//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT  (Read 17375 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« on: 15 February 2013, 05:35:07 AM »
[1] BUKU KELOMPOK EMPAT

[/b]Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #1 on: 15 February 2013, 05:36:50 AM »
LIMA PULUH PERTAMA


I. BHAṆḌAGĀMA

1 (1) Dipahami

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para penduduk Vajji di Bhaṇḍagāma. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:<618>

“Para bhikkhu, adalah karena tidak memahami dan tidak menembus empat hal maka kalian dan Aku telah berkelana dan mengembara dalam waktu yang sangat lama.<619> Apakah empat ini?

“Adalah, para bhikkhu, karena tidak memahami dan tidak menembus perilaku bermoral yang mulia, konsentrasi yang mulia, kebijaksanaan yang mulia, dan kebebasan yang mulia maka kalian dan Aku telah berkelana dan mengembara dalam waktu yang sangat lama.

“Perilaku bermoral yang mulia telah dipahami dan ditembus. Konsentrasi yang mulia telah dipahami dan ditembus. Kebijaksanaan yang mulia telah dipahami dan ditembus.
Kebebasan yang mulia telah dipahami dan ditembus. Ketagihan pada penjelmaan telah dipotong; saluran penjelmaan telah dihancurkan;<620> sekarang tidak ada lagi penjelmaan baru.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia, Sang Guru, lebih lanjut berkata sebagai berikut: [2]

   “Perilaku bermoral, konsentrasi, kebijaksanaan,
   Dan kebebasan yang tidak terlampaui:
   Hal-hal ini Gotama yang termasyhur
   Telah dipahami oleh diriNya sendiri

   “Setelah secara langsung mengetahui hal-hal ini,
   Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu.
   Sang Guru, sang pembuat-akhir penderitaan,
   Seorang dengan Penglihatan, telah mencapai nibbāna.”<621>

2 (2) Terjatuh

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, seseorang yang tidak memiliki empat hal ini dikatakan telah jatuh dari Dhamma dan disiplin ini. Apakah empat ini? (1) Seorang yang tidak memiliki perilaku bermoral yang mulia dikatakan telah jatuh dari Dhamma dan disiplin ini. (2) Seorang yang tidak memiliki konsentrasi yang mulia … (3) Seorang yang tidak memiliki kebijaksanaan yang mulia … (4) Seorang yang tidak memiliki kebebasan yang mulia dikatakan telah jatuh dari Dhamma dan disiplin ini. Seseorang yang tidak memiliki empat hal ini dikatakan telah jatuh dari Dhamma dan disiplin ini

“Tetapi, para bhikkhu, seseorang yang memiliki empat hal ini dikatakan aman<622> dalam Dhamma dan disiplin ini. Apakah empat ini? (1) Seorang yang memiliki perilaku bermoral yang mulia dikatakan aman dalam Dhamma dan disiplin ini. (2) Seorang yang memiliki konsentrasi yang mulia … (3) Seorang yang memiliki kebijaksanaan yang mulia … (4) Seorang yang memiliki kebebasan yang mulia dikatakan aman dalam Dhamma dan disiplin ini. Seseorang yang memiliki empat hal ini dikatakan aman dalam Dhamma dan disiplin ini.”

   Roboh dan terjatuh, mereka jatuh;
   Yang serakah kembali lagi.
   Tugas telah dilakukan, kenikmatan telah dinikmati;
   Kebahagiaan dicapai melalui kebahagiaan.<623>

3 (3) Celaka (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela [3] dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan. Apakah empat ini?

(1) “Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela.  (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. (3) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. Dengan memiliki empat kualitas ini, orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, orang bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa. Apakah empat ini?

(1) “Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela. (2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji. (3) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. Dengan memiliki empat kualitas ini, orang bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa.

   Ia yang memuji seorang yang layak dicela,
   Atau mencela seorang yang layak dipuji,
   Dengan mulutnya melemparkan lemparan yang tidak beruntung
   Yang karenanya ia tidak menemukan kebahagiaan.<624>

   Lemparan dadu yang tidak beruntung adalah kecil
   Yang mengakibatkan hilangnya kekayaan seseorang,
   [hilang] segalanya, termasuk dirinya;
   Lemparan yang jauh lebih tidak beruntung
Adalah memendam kebencian terhadap mereka Yang Berbahagia.<625>

Selama seratus ribu tiga puluh enam
Nirabbuda, ditambah lima abbuda, [4]
   Pencela para mulia pergi ke neraka,
   Setelah memfitnah mereka dengan ucapan dan pikiran jahat.<626>

4 (4) Celaka (2)

“Para bhikkhu, dengan berperilaku buruk terhadap empat orang, si dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan. Apakah empat ini? (1) Dengan berperilaku buruk terhadap ibunya, si dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan. (2) Dengan berperilaku buruk terhadap ayahnya … (3) Dengan berperilaku buruk terhadap Sang Tathāgata … (4) Dengan berperilaku buruk terhadap seorang siswa Sang Tathāgata … Dengan berperilaku buruk terhadap empat orang ini, si dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.

“Para bhikkhu, dengan berperilaku baik terhadap empat orang, sang bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa. Apakah empat ini? (1) Dengan berperilaku baik terhadap ibunya, sang bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa. (2) Dengan berperilaku baik terhadap ayahnya … (3) Dengan berperilaku baik terhadap Sang Tathāgata … (4) Dengan berperilaku baik terhadap seorang siswa Sang Tathāgata … Dengan berperilaku baik terhadap empat orang ini, sang bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa.

   Seorang yang berperilaku buruk
   Terhadap ibu dan ayahnya,
   Terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
   Atau terhadap siswaNya, [5]
   Menghasilkan banyak keburukan.

   Karena perilaku yang tidak baik itu
   Terhadap ibu dan ayahnya,
   Para bijaksana mengkritiknya di sini dalam kehidupan ini
   Dan setelah kematian ia pergi ke alam sengsara.

   Seorang yang berperilaku baik
   Terhadap ibu dan ayahnya,
   Terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
   Atau terhadap siswaNya,
   Menghasilkan banyak jasa.

   Karena perilaku yang baik itu
   Terhadap ibu dan ayahnya,
   Para bijaksana memujinya di sini dalam kehidupan ini
   Dan setelah kematian ia pergi ke alam surga.<627>

5 (5) Mengikuti Arus

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang mengikuti arus; orang yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran; dan orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan yang tinggi.<628>

(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.

(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang melawan arus.

(3) “Dan apakah orang yang kokoh dalam pikiran? Di sini, dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah, seseorang terlahir spontan, pasti mencapai nibbāna di sana tanpa pernah kembali dari alam itu. Ini disebut orang yang kokoh dalam pikiran.

(4) “Dan apakah orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas tanah yang tinggi? [6] Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seseorang telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ini disebut orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan yang tinggi.

“Ini, para bihkkhu, adalah empat jenis orang yang terdapat di dunia.”

   Orang-orang itu yang tidak terkendali dalam kenikmatan indria,
   Tidak bebas dari nafsu, menikmati kenikmatan indria di sini,
   Berulang-ulang kembali pada<629> kelahiran dan penuaan,
   “Orang-orang yang mengikuti arus” tenggelam dalam ketagihan,

   Oleh karena itu seorang bijaksana dengan perhatian ditegakkan,
   Dengan tidak mendekati kenikmatan indria dan perbuatan buruk,
   Harus meninggalkan kenikmatan indria walaupun menyakitkan:
   Mereka menyebut orang ini “orang yang melawan arus.”

   Orang yang telah meninggalkan lima kekotoran,
   Seorang yang masih berlatih yang telah terpenuhi,<630> tidak mungkin mundur,
   Telah mencapai penguasaan pikiran, indria-indrianya tenang:
   Orang ini disebut “orang yang kokoh dalam pikiran.”

   Orang yang telah memahami hal-hal yang tinggi maupun rendah,
   Membakarnya, sehingga lenyap dan tidak ada lagi:
   Orang bijaksana yang telah menjalani kehidupan spiritual,
   Telah mencapai akhir dunia, disebut
   “Orang yang menyeberang.”

6 (6) Seorang yang Sedikit Belajar

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang sedikit belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari; orang yang sedikit belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari; orang yang banyak belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari; orang yang banyak belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari;

(1) “Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari? [7] Di sini, seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban<631> - tetapi ia tidak memahami makna dari apa yang telah ia pelajari, ia tidak memahami Dhamma; dan ia tidak berlatih sesuai Dhamma. Dengan demikian, maka orang itu adalah orang yang sedikit belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari

(2) “Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari? Di sini, seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah … pertanyaan-dan-jawaban – tetapi setelah memahami makna dari apa yang telah ia pelajari, dan setelah memahami Dhamma, ia berlatih sesuai Dhamma. Dengan demikian, maka orang itu adalah orang yang sedikit belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari.

(3) “Dan bagaimanakah orang yang banyak belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari? Di sini, seseorang telah mempelajari banyak – yaitu, khotbah-khotbah … pertanyaan-dan-jawaban – tetapi ia tidak memahami makna dari apa yang telah ia pelajari, ia tidak memahami Dhamma; dan ia tidak berlatih sesuai Dhamma. Dengan demikian, maka orang itu adalah orang yang banyak belajar yang tidak bertekad pada apa yang telah ia pelajari.

(4) “Dan bagaimanakah orang yang banyak belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari? Di sini, seseorang telah mempelajari banyak – yaitu, khotbah-khotbah … pertanyaan-dan-jawaban – dan setelah memahami makna dari apa yang telah ia pelajari, dan setelah memahami Dhamma, ia berlatih sesuai Dhamma. Dengan demikian, maka orang itu adalah orang yang banyak belajar yang bertekad pada apa yang telah ia pelajari.

“Ini, para bhikkhu, adalah  ada empat jenis orang ini terdapat di dunia.”

   Jika seseorang sedikit belajar
   Dan tidak kokoh dalam moralitas,
   Mereka mengkritiknya dalam kedua hal,
   Perilaku bermoral dan pembelajaran.

   Jika seseorang sedikit belajar
   Namun kokoh dengan baik dalam moralitas,
   Mereka memujinya atas perilaku bermoralnya;
   Pembelajarannya telah berhasil.<632>

   Jika seseorang banyak belajar
   Namun tidak kokoh dalam moralitas,
   Mereka mengkritiknya atas ketiadaan moralitasnya;
   Pembelajaran belum berhasil.

   Jika seseorang banyak belajar
   Dan kokoh dengan baik dalam moralitas,
   Mereka memujinya dalam kedua hal;
   Perilaku bermoral dan pembelajaran.

   Ketika seorang siswa Sang Buddha banyak belajar,
   Seorang ahli Dhamma, memiliki kebijaksanaan,
   Bagaikan kepingan uang yang terbuat dari emas gunung yang dihaluskan,
   Siapakah yang pantas mencelanya?
   Bahkan para deva memuji seorang demikian;
   Brahmā juga memujinya.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #2 on: 15 February 2013, 05:38:32 AM »
7 (7) Mereka Menghias

“Para bhikkhu, empat jenis orang ini yang kompeten, disiplin percaya-diri, terpelajar, ahli dalam Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, menghias Saṅgha. Apakah empat ini?

(1) “seorang bhikkhu yang kompeten, disiplin, percaya-diri, terpelajar, ahli dalam Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, menghias Saṅgha. (2) Seorang bhikkhunī yang kompeten … (3) Seorang umat awam laki-laki yang kompeten … (4) Seorang umat awam perempuan yang kompeten, disiplin berkeyakinan-diri, terpelajar, ahli dalam Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, menghias Saṅgha.

“Para bhikkhu, empat jenis orang ini yang kompeten, disiplin, percaya-diri, terpelajar, ahli dalam Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, menghias Saṅgha.

   Seorang yang kompeten dan percaya-diri,
   Terpelajar, seorang ahli dalam Dhamma,
   Berlatih sesuai Dhamma,
   Disebut sebuah hiasan Saṅgha.

   Seorang bhikkhu yang sempurna dalam moralitas,
   Seorang bhikkhunī yang terpelajar
   Seorang umat awam laki-laki yang memiliki keyakinan
   Seorang umat awam perempuan yang memiliki keyakinan;
   Mereka ini adalah orang-orang yang menghias Saṅgha;
   Mereka ini adalah hiasan Saṅgha.

8 (8 ) Kepercayaan-diri

“Para bhikkhu, ada empat jenis kepercayaan diri ini yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau menyatakan posisinya sebagai sapi pemimpin, [9] mengaumkan auman singaNya di dalam kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.<633> Apakah empat ini?

(1) “Aku tidak melihat landasan apa pun yang dengan berdasarkan pada landasan itu seorang petapa atau brahmana atau deva atau Māra atau Brahmā atau siapa pun di dunia dapat dengan logis mencelaKu, dengan mengatakan: ‘Walaupun Engkau mengaku tercerahkan sempurna, namun Engkau tidak sepenuhnya tercerahkan sehubungan dengan hal-hal ini.’ Karena aku tidak melihat landasan demikian, naka Aku berdiam aman, tanpa takut, dan percaya diri.

(2) “Aku tidak melihat landasan apa pun yang dengan berdasarkan pada landasan itu seorang petapa atau brahmana atau deva atau Māra atau Brahmā atau siapa pun di dunia dapat dengan logis mencelaKu, dengan mengatakan: ‘Walaupun Engkau mengaku noda-nodanya telah dihancurnya, namun Engkau tidak sepenuhnya menghancurkan noda-noda ini.’ Karena aku tidak melihat landasan demikian, naka Aku berdiam aman, tanpa takut, dan percaya diri.

(3) “Aku tidak melihat landasan apa pun yang dengan berdasarkan pada landasan itu seorang petapa atau brahmana atau deva atau Māra atau Brahmā atau siapa pun di dunia dapat dengan logis mencelaKu, dengan mengatakan: ‘Hal-hal ini yang Engkau katakan sebagai penghalang tidak mampu menghalangi orang yang menekuninya.’ Karena aku tidak melihat landasan demikian, naka Aku berdiam aman, tanpa takut, dan percaya diri.

(4) “Aku tidak melihat landasan apa pun yang dengan berdasarkan pada landasan itu seorang petapa atau brahmana atau deva atau Māra atau Brahmā atau siapa pun di dunia dapat dengan logis mencelaKu, dengan mengatakan: ‘Dhamma tidak menuntun seseorang menuju kehancuran total penderitaan, tujuan yang karenanya engkau mengajarkannya.’<634> Karena aku tidak melihat landasan demikian, naka Aku berdiam aman, tanpa takut, dan percaya diri.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis kepercayaan diri yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau menyatakan posisinya sebagai sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di dalam kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.”

   Jalan-jalan doktrin ini
   Yang diformulasikan dalam berbagai macam cara,
   Yang diandalkan oleh para petapa dan brahmana,
   Tidak mencapai Sang Tathāgata,
   Yang percaya diri yang telah melewati
   Melampaui jalan-jalan doktrin.<635>

   Sempurna, setelah mengatasi [segalanya],
   Beliau memutar roda Dhamma
   Demi belas kasihan pada semua makhluk.
   Makhluk-makhluk bersujud kepada orang demikian,
   Yang terbaik di antara para deva dan manusia,
   Yang telah melampaui penjelmaan. [10]

9 (9) Ketagihan

“Para bhikkhu, ada empat cara ini di mana ketagihan muncul pada seorang bhikkhu. Apakah empat ini? Ketagihan muncul pada seorang bhikkhu karena jubah, makanan, tempat tinggal, atau demi kehidupan di sini atau di tempat lain.<636>
   
   Dengan ketagihan sebagai pendamping
   Seseorang mengembara sepanjang waktu yang lama ini.
   Pergi dari satu kondisi ke kondisi lainnya,
   Ia tidak mengatasi saṃsāra.

   Setelah mengetahui bahaya ini –
   Bahwa ketagihan adalah asal-mula penderitaan –
   Dengan terbebas dari ketagihan, hampa dari genggaman,
   Seorang bhikkhu harus mengembara dengan penuh perhatian.

10 (10) Ikatan

“Para bhikkhu, ada empat ikatan ini. Apakah empat ini? Ikatan indriawi, ikatan penjelmaan, ikatan pandangan, dan ikatan ketidak-tahuan.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, ikatan indriawi? Di sini, seseorang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria. Ketika seseorang tidak memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka nafsu indriawi, kesenangan indriawi, kasih sayang indriawi, ketergila-gilaan indriawi, kehausan indriawi, kegemaran indriawi, keterikatan indriawi, dan ketagihan indriawi berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan kenikmatan inderia. Ini disebut ikatan indriawi.

(2) “Demikianlah ikatan indriawi. Dan bagaimanakah terjadinya ikatan penjelmaan? Di sini, seseorang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kondisi-kondisi penjelmaan.<637> Ketika seseorang tidak memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka nafsu pada penjelmaan, kesenangan pada penjelmaan, kasih sayang pada penjelmaan, ketergila-gilaan pada penjelmaan, kehausan pada penjelmaan, kegemaran pada penjelmaan, keterikatan pada penjelmaan, dan ketagihan pada penjelmaan berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan penjelmaan. Ini disebut ikatan penjelmaan.

(3) “Demikianlah ikatan indriawi dan ikatan penjelmaan. Dan bagaimanakah terjadinya ikatan pandangan? Di sini, seseorang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan pandangan-pandangan. Ketika seseorang tidak memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, [11] maka nafsu pada pandangan-pandangan, kesenangan pada pandangan-pandangan, kasih sayang pada pandangan-pandangan, ketergila-gilaan pada pandangan-pandangan, kehausan pada pandangan-pandangan, kegemaran pada pandangan-pandangan, keterikatan pada pandangan-pandangan, dan ketagihan pada pandangan-pandangan berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan pandangan-pandangan. Ini disebut ikatan pandangan-pandangan.

(4) “Demikianlah ikatan indriawi, ikatan penjelmaan, dan ikatan pandangan. Dan bagaimanakah terjadinya ikatan ketidak-tahuan? Di sini, seseorang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan enam landasan kontak. Ketika seseorang tidak memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka, kebodohan dan ketidak-tahuan berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan enam landasan kontak. Ini disebut ikatan ketidak-tahuan. Demikianlah ikatan indriawi, ikatan penjelmaan, ikatan pandangan, dan ikatan ketidak-tahuan.

“Seseorang terbelenggu oleh kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang mengotori, menghasilkan penjelmaan baru, menyusahkan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan; oleh karena itu ia dikatakan ‘tidak aman dari belenggu.’ Ini adalah keempat ikatan itu.

“Ada, para bhikkhu, empat pemutusan ikatan ini. Apakah empat itu? Pemutusan ikatan indriawi, pemutusan ikatan penjelmaan, pemutusan ikatan pandangan, dan pemutusan ikatan ketidak-tahuan.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, pemutusan ikatan indriawi? Di sini, seseorang memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria. Ketika seseorang memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka nafsu indriawi, kesenangan indriawi, kasih sayang indriawi, ketergila-gilaan indriawi, kehausan indriawi, kegemaran indriawi, keterikatan indriawi, dan ketagihan indriawi tidak berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan kenikmatan indria. Ini disebut pemutusan ikatan indriawi.

(2) “Demikianlah pemutusan ikatan indriawi. Dan bagaimanakah terjadinya pemutusan ikatan penjelmaan? Di sini, seseorang memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kondisi-kondisi penjelmaan. Ketika seseorang memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka nafsu pada penjelmaan, kesenangan pada penjelmaan, kasih sayang pada penjelmaan, ketergila-gilaan pada penjelmaan, kehausan pada penjelmaan, kegemaran pada penjelmaan, keterikatan pada penjelmaan, dan ketagihan pada penjelmaan tidak berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan penjelmaan. Ini disebut pemutusan ikatan penjelmaan.

(3) “Demikianlah pemutusan ikatan indriawi dan pemutusan ikatan penjelmaan. Dan bagaimanakah terjadinya pemutusan ikatan pandangan? Di sini, seseorang memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan [12] jalan membebaskan diri sehubungan dengan pandangan-pandangan. Ketika seseorang memahami hal-hal ini sebagaimana adanya,] maka nafsu pada pandangan-pandangan, kesenangan pada pandangan-pandangan, kasih sayang pada pandangan-pandangan, ketergila-gilaan pada pandangan-pandangan, kehausan pada pandangan-pandangan, kegemaran pada pandangan-pandangan, keterikatan pada pandangan-pandangan, dan ketagihan pada pandangan-pandangan tidak berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan pandangan-pandangan. Ini disebut pemutusan ikatan pandangan-pandangan.

(4) “Demikianlah pemutusan ikatan indriawi, ikatan pemutusan penjelmaan, dan ikatan pemutusan pandangan. Dan bagaimanakah terjadinya pemutusan ikatan ketidak-tahuan? Di sini, seseorang memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan enam landasan kontak. Ketika seseorang memahami hal-hal ini sebagaimana adanya, maka, kebodohan dan ketidak-tahuan tidak berdiam dalam diri seseorang sehubungan dengan enam landasan kontak. Ini disebut pemutusan ikatan ketidak-tahuan. Demikianlah pemutusan ikatan indriawi, ikatan pemutusan penjelmaan, pemutusan ikatan pandangan, dan pemutusan ikatan ketidak-tahuan.

