//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - seniya

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 [8] 9 10 11 12 13 14 15 ... 228
106
Ekottarāgama 19.2
[Dua Ekstrem]

聞如是:
一時,佛在波羅 [木*奈] 國仙人鹿苑 中。

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa Isipatana.

爾時,世尊告諸比丘:「有此二事,學道者 不應親近。云何為二事?所謂著欲及樂之 法,此是下卑凡賤之法,又此諸苦眾惱百 端,是謂二事學道者不應親近。如是,捨 此二事已,我自有至要之道得成正覺,眼 生、智生,意得休息,得諸神通,成沙門果,至 於涅槃。

Pada saat itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Terdapat dua hal yang seharusnya dihindari seseorang yang meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Apakah dua hal itu? Yaitu memanjakan diri dalam kesenangan [indria], ini adalah hal yang rendah, hina, duniawi, dan kasar; dan segala jenis penyiksaan diri [yang menyebabkan] berbagai penderitaan. Ini adalah dua hal yang seharusnya dihindari seseorang yang meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Demikianlah, setelah meninggalkan dua hal ini, aku sendiri memperoleh jalan tertinggi untuk mencapai pencerahan sempurna [sehingga] penglihatan muncul, pengetahuan muncul, batinku mencapai kedamaian, mencapai pengetahuan langsung (abhiññā), memperoleh buah dari kehidupan pertapaan, dan mencapai Nirvana.

云何為至要之道得成正覺,眼生、 智生,意得休息,得諸神通,成沙門果,至於 涅槃?所謂此賢聖八品道是。所謂等見、等治、 等語、等業、等命、等方便、等念、等定,此名至要 之道。今我得成正覺,眼生、智生,意得休息, 得諸神通,成沙門果,至於涅槃。如是,諸比 丘!當學捨上二事,習於至要之道。如是,諸 比丘!當作是學。」

“Apakah jalan tertinggi untuk mencapai pencerahan sempurna [sehingga] penglihatan muncul, pengetahuan muncul, batinku mencapai kedamaian, mencapai pengetahuan mendalam, memperoleh buah dari kehidupan pertapaan, dan mencapai Nirvana? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan ini, yang adalah pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Ini adalah jalan tertinggi tersebut. Sekarang aku telah mencapai pencerahan sempurna [sehingga] penglihatan muncul, pengetahuan muncul, batinku mencapai kedamaian, mencapai pengetahuan langsung, memperoleh buah dari kehidupan pertapaan, dan mencapai Nirvana. Demikianlah, para bhikkhu, kalian seharusnya berlatih meninggalkan dua hal di atas dan menjalankan jalan tertinggi itu. Demikianlah, para bhikkhu, seharusnya kalian berlatih.”

爾時,諸比丘聞佛所說,歡 喜奉行。

Pada waktu itu, setelah mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.

107
Ekottarāgama 27.5

[Empat Latihan Seorang Bodhisattva]*

聞如是:
一時,佛在舍衛國祇樹給孤獨 園。

Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di taman milik Anāthapiṇḍika dalam Hutan Jeta.

爾時,彌勒菩薩至如來所,頭面禮足,在 一面坐。爾時,彌勒菩薩白世尊言:「菩薩摩 訶薩成就幾法,而行檀波羅蜜,具足六 波羅蜜,疾成無上正真之道?」

Pada waktu itu, Bodhisattva Maitreya mendatangi tempat kediaman Sang Tathāgata, memberikan penghormatan dengan menjatuhkan kepalanya pada kaki [Sang Buddha], kemudian duduk pada satu sisi. Saat itu Bodhisattva Maitreya berkata kepada Sang Bhagavā: “[Terdapat] berapakah hal yang dicapai seorang Bodhisattva-mahasattva sehingga ia melatih kesempurnaan memberi (dāna pāramitā), menyempurnakan enam kesempurnaan (sad pāramitā), dan dengan segera mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya?”

佛告彌勒:「若 菩薩摩訶薩行四法本,具足六波羅蜜,疾 成無上正真等正覺。云何為四?於是,菩薩 惠施佛、辟支佛,下及凡人,皆悉平均不選擇 人,恒作斯念:『一切由食而存,無食則喪。』是 謂菩薩成就此初法,具足六度。

Sang Buddha menjawab Maitreya: “Jika seorang Bodhisattva-mahasattva berlatih empat hal utama, maka ia menyempurnakan enam kesempurnaan dan dengan segera mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Apakah empat hal itu? Di sini, seorang Bodhisattva memberikan pemberian [makanan] kepada seorang Buddha, Pacceka Buddha, sampai dengan orang-orang biasa, semuanya sama tanpa membeda-bedakan orang, dengan selalu mengingat hal ini: ‘Semua [makhluk] bergantung pada makanan untuk bertahan [hidup]; jika tidak makan, [mereka] akan meninggal.’ Ini adalah hal pertama yang dicapai seorang Bodhisattva untuk menyempurnakan enam kesempurnaan.”

「復次,菩薩 若惠施之時,頭、目、髓、腦,國、財、妻、子,歡喜惠施, 不生著想。由如應死之人臨時還活,歡 喜踊躍,不能自勝。爾時,菩薩發心喜悅,亦復 如是,布施誓願不生想著。

“Selanjutnya, ketika memberikan pemberian [berupa] kepala, mata, sumsum, otak, kerajaan, harta kekayaan, istri, dan anak, seorang Bodhisattva bergembira dalam perbuatan memberi tersebut dan tidak memunculkan pikiran kemelekatan. Bagaikan seseorang yang seharusnya meninggal dunia ketika waktunya tiba masih hidup, melompat-lompat kegirangan, dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Demikian juga, pada saat itu seorang Bodhisattva memunculkan pikiran sukacita dan tekad kedermawannya tidak memunculkan pikiran kemelekatan. [Ini adalah hal kedua yang dicapai seorang Bodhisattva untuk menyempurnakan enam kesempurnaan.]”

「復次,彌勒!菩薩 布施之時,普及一切,不自為己使成無上 正真之道,是謂成就此三法,具足六度。

“Selanjutnya, Maitreya, ketika melakukan kedermawanan, seorang Bodhisattva menjangkau semua [makhluk] dan tidak demi dirinya sendiri ia mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Ini adalah hal ketiga yang dicapai [seorang Bodhisattva] untuk menyempurnakan enam kesempurnaan.”

「復 次,彌勒!菩薩摩訶薩布施之時,作是思惟:『諸 有眾生之類,菩薩最為上首,具足六度,了 諸法本。何以故?食已[以]**,諸根寂靜,思惟禁 戒,不興瞋恚,修行慈心,勇猛精進,增其 善法,除不善法,恒若一心,意不錯亂,具足 辯才,法門終不越次,使此諸施具足六度, 成就檀波羅蜜。』

“Selanjutnya, Maitreya, ketika melakukan kedermawanan, seorang Bodhisattva-mahasattva merenungkan demikian: ‘Di antara semua makhluk, Bodhisattva adalah yang terunggul, yang menyempurnakan enam kesempurnaan, dan memahami semua asal mula fenomena. Mengapakah demikian? Karena semua indrianya tenang, pikirannya terkendali, tidak memunculkan kebencian, mengembangkan pikiran cinta kasih, dengan penuh semangat mengerahkan usaha untuk mengembangkan kualitas-kualitas bermanfaat dan melenyapkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat, pikirannya selalu terpusat, batinnya tidak kacau, memiliki kelancaran berbicara, mempelajari penjelasan Dharma (dharmaparyāya) secara berurutan, menyebabkan semua kedermawan ini memiliki enam kesempurnaan, dan mencapai kesempurnaan memberi.’ [Ini adalah hal keempat yang dicapai seorang Bodhisattva untuk menyempurnakan enam kesempurnaan.]”

「若菩薩摩訶薩行此四法,疾 成無上正真等正覺。是故,彌勒!若菩薩摩訶 薩欲施之時,當發此誓願,具足諸行。如是, 彌勒!當作是學。」

“Jika seorang Bodhisattva-mahasattva berlatih empat hal ini, maka ia akan dengan segera mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Oleh sebab itu, Maitreya, ketika akan melakukan kedermawanan, seorang Bodhisattva-mahasattva harus membangkitkan tekad ini untuk menyempurnakan semua perbuatannya. Demikianlah, Maitreya, ini adalah latihan yang seharusnya dilakukan.”

爾時,彌勒聞佛所說,歡喜 奉行。

Pada waktu itu, Bodhisattva Maitreya setelah mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan mengingatnya dengan baik.

Catatan Kaki:

* Judul ditambahkan penerjemah (dalam teks aslinya sutra ini tidak berjudul)

** Menggunakan bacaan varian dalam kurung siku

108
Setelah kita baca dengan seksama sutra di atas, ternyata kata Mahayana yang terdapat di dalamnya tidak menunjuk pada aliran Mahayana saat ini, melainkan suatu kereta agung yang melampaui kereta orang-orang biasa di dunia ini (世人乘) maupun kereta brahmana (婆羅門乘) miliki brahmana Janussoni yang dirujuk dalam sutra ini maupun padanan Pali-nya dalam SN 45.4.

