//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)  (Read 42977 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #105 on: 18 September 2010, 10:59:04 PM »
Tambahan
40  Cūḷa-Assapura Sutta

[281] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di [ ]Negeri Anga, [ ]di pemukiman Anga bernama Assapura.

2. “[’]Petapa, petapa’, [ ]Para bhikkhu, itu adalah bagaimana orang-orang mengenali kalian.

4. “Misalkan senjata yang disebut mataja, => ini bahasa pali ya? di link lain yg saya liat tulisannya a weapon named Matajā, sharp on both edges

5. juga bukan dari seorang pembaca mantra hanya karena membaca mantra;

6. ketika engkau tamak, engkau akan meninggalkan ketamakan, ketika engkau memiliki pikiran berniat buruk, engkau akan meninggalkan niat buruk ... ketika engkau berpandangan salah, engkau akan meninggalkan pandangan salah’.

Jika dengan menetap di ruang terbuka ... Jika dengan terus-menerus berdiri
Jika dengan membaca mantra

7. “Bagaimanakah, Para bhikkhu, seorang bhikkhu melatih jalan benar selayaknya bagi [ ]seorang petapa?

8. Ketika ia melihat ini, kegembiraan muncul dalam dirinya.

13. atau dari mana pun kalian inginkan, setelah mendatangi kolam itu, ia akan memuaskan dahaganya dan demam cuaca-panasnya. quench their thirst and dispel the burning sblm demam itu ada lagi ga terjemahan kata kerjanya?
Demikian pula, Para bhikkhu, jika siapa pun dari kasta para mulia
Jika siapa pun dari kasta brahmana meninggalkan keduniawian … jika siapa pun dari kasta pedagang meninggalkan keduniawian … jika siapapun dari kasta para mulia meninggalkan keduniawian … => ko indra, ini yg kasta para mulia ada lagi ato ga? di atas kan uda ada.
jika siapa pun dari kasta pekerja meninggalkan

14. “Para bhikkhu, jika siapa pun dari kasta para mulia
Dan jika siapa pun dari kasta brahmana meninggalkan keduniawian … Jika siapa pun dari kasta pedagang meninggalkan keduniawian … Jika siapa pun dari kasta pekerja meninggalkan keduniawian

Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.Khotbah Pendek di Assapura => ini tercopas ya?
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #106 on: 20 September 2010, 06:54:15 PM »
delete
« Last Edit: 20 September 2010, 07:18:50 PM by Yi FanG »
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #107 on: 20 September 2010, 06:55:21 PM »
double
« Last Edit: 20 September 2010, 07:05:26 PM by Yi FanG »
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #108 on: 20 September 2010, 07:43:31 PM »
41  Sāleyyaka Sutta
Brahmana Sālā

[285] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang mengembara secara bertahap di Negeri Kosala bersama banyak Sangha para bhikkhu, dan akhirnya Beliau tiba di desa Brahmana Kosala bernama Sālā.

2. Para brahmana perumah tangga dari Sālā mendengar: “Petapa Gotama, putra Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, telah mengunjungi Negeri Kosala bersama banyak Sangha para bhikkhu dan telah tiba di Sālā. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā sempurna, telah tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia. Beliau menyatakan kepada dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan Brahmā, kepada generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para raja dan rakyatnya, yang [ ]telah Beliau tembus oleh diri-Nya sendiri dengan pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, dan Beliau mengungkapkan kehidupan suci yang murni dan sempurna sepenuhnya’. Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”

3. Kemudian para brahmana perumah tangga dari Sālā mendatangi Sang Bhagavā. Beberapa bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi; beberapa lainnya saling bertukar sapa dengan Beliau, dan ketika ramah-tamah ini berakhir, duduk di satu sisi; beberapa lainnya merangkapkan tangan sebagai penghormatan kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi; beberapa lainnya menyebutkan nama dan suku mereka di hadapan Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi; beberapa hanya berdiam diri dan duduk di satu sisi.

4. Ketika mereka telah duduk, mereka berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, apakah penyebab dan kondisi mengapa beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali dalam kondisi sengsara, di alam yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan dalam neraka? Dan apakah penyebab dan kondisi mengapa beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga?”

5. “Para perumah tangga, adalah dengan alasan perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma, dengan alasan perilaku tidak baik maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali dalam kondisi sengsara, di alam yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan dalam neraka. Adalah dengan alasan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, dengan alasan perilaku yang baik maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga.” [286]

6. “Kami tidak memahami makna secara terperinci dari ucapan Guru Gotama, yang telah Beliau ucapkan secara ringkas tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepada kami sehingga kami dapat memahami makna terperinci dari ucapan Beliau.”

“Maka, Para perumah tangga, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.”

“Baik, Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

7. “Para perumah tangga, terdapat tiga jenis perilaku jasmani yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku yang tidak baik. Terdapat empat jenis perilaku ucapan yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku yang tidak baik. Terdapat tiga jenis perilaku pikiran yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku yang tidak baik.

8. “Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik? Di sini, seseorang membunuh makhluk hidup; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup. Ia mengambil apa yang tidak diberikan; ia mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Ia melakukan perbuatan salah dalam kenikmatan indria; ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu, ayah, ibu dan ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sanak saudara mereka, yang memiliki suami, yang dilindungi oleh hukum, dan bahkan dengan mereka yang mengenakan kalung bunga sebagai tanda pertunangan. Itu adalah tiga jenis perilaku jasmani yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik.

9. Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, empat jenis perilaku ucapan yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik? Di sini, seseorang mengatakan yang tidak benar; ketika dipanggil oleh pengadilan, atau dalam suatu pertemuan, atau di depan sanak saudaranya, atau oleh perkumpulannya, atau di depan anggota keluarga kerajaan, dan ditanya sebagai seorang saksi sebagai berikut: ‘Baiklah, Tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu,’ atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu;’ tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat;’ dengan penuh kesadaran ia mengatakan kebohongan demi keselamatan dirinya sendiri, atau demi keselamatan orang lain, atau demi hal-hal remeh. Ia mengucapkan kata-kata jahat; ia mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, atau ia mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang rukun, seorang pembuat perpecahan, yang menikmati perselisihan, bergembira dalam perselisihan, bersukacita dalam perselisihan, pengucap kata-kata yang menciptakan perselisihan. Ia berkata kasar; ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakiti orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak menunjang konsentrasi. [287] Ia adalah seorang penggosip; ia berbicara di waktu yang salah, mengatakan apa yang tidak benar, mengatakan hal yang tidak berguna, mengatakan yang berlawanan dengan Dhamma dan Disiplin; pada waktu yang salah ia mengucapkan kata-kata yang tidak berguna, tidak masuk akal, melampaui batas, dan tidak bermanfaat. Ini adalah empat jenis perilaku ucapan yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik.

10. “Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik? Di sini, seseorang bersifat iri-hati; ia iri pada kekayaan dan kemakmuran orang lain sebagai berikut: ‘O, semoga apa yang menjadi milik orang lain menjadi milikku!’ Atau ia memiliki pikiran berniat buruk dan niat membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh dan disembelih, semoga mereka dipotong, musnah, atau dibasmi!’ Atau ia memiliki pandangan salah, penglihatan menyimpang, sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dipersembahkan, tidak ada yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir secara spontan; tidak ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakannya di dunia ini dan di dunia lain.’ [ ]Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku tidak baik. Jadi, Para perumah tangga, adalah dengan alasan perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma demikian, dengan alasan perilaku tidak baik demikian maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali dalam kondisi sengsara, di alam yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan dalam neraka.

11. “Para perumah tangga, terdapat tiga jenis perilaku jasmani yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik. Terdapat empat jenis perilaku ucapan yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik. Terdapat tiga jenis perilaku pikiran yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.

