediaman menyenangkan yang terlihat yang berhubungan dengan pikiran yang lebih tinggi, dapat, jika ia menghendaki, menyatakan tentang dirinya: ‘Aku sudah selesai dengan neraka, alam binatang, dan alam hantu menderita; aku sudah selesai dengan alam sengsara, takdir yang buruk, alam rendah; aku adalah seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran] di alam rendah, pasti dalam takdir, mengarah menuju pencerahan.’”

   Setelah melihat bahaya dalam neraka-neraka,
   Seseorang seharusnya menghindari perbuatan-perbuatan jahat;
   Setelah menjalankan Dhamma mulia,
   Yang bijaksana harus menghindarinya.

   Hingga batas kemampuannya,
   Seseorang seharusnya tidak melukai makhluk-makhluk hidup;
   Ia seharusnya tidak dengan sengaja berbohong;
   Ia seharusnya tidak mengambil apa yang tidak diberikan.

   Ia harus puas dengan istri-istrinya sendiri,<1174>
   Dan harus menjauhi istri-istri orang lain.<1175>
   Ia seharusnya tidak meminum anggur dan minuman keras,
   Yang menyebabkan kekacauan pikiran.

   Ia harus merenungkan Sang Buddha
   Dan merenungkan Dhamma
   Ia harus mengembangkan pikiran kebajikan,
   Yang mengarah menuju alam para deva.

   Ketika ada benda-benda yang dapat diberikan,
   Pada seseorang yang memerlukan dan menginginkan jasa<1176>
   Sebuah persembahan menjadi sangat besar
   Jika pertama-tama diberikan kepada para mulia.

   Aku akan menjelaskan tentang para mulia,
   Sāriputta, dengarkanlah.<1177> [214]
   Di antara sapi-sapi dari berbagai jenis,
   Apakah hitan, putih, merah, atau keemasan,
   Bebercak, sewarna, atau berwarna-merpati,
   Sapi jinak dilahirkan,
   Yang dapat mengangkat beban,
   Memiliki kekuatan, berjalan dengan kecepatan  baik.
   Mereka mengikatkan beban hanya padanya;
   Mereka tidak peduli akan warnanya.
   Demikian pula, di antara para manusia
   Dalam berbagai jenis kelahiran –
   Di antara para khattiya, brahmana, vessa,
   Sudda, caṇḍāla, atau pemungut sampah –
   Di antara orang-orang dalam berbagai jenis
   Orang jinak yang berperilaku baik dilahirkan:
   Seorang yang teguh dalam Dhamma, bermoral dalam perilaku,
   Jujur dalam ucapan, memiliki rasa malu bermoral;
   Seorang yang telah meninggalkan kelahiran dan kematian,
   Sempurna dalam kehidupan spiritual,
   Dengan beban diturunkan, terlepas,
   Yang telah melakukan tugasnya, bebas dari noda-noda;
   Yang telah melampaui segala sesuatu [di dunia]
   Dan melalui ketidak-melekatan telah mencapai nibbāna:
   Suatu persembahan adalah sungguh sangat besar
   Ketika ditanamkan di lahan tanpa noda itu.

   Mereka yang dungu yang hampa dari pemahaman,
   Dengan kecerdasan-tumpul, tidak terpelajar,
   Tidak melayani para mulia
   Melainkan memberikan pemberian mereka kepada mereka yang di luar.
   Akan tetapi, mereka yang melayani para mulia,
   Para bijaksana yang dihargai sebagai bijaksana,
   Dan mereka yang berkeyakinan pada Yang Berbahagia
Tertanam dalam dan kokoh berdiri,
Pergi ke alam para deva
Atau terlahir di sini dalam keluarga yang baik.
   Maju dalam langkah demi langkah,
   Para bijaksana itu mencapai nibbāna.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #32 on: 12 March 2013, 02:35:01 AM »
180 (10) Gavesī

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di tengah-tengah penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu. Kemudian, ketika berjalan di sepanjang jalan raya, Sang Bhagavā melihat sebuah hutan besar pepohonan sal di suatu tempat. Beliau meninggalkan jalan raya, memasuki hutan pepohonan sal, dan tersenyum ketika Beliau sampai di tempat tertentu.

Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Mengapa Sang Bhagavā tersenyum? Para Tathāgata tidak tersenyum tanpa alasan.” Kemudian Yang Mulia Ānanda [215] berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengapakah, Bhante, Sang Bhagavā tersenyum? Para Tathāgata tidak tersenyum tanpa alasan.”

“Di masa lampau, Ānanda, di tempat ini terdapat sebuah kota yang kaya, makmur, dan berpenduduk padat, sebuah kota yang penuh dengan orang-orang. Pada saat itu Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa hidup dengan bergantung pada kota itu. Sang Bhagavā Kassapa memiliki seorang umat awam bernama Gavesī yang tidak memenuhi perilaku bermoral. Dan Gavesī mengajarkan dan membimbing lima ratus umat awam yang tidak memenuhi perilaku bermoral.

(1) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini, namun baik aku maupun kelima ratus umat awam ini tidak memenuhi perilaku bermoral. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka.’

“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, kalian harus menganggapku sebagai seorang yang memenuhi perilaku bermoral.’ Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī akan memenuhi perilaku bermoral. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’

“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Gavesī dan berkata kepadanya: ‘Mulai hari ini dan seterusnya sudilah Guru Gavesī menganggap kami sebagai orang yang telah memenuhi perilaku bermoral.’

(2) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku sedang memenuhi perilaku bermoral, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. [216] Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka.’

“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, kalian harus menganggapku sebagai seorang yang hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa.’ Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī akan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’

“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Gavesī dan berkata kepadanya: ‘Mulai hari ini dan seterusnya sudilah Guru Gavesī menganggap kami sebagai orang yang hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa.

(3) “Kemudian, Ānanda, Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku sedang memenuhi perilaku bermoral, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini.  Aku hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka.’

“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, kalian harus menganggapku sebagai seorang yang makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat.’ Kemudian kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’

“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Gavesī dan [217] berkata kepadanya: ‘Mulai hari ini dan seterusnya sudilah Guru Gavesī menganggap kami sebagai seorang yang makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat.’

(4) “Kemudian, Ānanda, umat awam Gavesī berpikir: ‘Aku adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kelima ratus umat awam ini. Sekarang aku sedang memenuhi perilaku bermoral, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini.  Aku hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Aku makan satu kali sehari, menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat, dan demikian pula dengan kelima ratus umat awam ini. Dengan demikian kami berada pada tingkat yang sama, dan aku tidak sedikit pun lebih baik. Biarlah aku melebihi mereka.’

“Kemudian Gavesī mendatangi Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa, dan berkata kepadanya: ‘Bhante, bolehkah aku memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā?’ Umat awam Gavesī memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa. Segera setelah penahbisannya, dengan berdiam sendirian, terasing, penuh kewaspadaan, tekun, dan bersungguh-sungguh, Bhikkhu Gavesī merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kesempurnaan tertinggi kehidupan spiritual yang karenanya anggota-anggota keluarga dengan benar meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ia secara langsung mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’ Dan bhikkhu Gavesī menjadi salah satu di antara para Arahant.

“Kemudian, Ānanda, kelima ratus umat awam itu berpikir: ‘Guru Gavesī adalah penyokong, pemimpin, dan pembimbing kami. Sekarang Guru Gavesī, setelah mencukur rambut dan janggutnya dan mengenakan jubah kuning, telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Mengapa kami tidak melakukannya juga?’

“Kemudian kelima ratus umat awam itu mendatangi Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa, [218] dan berkata kepadanya: ‘Bhante, bolehkah kami memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā?’ Kemudian kelima ratus umat awam itu memperoleh pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh di bawah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna Kassapa.

(5) “Kemudian, Ānanda, bhikkhu GavesI berpikir: ‘Aku memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan tertinggi dari kebebasan. Oh, semoga kelima ratus bhikkhu ini dapat memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan tertinggi dari kebebasan!’ Kemudian, Ānanda, dengan masing-masing berdiam sendirian, terasing, penuh kewaspadaan, tekun, dan bersungguh-sungguh, dalam waktu tidak lama kelima ratus bhikkhu itu merealisasikan untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kesempurnaan tertinggi kehidupan spiritual yang karenanya anggota-anggota keluarga dengan benar meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan setelah memasukinya, mereka berdiam di dalamnya. Mereka secara langsung mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’

“Demikianlah, Ānanda, kelima ratus bhikkhu itu dengan dipimpin oleh Gavesī, dengan berusaha secara bertahap dalam cara-cara yang lebih tinggi dan lebih luhur, merealisasikan kebahagiaan tertinggi dari kebebasan.<1178> Oleh karena itu, Ānanda, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Dengan berusaha secara bertahap dalam cara-cara yang lebih tinggi dan lebih luhur, kami akan merealisasikan kebahagiaan tertinggi dari kebebasan.’ Demikianlah, Ānanda, kalian harus berlatih.” [219]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #33 on: 12 March 2013, 02:35:48 AM »
IV. PENGHUNI HUTAN

181 (1) Penghuni Hutan

“Para bhikkhu, ada lima jenis penghuni hutan ini. Apakah lima ini? (1) Seorang yang menjadi penghuni hutan karena ketumpulan dan kebodohannya; (2) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan;<1179> (3) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia gila dan pikirannya terganggu; (4) seorang yang menjadi penghuni hutan, [dengan berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’; (5) dan seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan. Seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan, adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis penghuni hutan ini.

Seperti halnya dari seekor sapi dihasilkan susu, dari susu menjadi dadih, dari dadih menjadi mentega, dari mentega menjadi ghee, dari ghee menjadi krim-ghee, yang dikenal sebagai yang terbaik dari semua ini, demikian pula seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit … demi kesederhanaan adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis penghuni hutan ini.”

182 (2) – 190 (10) Pemakai Jubah Potongan Kain, dan seterusnya.

“Para bhikkhu, ada lima jenis pemakai jubah potongan kain ini<1180> … lima jenis orang yang menetap di bawah pohon … [220] … lima jenis orang yang menetap di tanah pekuburan … lima jenis orang yang menjalankan praktik selalu duduk … lima jenis orang yang menjalankan praktik menggunakan tempat tidur apa saja … lima jenis orang yang menjalankan praktik satu kali … lima jenis orang yang menjalankan praktik menolak makanan tambahan … lima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya. Apakah lima ini? (1) Seorang yang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ketumpulan dan kebodohannya; (2) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ia memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan; (3) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ia gila dan pikirannya terganggu; (4) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya, [dengan berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’; (5) dan seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan. Seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya demi keinginan yang sedikit …  demi kesederhanaan, adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya.

Seperti halnya dari seekor sapi dihasilkan susu, dari susu menjadi dadih, dari dadih menjadi mentega, dari mentega menjadi ghee, dari ghee menjadi krim-ghee, yang dikenal sebagai yang terbaik dari semua ini, demikian pula seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya [221] demi keinginan yang sedikit … demi kesederhanaan adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis penghuni hutan ini.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #34 on: 12 March 2013, 02:36:09 AM »
V. ANJING

191 (1) Anjing

“Para bhikkhu, ada lima praktik masa lampau para brahmana ini yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana. Apakah lima ini?

(1) “Di masa lampau, para brahmana melakukan hubungan seksual hanya dengan para perempuan brahmana, bukan dengan para perempuan bukan-brahmana. Akan tetapi, anjing-anjing, masih melakukan hubungan seksual hanya dengan anjing-anjing betina, tidak berpasangan dengan binatang-binatang betina lainnya. Ini adalah praktik masa lampau pertama para brahmana yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.