Selain itu, pada masa kotbah awal ini disusun Mahayana sebagai idealisme baru yang bercita-cita menuju jalan Bodhisattva (yang berbeda dengan idealisme jalan Kearahantaan/Sravaka dalam aliran-aliran Buddhisme awal) belum muncul dan tidak dikenal. Walaupun sutra ini berasal dari aliran Sarvastivada yang pada masa yang belakangan mendukung idealisme Mahayana, namun dari isi sutranya sendiri kita dapat membaca bahwa yang dimaksud dengan "kereta agung" yang dapat menaklukkan bala tentara kekotoran batin (kilesa) dan nusuh ketidaktahuan (avijja) adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan yang diakui dan terdapat dalam semua aliran Buddhis. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa istilah Mahayana dalam sutra ini sama sekali tidak bersifat sektarian (menunjuk pada aliran tertentu).

109
Saṃyukta Āgama 769

婆羅門

Brahmana

如是我聞:

Demikianlah telah kudengar:

一時,佛住舍衛國祇樹給 孤獨園。爾時,尊者阿難晨朝著衣持鉢,入舍 衛城乞食。

Suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, taman milik Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu, Yang Mulia Ānanda pagi-pagi sekali mengenakan jubah dan membawa mangkuknya lalu memasuki kota Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan.

時,有生聞婆羅門乘白馬車,眾 多年少翼從,白馬、白車、白控、白鞭,頭著白 帽、白傘蓋,手執白拂,著白衣服、白瓔珞,白 香塗身,翼從皆白,出舍衛城,欲至林中教 授讀誦,眾人見之咸言:「善乘!善乘!謂婆羅 門乘。」

Pada saat itu, brahmana Jāṇussoṇi mengendarai kereta kuda putih, dengan para pemuda pengiringnya, [yang mengendarai] kuda putih, kereta putih, tongkat kendali putih, tali kekang putih, kepala mereka memakai sorban putih, dan dilindungi oleh payung putih. Dengan tangannya memegang kipas pengusir serangga berwarna putih, mereka mengenakan pakaian putih, kalung permata putih, dan memakai wewangian berwarna putih pada tubuh mereka. Dengan para pengiring yang semuanya [berpakaian] putih, ia keluar dari kota Sāvatthī bermaksud pergi ke dalam hutan untuk mengajarkan pengulangan [Veda]. Semua orang yang menyaksikan hal ini berkata: “Kereta yang bagus! Kereta yang bagus! Inilah yang disebut kereta brahmana.”

時,尊者阿難見婆羅門眷屬、眾具一切 皆白,見已,入城乞食。還精舍,舉衣鉢,洗足 已,往詣佛所,稽首禮足,退坐一面,白佛言: 「世尊!今日晨朝著衣持鉢,入舍衛城乞食, 見生聞婆羅門乘白馬車,眷屬、眾具一切 皆白,眾人唱言:『善乘!善乘!謂婆羅門乘。』云何? 世尊!於正法、律,為是世人乘?為是婆羅門 乘?」

Pada saat itu, Yang Mulia Ānanda melihat para pengikut brahmana tersebut [berpakaian] putih dalam segala hal. Setelah melihat mereka, ia memasuki kota untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika kembali ke vihara, ia meletakan jubah dan mangkuknya. Setelah mencuci kakinya, ia pergi ke tempat kediaman Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan menundukkan kepalanya pada kaki Sang Buddha, lalu mengundurkan diri untuk duduk pada satu sisi, dan berkata: “Sang Bhagavā, hari ini pagi-pagi sekali aku mengenakan jubah dan membawa mangkukku. Ketika memasuki kota Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan, aku melihat brahmana Jāṇussoṇi mengendarai kereta kuda putih, dengan para pengikutnya [berpakaian] putih dalam segala hal. Semua orang berseru: ‘Kereta yang bagus! Kereta yang bagus! Inilah yang disebut kereta brahmana.’ Apakah, Sang Bhagavā, Dharma dan Vinaya sejati dapat disebut sebagai kereta orang-orang di dunia ini, sebagai kereta brahmana?”

佛告阿難:「是世人乘,非我法、律婆羅門 乘也。阿難!我正法、律乘、天乘、婆羅門乘、大乘, 能調伏煩惱軍者,諦聽,善思,當為汝說。阿 難!何等為正法、律乘、天乘、婆羅門乘、大乘,能 調伏煩惱軍者?謂八正道——正見乃至正定。 阿難!是名正法、律乘、天乘、梵乘、大乘,能調 伏煩惱軍者。」

Sang Buddha berkata kepada Ānanda: “Kereta orang-orang di dunia ini bukanlah [sebutan untuk] Dharma dan Vinaya-ku; demikian juga kereta brahmana. Ānanda, kereta Dharma dan Vinaya sejatiku [adalah] kereta surgawi, kereta brahmana, kereta agung yang dapat menaklukkan bala tentara kekotoran batin (kilesa). Dengarkanlah dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan. Ānanda, bagaimanakah kereta Dharma dan Vinaya sejati [adalah] kereta surgawi, kereta brahmana, kereta agung yang dapat menaklukkan bala tentara kekotoran batin? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan – pandangan benar sampai dengan konsentrasi benar. Ānanda, inilah yang disebut kereta Dharma dan Vinaya sejati, kereta surgawi, kereta brahmana, kereta agung yang dapat menaklukkan bala tentara kekotoran batin.”

爾時,世尊即說偈言:

「信戒為法軛, 慚愧為長縻,
正念善護持, 以為善御者,
捨三昧為轅, 智慧精進輪,
無著忍辱鎧, 安隱如法行,
直進不退還, 永之無憂處,
智士乘戰車, 摧伏無智怨。」


Pada waktu itu, Sang Bhagavā kemudian mengucapkan syair-syair berikut:

Keyakinan dan moralitas adalah kuk [kereta] Dharma,
Rasa malu dan takut berbuat jahat adalah tali pengikatnya yang panjang,
Perhatian benar adalah pelindung dan pemeliharanya
Yang bertindak sebagai kusir yang terampil.

Keseimbangan dan konsentrasi adalah porosnya,
Kebijaksaan dan kegigihan adalah rodanya,
Ketidakmelekatan dan kesabaran adalah baju pelindungnya,
Dengan kedamaian sebagai pergerakan [kereta] Dharma.

Berjalan lurus tanpa mundur,
Sepenuhnya menuju tempat tanpa dukacita,
Orang bijaksana mengendarai kereta perang [ini]
Untuk menaklukkan musuh ketidaktahuan.

110
Studi Sutta/Sutra / Istilah Mahayana dalam SA 769 (Padanan SN 45.4)
« on: 12 August 2020, 01:30:39 PM »
Dalam sebuah diskusi tentang istilah Mahayana vs Hinayana melalui medsos kemarin, salah seorang peserta diskusi menemukan istilah Mahayana (大乘 dasheng = kendaraan besar) dalam teks Samyukta Agama Mandarin yang merupakan salah satu kumpulan kotbah awal sepadan Samyutta Nikaya Pali. Istilah ini ditemukan dalam Samyukta Agama sutra ke-769 (SA 769) yang mengibaratkan JMB8 sebagai kereta surgawi (deva-yana), kereta brahmana (brahmana-yana), kereta agung (maha-yana). Oleh sebab itu, pada kesempatan ini TS berusaha menerjemahkan (secara bebas/kata per kata) teks Agama Sutra ini untuk mengetahui apakah benar Mahayana yang dimaksud dalam sutra ini sama dengan aliran Mahayana saat ini.

111
Gagasan tentang Tanah Buddha (Buddhaksetra)

Dari perspektif kosmologi Buddhis, ruang, seperti juga waktu, adalah tidak terbatas. Ruang yang tidak terbatas dipenuhi oleh tak terhingga alam semesta, sistem dunia, yang membentang ke 10 penjuru arah (4 arah mata angin, 4 arah di antaranya, arah atas dan bawah). Dalam ketidakterhinggaan ini beberapa alam semesta dikenal sebagai Tanah Buddha. Secara umum, istilah ini menunjuk pada sebuah wilayah, sebuah jagad raya, di mana seorang Buddha mengupayakan pengaruh spiritual-Nya.

Konsep Tanah Buddha, walaupun dianggap penting dalam pemikiran Mahayana, bukan khas Mahayana saja. Mahavastu, yang merupakan teks Lokottaravada, menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali alam semesta atau sistem dunia yang tidak ada Buddha, karena para Buddha adalah sangat langka [kemunculannya], lebih jauh lagi, Mahavastu mencatat, tidak mungkin terdapat dua orang Buddha pada Tanah Buddha yang sama, karena ini mengimplikasikan bahwa seorang Buddha tidak dapat menjalankan tugas-Nya. Dan walaupun para Buddha sangat langka, tetapi pada keseluruhan alam semesta yang tidak terbatas terdapat tak terhingga Buddha dan tak terhingga Bodhisattva tingkat sepuluh yang akan menjadi Buddha. Ini membawa tak terhingga makhluk untuk mencapai pembebasan, tetapi tidak akan ada kemungkinan bahwa pada akhirnya semua akan terbebaskan dan tidak ada yang tersisa. Karena dengan tak terhingga makhluk, bahkan jika tak terhingga Buddha masing-masing membebaskan tak terhingga makhluk lainnya, akan masih terdapat tak terhingga makhluk yang tersisa (Mahavastu 1949–56: I, 96 ff.).

Manusia tinggal di dunia yang disebut Saha, yang dikatakan berada di selatan, di mana Buddha masa sekarang adalah Sakyamuni.[15] Gagasan Tanah Buddha mungkin muncul dari anggapan tentang pengetahuan Sakyamuni pada satu pihak, jangkauan perhatian-Nya, dan kemampuan dan pengaruh Beliau pada yang lain – medan aktivitas-Nya.[16]. Pengetahuan Sang Buddha (dan dari pandangan Mahayana, welas asih Beliau) sering dipandang tidak terbatas dalam Mahayana, walaupun kemampuan spiritual Beliau secara langsung menjangkau sebuah wilayah yang sangat luas namun terbatas, Tanah Buddha-Nya dalam pengertian pokok, wilayah pada pusat di mana Sang Buddha muncul.