12. “Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik? Di sini seseorang, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk hidup, dengan tongkat dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasihan kepada semua makhluk hidup. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; ia tidak mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Dengan meninggalkan perbuatan salah dalam kenikmatan indria, ia menghindari perbuatan salah dalam kenikmatan indria; ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu, ayah, ibu dan ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sanak saudara mereka, yang memiliki suami, yang dilindungi oleh hukum, atau dengan mereka yang mengenakan kalung bunga sebagai tanda pertunangan. Itu adalah tiga jenis perilaku jasmani yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik. [288]

13. Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, empat jenis perilaku ucapan yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik? Di sini seseorang, dengan meninggalkan kebohongan, menghindari kata-kata bohong; ketika dipanggil oleh pengadilan, atau dalam suatu pertemuan, atau di depan sanak saudaranya, atau oleh perkumpulannya, atau di depan anggota keluarga kerajaan, dan ditanya sebagai seorang saksi sebagai berikut: ‘Baiklah, Tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui’, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu’, atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’,; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat’, atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat’; ia tidak dengan penuh kesadaran mengatakan kebohongan demi keselamatan dirinya sendiri, atau demi keselamatan orang lain, atau demi hal-hal remeh. Dengan meninggalkan kata-kata jahat, ia menghindari kata-kata jahat; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, juga ia tidak mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain dengan tujuan untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang merukunkan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persahabatan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersukacita dalam kerukunan, pengucap kata-kata yang menciptakan kerukunan. Dengan meninggalkan ucapan kasar, ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, dan indah, ketika masuk dalam batin, sopan, disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang. Dengan meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sebenarnya, mengatakan apa yang baik, membicarakan Dhamma dan Disiplin; pada saat yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, yang logis, selayaknya, dan bermanfaat. Ini adalah empat jenis perilaku ucapan yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.

14. “Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang sesuai dengan Dhamnma, perilaku yang baik? Di sini seseorang tidak bersifat iri-hati; ia tidak iri pada kekayaan dan kemakmuran orang lain sebagai berikut: ‘O, semoga apa yang menjadi milik orang lain menjadi milikku!’ Pikirannya tanpa niat buruk dan niatnya bebas dari kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini bebas dari pemusuhan, penderitaan, dan ketakutan! Semoga mereka hidup berbahagia!’ Ia memiliki pandangan benar, penglihatan yang tidak menyimpang, sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dipersembahkan, ada yang dikorbankan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini, ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir secara spontan; ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakannya di dunia ini dan di dunia lain’. Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang sesuai dengan Dhamnma, perilaku yang baik. Jadi, Para perumah tangga, adalah dengan alasan perilaku yang sesuai dengan Dhamma demikian, dengan alasan perilaku yang baik demikian, maka beberapa makhluk di sini, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. [289]

15. “Jika, Para perumah tangga, seseorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik, berkehendak: ‘O, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para mulia yang kaya!’ itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para mulia yang kaya. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.

16-17. “Jika, Para perumah tangga, seseorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik, berkehendak: ‘O, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para brahmana yang kaya! ... di tengah-tengah para perumah tangga kaya!’ Itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para perumah tangga kaya. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.

18-42. “Jika, Para perumah tangga, seseorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik, berkehendak: ‘O, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam surga Empat Raja Dewa! ... di tengah-tengah para dewa di alam surga Tiga Puluh Tiga ... para dewa Yāma ... para dewa di alam surga Tusita ... para dewa yang bergembira dalam penciptaan ... para dewa yang menguasai ciptaan para dewa lain ... para dewa pengikut Brahmā ... para dewa bercahaya ’ ... para dewa dengan cahaya terbatas ... para dewa dengan cahaya tanpa batas ... para dewa dengan cahaya gemerlap ... para dewa Agung ... para dewa dengan Keagungan terbatas ... para dewa dengan Keagungan tanpa batas ... para dewa dengan Keagungan gemilang ... para dewa berbuah besar ... para dewa Aviha ... para dewa Atappa ... para dewa Sudassa ... para dewa Sudassī ... para dewa Akaniṭṭha ... para dewa di alam landasan ruang tanpa batas ... para dewa di alam landasan kesadaran tanpa batas ... para dewa di alam landasan kekosongan ... para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi!’ itu adalah mungkin, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.

43. “Jika, Para perumah tangga, seseorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik, berkehendak: ‘O, bahwa dengan menembus untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, semoga aku dapat di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda!’ Adalah mungkin bahwa, dengan menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, ia dapat di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Mengapakah? Karena ia melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik.”  [290]

44. Ketika hal ini dikatakan, Para brahmana perumah tangga dari Sālā berkata kepada Sang Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan bagi mereka yang memiliki penglihatan agar dapat melihat bentuk-bentuk. Kami berlindung pada Guru Gotama dan Dhamma dan Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama menerima kami sebagai pengikut awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #109 on: 20 September 2010, 07:47:49 PM »
42  Verañjaka Sutta
Brahmana Verañja

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

2. Pada saat itu, beberapa brahmana perumah tangga dari Verañja sedang mengunjungi Sāvatthī untuk suatu urusan. [291]

3-44. [Teks dari sutta ini sama dengan teks pada sutta 41, kecuali pada bagian di mana sutta sebelumnya disampaikan sehubungan dengan “perilaku yang tidak sesuai dengan Dhamma, perilaku yang tidak baik” (§§7-10) dan “perilaku yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik” (§§11-14), sutta ini disampaikan sehubungan dengan “seorang yang tidak melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, seorang yang berperilaku tidak baik” dan “seorang yang melaksanakan perilaku yang sesuai dengan Dhamma, seorang yang berperilaku baik”; ganti kata “Sālā” dengan “Verañja” di sepanjang sutta.]
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #110 on: 21 September 2010, 09:55:16 AM »
43  Mahāvedalla Sutta
Rangkaian panjang Tanya-Jawab

[292] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

“Kemudian, pada malam hari, Yang Mulia Mahā Koṭṭhita bangkit dari meditasinya, mendatangi Yang Mulia Sāriputta, dan saling bertukar sapa dengannya. [ ]Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

(KEBIJAKSANAAN)

2. “’Seorang yang tidak bijaksana, seorang yang tidak bijaksana’ dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan, ’seorang yang tidak bijaksana’?”

“’Seorang yang tidak dengan bijaksana memahami, seorang yang tidak dengan bijaksana memahami’, Teman; itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang tidak bijaksana’. Dan apakah yang seseorang tidak dengan bijaksana memahami? Ia tidak dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah penderitaan’; ia tidak dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia tidak dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ia tidak dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’. ‘Seorang yang tidak dengan bijaksana memahami, seorang yang tidak dengan bijaksana memahami’, teman; itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang tidak bijaksana’.

Dengan mengatakan “Bagus, Teman’, Yang Mulia Mahā Koṭṭhita senang dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:

3. “’Seorang yang bijaksana, seorang yang bijaksana’ dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan, ’seorang yang bijaksana’?”

“’Seorang yang dengan bijaksana memahami, seorang yang dengan bijaksana memahami,’ teman; itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang bijaksana’. Dan apakah yang seseorang dengan bijaksana memahami? Ia dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah penderitaan’; ia dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ia dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ia dengan bijaksana memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’. ‘Seorang yang dengan bijaksana memahami, seorang yang dengan bijaksana memahami’, teman; itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang bijaksana’.

(KESADARAN)

4. “’Kesadaran, kesadaran’ dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah ‘kesadaran’ dikatakan?”

“’Kesadaran menyadari, kesadaran menyadari’, teman; itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan. [ ]Apakah yang dikenali? Kesadaran menyadari ‘[Ini] menyenangkan’; kesadaran menyadari: ‘[Ini] menyakitkan’; kesadaran menyadari: ‘[Ini] bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan’.; “’Kesadaran menyadari, kesadaran menyadari’, teman; itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan.

5. “Kebijaksanaan dan kesadaran, temanapakah kondisi-kondisi ini tergabung atau terpisah? Dan apakah mungkin memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara keduanya?”

“Kebijaksanaan dan kesadaran, temankondisi-kondisi ini adalah tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara keduanya. Karena apa yang seseorang pahami dengan bijaksana, maka itulah yang ia sadari, dan apa yang ia sadari, maka itulah yang ia pahami dengan bijaksana. [293] Itulah mengapa kondisi-kondisi ini tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara keduanya.”

6. “Apakah perbedaannya, Teman, antara kebijaksanaan dan kesadaran, bahwa kondisi-kondisi ini tergabung, bukan terpisah?”

