//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 585505 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #210 on: 01 September 2009, 09:00:54 PM »
Apa yang dilakukan Sang Buddha untuk mengajarkan Rahula yang masih kecil?

Sang Buddha tidak membabarkan Anatta-lakkhana Sutta ataupun mengarahkan pikiran Rahula untuk memeriksa siapa dirinya sendiri. Yang dilakukan oleh Sang Buddha adalah menekankan pentingnya moralitas dan kedisiplinan. Oleh karena itu, YA. Rahula dikenal sebagai siswa yang unggul dalam kebaikannya.

Barulah ketika Rahula berusia 20 tahun, Sang Buddha melihat bahwasannya pikiran Rahula sudah matang, kemudian Sang Buddha mengajaknya masuk ke dalam hutan. Di sana Sang Buddha membabarkan Culla-rahulovada Sutta, yaitu nasihat kecil untuk Rahula. Sutta ini berbicara mengenai analisa 6 landasan indria, beserta mekanismenya masing-masing yang terdiri dari perasaan, pencerapan, bentukan pikiran dan kesadaran; yang pada hakikatnya adalah tidak kekal, membawa penderitaan dan tidak layak disebut sebagai "aku" atau "milikku". Setelah nasihat ini selesai dibabarkan, YA. Rahula pun mencapai tingkat Arahat.

Kita tidak perlu repot-repot mengajarkan apa yang belum bisa dipahami oleh anak kecil yang belum cukup matang pikirannya. Anicca dan dukkha lebih mudah dipahami secara awam. Tapi tidak demikian dengan anatta. Yang perlu kita lakukan adalah mengajarkan pada anak kecil untuk tidak bersifat egois dan sombong. Jauhkan anak kecil dari perilaku amoral. Dan tekankan mereka untuk tidak tumbuh bersama dengan sifat-sifat yang penuh dengan keakuan. Selanjutnya, biarkan ia tumbuh dewasa dengan masa kanak-kanak yang penuh cinta dan kasih sayang. Sehingga kelak ketika ia cukup dewasa, ia bisa memahami sendiri apa itu anatta.

Menyadari anatta butuh keberanian besar untuk mengakui bahwa "diri ini memang bukan aku". Tugas kita yang lebih tua ini adalah membimbingnya untuk menghimpun keberanian, agar kelak ia bisa membuka sendiri fakta dunia bahwa "aku" ini tidak pernah ada.


Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #211 on: 01 September 2009, 09:49:56 PM »
Mengenai anatta, saya lebih cenderung mendahuluinya dengan observasi terhadap anicca, ketidakkekalan, perubahan.

Ya, jika bicara tentang anatta, memang sudah tidak bisa terpisah dengan anicca. Di sini maksud saya adalah bagaimana cara kita menyampaikannya agar seseorang bisa menerima. Dari pada memberi tahu tentang anicca dan anatta (memberikan suatu paham baru dari kita, yang mungkin asing bagi pendengar), saya lebih cenderung mengajak seseorang berpikir: menurutnya apakah yang nicca dan apakah yang disebut atta? (membahas suatu paham yang ia genggam, namun mungkin belum pernah diselidiki lebih jauh.)



Benar Sdr. Kainyn, oleh karena itu saya katakan observasi (pengamatan secara cermat) akan anicca, tentu saja dengan istilah yang membumi.
Agama tetangga juga mengajarkan ketidakkekalan, tapi hanya sebatas penampilan luar, observasi terhadap batin bisa dikatakan jarang disentuh. Why? Saya rasa pola pikir manusia itu mempengaruhi.
« Last Edit: 01 September 2009, 10:01:52 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #212 on: 01 September 2009, 11:47:02 PM »
Mengenai anatta, saya lebih cenderung mendahuluinya dengan observasi terhadap anicca, ketidakkekalan, perubahan.

Ya, jika bicara tentang anatta, memang sudah tidak bisa terpisah dengan anicca. Di sini maksud saya adalah bagaimana cara kita menyampaikannya agar seseorang bisa menerima. Dari pada memberi tahu tentang anicca dan anatta (memberikan suatu paham baru dari kita, yang mungkin asing bagi pendengar), saya lebih cenderung mengajak seseorang berpikir: menurutnya apakah yang nicca dan apakah yang disebut atta? (membahas suatu paham yang ia genggam, namun mungkin belum pernah diselidiki lebih jauh.)