“Seorang terlepas dari kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang mengotori, menghasilkan penjelmaan baru, menyusahkan, matang dalam penderitaan, mengarah pada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan; oleh karena itu ia dikatakan ‘aman dari belenggu.’ Ini adalah keempat pemutusan ikatan itu.”

   Terbelenggu oleh ikatan indriawi
   Dan ikatan penjelmaan,
   Terbelenggu oleh ikatan pandangan,
   Yang didahului oleh ketidak-tahuan,
   Makhluk-makhluk berlanjut dalam saṃsāra,
   Yang mengarah pada kelahiran dan kematian.

   Tetapi setelah sepenuhnya memahami
   Kenikmatan-kenikmatan indria dan ikatan penjelmaan,
   Setelah mencabut ikatan pandangan
   Dan meleburkan ketidak-tahuan,
   Para bijaksana telah memutuskan segala ikatan;
   Mereka telah melampaui belenggu.<638> [13]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #3 on: 15 February 2013, 05:39:03 AM »
II. BERJALAN

11 (1) Berjalan <639>

(1) “Para bhikkhu, jika pikiran indriawi, pikiran berniat buruk, atau pikiran mencelakai muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu sedang berjalan, dan ia membiarkannya, tidak meninggalkannya, tidak menghalaunya, tidak menghentikannya, dan tidak melenyapkannya, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai hampa dari semangat dan rasa takut bermoral; ia secara terus-menerus dan tanpa henti menjadi malas dan tanpa kegigihan ketika sedang berjalan.

(2) “Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang berdiri … (3) Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang duduk … (4) Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang berbaring terjaga, dan ia membiarkannya, tidak meninggalkannya, tidak menghalaunya, tidak menghentikannya, dan tidak melenyapkannya, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai hampa dari semangat dan rasa takut bermoral; ia secara terus-menerus dan tanpa henti menjadi malas dan tanpa kegigihan ketika sedang berbaring terjaga.

(1) “tetapi, para bhikkhu, jika pikiran indriawi, pikiran berniat buruk, atau pikiran mencelakai muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu sedang berjalan, tetapi ia tidak membiarkannya, melainkan meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan perbuatan salah; ia secara terus-menerus dan tanpa henti penuh semangat dan tanpa bertekad ketika sedang berjalan.

(2) “Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang berdiri … (3) Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang duduk … (4) Jika pikiran indriawi … muncul dalam diri seorang bhikkhu sewaktu ia sedang berbaring terjaga, dan ia tidak membiarkannya, melainkan meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan perbuatan salah; ia secara terus-menerus dan tanpa henti menjadi penuh semangat dan tanpa bertekad ketika sedang berbaring terjaga.”

   Apakah berjalan atau berdiri,
   Duduk atau berbaring,
   Seseorang yang memikirkan pikiran-pikiran buruk
   Yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga
   Telah memasuki jalan mengerikan,
   Tergila-gila oleh hal-hal yang menyesatkan:
   Bhikkhu demikian tidak dapat mencapai
   Pencerahan tertinggi

   Tetapi seseorang yang, apakah berjalan,
   Berdiri, duduk, atau berbaring,
   Telah menenangkan pikiran-pikirannya
   Dan gembira dalam penenangan pikiran:
   Bhikkhu seperti ini dapat mencapai
   Pencerahan tertinggi.

12 (2) Perilaku Bermoral

“Para bhikkhu, berdiamlah dengan mematuhi perilaku bermoral, mematuhi Pātimokkha. Berdiamlah dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalan pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerimanya, berlatihlah dalam aturan-aturan latihan. Jika kalian telah melakukan demikian, apakah yang harus dilakukan lebih lanjut?

(1) “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk  ketika sedang berjalan; jika ia telah meninggalkan ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan;<640> jika kegigihannya telah dibangkitkan tanpa mengendur; jika perhatiannya telah ditegakkan dan tidak kacau; jika jasmaninya tenang dan tidak terganggu; jika pikirannya terkonsentrasi dan terpusat, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan perbuatan salah; ia terus-menerus dan tanpa henti penuh semangat dan bertekad sewaktu sedang berjalan.

(2) “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk  ketika sedang berdiri … (3) Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk  ketika sedang duduk … (4) Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk  ketika sedang berbaring terjaga; jika ia telah meninggalkan ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan; jika kegigihannya telah dibangkitkan tanpa mengendur; jika perhatiannya telah ditegakkan dan tidak kacau; jika jasmaninya tenang dan tidak terganggu; jika pikirannya terkonsentrasi dan terpusat, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan perbuatan salah; ia terus-menerus dan tanpa henti penuh semangat dan bertekad sewaktu sedang berbaring terjaga.”

   Terkendali ketika berjalan, terkendali ketika berdiri,
   Terkendali ketika duduk, dan ketika berbarung;
   Terkendali, seorang bhikkhu menarik anggota tubuhnya,
   Dan terkendali, ia merentangkannya.

   Ke atas, ke sekeliling, dan ke bawah,
   Sejauh mana dunia ini merentang,
   Ia adalah seorang yang memerika muncul dan lenyapnya
   Fenomena-fenomena kelompok-kelompok unsur kehidupan.

   Berlatih dalam apa yang kondusif
   Hingga ketenangan pikiran, selalu penuh perhatian,
   Mereka menyebut bhikkhu demikian
   Sebagai seorang yang terus-menerus bertekad.

13 (3) Usaha

“Para bhikkhu, ada empat usaha benar ini. Apakah empat ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan kinginan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. (2) Ia membangkitkan keinginan untuk meninggalkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. (3) Ia membangkitkan keinginan untuk memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. (4) Ia membangkitkan keinginan untuk mempertahankan kondisi-kondisi bermanfaat yang telah muncul, untuk ketidak-mundurannya, meningkatkannya, memperluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. Ini adalah empat usaha benar.”

   Mereka yang berusaha keras dengan benar
   Mengatasi alam Māra;
   Mereka tidak melekat,
   Melampaui ketakutan pada kelahiran dan kematian.

   Mereka puas dan tidak terpengaruh,
   Setelah menaklukkan Māra dan tunggangannya;
   Mereka yang berbahagia itu telah mengatasi
   Seluruh bala tentara Namuci.<641> [16]

14 (4) Pengendalian

“Para bhikkhu, ada empat usaha ini. Apakah empat ini? Usaha untuk mengendalikan, usaha untuk meninggalkan, usaha untuk mengembangkan, dan usaha untuk melindungi.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha untuk mengendalikan? Di sini, setelah melihat bentuk dengan mata, seorang bhikkhu tidak menggenggam tanda-tanda dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria mata tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan dapat menyerangnya. Ia berlatih mengendalikannya, ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Setelah mendengar suara dengan telinga … Setelah mencium bau-bauan dengan hidung … Setelah mengecap rasa kecapan dengan lidah … Setelah merasakan objek sentuhan dengan badan … Setelah mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, seorang bhikkhu tidak menggenggam tanda-tanda dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan dapat menyerangnya. Ia berlatih mengendalikannya, ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Ini disebut usaha untuk mengendalikan.

(2) “Dan apakah usaha untuk meninggalkan? Di sini, seorang bhikkhu tidak membiarkan pikiran indriawi yang telah muncul; ia meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya. Ia tidak membiarkan pikiran berniat buruk yang telah muncul … pikiran mencelakai yang telah muncul … kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat kapan pun munculnya; ia meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya. Ini disebut usaha untuk meninggalkan.

(3) “Dan apakah usaha untuk mengembangkan? Di sini, seorang bhikkhu mengembangkan faktor pencerahan perhatian, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang dalam kebebasan. Ia mengembangkan faktor pencerahan pembedaan fenomena-fenomena … faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan suka-cita … faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi … faktor pencerahan keseimbangan, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang dalam kebebasan. Ini disebut usaha untuk mengembangkan. [17]

(4) “Dan apakah usaha untuk melindungi? Di sini, seorang bhikkhu melindungi objek konsentrasi yang baik yang telah muncul:<642> persepsi tulang-belulang, persepsi mayat yang dikerbuti belatung, persepsi mayat yang memucat, persepsi mayat bernanag, persepsi mayat terpecah; persepsi mayat membengkak. Ini disebut usaha untuk melindungi.

“Ini, para bhikkhu, adalah empat jenis usaha.”

   Mengendalikan dan meninggalkan,
   Mengembangkan dan melindungi:
   Keempat usaha keras ini diajarkan
   Oleh kerabat Matahari.
   Melalui cara-cara ini seorang bhikkhu yang tekun di sini
   Dapat mencapai hancurnya penderitaan.

15 (5) Pernyataan

“Para bhikkhu, ada empat pernyataan yang terunggul ini. Apakah empat ini?

(1) “Yang terunggul di antara mereka yang memiliki tubuh adalah Rāhu, raja para asura.<643> (2) Yang terunggul di antara mereka yang menikmati kenikmatan indria adalah Raja Mandhātā.<644> (3) Yang terunggul di antara mereka yang mengerahkan kekuasaan adalah Māra Si jahat. (4) Di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dinyatakan sebagai yang terunggul. Ini adalah empat pernyataan dari mereka yang terunggul.”

   Rāhu adalah yang terunggul di antara mereka yang memiliki tubuh,
Mandhāta adalah yang terunggul di antara mereka menikmati kenikmatan indria;
Māra adalah adalah yang terunggul di antara para penguasa,
Gemerlap dengan kekuasaan dan keagungan.

Di dunia ini bersama dengan para deva,
Di atas, di sekeliling, dan di bawah,
Sejauh mana dunia ini merentang,
Sang Buddha dinyatakan sebagai yang terunggul.

16 (6) Keindahan

“Para bhikkhu, ada empat jenis keindahan ini.<645> Apakah empat ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu memiliki keindahan tertinggi atas bentuk. Ia tidak melihat keindahan bentuk lainnya yang lebih baik atau lebih luhur daripada yang itu; ia tidak merindukan keindahan bentuk lainnya yang lebih baik atau lebih luhur daripada yang itu. (2) Ia memiliki keindahan tertinggi atas perasaan [18] … (3) … keindahan tertinggi atas persepsi … (4) … keindahan tertinggi atas aktivitas-aktvitas berkehendak. Ia tidak melihat keindahan bentuk lainnya yang lebih baik atau lebih luhur daripada yang itu; ia tidak merindukan keindahan bentuk lainnya yang lebih baik atau lebih luhur daripada yang itu.

“Ini adalah keempat jenis keindahan itu.”

   Setelah mengetahui keindahan bentuk
   Asal-mula perasaan-perasaan,
   Bagaimana persepsi muncul,
   Dan di mana lenyapnya;
   Setelah mengetahui aktivitas-aktivitas berkehendak
   Sebagai makhluk asing, sebagai penderitaan, dan bukan sebagai diri,
   Sungguh bhikkhu itu yang melihat dengan benar,<646>
   Damai, bersenang dalam kondisi penuh damai.
   Ia membawa jasmani terakhirnya,
   Setelah menaklukkan Māra dan tunggangannya.

17 (7) Jalan yang Salah (1)

“Para bhikkhu, ada empat cara ini dalam mengambil jalan yang salah. Apakah empat ini? Seseorang mengambil jalan yang salah karena keinginan, karena kebencian, karena delusi, atau karena ketakutan. Ini adalah keempat cara dalam mengambil jalan yang salah.”

   Jika melalui keinginan, kebencian, ketakutan, atau delusi
   Seseorang melanggar Dhamma,
   Maka kemasyhurannya memudar bagaikan rembulan
   Pada malam dwimingguan yang gelap.

18 (8 ) Jalan yang Salah (2)

“Para bhikkhu, ada empat cara ini dalam tidak mengambil jalan yang salah. Apakah empat ini? Seseorang tidak mengambil jalan yang salah karena keinginan, karena kebencian, karena delusi, atau karena ketakutan. Ini adalah keempat cara dalam tidak  mengambil jalan yang salah.”

   Jika seseorang tidak melanggar Dhamma
   Melalui keinginan, kebencian, ketakutan, atau delusi,
   Maka kemasyhurannya menjadi penuh bagaikan rembulan
   Pada malam dwingguan yang terang.

19 (9) Jalan yang Salah (3)

“Para bhikkhu, ada empat cara ini dalam mengambil jalan yang salah. Apakah empat ini? [19] Seseorang mengambil jalan yang salah karena keinginan … [seperti pada 4:17] … Ini adalah keempat cara dalam mengambil jalan yang salah.”

“Para bhikkhu, ada empat cara ini dalam tidak mengambil jalan yang salah. Apakah empat ini? Seseorang tidak mengambil jalan yang salah karena keinginan … [seperti pada 4:18] … Ini adalah keempat cara dalam tidak mengambil jalan yang salah.”

   Jika melalui keinginan, kebencian, ketakutan, atau delusi
   Seseorang melanggar Dhamma,
   Maka kemasyhurannya memudar bagaikan rembulan
   Pada malam dwimingguan yang gelap.

   Jika seseorang tidak melanggar Dhamma
   Melalui keinginan, kebencian, ketakutan, atau delusi,
   Maka kemasyhurannya menjadi penuh bagaikan rembulan
   Pada malam dwingguan yang terang.

20 (10)  Seorang Pembagi Makanan

“Para bhikkhu, jika seorang pembagi makanan<647> memiliki empat kualitas, ia ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia mengambil jalan yang salah karena keinginan, karena kebencian, karena delusi, atau karena ketakutan. jika seorang pembagi makanan memiliki keempat kualitas ini, ia ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa kesana.

“Para bhikkhu, jika seorang pembagi makanan memiliki empat kualitas, ia ditempatkan di surga seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia tidak mengambil jalan yang salah karena keinginan, karena kebencian, karena delusi, atau karena ketakutan. jika seorang pembagi makanan memiliki keempat kualitas ini, ia ditempatkan di surga seolah-olah dibawa kesana.”

   Orang-orang itu yang tidak terkendali dalam kenikmatan indria,
   Yang tidak baik, tidak menghormati Dhamma
   Pergi [berkelana] melalui keinginan, kebencian, dan ketakutan<648>
Disebut kumpulan yang ternoda.
Demikianlah dikatakan oleh Petapa yang mengetahui.

Oleh karena itu orang-orang baik itu yang terpuji
Kokoh dalam Dhamma, yang tidak melakukan kejahatan,
Tidak terpengaruh oleh keinginan, kebencian, dan ketakutan,
Disebut kumpulan unggulan.
Demikianlah dikatakan oleh Petapa yang mengetahui. [20]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #4 on: 15 February 2013, 05:40:12 AM »
III. URUVELĀ

21 (1) Uruvelā (1) <649>

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, pada suatu ketika Aku sedang menetap di Uruvelā, di bawah pohon banyan penggembala di tepi Sungai Neranjarā, tidak lama setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna. Kemudian, sewaktu Aku sedang sendirian dalam keterasingan, suatu pemikiran muncul dalam pikiranku sebagai berikut: ‘Sungguh menyakitkan berdiam tanpa penghormatan dan penghargaan. Sekarang petapa atau brahmana manakah yang dapat Kuhormati, Kuhargai, dan berdiam dengan bergantung padanya?’

“Kemudian Aku berpikir: (1) ‘Jika kelompok perilaku bermoralKu belum sempurna, maka demi untuk menyempurnakannya Aku akan menghormati, menghargai, dan berdiam dengan brgantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal perilaku bermoral daripada diriKu sendiri kepada siapa Aku dapat menghormat, menghargai, dan berdiam dengan bergantung padanya.

(2) “Jika kelompok konsentrasiKu belum sempurna, maka demi untuk menyempurnakannya Aku akan menghormati, menghargai, dan berdiam dengan brgantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal konsentrasi daripada diriKu sendiri …

(3) “Jika kelompok kebijaksanaanKu belum sempurna, maka demi untuk menyempurnakannya Aku akan menghormati, menghargai, dan berdiam dengan brgantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi … Aku tidak melihat petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal kebijaksanaan daripada diriKu sendiri …

(4) “Jika kelompok kebebasanKu belum sempurna, maka demi untuk menyempurnakannya Aku akan menghormati, menghargai, dan berdiam dengan brgantung pada petapa atau brahmana lain. Akan tetapi, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat petapa atau brahmana lain yang lebih sempurna dalam hal kebebasan daripada diriKu sendiri kepada siapa Aku dapat menghormat, menghargai, dan berdiam dengan bergantung padanya.

“Aku berpikir: ‘Biarlah Aku menghormati, menghargai, dan berdiam dengan bergantung pada Dhamma ini yang karenanya Aku telah menjadi tercerahkan sempurna.’

“Kemudian Brahmā Sahampati, [21] setelah mengetahui refleksi pikiranKu dengan pikirannya sendiri, lenyap dari alam Brahmā dan muncul kembali di hadapanKu seperti halnya seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang. Ia merapikan jubahnya di satu bahunya, membungkuk dengan lutut kanannya di tanah, memberi hormat kepadaKu, dan berkata: ‘Betulah, Bhagavā! Begitulah Yang Berbahagia! Bhante, mereka yang telah menjadi para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna di masa lampau – para Bhagavā itu, juga, menghormati, menghargai, dan berdiam dengan bergantung hanya pada Dhamma. mereka yang akan menjadi para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna di masa depan – para Bhagavā itu, juga, akan menghormati, menghargai, dan berdiam dengan bergantung hanya pada Dhamma. Biarlah Sang Bhagavā, juga, yang sekarang ini menjadi seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, menghormati, menghargai, dan berdiam dengan bergantung hanya pada Dhamma.’

“Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Setelah mengatakan ini, ia berkata lebih lanjut sebagai berikut:

“Para Buddha yang sempurna di masa lampau,
Para Buddha di masa depan
Dan Sang Buddha di masa sekarang
Yang telah melenyapkan dukacita banyak makhluk:
Mereka semua telah berdiam, sekarang berdiam,
Dan [di masa depan] akan berdiam
Dengan menghormati Dhamma sejati.
Ini adalah ciri para Buddha.
“Oleh karena itu seseorang yang menginginkan kebaikan,<650>
Bercita-cita untuk mencapai kebesaran,
Harus menghormati Dhamma sejati,
Merenungkan ajaran para Buddha.’

“Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Kemudian ia memberi hormat kepadaKu, dan dengan Aku tetap berada di sisi kanannya, ia lenyap dari sana. Kemudian, setelah menerima permohonan Brahmā dan apa yang sesuai bagi diriKu sendiri, maka Aku menghormati, menghargai, dan berdiam dengan bergantung hanya pada Dhamma yang karenanya Aku telah menjadi tercerahkan sempurna. Dan sekarang bahwa Saṅgha telah mencapai kebesaran, maka Aku juga menghormati Saṅgha.” [22]

22 (2) Uruvela (2)

“Para bhikkhu, pada suatu ketika Aku sedang menetap di Uruvelā, di bawah pohon banyan penggembala di tepi Sungai Neranjarā, tidak lama setelah Aku mencapai Pencerahan Sempurna. Kemudian sejumlah para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir, mendatangiKu dan saling bertukar sapa denganKu. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepadaKu:

“Kami telah mendengar, Guru Gotama: ‘Petapa Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka.’ Hal ini sesungguhnya benar, karena Guru Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka. Hal ini tidak selayaknya, Guru Gotama.”<651>

“Kemudian Aku berpikir: Para mulia ini tidak mengetahui apa itu sepuh dan kualitas-kualitas apa yang membuat seseorang menjadi sepuh. Walaupun seseorang berusia tua – delapan puluh, sembilan puluh, atau seratus tahun sejak lahir – jika ia berbicara pada waktu yang tidak tepat, berbohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengatakan apa yang berlawanan dengan Dhamma dan displin, jika pada waktu yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak berguna, tidak masuk akal, berbicara tanpa tujuan, dan tidak bermanfaat, maka ia dianggap sebagai seorang sepuh yang dungu [yang kekanak-kanakan].

“Tetapi walaupun seseorang berusia muda, seorang pemuda berambut hitam, memiliki berkah kemudaan, pada masa utama kehidupannya, jika ia berbicara pada waktu yang tepat, jujur, mengatakan apa yang bermanfaat, mengatakan apa yang sesuai dengan Dhamma dan displin, dan jika pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak layak diingat, masuk akal, ringkas, dan bermanfaat, maka ia dianggap sebagai sesepuh bijaksana.

“Ada, para bhikkhu, keempat kualitas ini yang membuat seseorang menjadi sesepuh. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bermoral; ia berdiam terkendali oleh Pārimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2) “Ia telah banyak belajar, [23] mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang menyatakan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, diulangi secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3) “Ia adalah seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan merupakan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini.

(4) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah mencapai untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Ini adalah keempat kualitas yang membuat seseorang menjadi sesepuh.”