“Perbedaannya, Teman, antara kebijaksanaan dan kesadaran, bahwa kondisi-kondisi ini tergabung, bukan terpisah, adalah: kebijaksanaan harus dikembangkan, kesadaran harus dipahami sepenuhnya.”

(PERASAAN)

7. “’Perasaan, perasaan’ dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah ‘perasaan’ dikatakan?”

“’Perasaan merasakan, perasaan merasakan’, teman; itulah mengapa ‘perasaan’ dikatakan. Apakah yang dirasakan? Perasaan merasakan kenikmatan, perasaan merasakan kesakitan, perasaan merasakan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan’. ’Perasaan merasakan, perasaan merasakan,’ teman; itulah mengapa ‘perasaan’ dikatakan.

(PERSEPSI)

8. “Persepsi, persepsi dikatakan, teman. Sehubungan dengan apakah ‘persepsi’ dikatakan?”

“Persepsi mempersepsikan, persepsi mempersepsikan,’ teman; itulah mengapa ‘persepsi’ dikatakan. Apakah yang dipersepsikan? Persepsi mempersepsikan biru, persepsi mempersepsikan kuning, persepsi mempersepsikan merah, dan persepsi mempersepsikan putih. ’Persepsi mempersepsikan, persepsi mempersepsikan’, teman; itulah mengapa ‘persepsi’ dikatakan.

9. “Perasaan, persepsi, dan kesadaran, temanapakah kondisi-kondisi ini tergabung atau terpisah? Dan apakah mungkin memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara ketiganya?”

“Perasaan, persepsi, dan kesadaran, temankondisi-kondisi ini adalah tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara ketiganya. Karena apa yang seseorang rasakan, itulah yang ia persepsikan; dan apa yang ia persepsikan, itulah yang ia sadari. Itulah mengapa kondisi-kondisi ini adalah tergabung, bukan terpisah, dan adalah tidak mungkin untuk memisahkan kondisi-kondisi ini satu sama lain untuk menggambarkan perbedaan antara ketiganya.”

(MENGETAHUI HANYA MELALUI PIKIRAN)

10. “Teman, apakah yang dapat diketahui oleh kesadaran-pikiran yang dimurnikan yang terbebas dari kelima indria?”

“Teman, melalui kesadaran-pikiran yang dimurnikan yang terbebas dari kelima indria, maka landasan ruang tanpa batas dapat diketahui sebagai berikut: ‘Ruang adalah tanpa batas’; landasan kesadaran tanpa batas dapat diketahui sebagai berikut: ‘Kesadaran adalah tanpa batas’; dan landasan kekosongan dapat diketahui sebagai berikut: ‘Tidak ada apa-apa’.”

11. “Teman, dengan apakah seseorang memahami suatu kondisi yang dapat diketahui?”

“Teman, seseorang memahami suatu kondisi yang dapat diketahui dengan mata kebijaksanaan.”

12. “Teman, apakah kegunaan kebijaksanaan?”

“Kegunaan kebijaksanaan, Teman, adalah pengetahuan langsung, gunanya adalah pemahaman sepenuhnya, gunanya adalah melepaskan.”

(PANDANGAN BENAR)

[294] 13. “Teman, berapakah kondisi bagi munculnya pandangan benar?”

“Teman, ada dua kondisi bagi munculnya pandangan benar: kata-kata orang lain dan perhatian bijaksana. Ini adalah dua kondisi bagi munculnya pandangan benar.”

14. [ ]“Teman, oleh berapakah faktor pandangan benar dibantu ketika memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya, kebebasan pikiran sebagai buah dan manfaatnya, ketika memiliki kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buahnya, kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buah dan manfaatnya?”

“Teman, pandangan benar dibantu oleh lima faktor ketika memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya, kebebasan pikiran sebagai buah dan manfaatnya, ketika memiliki kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buahnya, kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buah dan manfaatnya. Di sini, Teman, pandangan benar dibantu oleh moralitas, pembelajaran, diskusi, ketenangan, dan pandangan terang. Pandangan benar dibantu oleh lima faktor ketika memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya, kebebasan pikiran sebagai buah dan manfaatnya, ketika memiliki kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buahnya, kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai buah dan manfaatnya.”

(PENJELMAAN)

15. “Teman, berapakah jenis penjelmaan?”

“Ada tiga jenis penjelmaan ini, teman: penjelmaan alam-indria, penjelmaan alam-berbentuk, dan penjelmaan alam-tanpa-bentuk.”

16. “Teman, bagaimanakah penjelmaan baru di masa depan dihasilkan?”

“Teman, penjelmaan baru di masa depan dihasilkan melalui kegembiraan dalam ini dan itu di pihak makhluk-makhluk yang dirintangi oleh kebodohan dan terbelenggu oleh keinginan.”

17. “Teman, bagaimanakah penjelmaan baru di masa depan tidak dihasilkan?”

“Teman, dengan meluruhnya kebodohan, dengan munculnya pengetahuan sejati, dan dengan lenyapnya keinginan, maka penjelmaan baru di masa depan tidak dihasilkan.”

(JHĀNA PERTAMA)

18. “Teman, apakah jhāna pertama?”

“Di sini, Teman, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraaan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Ini disebut jhāna pertama.”

19. “Teman, berapakah faktor yang dimiliki jhāna pertama?”

“Teman, jhāna pertama memiliki lima faktor. Di sini, ketika seorang bhikkhu telah masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, di sana muncul awal pikiran, kelangsungan pikiran, kegembiraan, kenikmatan, dan keterpusatan pikiran. Ini adalah bagaimana jhāna pertama memiliki lima faktor.”

20. “Teman, berapakah faktor yang ditinggalkan dalam jhāna pertama dan berapakah faktor yang dimiliki?”

“Teman, dalam jhāna pertama lima faktor ditinggalkan dan lima faktor dimiliki. Di sini, ketika seorang bhikkhu telah masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, keinginan indria ditinggalkan, niat buruk ditinggalkan, kelambanan dan ketumpulan ditinggalkan, kekhawatiran dan penyesalan [295] ditinggalkan, dan keragu-raguan ditinggalkan; dan di sana muncul awal pikiran, kelangsungan pikiran, kegembiraan, kenikmatan, dan keterpusatan pikiran. Ini adalah bagaimana dalam jhāna pertama lima faktor ditinggalkan dan lima faktor dimiliki.”

(LIMA INDRIA)

21. “Teman, lima indria ini masing-masing memiliki bidang terpisah, wilayah terpisah, dan tidak saling mengalami bidang dan wilayah lainnya, yaitu: indria mata, indria telinga, indria hidung, indria lidah, dan indria badan. Sekarang dari kelima indria ini yang masing-masing memiliki bidang terpisah, wilayah terpisah, dan tidak saling mengalami bidang dan wilayah lainnya, apakah penentunya, apakah yang mengalami bidang dan wilayahnya?”

“Teman, kelima indria ini masing-masing memiliki bidang terpisah, wilayah terpisah, dan tidak saling mengalami bidang dan wilayah lainnya, yaitu: indria mata, indria telinga, indria hidung, indria lidah, dan indria badan. Sekarang dari kelima indria ini yang masing-masing memiliki bidang terpisah, wilayah terpisah, dan tidak saling mengalami bidang dan wilayah lainnya, memiliki pikiran sebagai penentunya, dan pikiran mengalami bidang dan wilayahnya.”

22. “Teman, sehubungan dengan kelima indria iniyaitu: indria mata, indria telinga, indria hidung, indria lidah, dan indria badanbergantung pada apakah kelima indria ini berdiri?”

“Teman, sehubungan dengan kelima indria iniyaitu: indria mata, indria telinga, indria hidung, indria lidah, dan indria badankelima indria ini berdiri dengan bergantung pada vitalitas.”

“Teman, bergantung pada apakah vitalitas berdiri?”

“Vitalitas berdiri dengan bergantung pada panas.”

“Teman, bergantung pada apakah panas berdiri?”

“Panas berdiri dengan bergantung pada vitalitas.”

“Tadi, Teman, kami memahami Yang Mulia Sāriputta mengatakan: ‘Vitalitas berdiri dengan bergantung pada panas’.; dan sekarang kami memahami ia mengatakan: ‘Panas berdiri dengan bergantung pada vitalitas’. Bagaimanakah makna dari kedua pernyataan ini dipahami?”