Jika berangkat dari nicca dan atta pun, toh pd akhirnya bisa jadi orang tsb tetap berpegang pd kesimpulan akhir sbgmn yg ada dlm agamanya, yaitu ada yg nicca dan atta sejati, Tuhan atau apapun istilahnya. Karena yg benar2 berani bersikap terbuka dan mengritisi pemikiran agamanya sendiri bisa dihitung jari, kebanyakan tidak akan berani, takut oleh ancaman yg ada dalam doktrin agamanya.
Kalau sudah gini? End of story.

Dalam beberapa sutta yg saya lihat, misalnya Potthapada, pertanyaan2 Vacchagotta, pembahasan2 demikian justru tidak dianggap penting oleh Sang Buddha, apalagi jika berangkat dari posisi yg berbeda, doktrin yg berbeda. Drpd menjawab, Sang Buddha lebih memilih diam. Krn berangkat dr pandangan yg berbeda, maka jawaban akhirnya pun akan berbeda, apalagi bila jawaban itu telah dipatok, yaitu ada sesuatu yg kekal dan merupakan atta sejati. Sebenarnya pendapat saya ini sudah Bro Kain tuliskan utk Suhu yg saya quote di bwh ini.

imo sih dari sudut pandang anatta-lakkhana sutta, itu membuka kotak. Mencoba melihat apakah komponen2x itu si Atta. Jadi dicoba mengupas satu-persatu, membuka satu-persatu melihat apakah itu adalah diri. Bukankah begitu?

Mungkin hanya bahasa saja yg berbeda dalam penyampaian?

Membahas tentang Anatta-Lakkhana Sutta menurut saya seperti menawarkan harta lain, bukan membuka kotak yang digenggam orang tersebut. Mengapa demikian? Karena sebelum bahasan Anatta-Lakkhana Sutta bisa jalan, kita harus terlebih dahulu menyetujui asumsi mahluk memang hanya terdiri dari 5 khanda, dan lima khanda memang berubah. Namun apakah seorang yang percaya tentang roh akan menyetujui asumsi 5 khanda tersebut? Saya rasa tidak. Mau tidak mau, ia akan membahas tentang "khanda ke 6", yang adalah "isi" dari kotak kosong tersebut.

Juga mengenai ketidak-kekalan, penganut pandangan (semi-)eternalisme akan mengatakan, "sekarang memang tidak kekal dan fana, tetapi nanti akan kekal." Jadi menurut saya, mengarahkan orang yang paling efektif, dimulai dari membahas sudut pandangnya, apa yang dipercayainya, bukan sudut pandang kita, apa yang kita percaya.


Tanggapan soal ini, saya liat sih pendekatan awalnya beda, tp ujung2nya mengarah pada muara yg sama jg. Yg satu langsung dg Anatta, yg 1 lagi dg atta dulu utk menunjukkan yg bukan atta. Situational aja kali yah tergantung orangnya..
appamadena sampadetha

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #213 on: 02 September 2009, 10:58:39 AM »

 _/\_
terima kasih atas kalimat ini ....  :) mengena banget ....

tp gimana ya kalo orang yg memiliki kotak itu yg di kasi tau .. ini kotak pandora, jgn di buka, nanti kamu akan celaka karena menguak hal yg tidak pantas kamu ketahui (rahasia ilahi ... ilahi pake main rahasia .... wuiw)
bukannya itu lah kekuasaan makluk super itu, tidak boleh di pertanyakan ? termasuk kenapa ada jiwa, karena di ciptakan oleh super human tsb, dan ga boleh di pertanyakan (kotak pandora) ...

 _/\_ Sama-sama.