   Si dungu dengan pikiran resah<652>
   Yang banyak membicarakan ucapan-ucapan tanpa tujuan,
   Pikirannya kacau,
   Bersenang dalam ajaran yang buruk,
Menganut pandangan sesat, tidak sopan,
Adalah jauh dari status seorang sesepuh

Tetapi seorang yang sempurna dalam moralitas,
Terpelajar dan melihat,
Terkendali oleh diri sendiri dalam faktor-faktor kekokohan,
Yang dengan jelas melihat makna dengan kebijaksanaan;
Telah melampaui segala fenomena,
Tidak mandul, melihat;<653>
Yang telah meninggalkan kelahiran dan kematian,
Sempurna dalam kehidupan spiritual,
Padanya tidak ada noda-noda –
Ia adalah seorang yang Kusebut sesepuh.
Dengan hancurnya noda-noda
Seorang bhikkhu disebut sesepuh.

23 (3) Dunia <654>

“Para bhikkhu, Sang Tathāgata telah tercerahkan sepenuhnya pada dunia.<655> Sang Tathāgata terlepas dari dunia. Sang Tathāgata telah tercerahkan sepenuhnya pada asal-mula dunia. Sang Tathāgata telah meninggalkan asal-mula dunia. Sang Tathāgata telah tercerahkan sepenuhnya pada lenyapnya dunia. Sang Tathāgata telah merealisasi lenyapnya dunia. Sang Tathāgata telah tercerahkan sepenuhnya pada jalan menuju lenyapnya dunia. Sang Tathāgata telah mengembangkan jalan menuju lenyapnya dunia.

(1) “Para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva, dan manusia, apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, [24] diperiksa oleh pikiran – Sang Tathāgata telah tercerahkan pada semuanya; oleh karena itu Beliau disebut Sang Tathāgata.<656>

(2) “Para bhikkhu, apa pun yang dibicarakan, diucapkan, atau dibabarkan oleh Sang Tathāgata selama interval antara malam ketika Beliau tercerahkan pada pencerahan sempurna yang tidak terlampaui hingga malam ketika Beliau mencapai nibbāna akhir.<657> Semuanya adalah persis seperti itu dan bukan sebaliknya; oleh karena itu Beliau disebut Sang Tathāgata.<658>

(3) “Para bhikkhu, sebagaimana yang dikatakan oleh Sang Tathāgata, demikianlah Beliau melakukan; sebagaimana Beliau melakukan, demikianlah Beliau mengatakannya. Karena Beliau melakukan apa yang Beliau katakan dan mengatakan apa yang Beliau lakukan, oleh karena itu Beliau disebut Sang Tathāgata.<659>

(4) “Para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva, dan manusia, Sang Tathāgata adalah Sang Penakluk, yang tidak tertaklukkan, maha melihat, pemegang kekuasaan; oleh karena itu Beliau disebut Sang Tathāgata.”

   Setelah secara langsung mengetahui dunia –
   Semua di dunia hanyalah demikian –
   Beliau terpisah dari seluruh dunia,
   Terlepas dari seluruh dunia.

   Beliau adalah penakluk segalanya,
   Sang Bijaksana yang telah melepas segala ikatan
   Beliau telah mencapai kedamaian tertinggi,
   Nibbāna, yang tidak terjangkau oleh ketakutan.

   Beliau adalah Sang Buddha, noda-nodaNya telah dihancurkan,
   Tidak terganggu, semua keragu-raguan terpotong;
   Setelah mencapai hancurnya semua kamma,
   Beliau terbebaskan dalam padamnya perolehan.

   Beliau adalah Sang Bhagavā, Sang Buddha,
   Beliau adalah singa yang tidak tertandingi;
   Di dunia ini bersama dengan para devanya,
   Beliau memutar roda Brahmā.

   Demikianlah para deva dan manusia itu
   Yang telah berlindung pada Sang Buddha
   Berkumpul dan memberi hormat padaNya,
   Yang agung bebas dari ketiadaan kepercayaan-diri

   “Jinak, Beliau adalah penjinak terbaik;
   Damai, Beliau adalah sang bijaksana di antara para pembawa kedamaian;
   Bebas, Beliau adalah pemimpin di antara para pembebas;
   Menyeberang, Beliau adalah penuntun terbaik ke seberang.”

   Demikianlah sesungguhnya mereka memberi hormat kepadaNya,
   Yang agung bebas dari ketiadaan kepercayaan-diri
   Di dunia ini bersama dengan para devanya,
   Tidak ada yang mampu menandingiMu.

24 (4) Kāḷaka

[Demikianlah yang kudengar.]<660> Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāketa, di Taman Kāḷaka.<661> Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [25]

“Para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikiran – Aku mengetahuinya.

“Para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, di antara populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikiran – telah Kuketahui secara langsung. Hal ini telah diketahui oleh Sang Tathāgata,<662> tetapi Sang Tathāgata tidak tunduk padanya.<663>

“Para bhikkhu, jika Aku mengatakan, ‘Di dunia ini bersama dengan para deva … , apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikir – Aku tidak mengetahuinya,’ maka itu adalah kebohongan dipihakKu.

“Para bhikkhu, jika Aku mengatakan, ‘Di dunia ini bersama dengan para deva … , apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikir – Aku mengetahui sekaligus tidak mengetahuinya,’ maka itu juga sama.<664>

“Para bhikkhu, jika Aku mengatakan, ‘Di dunia ini bersama dengan para deva … , apa pun yang dilihat, didengar, diindera, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikir – Aku bukan mengetahui juga bukan tidak mengetahuinya.’ Maka itu adalah pelanggaran di pihakku.<665>

(1) “Jadi, setelah melihat apa yang dapat dilihat, Sang Tathāgata tidak salah memahami apa yang terlihat, tidak salah memahami apa yang tidak terlihat, tidak salah memahami apa yang dapat dilihat, tidak salah memahami orang yang melihat.<666> (2) Setelah mendengar apa yang dapat didengar, Beliau tidak salah memahami apa yang terdengar, tidak salah memahami apa yang tidak terdengar, tidak salah memahami apa yang dapat didengar, tidak salah memahami orang yang mendengar. (3) Setelah mengindera apa yang dapat diindera Beliau tidak salah memahami apa yang terindera, tidak salah memahami apa yang tidak diindera, tidak salah memahami apa yang dapat diindera, tidak salah memahami orang yang mengindera. (4) Setelah mengenali apa yang dapat dikenali Beliau tidak salah memahami apa yang dikenali, tidak salah memahami apa yang tidak dikenali, tidak salah memahami apa yang dapat dikenali, tidak salah memahami orang yang mengenali.

“Demikianlah, para bhikkhu, dengan senantiasa stabil di antara hal-hal yang dilihat, didengar, diindera, dan dikenali, maka Sang Tathāgaat adalah Seorang yang stabil.<667> Dan, Aku katakan, tidak ada orang stabil yang lebih baik atau lebih luhur daripada Yang Stabil itu.”

   Di tengah-tengah mereka yang dibatasi oleh diri sendiri, Yang Stabil
   Tidak akan menyatakan secara tegas benar atau salah
   Apa pun yang dilihat, didengar, atau diindera,
   Dilekati dan dianggap sebagai kebenaran oleh orang lain.<668>

   Karena mereka telah melihat anak panah ini<669>
   Yang padanya orang-orang melekat dan bergantung, [26]
   [Dengan mengatakan] “Aku mengetahui, aku melihat, demikianlah adanya,”
   Sang Tathāgata tidak melekat pada apa pun.

25 (5) Kehidupan Spiritual

“Para bhikkhu, kehidupan spiritual bukan dijalani untuk menipu orang-orang dan membujuk mereka; juga bukan untuk kepentingan perolehan, kehormatan, dan pujian; juga bukan untuk tujuan memenangkan perdebatan; juga bukan dengan pikiran: ‘Semoga orang-orang mengenalku seperti demikian.’ Melainkan, kehidupan spiritual ini dijalani untuk mengendalikan, meninggalkan, demi kebosanan, dan lenyapnya.”<670>

   Sang Bhagavā mengajarkan kehidupan spiritual,
Bukan berdasarkan pada tradisi, yang memuncak dalam nibbāna,
Yang dijalani untuk
Mengendalikan dan meninggalkan.<671>

Ini adalah jalan makhluk-makhluk agung,<672>
Jalan yang diikuti oleh para bijaksana agung.
Mereka yang mempraktikkannya
Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha,
Bertindak menurut bimbingan Sang Guru,
Akan mengakhiri penderitaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #5 on: 15 February 2013, 05:40:43 AM »
26 (6) Penipu <673>

(1) “Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang adalah para penipu, keras kepala, banyak bicara, pembohong, congkak, dan tidak terkonsentrasi bukanlah para bhikkhuKu.<674> (2) Mereka telah tersesat dari Dhamma dan disiplin ini, dan mereka tidak mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. (3) Tetapi para bhikkhu itu yang jujur, tulus, teguh, patuh, dan terkonsentrasi baik adalah para bhikkhuKu. (4) Mereka tidak tersesat dari Dhamma dan disiplin ini, dan mereka mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.”

Mereka yang adalah para penipu, keras kepala, banyak bicara,
Pembohong, congkak, tidak terkonsentrasi,
Tidak mengalami kemajuan dalam Dhamma
Yang diajarkan oleh Yang Tercerahkan Sempurna.

Tetapi mereka yang jujur dan tulus,
Teguh, patuh, dan terkonsentrasi baik
Mengalami kemajuan dalam Dhamma
Yang diajarkan oleh Yang Tercerahkan Sempurna.

27 (7) Kepuasan

“Para bhikkhu ada empat barang sepele ini, yang mudah diperoleh dan tanpa cela. Apakah empat ini?

(1) “Jubah potongan kain adalah barang sepele di antara jubah-jubah, mudah diperoleh [27] dan tanpa cela. (2) Segumpal makanan adalah barang sepele di antara makanan-makanan, mudah diperoleh dan tanpa cela. (3) Bawah pohon adalah barang sepele di antara tempat-tempat tinggal, mudah diperoleh dan tanpa cela. (4) Air kencing yang bau adalah barang sepele di antara obat-obatan, mudah diperoleh dan tanpa cela.<675>

“Ini adalah empat barang sepele, yang mudah diperoleh dan tanpa cela. Jika seorang bhikkhu puas dengan apa yang sepele dan mudah diperoleh, Aku katakan bahwa ia memiliki satu faktor kehidupan pertapaan.”

   Ketika seseorang puas dengan apa yang tanpa cela,
   Barang sepele dan mudah diperoleh;
   Ketika pikirannya tidak tertekan
   Karena tempat tinggal,
   Jubah, minuman, dan makanan,
   Maka ia tidak terhalangi di mana pun.<676>

   Kualitas-kualitas ini, dinyatakan dengan benar
   Agar sesuai dengan kehidupan pertapaan,
   Diperoleh oleh seorang bhikkhu<677>
   Yang puas dan waspada.

28 (8 ) Silsilah Mulia <678>

“Para bhikkhu, ada empat silsilah mulia ini, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu puas dengan jenis jubah apa pun, dan memuji kepuasan atas jenis jubah apa pun, dan ia tidak terlibat dalam pencarian salah, dalam apa yang tidak selayaknya, demi mendapatkan jubah.<679> Jika ia tidak mendapatkan jubah, ia tidak bergejolak, dan jika ia mendapatkan jubah, ia menggunakannya tanpa terikat pada jubah itu, tanpa tergila-gila pada jubah itu, dan tidak secara membuta terserap di dalam jubah itu, melihat bahaya di dalam jubah itu dan memahami jalan membebaskan diri dari jubah itu. Namun ia tidak memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang lain karena hal ini. Bhikkhu mana pun yang terampil dalam hal ini, rajin, memahami dengan jernih dan senantiasa penuh perhatian, dikatakan berdiri dalam silsilah mulia yang kuno dan primitif.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan jenis makanan apa pun, dan memuji kepuasan atas jenis makanan apa pun, dan ia tidak terlibat dalam pencarian salah, dalam apa yang tidak selayaknya, demi mendapatkan makanan. Jika ia tidak mendapatkan makanan, ia tidak bergejolak, dan jika ia mendapatkan makanan, ia menggunakannya tanpa terikat pada makanan itu, tanpa tergila-gila pada makanan itu, dan tidak secara membuta terserap di dalam makanan itu, melihat bahaya di dalam makanan itu dan memahami jalan membebaskan diri dari makanan itu. [28] Namun ia tidak memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang lain karena hal ini. Bhikkhu mana pun yang terampil dalam hal ini, rajin, memahami dengan jernih dan senantiasa penuh perhatian, dikatakan berdiri dalam silsilah mulia yang kuno dan primitif.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan jenis tempat tinggal apa pun, dan memuji kepuasan atas jenis tempat tinggal apa pun, dan ia tidak terlibat dalam pencarian salah, dalam apa yang tidak selayaknya, demi mendapatkan tempat tinggal. Jika ia tidak mendapatkan tempat tinggal, ia tidak bergejolak, dan jika ia mendapatkan tempat tinggal, ia menggunakannya tanpa terikat pada tempat tinggal itu, tanpa tergila-gila pada tempat tinggal itu, dan tidak secara membuta terserap di dalam tempat tinggal itu, melihat bahaya di dalam tempat tinggal itu dan memahami jalan membebaskan diri dari tempat tinggal itu.  Namun ia tidak memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang lain karena hal ini. Bhikkhu mana pun yang terampil dalam hal ini, rajin, memahami dengan jernih dan senantiasa penuh perhatian, dikatakan berdiri dalam silsilah mulia yang kuno dan primitif.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu menemukan kesenangan dalam pengembangan, gembira dalam pengembangan, menemukan kesenangan dalam meninggalkan, gembira dalam meninggalkan.<680> Namun ia tidak memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang lain karena hal ini. Bhikkhu mana pun yang terampil dalam hal ini, rajin, memahami dengan jernih dan senantiasa penuh perhatian, dikatakan berdiri dalam silsilah mulia yang kuno dan primitif.

“Ini, para bhikkhu, adalah empat silsilah mulia ini, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana.

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki empat silsilah mulia ini, jika ia berdiam di timur maka ia menaklukkan ketidakpuasan, ketidakpuasan tidak menaklukkannya; jika ia berdiam di barat maka ia menaklukkan ketidakpuasan, ketidakpuasan tidak menaklukkannya; jika ia berdiam di utara maka ia menaklukkan ketidakpuasan, ketidakpuasan tidak menaklukkannya; jika ia berdiam di selatan maka ia menaklukkan ketidakpuasan, ketidakpuasan tidak menaklukkannya. Karena alasan apakah? Karena ia adalah seorang yang teguh yang menaklukkan ketidakpuasan dan kesenangan.”

   Ketidak-puasan tidak menaklukkan seorang yang teguh,<681>
   [karena] seorang yang teguh tidak ditaklukkan oleh ketidak-puasan.<682>
   Seorang yang teguh menaklukkan ketidak-puasan,
   Karena seorang yang teguh adalah penakluk ketidak-puasan. [29]

   Siapakah yang dapat menghalangi sang penghalau
   yang telah membuang segala kamma?
   Siapakah yang sepantasnya mencela seseorang yang seperti
   keping uang dari emas murni?
   Bahkan para deva memuji orang demikian;
   Brahmā juga memujinya.

29 (9) Faktor-faktor Dhamma

“Para bhikkhu, ada empat faktor Dhamma ini,<683> yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Apakah empat ini?

(1) “Tanpa-kerinduan adalah satu faktor Dhamma, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana. (2) Niat baik adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … (3) Perhatian benar adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … (4) Konsentrasi Benar adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana.

“Ini adalah keempat faktor Dhamma itu, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana.”

   Seseorang harus berdiam bebas dari kerinduan
   Dengan pikiran berniat baik.
   Ia harus penuh perhatian dan pikirannya terpusat,
   Pikirannya terkonsentrasi dengan baik.

30 (10) Pengembara

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Nasar. Pada saat itu sejumlah para pengembara terkenal sedang menetap di taman para pengembara di tepi sungai Sappinī, yaitu, Annabhāra, Varadhara, Sakuludayī si pengembara, dan para pengembara terkenal lainnya.

Kemudian, pada suatu malam, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan pergi ke taman para pengembara di tepi sungai Sappinī. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata kepada para pengembara itu: “Para Pengembara, ada empat faktor Dhamma ini, yang primitif, [30] telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Apakah empat ini?

(1) “Tanpa-kerinduan adalah satu faktor Dhamma, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana. (2) Niat baik adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … (3) Perhatian benar adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … (4) Konsentrasi Benar adalah satu faktor Dhamma yang primitif, telah ada sejak lama … yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana.

“Ini adalah keempat faktor Dhamma itu, yang primitif, telah ada sejak lama, tradisional, kuno, tidak palsu dan belum pernah dipalsukan, yang tidak sedang dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak disangkal oleh para petapa dan brahmana bijaksana.

(1) “Jika, Para Pengembara, seseorang mengatakan: ‘Aku akan menolak faktor Dhamma tanpa-kerinduan ini dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang penuh kerinduan, secara mendalam berhasrat pada kenikmatan indria,’ Aku akan menjawabnya sebagai berikut: ‘Biarlah ia datang, berbicara, dan berbincang-bincang. Biarlah Aku melihat seberapa perkasanya ia!’ sesungguhnya, adalah tidak mungkin baginya untuk menolak tanpa-kerinduan sebagai satu faktor Dhamma dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang penuh kerinduan, secara mendalam berhasrat pada kenikmatan indria.

(2) “Jika, Para Pengembara, seseorang mengatakan: ‘Aku akan menolak faktor Dhamma niat baik ini dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci,’ Aku akan menjawabnya sebagai berikut: ‘Biarlah ia datang, berbicara, dan berbincang-bincang. Biarlah Aku melihat seberapa perkasanya ia!’ sesungguhnya, adalah tidak mungkin baginya untuk menolak niat baik sebagai satu faktor Dhamma dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci.

(3) “Jika, Para Pengembara, seseorang mengatakan: ‘Aku akan menolak faktor Dhamma perhatian benar ini dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang pikirannya kacau dan tanpa pemahaman jernih,’ Aku akan menjawabnya sebagai berikut: ‘Biarlah ia datang, berbicara, dan berbincang-bincang. Biarlah Aku melihat seberapa perkasanya ia!’ sesungguhnya, adalah tidak mungkin baginya untuk menolak perhatian benar sebagai satu faktor Dhamma dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang pikirannya kacau dan tanpa pemahaman jernih.

(4) “Jika, Para Pengembara, seseorang mengatakan: ‘Aku akan menolak faktor Dhamma konsentrasi benar ini dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara,’ Aku akan menjawabnya sebagai berikut: ‘Biarlah ia datang, berbicara, [31] dan berbincang-bincang. Biarlah Aku melihat seberapa perkasanya ia!’ sesungguhnya, adalah tidak mungkin baginya untuk menolak konsentrasi benar sebagai satu faktor Dhamma dan menunjukkan seorang petapa atau brahmana [sejati] yang tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara.

“Jika, Para Pengembara, seseorang menganggap bahwa keempat faktor Dhamma ini harus dicela dan disangkal, maka, dalam kehidupan ini, ia mengundang empat kritikan dan dasar bagi celaan.<684> Apakah empat ini?

“Jika kalian mencela dan menyangkal faktor Dhamma tanpa-kerinduan ini, maka kalian pasti menganggap para petapa atau brahmana yang penuh kerinduan dan secara mendalam berhasrat pada kenikmatan indria sebagai layak disembah dan dipuji. Jika kalian mencela dan menyangkal faktor Dhamma niat baik ini, maka kalian pasti menganggap para petapa atau brahmana yang memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai layak disembah dan dipuji. Jika kalian mencela dan menyangkal faktor Dhamma perhatian benar ini, maka kalian pasti menganggap para petapa atau brahmana yang pikirannya kacau dan tanpa pemahaman jernih sebagai layak disembah dan dipuji. Jika kalian mencela dan menyangkal faktor Dhamma konsentrasi benar ini, maka kalian pasti menganggap para petapa atau brahmana yang tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara sebagai layak disembah dan dipuji.

“Jika, Para Pengembara, seseorang menganggap bahwa keempat faktor Dhamma ini harus dicela dan disangkal, maka, dalam kehidupan ini, ia mengundang empat kritikan dan dasar bagi celaan ini. Bahkan para pengembara itu seperti Vassa dan Bhañña dari Ukkalā, yang menganjurkan doktrin tanpa-penyebab, tanpa aktivitas, dan nihilisme, tidak menganggap bahwa empat faktor Dhamma ini harus dicela dan disangkal. Karena alasan apakah? Takut disalahkan, diserang, dan dibantah.”<685>

   Seorang yang berniat baik, senantiasa penuh perhatian,
   Terkonsentrasi baik dalam pikiran,
   Berlatih untuk melenyapkan kerinduan,
   Dikatakan sebagai waspada. [32]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #6 on: 15 February 2013, 05:41:16 AM »
IV. RODA

31 (1) Roda

“Para bhikkhu, ada empat roda ini. Ketika empat roda ini berputar, maka para deva dan manusia yang memilikinya akan segera mencapai kebesaran dan kekayaan berlimpah. Apakah empat ini? Menetap di tempat yang sesuai, mengandalkan orang-orang baik, tekad yang benar, dan jasa yang dilakukan di masa lampau.<686> Ini adalah empat roda itu. . Ketika empat roda ini berputar, maka para deva dan manusia yang memilikinya akan segera mencapai kebesaran dan kekayaan berlimpah.”

