SUTTA 87
828) Ungkapan ini sering digunakan sebagai bermakna penyakit berat dan kematian.
829) Viḍūḍabha adalah putera raja, yang akhirnya menggulingkannya. Kāsi dan Kosala adalah negeri yang dikuasai oleh raja.
830) MA: Ia menggunakan air ini untuk mencuci tangan dan kakinya dan membersihkan mulutnya sebelum memberi penghormatan kepada Sang Buddha.
SUTTA 88
831) MA menjelaskan bahwa raja mengajukan pertanyaan ini dengan merujuk pada kasus yang melibatkan pengembara perempuan bernama Sundari, yang penyelidikannya tertunda pada saat itu. Dengan niat untuk mendiskreditkan Sang Buddha, beberapa petapa pengembara membujuk Sundari untuk mengunjungi Hutan Jeta di malam hari dan kemudian membiarkan dirinya terlihat ketika berjalan pulang di pagi hari, agar orang-orang menjadi curiga. Setelah beberapa lama mereka membunuhnya dan menguburnya di dekat Hutan Jeta, dan ketika mayatnya ditemukan, mereka menuding Sang Buddha. Setelah seminggu berita bohong itu terungkap ketika mata-mata raja menemukan kisah sebenarnya di balik pembunuhan itu. Baca Ud 4:8/42-45.
Di sini saya mengikuti BBS dan SBJ, yang menambahkan kualifikasi “bijaksana” pada frasa “petapa dan brahmana” (samaṇehi brāhmaṇehi viññūhi). Dengan demikian jawaban Ānanda menyiratkan bahwa adalah celaan mereka dan bukan bukan celaan para petapa biasa yang harus dihindari. Bahwa kalimat ini benar didukung oleh pernyataan raja persis di bawah bahwa Ānanda telah memecahkan dengan jawabannya atas apa yang tidak mampu pecahkan, yaitu, membedakan antara si bijaksana dan si dungu.
832) Secara singkat, paragraf ini menjelaskan lima kriteria perbuatan buruk: ketidak-bermanfaatan menekankan kualitas psikologis dari perbuatan, efek ketidak-sehatannya bagi pikiran; ketercelaan menekankan sifat menggangu secara moral; kapasitanya untuk menghasilkan akibat-akibat menyakitkan mengalihkan perhatian pada potensi kamma yang tidak disukai; dan pernyataan terakhir mengalihkan baik kepada motivasi buruk maupun akibat jangka panjang yang bahaya seperti perbuatan yang berdampak baik pada diri sendiri maupun pada makhluk lain. Penjelasan yang berlawanan yang diterapkan pada perbuatan baik, dibahas dalam §14.
833) MA: Jawaban YM Ananda melampaui pertanyaannya, karena tidak hanya menunjukkan bahwa Sang Buddha memuji ditinggalkannya segala kondisi tidak bermanfaat, tetapi juga bahwa Beliau bertindak sesuai dengan kata-katanya dengan telah meninggalkan segala kondisi-kondisi tidak bermanfaat.
834) MA menjelaskan kata bāhitikā, yang menjadi nama dari sutta ini, sebagai mantel yang dihasilkan di luar negeri.
SUTTA 89
835) Dīgha Kārāyaṇa adalah jenderal atas bala tentara Raja Pasenadi. Ia adalah keponakan Bandhula, jenderal Malla dan seorang mantan-sahabat Raja Pasenadi, yang mana raja telah membunuh tiga puluh dua puteranya ketika terungkapnya pengkhianatan para menterinya yg korup. Kārāyaṇa bersekongkol dengan Pangeran Viḍūḍabha, putera Raja Pasenadi, untuk membantu Pangeran Viḍūḍabha merampas takhta ayahnya.
836) Tiga liga (yojana) kira-kira sejauh dua puluh mil.
837) MA mengatakan bahwa ia berpikir: “Sebelumnya, setelah berunding secara pribadi dengan Petapa Gotama, raja menangkap pamanku dan tiga puluh dua puteranya. Mungkin kali ini ia akan menangkapku.” Lambang-lambang kerajaan yang diserahkan kepada Dīgha Kārāyaṇa juga termasuk kipas, payung, dan sandal. Dīgha Kārāyaṇa bergegas kembali ke ibukota dengan lambang-lambang kerajaan dan menobatkan Viḍūḍabha menjadi raja.