Fungsi utama seorang Buddha adalah untuk mengajar para makhluk dalam Tanah Buddha-Nya. Namun Tanah Buddha dalam pengertian pokok ini bukan hanya sebuah tempat di mana Buddha kebetulan muncul. Alih-alih, selama karir-Nya sebagai seorang Bodhisattva sang calon Buddha dikatakan ‘memurnikan’ Tanah Buddha-Nya, dan Tanah Buddha dalam beberapa pengertian adalah hasil dari mahakaruna-Nya (Fujita 1996a: 34-5). Dengan kata lain, kemunculan Tanah Buddha bergantung pada karir mengagumkan Buddha tersebut sebagai Bodhisattva. Perbuatan tak terbatas Buddha dalam kebijaksanaan dan cinta kasih telah menghasilkan Tanah Buddha sebagai wilayah di mana ia dapat “mematangkan” para makhluk. Para makhluk sendiri juga berkontribusi, karena ini adalah tempat di mana mereka terlahir melalui perbuatan mereka, sebagai makhluk yang secara potensial dapat dimatangkan. Lebih lanjut lagi, seorang Bodhisattva dapat dengan sendirinya dilahirkan dalam Tanah Buddha dari seorang Buddha, di hadapan Buddha tersebut, atau berjalan ke sana melalui meditasi. Tanah Buddha secara lebih tepat adalah tempat di mana kondisi-kondisi sangat menguntungkan untuk kemajuan spiritual Bodhisattva. Dengan demikian Tanah Buddha merupakan tempat di mana Bodhisattva dapat menjumpai seorang Buddha dan menjalankan karirnya, dan juga tujuan perjuangan seorang Bodhisattva, Tanah Buddha-Nya sendiri yang dimurnikan untuk para makhluk melalui usahanya sendiri (Rowell 1935: 385 ff., 406 ff.). Dan dari tempat-Nya dalam dunia-Nya sebuah teks memberitahukan kita bahwa tiga kali sehari dan tiga kali semalam, Buddha mengamati Tanah Buddha-Nya untuk melihat siapakah yang dapat secara moral dan spiritual ditolong (Lamotte 1962: 396–7).

Jadi Bodhisattva memurnikan Tanah Buddha-Nya dan dunia di mana Buddha mengupayakan aktivitas-Nya merupakan hasil pemurnian perbuatan-Nya sebagai Bodhisattva. Ini menimbulkan sebuah masalah. Disetujui dalam semua kasus bahwa dunia Saha milik Sakyamuni bukan tempat yang murni.[17] Dunia ini sesungguhnya Tanah Buddha yang tidak murni sepenuhnya. Beberapa teks Mahayana mengatakan tiga jenis Tanah Buddha: murni, tidak murni, dan campuran. Sebagai contoh, dalam Tanah Buddha yang tidak murni terdapat non-Buddhis, makhluk-makhluk yang sangat menderita, perbedaan keturunan [suku bangsa] dll, makhluk-makhluk tidak bermoral, alam-alam rendah seperti neraka, perilaku yang buruk, dan Wahana Kecil (tradisi Buddhis awal), dsb. Para Bodhisattva yang berperilaku baik, dan kemunculan sejati seorang Buddha, adalah jarang.[18] Kenyataannya dunia Sakyamuni ini sangat suram bagi pengikut Mahayana yang taat. Tanah Buddha yang murni, pada sisi lain, seperti Sukhavati milik Amitayus, digambarkan seperti ini:
“dihiasi dengan indah, tidak ada kekotoran atau kejahatan, tidak ada kerikil atau bebatuan, tidak ada semak berduri, tidak ada kotoran atau ketidakmurnian lainnya. Tanahnya datar dan rata, tanpa dataran tinggi atau rendah, tidak ada lembah atau celah. Terdapat permata vairerya [‘beryl’ menurut Paul Harrison] pada tanahnya, dan pepohonan permata yang berbaris. Dengan pita yang terbuat dari emas jalannya dibatasi. Di mana-mana selalu bersih dan murni, dengan bunga-bunga permata tertaburan.” (Sutra Teratai, dalam Hurvitz 1976: 120)

Tanah Buddha yang murni demikian – di Asia Timur disebut ‘Tanah Murni’ – memiliki seorang Buddha yang hidup selama waktu yang sangat lama (mungkin untuk selamanya), yang tidak meninggalkan para pengikutnya, seperti Sakyamuni yang kelihatannya hanya melakukannya selama 40 tahun atau lebih. Terdapat banyak Bodhisattva di dunia tersebut, dan Mara yang jahat, dan para pengikutnya tidak dapat melakukan ulahnya. Jelasnya Tanah Murni demikian adalah tempat yang mengagumkan untuk mengembangkan jalan menuju pencerahan, sedangkan dunia Saha kita, khususnya sejak wafatnya Sang Guru, tidak lagi sangat baik. Karena terdapat tak terhingga Tanah Buddha dan oleh sebabnya juga ada tak terhingga Tanah Murni pada saat ini di seluruh penjuru 10 arah mata angin, pastinya tugas segera yang dikesampingkan adalah untuk mengunjungi Tanah-Tanah Murni ini jika semuanya memungkinkan dan akhirnya terlahir di sana.

Agama Buddha awal telah mengajarkan bahwa kebajikan membawa pada kelahiran di surga setelah kematian, tetapi semua surga adalah samsara, tidak kekal dan diliputi dengan kekecewaan dan penderitaan. Sebuah Tanah Murni secara tegas bukan, dalam istilah Buddhis, sebuah surga (svarga).[19] Alih-alih, seseorang seharusnya menjalankan meditasi yang benar (yaitu Buddhanusmrti) dan dengan terampil mengarahkan buah perbuatan baik, jasa kebajikan, untuk terlahir bukan di surga tetapi pada Tanah Murni yang dipilih. Sementara tentunya tidak mudah untuk dapat sampai di Tanah Murni, berada dalam Tanah Murni karena dengan kehadiran seorang Buddha dan ajaran-Nya seseorang dapat dengan relatif mudah untuk mencapai Nirvana, atau mengembangkan jalan menuju Kebuddhaan, seperti yang kita ketahui dari kisah orang-orang yang dapat melakukan demikian di India pada zaman Sakyamuni. Sesungguhnya, mencapai Nirvana di Tanah Murni lebih mudah daripada hal yang sama di India pada masa Sakyamuni, karena Tanah Murni lebih kondusif untuk menjalankan Dharma dibandingkan dengan India yang tidak murni saat itu dan sekarang. Dengan demikian, tidak seperti surga, dari Tanah Murni tidak terdapat kebutuhan untuk mengatasi kelahiran di samsara yang tidak terkendali.

Ini sangat logis dan sangat konsisten dengan perkembangan pemikiran Buddhis. Dunia saat ini setelah wafatnya seorang Buddha adalah tempat yang sulit dimana seseorang mencapai pencerahan. Namun demikian, pada tidak terhingga alam semesta masih terdapat para Buddha, bahkan mungkin Sakyamuni sendiri. Adalah memungkinkan untuk melihat Mereka dalam meditasi, dan mendengar ajaran Mereka yang mengagumkan. Dengan demikian tidak ada yang mencegah seseorang untuk terlahir di hadapan para Buddha tersebut. Akibatnya, pencarian Nirvana, atau mungkin Kebuddhaan yang sempurna, membutuhkan dalam kebanyakan kasus tujuan untuk segera terlahir di Tanah Murni di hadapan seorang Buddha. Dalam memastikan seseorang akan terlahir di sebuah Tanah Murni setelah kematian, praktisi saat ini dan di sini menjadi seorang ‘yang tidak kembali lagi’ (anagamin), seseorang yang tidak akan terlahir kembali ke dunia ini, tetapi akan mencapai pencerahan segera, mungkin dalam kehidupan berikutnya.[20] Ini sesungguhnya adalah tahap yang lebih maju dalam praktek Buddhis, lebih maju daripada kebanyakan orang yang secara normal mengharapkan untuk mencapai hal tersebut di bawah kondisi-kondisi saat ini di dunia ini karena saat ini Buddha sudah wafat.

Tetapi di mana ini menyisakan tempat untuk Sakyamuni yang malang? Tanah Buddha Beliau tidak murni, oleh sebabnya Sakyamuni dan aktivitas pemurnian-Nya sebagai seorang Bodhisattva jelas sekali tidak efektif. Mengutip dari pernyataan Sariputra dalam Vimalakirtinirdesa Sutra:
“Jika Tanah Buddha murni hanya karena tingkat pikiran dari para Bodhisattva yang murni, maka ketika Buddha Sakyamuni menjalankan karir Bodhisattva, pikiran-Nya pasti tidak murni. Kalau tidak, bagaimana mungkin Tanah Buddha ini sangat tidak murni?”

Lebih jauh lagi, Sakyamuni sekarang sudah wafat, sementara masih banyak makhluk di sini di dunia ini yang harus diselamatkan. Oleh sebab itu, mahakaruna Beliau pasti tidak sempurna.