“Dalam hal ini, Teman, aku akan memberikan sebuah perumpamaan, karena beberapa orang bijaksana di sini memahami makna suatu pernyataan melalui perumpamaan. Seperti halnya ketika sebuah lampu minyak menyala, cahayanya terlihat dengan bergantung pada apinya dan apinya terlihat dengan bergantung pada cahayanya; demikian pula, vitalitas berdiri dengan bergantung pada panas dan panas berdiri dengan bergantung pada vitalitas.”
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #111 on: 21 September 2010, 09:31:39 PM »
(BENTUKAN-BENTUKAN VITAL)

23. “Teman, apakah bentukan-bentukan vital adalah kondisi perasaan atau apakah bentukan-bentukan vital adalah satu hal dan kondisi perasaan adalah hal lainnya?” [296]

“Bentukan-bentukan vital, teman, bukanlah kondisi perasaan. [ ]Jika bentukan-bentukan vital adalah kondisi perasaan, maka ketika seorang bhikkhu telah memasuki lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak terlihat keluar dari sana. Karena bentukan-bentukan vital adalah satu hal dan kondisi perasaan adalah hal lainnya, ketika seorang bhikkhu telah memasuki lenyapnya persepsi dan perasaan, ia dapat terlihat keluar dari sana.”

24. “Teman, ketika jasmani ini kehilangan berapa kondisikah maka jasmani ini dilepaskan dan ditinggalkan, dibiarkan mati bagaikan balok kayu?”

“Teman, ketika jasmani ini kehilangan tiga kondisivitalitas, panas, dan kesadaranmaka jasmani ini dilepaskan dan ditinggalkan, dibiarkan mati bagaikan balok kayu.”

25. “Teman, apakah perbedaan antara seseorang yang mati, yang telah menyelesaikan waktunya, dan seorang bhikkhu yang memasuki lenyapnya persepsi dan perasaan?”

“Teman, dalam hal seorang yang mati, yang telah menyelesaikan waktunya, bentukan-bentukan jasmaninya telah memudar dan sirna, bentukan-bentukan ucapannya telah memudar dan sirna; bentukan-bentukan pikirannya telah memudar dan sirna, vitalitasnya padam, panasnya berhamburan, dan indria-indrianya hancur seluruhnya. Dalam hal seorang bhikkhu yang memasuki lenyapnya persepsi dan perasaan, [ ]bentukan-bentukan jasmaninya telah memudar dan sirna, bentukan-bentukan ucapannya telah memudar dan sirna, tetapi vitalitasnya tidak padam, panasnya tidak berhamburan, dan indria-indrianya menjadi sangat jernih. [ ]Ini adalah perbedaan antara seseorang yang mati, yang telah menyelesaikan waktunya, dan seorang bhikkhu yang memasuki lenyapnya persepsi dan perasaan.”

(KEBEBASAN PIKIRAN)

26. “Teman, berapakah kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman, ada empat kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan: di sini, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini adalah empat kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

27. “Teman, berapakah kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran?”

“Teman, ada dua kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran: tanpa-perhatian pada segala gambaran dan perhatian pada unsur tanpa-gambaran. Ini adalah dua kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran.”

28. “Teman, berapakah kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran yang terus-menerus?”

“Teman, ada dua kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran yang terus-menerus: [297] tanpa-perhatian pada segala gambaran, perhatian pada unsur tanpa-gambaran, dan tekad sebelumnya [atas lamanya]. Ini adalah ada tiga kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran yang terus-menerus.”

29. “Teman, berapakah kondisi untuk keluar dari  kebebasan pikiran tanpa gambaran?”

“Teman, ada dua kondisi untuk keluar dari pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran: perhatian pada segala gambaran dan tanpa-perhatian pada unsur tanpa-gambaran. Ini adalah kondisi untuk keluar dari [ ]kebebasan pikiran tanpa gambaran.”

30. “Teman, kebebasan pikiran tanpa batas, kebebasan pikiran melalui kekosongan, kebebasan pikiran melalui kehampaan, dan kebebasan pikiran tanpa gambaran: apakah kondisi-kondisi ini berbeda dalam makna dan berbeda dalam sebutan, atau bermakna sama dan hanya berbeda dalam sebutan?”

“Teman, kebebasan pikiran tanpa batas, kebebasan pikiran melalui kekosongan, kebebasan pikiran melalui kehampaan, dan kebebasan pikiran tanpa gambaran: ada cara di mana kondisi-kondisi ini berbeda dalam makna dan berbeda dalam sebutan, dan ada cara di mana kondisi-kondisi ini bermakna sama [ ]dan hanya berbeda dalam sebutan.

31. “Apakah, Teman, cara di mana kondisi-kondisi ini berbeda dalam makna dan berbeda dalam sebutan? Di sini seorang bhikkhu meliputi satu arah dengan pikiran yang penuh dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh belas kasihan ... Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh kegembiraan altruistik ... Ia berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh keseimbangan, demikian pula arah ke dua, demikian pula arah ke tiga, demikian pula arah ke empat; seperti ke atas, demikian pula ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala tempat, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh penjuru dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa niat buruk. Ini disebut kebebasan pikiran tanpa batas.

32. “Dan apakah, Teman, kebebasan pikiran melalui kekosongan?” Di sini, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa’, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Ini disebut kebebasan pikiran melalui kekosongan.

33. “Dan apakah, Teman, kebebasan pikiran melalui kehampaan? Di sini seorang bhikkhu, pergi ke hutan atau ke bawah pohon atau ke gubuk kosong, merenungkan sebagai berikut: ‘Ini hampa dari diri atau apa yang menjadi milik diri’. [298] Ini disebut kebebasan pikiran melalui kehampaan.

34. “Dan apakah, Teman, kebebasan pikiran tanpa gambaran? Di sini, dengan tanpa-perhatian pada segala gambaran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam konsentrasi pikiran tanpa-gambaran. Ini disebut kebebasan pikiran tanpa gambaran. [ ]Ini adalah cara di mana kondisi-kondisi ini berbeda dalam makna dan berbeda dalam sebutan.

35. “Dan apakah, Teman, cara di mana kondisi-kondisi ini bermakna sama dan hanya berbeda dalam sebutan? Nafsu adalah pembuat penilaian, kebencian adalah pembuat penilaian, kebodohan adalah pembuat penilaian. [ ]Dalam diri seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah hancur, hal-hal ini telah ditinggalkan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti tunggul pohon palem, tersingkirkan sehingga tidak dapat muncul lagi di masa depan. Di antara semua jenis kebebasan pikiran tanpa batas, kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan adalah yang terbaik. Sekarang kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan itu hampa dari nafsu, hampa dari kebencian, hampa dari kebodohan.

36. “Nafsu adalah satu hal, kebencian adalah satu hal, kebodohan adalah satu hal. [ ]Dalam diri seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah hancur, hal-hal ini telah ditinggalkan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti tunggul pohon palem, tersingkirkan sehingga tidak dapat muncul lagi di masa depan. Di antara semua jenis kebebasan pikiran melalui kekosongan, kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan adalah yang terbaik. [ ]Sekarang kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan itu hampa dari nafsu, hampa dari kebencian, hampa dari kebodohan.

37. “Nafsu adalah pembuat gambaran, kebencian adalah pembuat gambaran, kebodohan adalah pembuat gambaran. [ ]Dalam diri seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah hancur, hal-hal ini telah ditinggalkan, dipotong pada akarnya, dibuat seperti tunggul pohon palem, tersingkirkan sehingga tidak dapat muncul lagi di masa depan. Di antara semua jenis kebebasan pikiran tanpa gambaran, kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan adalah yang terbaik. [ ]Sekarang kebebasan pikiran yang tidak tergoyahkan itu hampa dari nafsu, hampa dari kebencian, hampa dari kebodohan. Ini adalah cara di mana kondisi-kondisi ini bermakna sama dan hanya berbeda dalam sebutan.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta. Yang Mulia Mahā Koṭṭhita merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Sāriputta.
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #112 on: 23 September 2010, 10:00:51 AM »
 44 Cūḷavedalla Sutta
Rangkaian pendek Tanya-Jawab

[299] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian umat awam Visākha mendatangi Bhikkhunī Dhammadinnā, [ ]dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya:

(IDENTITAS)

2. “Yang Mulia, ‘identitas, identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut identitas oleh Sang Bhagavā?