838) Pada MN 13.11 pertengkaran ini dikatakan muncul karena kenikmatan indria.
839) Seperti pada MN 77.6.
840) Seperti pada MN 27.4-7.
841) Pada saat kematian mereka keduanya dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai yang-kembali-sekali. Baca AN 6:44/iii.348.
842) Pernyataan ini menunjukkan bahwa sutta ini terjadi pada tahun terakhir kehidupan Sang Buddha.
843) Ketika Raja Pasenadi kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Dīgha Kārāyaṇa, ia hanya menemukan seorang pelayan perempuan yang melaporkan berita itu kepadanya. Ia kemudian bergegas ke Rājagaha untuk meminta bantuan dari keponakannya, Raja Ajātasattu. Tetapi karena ia tiba di malam hari Gerbang kota telah ditutup. Karena lelah akibat perjalanan itu, ia berbaring di sebuah aula di luar kota dan meninggal dunia pada malam itu.
844) MA: “Monumen Dhamma” berarti kata-kata yang mengungkapkan penghormatan terhadap Dhamma. Kapanpun penghormatan ditunjukkan kepada salah satu dari Tiga Permata, itu juga ditunjukkan kepada Permata lainnya.
SUTTA 90
845) MA: Kedua bersaudari ini adalah istri-istri raja (bukan saudarinya!)
846) MA: Tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui dan melihat segalanya – masa lampau, masa sekarang, dan masa depan – dengan satu tindakan pengalihan pikiran, dengan satu tindakan kesadaran; demikianlah persoalan ini dibahas dalam hal satu tindakan kesadaran tunggal (ekacitta). Mengenai pertanyaan tentang jenis kemahatahuan yang oleh tradisi Theravāda dianggap berasal dari Sang Buddha, baca n. 714.
847) Yaitu, ia tidak menanyakan tentang status social mereka melainkan tentang prospek kemajuan spiritual dan pencapaian mereka.
848) Seperti pada MN 85.58.
849) MA menjelaskan kembali dan tidak kembali sebagai merujuk pada kelahiran kembali, dengan demikian menyiratkan bahwa para dewa yang tidak kembali adalah para yang-tidak-kembali, sementara mereka yang kembali adalah yang masih menjadi ‘kaum duniawi.’ Keluhuran yang sama berlaku pada pembahasan tentang Brahmā dalam §15. Kedua kata kunci di sini yang membedakan kedua jenis dewa muncul dalam edisi PTS sebagai savyāpajjhā dan abyāpajjhā, “tunduk pada niat buruk” dan “bebas dari niat buruk,” berturut-turut; dalam SBJ, sebagai sabyāpajjhā dan abyāpajjhā (yang bermakna sama secara efektif): dalam BBS, kata itu muncul sebagai sabyābajjhā dan abyābajjhā, “tunduk pada penderitaan” dan “tidak tunduk pada penderitaan.” Versi terakhir ini didukung oleh MA, yang menjelaskan perbedaannya melalui penderitaan batin. Dalam edisi sebelumnya dari terjemahan ini saya menerjemahkan sesuai dengan tulisan BBS, tetapi sekarang tulisan PTS-SBJ tampak lebih mungkin. Lagipula, sepertinya lebih mungkin bahwa seorang pangeran akan lebih memperhatikan niat jahat para dewa daripada pengalaman penderitaan mereka. Catatan bahwa kata itthatta, yang dalam penjelasan umum Kearahatan menyiratkan kondisi perwujudan kehidupan manapun, di sini dikemas oleh MA sebagai manussaloka, alam manusia.
K.R. Norman, dalam suatu makalah yang menarik, mengusulkan suatu penyuntingan yang radikal atas bagian ini dari sutta ini, yang mengemukakan perbedaan penting dalam terjemahan, tetapi karena usulannya tidak didukung oleh edisi manapun maka saya tidak mengikutinya. Baca Norman, Collected Papers, 2:162-71.