Dalam hal ini, seseorang harus memilih antara "percaya" dan "mengetahui". Jika seseorang memilih percaya tanpa mengetahui, berarti kita tidak bisa berbuat lebih jauh dari situ. Membagikan sesuatu yang kita tahu adalah perlu, tapi menghargai kepercayaan orang lain adalah lebih penting lagi.



bukannya kalo seseorang uda memilih ajaran tetangga tersebut, secara tidak langsung uda menutup option nya utk mengetahui ?, karena mereka kan cuman di tuntun utk percaya, jgn cari2 tau isi dari kotak pandora ini .. gue maha kuasa, gue maha tau, maha maha, elo elo nurut aja .. kalo kaga .. silakan jojing di neraka ... ?

kalo mereka bisa berusaha mencari tau sendiri isi kotak pandora nya itu ... bukannya sejak awal uda bertanya2 ?

Sekedar sharing cerita mengenai pikiran yang terbuka dan tertutup, sehingga kenapa lawan bicara tidak dapat atau dapat  menerima pandangan kita.

AIR KEHIDUPAN

Alkisah, ada tiga orang sedang mencari air kehidupan, untuk meminumnya dan hidup selamanya.

Orang yang pertama adalah seorang ksatria. Ia menduga bahwa air kehidupan ini akan sangat kuat, sangat deras, sehingga ia pergi mencari dengan pakaian perang lengkap dengan senjatanya. Ia percaya bahwa ia akan mampu menaklukkannya dengan begitu.

Orang kedua adalah seorang penyihir. Ia menduga bahwa air kehidupan adalah air yang sangat penuh dengan sihir, mungkin akan berupa air berputer atau air yang menyembur dari bumi seperti geyser. Maka kemudian ia berbekal dengan jubahnya yang panjang bergambar bintang, dia berharap dengan itu ia bisa menguasai air itu.

Orang ketiga adalah pedagang. Ia menduga air itu akan berupa pancuran permata bahkan berlian, tentunya akan sangat mahal. Dia memenuhi kantong dan tasnya dengan uang dan berharap bisa membeli air itu.

Ketika ketiga orang itu mencapai tujuan mereka, mereka menemukan sumber air itu tidak seperti yang mereka duga.

Tiga seganas yang dikira sehingga dibutuhkan tenaga besar untuk menaklukkannya

Tidak berupa pusaran air yang harus disihir.

Tidak juga berupa pancuran permata dan berlian yang harus diperoleh dengan menggunakan uang.

SUMBER AIR ITU HANYA PANCURAN KECIL, GRATIS, TETAPI SESEORANG HARUS BERLUTUT UNTUK DAPAT MEMINUMNYA.

Hal ini membuat para pengelana itu kebingungan.

Sang ksatria berpakaian lengkap ( bathin yang tertutup ), sehingga tak mungkin baginya untuk berlutut ( keegoan ).

Sang penyihir memakai jubah panjang ( bathin yang tertutup ), dan jubah itu tidak boleh tersentuh tanah karena akan menhilangkan kesaktiannya ( keegoan ).

Sang pedagang pun tidak dapat berbuat lebih dari menunduk ( keegoan ) karena apabila ia berlutut semua uang logamnya akan berjatuhan, keluar dari sudut dan celah baju dan tasnya ( bathin yang tertutup ).

Semua orang berpakaian lengkap dengan segala bawaan mereka, sehingga tak mungkin bagi mereka untuk meminum air itu.

Hanya ada satu jalan yaitu dengan mencopot semua yang menempel di badan mereka ( membuka kotak pikiran sendiri dengan tulus ).

Sang satria menaruh baju perangnya, sipenyihir menaruh jubahnya, dan si pedagang melepas bajunya dengan penuh uang.

Mereka semua telanjang ( bathin dan pikiran yang terbuka lebar atas kemauan sendiri ) dan dengan begitu mereka bisa berlutut dan menikmati segar, dingin, dan nikmatnya air kehidupan mereka.

Pesan yang ingin disampaikan :

Kadang-kadang kita sendiri juga selalu mengunci pikiran kita untuk tidak menerima sesuatu pendapat atau ide yang baik. Demikian juga halnya lawan bicara kita. Jika kita sendiri dapat mengetahui dan menyadari kenapa dan mengapa diri sendiri juga melakukan hal ini ( bathin yang tertutup ), maka kita akan lebih bijaksana dalam menghadapi lawan bicara yang berbeda. Walaupun saya pribadi sangat setuju bahwa ajaran SANG GURU AGUNG adalah luar biasa. Suatu nasehat atau pendapat akan lebih lancar jika pikiran atau bathin lawan bicara terbuka atas kemauan sendiri bukan paksaan.