“Teman Visākha, kelima kelompok unsur kehidupan ini yang terpengaruh oleh kemelekatan disebut sebagai identitas oleh Sang Bhagavā; yaitu: kelompok bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan. Kelima kelompok unsur kehidupan ini disebut identitas oleh Sang Bhagavā.”

Dengan mengatakan, “Bagus sekali, Yang Mulia,” umat awam Visākha senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:

3. “Yang Mulia, ‘asal-mula identitas, asal-mula identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah keinginan, yang membawa penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu, dan senang akan ini dan itu; yaitu: keinginan akan kenikmatan indria, keinginan akan penjelmaan, dan keinginan akan tanpa-penjelmaan. Ini disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā.”

4. “Yang Mulia, ‘lenyapnya identitas, lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, menghentikan, melepaskan, melewatkan dan penolakan atas keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā.”

5. “Yang Mulia, ‘jalan menuju lenyapnya identitas, jalan menuju lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut jalan menuju lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

6. “Yang Mulia, apakah kemelekatan itu sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, atau kemelekatan adalah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan?”

“Teman Visākha, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan [300] juga kemelekatan bukan sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang menjadi kemelekatan di sana.”


(PANDANGAN ATAS IDENTITAS)

7. “Yang Mulia, bagaimanakah pandangan atas identitas muncul?”

“Di sini, Teman Visākha, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan atas identitas muncul.”

8. “Yang Mulia, bagaimanakah pandangan atas identitas tidak muncul?”

“Di sini, Teman Visākha, seorang mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia tidak menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia tidak menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia tidak menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan atas identitas tidak muncul”.

(JALAN MULIA BERUNSUR DELAPAN)

9. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

10. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah terkondisi atau tidak terkondisi?”

“Teman, Visākha, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah [301] terkondisi.”

11. “Yang Mulia, apakah tiga kelompok termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, atau Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam tiga kelompok?”

“Tiga kelompok bukan termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, Teman Visākha, tetapi Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam ketiga kelompok. Ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benarkondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok moralitas. Usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benarkondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok konsentrasi. Pandangan benar dan kehendak benarkondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok kebijaksanaan.”

(KONSENTRASI)

12. “Yang Mulia, apakah konsentrasi? Apakah landasan konsentrasi? Apakah perlengkapan konsentrasi? Apakah pengembangan konsentrasi?”

“Keterpusatan pikiran, Teman Visākha, adalah konsentrasi; Empat Landasan Perhatian adalah landasan konsentrasi; Empat Usaha Benar adalah perlengkapan konsentrasi; pengulangan, pengembangan, dan pelatihan atas hal-hal ini adalah kondisi yang sama dengan pengembangan konsentrasi.”

(BENTUKAN-BENTUKAN)

13. “Yang Mulia, ada berapakah bentukan-bentukan itu?”

“Ada tiga bentukan ini, teman Visākha: bentukan jasmani, bentukan ucapan, dan bentukan pikiran.”

14. “Tetapi, Yang Mulia, apakah bentukan jasmani? apakah bentukan ucapan? apakah bentukan pikiran?”

“Nafas-masuk dan nafas-keluar, teman Visākha, adalah bentukan jasmani; awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan; persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”

15. “Tetapi, Yang Mulia, mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani? Mengapa awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan? Mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran?

“Teman Visākha, nafas-masuk dan nafas-keluar adalah jasmani, kondisi-kondisi ini terikat dengan jasmani; itulah sebabnya mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani. Pertama-tama seseorang mulai berpikir dan mempertahankan pikiran, dan selanjutnya ia memgungkapkannya melalui ucapan; itulah sebabnya mengapa awal-pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan. Persepsi dan perasaan adalah pikiran, kondisi-kondisi ini terikat dengan pikiran; itulah sebabnya mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #113 on: 23 September 2010, 10:13:34 AM »
sambungan 44 Cūḷavedalla Sutta

(PENCAPAIAN LENYAPNYA)

16. “Yang Mulia, bagaimanakah pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’, atau ‘Aku sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”  [302]

17. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama lenyap dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan ucapan lenyap, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan pikiran.”

18. “Yang Mulia, bagaimanakah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan’, atau ‘Aku sedang keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan’, atau ‘Aku telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”

19. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama muncul dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan pikiran muncul, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan ucapan.”

20. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ada berapakah kontak yang menyentuhnya?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, tiga jenis kontak menyentuhnya: kontak kehampaan, kontak tanpa-gambaran, kontak tanpa-keinginan.”

21. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kepada apakah pikirannya condong, kepada apakah pikirannya bersandar, kepada apakah pikirannya mengarah?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pikirannya condong kepada keterasingan, bersandar pada keterasingan, mengarah pada keterasingan.”

(PERASAAN)

22. “Yang Mulia, ada berapakah jenis perasaan?”

“Teman Visākha, ada tiga jenis perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

23. “Tetapi, Yang Mulia, apakah perasaan menyenangkan? apakah perasaan menyakitkan? dan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan apa pun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyenangkan dan menyejukkan. Perasaan apa pun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyakitkan dan melukai. Perasaan apa pun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang tidak menyejukkan juga tidak melukai [303] adalah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

24. “Yang Mulia, apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? Apakah menyakitkan dan apakah menyenangkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? Apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan adalah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?

“Teman Visākha, perasaan menyenangkan adalah menyenangkan selama perasaan itu berlangsung dan menyakitkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan menyakitkan adalah menyakitkan selama perasaan itu berlangsung dan menyenangkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan adalah menyenangkan jika ada pengetahuan [atas perasaan itu] dan menyakitkan jika tidak ada pengetahuan [atas perasaan itu].”

(KECENDERUNGAN TERSEMBUNYI)

25. “Yang Mulia, kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyenangkan? kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyakitkan? kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebencian mendasari perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebodohan mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

26. “Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada kebencian mendasari semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada kebodohan mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebencian tidak mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebodohan tidak mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

27. “Yang Mulia, apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebencian harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebodohan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

28. “Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada kebencian harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada kebodohan harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebencian tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada kebodohan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.

“Di sini, Teman Visākha, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Dengan itu ia meninggalkan nafsu, dan kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari itu.

“Di sini seorang bhikkhu mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kapankah aku harus masuk dan berdiam dalam landasan yang dimasuki dan didiami oleh para mulia sekarang?’ Dalam diri seorang yang memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi itu, [304] kesedihan muncul bersama kerinduan itu sebagai kondisi. Dengan itu ia meninggalkan kebencian, dan kecenderungan tersembunyi pada kebencian tidak mendasari itu.

“Di sini, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Dengan itu ia meninggalkan kebodohan, dan kecenderungan tersembunyi pada kebodohan tidak mendasari itu.”

(PASANGAN)

29. “Yang Mulia, apakah pasangan dari perasaan menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan menyakitkan adalah pasangan dari perasaan menyenangkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan menyakitkan?”

“Perasaan menyenangkan adalah pasangan dari perasaan menyakitkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Kebodohan adalah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

“Apakah pasangan dari kebodohan?”

“Pengetahuan sejati adalah pasangan dari kebodohan.”

“Apakah pasangan dari pengetahuan sejati?”

“Kebebasan adalah pasangan dari pengetahuan sejati.”

“Apakah pasangan dari kebebasan?”

“Nibbāna adalah pasangan dari kebebasan.”

“Yang Mulia, apakah pasangan dari Nibbāna?”

“Teman Visākha, engkau sudah mengajukan pertanyaan terlalu jauh, engkau tidak mampu menangkap batas pertanyaan-pertanyaan. [ ]Karena kehidupan suci, Teman Visākha, bergabung dalam Nibbāna, memuncak dalam Nibbāna, berakhir dalam Nibbāna. Jika engkau menghendaki, Teman Visākha, temuilah Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau mengenai makna ini. Sebagaimana Sang Bhagavā menjelaskan kepadamu, demikianlah engkau harus mengingatnya.”