Terdapat sejumlah cara di mana seseorang dapat menjawab pertanyaan ini. Pertama, seseorang dapat dengan mudah mengatakan bahwa semua Buddha kenyataannya identik. Sakyamuni telah muncul untuk menolong para makhluk pada waktu dan tempat tertentu. Walaupun Beliau telah wafat, masih ada banyak Buddha lainnya, dan juga Tanah Murni di luar sana. Para Buddha ini sedang melanjutkan menolong para makhluk di dunia Saha ini. Seseorang dapat menggabungkan jawaban ini dengan konsep tubuh Buddha [Trikaya], Sakyamuni merupakan Tubuh Perubahan [Nirmalakaya], sebuah perwujudan dari Buddha lain, yang berdiam di Tanah Buddha yang murni, masih aktif dalam semua cara demi kepentingan semua makhluk di dunia ini. Dengan kata lain, Tanah Buddha yang tidak murni bukan Tanah Buddha yang utama, tetapi merupakan upaya kausalya seorang Buddha yang tentunya, sebagai seorang Buddha, sesungguhnya memiliki Tanah Buddha yang murni. Kemungkinan Buddha di luar dunia ini tak lain adalah Sakyamuni sendiri (seperti dalam Sutra Teratai).

Strategi lain adalah melihat Tanah Buddha sebagai jangkauan aktivitas seorang Buddha, tetapi tidak mesti dimurnikan melalui aktivitas-Nya yang sebelumnya. Karena Beliau berbelas kasih, seorang Buddha membuat Tanah Buddha-Nya sebagai tempat yang paling sesuai untuk para makhluk tertentu yang akan ditolong. Strategi ini dipakai dalam Karunapundarika Sutra, sebuah sutra yang bertujuan memulihkan Sakyamuni kembali ke keunggulan dalam menghadapi kultus Tanah Murni yang dipusatkan pada Amitayus dan Aksobhya. Para Buddha lainnya mengajar para makhluk yang dapat sampai di Tanah Buddha mereka. Namun yang teragung di antara para Bodhisattva, Bodhisattva yang sejati, berikrar untuk muncul sebagai seorang Buddha di dunia yang tidak murni, Tanah Buddha yang bernoda, semata-mata karena mahakaruna-Nya (Yamada 1968: I, 78). Kenyataan bahwa Sakyamuni muncul di dunia Saha, tempat yang tidak menguntungkan, menunjukkan mahakaruna Beliau yang luar biasa.

Namun pemecahan atas dilema Sariputra [di atas] yang paling umum dan paling penting dalam Buddhisme di Asia Timur diberikan oleh Vimalakirtinirdesa itu sendiri. Tanah Buddha yang tidak murni ini sesungguhnya Tanah Murni. Ia hanya kelihatannya tidak murni karena pikiran para makhluk yang berdiam di dalamnya. Jika terdapat gunung di dunia ini, dan semuanya rata di Tanah Murni, itu karena terdapat gunung dalam pikiran. Sakyamuni bukan Buddha yang tidak sempurna. Bagi Beliau semuanya adalah murni. Ketidakmurnian yang kita lihat adalah hasil kesadaran yang tidak murni, dan juga belas kasih Buddha dalam membuat sebuah dunia yang di dalamnya para makhluk yang tidak murni dapat berkembang (Thurman 1976: 18–19; cf. Rowell 1937: 142 ff.). Dengan demikian jalan sejati untuk mencapai Tanah Murni adalah dengan memurnikan pikiran kita. Dengan kata lain, kita telah berada dalam Tanah Murni jika kita mengetahuinya. Apa pun dunianya, jika ia dihuni oleh orang-orang dengan pikiran murni yang tercerahkan maka itulah Tanah Murni. Ini sangat mirip dengan konsep sifat Kebuddhaan/Tathagatagarbha bahwa kita sudah menjadi Buddha yang telah mencapai pencerahan sempurna jika kita menyadari kenyataannya, dan ini bukan hanya langkah [mencapai pencerahan] singkat dari gagasan Chan (Zen) bahwa Tanah Murni sesungguhnya hanya pikiran yang tenang, jernih, cerah, dan murni. Oleh sebab itu, Tanah Murni sesungguhnya bukan ‘kediaman surgawi’ namun di-demitologi-kan sebagai pencerahan itu sendiri.[21]

Catatan:
15. Untuk perkenalan yang baik pada kosmologi Buddhis awal, lihat Gethin 1998: Ch. 5. Untuk beberapa diagram, lihat juga Gómez 1996: 257–60.
16. Lihat Rowell, 1935: esp. 379–81; 1937. Untuk studi yang lebih baru, lihat Fujita 1996a. Paul Harisson telah menarik perhatian saya pada anjuran yang masuk akal dalam Davidson 2002: 132-3 bahwa ksetra ‘tanah’ [secara harfiah ‘ladang’ dalam bahasa Pali ‘kheta’ (seperti dalam Sanghanussati ‘punnakkhetam’)] mungkin berhubungan dengan gagasan politis sebuah ‘domain’ kerajaan. Jika demikian, maka Buddhaksetra akan lebih baik diterjemahkan sebagai ‘Domain Buddha’.
17. Kemurnian, secara kebetulan, merupakan gagasan kultural yang penting di India, yang meliputi masyarakat India (brahmanis) dan yang paling pokok, sebagai contoh, pembedaan kasta. Semakin murni seseorang semakin tinggi status religiusnya. Turunannya, semakin murni lingkungan mereka semakin lebih mereka mempertahankan status religiusnya.
18. Samdhinirmocana Sutra, dalam Lamotte 1962: 397. Tetapi dicatat bahwa model awal Tanah Murni Aksobhya Abhirati juga ditemukan dalam praktisi non-Mahayana. Sesungguhnya, dalam banyak hal model awal Abhirati tidak selalu cocok dengan pandangan Mahayana yang telah berkembang tentang Tanah Murni.
19. Lihat Ducor 2004: 380–1. Tentang kesamaan dan perbedaan antara Sukhavati dengan surga, dalam pandangan pemahaman orang Jepang terhadap Tanah Murni Amitabha sebagai ‘dunia dari dimensi lain’, kenyataannya adalah pencerahan itu sendiri, lihat Fujita 1996a: 44–8, cf. Fujita 1996b: 26.
20. Tentang ‘buah dan jalannya’ ini dalam Buddhisme awal, lihat Gethin 1998: 194.
21. Mungkin saya juga harus menyebutkan di sini model lain dari Tanah Murni yang berkaitan dengan hal ini ditemukan dalam, misalnya, tradisi Nichiren, dan populer di antara para aktivis sosial Buddhis modern. Seperti yang kita lihat pada akhir bab pada Sutra Teratai, terdapat pernyataan bahwa pada beberapa lama di masa yang akan datang, ketika cukup banyak orang menjalankan Dharma sejati (atau saat, melalui aksi yang diinspirasi umat Buddhis, situasi politik dan sosial membaik), pada waktu itu dunia ini akan menjadi Tanah Murni. Tanah Murni di sini bukan pikiran murni seperti yang demikian, atau dunia yang dilihat oleh pikiran yang murni. Alih-alih, ia adalah masyarakat yang tertata dengan baik yang dihasilkan dari aktivitas mereka yang berpikiran murni (yaitu umat Buddhis yang berpikiran benar). Pandangan Tanah Murni ini juga berhubungan dengan milenarianisme Buddhis (lihat Overmyer 1976: 157).

112
Berikut adalah kutipan dari buku Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundations 2nd edition oleh Paul Williams tentang tanah Buddha (Buddhaksetra) dan perenungan terhadap Buddha (Buddhanusmrti) dalam Mahayana. Kutipan ini pernah dipost oleh TS di topik lain dan di forum sebelah yang sudah parinibbana. TS mem-post kembali di sini agar memudahkan untuk pencarian kembali sebagai bahan referensi.

=========================================================

Buddhanusmrti – perenungan terhadap Buddha

Sutta Nipata dari Kanon Pali umumnya dianggap oleh para ahli sebagai teks Buddhis tertua yang masih ada. Pada akhir Sutta Nipata, pada bagian yang juga dianggap sebagai tingkatan paling tua dari teks tersebut terdapat bagian yang sangat mengharukan dan, saya pikir, percakapan yang penting. Seorang brahmin bernama Pingiya ‘sang bijaksana’ memuliakan Sang Buddha dalam kata-kata yang tulus:

“Mereka menyebutnya Buddha, Yang Tercerahkan, Yang Telah Sadar, yang melenyapkan kegelapan, dengan pandangan menyeluruh, dan mengetahui dunia ini sampai akhirnya.... Orang ini... adalah sosok yang aku ikuti.... Pangeran ini, secercah cahaya ini, Gotama, adalah satu-satunya yang melenyapkan kegelapan. Orang ini Gotama adalah semesta kebijaksanaan dan dunia pemahaman.”[1]

Pingiya ditanya mengapa ia tidak menghabiskan waktunya dengan Sang Buddha, guru yang mengagumkan tersebut? Pingiya menjawab bahwa ia sendiri sudah tua, ia tidak dapat mengikuti Buddha secara fisik, karena ‘tubuhku sedang melapuk’. Namun:

“tidak ada waktu sedikit pun bagiku yang dihabiskan jauh dari Gotama, dari semesta kebijaksanaan ini, dunia pemahaman ini... dengan kewaspadaan yang terus-menerus dan hati-hati, adalah memungkinkan bagiku untuk melihat-Nya dengan pikiranku sejernih [melihat dengan] mataku, siang dan malam. Dan karena aku menghabiskan malamku dengan menghormati Beliau, tidak ada, dalam pikiranku, sesaat pun jauh dari-Nya.”