   Ketika seseorang berdiam di tempat yang sesuai
   Dan bergaul dengan para mulia,
   Ketika ia telah membentuk tekad yang benar,
   Dan telah melakukan perbuatan berjasa di masa lampau,
   Panen, kekayaan, kemasyhuran, dan reputasi,
   Bersama dengan kebahagiaan akan mendatanginya.

32 (2) Mempertahankan

“Para bhikkhu, ada empat cara ini untuk memelihara hubungan baik. Apakah empat ini? Memberi, ucapan yang penuh kasih, perilaku yang murah hati, dan tidak membeda-bedakan.<687> Ini adalah empat cara untuk memelihara hubungan baik.”

   Memberi, ucapan penuh kasih,
   Perilaku murah hati, dan tidak membeda-bedakan
   Di bawah kondisi-kondisi duniawi yang bermacam-ragam,
   Sesuai dengan tiap-tiap kasus: cara-cara
   memelihara hubungan baik ini
   Adalah bagaikan sumbu dari roda kereta yang berputar.

   Jika tidak ada cara-cara
   memelihara hubungan baik seperti itu
   Maka ibu atau ayah
   Tidak akan memperoleh penghargaan
   Dan penghormataan dari anak-anak mereka.

   Tetapi karena ada cara-cara
   memelihara hubungan baik seperti ini
   Maka orang-orang bijaksana menghormati mereka;
   Demikianlah mereka mencapai kebesaran
   Dan dipuji tinggi. [33]

33 (3) Singa

“Para bhikkhu, pada malam hari seekor singa, raja binatang buas, keluar dari sarangnya, meregangkan tubuhnya, mengamati empat penjuru sekeliling, dan mengaumkan aumannya tiga kali. Kemudian ia pergi berburu.

“Binatang apa pun yang mendengar auman singa sebagian besar akan merasa ketakutan, merasakan keterdesakan, dan teror. Mereka yang hidup di dalam lubang memasuki lubang mereka; mereka yang hidup di dalam hutan memasuki hutan; dan burung-burung terbang ke angkasa. Bahkan gajah-gajah kerajaan yang besar, yang terikat erat dengan tali kulit di desa-desa, pemukiman-pemukiman; dan kota-kota besar, berontak dan memutuskan ikatan mereka hingga hancur; dengan ketakutan, mereka buang air kecil dan air besar dan berlarian dari sana. Sungguh singa begitu perkasa di antara binatang-binatang, raja binatang buas, begitu agung dan perkasa.

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika Sang Tathāgata muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, yang berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, Beliau mengajarkan Dhamma sebagai berikut: (1) ‘Demikianlah penjelmaan diri, (2) demikianlah asal-mula penjelmaan diri, (3) demikianlah lenyapnya penjelmaan diri, (4) demikianlah jalan menuju lenyapnya penjelmaan diri.’<688>

“Ketika para deva itu yang berumur panjang, indah, dengan kebahagiaan melimpah, menetap lama di istana-istana agung, mendengar ajaran Dhamma Sang Tathāgata, sebagian besar dari mereka akan merasa ketakutan, merasakan keterdesakan, dan teror sebagai berikut:<689> ‘Tampaknya kami sebenarnya adalah tidak kekal, walaupun kami pikir kami adalah kekal; tampaknya kami sebenarnya adalah sementara, walaupun kami pikir kami bertahan selamanya; tampaknya kami sebenarnya adalah tidak abadi, walaupun kami pikir kami adalah abadi. Tampaknya kami adalah tidak kekal, sementara, tidak abadi, yang termasuk dalam penjelmaan diri.’<690> Begitu berkuasanya Sang Tathāgata, begitu agung dan perkasanya Beliau di dunia ini bersama dengan para devanya.” [34]

   Ketika, melalui pengetahuan langsung,
   Sang Buddha, Sang Guru, manusia yang tanpa tandingan
   Di dunia ini bersama dengan para devanya,
   Memutar roda Dhamma,
   [Beliau mengajarkan] penjelmaan diri, lenyapnya,
   Asal mula penjelmaan diri,
   Dan jalan mulia berunsur delapan
   Yang menuntun menuju ditenangkannya penderitaan.

   Maka bahkan para deva itu yang berumur panjang –
   Indah, gemerlap dengan keagungan –
   Menjadi ketakutan dan merasakan teror,
   Bagaikan binatang buas yang mendengarkan auman singa.
   “Tampaknya kami adalah tidak kekal,
   Tidak melampaui penjelmaan diri,” [mereka berkata],
   Ketika mereka mendengar kata Sang Arahant,
   Yang Stabil yang terbebaskan sepenuhnya.

34 (4) Keyakinan

“Para bhikkhu, ada empat jenis keyakinan terunggul ini. Apakah empat ini?

(1) “Sejauh apa pun jangkauan makhluk-makhluk yang ada, apakah yang tanpa kaki atau berkaki dua, berkaki empat, atau berkaki banyak, apakah berbentuk atau tanpa bentuk, apakah memiliki persepsi atau tanpa persepsi, atau bukan memiliki persepsi juga bukan tanpa persepsi, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dinyatakan sebagai yang terunggul di antara semua makhluk itu. Mereka yang memiliki keyakinan pada Sang Buddha memiliki keyakinan pada yang terunggul, dan mereka yang memiliki keyakinan pada yang terunggul, hasilnya juga terunggul.

(2) “Sejauh apa pun jangkauan  fenomena-fenomena terkondisi yang ada, Jalan Mulia Berunsur Delapan dinyatakan sebagai yang terunggul di antara fenomena-fenomena terkondisi itu. Mereka yang memiliki keyakinan pada Jalan Mulia Berunsur Delapan memiliki keyakinan pada yang terunggul, dan mereka yang memiliki keyakinan pada yang terunggul, hasilnya juga terunggul.

(3) “Sejauh apa pun jangkauan  fenomena-fenomena terkondisi maupun yang tidak terkondisi yang ada,<691> kebosanan dinyatakan sebagai yang terunggul di antara fenomena-fenomena terkondisi maupun tidak terkondisi itu, yaitu, penghancuran keangkuhan, pelenyapan kehausan, pencabutan kemelekatan, penghentian lingkaran, hancurnya ketagihan, kebosanan, lenyapnya, nibbāna. Mereka yang memiliki keyakinan pada Dhamma memiliki keyakinan pada yang terunggul, dan mereka yang memiliki keyakinan pada yang terunggul, hasilnya juga terunggul.

(2) “Sejauh apa pun jangkauan  Saṅgha atau kelompok-kelompok yang ada, Saṅgha para siswa Sang Tathāgata dinyatakan sebagai yang terunggul di antara kelompok-kelompok itu, yaitu, empat pasang orang, delapan jenis individu - Saṅgha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. [35] Mereka yang memiliki keyakinan pada Saṅgha memiliki keyakinan pada yang terunggul, dan mereka yang memiliki keyakinan pada yang terunggul, hasilnya juga terunggul.

“Ini adalah empat jenis keyakinan yang terunggul.”

   Bagi mereka yang berkeyakinan sehubungan dengan yang terunggul,
   Mengetahui Dhamma yang terunggul,
   Berkeyakinan pada Sang Buddha – yang terunggul –
   Tidak tertandingi, layak menerima persembahan;

   Bagi mereka yang berkeyakinan pada Dhamma yang terunggul,
   Dalam kedamaian kebosanan yang membahagiakan;
   Bagi mereka yang berkeyakinan pada Saṅgha yang terunggul.
   Lahan jasa yang tiada taranya;

   Bagi mereka yang memberikan pemberian kepada yang terunggul,
   Jenis jasa yang terunggul meningkat:
   Terunggul dalam hal umur kehidupan, kecantikan, dan kemuliaan,
   Reputasi baik, kebahagiaan, dan kekuatan.

   Para bijaksana yang memberikan kepada yang terunggul,<692>
   Terkonsentrasi pada Dhamma yang terunggul,
   Setelah menjadi deva atau manusia,
   Bergembira, setelah mencapai yang terunggul.

35 (5) Vassakāra

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian Brahmana Vassakāra, perdana menteri Magadha, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, kami menggambarkan seseorang yang memiliki empat kualitas sebagai seorang besar dengan kebijaksanaan tinggi. Apakah empat ini? (1) Di sini, seseorang sangat terpelajar dalam berbagai bidang pelajaran. (2) Ia memahami makna dari berbagai pernyataan, sehingga ia dapat mengatakan: ‘Ini adalah makna dari pernyataan ini; ini adalah makna dari pernyataan itu.’ (3) Ia memiliki ingatan yang baik; ia ingat apa yang telah dilakukan dan dikatakan yang telah lama berlalu. (4) Ia terampil dan rajin dalam mengerjakan berbagai pekerjaan dari seorang perumah tangga; ia memiliki penilaian yang baik agar dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan baik. Kami menggambarkan seseorang yang memiliki empat kualitas sebagai seorang besar dengan kebijaksanaan tinggi. Jika Guru Gotama berpikir bahwa apa yang Kukatakan harus disetujui, maka silakan Beliau menyetujuinya. Jika Beliau berpikir bahwa apa yang Kukatakan harus ditolak, maka silakan Beliau menolaknya.”

“Aku tidak menyetujui [pernyataanmu], Brahmana, Aku juga tidak menolaknya. [36] Melainkan, Aku menggambarkan seseorang yang memiliki empat kualitas [lain] sebagai seorang besar dengan kebijaksanaan tinggi. Apakah empat ini? (1) Di sini, ia berlatih demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang; ia adalah seorang yang menegakkan banyak orang dalam metode mulia, yaitu dalam kebaikan Dhamma, dalam kebermanfaatan Dhamma.<693> (2) Ia memikirkan apa pun yang ingin ia pikirkan dan tidak memikirkan apa yang tidak ingin ia pikirkan; ia berniat pada apa yang ingin ia niatkan dan tidak berniat pada apa yang tidak ingin ia niatkan; demikianlah ia telah mencapai penguasaan pikiran atas cara berpikirnya. (3) Ia memperoleh sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. (4) Dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Aku tidak menyetujui [pernyataanmu], Brahmana, Aku juga tidak menolaknya. Melainkan, Aku menggambarkan seseorang yang memiliki empat kualitas ini sebagai seorang besar dengan kebijaksanaan tinggi.
   
 “Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Guru Gotama, betapa baiknya hal ini telah dinyatakan oleh Guru Gotama. Dan kami menganggap Guru Gotama sebgaai seorang yang memiliki empat kualitas ini. (1) Karena Beliau berlatih demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang; Beliau adalah seorang yang menegakkan banyak orang dalam metode mulia, yaitu dalam kebaikan Dhamma, dalam kebermanfaatan Dhamma. (2) Beliau memikirkan apa pun yang ingin Beliau pikirkan dan tidak memikirkan apa yang tidak ingin Beliau pikirkan; Beliau berniat pada apa yang ingin Beliau niatkan dan tidak berniat pada apa yang tidak ingin Beliau niatkan; demikianlah Beliau telah mencapai penguasaan pikiran atas cara berpikirnya. (3) Beliau memperoleh sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. (4) Dengan hancurnya noda-noda, Beliau merealisasi untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Beliau berdiam di dalamnya.” [37]

“Tentu saja, Brahmana, kata-katamu itu memancing dan menantang.<694> Namun demikian, Aku akan menjawabmu. (1) Sebenarnya, Aku memang berlatih demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang; Aku telah menegakkan banyak orang dalam metode mulia, yaitu dalam kebaikan Dhamma, dalam kebermanfaatan Dhamma. (2) Aku memikirkan apa pun yang ingin Kupikirkan dan tidak memikirkan apa yang tidak ingin Kupikirkan; Aku berniat pada apa yang ingin Kuniatkan dan tidak berniat pada apa yang tidak ingin Kuniatkan; demikianlah Aku telah mencapai penguasaan pikiran atas cara berpikir. (3) Aku memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. (4) Dengan hancurnya noda-noda, Aku merealisasi untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Aku berdiam di dalamnya.”

   Ia yang demi semua makhluk menemukan
   Kebebasan dari perangkap kematian;
   Yang mengungkapkan Dhamma, metode,
   Demi manfaat para deva dan manusia,
   Ia yang padanya banyak orang memperoleh keyakinan
   Ketika mereka melihat dan mendengarkanNya;
   Seorang yang terampil dalam jalan dan apa yang bukan jalan,
   Yang tanpa noda yang telah menyelesaikan tugasnya;
   Yang Tercerahkan yang membawa jasmani terakhirnya
   Disebut “seorang besar dengan kebijaksanaan tinggi.”

36 (6) Doṇa

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang melakukan perjalanan di jalan raya antara Ukaṭṭhā dan Setavya. Brahmana Doṇa juga sedang melakukan perjalanan di jalan raya antara Ukaṭṭhā dan Setavya. Kemudian Brahmana Doṇa melihat roda-roda berjari-jari seribu pada jejak kaki Sang Bhagavā, dengan lingkar dan porosnya, lengkap dalam segala hal,<695> dan berpikir: “Sungguh menakjubkan dan mengagumkan! Ini tidak mungkin jejak kaki manusia!” [38]

Kemudian Sang Bhagavā meninggalkan jalan raya dan duduk di bawah sebatang pohon, duduk bersila, menegakkan tubuhNya, dan menegakkan perhatian di depanNya. Dengan mengikuti jejak kaki Sang Bhagavā, Brahmana Doṇa melihat Sang Bhagavā duduk di bawah sebatang pohon – anggun, menginspirasi keyakinan, dengan indria-indria yang damai dan pikiran yang damai, seorang yang telah mencapai penjinakan dan ketenangan tertinggi, [bagaikan] seekor gajah jantan besar yang jinak dan terjaga dengan indria-indria terkendali. Kemudian ia mendatangi Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau:

(1) “Mungkinkah Engkau deva, Tuan?”<696>

“Aku tidak akan menjadi deva, Brahmana.”

(2) “Mungkinkah Engkau gandhabba, Tuan?”<697>

“Aku tidak akan menjadi gandhabba, Brahmana.”

(3) “Mungkinkah Engkau yakkha, Tuan?”

“Aku tidak akan menjadi yakkha, Brahmana.”

(4) “Mungkinkah Engkau manusia, Tuan?”

“Aku tidak akan menjadi manusia, Brahmana.”

“Ketika Engkau ditanya: ‘Mungkinkah Engkau deva, Tuan?’ Engkau menjawab: ‘Aku tidak akan menjadi deva, Brahmana.’ Ketika Engkau ditanya: ‘Mungkinkah Engkau gandhabba, Tuan?’ Engkau menjawab: ‘Aku tidak akan menjadi gandhabba, Brahmana.’ Ketika Engkau ditanya: ‘Mungkinkah Engkau yakkha, Tuan?’ Engkau menjawab: ‘Aku tidak akan menjadi yakkha, Brahmana.’ Ketika Engkau ditanya: ‘Mungkinkah Engkau manusia, Tuan?’ Engkau menjawab: ‘Aku tidak akan menjadi manusia, Brahmana.’ Kalau begitu, apakah Engkau, Tuan?”

(1) “Brahmana, Aku telah meninggalkan noda-noda itu yang karenanya aku dapat menjadi deva; Aku telah memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. (2) , Aku telah meninggalkan noda-noda itu yang karenanya aku dapat menjadi gandhabba … (3) … dapat menjadi yakkha … (4) … dapat menjadi manusia; Aku telah memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Seperti halnya bunga teratai biru, merah, atau putih, yang walaupun lahir di dalam air dan tumbuh di dalam air, namun meninggi keluar dari air dan berdiri [39] tidak dikotori oleh air, demikian pula, walaupun lahir di dunia dan tumbuh di dunia, namun Aku telah mengatasi dunia dan berdiam tidak dikotori oleh dunia. Ingatlah Aku, Brahmana, sebagai seorang Buddha.

   “Aku telah menghancurkan noda-noda ini yang karenanya
   Aku dapat terlahir kembali menjadi deva
   Atau gandhabba yang bepergian melalui angkasa;
   Yang karenanya Aku dapat mencapai kondisi yakkha,
   Atau kembali pada kondisi manusia:<698>
   Aku telah menghalau dan memotong noda-noda ini.

   “Bagaikan teratai putih yang indah
   Tidak dikotori oleh air,
   Aku juga tidak dikotori oleh dunia:
   Oleh karena itu, O Brahmana, Aku adalah seorang Buddha.”<699>

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #7 on: 15 February 2013, 05:41:44 AM »
37 (7) Ketidak-munduran

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas tidak dapat mundur dan berada di dekat nibbāna. Apakah empat ini? Di sini, seorang bhikkhu sempurna dalam perilaku bermoral, menjaga pintu-pintu organ indria, makan secukupnya, dan menekuni keawasan.

(1) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu sempurna dalam perilaku bermoral? Di sini, seorang bhikkhu bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Dengan cara inilah seorang bhikkhu sempurna dalam perilaku bermoral.

(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu menjaga pintu-pintu organ indria? Di sini, setelah melihat bentuk dengan mata, seorang bhikkhu tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria mata tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan dapat menyerangnya, ia melatih pengendaliannya; ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Setelah mendengar suara dengan telinga … setelah mencium bau-bauan dengan hidung … Setelah mengecap rasa kecapan dengan lidah … Setelah merasakan objek sentuhan dengan lidah … Setelah mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, seorang bhikkhu tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan [40] dapat menyerangnya, ia melatih pengendaliannya; ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan cara inilah seorang bhikkhu menjaga pintu-pintu organ indria

(3) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu makan secukupnya? Di sini, dengan merenungkan secara seksama, seorang bhikkhu memakan makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk mabuk juga bukan demi keindahan dan kemenarikan fisik, melainkan hanya untuk mendukung dan memelihara tubuh ini, untuk menghindari bahaya, dan untuk membantu kehidupan spiritual, dengan merenungkan: ‘Dengan demikian aku akan mengakhiri perasaan lama dan tidak memunculkan perasaan baru,<700> dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan berdiam dengan nyaman.’ Dengan cara inilah seorang bhikkhu makan secukupnya.

(4) Dan bagaimanakah seorang bhikkhu menekuni keawasan? Di sini, selama siang hari, sewaktu berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang bhikkhu memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang merintangi. Pada jaga pertama malam hari, sewaktu berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang merintangi. Pada jaga pertengahan malam hari ia berbaring di sisi kanan dalam postur singa, dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah mencatat dalam pikirannya waktu untuk bangun. Setelah bangun, pada jaga terakhir malam hari, sewaktu berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang merintangi. Dengan cara inilah seorang bhikkhu menekuni keawasan

“Seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas tidak dapat mundur dan berada di dekat nibbāna.”

   Kokoh dalam perilaku bermoral,
   Terkendali dalam organ-organ indria,
   Makan secukupnya,
   Menekuni keawasan:

   Seorang bhikkhu berdiam dengan tekun,
   Tanpa lelah siang dan malam,
   Mengembangkan kondisi-kondisi bermanfaat<701>
   Untuk mencapai keamanan dari ikatan.

   Seorang bhikkhu yang bersenang dalam kewaspadaan,
   Yang melihat bahaya dalam kelengahan,
   Tidak dapat mundur:
   Ia mendekati nibbāna.<702> [41]

38 (8 ) Ditarik Kembali

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah menghalau kebenaran-kebenaran pribadi, sepenuhnya meninggalkan pencarian, dan menenangkan aktivitas jasmani dikatakan sebagai telah ditarik kembali.<703>

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu telah menghalau kebenaran-kebenaran pribadi?<704> Di sini, kebenaran pribadi yang biasa mana pun yang mungkin dianut oleh para petapa dan brahmana biasa – yaitu, ‘Dunia adalah abadi’ atau ‘Dunia adalah tidak abadi’; ‘Dunia adalah terbatas’ atau ‘Dunia adalah tidak terbatas’; ‘Jiwa dan badan adalah sama’ atau ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’; ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian,’ atau ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian’ – seorang bhikkhu telah membuang dan menghalau semua itu, mengakhirinya, menolaknya, mengusirnya, meninggalkannya, dan melepaskannya.<705> Adalah dengan cara ini seorang bhikkhu telah menghalau kebenaran-kebenaran pribadi.

(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah sepenuhnya meninggalkan pencarian? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan pencarian kenikmatan-kenikmatan indria dan pencarian penjelmaan dan telah memuaskan pencarian kehidupan spiritual.<706> Adalah dengan cara ini seorang bhikkhu telah sepenuhnya meninggalkan pencarian.