(PENUTUP)

30. Kemudian umat awam Visākha, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepadanya, dengan Bhikkhunī Dhammadinnā di sisi kanannya, ia pergi menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan memberitahu Sang Bhagavā seluruh percakapannya dengan Bhikkhunī Dhammadinnā. Ketika ia selesai berbicara, Sang Bhagavā memberitahunya:

31. Bhikkhunī Dhammadinnā bijaksana, Visākha, Bhikkhunī Dhammadinna memiliki kebijaksanaan luas. Jika engkau menanyakan makna dari hal ini, Aku juga akan menjelaskan kepadamu [305] dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan oleh Bhikkhunī Dhammadinnā. Demikianlah maknanya, dan engkau harus mengingatnya.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Umat awam Visākha merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #114 on: 23 September 2010, 08:09:16 PM »

Tambahan 41  Sāleyyaka Sutta


12. ia berdiam dengan berbelaskasihan kepada semua makhluk hidup

13. Dan bagaimanakah, Para perumah tangga,
atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’;

14. “Dan bagaimanakah, Para perumah tangga, tiga jenis perilaku pikiran yang sesuai dengan Dhamma,
Di sini, seseorang tidak bersifat iri-hati;
Ini adalah tiga jenis perilaku pikiran yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik

18-42. para dewa pengikut Brahmā ... para dewa bercahaya [’]


Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #115 on: 23 September 2010, 11:48:18 PM »
Tambahan
43  Mahāvedalla Sutta

Rangkaian Panjang Tanya-Jawab

[“]Kemudian, pada malam hari, Yang Mulia Mahā Koṭṭhita bangkit

2. “Seorang yang tidak bijaksana, seorang yang tidak bijaksana’ dikatakan, Teman. Sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan, seorang yang tidak bijaksana’?”

Seorang yang tidak dengan bijaksana memahami,
‘Seorang yang tidak dengan bijaksana memahami, seorang yang tidak dengan bijaksana memahami’, Teman;
itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang tidak bijaksana’.

3. “Seorang yang bijaksana, seorang yang bijaksana’ dikatakan, Teman. Sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan, seorang yang bijaksana’?”

Seorang yang dengan bijaksana memahami, seorang yang dengan bijaksana memahami,’ Teman;
‘Seorang yang dengan bijaksana memahami, seorang yang dengan bijaksana memahami’, [ ]Teman;
itulah mengapa dikatakan, ‘seorang yang bijaksana’.

4. “Kesadaran, kesadaran’ dikatakan, Teman.

Kesadaran menyadari, kesadaran menyadari’, Teman
kesadaran menyadari: ‘[Ini] bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan’.[;]Kesadaran menyadari, kesadaran menyadari’, Teman; itulah mengapa ‘kesadaran’ dikatakan.

5. “Kebijaksanaan dan kesadaran, Teman

“Kebijaksanaan dan kesadaran, Teman

7. “Perasaan, perasaan’ dikatakan, Teman.

Perasaan merasakan, perasaan merasakan’, Teman
Perasaan merasakan, perasaan merasakan,’ Teman; itulah mengapa ‘perasaan’ dikatakan.

8. “Persepsi, persepsi dikatakan, Teman.

Persepsi mempersepsikan, persepsi mempersepsikan’, Teman
Persepsi mempersepsikan, persepsi mempersepsikan’, Teman; itulah mengapa ‘persepsi’ dikatakan.

9. “Perasaan, persepsi, dan kesadaran, Teman

“Perasaan, persepsi, dan kesadaran, Teman

14. “Teman, oleh berapakah faktorkah pandangan benar dibantu ketika memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya

15. “Ada tiga jenis penjelmaan ini, Teman:

18. dengan kegembiraan dan kenikmatan

20. “Teman, dalam jhāna pertama, lima faktor ditinggalkan dan lima faktor dimiliki.

22. “Tadi, Teman, kami memahami Yang Mulia Sāriputta mengatakan: ‘Vitalitas berdiri dengan bergantung pada panas’[.];

23. “Bentukan-bentukan vital, Teman, bukanlah kondisi perasaan

28.
“Teman, ada duatiga kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran yang terus-menerus:
Ini adalah ada tiga kondisi bagi pencapaian kebebasan pikiran tanpa gambaran yang terus-menerus.

29. “Teman, berapakah kondisi untuk keluar dari [ ]kebebasan pikiran tanpa gambaran?”

Ini adalah dua kondisi untuk keluar dari kebebasan pikiran tanpa gambaran.”

31. Di sini, seorang bhikkhu meliputi satu arah
tanpa batas, tanpa permusuhan, dan tanpa niat buruk.
tanpa batas, tanpa permusuhan, dan tanpa niat buruk.

32. “Dan apakah, Teman, kebebasan pikiran melalui kekosongan?[”]

33. Di sini, seorang bhikkhu, pergi ke hutan atau ke bawah pohon atau ke gubuk kosong,
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yi FanG

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 238
  • Reputasi: 30
  • Gender: Female
  • Namo Buddhaya...
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #116 on: 24 September 2010, 10:53:53 AM »
 45  Cūḷadhammasamādāna Sutta
Khotbah Pendek tentang Cara-Cara
Melaksanakan Segala Sesuatu

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.”“Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, ada empat cara melaksanakan segala sesuatu. Apakah empat ini? Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan. Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan. Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan. Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

3. “Apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan? Para bhikkhu, ada para petapa dan brahmana tertentu yang ajaran dan pandangannya sebagai berikut: ‘Tidak ada bahaya dalam kenikmatan indria’. Mereka menelan kenikmatan indria dan bersenang-senang dengan para pengembara perempuan yang mengikat rambut mereka dengan sanggul. Mereka berkata: ‘Masa depan yang bagaimanakah yang dilihat oleh para petapa dan brahmana baik ini ketika mereka mengajarkan meninggalkan kenikmatan indria dan menjelaskan pemahaman sepenuhnya atas kenikmatan indria? Sungguh menyenangkan sentuhan tangan lembut dan halus dari pengembara perempuan ini!’ Demikianlah mereka menelan kenikmatan indria, dan setelah melakukan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, mereka muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Di sana mereka merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, dan menusuk. Mereka berkata: ‘Inilah masa depan yang dilihat oleh para petapa dan brahmana baik itu dalam kenikmatan indria ini, ketika mereka mengajarkan meninggalkan kenikmatan indria dan menjelaskan pemahaman sepenuhnya atas kenikmatan indria. Karena dengan alasan kenikmatan indria, [306] karena kenikmatan indria, maka kami sekarang merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, dan menusuk’.

4. “Para bhikkhu, misalkan pada bulan terakhir musim panas sekuntum kelopak tumbuhan rambat māluva terbuka dan biji tumbuhan rambat māluva itu jatuh di bawah sebatang pohon sāla. Kemudian dewa yang menghuni pohon itu menjadi cemas, terganggu, dan ketakutan; tetapi teman-teman, sahabat, sanak saudara dan kerabatdewa kebun, dewa taman, dewa pohon, dan para dewa yang menghuni tanaman obat, rumput dan pepohonan besar di hutanberkumpul dan menenangkan dewa itu sebagai berikut: ‘Jangan takut, Tuan, jangan takut. Mungkin seekor merak akan menelan biji tumbuhan rambat māluva itu atau seekor binatang liar akan memakannya atau kebakaran hutan akan membakarnya atau para pekerja hutan akan membawanya atau rayap akan melahapnya atau biji itu mungkin mandul’. Tetapi tidak ada merak yang menelan biji tumbuhan rambat māluva itu, tidak ada binatang liar yang memakannya, tidak ada kebakaran hutan yang membakarnya, tidak ada pekerja hutan yang  membawanya, tidak ada rayap yang melahapnya atau biji itu ternyata tidak mandul. Kemudian, karena disiram oleh hujan dari awan pembawa hujan, biji itu akhirnya bertunas dan sulur-sulur tumbuhan rambat māluva yang lembut itu bergulung di sekeliling pohon sāla itu. Kemudian dewa yang menghuni pohon sāla itu berpikir: ‘Masa depan yang bagaimanakah yang dilihat oleh teman-teman dan sahabat, sanak saudara dan kerabatku … dalam biji tumbuhan rambat māluva itu ketika mereka berkumpul dan menenangkan seperti yang telah mereka lakukan? Sungguh menyenangkan sentuhan sulur-sulur tumbuhan rambat māluva yang lembut ini!’ kemudian tumbuhan rambat itu membungkus pohon sāla, membuat atap di atasnya, menurunkan tirai di sekelilingnya, dan memecahkan batang pohon itu. Dewa yang menghuni pohon itu kemudian menyadari: ‘Inilah masa depan yang mereka lihat dalam biji tumbuhan rambat māluva itu. [307] Karena biji tumbuhan rambat māluva itu aku sekarang merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk’.