Semoga Bermanfaat
« Last Edit: 02 September 2009, 11:00:25 AM by CHANGE »

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #214 on: 02 September 2009, 11:03:46 AM »
IMO

Untuk menyampaikan suatu pandangan, yang sangat penting diperhatikan adalah CARA MENYAMPAIKAN, karena tidak semua orang menpunyai sifat dan karakteristik yang sama, misalnya anak kecil, umat yang terdokrin dengan agama K, lelaki dan perempuan, dll. Saya pribadi berpendapat bahwa untuk menyampaikan suatu pandangan yang baik, maka yang harus dilakukan adalah kita sendiri yang harus BELAJAR BAGAIMANA CARA MENYAMPAIKAN, yang artinya mengasah kemampuan diri sendiri dalam berkomunikasi, sehingga tidak menyalahkan lawan bicara yang tidak menerima. Kita tidak terpaku pada SATU CARA , tetapi konsentrasi pada BERBAGAI CARA untuk menyampaikan pandangan.

Ungkapan “ Banyak Jalan Menuju Ke Roma yang artinya Banyak Cara Menyampaikan Pandangan”

Bagaimana menyampaikan suatu maksud yang baik, maka saya berprinsip seperti AIR, karena :

AIR selalu mengalir kearah rendah ( kerendahan hati ) sehingga selalu bermuara ke laut ( membesar karena tidak sombong ),
AIR selalu menyesuaikan diri dengan wadahnya ( tempatnya ), sehingga diterima dimanapun karena fleksible.
AIR dapat memberikan manfaat sesuai fungsinya dimana ia ditempatkan.
AIR selalu berada pada posisi seimbang dimanapun ia berada.
DLL

KISAH BESI DAN AIR

Ada dua benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya : "Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak" Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana . Aturannya : "Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang" Besi dan air pun mulai berlomba : Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini. Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua. Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini,tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya kesebarang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan. Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Jadikanlah hidupmu seperti air. Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat hati dan PIKIRAN seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan cinta kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri. Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia. Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap 

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #215 on: 02 September 2009, 11:28:38 AM »
Kemampuan kita untuk menyampaikan suatu maksud yang baik sangat tergantung kepada kemampuan kita dalam mengolah komunikasi tersebut, tentu sebagai umat Buddhis selalu bangga dengan kemampuan komunikasi yang dilakukan oleh YM Bhikkhu Sri Pannavaro, YM Bhikkhu Uttamo, dan beberapa Bhikkhu lainnya. Dhamma yang sangat rumit yang disampaikan dengan sederhana  adalah begitu mudah diserap, dicerna dan dimengerti. Kadang-kadang tidak kita sadari perhatian kita tersedot ke dalam komunikasi tersebut. Ini adalah cara yang sangat luar biasa. Dan saya pribadi melihat berbagai cara penyampaian yang dilakukan untuk topik yang lebih kurang sama. Dan begitu luas pengetahuan yang dimiliki oleh YM Bhikkhu tersebut ( bukan hanya dhamma yang dikuasai )

Kadang kala kita menyalahkan orang lain yang tidak setuju dengan penyampaian kita, tetapi kita tidak pernah instropeksi diri apakah cara penyampaian yang kita lakukan tersebut telah sesuai dengan karakteristik lawan bicara. Memang ini butuh waktu untuk belajar, belajar dan belajar untuk lebih baik dalam berkomunikasi. Karena saya pribadi sangat menyadari kelemahan diri sendiri dalam hal komunikasi yang dapat diterima lawan bicara. Saya hanya berbagi dan harap jangan ditanggapi secara negatif, jika ada menanggapi secara negatif maka saya minta maaf duluan. :)

Ini hanya sekedar sharing cerita dalam hal FLEKSIBLE mengenai cara menyampaikan sesuatu maksud. 

Tiga Saat Fajar dan Empat Saat Senja
Oleh: Lie Zi

Di negara Song terdapat seorang pria yang memelihara monyet. Ia menyayangi monyet-monyet itu dan memelihara dalam jumlah banyak.

Ia dapat memahami monyet-monyet itu dan monyet-monyet itu dapat memahami dirinya. Ia mengurangi jumlah makanan untuk keluarganya demi memuaskan kebutuhan monyet-monyet itu.