(3) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani? Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Adalah dengan cara ini seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani.<707>

(4) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah ditarik kembali? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keangkuhan ‘aku,’ telah memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seorang bhikkhu telah ditarik kembali.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah menghalau kebenaran-kebenaran pribadi, sepenuhnya meninggalkan pencarian, dan menenangkan aktivitas jasmani dikatakan sebagai telah ditarik kembali.” [42]

   Mencari kenikmatan-kenikmatan indria,
   Mencari penjelmaan,
   Mencari kehidupan spiritual;
   Genggaman erat “Demikianlah kebenaran,”
   Sudut-sudut pandang [yang] membengkak:<708>

   Bagi seseorang yang terlepas dari nafsu,
   Terbebaskan melalui hancurnya ketagihan,
   Pencarian demikian telah dilepaskan,
   Dan sudut-sudut pandang tercabut.

   Bhikkhu yang damai dan penuh perhatian itu,
   Tenang, tidak terkalahkan, tercerahkan
   Dengan menerobos menembus keangkuhan
   Disebut “seorang yang telah ditarik kembali.”

39 (9) Ujjaya

Brahmana Ujjaya mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Apakah Guru Gotama memuji pengorbanan?”

“Aku tidak memuji segala pengorbanan, Brahmana, juga Aku tidak menolak pujian pada segala pengorbanan. (1) Aku tidak memuji pengorbanan kejam di mana ternak, kambing-kambing, domba-domba, ayam-ayam, dan babi-babi dibunuh, di mana berbagai makhluk digiring untuk disembelih. (2) Karena alasan apakah? Karena para Arahant dan mereka yang telah memasuki sang jalan menuju Kearahattaan tidak melakukan pengorbanan kejam.

(3) “Tetapi Aku memuji pengorbanan tanpa kekejaman di mana mana ternak-ternak, kambing-kambing, domba-domba, ayam-ayam, dan babi-babi tidak dibunuh, di mana berbagai makhluk tidak disembelih, yaitu, pemberian biasa, pengorbanan yang dipersembahkan melalui kebiasaan keluarga.<709> (4) Karena alasan apakah? Karena para Arahant dan mereka yang telah memasuki sang jalan menuju Kearahattaan melakukan pengorbanan tanpa kekejaman.”<710>

   Pengorbanan kuda, pengorbanan manusia,
   Sammāpāsa, vājapeyya, [43] niraggaḷa:<711>
   Pengorbanan besar ini, penuh dengan kekejaman,<712>
   Tidak berbuah besar.

   Para bijaksana agung berperilaku benar
   Tidak melakukan pengorbanan
   Di mana kambing-kambing, domba-domba, ternak,
   Dan berbagai makhluk dibunuh.

Tetapi ketika mereka secara rutin mempersembahkan melalui kebiasaan keluarga
Pengorbanan yang bebas dari kekejaman,
Tidak ada kambing, domba, dan ternak
Atau berbagai makhluk yang dibunuh.

Itu adalah pengorbanan yang dilakukan
para bijaksana agung berperilaku benar.
Orang bijaksana harus mempersembahkan ini;
Pengorbanan ini sangat berbuah.

Bagi seseorang yang melakukan pengorbanan demikian
Sesungguhnya adalah lebih baik, tidak pernah lebih buruk.
Pengorbanan demikian sungguh luas
Dan para dewata juga bergembira.

40 (10) Udāyī

Brahmana Udāyī mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

[Bagian prosa identik dengan 4:39.]

Ketika sebuah pengorbanan tepat waktu dan diperbolehkan,
   Dipersiapkan dengan baik dan tanpa kekejaman, [44]
   Para pengikut kehidupan spiritual yang terkendali oleh diri sendiri
   Melakukan pengorbanan seperti ini.

   Mereka di dunia ini yang telah menyingkap selubung,<713>
Yang telah melampaui waktu dan takdir,<714>
Para Buddha yang mahir dalam pengorbanan,<715>
Memuji jenis pengorbanan ini.

Setelah mempersiapkan pemberian yang layak,
Apakah jenis biasa atau untuk peringatan bagi yang telah meninggal dunia,
Seseorang melakukan pengorbanan dengan pikiran yakin
Pada lahan yang subur, kepada para pengikut kehidupan spiritual.

Ketika apa yang telah diperoleh dengan benar
Dipersembahkan dengan benar, dikorbankan dengan benar,
Kepada mereka yang layak menerima persembahan,
Maka pengorbanan itu luas dan para dewata bergembira
   
Orang bijaksana yang memiliki keyakinan,
Setelah memberi pengorbanan demikian dengan pikiran dermawan,
Akan terlahir kembali di alam bahagia,
Di [alam] tanpa kesengsaraan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #8 on: 15 February 2013, 05:42:38 AM »
V. ROHITASSA

41 (1) Konsentrasi

“Para bhikkhu, ada empat pengembangan konsentrasi ini. Apakah empat ini? (1) ada pengembangan konsentrasi yang mengarah pada kediaman berbahagia dalam kehidupan ini.<716> (2) Ada pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perolehan pengetahuan dan penglihatan. (3) Ada pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perhatian dan pemahaman jernih. (4) Ada pengembangan konsentrasi yang mengarah pada hancurnya noda-noda. [45]

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, pengembangan konsentrasi yang mengarah pada kediaman berbahagia dalam kehidupan ini? Di sini, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan. Dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan. Dengan memudarnya sukacita, ia berdiam seimbang dan, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, ia mengalami kenikmatan pada jasmani; ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Ini disebut pengembangan konsentrasi yang mengarah pada kediaman berbahagia dalam kehidupan ini.<717>

(2) “Dan apakah pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perolehan pengetahuan dan penglihatan?<718> Di sini, seorang bhikkhu memperhatikan persepsi cahaya; ia berfokus pada persepsi siang hari sebagai berikut: ‘Seperti halnya siang hari, demikian pula malam hari; seperti halnya malam hari,demikian pula siang hari.’<719> Demikianlah, dengan pikiran terbuka dan tidak tertutup, ia mengembangkan pikiran yang penuh cahaya. Ini adalah pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perolehan pengetahuan dan penglihatan.

(3) “Dan apakah pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perhatian dan pemahaman jernih? Di sini, seorang bhikkhu mengetahui perasaan-perasaan pada saat muculnya, pada saat berlangsungnya, pada saat lenyapnya; ia mengetahui persepsi-persepsi pada saat muculnya, pada saat berlangsungnya, pada saat lenyapnya; ia mengetahui mengetahui pikiran-pikiran pada saat muculnya, pada saat berlangsungnya, pada saat lenyapnya.<720> Ini adalah pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perhatian dan pemahaman jernih.

(4) “Dan apakah pengembangan konsentrasi yang mengarah pada hancurnya noda-noda? Di sini, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan … demikianlah persepsi … demikianlah aktivitas-aktivitas berkehendak … demikianlah kesadaran, demikianlah asal mulanya, demikianlah lenyapnya.’

“Ini adalah keempat pengembangan konsentrasi. And adalah sehubungan dengan ini maka Aku mengatakan dalam Pārāyana, dalam ‘Pertanyaan Puṇṇaka’:

   “Setelah memahami ketinggian dan kerendahan dunia,
   Ia tidak terganggu oleh apa pun di dunia. [46]
   Damai, tanpa asap, tidak terganngu, tanpa keinginan,
   Ia telah, Aku katakan, menyeberangi kelahiran dan penuaan.”<721>

42 (2) Pertanyaan

“Para bhikkhu, ada empat cara ini dalam menjawab pertanyaan.<722> Apakah empat ini? (1) Ada pertanyaan yang harus dijawab secara tegas; (2) Ada pertanyaan yang harus dijawab setelah membuat pembedaan; (3) Ada pertanyaan yang harus dijawab dengan pertanyaan balasan; (4) Ada pertanyaan yang harus dikesampingkan. Ini adalah keempat cara dalam menjawab pertanyaan.”

   Satu jenis diberikan jawaban tegas,
   Yang lainnya dijawab setelah membuat pembedaan;
   Yang ke tiga, seseorang harus mengajukan pertanyaan balasan,
   Tetapi yang ke empat harus dikesampingkan.

   Ketika seorang bhikkhu mengetahui bagaimana untuk menjawab
   Tiap-tiap jenis dengan cara yang seharusnya,
   Mereka mengatakan bahwa ia terampil
   Dalam empat jenis pertanyaan.

   Ia sulit dilawan, sulit dikalahkan,
   Dalam, sulit diserang;
   Ia mahir dalam
   Apa yang bermanfaat dan apa yang membahayakan.

   Orang bijaksana menghindari apa yang membahayakan,
   Dan mengambil apa yang bermanfaat.
   Dengan sampai pada apa yang bermanfaat,
   Yang kokoh dikatakan sebagai bijaksana.

43 (3) Kemarahan (1)

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? (1) Seorang yang menghargai kemarahan, bukan Dhamma sejati; (2) seorang yang menghargai sikap merendahkan, bukan Dhamma sejati; (3) seorang yang menghargai perolehan, bukan Dhamma sejati; dan (4) seorang yang menghargai kehormatan, bukan Dhamma sejati. Ini adalah empat jenis orang yang terdapat di dunia ini.

“Ada, para bhikkhu, empat jenis orang lainnya ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? (1) Seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan kemarahan; (2) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan sikap merendahkan; (3) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan perolehan; dan (4) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan kehormatan. [47] Ini adalah empat jenis orang lainnya yang terdapat di dunia ini.”

   Para bhikkhu yang menghargai kemarahan dan sikap merendahkan,
   Yang menghargai perolehan dan kehormatan,
   Tidak tumbuh dalam Dhamma sejati
   Yang diajarkan oleh Yang Tercerahkan Sempurna.

   Tetapi mereka yang menghargai Dhamma sejati,
Yang berdiam demikian di masa lampau dan berdiam demikian di masa sekarang,
Sungguh tumbuh dalam Dhamma
Yang diajarkan oleh Yang Tercerahkan Sempurna.

44 (4) Kemarahan (2)

“Para bhikkhu, ada empat hal ini yang berlawanan dengan Dhamma sejati. Apakah empat ini? (1) menghargai kemarahan, bukan Dhamma sejati; (2) menghargai sikap merendahkan, bukan Dhamma sejati; (3) menghargai perolehan, bukan Dhamma sejati; dan (4)menghargai kehormatan, bukan Dhamma sejati. Ini adalah empat hal yang berlawanan dengan Dhamma sejati.

“Ada, para bhikkhu, empat hal [lainnya] ini yang selaras dengan Dhamma sejati. Apakah empat ini? (1) Menghargai Dhamma sejati, bukan kemarahan; (2) menghargai Dhamma sejati, bukan sikap merendahkan; (3) menghargai Dhamma sejati, bukan perolehan; dan (4) menghargai Dhamma sejati, bukan kehormatan. Ini adalah empat hal [lainnya] yang berlawanan dengan Dhamma sejati.”

   Para bhikkhu yang menghargai kemarahan dan sikap merendahkan,
   Yang menghargai perolehan dan kehormatan,
   Adalah bagaikan benih busuk di lahan subur:
   Mereka tidak tumbuh dalam Dhamma sejati.

   Tetapi mereka yang menghargai Dhamma sejati
Yang berdiam demikian di masa lampau dan berdiam demikian di masa sekarang,
Adalah bagaikan melembabkan tanaman obat-obatan:
Mereka tumbuh dalam Dhamma.

45 (5) Rohitassa (1) <723>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, ketika malam telah larut, deva muda Rohitassa, dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangi Sang Bhagavā. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu sisi, dan berkata:

“Mungkinkah, Bhante, dengan melakukan perjalanan untuk mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, [48] tidak meninggal dunia dan terlahir kembali?”

“Aku katakan, teman, bahwa dengan melakukan perjalanan seseorang tidak dapat mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, tidak meninggal dunia dan terlahir kembali.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Bhante, betapa baiknya hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Aku katakan, teman, bahwa dengan melakukan perjalanan seseorang tidak dapat mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, tidak meninggal dunia dan terlahir kembali.’

“Di masa lampau, Bhante, aku adalah seorang petapa bernama Rohitassa, putera Bhoja, seorang yang memiliki kekuatan batin, mampu melakukan perjalanan di angkasa. Kecepatanku adalah bagaikan sebatang anak panah ringan yang dengan mudah ditembakkan oleh seorang pemanah berbusur kokoh<724> - seorang yang terlatih, terampil, dan berpengalaman<725> - melintasi bayangan pohon lontar. Langkahku adalah sedemikian sehingga dapat mencapai dari samudera timur hingga samudera barat. Kemudian, ketika aku memiliki kecepatan dan langkah demikian, suatu keinginan muncul padaku: ‘Aku akan mencapai akhir dunia dengan melakukan perjalanan.’ Dengan memiliki umur kehidupan selama seratus tahun, hidup selama seratus tahun, Aku melakukan perjalanan selama seratus tahun tanpa henti kecuali untuk makan, minum, mengunyah, dan mengecap, untuk buang air besar dan air kecil, dan    untuk meredakan kelelahan dengan tidur; namun aku mati dalam perjalanan itu tanpa mencapai akhir dunia.

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Bhante, betapa baiknya hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Aku katakan, teman, bahwa dengan melakukan perjalanan seseorang tidak dapat mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, tidak meninggal dunia dan terlahir kembali.’”

“Aku katakan, teman, bahwa dengan melakukan perjalanan seseorang tidak dapat mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, tidak meninggal dunia dan terlahir kembali. Namun Aku katakan bahwa tanpa mencapai akhir dunia maka tidak bisa mengakhiri penderitaan. Adalah dalam tubuh yang sedepa ini dengan persepsi dan pikiran, Aku nyatakan (1) dunia, (2) asal-mula dunia, (3) lenyapnya dunia, dan (4) jalan menuju lenyapnya dunia.” [49]

   Akhir dunia tidak dapat dicapai
   Dengan melakukan perjalanan [melintasi dunia]
   Namun tanpa mencapai akhir dunia
   Maka tidak ada kebebasan dari penderitaan

   Karena itu Sang Bijaksana, Pengenal-dunia,
   Yang telah mencapai akhir dunia dan telah menjalani kehidupan spiritual,
   Setelah mengetahui akhir dunia, menjadi damai,
   Tidak menginginkan dunia ini atau dunia lainnya.

46 (6) Rohitassa (2)

Ketika malam itu telah berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, tadi malam, ketika malam telah larut, deva muda Rohitassa, dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangiKu, memberi hormat kepadaKu, dan berkata:

“Mungkinkah, Bhante, dengan melakukan perjalanan untuk mengetahui, melihat, atau mencapai akhir dunia, di mana seseorang tidak dilahirkan, tidak tumbuh menjadi tua dan mati, tidak meninggal dunia dan terlahir kembali?”

[Selanjutnya adalah identik dengan 4:45, termasuk syairnya, tetapi disampaikan dalam narasi orang pertama.] [50]

47 (7) Jauh Terpisah

“Para bhikkhu, ada empat pasang hal ini yang sangat jauh terpisah. Apakah empat ini? (1) Langit dan bumi. (2) pantai sini dan pantai seberang dari samudera. (3) Tempat di mana matahari terbit and tempat di mana matahari tenggelam. (4) Ajaran yang baik dan ajaran yang buruk. Empat pasang hal ini sangat jauh terpisah.” [51]

   Langit dan bumi adalah jauh terpisah,
   Pantai seberang samudera dikatakan sebagai jauh,
   Dan demikian pula tempat di mana matahari terbit
   Dari tempat di mana matahari terbenam.

   Tetapi yang lebih jauh terpisah lagi, mereka mengatakan,
   Adalah ajaran yang baik dan yang buruk.<726>
   Teman-teman yang baik adalah konstan;
   Selama pertemanan itu bertahan, pertemanan itu tetap sama.
   Tetapi teman-teman yang buruk adalah tidak tetap;
   Demikianlah ajaran yang baik
   Jauh dari ajaran yang buruk.

48 (8 ) Visākha <727>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Visākha Pañcāliputta sedang mengajarkan, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, di aula pertemuan, [yang dibabarkan] dengan ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna, komprehensif, dan tanpa rintangan.

Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan. Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, siapakah yang tadi mengajarkan, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, di aula pertemuan, [yang dibabarkan] dengan ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna, komprehensif, dan tanpa rintangan?”

“Ia adalah Yang Mulia Visākha Pañcāliputta, Bhante.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Visākha Pañcāliputta: “Bagus, bagus, Visākha! Bagus sekali engkau mengajarkan, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma, di aula pertemuan, [yang dibabarkan] dengan ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna, komprehensif, dan tanpa rintangan.”

   Ketika seorang bijaksana di tengah-tengah orang-orang dungu,
   Mereka tidak mengenalinya jika ia tidak berbicara,<728>
   Tetapi mereka mengenalinya ketika ia berbicara,
   Mengajarkan kondisi keabadian.

   Ia harus berbicara dan mengilustrasikan Dhamma;
   Ia harus menaikkan panji para petapa.
   Kata-kata yang diucapkan dengan baik adalah panji para petapa:
   Karena Dhamma adalah panji para petapa. [52]

49 (9) Pembalikan

“Para bhikkhu, Ada empat pembalikan persepsi, pembalikan pikiran, dan pembalikan pandangan ini.<729> Apakah empat ini? (1) Pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang tidak kekal sebagai kekal; (2) pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang merupakan penderitaan sebagai menyenangkan;<730> (3) pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang bukan-diri sebagai diri; (4) pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang tidak menarik sebagai menarik. Ini adalah empat pembalikan persepsi, pembalikan pikiran, dan pembalikan pandangan itu.

“Ada, para bhikkhu, empat bukan-pembalikan persepsi, bukan-pembalikan pikiran, dan bukan-pembalikan pandangan ini. Apakah empat ini? (1) Bukan-pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang tidak kekal sebagai tidak kekal; (2) bukan-pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang merupakan penderitaan sebagai penderitaan; (3) bukan-pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang bukan-diri sebagai bukan-diri; (4) bukan-pembalikan persepsi, pikiran, dan pandangan yang menganggap apa yang tidak menarik sebagai tidak menarik. Ini adalah empat bukan-pembalikan persepsi, pembalikan pikiran, dan pembalikan pandangan itu.”

   Melihat ketidak-kekalan sebagai kekekalan,
   Melihat kenikmatan di dalam apa yang merupakan penderitaan,
   Melihat diri di dalam apa yang bukan-diri,
   Dan melihat kemenarikan di dalam apa yang tidak menarik,
   Makhluk-makhluk mendatangi pandangan salah,<731>
   Pikiran mereka kacau, dan persepsi mereka terpelintir.

   Orang-orang demikian terikat oleh kuk Māra,
   Dan tidak mencapai keamanan dari ikatan.
   Makhluk-makhluk berlanjut dalam saṃsāra,
   Menuju kelahiran dan kematian.

   Tetapi ketika para Buddha muncul di dunia,
   Memancarkan cahaya cemerlang,
   Mereka mengungkapkan Dhamma ini yang menuntun
   Menuju penenangan penderitaan.

   Setelah mendengarnya, orang-orang bijaksana
   Telah tersadarkan kembali.
   Mereka telah melihat ketidak-kekalan sebagai ketidak-kekalan,
   Dan apa yang merupakan penderitaan sebagai penderitaan.

   Mereka telah melihat apa yang bukan-diri sebagai bukan-diri
   Dan yang tidak menarik sebagai tidak menarik.
   Dengan memperoleh pandangan benar,
   Mereka telah mengatasi segala penderitaan. [53]

50 (10) Kekotoran

“Para bhikkhu, ada empat kekotoran dari matahari dan rembulan ini yang karenanya matahari dan rembulan tidak bercahaya, menyala, dan bersinar. Apakah empat ini? Awan adalah satu kekotoran dari matahari dan rembulan yang karenanya matahari dan rembulan tidak bercahaya, menyala, dan bersinar; kabut adalah satu kekotoran dari matahari dan rembulan …<732> asap dan debu adalah satu kekotoran dari matahari dan rembulan … dan Rāhu, raja para asura adalah satu kekotoran dari matahari dan rembulan yang karenanya matahari dan rembulan tidak bercahaya, menyala, dan bersinar. Ini adalah empat kekotoran dari matahari dan rembulan itu yang karenanya matahari dan rembulan tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.

“Demikian pula, para bhikkhu, ada empat kekotoran dari para petapa dan brahmana yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar. Apakah empat ini?

(1) “Ada beberapa petapa dan brahmana yang meminum minuman keras dan anggur dan tidak menghindari meminum minuman keras dan anggur. Ini adalah kekotoran pertama dari para petapa dan brahmana yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.

(2) “Ada beberapa petapa dan brahmana yang menikmati hubungan seksual dan tidak menghindari hubungan seksual. Ini adalah kekotoran ke dua dari para petapa dan brahmana yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.

(3) “Ada beberapa petapa dan brahmana yang menerima emas dan perak dan tidak menghindari menerima emas dan perak. Ini adalah kekotoran ke tiga dari para petapa dan brahmana yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.