“Demikian pula, Para bhikkhu, ada para petapa dan brahmana tertentu yang ajaran dan pandangannya sebagai berikut: ‘Tidak ada bahaya dalam kenikmatan indria’. … Mereka berkata: ‘Inilah Masa depan yang dilihat oleh para petapa dan brahmana baik itu dalam kenikmatan indria … maka kami sekarang merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, dan menusuk’. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

5. “Dan apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang bepergian dengan telanjang, menolak kebiasaan, menjilat tangannya, tidak datang ketika diminta, tidak berhenti ketika diminta … (seperti Sutta 12,§45) [308] … Ia berdiam dengan menekuni praktik mandi di air tiga kali setiap hari termasuk di malam hari. Demikianlah, dalam berbagai cara ia berdiam menekuni praktik menyiksa dan menghukum tubuhnya. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

6. “Dan apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang secara alami memiliki nafsu yang kuat, dan ia terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari nafsu itu; [ ]secara alami ia memiliki kebencian yang kuat, dan ia terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari kebencian itu; secara alami ia memiliki kebodohan yang kuat, dan ia terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari kebodohan itu. Akan tetapi dalam kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani kehidupan suci yang murni dan sempurna. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

7. “Dan apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang secara alami tidak memiliki nafsu yang kuat, dan ia tidak terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari nafsu itu;  secara alami ia tidak memiliki kebencian yang kuat, dan ia tidak terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari kebencian itu; secara alami ia tidak memiliki kebodohan yang kuat, [309] dan ia tidak terus-menerus mengalami kesakitan dan kesedihan yang muncul dari kebodohan itu. Dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Dengan meluruhnya kegembiraan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan. Ini, Para bhikkhu, adalah empat cara melaksanakan segala sesuatu.

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
"Dhamma has a value beyond all wealth and should not be sold like goods in a market place."

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #117 on: 24 September 2010, 01:04:25 PM »
Tambahan
45  Cūḷadhammasamādāna Sutta

3. Karena dengan alasan kenikmatan indria, [306] karena kenikmatan indria, => ga usah dicoret krn bukan double

4. tetapi teman-teman, sahabat, sanak saudara, dan kerabat
dan para dewa yang menghuni tanaman obat, rumput, dan pepohonan besar di hutan
tidak ada pekerja hutan yang  membawanya, tidak ada rayap yang melahapnya, atau biji itu ternyata tidak mandul.
Karena biji tumbuhan rambat māluva itu, aku sekarang merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk’.

‘Inilah masa depan yang dilihat oleh para petapa dan brahmana baik itu dalam kenikmatan indria

7. Ini, Para bhikkhu, adalah empat cara melaksanakan segala sesuatu.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #118 on: 25 September 2010, 11:38:59 PM »
ko hendra, sutta no. 43, find & replace: mempersepsikan => memersepsikan ya.

Tambahan
44 Cūḷavedalla Sutta
Rangkaian Pendek Tanya-Jawab

2. “Yang Mulia, ‘identitas, identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut identitas oleh Sang Bhagavā?

4. “Teman Visākha, adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, menghentikan, melepaskan, melewatkan, dan penolakan atas keinginan yang sama itu.

8. Ini adalah bagaimana pandangan atas identitas tidak muncul.”

13. “Ada tiga bentukan ini, Teman Visākha:

14. “Napas-masuk dan napas-keluar, Teman Visākha, adalah bentukan jasmani;

15. “Tetapi, Yang Mulia, mengapa napas-masuk dan napas-keluar adalah bentukan jasmani?
Mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran?.”

“Teman Visākha, [ ]napas-masuk dan napas-keluar adalah jasmani,
itulah sebabnya mengapa napas-masuk dan napas-keluar adalah bentukan jasmani.
dan selanjutnya ia mengungkapkannya melalui ucapan;

16. atau ‘Aku sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’,

23. “Tetapi, Yang Mulia, apakah perasaan menyenangkan? apakah perasaan menyakitkan? dan apakah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

24. Apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan adalah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?

26. Kecenderungan tersembunyi pada kebodohan tidak mendasari semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

28. ‘Kapankah aku harus masuk dan berdiam, dalam landasan yang dimasuki dan didiami oleh para mulia sekarang?’ ko hendra, spy kata tanya "kapankah" ga membingungkan dgn kata "sekarang" yg di blkg klmt, jadi saya jeda aja ya di tengah klmt itu pake koma.

30. ia duduk di satu sisi dan memberi tahu Sang Bhagavā seluruh percakapannya

31. Bhikkhunī Dhammadinnā bijaksana, Visākha, Bhikkhunī Dhammadinnā memiliki kebijaksanaan luas.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 1 - Lima Puluh Khotbah Pertama (editing)
« Reply #119 on: 26 September 2010, 05:50:36 PM »
46 Mahādhammasamādāna Sutta
Khotbah Panjang tentang Cara-Cara
Melaksanakan Segala Sesuatu

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.”“Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, sebagian besar makhluk memiliki harapan, keinginan, dan kerinduan: ‘Seandainya hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan berkurang dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan bertambah!’ Namun, walaupun makhluk-makhluk memiliki harapan, keinginan, dan kerinduan ini, tetapi hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan bertambah bagi mereka dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan berkurang. Sekarang, Para bhikkhu, apakah menurut kalian alasan atas hal itu?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, [310] dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari kata-kata ini. Setelah mendengarkan dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, Para bhikkhu, dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.”

“Baik, Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagava berkata sebagai berikut:

3. “Di sini, Para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, tidak mengetahui hal-hal apakah yang seharusnya dilatih dan hal-hal apakah yang seharusnya tidak dilatih, ia tidak mengetahui hal-hal apakah yang harus diikuti dan hal-hal apakah yang seharusnya tidak diikuti. Karena tidak mengetahui ini, ia melatih hal-hal yang seharusnya tidak dilatih dan tidak melatih hal-hal yang seharusnya dilatih, ia mengikuti hal-hal yang seharusnya tidak diikuti dan tidak mengikuti hal-hal yang seharusnya diikuti. [ ]Adalah karena ia melakukan hal ini maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan bertambah bagi mereka dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan berkurang. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang tidak melihat.

4. “Siswa mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, mengetahui hal-hal apakah yang seharusnya dilatih dan hal-hal apakah yang seharusnya tidak dilatih, ia mengetahui hal-hal apakah yang harus diikuti dan hal-hal apakah yang seharusnya tidak diikuti. Dengan mengetahui ini, ia melatih hal-hal yang seharusnya dilatih dan tidak melatih hal-hal yang seharusnya tidak dilatih, ia mengikuti hal-hal yang seharusnya diikuti dan tidak mengikuti hal-hal yang seharusnya tidak diikuti. Adalah karena ia melakukan hal ini maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan berkurang bagi mereka dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan bertambah. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang melihat.

5. “Para bhikkhu, ada empat cara melaksanakan segala sesuatu. Apakah empat ini? Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan. Ada [311] cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan. Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan. Ada cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

(ORANG DUNGU)

6. (1) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang dungu, tidak mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan, tidak memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan’. Karena tidak mengetahui hal ini, tidak memahami hal ini sebagaimana adanya, si dungu melatihnya dan tidak menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan bertambah baginya dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan berkurang. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang tidak melihat.

7. (2) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang dungu, tidak mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan, tidak memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan’. Karena tidak mengetahui hal ini, tidak memahami hal ini sebagaimana adanya, si dungu melatihnya dan tidak menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan ... bertambah baginya dan hal-hal yang diharapkan ... berkurang. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang tidak melihat.