Beberapa lama kemudian keluarganya tidak memiliki cukup makanan, maka ia ingin membatasi makanan untuk monyet-monyet itu. Namun ia cemas apabila monyet-monyet itu tidak patuh lagi kepadanya. Sebelum melakukan hal itu ia bermain tipu muslihat dengan para monyet itu.

“Jika saya memberi tiga makanan pada pagi hari dan empat pada sore hari, apakah itu cukup?”, tanya pria itu kepada para monyet.

Semua monyet sangat marah.

Setelah beberapa saat dia berkata, “Jika saya memberi kamu empat makanan pada pagi hari dan tiga pada sore hari, apakah itu cukup?”

Semua monyet berbaring di lantai, sangat gembira atas usul sang pria.

Apakah makna dari cerita ini?

Dalam menyampaikan suatu maksud, yang dibutuhkan adalah FLEKSIBLE, tidak terpaku pada satu cara saja, karena setiap manusia menpunyai karakteristik yang berbeda dalam menyerap pandangan tersebut.

Semoga Bermanfaat

 _/\_

Semoga Semua Makhluk Berbahagia

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #216 on: 02 September 2009, 12:12:43 PM »
bukannya kalo seseorang uda memilih ajaran tetangga tersebut, secara tidak langsung uda menutup option nya utk mengetahui ?, karena mereka kan cuman di tuntun utk percaya, jgn cari2 tau isi dari kotak pandora ini .. gue maha kuasa, gue maha tau, maha maha, elo elo nurut aja .. kalo kaga .. silakan jojing di neraka ... ?

kalo mereka bisa berusaha mencari tau sendiri isi kotak pandora nya itu ... bukannya sejak awal uda bertanya2 ?

Seseorang memilih untuk tidak mau tahu itu bukan hanya agama "tetangga" saja, Buddhis pun bisa terjebak dalam sikap yang sama.
Sikap menutup diri disebabkan karena suatu kondisi. Jika kita peka, kadang kita bisa mengertinya dan mengubahnya. Salah satunya adalah cara berdiskusi. Tidak usah jauh-jauh, saya rasa banyak Buddhis di sini yang antipati jika dikenalkan agama tertentu karena ditakut-takuti tentang neraka atau pun agamanya dijelek-jelekkan. Mungkin umat lain juga ada yang mengalami hal serupa dari pendekatan umat Buddhis.

Bagi saya, jika kita mengerti kondisi seseorang, sebuah diskusi yang baik bisa diusahakan. Namun kalau kita tidak/belum tahu, maka biarkan saja semua orang berbahagia dengan apa yang dipercayainya.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #217 on: 02 September 2009, 01:47:54 PM »
Benar Sdr. Kainyn, oleh karena itu saya katakan observasi (pengamatan secara cermat) akan anicca, tentu saja dengan istilah yang membumi.
Agama tetangga juga mengajarkan ketidakkekalan, tapi hanya sebatas penampilan luar, observasi terhadap batin bisa dikatakan jarang disentuh. Why? Saya rasa pola pikir manusia itu mempengaruhi.

Ya, saya rasa bahkan pola pikir seseoranglah yang paling mempengaruhi observasinya, bukan agama atau kepercayaannya.
Mengapa observasi bathin jarang disentuh, menurut saya, adalah karena pembatasan kepada diri sendiri saja. Misalnya ide-ide seperti "pikiran manusia yang kerdil dan terbatas, tidak akan mengerti Tuhan", atau contoh sikap seperti menetapkan cloning sebagai "playing God". Dengan demikian, bathinnya sendiri sudah membatasi agar observasi tidak dilakukan melewati batas-batas tertentu. Jika observasi dilakukan sampai pada tahap "menyalahi agama", maka mekanisme defensif pun terjadi. Dan sesungguh-sungguhnya, observasi bathin itu paling "bahaya" bagi iman.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #218 on: 02 September 2009, 02:21:19 PM »
Jika berangkat dari nicca dan atta pun, toh pd akhirnya bisa jadi orang tsb tetap berpegang pd kesimpulan akhir sbgmn yg ada dlm agamanya, yaitu ada yg nicca dan atta sejati, Tuhan atau apapun istilahnya. Karena yg benar2 berani bersikap terbuka dan mengritisi pemikiran agamanya sendiri bisa dihitung jari, kebanyakan tidak akan berani, takut oleh ancaman yg ada dalam doktrin agamanya.
Kalau sudah gini? End of story.
Betul sekali. Itulah sebabnya Buddha yang memiliki kemampuan mengajar pun, pada zamannya, tidak mampu membuat semua orang melihat kebenaran. Makanya dalam berdiskusi, yang dicari adalah diskusi yang baik, walaupun pendapat boleh berbeda. Jika dari awal tujuan kita sudah "mengubah pandangan orang lain", kebanyakan hasilnya adalah kekecewaan saja.