(2) “Di masa lampau, para brahmana melakukan hubungan seksual dengan para perempuan brahmana hanya pada saat masa suburnya, tidak pada masa tidak suburnya. Tetapi sekarang [222] brahmana melakukan hubungan seksual dengan para perempuan brahmana baik pada masa subur mau pun pada masa tidak subur. Akan tetapi, anjing-anjing masih melakukan hubungan seksual dengan anjing-anjing betina hanya pada masa subur, tidak pada masa tidak subur. Ini adalah praktik masa lampau ke dua para brahmana yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.

(3) “Di masa lampau, para brahmana tidak membeli dan menjual para perempuan brahmana, dan mereka akan mulai hidup bersama hanya melalui saling mencintai, melakukannya demi kelangsungan keluarga.<1181> Tetapi sekarang para brahmana membeli dan menjual para perempuan brahmana, dan mereka mulai hidup bersama baik karena saling mencintai maupun tidak saling mencintai, melakukannya demi kelangsungan keluarga.<1182> Akan tetapi, anjing-anjing masih tidak membeli dan menjual anjing-anjing betina, dan mereka akan mulai hidup bersama hanya melalui saling mencintai, melakukannya demi kelangsungan keluarga. Ini adalah praktik masa lampau ke tiga para brahmana yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.

(4) “Di masa lampau, para brahmana tidak menimbun kekayaan, hasil panen, perak, dan emas. Tetapi sekarang para brahmana menimbun kekayaan, hasil panen, perak, dan emas. Akan tetapi, anjing-anjing masih tidak menimbun kekayaan, hasil panen, perak, dan emas. Ini adalah praktik masa lampau ke empat para brahmana yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.

(5) ) “Di masa lampau, para brahmana mencari dana makanan di malam hari untuk makan malam dan di pagi hari untuk makan pagi. Tetapi sekarang para brahmana memakan sebanyak yang mereka inginkan hingga perut mereka penuh, dan kemudian membawa pergi sisanya. Akan tetapi, anjing-anjing masih mencari makanan di malam hari untuk makan malam dan di pagi hari untuk makan pagi. Ini adalah praktik masa lampau ke lima para brahmana yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima praktik masa lampau para brahmana itu yang sekarang terlihat di antara anjing-anjing tetapi tidak terlihat di antara para brahmana.” [223]

192 (2) Doṇa

Brahmana Doṇa mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ia telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku telah mendengar, Guru Gotama: ‘Petapa Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka.’<1183> Hal ini memang benar, karena Guru Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka. Hal ini tidak selayaknya, Guru Gotama.”

“Apakah engkau mengaku sebagai seorang brahmana, Doṇa?”

“Guru Gotama, jika seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang orang lain: ‘Ia adalah seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya; ia adalah pelafal dan pelestari hymne, seorang yang menguasai tiga Veda dengan kosa-kata, ritual, fonologi, dan etimologi, dan sejarah sebagai yang ke lima; terampil dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia terampil dalam filosofi alam dan tanda-tanda seorang manusia luar biasa’ – adalah tentang aku maka hal ini yang dikatakan oleh orang itu. Karena aku, Guru Gotama, adalah seorang  brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayah; aku adalah pelafal dan pelestari hymne, seorang yang menguasai tiga Veda dengan kosa-kata, ritual, fonologi, dan etimologi, dan sejarah sebagai yang ke lima; terampil dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, aku terampil dalam filosofi alam dan tanda-tanda seorang manusia luar biasa.”

“Doṇa, para bijaksana [224] masa lampau di antara para brahmana – yaitu, Aṭṭhaka, Vāmaka, Vamadeva, Vessāmitta, Yamataggi, Aṅgirasa, Bhāradvāja, Vāseṭṭha, Kassapa, dan Bhagu – adalah para pencipta hymne-hymne dan penggubah hymne-hymne, dan adalah hymne-hymne mereka, yang dulu di bacakan, dinyatakan, dan dikompilasi, yang para brahmana masa sekarang masih membaca dan mengulanginya, mengulangi apa yang dulu dibabarkan, melafalkan apa yang dulu dilafalkan, dan mengajarkan apa yang dulu diajarkan. Para bijaksana masa lampau menggambarkan kelima jenis brahmana ini: seorang yang menyerupai Brahmā, seorang yang menyerupai deva, seorang yang tetap berada di dalam batas, seorang yang telah melewati batas, dan caṇḍāla seorang brahmana sebagai yang ke lima. Yang manakah engkau, Doṇa?”

“Kami tidak mengetahui kelima jenis brahmana ini, Guru Gotama. Apa yang kami ketahui hanyalah [kata] ‘brahmana.’ Sudilah Guru Gotama mengajarkan aku Dhamma sedemikian sehingga aku dapat mengetahui kelima jenis brahmana ini.”

“Maka dengarkanlah, brahmana, perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” brahmana Doṇa menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Dan bagaimanakah, Doṇa, seorang brahmana yang menyerupai Brahmā? Di sini, seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya. Ia menjalani kehidupan spiritual selibat-perjaka<1184> selama empat puluh delapan tahun, mempelajari hymne-hymne. Kemudian ia mencari imbalan guru untuk gurunya hanya dengan cara yang sesuai Dhamma, bukan yang bertentangan dengan Dhamma. Dan apakah, Doṇa, Dhamma itu dalam hal ini? [225] bukan melalui pertanian, bukan melalui perdagangan, bukan melalui peternakan, bukan melalui keterampilan memanah, bukan melalui bekerja untuk raja, bukan melalui keterampilan tertentu, melainkan hanya dengan mengembara untuk menerima dana tanpa meremehkan mangkuknya. Setelah mempersembahkan imbalan guru kepada gurunya, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.<1185> Ketika ia telah meninggalkan keduniawian, ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasihan … dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan altruisik … dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Setelah mengembangkan keempat alam brahmā ini,<1186> dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam brahmā. Dengan cara inilah seorang brahmana menyerupai Brahmā.

(2) “Dan bagaimanakah, Doṇa, seorang brahmana yang menyerupai deva? Di sini, seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya. Ia menjalani kehidupan spiritual selibat-perjaka selama empat puluh delapan tahun, mempelajari hymne-hymne. Kemudian ia mencari imbalan guru untuk gurunya hanya dengan cara yang sesuai Dhamma, bukan yang bertentangan dengan Dhamma. Dan apakah, Doṇa, Dhamma itu dalam hal ini? bukan melalui pertanian, bukan melalui perdagangan, bukan melalui peternakan, bukan melalui keterampilan memanah, bukan melalui bekerja untuk raja, bukan melalui keterampilan tertentu, melainkan hanya dengan mengembara untuk menerima dana [226] tanpa meremehkan mangkuknya. Setelah mempersembahkan imbalan guru kepada gurunya, ia mencari seorang istri hanya yang sesuai Dhamma, bukan yang bertentangan dengan Dhamma. Dan apakah, Doṇa, Dhamma itu dalam hal ini? Bukan dengan membeli dan menjual, [ia menerima] hanya seorang perempuan brahmana yang diberikan kepadanya dengan menuang air. Ia melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang perempuan brahmana, bukan dengan seorang perempuan khattiya, seorang perempuan vessa, seorang perempuan sudda, atau seorang perempuan caṇḍāla, juga bukan dengan seorang perempuan dari keluarga pemburu, pekerja bambu, pembuat kereta, atau pemungut bunga. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan hamil, juga tidak dengan seorang perempuan yang menyusui, juga tidak dengan seorang perempuan pada saat masa tidak subur.

“Dan mengapakah, Doṇa, brahmana itu tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil? Karena, jika ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil, maka bayi kecil itu akan dilahirkan dengan sangat kotor; oleh karena itu ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil. Dan mengapakah ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang menyusui? Karena jika ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang menyusui, maka bayi kecil itu akan meminum kembali zat menjijikkan itu;<1187> oleh karena itu ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang menyusui. Mengapa ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang pada masa tidak subur? Karena istri brahmana itu bukan berfungsi sebagai kenikmatan indria, hiburan, dan kesenangan indria, melainkan hanya demi menghasilkan keturunan.<1188> Ketika ia telah terlibat dalam aktivitas seksual, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Ketika ia telah meninggalkan keduniawian, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat … ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … [seperti pada 5:14] … jhāna ke empat. Setelah mengembangkan keempat jhāna ini, [227] dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Dengan cara inilah seorang brahmana menyerupai deva.

(3) “Dan bagaimanakah, Doṇa, seorang brahmana yang tetap berada di dalam batas? Di sini, seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya. Ia menjalani kehidupan spiritual selibat-perjaka selama empat puluh delapan tahun … [seluruhnya seperti di atas hingga] … Karena istri brahmana itu bukan berfungsi sebagai kenikmatan indria, hiburan, dan kesenangan indria, melainkan hanya demi menghasilkan keturunan. Ketika ia telah terlibat dalam aktivitas seksual, karena kemelekatan pada putranya ia bertahan pada kepemilikannya dan tidak meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Ia berhenti pada batas kaum brahmana masa lampau tetapi tidak melanggarnya. Karena ia berhenti pada batas kaum brahmana masa lampau tetapi tidak melanggarnya, maka ia disebut seorang brahmana yang tetap berada di dalam batas.

(4) “Dan bagaimanakah, Doṇa, seorang brahmana yang telah melewati batas? [228] Di sini, seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya. Ia menjalani kehidupan spiritual selibat-perjaka selama empat puluh delapan tahun, mempelajari hymne-hymne. Kemudian ia mencari imbalan guru untuk gurunya hanya dengan cara yang sesuai Dhamma, bukan yang bertentangan dengan Dhamma. Dan apakah, Doṇa, Dhamma itu dalam hal ini? bukan melalui pertanian, bukan melalui perdagangan, bukan melalui peternakan, bukan melalui keterampilan memanah, bukan melalui bekerja untuk raja, bukan melalui keterampilan tertentu, melainkan hanya dengan mengembara untuk menerima dana tanpa meremehkan mangkuknya. Setelah mempersembahkan imbalan guru kepada gurunya, ia mencari seorang istri baik yang sesuai Dhamma mau pun yang bertentangan dengan Dhamma. [Ia menerima seorang istri] dengan membeli dan menjual juga seorang perempuan brahmana yang diberikan kepadanya dengan menuang air. Ia melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan brahmana, seorang perempuan khattiya, seorang perempuan vessa, seorang perempuan sudda, dan seorang perempuan caṇḍāla, dan seorang perempuan dari keluarga pemburu, pekerja bambu, pembuat kereta, atau pemungut bunga. Ia melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan hamil, dengan seorang perempuan yang menyusui, dengan seorang perempuan pada masa subur, dan dengan seorang perempuan pada saat masa tidak subur. Istri brahmana itu berfungsi sebagai kenikmatan indria, hiburan, dan kesenangan indria, juga untuk menghasilkan keturunan.<1189> Ia tidak berhenti pada batas kaum brahmana masa lampau melainkan melanggarnya. Karena ia tidak berhenti pada batas kaum brahmana masa lampau namun melanggarnya, maka ia disebut seorang brahmana yang melewati batas.