Dalam percakapan yang luar biasa dan kuno ini Pingiya menunjukkan bahwa adalah memungkinkan melalui perhatiannya, melalui pemusatan pikirannya, agar ia terus-menerus berada di hadapan Sang Buddha dan terus-menerus menghormati Beliau. Pada akhir [teks ini], Sang Buddha sendiri menyatakan bahwa Pingiya juga akan menuju ‘pantai yang lain’ dari Pencerahan.

Penafsiran percakapan ini mungkin sulit. Seseorang pastinya tidak akan menganggap bahwa kita di sini memiliki sistem keyakinan yang sudah baku. Walaupun demikian, pujian Pingiya terhadap Sang Buddha dan penghormatannya agar dapat melihat Beliau dalam pikirannya tampaknya berhubungan dengan praktek buddhanusmrti, perenungan terhadap Buddha, sebuah praktek yang telah diketahui dari konteks lain dalam Kanon Pali dan dijalankan, sejauh yang dapat kita katakan, semua aliran Buddhisme.

Berdasarkan komentator Theravada Buddhaghosa, seorang meditator yang ingin menjalankan perenungan terhadap Buddha harus pergi ke tempat yang cocok guna mengasingkan diri:
“dan merenungkan sifat-sifat khas dari Sang Buddha... sebagai berikut: ‘Demikianlah Sang Bhagava yang adalah yang telah menyelesaikan, tercerahkan sepenuhnya, memiliki pandangan (yang jernih) dan tindak tanduk (yang baik), mulia, pengenal dunia, pemimpin yang tak tertandingi dari para manusia yang dijinakkan, guru para manusia dan dewa, yang telah mencapai pencerahan dan yang dirahmati’.”[2]

Sang meditator merenungkan sifat-sifat Sang Buddha secara teratur dan terperinci. Di antara hasil dari meditasi yang demikian adalah bahwa, dalam kata-kata Buddhaghosa, sang meditator:
Mencapai sepenuhnya keyakinan, perhatian, pengertian dan kebajikan.... Ia menaklukan rasa takut dan kengerian.... Ia merasa seakan-akan ia tinggal dalam kehadiran Sang Guru. Dan tubuhnya... menjadi layak dihormati seperti ruang pemujaan. Pikirannya cenderung menuju pada kediaman para Buddha.[3]

Jika tergoda untuk melakukan perbuatan salah, sang meditator merasa sangat malu seakan-akan ia berhadapan langsung dengan Buddha. Bahkan jika perkembangan batinnya berhenti pada titik ini, ia akan maju menuju ‘tujuan bahagia’.

Tiga poin yang patut dicatat di sini. Pertama, terdapat hubungan antara buddhanusmrti dengan pencapaian taraf [spiritual] yang lebih tinggi, sebuah tujuan yang bahagia, atau ‘kediaman para Buddha’. Kedua, melalui perenungan terhadap Buddha seseorang menjadi bebas dari rasa takut. Kita mengetahui bahwa dari sumber sutra Sanskerta bahwa buddhanusmrti dianjurkan terutama sebagai penangkal rasa takut. Takut, dan keinginan untuk melihat Buddha, di sini saya pikir, adalah perasaan yang penting selama berabad-abad, bahkan berdekade-dekade, setelah wafatnya Sang Buddha. Gandavyuha Sutra mengatakan untuk banyak umat Buddha ketika ia menyatakan:

 “Adalah sulit, bahkan dalam waktu ratusan koti kalpa, untuk mendengar seorang Buddha mengajar;
Betapa semakin banyak melihat-Nya, penampakan-Nya menjadi penghapus utama semua keraguan....
Lebih baik terbakar selama berkoti kalpa dalam tiga keadaan yang menderita, walaupun mereka sangat mengerikan,
Daripada tidak melihat Sang Guru....
Lenyaplah semua penderitaan ketika seseorang telah melihat Sang Jina, Penguasa Dunia,
Dan menjadi mungkin untuk mencapai pengetahuan mendalam, dunia para Buddha yang tertinggi.”

Dan ketiga, melalui perenungan terhadapa Buddha, Buddhaghosa mengatakan, sang meditator akan merasa seakan-akan ia tinggal dalam hadapan Sang Buddha sendiri – sedemikian sehingga, bahwa rasa malu akan mencegahnya dari perbuatan jahat.[4]

Terdapat sebuah teks yang terdapat pada Ekottaragama milik Buddhisme awal, bagian dari kitab suci yang bertahan dalam terjemahan bahasa Cina, di mana diberikan sebuah kisah yang lebih rinci tentang perenungan terhadap Buddha daripada yang ditemukan dalam Kanon Pali. Dalam sutra ini, perenungan terhadap Buddha dikatakan membawa pada kekuatan batin dan bahkan pada Nirvana itu sendiri. Dalam ajaran Mahayana tentang para Buddha dan Bodhisattva yang tak terhingga banyaknya yang mendiami tak terhingga Tanah Buddha dari 10 arah mata angin (sebuah ajaran yang mungkin dipengaruhi oleh pengalaman buddhanusmrti), praktek perenungan terhadap Buddha mendapatkan kedudukan yang jauh lebih penting sebagai cara untuk berhubungan dengan para Buddha dan kediaman mereka. Saptasatika Prajnaparamita menjelaskan ‘Samadhi Perbuatan Tunggal’ di mana seseorang bisa dengan cepat mencapai pencerahan sempurna. Sang meditator:

“harus tinggal dalam kesunyian, membuang pikiran yang mengganggu, tidak melekat pada benda-benda, memusatkan pikiran mereka pada seorang Buddha, dan membaca nama-Nya denga tulus. Mereka harus menjaga tubuh mereka tetap tegak dan, dengan menghadap pada arah dari Buddha tersebut, bermeditasi terhadap-Nya secara terus-menerus. Jika mereka dapat menjaga perhatian terhadap Buddha tersebut tanpa henti dari waktu ke waktu, maka mereka akan dapat melihat semua Buddha dari masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang setiap waktu.”[5]

Pratyutpanna Sutra

Pratyutpanna Sutra pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Cina oleh Lokaksema mungkin sekitar tahun 179 M. Ini membuat ia salah satu terjemahan tertua sutra Buddhis ke dalam bahasa Cina. Ia berisi referensi literatur tertua yang dapat diidentifikasi datanya tentang Amitayus (= Amitabha) dan Tanah Buddha-Nya, Tanah Murni, di timur.[6] Di antara banyak ciri khas yang menarik dan tidak biasa dari sutra tertua ini adalah detail yang menggambarkan dan mendiskusikan pratyutpanna samadhi, yang tampaknya menjadi pesan penting sutra ini.

Dasar untuk menjalankan pratyutpanna samadhi adalah sila yang ketat. Seorang praktisi, umat awam atau viharawan, laki-laki atau perempuan, diminta untuk memenuhi sepenuhnya pelatihan sila sebelum memasuki pengasingan diri. Meditator kemudian mengasingkan diri di sebuah tempat terpencil dan menghadap ke arah di mana Buddha Amitayus berdiam. Ia memusatkan pikiran pada Buddha tersebut, dengan menghadap pada arah yang benar. Meditator melakukan apa yang telah kita bahas sebelumnya dalam praktek buddhanusmrti. Praktisi merenungkan Buddha tersebut langsung di hadapan:

“Para Bodhisattva harus memusatkan pikiran pada Sang Tathagata tersebut... yang sedang duduk di tahta Buddha dan mengajarkan Dharma. Mereka harus berkonsentrasi pada para Tathagata yang diberkahi dengan semua sifat yang mulia, gagah, menarik, menyenangkan untuk diperhatikan, dan dikaruniai dengan kesempurnaan tubuh [dst].”[7]

Selain itu kemulian tubuh dan kemampuan seorang Buddha dicatat dan direnungkan. Lebih jauh lagi, sang meditator diajarkan untuk tidak membiarkan timbulnya gagasan “diri” dalam cara apa pun selama tiga bulan, atau pun dikalahkan oleh ‘kemalasan dan kelambanan’ (yaitu tertidur), atau duduk ‘kecuali untuk buang air’ selama tiga bulan. Mereka harus berkonsentrasi pada Amitayus selama satu hari satu malam, atau selama dua, tiga, empat, lima, enam, atau tujuh hari tujuh malam, sehingga, ketika telah terlewati penuh tujuh hari tujuh malam, mereka melihat:

“Yang Dimuliakan Tathagata Amitayus. Jika mereka tidak melihat Buddha tersebut selama siang hari, maka Sang Buddha tersebut... akan mempelihatkan wajah-Nya kepada mereka dalam mimpi ketika mereka tidur.”

Dan setelah melihat Buddha tersebut, meditator dapat menghormati Beliau dan menerima ajaran [dari Beliau]. Penglihatan atas Buddha ini bukan dengan ‘mata dewa’, [karena] ia bukan hasil dari kekuatan batin. Meditator tidak perlu mengembangkan berbagai kemampuan supernormal seperti mata dewa yang, seperti yang kita bahas dalam bab sebelumnya, hanya dapat dikembangkan pada tingkat Bodhisattva ketiga [dari Dasabhumi atau 10 tingkat Bodhisattva dalam Mahayana], dan dipikirkan dalam teks lain sebagai alat di mana seseorang dapat melihat para Buddha dari 10 penjuru arah. Para Buddha yang dilihat dalam pratyutpanna samadhi dikatakan dapat dipahami dengan perumpamaan mimpi. Ini memungkinkan karena semua [fenomena] adalah kosong dari wujud yang hakiki, dan oleh sebab itu semuanya hanya [produk] pikiran [Mind Only = Hanya Pikiran, sebuah ajaran dalam Mahayana bahwa semua fenomena yang kita rasakan, amati hanyalah berasal dari pikiran kita].