Quote
Dalam beberapa sutta yg saya lihat, misalnya Potthapada, pertanyaan2 Vacchagotta, pembahasan2 demikian justru tidak dianggap penting oleh Sang Buddha, apalagi jika berangkat dari posisi yg berbeda, doktrin yg berbeda. Drpd menjawab, Sang Buddha lebih memilih diam. Krn berangkat dr pandangan yg berbeda, maka jawaban akhirnya pun akan berbeda, apalagi bila jawaban itu telah dipatok, yaitu ada sesuatu yg kekal dan merupakan atta sejati. Sebenarnya pendapat saya ini sudah Bro Kain tuliskan utk Suhu yg saya quote di bwh ini.

Membahas tentang Anatta-Lakkhana Sutta menurut saya seperti menawarkan harta lain, bukan membuka kotak yang digenggam orang tersebut. Mengapa demikian? Karena sebelum bahasan Anatta-Lakkhana Sutta bisa jalan, kita harus terlebih dahulu menyetujui asumsi mahluk memang hanya terdiri dari 5 khanda, dan lima khanda memang berubah. Namun apakah seorang yang percaya tentang roh akan menyetujui asumsi 5 khanda tersebut? Saya rasa tidak. Mau tidak mau, ia akan membahas tentang "khanda ke 6", yang adalah "isi" dari kotak kosong tersebut.


Juga mengenai ketidak-kekalan, penganut pandangan (semi-)eternalisme akan mengatakan, "sekarang memang tidak kekal dan fana, tetapi nanti akan kekal." Jadi menurut saya, mengarahkan orang yang paling efektif, dimulai dari membahas sudut pandangnya, apa yang dipercayainya, bukan sudut pandang kita, apa yang kita percaya.
Potthapada Sutta menunjukkan sesuatu yang sangat menarik. Di sini Potthapada membahas tentang "atta", namun Buddha tidak membahas "anatta", namun melayani bahasan dengan baik, sampai pada akhirnya Potthapada sendiri melihat inkonsistensi dalam pandangan "atta" tersebut. Inilah yang selalu saya maksud "membahas dari sudut pandang orang lain, bukan sudut pandang sendiri".


Quote
Tanggapan soal ini, saya liat sih pendekatan awalnya beda, tp ujung2nya mengarah pada muara yg sama jg. Yg satu langsung dg Anatta, yg 1 lagi dg atta dulu utk menunjukkan yg bukan atta. Situational aja kali yah tergantung orangnya..
Ya, ketika seseorang dengan pandangan "anatta" membicarakan "atta", sebetulnya yang dibahas adalah "anatta" juga. Contohnya yang terjadi dalam Potthapada Sutta. Demikian pula sebaliknya jika seseorang dengan pandangan "atta" membicarakan "anatta", sebetulnya tetap bahasannya adalah "atta". Contohnya... mungkin kita semua pernah mengalaminya. :)

Lalu tentang apa yang dibahas, tentu saja situasional. Jika seseorang sudah tidak melekat pada paham "atta", maka tentu saja kita tidak perlu membahas apa itu "atta" dan bisa mengenalkannya langsung pada "anatta". Jika seseorang sudah tidak terbebani oleh "harta" dalam kotak kosong, maka kita tidak perlu membahas lagi kotak kosong tersebut. Berikan langsung "harta" yang kita miliki.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #219 on: 02 September 2009, 02:26:43 PM »
justru disaat itulah paling tepat momentnya utk menguak apa "isi" itu. Memang pendekatan cara kita berbeda.