(5) “Dan bagaimanakah, Doṇa, seorang brahmana adalah caṇḍāla seorang brahmana? Di sini, seorang brahmana yang terlahir baik dari kedua pihak ibu dan ayahnya, dari keturunan murni, tidak dapat dibantah dan tidak tercela sehubungan dengan kelahiran hingga generasi ke tujuh pihak ayahnya. Ia [229] menjalani kehidupan spiritual selibat-perjaka selama empat puluh delapan tahun, mempelajari hymne-hymne. Kemudian ia mencari imbalan guru untuk gurunya baik dengan cara yang sesuai Dhamma maupun dengan cara yang bertentangan dengan Dhamma - melalui pertanian, melalui perdagangan, melalui peternakan, melalui keterampilan memanah, melalui bekerja untuk raja, melalui keterampilan tertentu, dan bukan hanya<1190> dengan mengembara untuk menerima dana tanpa meremehkan mangkuknya. Setelah mempersembahkan imbalan guru kepada gurunya, ia mencari seorang istri baik yang sesuai Dhamma mau pun yang bertentangan dengan Dhamma. [Ia menerima seorang istri] dengan membeli dan menjual juga seorang perempuan brahmana yang diberikan kepadanya dengan menuang air. Ia melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan brahmana, seorang perempuan khattiya, seorang perempuan vessa, seorang perempuan sudda, dan seorang perempuan caṇḍāla, dan seorang perempuan dari keluarga pemburu, pekerja bambu, pembuat kereta, atau pemungut bunga. Ia melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan hamil, dengan seorang perempuan yang menyusui, dengan seorang perempuan pada masa subur, dan dengan seorang perempuan pada saat masa tidak subur. Istri brahmana itu bukan berfungsi sebagai kenikmatan indria, hiburan, dan kesenangan indria, juga untuk menghasilkan keturunan. Ia mencari penghidupannya melalui segala jenis pekerjaan. Para brahmana berkata kepadanya: ‘Mengapakah, Tuan, walaupun mengaku sebagai seorang brahmana, engkau mencari penghidupanmu melalui segala jenis pekerjaan? Ia menjawab mereka: ‘Bagaikan api yang membakar benda-benda yang murni mau pun tidak murni namun tidak ternoda, demikian pula, tuan-tuan, jika seorang brahmana mencari penghidupannya melalui segala jenis pekerjaan, ia tidak karena itu menjadi ternoda.’ Karena ia mencari penghidupannya melalui segala jenis pekerjaan, maka brahmana ini disebut caṇḍāla seorang brahmana. Dengan cara inilah seorang brahmana menjadi seorang caṇḍāla brahmana.

“Doṇa, para bijaksana masa lampau di antara para brahmana – yaitu, Aṭṭhaka, Vāmaka, Vamadeva, Vessāmitta, Yamataggi, Aṅgirasa, Bhāradvāja, [230] Vāseṭṭha, Kassapa, dan Bhagu – adalah para pencipta hymne-hymne dan penggubah hymne-hymne, dan adalah hymne-hymne mereka, yang dulu di bacakan, dinyatakan, dan dikompilasi, yang para brahmana masa sekarang masih membaca dan mengulanginya, mengulangi apa yang dulu dibabarkan, melafalkan apa yang dulu dilafalkan, dan mengajarkan apa yang dulu diajarkan. Para bijaksana masa lampau menggambarkan kelima jenis brahmana ini: seorang yang menyerupai Brahmā, seorang yang menyerupai deva, seorang yang tetap berada di dalam batas, seorang yang telah melewati batas, dan caṇḍāla seorang brahmana sebagai yang ke lima. Yang manakah engkau, Doṇa?”

“Kalau begitu, Guru Gotama, kami bahkan tidak sebanding dengan caṇḍāla seorang brahmana. Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #35 on: 12 March 2013, 02:36:33 AM »
193 (3) Saṅgārava <1191>

Brahmana Saṅghārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, mengapakah kadang-kadang bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan? Mengapakah kadang-kdang bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan?”

[Mengapa Hymne-Hymne Tidak Dapat Teringat]

(1) “Brahmana, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh nafsu indriawi, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indriawi yang telah muncul,<1192> maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya.<1193> Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang bercampur dengan pewarna, kunyit, celupan biru, atau celupan merah tua. Jika seseorang yang berpenglihatan baik [231] memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia tidak akan mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh nafsu indriawi …  apalagi yang tidak pernah dilafalkan.

(2) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh niat buruk, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari niat buruk yang telah muncul, maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang dipanaskan di atas api, bergolak dan mendidih. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia tidak akan mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh niat buruk … apalagi yang tidak pernah dilafalkan.

(3) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh ketumpulan dan kantuk, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari ketumpulan dan kantuk yang telah muncul, maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. [232] Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang tertutup oleh ganggang dan tanaman air. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia tidak akan mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh ketumpulan dan kantuk … apalagi yang tidak pernah dilafalkan.

(4) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul, maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang bergolak oleh angin, beriak, berpusar, dan teraduk menjadi gelombang-gelombang. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia tidak akan mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan … [233] … apalagi yang tidak pernah dilafalkan.

(5) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang kotor, keruh, dan berlumpur, dan diletakkan di tempat gelap. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia tidak akan mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan.

[Mengapa Hymne-Hymne Dapat Teringat]

(1) “Brahmana, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh nafsu indriawi, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indriawi yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang  pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang tidak bercampur dengan pewarna, kunyit, celupan biru, [234] atau celupan merah tua. Jika seseorang yang berpenglihatan baik  memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia akan mengetahui dan melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh nafsu indriawi …  apalagi yang pernah dilafalkan.

(2) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh niat buruk, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari niat buruk yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang tidak dipanaskan di atas api, tidak bergolak dan tidak mendidih. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia akan mengetahui dan melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh niat buruk … apalagi yang pernah dilafalkan.

(3) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh ketumpulan dan kantuk, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari ketumpulan dan kantuk yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran,[235] apalagi yang pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang tidak tertutup oleh ganggang dan tanaman air. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia akan mengetahui dan melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh ketumpulan dan kantuk … apalagi yang pernah dilafalkan.

(4) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang tidak bergolak oleh angin, tidak beriak, tidak berpusar, dan tidak teraduk menjadi gelombang-gelombang. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia akan mengetahui dan melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan … apalagi yang pernah dilafalkan.

(5) “Kemudian, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh keragu-raguan, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan. Misalkan terdapat semangkuk air yang bersih, tenang, dan jernih, dan diletakkan di tempat terang. Jika seseorang yang berpenglihatan baik memeriksa pantulan wajahnya sendiri di dalam air itu, ia akan mengetahui dan melihat sebagaimana adanya. Demikian pula, ketika seseorang berdiam dengan pikiran yang tidak dikuasai dan tidak ditindas oleh keragu-raguan, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka pada saat itu ia mengetahui dan melihat sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Maka bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan.

“Ini, brahmana, adalah alasan mengapa kadang-kadang bahkan hymne-hymne itu yang telah dilafalkan dalam waktu yang lama tidak teringat dalam pikiran, apalagi yang tidak pernah dilafalkan. Ini adalah alasan mengapa kadang-kadang bahkan hymne-hymne itu yang tidak pernah dilafalkan dalam waktu yang lama dapat teringat dalam pikiran, apalagi yang pernah dilafalkan.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

194 (4) Kāraṇapāḷi

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu brahmana Kāraṇapālī sedang melakukan suatu pekerjaan untuk para Licchavi.<1194> Dari jauh Brahmana Kāraṇapālī melihat kedatangan Brahmana Piṅgiyānī [237] dan berkata kepadanya:

“Dari manakah Guru Piṅgiyānī datang di tengah hari ini?”

“Aku datang, tuan, dari hadapan Petapa Gotama.”<1195>   

“Bagaimana menurutmu tentang kompetensi Petapa Gotama dalam hal kebijaksanaan? Apakah engkau menganggapNya bijaksana?”

“Siapakah aku, tuan, yang dapat mengetahui kompetensi Petapa Gotama dalam hal kebijaksanaan? Tentu saja, hanya seseorang yang setara denganNya yang dapat mengetahui kompetensiNya dalam hal kebijaksanaan!”

“Engkau sungguh memuji Petapa Gotama dengan pujian agung.”

“Siapakah aku, tuan, yang dapat memuji Petapa Gotama? Yang dipuji oleh mereka yang terpuji, Guru Gotama adalah yang terbaik di antara para deva dan manusia!”

“Atas dasar apakah yang engkau lihat, Guru Piṅgiyānī, maka engkau memiliki keyakinan yang begitu penuh pada Petapa Gotama?”

(1) “Bagaikan seseorang yang telah menemukan kepuasan dalam rasa kecapan terbaik tidak lagi menginginkan rasa kecapan yang lebih rendah; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah menakjubkan – ia tidak lagi menginginkan doktrin-doktrin para petapa dan brahmana biasa.<1196>

(2) “Bagaikan seseorang yang diserang oleh rasa lapar dan lemah yang menerima kue madu akan menikmati rasa manis dan lezat di mana pun ia memakannya; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah menakjubkan – ia akan memperoleh kepuasan dan ketenangan pikiran.

(3) “Bagaikan seseorang yang mendekati sepotong kayu cendana, apakah cendana kuning atau cendana merah, akan menikmati aroma yang harum dan murni di mana pun ia menciumnya, apakah di bagian bawah, di tengah, atau di atas [238]; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah menakjubkan – ia akan memperoleh kegirangan dan kegembiraan.

(4) “Bagaikan seorang tabib ahli yang dapat dengan cepat menyembuhkan seseorang yang menderita, sakit, dan sakit parah; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah menakjubkan – dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan siksaan seseorang akan lenyap.

(5) “Bagaikan terdapat sebuah kolam yang indah dengan pantai yang menyenangkan, airnya bersih, menyenangkan, sejuk, dan jernih, dan seseorang yang didera dan keletihan oleh panas, penat, terpanggang terik matahari, dan kehausan, akan datang, memasuki kolam, dan mandi dan minum; sehingga segala penderitaannya, kepenatannya, dan panas membakarnya mereda. Demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah menakjubkan - sehingga segala penderitaannya, kepenatannya, dan panas membakarnya mereda.”

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Kāraṇapālī bangkit dari duduknya, merapikan jubahnya di satu bahunya, dan menurunkan lutut kanannya ke tanah, ia memberikan penghormatan kepada Sang Bhagavā dan mengucapkan kata-kata inspiratif ini tiga kali:

“Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna! Hormat kepada Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna!

“Bagus sekali, Guru Piṅgiyānī! Bagus sekali, Guru Piṅgiyānī! Guru Piṅgiyānī telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Piṅgiyānī menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #36 on: 12 March 2013, 02:36:59 AM »
195 (5) Piṅgiyānī

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu lima ratus orang Licchavi sedang mengunjungi Sang Bhagavā. Beberapa Licchavi berwarna biru, dengan kulit biru, berpakaian biru, memakai perhiasan biru. Beberapa Licchavi berwarna kuning, dengan kulit kuning, berpakaian kuning, memakai perhiasan kuning. Beberapa Licchavi berwarna merah, dengan kulit merah, berpakaian merah, memakai perhiasan merah. Beberapa Licchavi berwarna putih, dengan kulit putih, berpakaian putih, memakai perhiasan putih. Namun Sang Bhagavā lebih cemerlang daripada mereka semua dalam hal keindahan dan keagungan.

Kemudian, Brahmana Piṅgiyānī bangkit dari duduknya, merapikan jubahnya di satu bahunya, dan setelah memberikan penghormatan kepada Sang Bhagavā, ia berkata: “Suatu inspirasi muncul padaku, Bhagavā! Suatu inspirasi muncul padaku, Yang Berbahagia!”

“Maka ungkapkanlah inspirasimu, Piṅgiyānī,” Sang Bhagavā berkata.<1197> Kemudian, di hadapan Sang Bhagavā, Brahmana Piṅgiyānī memuji Beliau dengan sebuah syair yang sesuai:<1198>

   “Seperti halnya teratai merah kokanada yang harum
   Mekar di pagi hari, keharumannya tidak habis,
   Tataplah cahaya Aṅgīrasa
   Bagaikan matahari yang bersinar di langit.”