Catatan:
1. Terjemahan oleh Saddhatissa 1985: vv. 1133, 1136. Cf. terjemahan oleh Norman (Sutta Nipata
1984).
2. Visuddhimagga 7: 2, dalam Buddhaghosa 1975, mengutip dari rumusan standar yang ditemukan dalam Kanon Pali [Buddhanussati]. Harrison 1992a: 228–31 berpendapat bahwa anusmrti [anussati] lebih baik diterjemahkan sebagai ‘commemoration’ (peringatan) daripada ‘recollection’ (perenungan).
3. Buddhaghosa 1975: 230. Cf. Harrison 1992a: 218.
4.Patut dicatat tentang ungkapan ‘tujuan bahagia’ dan juga ‘kediamana para Buddha’. Apa, atau, di mana, kediaman para Buddha? Seperti yang akan kita lihat, ‘Tanah Murni’ yang paling terkenal di mana dalam ajaran Mahayana seorang Buddha saat ini berdiam mengajar Dharma disebut Sukhavati, secara harfiah ‘Tempat Bahagia’. Di sanalah seseorang dapat tinggal dalam hadapan para Buddha, bebas dari rasa takut.
5. Terjemahan dalam Chang 1983: 110. Dari bahasa Cina. Cf. terjemahan oleh Conze 1973b: 101.
6. Ungkapan aktual ‘Tanah Murni’ diterjemahkan dalam bahasa Cina jingtu (ching-t’u; bahasa Jepang: jodo), dan ini tampaknya tercipta di Cina.
7. Perhatikan bahwa para Buddha adalah jamak; Amitayus di sini diberikan hanya sebagai contoh. Terjemahan dalam Harrison 1990: 68. Lihat juga Harrison 1978.

113
Sukhī Hontu Teman2 yang berbahagia🙏🏻,

Diskusi Dhamma online DC telah kembali lagi, dan kini dg format baru lhoo

Mari kita bersama-sama untuk mengikuti dan menyebarkan kegiatan bermanfaat ini kepada yang lain agar semakin byk yg bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan baru dalam Dhamma....

Hari / Tgl     : Sabtu / 25 Juli 2020
Waktu         : 19.00 WIB s/d selesai
Pembicara  :  Bpk. Dedi
Topik            :  Menyalakan Cahaya Kebijaksanaan
Zoom Meeting ID: 82111126070

Link  Zoom  : https://us02web.zoom.us/j/82111126070

Hal yang perlu diperhatikan pd saat sesi berlangsung:

1. Standby 10 menit sebelum sesi dimulai
2. Voice harap dimute pd saat sesi berlangsung dan dpt diUn-muted pd saat kita ingin bertanya (pd saat sesi Q n A)
3. Posisi duduk jauh dari keramaian dan suara ribut (pilih tempat tenang agar bisa fokus)
4. Mengikuti sesi hingga selesai, agar penerimaan materi didapat secara menyeluruh.

Teman2 sangat disarankan untuk membaca terlebih dahulu buku Kumpulan Kotbah Sang Buddha Bab IX, ‘Menyalakan Cahaya Kebijaksanaan’ agar dpt mengikuti diskusi Dhamma ini. Bagi yang tidak memiliki bukunya dapat di download di link berikut:

https://dhammacitta.org/download/ebook.html#kumpulan-khotbah

🙏

114
Sukhī Hontu Teman2 yang berbahagia🙏🏻,

Diskusi Dhamma online DC telah kembali lagi, dan kini dg format baru lhoo

Mari kita bersama-sama untuk mengikuti dan menyebarkan kegiatan bermanfaat ini kepada yang lain agar semakin byk yg bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan baru dalam Dhamma....

Hari / Tgl     : Sabtu / 18 Juli 2020
Waktu         : 19.00 WIB s/d selesai
Pembicara  :  Ibu Lily
Topik            :  Menguasai pikiran
Zoom Meeting ID: 82111126070

Link  Zoom  : https://us02web.zoom.us/j/82111126070

Hal yang perlu diperhatikan pd saat sesi berlangsung:

1. Standby 10 menit sebelum sesi dimulai
2. Voice harap dimute pd saat sesi berlangsung dan dpt diUn-muted pd saat kita ingin bertanya (pd saat sesi Q n A)
3. Posisi duduk jauh dari keramaian dan suara ribut (pilih tempat tenang agar bisa fokus)
4. Mengikuti sesi hingga selesai, agar penerimaan materi didapat secara menyeluruh.

Teman2 sangat disarankan untuk membaca terlebih dahulu buku Kumpulan Kotbah Sang Buddha Bab VIII, ‘Menguasai pikiran’ agar dpt mengikuti diskusi Dhamma ini. Bagi yang tidak memiliki bukunya dapat di download di link berikut:

https://dhammacitta.org/download/ebook.html#kumpulan-khotbah

🙏

115
Sukhī Hontu Teman2 yang berbahagia🙏🏻,

Diskusi Dhamma online DC telah kembali lagi, dan kini dg format baru lhoo

Mari kita bersama-sama untuk mengikuti dan menyebarkan kegiatan bermanfaat ini kepada yang lain agar semakin byk yg bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan baru dalam Dhamma....

Hari / Tgl     : Sabtu / 11 Juli 2020
Waktu         : 19.00 WIB s/d selesai
Pembicara  :  Bapak Fernando
Topik            :  Jalan Menuju Kebebasan
Zoom Meeting ID: 82111126070

Link  Zoom  : https://us02web.zoom.us/j/82111126070

Hal yang perlu diperhatikan pd saat sesi berlangsung:

1. Standby 10 menit sebelum sesi dimulai
2. Voice harap dimute pd saat sesi berlangsung dan dpt diUn-muted pd saat kita ingin bertanya (pd saat sesi Q n A)
3. Posisi duduk jauh dari keramaian dan suara ribut (pilih tempat tenang agar bisa fokus)
4. Mengikuti sesi hingga selesai, agar penerimaan materi didapat secara menyeluruh.

Teman2 sangat disarankan untuk membaca terlebih dahulu buku Kumpulan Kotbah Sang Buddha Bab VII, ‘Jalan Menuju Kebebasan’ agar dpt mengikuti diskusi Dhamma ini. Bagi yang tidak memiliki bukunya dapat di download di link berikut:

https://dhammacitta.org/download/ebook.html#kumpulan-khotbah

🙏

116
Buddhisme Awal / Re: Asal manusia dalam ajaran budha
« on: 27 December 2019, 10:34:56 AM »
Mau tanya aja nih
Menurut buddhis, asal mula manusia itu dari mana ya?

“Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.

~ SN 15 Anamatagga Samyutta

117
Perkenalan / Re: Penyerahan Masa Remaja
« on: 29 November 2018, 07:14:29 AM »
Itu sptnya tradisi Tridharma (Konghucu), bukan tradisi Buddhis krn tdk ada istilah tsb dlm Buddhis

118
Diskusi Umum / Re: Tradisi India dan Bumi Bulat
« on: 26 November 2018, 03:24:19 PM »
Sedikit pendahuluan, Tulisan ini memiliki kesamaan dari sumber lain yang juga menggunakan penggeseran istilah "parimandala", dan dari sumber yang sama juga, yaitu Satapatha Brahmana; juga nuansa apologetic yang kental. Klaim dari aneka pihak religius dengan format "ilmu modern X sudah ada di kitab Y, Z tahun sebelum Sains menemukan" adalah hal yang sangat umum ditemukan. Bagi orang awam yang asing dengan studi literatur historis ataupun sains, prinsip logika sederhana dapat dipakai untuk menguji kebenarannya, yaitu merumuskan pertanyaan berikut:

1. Jika sudah dituliskan Z tahun sebelumnya, apakah ada aplikasi teknologi tersebut dalam masyarakat tempat teknologi itu ditemukan? Contoh: jika ada klaim "listrik ditemukan 3000 tahun lalu di wilayah tertentu, apakah kemudian ada aplikasi apapun yang berkenaan dengan listrik misalnya lampu, blender, atau mesin bentuk sederhana apapun?
Jika teknologi abad modern dikatakan telah ditemukan oleh pihak tertentu di masa lampau tapi kehidupan masyarakat tersebut tidak terimbas dari penemuan tersebut dan tetap seperti jaman batu, kemungkinan besar adalah klaim semata.

2. Jika sudah dituliskan, apakah ada dampak terhadap kehidupan dan budaya di sana pada waktu itu, dalam bidang lain, misalnya penggambaran dalam kesenian; bahasan dalam literatur lain yang merespon "penemuan" tersebut; atau misal dalam hal klaim geodesy seperti tulisan di atas, kemudian muncul pengukuran diameter dunia, pemetaan benua dan samudra, penjelasan iklim dan musim, perbedaan zona waktu, dan lain-lainnya.
Jika pengetahuan dikatakan telah diketahui oleh pihak tertentu di masa lampau, tapi tidak ada reaksi dan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan apapun, tidak memicu sebuah kemajuan dalam bentuk apapun, maka kemungkinan besar juga itu hanya klaim belaka.


Parimaṇ­ḍala

Sepertinya istilah mandala adalah umum dan merujuk pada bentuk lingkaran. Bagi yang asing dengan istilah ini, silahkan baca-baca.

