Sila, samadhi dan prajna berangkat dari praktik. Bukan soal doktrin.
dari mana anda tau ini sila, ini samadi, ini prajna? secara anda tidak perduli yang mengajarkan ada atau tidak, tkoh hayalan atau bukan. anda tau dari mana sila samadi prajna itu nyata bukan hayalan?
Yang saya maksudkan pesan untuk "bersyukur dan berterimakasih secara tulus pada orang tua" adalah selaras dengan Buddhadharma. Kalau menyebarkan "sutra palsu", apakah perbuatan itu selara pada Buddhadharma atau tidak, maka perhatikan dulu pesan dari sutra yang disebarkan. Jangan hanya dilihat dari palsu atau tidaknya. Bahkan booklet, artikel, buku yang ditulis seseorang di masa sekarang saja, yang jelas-jelas bukan berasal dari zaman Sang Buddha, atau ajaran dari kitab suci agama lain, sebagian bisa bisa dinilai sebagai selaras dengan Buddhadharma, mengapa sebuat teks yang yang dianggap "sutra" (mesti diragukan nilai kesejarahannya) tidak bisa selaras dengan Buddhadharma? Nilai palsu atau tidaknya suatu teks adalah soal nilai historitas yang seharusnya jadi urusan para pengkaji teks kuno dan sejarahwan, bukan urusan praktisi Buddhdharma.
selaras dengan budadarma yang mana? budadarma yang anda maksud yang mana?
urusan praktisi tetap setidaknya harus tau (prajna katanya harus di praktekan) apa yang dipraktekannya, apa yang dilakukannya bukannya praktek membuta tanpa mengetahui ini asli atau palsu, setuju tidak?
Maskudmu Master Sheng-yen berbohong? yang mana?
maksud saya adalah, apabila dari atasnya misalnya gurudari guru master mengajarkan kebohongan apakah master menjadi mengajar kebenaran? (dalam konteks misalnya buda itu tokoh hayalan)
Term&Conditionnya adalah praktik yang selaras dengan sila, samadhi dan prajna.
sila, samadhi, prajna bukan soal "ajaran" (kalau yang kaumaksud adalah "doktrin"). Semuanya hanya soal praktik dan realitas.
apakah tiga itu harus berbarengan atau sendiri2?