Kemudian para Licchavi itu mempersembahkan lima ratus jubah atas kepada Brahmana Piṅgiyānī. Brahmana Piṅgiyānī mempersembahkan kelima ratus jubah atas itu kepada Sang Bhagavā. [240] Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para Licchavi:

“Para Licchavi, manifestasi lima permata adalah jarang di dunia.<1199> Apakah lima ini? (1) Manifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna adalah jarang di dunia. (2) Seorang yang mengajarkan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh seorang Tathāgata adalah jarang di dunia. (3) Ketika Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh seorang Tathāgata telah diajarkan, seorang yang memahaminya adalah jarang di dunia. (4) Ketika Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh seorang Tathāgata telah diajarkan, seorang yang memahaminya dan berlatih sesuai Dhamma adalah jarang di dunia. (5) Seorang yang bersyukur dan berterima kasih adalah jarang di dunia. Para Licchavi, manifestasi kelima permata ini adalah jarang di dunia.”
   
196 (6) Mimpi

“Para bhikkhu, sebelum pencerahanNya, sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna. Lima mimpi agung muncul pada Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Apakah lima ini?

(1) “Sebelum pencerahanNya, sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna [bermimpi] bahwa bumi besar ini menjadi ranjangnya; Himālaya, raja pegunungan, menjadi bantalNya; tangan kiriNya berada di atas lautan timur, tangan kananNya di lautan barat, dan kedua kakiNya di lautan selatan. Ini adalah mimpi pertama yang muncul pada Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna sebelum pencerahanNya, sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.

(2) “Kemudian, sebelum pencerahanNya …  Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna [bermimpi] bahwa sejenis rumput yang disebut tiriyā muncul dari pusarNya dan menjulang menyentuh langit. [241] Ini adalah mimpi ke dua yang muncul pada Sang Tathāgata … sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.

(3) “Kemudian, sebelum pencerahanNya …  Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna [bermimpi] bahwa ulat-ulat putih berkepala hitam merayap dari kaki hingga ke lututNya dan menutupinya. Ini adalah mimpi ke tiga yang muncul pada Sang Tathāgata … sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.

(4) “Kemudian, sebelum pencerahanNya …  Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna [bermimpi] bahwa empat ekor burung berbeda warna datang dari empat penjuru, jatuh di kakinya, dan semuanya berubah menjadi putih. Ini adalah mimpi ke empat yang muncul pada Sang Tathāgata … sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.

(5) “Kemudian, sebelum pencerahanNya …  Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna [bermimpi] bahwa Beliau mendaki gunung kotoran yang besar tanpa terkotori oleh kotoran itu. Ini adalah mimpi ke lima yang muncul pada Sang Tathāgata … sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.

(1) “Sekarang, para bhikkhu, ketika Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna – sebelum pencerahanNya, sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna - [bermimpi] bahwa bumi besar ini menjadi ranjangnya; Himālaya, raja pegunungan, menjadi bantalNya; tangan kiriNya berada di atas lautan timur, tangan kananNya di lautan barat, dan kedua kakiNya di lautan selatan, [ini adalah sebuah pertanda] bahwa Beliau akan tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi.<1200> Mimpi agung pertama ini muncul padaNya [sebagai suatu pertanda] bahwa pencerahanNya [segera terjadi].<1201> [242]

(2) “Ketika Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna … [bermimpi] bahwa sejenis rumput yang disebut tiriyā muncul dari pusarNya dan menjulang menyentuh langit, [ini adalah sebuah pertanda] bahwa Beliau akan tercerahkan pada Jalan Mulia Berunsur Delapan dan akan menyatakannya dengan baik kepada para deva dan manusia. Mimpi agung ke dua ini muncul padaNya [sebagai suatu pertanda] bahwa pencerahanNya [segera terjadi].

(3) “Ketika Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna … [bermimpi] bahwa ulat-ulat putih berkepala hitam merayap dari kaki hingga ke lututNya dan menutupinya, [ini adalah sebuah pertanda] bahwa banyak perumah tangga berjubah putih yang akan berlindung seumur hidup pada Sang Tathāgata. Mimpi agung ke tiga ini muncul padaNya [sebagai suatu pertanda] bahwa pencerahanNya [segera terjadi].

(4) “Ketika Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna … [bermimpi] bahwa empat ekor burung berbeda warna datang dari empat penjuru, jatuh di kakinya, dan semuanya berubah menjadi putih, [ini adalah sebuah pertanda] bahwa anggota-anggota dari keempat kasta – khattiya, brahmana, vessa, dan sudda – akan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata dan merealisasikan kebebasan tertinggi. Mimpi agung ke empat ini muncul padaNya [sebagai suatu pertanda] bahwa pencerahanNya [segera terjadi].

(5) ) “Ketika Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna … [bermimpi] bahwa Beliau mendaki gunung kotoran yang besar tanpa terkotori oleh kotoran itu, [ini adalah sebuah pertanda] bahwa Beliau akan menerima jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit, dan Beliau akan menggunakannya tanpa terikat padanya, tanpa tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta terserap di dalamnya, melihat bahayanya dan mengetahui jalan membebaskan diri. Mimpi agung ke lima ini muncul padaNya [sebagai suatu pertanda] bahwa pencerahanNya [segera terjadi].

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima mimpi agung itu yang muncul pada Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, sebelum pencerahanNya, sewaktu Beliau masih menjadi hanya seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna.” [243]

197(7) Hujan

“Para bhikkhu, ada lima rintangan pada hujan ini yang tidak diketahui oleh para peramal cuaca, di mana mata mereka tidak dapat menjangkaunya.<1202>

(1) “Para bhikkhu, elemen panas di bagian atas langit menjadi terganggu. Karena hal ini, awan-awan yang telah muncul menjadi berhamburan. Ini adalah rintangan pertama pada hujan yang tidak diketahui oleh para peramal cuaca, di mana mata mereka tidak dapat menjangkaunya.

(2) “Kemudian, elemen udara di bagian atas atas langit menjadi terganggu. Karena hal ini, awan-awan yang telah muncul menjadi berhamburan. Ini adalah rintangan ke dua pada hujan …

(3) “Kemudian, Rāhu raja asura mengambil air dengan tangannya dan membuangnya ke samudera. Ini adalah rintangan ke tiga pada hujan …

(4) “Kemudian, para deva awan hujan menjadi lengah. Ini adalah rintangan ke empat pada hujan …

(5) “Kemudian, umat manusia menjadi tidak baik. Ini adalah rintangan ke lima pada hujan …

“Ini adalah kelima rintangan pada hujan yang tidak diketahui oleh para peramal cuaca, di mana mata mereka tidak dapat menjangkaunya.”

198 (8 ) Ucapan

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima faktor, suatu ucapan diucapkan dengan baik, bukan diucapkan dengan buruk; ucapan itu tidak tercela dan di luar celaan oleh para bijaksana. apakah lima ini? [244] Ucapan itu diucapkan pada waktu yang tepat; apa yang dikatakan adalah benar; ucapan itu diucapkan dengan lembut; apa yang dikatakan adalah bermanfaat; ucapan itu diucapkan dengan pikiran cinta kasih. Dengan memiliki kelima faktor ini, suatu ucapan diucapkan dengan baik, bukan diucapkan dengan buruk; ucapan itu tidak tercela dan di luar celaan oleh para bijaksana.”

199 (9) Keluarga

“Para bhikkhu, ketika kaum monastik yang bermoral<1203> mendatangi sebuah rumah, maka orang-orang di sana menghasilkan banyak jasa atas lima dasar. Apakah lima ini? (1) Ketika orang-orang melihat kaum monastik yang bermoral mendatangi rumah mereka dan mereka mambangkitkan keyakinan [terhadap kaum monastik], maka pada saat itu keluarga itu mempraktikkan jalan yang mengarah menuju surga. (2) Ketika orang-orang bangkit, memberi hormat, dan menawarkan tempat duduk kepada kaum monastik yang bermoral, maka pada saat itu keluarga itu membangkitkan jalan yang mengarah menuju kelahiran dalam keluarga-keluarga berderajat tinggi. (3) Ketika orang-orang melenyapkan noda kekikiran terhadap kaum monastik yang bermoral yang mendatangi rumah mereka, maka pada saat itu keluarga itu mempraktikkan jalan yang mengarah menuju pengaruh yang besar. (4) Ketika, sesuai dengan apa yang mereka miliki, mereka membagikan kepada kaum monastik yang bermoral yang mendatangi rumah mereka, maka pada saat itu keluarga itu mempraktikkan jalan yang mengarah menuju kekayaan besar. (5) Ketika orang-orang bertanya kepada kaum monastik yang bermoral yang mendatangi rumah mereka, mengajukan pertanyaan sehubungan dengan ajaran, dan mendengarkan Dhamma, maka pada saat itu keluarga itu mempraktikkan jalan yang mengarah menuju kebijaksanaan tinggi. [245] Para bhikkhu, ketika kaum monastik yang bermoral mendatangi sebuah rumah, maka orang-orang di sana menghasilkan banyak jasa atas kelima dasar ini.”

200 (10) Jalan Membebaskan Diri

“Para bhikkhu, ada lima elemen jalan membebaskan diri ini.<1204> Apakah lima ini?

(1) “Di sini, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan kenikmatan indria,<1205> pikirannya tidak meluncur ke sana, dan tidak menjadi tenang, tidak kokoh, dan tidak terpusat padanya.<1206> Tetapi ketika ia memperhatikan pelepasan keduniawian, pikirannya meluncur ke sana dan menjadi tenang, kokoh, dan terpusat padanya. Pikirannya menjauh dengan baik,<1207> terkembang dengan baik, keluar dengan baik, dan terlepas dengan baik dari kenikmatan indria. Dan ia terbebas dari noda-noda, kesengsaraan dan demam itu, yang muncul dengan kenikmatan indria sebagai kondisi. Ia tidak merasakan perasaan itu.<1208> Ini dinyatakan sebagai jalan membebaskan diri dari kenikmatan indria.

(2) “Kemudian, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan niat buruk, pikirannya tidak meluncur ke sana, dan tidak menjadi tenang, tidak kokoh, dan tidak terpusat padanya. Tetapi ketika ia memperhatikan niat baik, pikirannya meluncur ke sana dan menjadi tenang, kokoh, dan terpusat padanya. Pikirannya menjauh dengan baik, terkembang dengan baik, keluar dengan baik, dan terlepas dengan baik dari niat baik. Dan ia terbebas dari noda-noda, kesengsaraan dan demam itu, yang muncul dengan niat buruk sebagai kondisi. Ia tidak merasakan perasaan itu. Ini dinyatakan sebagai jalan membebaskan diri dari niat buruk.

(3) “Kemudian, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan mencelakai, pikirannya tidak meluncur ke sana, dan tidak menjadi tenang, tidak kokoh, dan tidak terpusat padanya. Tetapi ketika ia memperhatikan tidak-mencelakai, pikirannya meluncur ke sana dan menjadi tenang, kokoh, dan terpusat padanya. Pikirannya menjauh dengan baik, terkembang dengan baik, keluar dengan baik, dan terlepas dengan baik dari mencelakai. Dan ia terbebas dari noda-noda, kesengsaraan dan demam itu, yang muncul dengan mencelakai sebagai kondisi. Ia tidak merasakan perasaan itu. Ini dinyatakan sebagai jalan membebaskan diri dari mencelakai. [246]

(4) “Kemudian, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan bentuk, pikirannya tidak meluncur ke sana, dan tidak menjadi tenang, tidak kokoh, dan tidak terpusat padanya. Tetapi ketika ia memperhatikan tanpa-bentuk, pikirannya meluncur ke sana dan menjadi tenang, kokoh, dan terpusat padanya. Pikirannya menjauh dengan baik, terkembang dengan baik, keluar dengan baik, dan terlepas dengan baik dari bentuk. Dan ia terbebas dari noda-noda, kesengsaraan dan demam itu, yang muncul dengan bentuk sebagai kondisi. Ia tidak merasakan perasaan itu. Ini dinyatakan sebagai jalan membebaskan diri dari bentuk.