(4) “Ada beberapa petapa dan brahmana yang mencari penghidupan mereka melalui penghidupan salah dan tidak menghindari penghidupan salah. Ini adalah kekotoran ke empat dari para petapa dan brahmana yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.

“Ini adalah empat kekotoran dari para petapa dan brahmana itu [54] yang karenanya beberapa petapa dan brahmana tidak bercahaya, menyala, dan bersinar.”<733>

   Beberapa petapa dan brahmana
   Diseret ke sana kemari oleh nafsu dan kebencian;
   Orang-orang yang terhalang oleh ketidak-tahuan
   Mencari kesenangan dalam hal-hal yang menyenangkan.

   Mereka meminum minuman keras dan anggur,
   Menikmati aktivitas seksual;
   Si dungu menerima
   Perak dan emas.

   Beberapa petapa dan brahmana
   Hidup dari penghidupan salah.
   Ini adalah kekotoran-kekotoran
yang dijelaskan oleh Sang Buddha, kerabat Matahari.

Dengan dikotori oleh hal-hal ini,
Beberapa petapa dan brahmana –
Makhluk-makhluk tidak murni dan berdebu –<734>
Tidak bersinar dan menyala.

Terselimuti dalam kegelapan,
Budak-budak ketagihan, dituntun,
Mereka mengambil penjelmaan baru
Dan memenuhi tanah pekuburan yang menakutkan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #9 on: 15 February 2013, 05:43:09 AM »
LIMA PULUH KE DUA

I. ARUS JASA

51 (1) Arus Jasa (1)

“Para bhikkhu, ada empat arus jasa ini, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah kepada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, kepada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. Apakah empat ini?<735>

“(1) Ketika seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran yang tidak terukur<736> sewaktu menggunakan jubah [yang diberikan seseorang kepadanya], orang itu memperoleh arus jasa yang tidak terukur, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan … yang mengarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaannya. (2) Ketika seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran yang tidak terukur sewaktu menggunakan makanan [yang diberikan seseorang kepadanya], orang itu memperoleh arus jasa yang tidak terukur, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan … yang mengarah … kepada kesejahteraan dan kebahagiaannya. [55] (3) Ketika seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran yang tidak terukur sewaktu menggunakan tempat tinggal [yang diberikan seseorang kepadanya], orang itu memperoleh arus jasa yang tidak terukur, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan … yang mengarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaannya. (4) Ketika seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran yang tidak terukur sewaktu menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit [yang diberikan seseorang kepadanya], orang itu memperoleh arus jasa yang tidak terukur, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan … yang mengarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaannya.

“Ini adalah empat arus jasa, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah kepada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, kepada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memiliki empat arus jasa ini, arus yang bermanfaat, tidaklah mudah untuk mengukur jasanya sebagai berikut: ‘Sedemikian besar arus jasanya, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan … yang mengarah … kepada kesejahteraan dan kebahagiaannya’; melainkan, ini hanya dianggap sebagai kumpulan jasa yang besar, tidak terhitung, tidak terukur.

“Para bhikkhu, seperti halnya tidaklah mudah untuk mengukur air di samudera raya sebagai berikut: ‘Ada berapa galon air,’ atau ‘ Ada berapa ratus galon air,’ atau ‘Ada berapa ribu galon air,’ atau ‘Ada berapa ratus ribu galon air,’ melainkan ini hanya dianggap kumpulan air yang banyak, tidak terhitung, tidak terukur; demikian pula, ketika seorang siswa mulia memiliki empat arus jasa ini …  ini hanya dianggap sebagai kumpulan jasa yang besar, tidak terhitung, tidak terukur.”

   Seperti halnya banyak sungai yang digunakan oleh banyak orang,
   Mengalir ke hilir, mencapai samudera,
   Kumpulan besar air, lautan yang tanpa batas,
   Wadah luar biasa dari tumpukan permata; [56]
   Demikian pula arus jasa yang mencapai seorang bijaksana
   Yang adalah pemberi makanan, minuman, dan pakaian;
[arus itu mencapai] penyumbang tempat tidur, tempat duduk, dan penutup tempat tidur
Bagaikan sungai membawa air ke lautan.

52 (2) Arus Jasa (2) <737>

“Para bhikkhu, ada empat arus jasa ini, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah kepada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, kepada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, seorang siswa mulia memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, yang berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ini adalah arus jasa pertama …

(2) “Kemudian, seorang siswa mulia memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Dhamma sebagai berikut: ‘Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā, terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana. Ini adalah arus jasa ke dua …

(3) “Kemudian, seorang siswa mulia memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan yang benar, mempraktikkan jalan yang selayaknya; yaitu, empat pasang makhluk, delapan jenis individu - Saṅgha para siswa Sang Bhagava ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.’ Ini adalah arus jasa ke tiga …

(4) “Kemudian, seorang siswa mulia memiliki perilaku bermoral yang disukai para mulia, yang tidak rusak, tanpa cacat, tanpa noda, [57] tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak dicengkeram, mengarah pada konsentrasi. Ini adalah arus jasa ke empat …

“Ini adalah empat arus jasa, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah kepada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, kepada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang

   Ketika seseorang berkeyakinan pada Sang Tathāgata,
   Tidak tergoyahkan dan berdiri kokoh,
   Dan perilaku bermoral yang baik,
   Disukai oleh para mulia dan dipuji;
   Ketika ia berkeyakinan pada Saṅgha
   Dan pandangannya telah diluruskan,
   Mereka mengatakan bahwa ia tidak miskin,
   Dan kehidupannya tidak dijalani dengan sia-sia.

   Oleh karena itu seorang yang cerdas,
   Dengan mengingat ajaran para Buddha,
   Harus bertekad pada keyakinan dan perilaku bermoral,
   Memiliki keyakinan dan penglihatan pada Dhamma.<738>

53 (3) Hidup Bersama (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang melakukan perjalanan di sepanjang jalan raya antara Madhurā dan Verañjā. Sejumlah perumah tangga laki-laki dan perempuan juga sedang melakukan perjalanan di jalan yang sama. Kemudian Sang Bhagavā meninggalkan jalan raya dan duduk di bawah sebatang pohon. Para perumah tangga laki-laki dan perempuan itu melihat Sang Bhagavā duduk di sana dan mendatangi Beliau, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

“Para perumah tangga, ada empat cara hidup bersama ini. Apakah empat ini? Seorang hina hidup bersama dengan seorang hina;<739> seorang hina hidup bersama dengan deva perempuan; deva hidup bersama dengan seorang hina; deva hidup bersama dengan deva perempuan.

(1) “Dan bagaimanakah, para perumah tangga, seorang hina hidup bersama dengan seorang hina? [58] Di sini, sang suami adalah seorang yang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan menikmati minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan; ia tidak bermoral, berkarakter buruk; ia berdiam di rumah dengan pikiran dikuasai oleh noda kekikiran; ia menghina dan mencela para petapa dan brahmana. Dan istrinya juga adalah seorang yang membunuh … ia menghina dan mencela para petapa dan brahmana. Adalah dengan cara ini seorang hina hidup bersama dengan seorang hina.

(2) “Dan bagaimanakah, para perumah tangga, seorang hina hidup bersama dengan deva perempuan? Di sini, sang suami adalah seorang yang membunuh … ia menghina dan mencela para petapa dan brahmana. Tetapi istrinya adalah seorang yang menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan; ia bermoral dan berkarakter baik; ia berdiam di rumah dengan pikiran yang bebas dari noda kekikiran; ia tidak menghina dan tidak mencela para petapa dan brahmana. Adalah dengan cara ini seorang hina hidup bersama dengan deva perempuan.

(3) “Dan bagaimanakah, para perumah tangga, deva hidup bersama dengan seorang hina? Di sini, sang suami adalah seorang yang menghindari membunuh … ia tidak menghina dan tidak mencela para petapa dan brahmana. Tetapi istrinya adalah seorang yang membunuh … ia menghina dan mencela para petapa dan brahmana. Adalah dengan cara ini deva hidup bersama dengan seorang hina.

(4) “Dan bagaimanakah, para perumah tangga, deva hidup bersama dengan deva perempuan? Di sini, sang suami adalah seorang yang menghindari membunuh … ia tidak menghina dan tidak mencela para petapa dan brahmana. Dan istrinya juga adalah seorang yang menghindari membunuh … ia tidak menghina dan tidak mencela para petapa dan brahmana. Adalah dengan cara ini deva hidup bersama dengan deva perempuan. [59]

“Ini adalah empat cara hidup bersama.”

   Ketika keduanya tidak bermoral,
   Kikir dan kasar,
   Suami dan istri
   Hidup bersama sebagai orang-orang hina.

   Sang suami tidak bermoral,
   Kikir dan kasar,
   Tetapi istrinya bermoral,
   Murah hati, dermawan.
   Ia adalah deva perempuan yang hidup
   Bersama dengan suami hina.

   Sang suami adalah bermoral,
   Murah hati, dermawan,
   Tetapi istrinya tidak bermoral,
   Kikir dan kasar.
   Ia adalah seorang hina yang hidup
   Bersama dengan suami deva.

   Suami dan istri keduanya memiliki keyakinan,
   Murah hati dan terkendali oleh diri sendiri,
   Menjalani hidup mereka dengan kebaikan,
   Saling menyapa satu sama lain dengan kata-kata yang menyenangkan.

   Maka banyak manfaat mendatangi mereka
   Dan mereka berdiam dengan nyaman.
   Musuh-musuh mereka menjadi kecewa
   Ketika keduanya setara dalam moralitas.

   Setelah mempraktikkan dhamma di sini,
   Dalam perilaku bermoral dan pelaksanaan yang sama,
   Bergembira [setelah kematian] di alam deva,
   Mereka bersukacita, menikmati kenikmatan-kenikmatan indria.

54 (4) Hidup Bersama (2)

“Para bhikkhu, ada empat cara hidup bersama ini. Apakah empat ini? Seorang hina hidup bersama dengan seorang hina; seorang hina hidup bersama dengan deva perempuan; deva hidup bersama dengan seorang hina; deva hidup bersama dengan deva perempuan.

[Selanjutnya, termasuk bagian syair, identik dengan 4:53 tetapi ditujukan kepada para bhikkhu.] [60-61]

55 (5) Sama dalam Hidup (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di tengah-tengah penduduk Bhagga, di Suṃsumāragiri, di Taman Rusa di Hutan Bhesakalā. Kemudian, pada pagi harinya,  Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, dan pergi ke kediaman perumah-tangga Nakulapitā, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian perumah-tangga Nakulapitā dan istrinya, Nakulamātā mendekati Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi.<740> Perumah-tangga Nakulapitā berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, sejak aku masih muda, ketika gadis muda Nakulamātā diserahkan kepadaku dalam pernikahan, aku tidak ingat pernah memperlakukannya dengan buruk bahkan dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Kami berharap, Bhante, agar dapat saling bertemu satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang.”

Kemudian sang istri Nakulamātā berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Bhante, sejak aku masih muda yang diserahkan kepada perumah tangga muda Nakulapitā dalam pernikahan. aku tidak ingat pernah memperlakukannya dengan buruk bahkan dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Kami berharap, Bhante, agar dapat saling bertemu satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang.” [62]

“Perumah-tangga, jika baik istri maupun suami ingin dapat saling bertemu satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang, maka mereka harus memiliki keyakinan yang sama, perilaku bermoral yang sama, kedermawanan yang sama, kebijaksanaan yang sama. Maka mereka akan dapat senantiasa saling bertemu satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang.”

   Baik suami maupun istri memiliki keyakinan,
   Murah hati dan terkendali oleh diri sendiri,
   Menjalani kehidupan mereka dengan kebaikan,
   Saling menyapa satu sama lain dengan kata-kata menyenangkan,

   Banyak keuntungan mendatangi mereka,
   Dan Mereka berdiam dengan nyaman.
   Musuh-musuh mereka akan kecewa,
   Ketika keduanya setara dalam moralitas.

   Setelah mempraktikkan dhamma di sini,
   Dalam perilaku bermoral dan pelaksanaan yang sama,
   Bergembira [setelah kematian] di alam deva,
   Mereka bersukacita, menikmati kenikmatan-kenikmatan indria.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #10 on: 15 February 2013, 05:43:31 AM »
56 (6) Sama dalam Hidup (2)

“Para bhikkhu, jika baik suami maupun istri ingin dapat saling melihat satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang, maka mereka harus memiliki keyakinan yang sama, perilaku bermoral yang sama, kedermawanan yang sama, kebijaksanaan yang sama. Maka mereka akan dapat senantiasa saling bertemu satu sama lain bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang.”

[Syairnya identik dengan syair pada 4:55]

57 (7) Suppavāsā

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Koliya di pemukiman bernama Sajjanela. Kemudian, pada pagi harinya,  Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, dan pergi ke kediaman puteri Koliya bernama Suppavāsā, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan.<741> Kemudian puteri Koliya Suppavāsā, [63] dengan tangannya sendiri, melayani dan memuaskan Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan lezat. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menyingkirkan mangkukNya, puteri Koliya Suppavāsā duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Suppavāsā, seorang siswa mulia perempuan yang memberikan makanan memberikan empat hal kepada penerimanya. Apakah empat ini? Ia memberikan kehidupan, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan. (1) Setelah memberikan kehidupan, ia memperoleh kehidupan, apakah surgawi atau manusia. (2) Setelah memberikan kecantikan, ia memperoleh kecantikan, apakah surgawi atau manusia. (3) Setelah memberikan kebahagiaan, ia memperoleh kebahagiaan, apakah surgawi atau manusia. (4) Setelah memberikan kekuatan, ia memperoleh kekuatan, apakah surgawi atau manusia. Suppavāsā, seorang siswa mulia perempuan yang memberikan makanan memberikan empat hal ini kepada penerimanya.”

   Ketika seseorang memberikan makanan yang dipersiapkan dengan baik,
   Murni, lezat, dan penuh citarasa,
   Kepada mereka yang lurus yang
   Luhur dan berperilaku baik,
   Maka persembahan itu, yang menghubungkan jasa dengan jasa,
   Dipuji sebagai sangat berbuah
   Oleh para pengenal dunia.<742>

   Mereka yang merenungkan kedermawanan demikian
   Berdiam di dunia ini terinspirasi oleh kegembiraan.
   Setelah menyingkirkan noda kekikiran dan akarnya,
   Tanpa cela, mereka pergi ke alam surga.

58 (8 ) Sudatta

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, seorang siswa mulia yang memberikan makanan memberikan empat hal kepada penerimanya. Apakah empat ini? [64] Ia memberikan kehidupan, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan. (1) Setelah memberikan kehidupan, ia memperoleh kehidupan, apakah surgawi atau manusia. (2) Setelah memberikan kecantikan, ia memperoleh kecantikan, apakah surgawi atau manusia. (3) Setelah memberikan kebahagiaan, ia memperoleh kebahagiaan, apakah surgawi atau manusia. (4) Setelah memberikan kekuatan, ia memperoleh kekuatan, apakah surgawi atau manusia. Perumah tangga, seorang siswa mulia yang memberikan makanan memberikan empat hal ini kepada penerimanya.”

   Seseorang yang dengan hormat memberikan makanan pada waktu yang tepat
Kepada mereka yang terkendali oleh diri sendiri yang memakan apa yang diberikan oleh orang lain,
Memberikan empat hal kepada mereka:
Kehidupan, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan.

Seorang yang memberikan kehidupan dan kecantikan,
Yang memberikan kebahagiaan dan kekuatan,
Akan memperoleh umur panjang dan kemasyhuran
Di mana pun ia dilahirkan kembali.

59 (9) Makanan

“Para bhikkhu, ketika seorang penyumbang memberikan makanan, ia memberikan empat hal kepada penerimanya. Apakah empat ini? … [seperti pada sutta sebelumnya] … Para bhikkhu, ketika seorang penyumbang memberikan makanan, ia memberikan empat hal ini kepada penerimanya.

[Syairnya identik dengan syair pada 4:58] [65]

60 (10)  Praktik Benar Umat Awam

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, seorang siswa mulia yang memiliki empat kualitas mempraktikkan jalan benar umat awam, jalan yang membawa pencapaian kemasyhuran dan mengarah menuju surga. Apakah empat ini?

“Di sini, perumah tangga, seorang siswa mulia melayani Saṅgha para bhikkhu dengan jubah; ia melayani Saṅgha para bhikkhu dengan makanan; ia melayani Saṅgha para bhikkhu dengan tempat tinggal; melayani Saṅgha para bhikkhu dengan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit.<743>

“Perumah tangga, seorang siswa mulia yang memiliki empat kualitas ini mempraktikkan jalan benar umat awam, jalan yang membawa pencapaian kemasyhuran dan mengarah menuju surga.”

   Ketika para bijaksana mempraktikkan jalan
   Yang benar bagi umat awam, mereka melayani
   Para bhikkhu bermoral yang berperilaku lurus
   Dengan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan:

   Kepada mereka siang dan malam
   Jasa selalu meningkat;
   Setelah melakukan perbuatan-perbuatan baik,
   Mereka berlanjut menuju alam surga.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #11 on: 15 February 2013, 05:43:56 AM »
II. PERBUATAN LAYAK

61 (1) Perbuatan Layak

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā … Sang Bhagavā berkata kepadanya: [66]

“Perumah tangga, ada empat hal ini yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia. Apakah empat ini?

(1) “Seseorang berpikir: ‘Semoga kekayaan mendatangiku dengan cara yang benar!’ Ini adalah hal pertama di dunia yang diharapkan … dan jarang diperoleh di dunia.

(2) “Setelah memperoleh kekayaan dengan cara yang benar, ia berpikir: ‘Semoga kemasyhuran mendatangiku dan sanak saudaraku dan penahbisku!’<744> Ini adalah hal ke dua di dunia yang diharapkan … dan jarang diperoleh di dunia.

(3) “Setelah memperoleh kekayaan dengan cara yang benar dan setelah memperoleh kemasyhuran untuk dirinya dan sanak saudaranya dan penahbisnya, ia berpikir: ‘Semoga aku panjang umur dan menikmati umur panjang!’ Ini adalah hal ke tiga di dunia yang diharapkan … dan jarang diperoleh di dunia.

(4) “Setelah memperoleh kekayaan dengan cara yang benar dan setelah memperoleh kemasyhuran untuk dirinya dan sanak saudaranya dan penahbisnya, setelah hidup lama dan menikmati umur panjang, ia berpikir: ‘Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga!’ Ini adalah hal ke empat di dunia yang diharapkan … dan jarang diperoleh di dunia.

“Ini adalah empat hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia.

“Ada, perumah tangga, empat hal [lainnya] yang mengarah pada diperolehnya empat hal tadi. Apakah empat ini? Kesempurnaan dalam keyakinan, kesempurnaan dalam perilaku bermoral, kesempurnaan dalam kedermawanan, dan kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

(1) “Dan apakah, perumah tangga, kesempurnaan dalam keyakinan? Di sini, seorang siswa mulia memiliki keyakinan; ia menempatkan keyakinan dalam pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, yang berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ini adalah kesempurnaan dalam keyakinan.

(2) “Dan apakah kesempurnaan dalam perilaku bermoral? Di sini, seorang siswa mulia menghindari membunuh … menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Ini disebut kesempurnaan dalam perilaku bermoral.

(3) “Dan apakah kesempurnaan dalam kedermawanan? Di sini, seorang siswa mulia berdiam di rumah dengan pikiran yang bebas dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepas, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi. Ini disebut kesempurnaan dalam kedermawanan.

(4) “Dan apakah kesempurnaan dalam kebijaksanaan? [67] Jika seseorang berdiam dengan pikiran dikuasai oleh kerinduan dan keserakahan yang tidak selayaknya, maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan mengabaikan tugasnya, sehingga kemasyhuran dan kebahagiaannya menjadi rusak. Jika ia berdiam dengan pikiran dikuasai oleh niat buruk … oleh ketumpulan dan kantuk … oleh kegelisahan dan penyesalan … oleh keragu-raguan, maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan mengabaikan tugasnya, sehingga kemasyhuran dan kebahagiaannya menjadi rusak.

“Ketika, perumah tangga, seorang siswa mulai telah memahami sebagai berikut: ‘Kerinduan dan keserakahan yang tidak selayaknya adalah kekotoran pikiran,’ maka ia meninggalkannya. Ketika ia memahami sebagai berikut: ‘Niat buruk  adalah kekotoran pikiran,’ maka ia meninggalkannya. Ketika ia memahami sebagai berikut: ‘Ketumpulan dan kantuk adalah kekotoran pikiran,’ maka ia meninggalkannya. Ketika ia memahami sebagai berikut: ‘Kegelisahan dan penyesalan adalah kekotoran pikiran,’ maka ia meninggalkannya. Ketika ia memahami sebagai berikut: ‘Keragu-raguan adalah kekotoran pikiran,’ maka ia meninggalkannya.