8. (3) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang dungu, tidak mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan, tidak memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan’. Karena tidak mengetahui hal ini, tidak memahami hal ini sebagaimana adanya, si dungu tidak melatihnya, melainkan menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan ... bertambah baginya dan hal-hal yang diharapkan ... berkurang. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang tidak melihat.

9. (4) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang dungu, tidak mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan, tidak memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan’. Karena tidak mengetahui hal ini, tidak memahami hal ini sebagaimana adanya, si dungu tidak melatihnya, melainkan menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, [312] maka hal-hal yang tidak diharapkan ... bertambah baginya dan hal-hal yang diharapkan ... berkurang. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang tidak melihat.

(ORANG BIJAKSANA)

10. (1) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang bijaksana, dengan mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan, memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan’. Karena mengetahui hal ini, memahami hal ini sebagaimana adanya, si bijaksana tidak melatihnya dan menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan berkurang baginya dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan bertambah. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang melihat.

11. (2) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang bijaksana, dengan mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan, memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan’. Karena mengetahui hal ini, memahami hal ini sebagaimana adanya, si bijaksana tidak melatihnya dan menghindarinya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan berkurang baginya dan hal-hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan bertambah. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang melihat.

12. (3) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang bijaksana, dengan mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan, memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan’. Karena mengetahui hal ini, memahami hal ini sebagaimana adanya, si bijaksana tidak menghindarinya, melainkan melatihnya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan ... berkurang baginya dan hal-hal yang diharapkan ... bertambah. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang melihat.

13. (4) “Sekarang, Para bhikkhu, seorang yang bijaksana, dengan mengetahui cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan, memahami sebagaimana adanya: ‘Cara melaksanakan segala sesuatu ini adalah menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan’. Karena mengetahui hal ini, memahami hal ini sebagaimana adanya, si bijaksana tidak menghindarinya, melainkan melatihnya; karena ia melakukan hal itu, maka hal-hal yang tidak diharapkan ... berkurang baginya dan hal-hal yang diharapkan ... bertambah. Mengapakah? Itu adalah apa yang terjadi pada seseorang yang melihat. [313]

(EMPAT CARA)

14. (1) “Apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang dalam kesakitan dan kesedihan membunuh makhluk-makhluk hidup, dan ia mengalami kesakitan dan kesedihan dengan membunuh makhluk-makhluk hidup sebagai kondisi. Dalam kesakitan dan kesedihan ia mengambil apa yang tidak diberikan ... berperilaku salah dalam kenikmatan indria ... mengucapkan kebohongan ... mengucapkan kata-kata jahat ... berkata-kata kasar ... gosip ... iri-hati ... memendam pikiran berniat buruk ... menganut pandangan salah, dan ia mengalami kesakitan dan kesedihan dengan pandangan salah sebagai kondisi. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan dalam neraka. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

15. (2) “Apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang dalam kenikmatan dan kegembiraan membunuh makhluk-makhluk hidup, dan ia mengalami kenikmatan dan kegembiraan dengan membunuh makhluk-makhluk hidup sebagai kondisi. Dalam kenikmatan dan kegembiraan ia mengambil apa yang tidak diberikan ... [314] ... menganut pandangan salah, dan ia mengalami kenikmatan dan kegembiraan dengan pandangan salah sebagai kondisi. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan dalam neraka. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

16. (3) “Apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang dalam kesakitan dan kesedihan menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup, dan ia mengalami kesakitan dan kesedihan dengan menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup sebagai kondisi. Dalam kesakitan dan kesedihan ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan ... menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria ... menghindari kebohongan ... menghindari kata-kata jahat ... menghindari kata-kata kasar ...[ ]menghindari gosip ... ia tidak iri-hati ... ia tidak memendam pikiran berniat buruk ... [315] ... ia menganut pandangan benar, dan ia mengalami kesakitan dan kesedihan dengan pandangan benar sebagai kondisi. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

17. (4) “Apakah, Para bhikkhu, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan? Di sini, Para bhikkhu, seseorang dalam kenikmatan dan kegembiraan menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup, dan ia mengalami kenikmatan dan kegembiraan dengan menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup sebagai kondisi. Dalam kesakitan dan kesedihankenikmatan dan kegembiraan ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan ... ia menganut pandangan benar, dan ia mengalami kenikmatan dan kegembiraan dengan pandangan benar sebagai kondisi. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Ini disebut cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

(PERUMPAMAAN)

18. (1) “Para bhikkhu, misalkan terdapat sebutir labu pahit yang dicampur dengan racun, dan seseorang datangyang menginginkan kehidupan, bukan kematian, yang menginginkan kenikmatan dan menghindari kesakitan, dan mereka memberitahunya: ‘Tuan, labu pahit ini telah dicampur dengan racun. Minumlah jika engkau menginginkan; [316] ketika engkau meminumnya, warna, bau, dan rasanya tidak akan menyenangkan bagimu, dan setelah meminumnya, engkau akan mengalami kematian atau penderitaan mematikan.’ Kemudian ia meminumnya tanpa merenungkan dan tidak melepaskannya. Ketika ia meminumnya, warna, bau, dan rasanya tidak menyenangkan baginya, dan setelah meminumnya, ia mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Serupa dengan ini, Aku katakan, adalah cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

19. (2) “Misalkan terdapat sebuah cangkir perunggu berisi minuman yang berwarna indah, berbau harum, dan rasa lezat, tetapi telah dicampur dengan racun, dan seseorang datangyang menginginkan kehidupan, bukan kematian, yang menginginkan kenikmatan dan menghindari kesakitan, dan mereka memberitahunya: ‘Tuan, cangkir perunggu ini berisi minuman yang berwarna indah, berbau harum, dan rasa lezat, tetapi telah dicampur dengan racun. Minumlah jika engkau menginginkan; ketika engkau meminumnya, warna, bau, dan rasanya akan menyenangkan bagimu, tetapi setelah meminumnya, engkau akan mengalami kematian atau penderitaan mematikan.’ Kemudian ia meminumnya tanpa merenungkan dan tidak melepaskannya. Ketika ia meminumnya, warna, bau, dan rasanya menyenangkan baginya, tetapi setelah meminumnya, ia mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Serupa dengan ini, Aku katakan, adalah cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyakitkan.

20. (3) “Misalkan terdapat air kencing yang telah meragi dicampur dengan berbagai obat-obatan, dan seseorang yang menderita penyakit kuning datang, dan mereka memberitahunya: ‘Tuan, air kencing yang telah meragi ini dicampur dengan berbagai obat-obatan. Minumlah jika engkau menginginkan; ketika engkau meminumnya, warna, bau, dan rasanya tidak akan menyenangkan bagimu, tetapi setelah meminumnya, engkau akan sembuh.’ Kemudian ia meminumnya setelah merenungkan, dan tidak melepaskannya. Ketika ia meminumnya, warna, bau, dan rasanya tidak menyenangkan baginya, tetapi setelah meminumnya, ia menjadi sembuh. Serupa dengan ini, Aku katakan, adalah cara melaksanakan segala sesuatu yang menyakitkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

21. (4) “Misalkan terdapat dadih susu, madu, ghee, dan sirop yang dicampur menjadi satu, dan seseorang yang menderita penyakit disentri datang, dan mereka memberitahunya: ‘Tuan, [317] ini adalah dadih susu, madu, ghee, dan sirop yang dicampur menjadi satu. Minumlah jika engkau menginginkan; ketika engkau meminumnya, warna, bau, dan rasanya akan menyenangkan bagimu, dan setelah meminumnya, engkau akan sembuh.’ Kemudian ia meminumnya setelah merenungkan, dan tidak melepaskannya. Ketika ia meminumnya, warna, bau, dan rasanya menyenangkan baginya, dan setelah meminumnya, ia menjadi sembuh. Serupa dengan ini, Aku katakan, adalah cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan.

22. “Bagaikan, di musim gugur, di bulan terakhir musim hujan, ketika langit cerah dan tanpa awan, matahari terbit di atas bumi menyingkirkan segala kegelapan dari angkasa dengan sinar dan cahayanya, demikian pula, cara melaksanakan segala sesuatu yang menyenangkan pada saat ini dan matang di masa depan sebagai menyenangkan, dengan sinar dan cahayanya menyingkirkan ajaran-ajaran apa pun dari para petapa dan brahmana biasa.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~