(5) “Kemudian, ketika seorang bhikkhu sedang memperhatikan eksistensi-diri, pikirannya tidak meluncur ke sana, dan tidak menjadi tenang, tidak kokoh, dan tidak terpusat padanya. Tetapi ketika ia memperhatikan lenyapnya eksistensi-diri, pikirannya meluncur ke sana dan menjadi tenang, kokoh, dan terpusat padanya. Pikirannya menjauh dengan baik, terkembang dengan baik, keluar dengan baik, dan terlepas dengan baik dari bentuk. Dan ia terbebas dari noda-noda, kesengsaraan dan demam itu, yang muncul dengan eksistensi-diri sebagai kondisi. Ia tidak merasakan perasaan itu. Ini dinyatakan sebagai jalan membebaskan diri dari eksistensi-diri.

“Kesenangan dalam kenikmatan indria tidak ada padanya; kesenangan dalam niat buruk tidak ada padanya; kesenangan dalam mencelakai tidak ada padanya; kesenangan dalam bentuk tidak ada padanya; kesenangan dalam eksistensi-diri tidak ada padanya. Karena ia tanpa kecenderungan tersembunyi pada kesenangan dalam kenikmatan indria, kesenangan dalam niat buruk, kesenangan dalam mencelakai, kesenangan dalam bentuk, dan kesenangan dalam eksistensi-diri, maka ia disebut seorang bhikkhu yang hampa dari kecenderungan tersembunyi. Ia telah memotong ketagihan, melepaskan belenggu, dan dengan sepenuhnya menerobos keangkuhan, ia telah mengakhiri penderitaan. Ini, para bhikkhu, adalah kelima elemen jalan membebaskan diri itu.” [247]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #37 on: 12 March 2013, 02:37:31 AM »

LIMA PULUH KE LIMA


I. KIMBILA

200 (1) Kimbila

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kimbilā di hutan nicula.<1209> Kemudian Yang Mulia Kimbila mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Apakah sebab dan alasan mengapa, Bhante, Dhamma sejati tidak bertahan lama setelah Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir?”<1210>

“(1) Di sini, Kimbila, setelah Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir, para bhikkhu, para bhikkhunī, para umat awam laki-laki, para umat awam perempuan berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap Sang Guru. (2) Mereka berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap Dhamma. (3) Mereka berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap Saṅgha. (4) Mereka berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap latihan. (5) Mereka berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan terhadap satu sama lain. Ini adalah sebab dan alasan mengapa Dhamma sejati tidak bertahan lama setelah seorang Tathāgata mencapai nibbāna akhir.

“Apakah sebab dan alasan mengapa, Bhante, Dhamma sejati bertahan lama setelah Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir?”

“(1) Di sini, Kimbila, setelah Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir, para bhikkhu, para bhikkhunī, para umat awam laki-laki, para umat awam perempuan berdiam dengan menghormati dan menghargai Sang Guru. (2) Mereka berdiam menghormati dan menghargai Dhamma. (3) Mereka berdiam menghormati dan menghargai Saṅgha. (4) Mereka berdiam menghormati dan menghargai latihan. (5) Mereka berdiam menghormati dan menghargai satu sama lain. Ini adalah sebab dan alasan mengapa Dhamma sejati bertahan lama setelah seorang Tathāgata mencapai nibbāna akhir.” [248]

202 (2) Mendengarkan Dhamma

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini dalam mendengarkan Dhamma. Apakah lima ini? Seseorang mendengar apa yang belum pernah ia dengar; ia mengklarifikasi apa yang telah ia dengar; ia keluar dari kebingungan; ia meluruskan pandangannya; pikirannya menjadi tenang. Ini adalah lima manfaat dalam mendengarkan Dhamma.”

203 (3) Berdarah Murni <1211>

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima faktor seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap sebagai satu faktor kerajaan. Apakah lima ini? Kejujuran, kecepatan, kelembutan, kesabaran, dan kelenturan. Dengan memiliki kelima faktor ini seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah … dianggap sebagai satu faktor kerajaan.

“Demikian pula, para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah lima ini? Kejujuran, kecepatan, kelembutan, kesabaran, dan kelenturan. Dengan memiliki kelima faktor ini, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

204 (4) Kekuatan

“Para bhikkhu, ada lima kekuatan ini. Apakah lima ini? Kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu bermoral, kekuatan rasa takut bermoral, kekuatan kegigihan, dan kekuatan kebijaksanaan. Ini adalah kelima kekuatan itu.”

205 (5) Kemandulan <1212>

“Para bhikkhu, ada lima jenis kemandulan pikiran ini.<1213> Apakah lima ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, [249] tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu bingung akan Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Dhamma, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya. Ketika seorang bhikkhu bingung akan Dhamma, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke dua kemandulan pikiran.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Saṅgha, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya. Ketika seorang bhikkhu bingung akan Saṅgha, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke tiga kemandulan pikiran.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap latihan, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya. Ketika seorang bhikkhu bingung akan latihan, meragukannya, tidak mempercayainya, dan tidak berkeyakinan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke empat kemandulan pikiran.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka. Ketika seorang bhikkhu bhikkhu jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke empat kemandulan pikiran.

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu.”

206 (6) Belenggu <1214>
 
“Para bhikkhu, ada lima belenggu pikiran ini.<1215> Apakah lima ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke dua.
   
(3) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke tiga.

(4) “Kemudian, setelah makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh, seorang bhikkhu menyerah pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur. Ketika seorang bhikkhu … menyerah pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke empat.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [250] dengan berpikir: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Ketika ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima.

“Ini, para bhikkhu adalah kelima belenggu pikiran itu.”

207 (7) Bubur Beras

“Para bhikkhu, ada lima manfaat bubur beras ini. Apakah lima ini? Menenangkan lapar, menghilangkan haus, menenangkan angin, membersihkan kandung kemih, dan membantu pencernaan sisa-sisa makanan yang belum dicerna. Ini adalah kelima manfaat bubur beras itu.”

208 (8 ) Menyikat

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam tidak menyikat gigi.<1216> Apakah lima ini? Tidak baik di mata; nafasnya bau; pucuk pengecap tidak bersih; empedu dan dahak membungkus makanan; dan makanannya tidak sesuai baginya. Ini adalah kelima bahaya dalam tidak menyikat gigi.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam menyikat gigi. Apakah lima ini? Baik di mata; nafasnya tidak bau; pucuk pengecap bersih; empedu dan dahak tidak membungkus makanan; dan makanannya sesuai baginya. Ini adalah kelima manfaat dalam tidak menyikat gigi.” [251]

209 (9) Intonasi

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini dalam melafalkan Dhamma dengan intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.<1217> Apakah lima ini? (1) Seseorang menjadi tergila-gila pada intonasinya sendiri. (2) Orang lain menjadi tergila-gila pada intonasinya. (3) Para perumah tangga mengeluhkan: ‘Seperti kita menyanyi, demikian pula, para petapa yang mengikuti putra Sakya ini.’ (4) Terjadi gangguan konsetrasi pada seseorang yang menginginkan intonasi yang lebih baik. (5) [Mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti teladannya. Ini adalah kelima bahaya dalam melafalkan Dhamma dengan intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.

210 (10) Dengan Pikiran Kacau

“Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang jatuh terlelap dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.<1218> Apakah lima ini? Ia tidak tidur nyenyak; ia terjaga dalam keadaan tidak bahagia; ia bermimpi buruk; para dewata tidak melindunginya; dan ia mengeluarkan mani. Ini adalah kelima bahaya bagi seseorang yang jatuh terlelap dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat bagi seseorang yang jatuh terlelap dengan penuh perhatian dan dengan pemahaman jernih. Apakah lima ini? Ia tidur nyenyak; ia terjaga dalam keadaan bahagia; ia tidak bermimpi buruk; para dewata melindunginya; dan ia tidak mengeluarkan mani. Ini adalah kelima manfaat bagi seseorang yang jatuh terlelap dengan penuh perhatian dan dengan pemahaman jernih.” [252]

II. SEORANG YANG MENGHINA

211 (1) Seorang yang Menghina

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang menghina dan merendahkan teman-temannya para bhikkhu, seorang pencerca para mulia, maka lima bahaya menantinya. Apakah lima ini? (1) Apakah ia melakukan pārājika dan memutuskan jalan keluar,<1219> atau (2) melakukan suatu pelanggaran kotor tertentu,<1220> atau (3) mengidap suatu penyakit keras. (4) Ia meninggal dunia dalam kebingungan. (5) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang menghina dan merendahkan teman-temannya para bhikkhu, seorang pencerca para mulia, maka kelima bahaya ini menantinya.”

212 (2) Percekcokan

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu adalah pembuat percekcokan, pertengkaran, perselisihan, perdebatan, dan persoalan disiplin dalam Saṅgha, maka lima bahaya menantinya. Apakah lima ini? (1) Ia tidak mencapai apa yang belum ia capai; (2) ia jatuh dari apa yang telah ia capai; (3) suatu berita tentang keburukannya beredar; (4) ia meninggal dunia dalam kebingungan; dan (5) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ketika seorang bhikkhu adalah pembuat percekcokan, pertengkaran, perselisihan, perdebatan, dan persoalan disiplin dalam Saṅgha, maka kelima bahaya ini menantinya.”

213 (3) Perilaku Bermoral

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini bagi seorang yang tidak bermoral karena kekurangannya dalam perilaku bermoral. Apakah lima ini?

(1) “Di sini, seorang yang tidak bermoral yang kurang dalam perilaku bermoral kehilangan banyak kekayaan karena kelengahan. Ini adalah bahaya pertama bagi seorang yang tidak bermoral karena kekurangannya dalam perilaku bermoral.

(2) “Kemudian, suatu berita beredar tentang keburukan seorang yang tidak bermoral yang kurang dalam dalam perilaku bermoral. Ini adalah bahaya ke dua … [253]

(3) “Kemudian, kumpulan apa pun yang didekati oleh seorang yang tidak bermoral yang kurang dalam perilaku bermoral – apakah khattiya, brahmana, perumah tangga, atau petapa – ia mendekatinya dengan takut dan malu. Ini adalah bahaya ke tiga …

(4) “Kemudian, seorang yang tidak bermoral yang kurang dalam perilaku bermoral meninggal dunia dalam kebingungan. Ini adalah bahaya ke empat …

(5) “Kemudian, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seorang yang tidak bermoral yang kurang dalam perilaku bermoral terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah bahaya ke lima …

“Ini adalah kelima bahaya itu bagi seorang yang tidak bermoral karena kekurangannya dalam perilaku bermoral.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini bagi seorang yang bermoral karena sempurna dalam perilaku bermoral. Apakah lima ini?

(1) “Di sini, seorang yang bermoral yang sempurna dalam perilaku bermoral mengumpulkan banyak kekayaan karena kewaspadaan. Ini adalah manfaat pertama bagi seorang yang bermoral karena sempurna dalam perilaku bermoral.

(2) “Kemudian, seorang yang bermoral yang sempurna dalam perilaku bermoral memperoleh reputasi baik. Ini adalah manfaat ke dua …

(3) “Kemudian, kumpulan apa pun yang didekati oleh seorang yang bermoral yang sempurna dalam perilaku bermoral – apakah khattiya, brahmana, perumah tangga, atau petapa – ia mendekatinya dengan percaya-diri dan tenang. Ini adalah manfaat ke tiga …

(4) “Kemudian, seorang yang bermoral yang sempurna dalam perilaku bermoral meninggal dunia tanpa kebingungan. Ini adalah manfaat ke empat …

(5) “Kemudian, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seorang yang bermoral yang sempurna dalam perilaku bermoral terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah manfaat ke lima … [254]

“Ini adalah kelima manfaat itu bagi seorang yang bermoral karena sempurna dalam perilaku bermoral.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #38 on: 12 March 2013, 02:37:52 AM »
214 (4) Banyak Berbicara

“Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang banyak berbicara. Apakah lima ini? Ia berbohong; ia memecah-belah; ia berkata kasar; ia bergosip; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya itu bagi seseorang yang banyak berbicara.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat bagi seseorang yang bijak berbicara. Apakah lima ini? Ia tidak berbohong; ia tidak memecah-belah; ia tidak berkata kasar; ia tidak bergosip; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat itu bagi seseorang yang bijak berbicara.”