SUTTA 91
850) Ini adalah penggambaran umum atas seorang brahmana terpelajar. Menurut MA, ketiga Veda adalah Iru, Yaju, dan Sāma (= Rig, Yajur, dan Sāman). Veda ke empat, Atharva, tidak disebutkan, tetapi MA mengatakan bahwa keberadaanya disiratkan ketika sejarah (Itihāsa) disebut “yang ke lima,” yaitu, karya-karya yang dianggap sebagai otoritas oleh para brahmana. Akan tetapi, lebih mungkin, bahwa sejarah-sejarah disebut “yang ke lima” sehubungan dengan empat cabang pelajaran tambahan pada Veda yang mendahuluinya dalam penjelasan. Terjemahan istilah-istilah teknis di sini mengikuti MA, dengan bantuan Sanskrit-English Dictionary dari Monier-William (Oxford, 1899). Mengenai tanda-tanda Manusia Luar Biasa, MA mengatakan bahwa ini adalah suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada 12,000 karya yang menjelaskan karakteristik-karakteristik manusia luar biasa seperti para Buddha, para Paccekabuddha, para siswa utama, para siswa besar, para Raja Pemutar Roda, dan sebagainya. Karya-karya ini yang terdiri dari 16,000 syair disebut “Buddha Mantra.”
851) Ketiga puluh dua tanda, yang diuraikan pada §9 di bawah, adalah topik dari keseluruhan sutta dalam Digha Nikāya, DN 30, Lakkhaṇa Sutta. Di sana masing-masing tanda dijelaskan sebagai akibat kamma dari suatu moralitas tertentu yang disempurnakan oleh Sang buddha selama kehidupan-kehidupan sebelumnya sebagai Bodhisatta.
852) Ketujuh pusaka dibahas dalam MN 129.34-41. Perolehan Pusaka-Roda menjelaskan mengapa ia disebut seorang “Raja Pemutar Roda.”
853) Loke vicattacchaddo. Untuk hipotesa tentang bentuk asli dan makna dari ungkapan ini, baca Norman, Group of Discourses II, n. Atas 372, pp. 217-18. MA: Dunia ini, diselimuti dalam kegelapan kekotoran, tertutup oleh tujuh selubung: nafsu, kebencian, khayalan, keangkuhan, pandangan-pandangan, kebodohan, dan perilaku tidak bermoral. Setelah menyingkapkan selubung-selubung ini, Sang Buddha berdiam dengan memancarkan cahaya ke sekeliling. Demikianlah Beliau adalah seorang yang menyingkapkan selubung dunia. Atau dengan kata lain vivattacchando dapat dipecah menjadi vivatto dan vicchaddo; yaitu, Beliau adalah hampa dari lingkaran (vaṭṭharahito) dan hampa dari selubung (chadanarahito). Dengan tidak adanya lingkaran (yaitu, saṁsāra) Beliau adalah seorang Arahant; dengan tidak adanya selubung, Beliau adalah Yang Tercerahkan Sempurna.
854) MA menjelskan bahwa Sang Buddha memperlihatkan kesaktian ini setelah terlebih dulu memastikan bahwa Guru Uttara, Brahmāyu, memiliki potensi untuk mencapai buah yang-tidak-kembali, dan bahwa pencapaian buah ini bergantung pada lenyapnya keragu-raguan Uttara.
855) Ketujuh ini adalah bagian belakang ke empat tangan dan kakinya, kedua bahu, dan batang tubuhnya.
856) Rasaggasaggi. Lakkhaṇa Sutta memperluas (DN 30.2.7/iii.1666): “Apapun yang Beliau sentuh dengan ujung lidahnya Beliau rasakan dalam tenggorokannya, dan rasa itu menyebar ke seluruh tubuh.” Akan tetapi, adalah sulit untuk memahami bagaimana kualitas ini dapat dianggap sebagai karakteristik fisik, dan bagaimana hal ini dapat terlihat oleh orang lain.
857) Tanda ini, uṇhīsa, adalah tonjolan yang biasa terlihat di atas kepala patung-patung Buddha.
858) Ini adalah perenungan standard pada penggunaan dana makanan yang seharusnya, seperti pada MN 2.14.
859) Pemberkahan (anumodana) adalah khotbah singkat setelah makan, memberikan instruksi kepada pemberi dalam beberapa aspek Dhamma dan mengungkapkan kehendak bahwa kamma baik mereka akan menghasilkan buah berlimpah.
860) Di sini saya mengikuti BBS, yang lebih lengkap daripada SBJ dan PTS. MA: maksudnya adalah sebagai berikut: “Kualitas-kualitas baik yang belum kusebutkan adalah jauh lebih banyak daripada yang telah kusebutkan. Kualitas-kualitas baik Guru Gotama adalah bagaikan bumi yang besar dan samudera luas; digambarkan secara terperinci kualitas-kualitas itu adalah tidak terbatas dan tidak terukur, bagaikan angkasa.”