“Ketika, perumah tangga, seorang siswa mulai telah memahami sebagai berikut: ‘Kerinduan dan keserakahan yang tidak selayaknya adalah kekotoran pikiran,’ dan telah meninggalkannya; ketika ia memahami sebagai berikut: ‘Niat buruk  … Ketumpulan dan kantuk … Kegelisahan dan penyesalan … Keragu-raguan adalah kekotoran pikiran,’ dan telah meninggalkannya, maka ia disebut seorang siswa mulia dengan kebijaksanaan tinggi, dengan kebijaksanaan luas, seorang yang melihat jangkauan,<745> seorang yang sempurna dalam kebijaksanaan. Ini disebut kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

“Ini adalah keempat hal [lainnya] yang mengarah pada diperolehnya empat hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia.

“Dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat, dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan benar, maka siswa mulia itu melakukan empat perbuatan yang layak. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, perumah tangga, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat … diperoleh dengan benar, siswa mulia itu membuat dirinya bahagia dan gembira dan dengan benar memelihara dirinya dalam kebahagiaan; ia membuat orang tuanya bahagia dan gembira dan dengan benar memelihara mereka dalam kebahagiaan; ia membuat istri dan anak-anaknya, budak-budak, para pekerja, dan para pelayannya bahagia dan gembira dan dengan benar memelihara mereka dalam kebahagiaan; ia membuat teman-teman dan sahabatnya bahagia dan gembira dan dengan benar memelihara mereka dalam kebahagiaan. Ini adalah kasus pertama yang mana kekayaan digunakan dengan baik, yang telah dengan benar dimanfaatkan dan digunakan untuk sebab yang layak. [68]

(2) “Kemudian, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat … diperoleh dengan benar, siswa mulia itu mempersiapkan perbekalan terhadap kehilangan yang mungkin muncul dari api, banjir, raja-raja, pencuri-pencuri, atau pewaris yang tidak disukai; ia membuat dirinya aman dari hal-hal itu. Ini adalah kasus ke dua yang mana kekayaan digunakan dengan baik … untuk sebab yang layak.

(3) “Kemudian, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat … diperoleh dengan benar, siswa mulia itu memberikan lima pengorbanan: kepada sanak saudara, tamu, leluhur, raja, dan para dewata. Ini adalah kasus ke tiga yang mana kekayaan digunakan dengan baik … untuk sebab yang layak.

(4) “Kemudian, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat … diperoleh dengan benar, siswa mulia itu memberikan contoh perbuatan mempersembahkan makanan – suatu persembahan yang surgawi,<746> matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – kepada para petapa dan brahmana itu yang menghindari kemabukan dan kelengahan, yang kokoh dalam kesabaran dan kelembutan, yang jinak, tenang, dan berlatih untuk mencapai nibbāna. Ini adalah kasus ke empat yang mana kekayaan digunakan dengan baik, yang telah dengan benar dimanfaatkan dan digunakan untuk sebab yang layak.

“Ini, perumah tangga, adalah keempat perbuatan layak yang dilakukan oleh siswa mulia itu dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat, dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan benar. Ketika seseorang menghabiskan kekayaannya untuk apa pun selain ke empat perbuatan layak ini, maka kekayaan itu dikatakan telah tersia-siakan, telah dihambur-hamburkan, telah digunakan secara sembrono. Tetapi ketika sesorang menghabiskan kekayaannya untuk empat perbuatan layak ini, maka kekayaannya dikatakan tidak tersia-siakan, telah digunakan dengan benar, telah dimanfaatkan untuk sebab yang layak.”

   “Aku telah menikmati kekayaan,
   Menyokong mereka yang bergantung padaku,
   Dan mengatasi kesusahan.
   Aku telah memberikan contoh memberikan persembahan
   Dan melakukan lima pengorbanan.
   Aku telah melayani para bhikkhu bermoral,
   Mereka yang selibat dan terkendali oleh diri sendiri.<747>

   “Aku telah mencapai tujuan apa pun
   Yang oleh orang bijaksana, dengan berdiam di rumah, [69]
   Yang menginginkan kekayaan;
   Apa yang kulakukan tidak akan membawa penyesalan padaku.”

   Dengan merenungkan ini, seorang manusia
   Berdiam kokoh dalam Dhamma mulia.
   Mereka memujinya di sini dalam kehidupan ini,
   Dan setelah kematian ia bergembira di alam surga.

62 (2) Kebebasan dari Hutang

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā … Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, ada empat jenis kebahagiaan ini yang dapat dicapai oleh seorang umat awam yang menikmati kenikmatan indria, bergantung pada waktu dan situasinya. Apakah empat ini? Kebahagiaan memiliki, kebahagiaan menikmati, kebahagiaan bebas dari hutang, dan kebahagiaan ketanpacelaan.<748>

(1) “Dan apakah, perumah tangga, kebahagiaan memiliki? Di sini, seorang anggota keluarga telah memperoleh kekayaan melalui usaha keras penuh semangat, yang dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan cara yang benar. Ketika ia berpikir, ‘Aku telah memperoleh kekayaan melalui usaha keras penuh semangat … diperoleh dengan cara yang benar,’ ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan memiliki.

(2) “Dan apakah kebahagiaan menikmati? Di sini, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat itu, yang dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan cara yang benar. Ketika ia berpikir, ‘Dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha keras penuh semangat itu … diperoleh dengan cara yang benar, aku menikmati kekayaanku dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa,’ ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan menikmati.

(3) “Dan apakah kebahagiaan bebas dari hutang? Di sini, seorang anggota keluarga tidak memiliki hutang pada siapa pun, apakah besar atau kecil. Ketika ia berpikir, ‘Aku tidak memiliki hutang pada siapa pun, apakah besar atau kecil,’ ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan bebas dari hutang.

(4) “Dan apakah kebahagiaan ketanpacelaan? Di sini, perumah tangga, seorang siswa mulia memiliki perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang tanpa cela. [70] Ketika ia berpikir, ‘Aku memiliki perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang tanpa cela,’ ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan ketanpacelaan.

“Ini adalah ada keempat jenis kebahagiaan itu yang dapat dicapai oleh seorang umat awam yang menikmati kenikmatan indria, bergantung pada waktu dan situasinya.”

   Setelah mengetahui kebahagiaan bebas dari hutang,
   Seseorang harus mengingat<749> kebahagiaan memiliki.
   Menikmati kebahagiaan kenikmatan,
   Seorang manusia melihat segala sesuatu dengan jelas melalui kebijaksanaan.

   Sewaktu melihat segala sesuatu dengan jelas, seorang bijaksana
   Mengetahui kedua jenis<750> kebahagiaan.
   Yang lain tidak ada seper enam belas bagian
   Dari kebahagiaan ketanpa-celaan.<751>

63 (3) Dengan Brahmā <752>

(1) “Para bhikkhu, keluarga-keluarga itu berdiam dengan Brahmā di mana di rumah ibu dan ayah dihormati oleh anak-anak mereka. (2) Keluarga-keluarga itu berdiam dengan Guru-guru pertama di mana di rumah ibu dan ayah dihormati oleh anak-anak mereka. (3) Keluarga-keluarga itu berdiam dengan dewata-dewata pertama di mana di rumah ibu dan ayah dihormati oleh anak-anak mereka. (4) Keluarga-keluarga itu berdiam dengan yang layak menerima pemberian di mana di rumah ibu dan ayah dihormati oleh anak-anak mereka.

“’Brahmā,’ para bhikkhu, adalah sebutan untuk ibu dan ayah, ‘Guru-guru pertama,’ adalah sebutan untuk ibu dan ayah. ‘Dewata-dewata pertama’ adalah sebutan untuk ibu dan ayah. ‘Yang layak menerima pemberian’ adalah sebutan untuk ibu dan ayah. Dan mengapakah? Ibu dan ayah adalah sangat membantu bagi anak-anak mereka: mereka membesarkan mereka, memelihara mereka, dan menunjukkan dunia kepada mereka.”

   Ibu dan ayah disebut “brahmā,”
   Dan juga “guru-guru pertama.”
   Mereka layak menerima pemberian dari anak-anak mereka,
   Karena mereka berbelas kasih kepada keturunan mereka.
   Oleh karena itu seorang bijaksana harus menghormati mereka
   Dan memperlakukan mereka dengan hormat.

   Seseorang harus melayani mereka dengan makanan dan minuman,
   Dengan pakaian dan tempat tidur,
   Dengan memijat dan memandikan mereka,
   Dan dengan mencuci kaki mereka.

   Karena pelayanan itu
   Kepada ibu dan ayah,
   Para bijakasna memujinya di dunia ini
   Dan setelah kematian ia bergembira di alam surga. [71]

64 (4) Neraka <753>

“Para bhikkhu, seseorang yang memiliki empat kualitas dilemparkan ke neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat ini? Ia membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, dan berbohong. Seseorang yang memiliki empat kualitas dilemparkan ke neraka seolah-olah dibawa ke sana.”

   Membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan,
   Mengucapkan kebohongan,
   Dan bergaul dengan istri-istri orang lain:
   Para bijaksana tidak memuji perbuatan-perbuatan demikian.

65 (5) Bentuk

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? (1) Seorang yang menilai dengan berdasarkan pada bentuk, yang keyakinannya berdasarkan pada bentuk. (2) Seorang yang menilai berdasarkan pada ucapan, yang keyakinannya berdasarkan pada ucapan. (3) Seorang yang menilai berdasarkan pada latihan keras, yang keyakinannya berdasarkan pada latihan keras. (4) Seorang yang menilai berdasarkan pada Dhamma, yang keyakinannya berdasarkan pada Dhamma. Ini adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”<754>

   Mereka yang menilai dengan berdasarkan pada bentuk
   Dan mereka yang megikuti karena ucapan
   Telah jatuh di bawah kendali keinginan dan nafsu;
   Orang-orang itu tidak memahami.<755>

   Seseorang yang tidak mengetahui yang di dalam
   Dan tidak melihat yang di luar,
   Seorang dungu yang terhalangi di segala sisi,
   Dihanyutkan oleh ucapan.

Seseorang yang tidak mengetahui yang di dalam
   Namun melihat dengan jelas yang di luar
   Melihat buah secara eksternal,
   Juga dihanyutkan oleh ucapan.

   Tetapi seorang yang memahami yang di dalam
   Dan melihat dengan jelas yang di luar,
   Melihat tanpa rintangan,
   Tidak dihanyutkan oleh ucapan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #12 on: 15 February 2013, 05:45:54 AM »
66 (6) Bernafsu

“Para bhikkhu, ada empat orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Yang bernafsu, yang membenci, yang terdelusi, yang angkuh. Ini adalah keempat orang itu yang terdapat di dunia.” [72]

   Makhluk-makhluk terpikat oleh hal-hal yang menggoda,
   Mencari kesenangan dalam apa pun yang menyenangkan,
   Makhluk-makhluk rendah terikat oleh delusi,<756>
   Mengencangkan ikatan mereka.

   Si dungu bepergian
   Menciptakan kamma tidak bermanfaat
   Yang timbul dari nafsu, kebencian, dan delusi:
   Perbuatan-perbuatan menyusahkan yang menghasilkan penderitaan.

   Orang-orang yang terhalangi oleh ketidak-tahuan,
   Buta, tanpa mata untuk melihat,
   Sesuai dengan sifat mereka,
   Tidak berpikir demikian.<757>

67 (7) Ular

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, di Sāvatthī, seorang bhikkhu tertentu digigit oleh seekor ular dan tewas.<758> Kemudian sejumlah bhikkhu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, seorang bhikkhu tertentu di sini di Sāvatthī digigit ular dan tewas.”

[Sang Bhagavā berkata:] “Pasti, para bhikkhu, bhikkhu itu tidak meliputi keempat keluarga kerajaan ular<759> dengan pikiran cinta kasih. Karena jika ia melakukan demikian, maka ia tidak akan digigit ular dan tewas. Apakah empat ini? Keluarga kerajaan ular virūpakkha, Keluarga kerajaan ular erāpatha, Keluarga kerajaan ular chabyāputta, dan Keluarga kerajaan ular gotamaka hitam. Pasti, bhikkhu itu tidak meliputi keempat keluarga kerajaan ular dengan pikiran cinta kasih. Karena jika ia melakukan demikian, maka ia tidak akan digigit ular dan tewas.

“Aku menginstruksikan kalian, para bhikkhu, untuk meliputi keempat keluarga kerajaan ular ini dengan pikiran cinta kasih, demi keamanan, keselamatan, dan perlindungan kalian.”

   Aku memiliki cinta kasih pada ular-ular virūpakkha;
   
Pada ular-ular erāpatha aku memiliki cinta kasih.
   Aku memiliki cinta kasih pada ular-ular chabyāputta;
   
Pada ular-ular gotamaka hitam aku memiliki cinta kasih.

   Aku memiliki cinta kasih pada makhluk-makhluk tanpa kaki;
   Pada mereka yang berkaki dua aku memiliki cinta kasih. [73]
   Aku memiliki cinta kasih pada mereka yang berkaki empat;
   Pada mereka yang berkaki banyak aku memiliki cinta kasih.

   Semoga makhluk-makhluk tanpa kaki tidak mencelakaiku;
   Semoga tidak ada bahaya bagiku dari mereka yang berkaki dua;
   Semoga makhluk-makhluk berkaki empat tidak mencelakaiku;
   Semoga tidak ada bahaya bagiku dari mereka yang berkaki banyak.

   Semoga semua makhluk, semua benda hidup,
   Semua penghuni dunia, semuanya,
   Mengalami keberuntungan;
   Semoga tidak ada hal buruk menimpa siapa pun.

Sang Buddha adalah tidak terbatas, Dhamma adalah tidak terbatas, Saṅgha adalah tidak terbatas; binatang-binatang melata, ular, kalajengking, lipan, laba-laba, kadal, dan tikus adalah terbatas. Aku telah membuat pengamanan, aku telah membuat perlindungan. Semoga makhluk-makhluk menjauh. Aku memberi hormat kepada Sang Bhagavā, hormat kepada tujuh Yang Tercerahkan Sempurna.<760>

68 (8 ) Devadatta

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Nasar tidak lama setelah Devadatta pergi.<761> Di sana Sang Bhagavā, dengan merujuk pada Devadatta, berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian pada Devadatta mengarah pada keruntuhan dan kehancurannya. (1) Seperti halnya pohon pisang menghasilkan buah untuk keruntuhan dan kehancurannya, demikian pula perolehan, kehormatan, dan pujian pada Devadatta mengarah pada keruntuhan dan kehancurannya. (2) Seperti halnya bambu menghasilkan buah untuk keruntuhan dan kehancurannya, demikian pula perolehan, kehormatan, dan pujian pada Devadatta mengarah pada keruntuhan dan kehancurannya. (3) Seperti halnya buluh menghasilkan buah untuk keruntuhan dan kehancurannya, demikian pula perolehan, kehormatan, dan pujian pada Devadatta mengarah pada keruntuhan dan kehancurannya. (4) Seperti halnya seekor bagal menjadi hamil untuk keruntuhan dan kehancurannya, demikian pula perolehan, kehormatan, dan pujian pada Devadatta mengarah pada keruntuhan dan kehancurannya.”

   Seperti halnya buahnya sendiri menghancurkan pohon pisang,
   Seperti halnya buahnya menghancurkan bambu dan buluh,
   Seperti halnya janin menghancurkan bagal,
   Demikian pula kehormatan menghancurkan orang jahat. [74]

69 (9) Usaha

“Para bhikkhu, ada empat usaha ini. Apakah empat ini? Usaha dengan mengendalikan, usaha dengan meninggalkan, usaha dengan mengembangkan, dan usaha dengan melindungi.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha dengan mengendalikan? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk tidak memunculkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. Ini disebut usaha dengan mengendalikan.

(2) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha dengan meninggalkan? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. Ini disebut usaha dengan meninggalkan.

(3) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha dengan mengembangkan? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk memunculkan kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. Ini disebut usaha dengan mengembangkan.

(4) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha dengan melindungi? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk mempertahankan kualitas-kualitas bermanfaat yang telah muncul, untuk ketidak-mundurannya, meningkatkannya, memperluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berjuang. Ini disebut usaha dengan melindungi.

“Ini adalah keempat usaha itu.”

70 (10) Tidak Baik <762>

“Para bhikkhu, ketika raja-raja tidak baik,<763> maka para pejabat kerajaan menjadi tidak baik. Ketika para pejabat kerajaan tidak baik, maka para brahmana dan perumah tangga menjadi tidak baik.<764> Ketika para brahmana dan perumah tangga menjadi tidak baik, maka para penduduk di pemukiman-pemukiman dan di pedalaman menjadi tidak baik. Ketika para penduduk di pemukiman-pemukiman dan di pedalaman tidak baik, maka matahari dan rembulan [75] berputar di luar jalurnya. Ketika matahari dan rembulan berputar di luar jalurnya, maka konstelasi dan bintang-bintang berputar di luar jalurnya. Ketika konstelasi dan bintang-bintang berputar di luar jalurnya, maka siang dan malam berjalan di luar waktunya … bulan-bulan dan dwimingguan berjalan di luar waktunya … musim-musim dan tahun-tahun berjalan di luar waktunya. Ketika musim-musim dan tahun-tahun berjalan di luar waktunya, maka angin bertiup di luar jalurnya dan secara acak. Ketika angin bertiup di luar jalurnya dan secara acak, maka para dewata menjadi marah. Ketika para dewata menjadi marah, maka hujan tidak turun dengan cukup. Ketika hujan tidak turun dengan cukup, pertanian menjadi masak dengan tidak teratur. Ketika orang-orang memakan hasil pertanian yang masak dengan tidak teratur, mereka menjadi pendek umur, buruk rupa, lemah, dan banyak penyakit.<765>

“Para bhikkhu, ketika raja-raja baik, maka para pejabat kerajaan menjadi baik. Ketika para pejabat kerajaan baik, maka para brahmana dan perumah tangga menjadi baik. Ketika para brahmana dan perumah tangga menjadi baik, maka para penduduk di pemukiman-pemukiman dan di pedalaman menjadi baik. Ketika para penduduk di pemukiman-pemukiman dan di pedalaman baik, maka matahari dan rembulan berputar sesuai jalurnya. Ketika matahari dan rembulan berputar sesuai jalurnya, maka konstelasi dan bintang-bintang berputar sesuai jalurnya. Ketika konstelasi dan bintang-bintang berputar sesuai jalurnya, maka siang dan malam berjalan sesuai waktunya … bulan-bulan dan dwimingguan berjalan sesuai waktunya … musim-musim dan tahun-tahun berjalan sesuai waktunya. Ketika musim-musim dan tahun-tahun berjalan sesuai waktunya, maka angin bertiup sesuai jalurnya dan dapat diandalkan. Ketika angin bertiup sesuai jalurnya dan dapat diandalkan, maka para dewata tidak menjadi marah. Ketika para dewata tidak menjadi marah, maka hujan turun dengan cukup. Ketika hujan turun dengan cukup, pertanian menjadi masak sesuai musimnya. Ketika orang-orang memakan hasil pertanian yang masak sesuai musimnya, mereka menjadi panjang umur, cantik, kuat, dan sehat.

   Ketika ternak sedang menyeberangi [suatu penyeberangan]
   Ketika sapi pemimpin berjalan berbelok-belok,
   Maka semua yang lainnya berjalan berbelok-belok
   Karena pemimpin mereka berjalan berbelok-belok.

   Demikian pula, di antara manusia,
   Ketika seseorang yang dianggap sebagai pemimpin
   Berperilaku tidak baik,
   Maka orang-orang lain juga melakukan demikian. [76]
   Seluruh kerajaan menjadi kecewa
   Jika rajanya tidak baik.

   Ketika ternak sedang menyeberangi [suatu penyeberangan]
   Ketika sapi pemimpin berjalan lurus,
   Maka semua yang lainnya berjalan lurus
   Karena pemimpin mereka berjalan lurus.

   Demikian pula, di antara manusia,
   Ketika seseorang yang dianggap sebagai pemimpin
   Berperilaku baik,
   Maka orang-orang lain juga melakukan demikian.
   Seluruh kerajaan bergembira
   Jika rajanya baik.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #13 on: 15 February 2013, 05:46:22 AM »
III. TIDAK MUNGKIN KELIRU

71 (1) Usaha

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas mempraktikkan jalan yang tidak mungkin keliru dan telah meletakkan landasan kerja bagi hancurnya noda-noda.<766> Apakah empat ini? Di sini, seorang bhikkhu bermoral, terpelajar, penuh semangat, dan bijaksana. Seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas ini mempraktikkan jalan yang tidak mungkin keliru dan telah meletakkan landasan kerja bagi hancurnya noda-noda.”

72 (2) Pandangan

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas mempraktikkan jalan yang tidak mungkin keliru dan telah meletakkan landasan kerja bagi hancurnya noda-noda. Apakah empat ini? Pikiran meninggalkan keduniawian, pikiran berniat baik, pikiran tidak mencelakai, dan pandangan benar.<767> seorang bhikkhu yang memiliki empat kualitas ini [77] mempraktikkan jalan yang tidak mungkin keliru dan telah meletakkan landasan kerja bagi hancurnya noda-noda.”