215 (5) Ketidak-sabaran (1)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam ketidak-sabaran. Apakah lima ini? Seseorang tidak disukai dan tidak disenangi oleh banyak orang; ia menimbun permusuhan;<1221> ia memiliki banyak kesalahan; ia meninggal dunia dalam kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya dalam ketidak-sabaran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam kesabaran. Apakah lima ini? Seseorang disukai dan disenangi oleh banyak orang; ia tidak menimbun permusuhan; ia tidak memiliki banyak kesalahan; ia meninggal dunia tanpa kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat dalam ketidak-sabaran itu.” [255]

216 (6) Ketidak-sabaran (2)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam ketidak-sabaran. Apakah lima ini? Seseorang tidak disukai dan tidak disenangi oleh banyak orang; ia kasar; ia penuh penyesalan; ia meninggal dunia dalam kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya dalam ketidak-sabaran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam kesabaran. Apakah lima ini? Seseorang disukai dan disenangi oleh banyak orang; ia tidak kasar; ia tanpa penyesalan; ia meninggal dunia tanpa kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat dalam kesabaran itu.”

217 (7) Tidak Menginspirasi Keyakinan (1)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perilaku yang tidak menginspirasi keyakinan. Apakah lima ini? Seseorang menyalahkan diri sendiri; para bijaksana, setelah menyelidiki, mencelanya; ia memperoleh reputasi buruk; ia meninggal dunia dalam kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya dalam perilaku yang tidak menginspirasi keyakinan.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perilaku yang menginspirasi keyakinan. Apakah lima ini? Seseorang tidak menyalahkan diri sendiri; para bijaksana, setelah menyelidiki, memujinya; ia memperoleh reputasi baik; ia meninggal dunia tanpa kebingungan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat dalam perilaku yang menginspirasi keyakinan.”

218 (8 ) Tidak Menginspirasi Keyakinan (2)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perilaku yang tidak menginspirasi keyakinan. Apakah lima ini? [256] Mereka yang tanpa keyakinan tidak memperoleh keyakinan; beberapa di antara mereka yang berkeyakinan menjadi berubah pikiran; ajaran Sang Guru tidak dilaksanakan; [mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti teladannya; dan pikirannya tidak menjadi tenang.<1222> Ini adalah kelima bahaya dalam perilaku yang tidak menginspirasi keyakinan.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perilaku yang menginspirasi keyakinan. Apakah lima ini? Mereka yang tanpa keyakinan memperoleh keyakinan; mereka yang berkeyakinan meningkat [dalam keyakinan mereka]; ajaran Sang Guru dilaksanakan; [mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti teladannya; dan pikirannya menjadi tenang. Ini adalah kelima manfaat dalam perilaku yang menginspirasi keyakinan.”

219 (9) Api

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam api. Apakah lima ini? Tidak baik di mata; menyebabkan corak kulit yang buruk; menyebabkan kelemahan; memicu kegemaran dalam pergaulan; dan mengarah pada pembicaraan tanpa tujuan. Ini adalah kelima bahaya dalam api itu.”

220 (10) Mahurā

“Para bhikkhu, ada lima bahaya di Madhurā.<1223> Apakah lima ini? Tidak datar; berdebu; anjing-anjingnya ganas; terdapat makhluk halus yang buas; dan sulit mendapatkan dana makanan di sana. Ini adalah kelima bahaya di Madhurā itu.” [257]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #39 on: 12 March 2013, 02:38:12 AM »
III. PENGEMBARAAN PANJANG

221 (1) Pengembaraan Panjang (1)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini bagi seseorang yang melakukan pengembaraan yang panjang dan tanpa akhir.<1224> Apakah lima ini? Ia tidak mendengarkan apa yang belum pernah ia dengar; ia tidak mengklarifikasi apa yang telah ia dengar; ia tidak mempercayai bagian dari apa yang telah ia dengar; ia mengidap suatu penyakit keras; dan ia tidak memiliki teman. Ini adalah kelima bahaya itu bagi seseorang yang melakukan pengembaraan yang panjang dan tanpa akhir.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini bagi seseorang yang melakukan pengembaraan secara berkala. Apakah lima ini? Ia dapat mendengarkan apa yang belum pernah ia dengar; ia mengklarifikasi apa yang telah ia dengar; ia mempercayai beberapa hal dari apa yang telah ia dengar; ia tidak mengidap suatu penyakit keras; dan ia memiliki teman. Ini adalah kelima manfaat itu bagi seseorang yang melakukan pengembaraan secara berkala.”

222 (2) Pengembaraan Panjang (2)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini bagi seseorang yang melakukan pengembaraan yang panjang dan tanpa akhir. Apakah lima ini? Ia tidak mencapai apa yang belum ia capai; ia jatuh dari apa yang telah ia capai; ia merasa takut pada beberapa hal yang telah ia capai; ia mengidap suatu penyakit keras; dan ia tidak memiliki teman. Ini adalah kelima bahaya itu bagi seseorang yang melakukan pengembaraan yang panjang dan tanpa akhir.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini bagi seseorang yang melakukan pengembaraan secara berkala. Apakah lima ini? Ia mencapai apa yang belum ia capai; ia tidak jatuh dari apa yang telah ia capai; ia mempercayai bagian dari apa yang telah ia capai; ia tidak mengidap suatu penyakit keras; dan ia memiliki teman. Ini adalah kelima manfaat itu bagi seseorang yang melakukan pengembaraan secara berkala.” [258]

223 (3) Menetap Terlalu Lama

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? (1) Seseorang menjadi memiliki dan mengumpulkan banyak benda; (2) ia menjadi memiliki dan mengumpulkan banyak obat-obatan; (3) ia melakukan banyak tugas dan pekerjaan dan menjadi kompeten dalam berbagai hal yang harus dilakukan; (4) ia membentuk keterikatan dengan para perumah tangga dan kaum monastik dalam cara yang tidak selayaknya seperti halnya umat awam; dan (5) ketika ia meninggalkan vihara itu, ia pergi dengan penuh kecemasan. Ini adalah kelima bahaya itu jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama].

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini jika menetap selama waktu yang seimbang [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? (1) Seseorang tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak benda; (2) ia tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak obat-obatan; (3) ia tidak melakukan banyak tugas dan pekerjaan dan tidak menjadi kompeten dalam berbagai hal yang harus dilakukan; (4) ia tidak membentuk keterikatan dengan para perumah tangga dan kaum monastik dalam cara yang tidak selayaknya seperti halnya umat awam; dan (5) ketika ia meninggalkan vihara itu, ia pergi tanpa kecemasan. Ini adalah kelima manfaat itu jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama].”

224 (4) Kekikiran

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? Seseorang menjadi kikir atas tempat-tempat tinggal, kikir atas keluarga-keluarga, kikir atas perolehan, kikir atas pujian, dan kikir atas Dhmma. Ini adalah kelima bahaya itu jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama].

“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini jika menetap selama waktu yang seimbang [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? Seseorang tidak menjadi kikir atas tempat-tempat tinggal, tidak kikir atas keluarga-keluarga, tidak kikir atas perolehan, tidak kikir atas pujian, dan tidak kikir atas Dhmma. Ini adalah kelima manfaat itu jika menetap terlalu lama [di tempat yang sama].”

225 (5) Seorang yang Mengunjungi Keluarga-Keluarga (1)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini bagi seseorang yang mengunjungi keluarga-keluarga. Apakah lima ini? [259] (1) Ia melakukan pelanggaran mengunjungi [keluarga-keluarga] tanpa meminta izin [dari bhikkhu lain]. (2) Ia melakukan pelanggaran duduk berdua secara pribadi [dengan seorang perempuan]. (3) Ia melakukan pelanggaran duduk di tempat tertutup [dengan seorang perempuan]. (4) Ia melakukan pelanggaran mengajarkan Dhamma kepada seorang perempuan dalam lebih dari lima atau enam kalimat. (5) Ia didera oleh pikiran indriawi. Ini adalah kelima bahaya itu bagi seseorang yang mengunjungi keluarga-keluarga.”<1225>

226 (6) Seorang yang Mengunjungi Keluarga-Keluarga (2)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini bagi seseorang yang mengunjungi keluarga-keluarga dengan terikat terlalu erat dengan mereka. Apakah lima ini? (1) Ia sering bertemu perempuan. (2) Ketika ia sering bertemu mereka, maka ia terikat dengan mereka. (3) Ketika ia terikat dengan mereka, maka mereka menjadi akrab. (4) Ketika mereka menjadi akrab, nafsu mendapatkan peluang. (5) Ketika pikirannya berada dalam cengkeraman nafsu, maka ia melanggar suatu pelanggaran kotor tertentu, atau meninggalkan latihan, dan kembali kepada kehidupan rendah.<1226> Ini adalah kelima bahaya itu bagi seseorang yang mengunjungi keluarga-keluarga dengan terikat terlalu erat dengan mereka.”

227 (7) Kekayaan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam kekayaan ini. Apakah lima ini? Dimiliki bersama dengan api, air, raja-raja, pencuri-pencuri, dan pewaris yang tidak disukai. Ini adalah kelima bahaya dalam kekayaan itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam kekayaan ini. Apakah lima ini? Dengan kekayaan, (1) Seseorang membahagiakan dirinya sendiri dan bersenang dan secara benar mempertahankan dirinya dalam kebahagiaan; (2) ia membahagiakan orang tuanya dan bersenang dan secara benar mempertahankan orang tuanya dalam kebahagiaan; (3) ia membahagiakan istri dan anak-anaknya, para budak, pekerja, dan pelayannya dan bersenang dan secara benar mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (4) ia membahagiakan teman-teman dan kerabatnya dan bersenang dan secara benar mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (5) ia memberikan persembahan yang menggembirakan kepada para petapa dan brahmana yang surgawi, menghasilkan kebahagiaan, dan mengarah menuju surga. Ini adalah kelima manfaat dalam kekayaan itu.” [260]

228 (8 ) Makanan

“Para bhikkhu, ini adalah lima bahaya bagi sebuah keluarga yang mempersiapkan makanannya terlambat di siang hari.<1227> Apakah lima ini? (1) Tamu-tamu yang berkunjung tidak dilayani pada waktunya. (2) Para dewata tidak menerima persembahan pada waktunya. (3) Para petapa dan brahmana yang makan satu kali sehari dan menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang  tepat, tidak dilayani pada waktunya. (4) Para budak, pekerja, dan pelayan meringis ketika mereka melakukan pekerjaan mereka. (5) Banyak makanan yang dipersiapkan pada waktu yang tidak tepat menjadi tidak bergizi. Ini adalah kelima bahaya bagi sebuah keluarga yang mempersiapkan makanannya terlambat di siang hari.

“Para bhikkhu, ini adalah lima manfaat bagi sebuah keluarga yang mempersiapkan makanannya tepat waktu.<1228> Apakah lima ini? (1) Tamu-tamu yang berkunjung dilayani tepat pada waktunya. (2) Para dewata menerima persembahan tepat pada waktunya. (3) Para petapa dan brahmana yang makan satu kali sehari dan menghindari makan malam, menghindari makan di luar waktu yang  tepat, dilayani tepat pada waktunya. (4) Para budak, pekerja, dan pelayan melakukan pekerjaan mereka tanpa meringis. (5) Banyak makanan yang dipersiapkan pada waktu yang tepat menjadi bergizi. Ini adalah kelima manfaat bagi sebuah keluarga yang mempersiapkan makanannya tepat waktu.”