861) Kata Pali untuk lidah, jivhā, adalah berjenis perempuan.
862) Apa yang harus diketahui secara langsung (abhiññeyya) adalah Empat Kebenaran Mulia, apa yang harus dikembangkan (bhāvetabba) adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, dan apa yang harus ditinggalkan (pahātabba) adalah kekotoran-kekotoran yang dipimpin oleh keinginan. Di sini konteks ini mengharuskan bahwa kata “Buddha” dipahami dalam makna spesifik sebagai Yang Tercerahkan Sempurna (sammāsambuddha).
863) Vedagū. Kata ini dan dua berikutnya –tevijja dan sothiya – sepertinya mewakili jenis ideal di antara para brahmana; baca juga MN 39.24, 26, dan 27. kata ke enam dan ke tujuh – kevali dan muni – mungkin adalah jenis ideal di antara sekte-sekte pertapaan non-Veda. Dengan jawaban ini, Sang buddha memberikan makna baru pada kata-kata ini yang diturunkan dari sistem spiritual Beliau sendiri.
864) Di sini dan dalam jawabannya kata “Buddha” hanya menyiratkan seorang yang tercerahkan atau tersadarkan, dalam makna yang berlaku pada Arahant mana pun, walaupun tanggapan Brahmāyu juga menyiratkan bahwa itu dapat dimaksudkan dalam makna yang lebih sempit sebagai seorang Yang Tercerahkan Sempurna.
865) MA memberikan penjelasan terselubung atas bagaimana jawaban Sang Buddha menjawab seluruh delapan pertanyaan Brahmāyu.
866) Seperti pada MN 56.18.
SUTTA 92
867) Teks sutta ini tidak termasuk dalam Majjhima Nikāya edisi PTS, karena identik dengan sutta dengan judul yang sama dalam Sutta Nipata, yang diterbitkan dalam dua versi yang berbeda oleh PTS. Oleh karena itu nomor halaman dalam kurung siku di sini merujuk pada edisi Sn yang lebih baru dari PTS, yang disunting oleh Dines Anderson dan Helmer Smith.
868) Yaitu, Jambudīpa, benua India.
SUTTA 93
869) Argumen yang digunakan dalam tesis ini dijelaskan pada MN 90.10-12.
870) MA: Mereka mengatakan demikian dengan maksud untuk mengatakan: “Setelah mempelajari Tiga Veda, engkau telah terlatih dalam mantra-mantra yang dengannya mereka yang meninggalkan keduniawian menjalankan pelepasan keduniawian mereka dan mantra-mantra yang mereka lestarikan setelah mereka meninggalkan keduniawian. Engkau telah mempraktikkan cara mereka berperilaku. Oleh karena itu, engkau tidak akan kalah. Kemenangan akan menjadi milikmu.”
871) Pernyataan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa para brahmana terlahir dari para perempuan, sama seperti manusia lainnya, dan dengan demikian tidak selayaknya mereka mengaku bahwa mereka terlahir dari mulut Brahmā.
872) Yona adalah kata Pali untuk Ionia. Kamboja adalah suatu wilayah barat laut “Negeri Tengah” India.
873) Argumen pada §§7-8 di sini pada dasarnya identik dengan argumen pada MN 84.
874) MA mengidentifikasi Devala si Gelap, Asita Devala, sebagai Sang Buddha dalam kehidupan lampau. Sang Buddha membabarkan ajaran ini untuk menunjukkan: “Di masa lampau, ketika engkau berkelahiran tinggi dan aku berkelahiran rendah, engkau tidak dapat menjawab pertanyaan yang Kuajukan tentang pernyataan sehubungan dengan kelahiran. Jadi bagaimana mungkin engkau dapat melakukannya sekarang, ketika engkau adalah seorang rendah dan aku telah menjadi seorang Buddha?”
875) Seperti pada MN 38.26. baca n.411. Perhatikan bahwa dialog persis di bawah menegaskan makna gandhabba sebagai makhluk yang telah meninggal dunia menjelang kelahiran kembali.
876) MA: Puṇṇa adalah nama pelayan ketujuh petapa brahmana itu; ia mengambilkan sendok, memasak dedaunan, dan melayani mereka.