Momen yang tepat bagi seseorang, bisa berbeda dengan orang lainnya. Metode dasar pendekatan kita memang berbeda, tapi untuk situasi tertentu, dengan orang tertentu, bisa juga sama.

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #220 on: 03 September 2009, 08:26:28 PM »
Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..

Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank ;D
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #221 on: 04 September 2009, 10:53:12 AM »
Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..

Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank ;D

Kalau menurut saya, untuk satu kasus, harus melihat semua kemungkinan untuk mencari solusi yang terbaik.
Apakah benar semua jenis pengobatan tidak mampu didapatkan, termasuk pengobatan alternatif? Berapakah kemungkinan sembuhnya? Jika kemungkinan sembuhnya besar, maka bisa dikatakan ia punya potensi untuk membayar (hutang) biaya pengobatannya di kemudian hari. Kalau kemungkinannya juga tidak jelas, maka yang ada hanya menambah kesusahan keluarga yang ditinggalkan. Namun ada juga keluarga yang tetap memilih berkorban demi anggota keluarganya. Mereka mau menerima dengan ikhlas kalaupun mereka harus kehilangan semuanya. Maka untuk hal ini, ada baiknya ia bicarakan dengan keluarganya.

Bagi saya, jika seseorang telah mencoba sebaik mungkin semua hal yang dia tahu, gagal dan kemudian memilih bersikap pasif, itu bukan pasrah, tapi "tahu diri". Jika seseorang tidak mencoba apa-apa, tidak mengusahakan sesuatu, lalu menunggu dan berharap perubahan terjadi dengan sendirinya, itu namanya pasrah.

Mengenai pandangan salah akan "anicca" itu, sangat susah untuk mengetahui jalan pikiran orang lain. Biasanya saya hanya bisa lihat dari bentuk luarnya saja, misalnya seseorang yang (menurut saya) mengerti "anicca" tidak melekat pada satu keadaan baik, namun menghargai keadaan baik tersebut; tidak menjadi putus asa karena keadaan buruk, namun terus berjuang membuatnya lebih baik.


Offline William_phang

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.101
  • Reputasi: 62
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #222 on: 04 September 2009, 11:29:07 AM »
Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..

Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank ;D

Ada jenis pengobatan alternatif yang tidak memerlukan biaya didalam menjalaninya hanya butuh tekad dan niat saja...yaitu dengan meditasi kesehatan...

timbulnya penyakit juga karena adanya kondisi yang mendukung timbulnya penyakit tersebut.... karena terkondisi maka penyakit tersebut akan berubah.... jd kalo kondisinya kita ubah mungkin saja akan membuat penyakit tersebut berubah menjadi sembuh....

Kadang kita pasrah terhadap kondisi yang ada tetapi apakah benar bathin kita benar2 pasrah??....



Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #223 on: 04 September 2009, 11:37:39 AM »
Om kainy,mau minta pendapat om soal ini..
Contoh kasus,
ada seorang buddhis yg tergolong muda(remaja),mengidap penyakit kanker,latarbelakangnya dari keluarga sederhana,
dgn alasan tidak ingin membebani keluarganya dgn biaya pengobatan yg relatif mahal dan alasan memahami anicca,dukha,dll..
Dia memilih untuk tidak melakukan upaya pengobatan apapun..
Dan menunggu ajalnya(dalam artian pasrah)..

Bagaimama menurut om,apakah orang tersebut terjerat dalam pandangan salah?
Thank ;D

bro coba total diet aja...
tidak mengkonsumsi segala jenis makanan yg tidak alami (diproses oleh pabrik).

wheatgrass tuh katanya baik utk melawan kanker.

dan bisa dicatat apa yg dimakan, serta hasilnya, mana tau bisa buat eBook utk dijual?
kan lumayan.
« Last Edit: 04 September 2009, 11:45:06 AM by johan3000 »
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #224 on: 04 September 2009, 08:04:47 PM »
Jadi masalahnya "apakah penyakitnya masih mungkin disembuhkan?" dan berunding dgn keluarga..
Tapi,ini penyakit kanker lho om.. ;D

Ok,thank atas sharenya
 [at] wiliam & johan
thank juga
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"