229 (9) Ular (1)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima ini? Tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya, dan mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada ular hitam itu. Demikian pula, ada lima bahaya pada perempuan. Apakah lima ini? Mereka tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya, dan mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada perempuan.”<1229>

230 (10) Ular (2)

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima ini? Ganas, bersikap bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah bercabang, dan mengkhianati teman-temannya. [261] Ini adalah kelima bahaya pada ular hitam itu. Demikian pula, ada lima bahaya pada perempuan. Apakah lima ini? Mereka Ganas, bersikap bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah bercabang, dan mengkhianati teman-temannya.

“Para bhikkhu, ini adalah bagaimana para perempuan berbisa mematikan: sebagian besar di antara mereka bernafsu besar. Ini adalah bagaimana para perempuan berlidah bercabang: sebagian besar di antara mereka mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Ini adalah bagaimana para perempuan mengkhianati teman-temannya: sebagian besar di antara mereka berselingkuh. Ini adalah kelima bahaya pada perempuan.”<1230>

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #40 on: 12 March 2013, 02:38:32 AM »
IV. TUAN RUMAH

231 (1) Tidak Perlu Dihargai

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah tidak perlu dihargai. Apakah lima ini? (1) Ia tidak sempurna dalam tata cara dan tugas-tugas; (2) ia tidak terpelajar dan bukan ahli dalam pembelajaran; (3) ia tidak terbiasa dengan penghapusan juga bukan seorang yang senang dalam keterasingan; (4) ia bukan pembabar yang baik dan ia tidak memiliki penyampaian yang baik; (5) ia tidak bijaksana, bodoh, dan tumpul. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhu tuan rumah tidak perlu dihargai.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah harus dihargai. Apakah lima ini? [262] (1) Ia sempurna dalam tata cara dan tugas-tugas; (2) ia terpelajar dan ahli dalam pembelajaran; (3) ia terbiasa dengan penghapusan dan senang dalam keterasingan; (4) ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; (5) ia bijaksana, cerdas, dan cerdik. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhu tuan rumah harus dihargai.

232 (2) Menyenangkan

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah disukai dan disenangi oleh teman-temannya para bhikkhu dan dihormati dan dihargai oleh mereka. Apakah lima ini? (1) Ia bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (2) ia telah benyak belajar, mengingat apa yang telah dipelajari, mengumpulkan apa yang telah dipelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar, yang menyatakan kehidupan spiritual yang murni dan lengkap sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, dihafalkan, dilafalkan, dan diselidiki dalam pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna. (4) Ia memperoleh sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. (5) Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah disukai dan disenangi oleh teman-temannya para bhikkhu dan dihormati dan dihargai oleh mereka.”

233 (3) Memperindah

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah memperindah sebuah vihara. Apakah lima ini? [263] (1) Ia bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha …  ia berlatih di dalamnya. (2) ia telah benyak belajar …  dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna. (4) Ia mampu mengajari, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka yang mendatanginya dengan khotbah Dhamma. (5) Ia memperoleh sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah memperindah sebuah vihara.

234 (4) Sangat Membantu

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah sangat membantu bagi sebuah vihara. Apakah lima ini? (1) Ia bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha …  ia berlatih di dalamnya. (2) ia telah benyak belajar …  dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Ia memperbaiki apa yang rusak dan pecah. (4) Ketika sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu tiba termasuk para bhikkhu dari berbagai negeri, ia mendatangi umat-umat awam dan memberitahu mereka: ‘Teman-teman, sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu telah tiba termasuk para bhikkhu dari berbagai negeri. Perbuatlah jasa. Ini adalah kesempatan untuk melakukan jasa.’ (5) Ia memperoleh sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah sangat membantu bagi sebuah vihara.”

235 (5) Berbelas Kasihan

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah menunjukkan belas kasihan pada umat-umat awam. Apakah lima ini? (1) Ia mendorong mereka sehubungan dengan perilaku bermoral. (2) Ia mengokohkan mereka dalam pandangan Dhamma.<1231> (3) Ketika mereka sakit ia mendatangi mereka dan mambangkitkan perhatian dalam diri mereka, dengan mengatakan: [264] ‘Biarlah yang mulia menegakkan perhatian pada apa yang selayaknya.’<1232> (4) Ketika sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu tiba termasuk para bhikkhu dari berbagai negeri, ia mendatangi umat-umat awam dan memberitahu mereka: ‘Teman-teman, sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu telah tiba termasuk para bhikkhu dari berbagai negeri. Perbuatlah jasa. Ini adalah kesempatan untuk melakukan jasa.’ (5) Ia sendiri mamakan makanan apa pun yang mereka berikan kepadanya, apakah kasar atau baik; ia tidak menghambur-hamburkan apa yang telah diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah menunjukkan belas kasihan pada umat-umat awam.”

236 (6) Seorang yang Layak Dicela (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela. (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. (3) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. (5) Ia menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela. (2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji. (3) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. (5) Ia tidak menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.” [265]

237 (7) Seorang yang Layak Dicela (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela. (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. (3) Ia kikir dan serakah sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (4) Ia kikir dan serakah sehubungan dengan keluarga-keluarga. (5) Ia menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela.  (2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji. (3) Ia tidak kikir dan tidak serakah sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (4) Ia tidak kikir dan tidak serakah sehubungan dengan keluarga-keluarga. (5) Ia tidak menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”
   
238 (8 ) Seorang yang Layak Dicela (3)

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela.  (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. (3) Ia kikir dan serakah sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (4) Ia kikir dan serakah sehubungan dengan keluarga-keluarga. (5) Ia kikir sehubungan dengan perolehan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela. (2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji. [266] (3) Ia tidak kikir dan tidak serakah sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (4) Ia tidak kikir dan tidak serakah sehubungan dengan keluarga-keluarga. (5) Ia tidak kikir sehubungan dengan perolehan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

239 (9) Kekikiran (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Ia kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2) Ia kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia kikir sehubungan dengan perolehan. (4) Ia kikir sehubungan dengan pujian. (5) Ia menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Ia tidak kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2) Ia tidak kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia tidak kikir sehubungan dengan perolehan. (4) Ia tidak kikir sehubungan dengan pujian. (5) Ia tidak menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

240 (10) Kekikiran (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Ia kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2) Ia kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia kikir sehubungan dengan perolehan. (4) Ia kikir sehubungan dengan pujian. (5) Ia kikir sehubungan dengan Dhamma. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? (1) Ia tidak kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2) Ia tidak kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia tidak [267] kikir sehubungan dengan perolehan. (4) Ia tidak kikir sehubungan dengan pujian. (5) Ia tidak kikir sehubungan dengan Dhamma. Dengan memiliki lima kualits, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #41 on: 12 March 2013, 02:38:55 AM »
V. PERBUATAN BURUK

241 (1) Perbuatan Buruk

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, mencelanya. (3) Ia memperoleh reputasi buruk. (4) Ia meninggal dunia dalam kebingungan. (5) dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang tidak mencela diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, memujinya. (3) Ia memperoleh reputasi baik. (4) Ia meninggal dunia tanpa kebingungan. (5) dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik itu.”

242 (2) Perbuatan Buruk Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani itu.”

243 (3) Perbuatan Buruk Melalui Ucapan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan itu.”

244 (4) Perbuatan Buruk Melalui Pikiran

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran ini. Apakah lima ini? [268] … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran itu.”

245 (5) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk

Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, mencelanya. (3) Ia memperoleh reputasi buruk. (4) Ia menjauh dari Dhamma sejati. (5) Ia kokoh dalam Dhamma palsu. Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk itu.

Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang tidak menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, memujinya. (3) Ia memperoleh reputasi baik. (4) Ia menjauh dari Dhamma palsu. (5) Ia kokoh dalam Dhamma sejati. Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik itu.”

246 (6) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani itu.”

246 (6) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Ucapan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan itu.”

248 (8 ) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Pikiran

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran itu.”

249 (9) Tanah Pekuburan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya di tanah pekuburan. Apakah lima ini? Tidak murni, berbau busuk, berbahaya, menjadi alam makhluk-makhluk halus yang jahat, [sebuah tempat di mana] banyak orang menangis. Ini adalah lima bahaya di tanah pekuburan. Demikian pula, ada lima bahaya pada seseorang yang serupa dengan tanah pekuburan ini. Apakah lima ini? [269]

(1) “Di sini, seseorang melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia tidak murni, seperti halnya tanah pekuburan yang tidak murni, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

(2) “Karena ia melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, maka ia memperoleh reputasi buruk. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia berbau busuk. Seperti halnya tanah pekuburan yang berbau busuk, Aku katakan, orang ini serupa dengan itu.

(3) “Karena ia melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, maka teman-temannya para bhikkhu menghindarinya dari jauh. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia [dianggap sebagai] berbahaya. Seperti halnya tanah pekuburan [dianggap sebagai] berbahaya, Aku katakan, orang ini serupa dengan itu.

(4) “Dengan melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, ia berdiam bersama dengan orang-orang yang serupa dengan dirinya. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia menjadi alam bagi [orang-orang] jahat. Seperti halnya tanah pekuburan menjadi alam bagi makhluk-makhluk halus yang jahat, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

(5) “Setelah melihatnya melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, teman-temannya para bhikkhu yang berperilaku baik mengeluhkannya, dengan berkata: ‘Oh, betapa menderitanya kami menetap bersama orang-orang demikian!’ Ini, Aku katakan, adalah bagaimana mereka menangis karenanya. Seperti halnya tanah pekuburan adalah [sebuah tempat di mana] banyak orang menangis, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima bahaya itu yang serupa dengan tanah pekuburan.” [270]

250 (10) Kepercayaan pada Seseorang

“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini dalam mendasarkan kepercayaan pada seseorang. Apakah lima ini?

(1) “Orang yang padanya seseorang memiliki kepercayaan penuh mungkin melakukan suatu pelanggaran yang karenanya Saṅgha menangguhkannya. Orang itu [yang memiliki kepercayaan padanya] berpikir: ‘Orang yang kusukai dan kusenangi telah ditangguhkan oleh Saṅgha.’ Kemudian ia kehilangan kepercayaan pada para bhikkhu. Karena ia kehilangan kepercayaan pada para bhikkhu, maka ia tidak bergaul dengan para bhikkhu lainnya. Karena ia tidak bergaul dengan para bhikkhu lainnya, maka ia tidak mendengarkan Dhamma sejati. Karena ia tidak mendengarkan Dhamma sejati, maka ia jatuh dari Dhamma sejati. Ini adalah bahaya pertama dalam mendasarkan kepercayaan pada seseorang.

(2) “Kemudian, orang yang padanya seseorang memiliki kepercayaan penuh mungkin melakukan suatu pelanggaran yang karenanya Saṅgha menghukumnya duduk di belakang.<1233> Orang itu [yang memiliki kepercayaan padanya] berpikir: ‘Saṅgha telah menghukum orang yang kusukai dan kusenangi itu dengan duduk di belakang’ Kemudian ia kehilangan kepercayaan pada para bhikkhu ... Karena ia tidak mendengarkan Dhamma sejati, maka ia jatuh dari Dhamma sejati. Ini adalah bahaya ke dua dalam mendasarkan kepercayaan pada seseorang.