73 (3) Orang Jahat: Pengantin

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang jahat. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’

(2) “Kemudian, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’

(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’

(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang jahat mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang jahat.’

“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang jahat.

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini dapat dimengerti sebagai seorang baik. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan jika ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, walaupun diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain dengan sela dan pengurangan, [78] tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’

(2) “Kemudian, seorang yang baik mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain bahkan jika tidak ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apalagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan orang lain tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’

(3) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri bahkan jika tidak ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, apa lagi jika ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kesalahan-kesalahan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kesalahan-kesalahannya tanpa sela atau pengurangan, secara lengkap dan terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’

(4) “Di sini, para bhikkhu, seorang yang baik tidak mengungkapkan kebaikan-kebaikannya sendiri bahkan jika ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, apa lagi jika tidak ditanya. Tetapi ketika ia ditanya tentang kebaikan-kebaikan itu, maka, dengan diarahkan oleh pertanyaan itu, ia akan membicarakan kebaikan-kebaikannya dengan sela dan pengurangan, tidak secara lengkap atau secara terperinci. Maka dapat dimengerti: ‘Orang ini adalah orang baik.’

“Seorang yang memiliki empat kualitas ini dapat dimengerti sebagai seorang yang baik.

“Para bhikkhu,<768> Ketika seorang pengantin pertama kali dibawa pulang ke rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap ibu mertuanya, ayah mertuanya, suaminya, dan bahkan budak-budaknya, para pekerja, dan para pelayannya. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata kepada ibu mertuanya, ayah mertuanya, dan suaminya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’

“Demikian pula, ketika seorang bhikkhu di sini telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, apakah pada malam hari atau siang hari, pertama-tama ia akan menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam terhadap para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan, dan bahkan terhadap para pekerja dan para samaṇera di vihara. Tetapi setelah beberapa lama, sebagai akibat dari hidup bersama dan keakraban dengan mereka, ia berkata bahkan kepada gurunya dan penahbisnya: ‘Pergilah! Engkau tahu apa?’

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami aakan berdiam dengan pikiran seperti pengantin yang baru tiba itu.’ Dengan cara demikianlah kalian harus berlatih.” [79]

74 (4) Terunggul (1)

“Para bhikkhu, ada empat hal ini yang terunggul. Apakah empat ini? Jenis terunggul dari perilaku bermoral, jenis terunggul dari konsentrasi, jenis terunggul dari kebijaksanaan, dan jenis terunggul dari kebebasan. Ini adalah empat hal yang terunggul.”

75 (5) Terunggul (2)

“Para bhikkhu, ada empat hal ini yang terunggul. Apakah empat ini? Yang terunggul dari bentuk, yang terunggul dari perasaan, yang terunggul dari persepsi, dan yang terunggul di antara kondisi-kondisi penjelmaan. Ini adalah empat hal yang terunggul.”<769>

76 (6) Kusinārā

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kusinārā di antara kedua pohon sal kembar di hutan pohon sal milik kaum Malla di Upavattana, pada hari nibbāna akhirnya. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, mungkin ada seorang bhikkhu yang memiliki keragu-raguan atau kebimbangan terhadap Sang Buddha, Dhamma, atau Saṅgha, terhadap sang jalan atau latihan.<770> Maka tanyalah, para bhikkhu. Jangan sampai menyesal kelak, dengan berpikir: ‘Guru kami ada di hadapan kami, namun kami tidak mengajukan pertanyaan kepada Sang Bhagavā ketika kami di hadapanNya.’

Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu berdiam diri. Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu … Dan untuk ke tiga kalinya para bhikkhu berdiam diri.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Mungkin, para bhikkhu, kalian tidak bertanya karena hormat kepada Sang Guru. Maka sampaikanlah pertanyaan kalian kepada seorang teman.” Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu masih berdiam diri. [80]

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan dan mengagumkan, Bhante! Aku yakin tidak ada bhikkhu dalam Saṅgha ini yang memiliki keragu-raguan terhadap Sang Buddha, Dhamma, atau Saṅgha, terhadap sang jalan atau latihan.”

“Engkau berbicara karena keyakinan, Ānanda, tetapi Sang Tathāgata mengetahui hal ini berdasarkan fakta. Karena di antara lima ratus bhikkhu ini, bahkan yang paling rendah adalah seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran kembali di] alam rendah, pasti dalam takdirnya, mengarah menuju pencerahan.”

77 (7) Hal-hal yang Tidak Terpikirkan

“Para bhikkhu, ada empat hal yang tidak terpikirkan<771> ini yang seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya; seseorang yang berusaha untuk memikirkannya akan menghasilkan kegilaan atau frustrasi. Apakah empat ini? (1) Jangkauan para Buddha adalah hal yang tidak terpikirkan yang seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya; seseorang yang berusaha untuk memikirkannya akan menghasilkan kegilaan atau frustrasi. (2) Jangkauan seseorang yang berada di dalam jhāna adalah hal yang tidak terpikirkan … (3) akibat kamma adalah hal yang tidak terpikirkan … (4) Spekulasi tentang dunia adalah hal yang tidak terpikirkan yang seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya; seseorang yang berusaha untuk memikirkannya akan menghasilkan kegilaan atau frustrasi.<772> Ini adalah keempat hal yang tidak terpikirkan itu yang seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya; seseorang yang berusaha untuk memikirkannya akan menghasilkan kegilaan atau frustrasi.”

78 (8 ) Persembahan

“Para bhikkhu, ada empat pemurnian persembahan<773> ini. Apakah empat ini? (1) Ada persembahan yang dimurnikan melalui si pembri tetapi bukan melalui si penerima; (2) ada persembahan yang dimurnikan melalui si penerima tetapi bukan melalui si pemberi; (3) ada persembahan yang tidak dimurnikan apakah melalui si pemberi maupun melalui si penerima; (4) ada persembahan yang dimurnikan melalui si pemberi dan si penerima. [81]

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, persembahan yang dimurnikan melalui si pemberi tetapi bukan melalui si penerima? Di sini, si pemberi bermoral dan berkarakter baik, tetapi si penerima tidak bermoral dan berkarakter buruk. Adalah dengan cara ini suatu persembahan di murnikan melalui si pemberi tetapi bukan melalui si penerima.

(2) “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan melalui si penerima tetapi bukan melalui si pemberi? Di sini, si pemberi tidak bermoral dan berkarakter buruk, tetapi si penerima bermoral dan berkarakter baik. Adalah dengan cara ini suatu persembahan yang dimurnikan melalui si penerima tetapi bukan melalui si pemberi.

(3) “Dan bagaimanakah persembahan yang tidak dimurnikan apakah melalui si pemberi maupun melalui si penerima? Di sini, si pemberi tidak bermoral dan berkarakter buruk, dan si penerima juga tidak bermoral dan berkarakter buruk. Adalah dengan cara ini suatu persembahan yang tidak dimurnikan apakah melalui si pemberi maupun melalui si penerima.

(4) “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan melalui si pemberi dan si penerima? Di sini, si pemberi bermoral dan berkarakter baik, dan si penerima juga bermoral dan berkarakter baik. Adalah dengan cara ini suatu persembahan yang dimurnikan melalui si pemberi dan si penerima.

“Ini adalah keempat pemurnian persembahan itu.”

79 (9) Bisnis

Yang Mulia Sāriputta mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, (1) Mengapakah bagi seseorang di sini, bisnis yang ia lakukan berakhir dengan kegagalan? (2) Mengapakah bagi orang lainnya bisnis yang sama tidak memenuhi harapannya? (3) Mengapakah bagi orang lainnya lagi bisnis yang sama memenuhi harapannya? (4) Dan mengapakah bagi orang lainnya lagi bisnis yang sama melebihi harapannya?”

(1) “Di sini, Sāriputta, seseorang mendatangi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengundangnya untuk menanyakan apa yang ia perlukan, [82] tetapi tidak memberikan apa yang diminta. Ketika ia meninggal dunia dari sana, jika ia kembali ke alam ini, apa pun bisnis yang ia lakukan akan berakhir dengan kegagalan.

(2) “Seorang lainnya mendatangi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengundangnya untuk menanyakan apa yang ia perlukan. Ia memberikannya tetapi tidak memenuhi harapannya. Ketika ia meninggal dunia dari sana, jika ia kembali ke alam ini, apa pun bisnis yang ia lakukan akan tidak memenuhi harapannya.

(3) “Seorang lainnya lagi mendatangi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengundangnya untuk menanyakan apa yang ia perlukan. Ia memberikannya dan memenuhi harapannya. Ketika ia meninggal dunia dari sana, jika ia kembali ke alam ini, apa pun bisnis yang ia lakukan akan  memenuhi harapannya.

(4) “Seorang lainnya lagi mendatangi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengundangnya untuk menanyakan apa yang ia perlukan. Ia memberikannya dan melebihi harapannya. Ketika ia meninggal dunia dari sana, jika ia kembali ke alam ini, apa pun bisnis yang ia lakukan akan  melebihi harapannya.

“Ini, Sāriputta, adalah alasan mengapa bagi seseorang di sini bisnis yang ia lakukan berakhir dengan kegagalan, bagi orang lainnya bisnis yang sama tidak memenuhi harapannya, bagi orang lainnya lagi bisnis yang sama memenuhi harapannya, dan bagi orang lainnya lagi bisnis yang sama melebihi harapannya.”

80 (10) Kamboja

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Bhante, mengapakan para perempuan tidak duduk di dalam dewan, atau melakukan bisnis, atau pergi ke Kamboja?”<774>

“Ānanda, para perempuan rentan terhadap kemarahan; para perempuan iri hati; [83] para perempuan kikir; para perempuan tidak bijaksana. ini adalah mengapa para perempuan tidak duduk di dalam dewan, atau melakukan bisnis, atau pergi ke Kamboja

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku EMPAT
« Reply #14 on: 15 February 2013, 05:47:49 AM »
IV. TIDAK TERGOYAHKAN

81 (1) Membunuh

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, dan berbohong. Seorang yang memiliki empat kualitas akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana.

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, dan menghindari berbohong. Seorang yang memiliki empat kualitas akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana.”

82 (2) Berbohong

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia berbohong, mengucapkan kata-kata yang memecah belah, berbicara kasar, dan bergosip. Seorang yang memiliki empat kualitas akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana. [84]

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? Ia menghindari berbohong, menghindari mengucapkan kata-kata yang memecah belah, menghindari berbicara kasar, dan menghindari bergosip. Seorang yang memiliki empat kualitas akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana.”

83 (3) Mencela

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? 1) “Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela.  (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. (3) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. Dengan memiliki empat kualitas ini seseorang akan akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana.

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? 1) “Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela.  (2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji. (3) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencurigai sesuatu yang manfaatnya mencurigakan. (4) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang manfaatnya terpercaya. Dengan memiliki empat kualitas ini seseorang akan akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana.

84 (4) Kemarahan

“Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? (1) Seorang yang menghargai kemarahan, bukan Dhamma sejati; (2) seorang yang menghargai sikap merendahkan, bukan Dhamma sejati; (3) seorang yang menghargai perolehan, bukan Dhamma sejati; dan (4) seorang yang menghargai kehormatan, bukan Dhamma sejati. Seorang yang memiliki empat kualitas ini akan ditempatkan di neraka, seolah-olah dibawa kesana.

Para bhikkhu, seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana. Apakah empat ini? (1) Seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan kemarahan; (2) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan sikap merendahkan; (3) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan perolehan; dan (4) seorang yang menghargai Dhamma sejati, bukan kehormatan. Seorang yang memiliki empat kualitas [lainnya] ini akan ditempatkan di surga, seolah-olah dibawa kesana.”

85 (5) Kegelapan <775>

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Seorang yang mengarah dari gelap menuju gelap, seorang yang mengarah dari gelap menuju terang, seorang yang mengarah dari terang menuju gelap, dan seorang yang mengarah dari terang menuju terang.”

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang yang mengarah dari gelap menuju gelap? Di sini, seseorang terlahir kembali dalam keluarga rendah – keluarga caṇḍāla, pekerja bambu, pemburu, pembuat kereta, atau pemungut bunga<776> - yang miskin, dengan sedikit makanan dan minuman, yang bertahan hidup dengan susah-payah, di mana makanan dan pakaian diperoleh dengan susah-payah; dan ia buruk rupa, tidak menyenangkan dilihat, cebol, dan banyak penyakit – buta, pincang, timpang, atau lumpuh. Ia tidak memperoleh makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan; kalung bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. Ia melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai akibatnya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Adalah dengan cara ini seseorang mengarah dari gelap menuju gelap.

(2) “Dan bagaimanakah seorang yang mengarah dari gelap menuju terang? Di sini, seseorang terlahir kembali dalam keluarga rendah … di mana makanan dan pakaian diperoleh dengan susah-payah; dan ia buruk rupa … atau lumpuh. Ia tidak memperoleh makanan … dan penerangan. Ia melakukan perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai akibatnya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Adalah dengan cara ini seseorang mengarah dari gelap menuju terang.

(3) “Dan bagaimanakah seorang yang mengarah dari terang menuju gelap? [86] Di sini, seseorang terlahir kembali dalam keluarga tinggi – keluarga khattiya yang makmur, keluarga brahmana yang makmur, atau keluarga perumah tangga yang makmur – seorang yang kaya, dengan harta dan kekayaan besar, dengan emas dan perak berlimpah, dengan pusaka dan kepemilikan berlimpah, dengan kekayaan dan panen berlimpah; dan ia rupawan, menarik, anggun, memiliki kecantikan sempurna. Ia memperoleh makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan; kalung bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. Ia melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai akibatnya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, dalam takdir yang buruk, di alam rendah, di neraka. Adalah dengan cara ini seseorang mengarah dari terang menuju gelap.

(4) “Dan bagaimanakah seorang yang mengarah dari terang menuju terang? Di sini, seseorang terlahir kembali dalam keluarga tinggi … dengan kekayaan dan panen berlimpah; dan ia rupawan … memiliki kecantikan sempurna. Ia memperoleh makanan … dan penerangan. Ia melakukan perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai akibatnya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam takdir yang baik, di alam surga. Adalah dengan cara ini seseorang mengarah dari terang menuju terang.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”

86 (6) Membungkuk

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Seorang yang membungkuk yang membungkuk lebih rendah, seorang yang membungkuk yang berdiri, seorang yang berdiri yang membungkuk, dan seorang yang berdiri yang berdiri lebih tinggi lagi.<777>

“Ini adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”

87 (7) Putera

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Petapa yang tak tergoyahkan, pertapa teratai merah, petapa teratai putih, dan petapa lembut di antara para petapa.<778>

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang yang berlatih mempraktikkan sang jalan yang berdiam dengan beraspirasi pada keamanan tertinggi dari ikatan. Seperti halnya [87] putera tertua dari seorang raja khattiya yang sah – seorang yang pasti dilantik tetapi masih belum dilantik – telah mencapai kondisi tak tergoyahkan,<779> demikian pula seorang bhikkhu adalah seorang yang berlatih mempraktikkan sang jalan yang berdiam dengan beraspirasi pada keamanan tertinggi dari ikatan.<780> Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan.

(2) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai putih? Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seorang bhikkhu telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya; namun ia belum berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai putih.<781>

(3) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai merah? Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seorang bhikkhu telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya; dan ia berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai merah.<782>

(4) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa? Di sini, seorang bhikkhu biasanya mengenakan jubah yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang mengenakan jubah yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya;<783> ia biasanya memakan makanan yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang memakan makanan yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya; ia biasanya menempati tempat tinggal yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menempati tempat tinggal yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya; ia biasanya menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. Teman-temannya para bhikkhu, yang dengan mereka ia menetap, biasanya memperlakukannya dengan cara-cara yang menyenangkan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, jarang dengan cara-cara yang tidak menyenangkan. Ketidak-nyamanan yang berasal dari empedu, dahak, angin, atau kombinasinya;<784> ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari perubahan cuaca; ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari perilaku yang tidak hati-hati; ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari serangan; atau ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari akibat kamma – hal-hal ini tidak muncul padanya.<785> Ia jarang sakit. Sesuai kehendaknya, tanpa kesusahan atau kesulitan, ia mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, [88] kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa.

“Jika, para bhikkhu, seseorang mengatakan dengan benar tentang orang lain: ‘Ia adalah seorang petapa lembut di antara para petapa,’ adalah tentang Aku maka ia mengatakan hal ini. Karena Aku biasanya biasanya mengenakan jubah yang telah secara khusus dipersembahkan kepadaKu, jarang mengenakan jubah yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadaKu; Aku biasanya memakan makanan yang telah secara khusus dipersembahkan kepadaKu, jarang memakan makanan yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadaKu; Aku biasanya menempati tempat tinggal yang telah secara khusus dipersembahkan kepadaKu, jarang menempati tempat tinggal yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadaKu; Aku biasanya menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang telah secara khusus dipersembahkan kepadaKu, jarang menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadaKu. Para bhikkhu itu, yang dengan mereka Aku menetap, biasanya memperlakukanKu dengan cara-cara yang menyenangkan melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, jarang dengan cara-cara yang tidak menyenangkan. Ketidak-nyamanan yang berasal dari empedu, dahak, angin, atau kombinasinya; ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari perubahan cuaca; ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari perilaku yang tidak hati-hati; ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari serangan; atau ketidak-nyamanan yang dihasilkan dari akibat kamma – hal-hal ini tidak muncul padaKu. Aku jarang sakit. Sesuai kehendakKu, tanpa kesusahan atau kesulitan, Aku mencapai empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini. Dengan hancurnya noda-noda, Aku telah merealisasi untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Aku berdiam di dalamnya. Jika seseorang mengatakan dengan benar tentang orang lain: ‘Ia adalah seorang petapa lembut di antara para petapa,’ adalah tentang Aku maka ia mengatakan hal ini.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”

88 (8 ) Belenggu

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Petapa yang tak tergoyahkan, pertapa teratai merah, petapa teratai putih, dan petapa lembut di antara para petapa.

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan? Di sini, dengan hancurnya tiga belenggu, [89] seorang bhikkhu adalah seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi [terlahir kembali di] alam rendah, pasti dalam takdirnya, menuju pencerahan. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan.

(2) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai putih? Di sini, dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan delusi, seorang bhikkhu adalah seorang yang-kembali-sekali yang, setelah kembali ke dunia ini hanya satu kali lagi, akan mengakhiri penderitaan. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai putih.

(3) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai merah? Di sini, dengan hancurnya lima belenggu, seorang bhikkhu adalah seorang yang terlahir kembali secara spontan, pasti mencapai nibbāna akhir di sana tanpa kembali dari alam itu. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai merah.

(4) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa? Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seorang bhikkhu telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”

89 (9) Pandangan

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Petapa yang tak tergoyahkan, pertapa teratai merah, petapa teratai putih, dan petapa lembut di antara para petapa.

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang yang berpandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan.

(2) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai putih? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang yang berpandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; namun ia belum berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. [90] Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai putih.

(3) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai merah? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang yang berpandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar; dan ia berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai merah.

(4) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa? Di sini, seorang bhikkhu biasanya mengenakan jubah yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang mengenakan jubah yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya … [seperti pada 4:87] … Jika seseorang mengatakan dengan benar tentang orang lain: ‘Ia adalah seorang petapa lembut di antara para petapa,’ adalah tentang Aku maka ia mengatakan hal ini.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”<786>

90 (10) Kelompok-kelompok Unsur Kehidupan

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Petapa yang tak tergoyahkan, pertapa teratai merah, petapa teratai putih, dan petapa lembut di antara para petapa.

(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang yang berlatih mempraktikkan sang jalan yang berdiam dengan beraspirasi pada keamanan tertinggi dari ikatan. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa yang tak tergoyahkan.

(2) Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai putih? Di sini, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah persepsi, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah aktivitas-aktivitas berkehendak, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya’; demikianlah kesadaran, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya. namun ia belum berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai putih.

(3) Dan bagaimanakah seseorang menjadi petapa teratai merah? Di sini, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan … demikianlah persepsi … demikianlah aktivitas-aktivitas berkehendak … demikianlah kesadaran, demikianlah asal-mulanya, [91] demikianlah lenyapnya’; dan ia berdiam setelah menyentuh delapan kebebasan dengan tubuhnya. Dengan cara inilah seseorang itu menjadi seorang petapa teratai merah.

(4) “Dan bagaimanakah seseorang menjadi seorang petapa lembut di antara para petapa? Di sini, seorang bhikkhu biasanya mengenakan jubah yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang mengenakan jubah yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya … [seperti pada 4:87] … Jika seseorang mengatakan dengan benar tentang orang lain: ‘Ia adalah seorang petapa lembut di antara para petapa,’ adalah tentang Aku maka ia mengatakan hal ini.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”

 

anything