(3) “Kemudian, orang yang padanya seseorang memiliki kepercayaan penuh mungkin pergi ke tempat lain … (4) … mungkin lepas jubah … (5) … mungkin meninggal dunia. Orang itu [yang memiliki kepercayaan padanya] berpikir: ‘Orang yang kusukai dan kusenangi [telah pergi ke tempat lain … telah lepas jubah … ] telah meninggal dunia.’<1234> Ia tidak bergaul dengan para bhikkhu lainnya. Karena ia tidak bergaul dengan para bhikkhu lainnya, maka ia tidak mendengarkan Dhamma sejati. Karena ia tidak mendengarkan Dhamma sejati, maka ia jatuh dari Dhamma sejati. Ini adalah bahaya ke lima dalam mendasarkan kepercayaan pada seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah lima bahaya dalam mendasarkan kepercayaan pada seseorang.” [271]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #42 on: 12 March 2013, 02:39:26 AM »
LIMA PULUH KE ENAM
   

I. PENAHBISAN PENUH<1235>

251 (1) Yang Memberikan Penahbisan Penuh

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu boleh memberikan penahbisan penuh.<1236> Apakah lima ini? Di sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan; ia memiliki kelompok konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan; ia memiliki kelompok kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan; ia memiliki kelompok kebebasan dari seorang yang melampaui latihan; ia memiliki kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan.”

252 (2) Bergantung

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu boleh memberikan kebergantungan.<1237> Apakah lima ini? Di sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral … kelompok konsentrasi … kelompok kebijaksanaan … kelompok kebebasan … kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu boleh memberikan kebergantungan.”

253 (3) Samaṇera

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu boleh dilayani oleh seorang samaṇera. Apakah lima ini? sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral … kelompok konsentrasi … kelompok kebijaksanaan … kelompok kebebasan … kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu boleh dilayani oleh seorang samaṇera.” [272]

254 (4) Kekikiran

“Para bhikkhu, ada lima jenis kekikiran ini. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga, kekikiran sehubungan dengan perolehan, kekikiran sehubungan dengan pujian, dan kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Di antara kelima jenis kekikiran ini, yang paling buruk<1238> adalah kekikiran sehubungan dengan Dhamma.”

255 (5) Meninggalkan Kekikiran

“Para bhikkhu, kehidupan spiritual dijalani untuk meninggalkan dan melenyapkan lima jenis kekikiran. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga, kekikiran sehubungan dengan perolehan, kekikiran sehubungan dengan pujian, dan kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Kehidupan spiritual dijalani untuk meninggalkan dan melenyapkan kelima jenis kekikiran ini.”

256 (6) Jhāna Pertama

“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan kelima hal ini, seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga, kekikiran sehubungan dengan perolehan, kekikiran sehubungan dengan pujian, dan kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Tanpa meninggalkan kelima hal ini seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.

“Para bhikkhu, setelah meninggalkan kelima hal ini, seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal … kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Setelah meninggalkan kelima hal ini seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.”

257 (7) – 263 (13) Jhāna ke Dua, dan seterusnya <1239>

“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan kelima hal ini, seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna ke tiga … jhāna ke empat … seseorang tidak mampu merealisasikan buah memasuki-arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali … buah Kearahattaan. Apakah lima ini? [273] Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal … kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Tanpa meninggalkan kelima hal ini seseorang tidak mampu merealisasi buah Kearahattaan.

“Para bhikkhu, setelah meninggalkan kelima hal ini, seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna ke tiga … jhāna ke empat … seseorang mampu merealisasikan buah memasuki-arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali … buah Kearahattaan. Apakah lima ini? [273] Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal … kekikiran sehubungan dengan Dhamma. Setelah meninggalkan kelima hal ini seseorang mampu merealisasi buah Kearahattaan.”

264 (14) Yang Lain Tentang Jhāna Pertama

“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan kelima hal ini, seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga, kekikiran sehubungan dengan perolehan, kekikiran sehubungan dengan pujian, dan tidak bersyukur atau tidak berterima kasih. Tanpa meninggalkan kelima hal ini seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.

“Para bhikkhu, setelah meninggalkan kelima hal ini, seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga, kekikiran sehubungan dengan perolehan, kekikiran sehubungan dengan pujian, dan bersyukur atau berterima kasih. Setelah meninggalkan kelima hal ini seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.”

265 (15) – 271 (21) Yang Lain Tentang Jhāna ke Dua, dan seterusnya

“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan kelima hal ini, seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna ke tiga … jhāna ke empat … seseorang tidak mampu merealisasikan buah memasuki-arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali … buah Kearahattaan. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal … tidak bersyukur atau tidak berterima kasih. Tanpa meninggalkan kelima hal ini seseorang tidak mampu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.

“Para bhikkhu, setelah meninggalkan kelima hal ini, seseorang mampu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna ke tiga … jhāna ke empat … seseorang tidak mampu merealisasikan buah memasuki-arus … buah yang-kembali-sekali … buah yang-tidak-kembali … buah Kearahattaan. Apakah lima ini? Kekikiran sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kekikiran sehubungan dengan keluarga-keluarga … bersyukur atau berterima kasih. Setelah meninggalkan kelima hal ini seseorang mampu masuk dan berdiam dalam buah Kearahattaan.” [274]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #43 on: 12 March 2013, 02:39:46 AM »
KHOTBAH-KHOTBAH TAMBAHAN PADA BAB INI<1240>

I. RANGKAIAN PENGULANGAN DITUNJUK

272 (1) Seorang Petugas Pembagi Makanan

(1) “Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan.<1241> Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan; ia memasuki jalan yang salah karena kebencian; ia memasuki jalan yang salah karena delusi; ia memasuki jalan yang salah karena ketakutan; ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan.

“Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan; ia tidak memasuki jalan yang salah karena kebencian; ia tidak memasuki jalan yang salah karena delusi; ia tidak memasuki jalan yang salah karena ketakutan; ia mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan.”

(2) “Para bhikkhu, jika seseorang yang memiliki lima kualitas ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak boleh diutus.<1242> Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Jika seseorang yang memiliki kelima kualitas ini ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak boleh diutus.

“Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas, jika ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia boleh diutus. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini, jika ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia boleh diutus.”

(3) “Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas harus dipahami sebagai dungu. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini harus dipahami sebagai dungu.

“Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas harus dipahami sebagai bijaksana. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini harus dipahami sebagai bijaksana.”

(4) “Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka.

“Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka.

(5) “Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

(5) “Para bhikkhu, seorang petugas pembagi makanan yang memiliki lima kualitas ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [makanan] yang mana yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seorang petugas pembagi makanan yang memiliki kelima kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

273 (2) – 284 (13) Seorang Petugas Pemberi Tempat Tinggal, dan seterusnya
 
(273) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pemberi tempat tinggal.<1243> Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia tidak mengetahui [tempat tinggal] yang mana yang telah diberikan  dan yang mana yang belum didiberikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pemberi tempat tinggal. Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia mengetahui [tempat tinggal] yang mana yang telah diberikan  dan yang mana yang belum diberikan. …”

(274)  “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi tempat tinggal.<1244> … ia tidak mengetahui [tempat tinggal] yang mana yang telah dialokasikan  dan yang mana yang belum dialokasikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi tempat tinggal. … ia mengetahui [tempat tinggal] yang mana yang telah dialokasikan dan yang mana yang belum dialokasikan. …”

(275) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas penjaga gudang … ia tidak mengetahui [barang-barang] apa yang sedang dilindungi  dan apa yang tidak sedang dilindungi. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas penjaga gudang … ia mengetahui [barang-barang] apa yang sedang dilindungi  dan apa yang tidak sedang dilindungi. …”

(276) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas penerima bahan jubah … ia tidak mengetahui [bahan jubah] yang mana yang telah diterima  dan mana yang belum diterima. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas penerima bahan jubah [275] … ia mengetahui [bahan jubah] yang mana yang telah diterima  dan mana yang belum diterima. …”

(277) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi bahan jubah … ia tidak mengetahui [bahan jubah] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi bahan jubah … ia mengetahui [bahan jubah] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. …”

(278 ) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi bubur beras … ia tidak mengetahui [bubur beras] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi bubur beras … ia mengetahui [bubur beras] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. …”

(279) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi buah … ia tidak mengetahui [buah] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi bubur beras … ia mengetahui [buah] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. …”

(280) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi kue … ia tidak mengetahui [kue] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi kue … ia mengetahui [kue] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. …”

(281) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi barang perlengkapan kecil … ia tidak mengetahui [barang perlengkapan kecil] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi kue … ia mengetahui [barang perlengkapan kecil] yang mana yang telah dibagikan  dan mana yang belum dibagikan. …”

(282) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi jubah hujan. … ia tidak mengetahui [jubah hujan] yang mana yang telah dialokasikan  dan yang mana yang belum dialokasikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi jubah hujan. … ia mengetahui [jubah hujan] yang mana yang telah dialokasikan dan yang mana yang belum dialokasikan. …”

(283) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi mangkuk. … ia tidak mengetahui [mangkuk] yang mana yang telah dialokasikan  dan yang mana yang belum dialokasikan. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang petugas pengalokasi mangkuk. … ia mengetahui [mangkuk] yang mana yang telah dialokasikan dan yang mana yang belum dialokasikan. …”

 (284) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas para pelayan vihara. … ia tidak mengetahui [pelayan vihara] yang mana yang telah diawasi  dan yang mana yang belum diawasi. … Para Bhikkhu, seorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas pelayan vihara. … ia mengetahui [pelayan vihara] yang mana yang telah diawasi  dan yang mana yang belum diawasi  . …”

285 (14) Pengawas Samaṇera

(1) “Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia tidak mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini tidak boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera.

“Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini boleh ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera.”

(2) “Para bhikkhu, jika seseorang yang memiliki lima kualitas ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera, maka ia tidak boleh diutus. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini jika ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera, maka ia tidak boleh diutus.

“Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas, jika ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera, maka ia boleh diutus. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini, jika ditunjuk sebagai seorang pengawas samaṇera, maka ia boleh diutus.”

(3) “Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas harus dipahami sebagai dungu. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini harus dipahami sebagai dungu.

“Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas harus dipahami sebagai bijaksana. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini harus dipahami sebagai bijaksana.”

(4) “Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka.

“Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka.

(5) “Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah karena keinginan …  ia tidak mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

(5) “Para bhikkhu, seorang pengawas samaṇera yang memiliki lima kualitas ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia tidak memasuki jalan yang salah karena keinginan … ia mengetahui [samaṇera] yang mana yang telah diawasi dan yang mana yang belum diawasi. Seorang pengawas samaṇera yang memiliki kelima kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #44 on: 12 March 2013, 02:40:14 AM »
II. RANGKAIAN PENGULANGAN ATURAN LATIHAN

286 (1) Seorang Bhikkhu

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia adalah seorang yang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, tidak menjalankan kehidupan selibat,<1245> berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. [276] Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhu ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia adalah seorang yang menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari aktivitas seksual,<1246> menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhu ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

287 (2) – 290 (5) Seorang Bhikkhunī, dan seterusnya

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhunī … seorang perempuan dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia membunuh …  dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhunī … seorang perempuan dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhunī … seorang perempuan dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia menghindari membunuh …  dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang bhikkhunī … seorang perempuan dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

291 (6) – 292 (7) Umat Awam Laki-Laki dan Umat Awam Perempuan

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam laki-laki … seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah,<1247> berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang umat awam laki-laki … seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang umat awam laki-laki … seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki kelima kualitas ini, seorang umat awam laki-laki … seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

293 (8 ) Seorang Ājīvaka

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang Ājīvaka ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.<1248> Apakah lima ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, tidak menjalankan kehidupan selibat, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang Ājīvaka ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.”

294 (9) – 302 (17) Seorang Nigaṇṭha, dan seterusnya

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang Nigaṇṭha … seorang siswa berambut gundul … seorang petapa berambut kusut … seorang pengembara … seorang māgandika … seorang tedaṇḍika … seorang āruddhaka … seorang gotamaka [277] … seorang devadhammika ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.<1249> Apakah lima ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, tidak menjalankan kehidupan selibat, berbohong, dan meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Dengan memiliki lima kualitas, seorang devadhammika ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.”

 

anything