Bagaimana dengan parimandala? Apakah berbeda? Dalam DN 30. Lakkhanasutta terdapat istilah ini:
"...nigrodha­parimaṇ­ḍalo hoti, yāvatakvassa kāyo tāvatakvassa byāmo yāvatakvassa byāmo tāvatakvassa kāyo..."
"...His proportions have the symmetry of the banyan-tree: the length of his body is equal to the compass of his arms, and the compass of his arms is equal to his height..."
Penjelasan di sini adalah panjang kedua tangan terentangkan adalah sama dengan tinggi badannya. Di sini jelas bahwa yang disinggung adalah proyeksi dua dimensi seperti dalam Vitruvian Man oleh Leonardo da Vinci (perhatikan bahwa proporsi nigrodhaparimandala yang adalah ciri manusia besar adalah berbeda dengan Vitruvian Man yang mewakili orang kebanyakan). Jika parimandala di sini diseret ke bahasan 3 dimensi menjadi bentuk bola, tentu dapat dibayangkan seorang Buddha memiliki proporsi seperti Pac-man, yang sepertinya amat sangat kecil kemungkinannya.

Dalam Vinaya, Sekkhiya, juga ada istilah ini, saya tidak yakin persisnya, namun sepertinya merujuk pada jubah yang dipakai membalut/melingkari tubuh secara menyeluruh. Kalau ada yang bisa info, silahkan bantu.

Istilah ini bukanlah khas Buddhis. Dalam tradisi Jainisme, misalnya postur tubuh demikian adalah salah satu dari 6 jenis ukuran simetri tubuh yang disebabkan oleh samsthana nama-karma.[1] Dijelaskan bahwa bagian atas tubuh berkembang sempurna, namun bagian bawah tidak, sehingga kaki dan lengan memiliki panjang yang sama. (Ini yang memberikan gambar lebih jelas mengenai perbedaan Vitruvian Man dan Lakkhanasutta.) Dalam Tradisi Hindu, postur demikian dianggap sebagai tanda manusia luar biasa.[2]

Aneka teks mengenai seni dan desain dalam Shilpa Sastra membahas bentuk ini, dan menurut Wisdomlib,  Dharma-saṃgraha (section 34) karya Nagarjuna memasukannya ke salah satu dari 20 bentuk objek.

Singkat kata, seperti mandala, istilah parimandala merujuk pada bentuk lingkaran, bukan bola.

Bagaimana dengan istilah "Bhugolo"? Benar, itu adalah bola dan disebutkan dalam Surya Siddhanta, literatur abad 3-4 Masehi. Namun tidak istimewa sebab 500 tahun sebelumnya, di dunia Hellenistik sudah ada bahkan usaha perhitungan keliling bumi. Juga, walaupun menggambarkan bumi secara bulat, namun menggunakan prinsip geosentris di mana bumi adalah diam, dan matahari dan bulan yang mengelilingi. 
Secara singkat bisa dibaca sejarah perkembangan ide bumi bulat.


[1] J. Jaini. Outline of Jainism. Cambridge University Press. p.34
[2] J. Roy. Theory of Avatāra and Divinity of Chaitanya. Atlantic Publishers & Distributors (P) Limited.



Matahari tenggelam di satu bagian, maka terbit di bagian lain

Untuk yang awam dengan kosmologi India kuno (Hindu, Jain, Buddhis), bisa baca-baca tentang gunung Mahameru dulu. Ini adalah gunung sebagai pusat dari dunia yang berbentuk piring. Dalam kosmologi Buddhis setiap cakkavala terdiri dari Mahameru sebagai pusatnya, lalu dikelilingi pegunungan yang lebih kecil dan hutan, kemudian samudera luas. Di piringan bagian utara Mahameru terdapat benua Uttarakuru, sedangkan di selatan, barat, dan timur ada Jambudīpa, Aparagoyāna, dan Pubbavideha. Benua ini adalah mengambang di atas permukaan air seperti dijelaskan dalam DN 16. Air tidak tumpah ke luar angkasa karena setiap cakkavala dibatasi pegunungan melingkar yang menutup samudera, cakkavālasilā. Silahkan baca di sini untuk lengkapnya, sekaligus sumber rujukan.

Sumber paralel dari Abhidharma Sarvastivada lebih detail menggambarkan mengenai struktur ini. Bagi yang berminat bisa buka di sini, hal. 45 untuk bab dunia, atau hal. 49 untuk langsung lihat gambarnya. Di sini kita bisa lebih jelas mengapa matahari terbit di satu tempat berarti tenggelam di tempat lain: karena terbenam di balik Mahameru.

Itu juga menjelaskan frasa "candimasūriyā pariharanti, disā bhanti virocanā" dalam AN 3.80 yang mengatakan bulan dan matahari (di sini digabung dalam kata majemuk/dvandva) mengelilingi (Mahameru). Sejauh jangkauan cahayanya itulah adalah satu "sistem dunia". Proporsi besar matahari dan bulan yang hampir sama besar itu juga dikuatkan dalam Visuddhimagga (VII.44) yang menyebutkan lingkar bulan adalah 49 Yojana dan matahari 50 Yojana. Hanya selisih 2% saja. Menurut sains modern, radius matahari sekitar 696 ribu KM, 40.000% lebih besar dari bulan yang hanya sekitar  1.7 ribu KM saja.



Bonus: suara merambat di angkasa luar

Saya tertarik membahas bagian ini sebab polanya sering ditemukan: 

1. Kitab suci mengatakan sesuatu yang secara pengetahuan adalah tidak mungkin.
Kitab suci: Buddha bisa memperdengarkan suara sampai ke 1000 dunia.
Sains: suara tidak merambat di vakum.

2. Cari pembenaran yang mirip dan judulnya sepertinya mendukung argumen:
* Menurut headline Telegraph sepertinya menggambarkan adanya suara (musik) di angkasa yang didengar Astronot Apollo 10.

* Menurut headline gizmodo ada suara di luar angkasa.

3. Masukkan link dengan headline yang sepertinya mendukung, sehingga membenarkan kitab suci.
--

Menurut saya, jika penulis tidak paham apa isi berita tersebut dan bagaimana mekanisme gelombang suara di ruang angkasa, maka bisa dinilai penulis tersebut adalah orang yang lompat pada kesimpulan tanpa paham isi sumber yang dicantumkannya. Tetapi jika penulis paham isi berita tersebut dan menggiring opini dengan headline berita, maka penulis tersebut adalah seorang penipu. 


[TL;DR] Headline 1: yang didenger di radio astronot adalah interference/gangguan gelombang;
Headline 2: gelombang suara normal terendah yang kita dengar: panjang gelombang 17m, osilasi 20x dalam 1 detik, sementara di ruang angkasa panjang gelombang hitungan tahun cahaya, osilasi 1x dalam jutaan tahun.

Saran untuk pembaca: Bacalah yang kritis, tidak membuta dalam menerima/menolak.




 :jempol: :jempol: :jempol:

119
Diskusi Umum / Tradisi India dan Bumi Bulat
« on: 26 November 2018, 08:17:07 AM »
Copas tulisan dari FB:

Quote from: Eka Wirajhana
Ketika Tradisi India membantai TUHAN "agama Langit"

Di Satapatha Brahmana, Yajnavalka [900-800 SM] menyampaikan bahwa bumi berbentuk pari-mandala atau seluruhnya bulat [SB 7.1.1.37: "ayaṃ vaí loko gā́rhapatyaḥ parimaṇḍalá u vā́ ayáṃ lokáḥ/dunia ini adalah Gārhapatya, dunia ini seluruhnya bulat tak diragukan lagi"], bentuk matahari seluruhnya bulat/pari-mandala [SB 9.1.2.40: "asau va ādityo hŕ̥dayaṃ ślakṣṇá eṣá ślakṣṇaṃ hŕ̥dayam parimaṇḍalá eṣá parimaṇḍalaṃ/matahari dan inti matahari halus, inti halus matahari seluruhnya bulat, Ia (matahari) seluruhnya bulat] matahari mengikat planet-planet [SB 8.7.3.10: "tadasāvāditya imāṃlokāntsūtre samāvayate tadyattatsūtraṃ vāyuḥ/kemudian di sana matahari mengikat planet-planet ke dirinya dengan ikatan. ikatan ini sama dengan vayu (getar/gerak/tarik/angin)"]. Arti "mandala" = lingkaran, bentuk putaran/lengkungan yang membulat.[1]

Penggunaan kata "mandala" juga terdapat di teks Buddhis Hinayana/Theravada, misal "pathavimaṇḍala" (SNP 5.1, AN 7.62, SN 3.25, DN 21, DN 5), "jāṇumaṇḍala" (AN 5.196, AN 4.21, DN 14), "nalāṭamaṇḍala" (SNP 3.7, MN 91, 92, DN 3) dan "mandalāgga/maṇḍal’āgra". Arti mandalaagra = pedang/golok berbentuk lengkung membulat. Kata "Pathavi" = bumi/daratan; "jāṇu" = lutut; "nalāṭa" = dahi. Jadi, objek 3 dimensi ini (bumi, lutut dan dahi) bentuknya lengkung membulat

Selain kata "mandala", juga digunakan kata "gola"/bola dan "cakra"/lingkaran untuk menunjukan suatu benda yang berbentuk bulat [2], misal:

"Cakrācāsaħ pariņaham pŗthivyā"/Orang-orang berdiam di sekeliling permukaan bumi [Rig Veda 1.33.8]
"Madhye samantāņđasya bhūgolo vyomni tisthati"/Di tengah jagat/Brahmanda, Bulatan bumi berdiam kokoh di ruang angkasa [Surya Sidhantha 12.32, 1000 SM]
"Bhūgolaħ sarvo vŗttaħ"/Bola Bumi bulat di sekelilingnya [Astronom Indian, Aryabhatta (476 M), Aryabhattiyam, Golapada, sloka ke 6]
"Paňca mahābhūtam ayastrārāgaņa paňjare mahigolah"/5 element menyebabkan bumi di ruang angkasa seperti bola besi tergantung di dalam kandang [Astronom India, Varahamihirä, Abad ke-6 M, Pancha Sidhanthika, Bab 13-sloka 1]

Bahwa bumi berbentuk bulatan tampaknya sudah merupakan pengetahuan umum di India. misalnya lewat penjelasan ahli matematik India, Bhaskarachrya, 1150 M, dalam bukunya, “Leelavathi” yang menjawab pertanyaan seorang gadis cilik bernama Leelavathi:

"Apa yang matamu lihat bukanlah realitas. Bumi tidaklah datar seperti yang kau lihat. Ia Bulat. Ketika kau menggambarkan lingkaran besar dan dilihat dari ¼ lingkaran, engkau akan melihat suatu garis lurus. Namun sebenarnya lengkungan. Sama juga dengan Bumi adalah berbentuk bulat"

Juga bahkan diketahui bahwa bumi BEROTASI dan MENGELILINGI MATAHARI:

"ahastā yad apadī vardhata kṣāḥ śacībhirvedyānām śuṣṇaṃ pari pradakṣiṇid/bumi tanpa tangan dan kaki, dengan kekuatan tertentu bergerak berputar kearah kanan sekitar matahari".(ahasta = tanpa tangan; apadi = tanpa kaki; śacībhirvedyānām = tahu dengan kekuatan tertentu; Kshaa = Bumi (Nigantu 1.1); Vardhat = bergerak; Shushnam Pari = Sekitar matahari; Pradakshinit = memutar ke kanan) [Rig Veda 10.22.14]

Aitareya Brahmana [3] menyampaikan bahwa di saat yang sama, ketika matahari bersinar di suatu tempat, maka di tempat lain di belahan lainnya adalah malam hari:

"Atha yad enam prātar udetīti manyante rātrer eva tad antam itvā atha ātmānaṃ viparyasyate, ahar eva avastāt kurute rātrīm parastāt. Sa vai esha na kadācana nimrocati. Na ha vai kadācana nimrocaty etasya ha sāyujyaṃ sarūpatāṃ salokatām aśmute ya evaṃ veda" ["Matahari tidak pernah terbenam maupun terbit. Ketika manusia berpikir bahwa matahari tengah terbenam, Ia hanya tampak berubah (viparyasyate). Setelah sampai di penghujung siang dan membuat malam di bawah dan siang di sisi yang lainnya. Kemudian ketika manusia berpikir matahari terbit di pagi hari, Ia tampak berubah sendiri, setelah mencapai penghujung malam dan membuat siang di bawah dan malam di sisi lainnya. Sebenarnya Matahari tidaklah pernah tenggelam. Siapapun yang tahu ini bahwa matahari tidak pernah terbenam, Ia menikmati persatuan dan kesamaan alami dengannya dan berdiam di alam yang sama"]

Dalam Kitab komentar Sumangala Vilāsinī/DA, karya Buddhagosa, abad ke-5 M:

Ketika matahari terbit di Jambudipa adalah waktu jaga malam ke-2 [22.00-02.00] di Aparagoyāna. Ketika matahari terbenam di Aparagoyana adalah saat tengah malam di Jambudipa. Siang hari di Jambudipa, adalah ketika matahari terbenam di Pubbavideha dan tengah malam di Uttarakuru [DPPN: DA III.868]

Veda tampaknya tahu bahwa terdapat banyak matahari, misal: "kati agnayaḥ kati sūryāsaḥ/Berapa jumlah Api dan Matahari?" [Rig Veda 10.88.18], "sapta diśo nānāsūryāḥ/7 arah banyak matahari" [RV 9.114.3]. Tradisi India, tampaknya telah tahu tentang area semesta yang gelap yang tidak dapat ditembus cahaya, juga tentang suara dapat merambat di angkasa luar dan terdapat triliunan galaxy, serta variasi bentuk galaxy, sekurannya nampak dalam kitab Buddhism:

Area gelap Semesta yang tidak tembus cahaya:
"antara batasan loka (lokantarikā), tanpa udara (aghā), luas/tak berbatas (asaṃvutā), gelap (andhakārā), gelap gulita (andhakāratimisā), dimana cahaya matahari2 bulan2 yang sangat kuat-perkasa tak dapat menjangkau (yatthapimesaṃ can­dima­sūriyā­naṃ evaṃ­ma­hiddhi­kā­naṃ evaṃma­hā­nubhā­vā­naṃ ābhā nānubhonti)" [SN 56.46; AN 4.127; MN 123; DN 14] -> area tidak berpenghuni di antara sahassadhāloka

Suara dapat merambat di angkasa luar dan triliunan galaksi:
“Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini; di hadapan Beliau aku mempelajari ini: ‘Abhibhū, seorang siswa Sang Bhagavā Sikhī, sewaktu sedang menetap di alam brahmā, menyampaikan suaranya ke 1000 sistem dunia (sahassilokadhātuṃ).’ Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya? [4]”

“Ia adalah seorang siswa, Ānanda. Tathāgata adalah tidak terukur (appameyyā)

sejauh, Ananda, (Yāvatā, ānanda,) matahari-rembulan membawa kesekitar, menjelajahi arah cahayanya (candimasūriyā pariharanti, disā bhanti virocanā) sejauh 1000 dunia (tāva sahassadhā loke). 1000 dunia ini terdapat 1000 rembulan, 1000 matahari, 1000 raja pegunungan Sineru, 1000 Jambudīpa, 1000 Aparagoyāna, 1000 Uttarakuru, 1000 Pubbavideha, dan 1000 4 mahasamudra (alam asura); 1000 4 raja dewa, 1000 para deva yang dipimpin oleh 4 raja dewa, 1000 Tāvatiṃsa, 1000 Yāma, 1000 Tusita, 1000 para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan, 1000 para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, 1000 alam brahmā. Inilah Ananda yang disebut 1000 dunia kecil (sahassī cūḷanikā lokadhātu) [5]

Ananda, 1000 dunia kecil sejauh 1000 dunia ini (sahassī cūḷanikā lokadhātu tāva sahassadhā loko) dinamakan "dvisahassī majjhimikā lokadhātu".

Ananda, 1000 dunia menengah sejauh 1000 dunia (dvisahassī majjhimikā lokadhātu tāva sahassadhā loko) dinamakan "tisahassī mahāsahassī lokadhātu".

Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat menyampaikan suara-Nya (saranena) hingga di Tisahassi mahasahassi lokadhatu [AN 3.80/culanika sutta]

Ragam bentuk semesta:
"..Pada saat itu, Bodhisattva melanjutkan, "Para Murid Buddha, system dunia memiliki aneka bentuk dan karakteristik. Mereka bisa bulat atau persegi, atau tidak bulat atau tidak persegi. Variasinya tak terbatas. Beberapa berbentuk seperti pusaran air, seperti semburan api gunung berapi, seperti pepohonan atau bunga, seperti Istana atau seperti suatu mahluk hidup, seperti Buddha. Variasinya sebanyak partikel debu.." [Avatamsaka Sutra, bab 4. Perkembangan sutra mahayana sekitar konsili ke-3, 247 SM, terjemahan ke bahasa China mulai abad ke-2 M]

--

Ketika tuhan agama langit kr****n dan islam mengklaim diri super benar, menyatakan bahwa bumi itu datar, diciptakan duluan dari langit, siang malam baru ada beberapa waktu kemudian setelah terciptanya matahari dan bulan, malah mengatakan bahwa bintang sebagai alat pelempar setan dan seterusnya, kemudian, memaksakan seluruh dunia harus tunduk menyembahNYA, maka ini adalah suatu tindakan TIDAK TAHU DIRI, karena bahkan Tradisi INDIA (dan YUNANI), pengetahuan para manusia telah jauh mengalahkan pengetahuan tuhannya kr****n dan islam.

----
Note:

[1] Lihat juga: https://insa.nic.in/writereaddata/UpLoadedFiles/IJHS/Vol33_3_1_SCKak.pdf dan http://www.keplersdiscovery.com/Ancients.html

[2] Sanskrit-English, William Monier: bhūgola: -gola m. 'earth-ball', the terrestrial globe. BhP. -vidyā f. knowledge of the terrestrial globe, geography MW. bhūcakra: -cakra n. 'earth-circle', the equator or equinoctial line. Arti "bhu" = bumi dan "gola" = bulatan, globe, globular, bola

[3] Aitareya Brahmana, abad ke-9/8 SM, III.44, Translasi Dr Haug, di kutip di "Indian Wisdom", Monier Williams, 1893, Ed.4, Ch.2, hal.35: https://books.google.co.id/books?id=CgBAAQAAMAAJ&pg=PA35#v=onepage&q&f=false atau juga di AB 4.29

[4] bukti suara dapat merambat di angkasa luar: https://www.telegraph.co.uk/news/science/space/12169511/Nasa-releases-recording-of-strange-space-music-heard-by-Apollo-10-astronauts.html . Untuk penjelasan: https://gizmodo.com/there-actually-is-sound-in-outer-space-1738420340 dan https://www.forbes.com/sites/startswithabang/2017/05/03/there-is-sound-in-space-thanks-to-gravitational-waves/#296aa9c64049

[5] Sahassilokadhātuṃ = sahassī cūḷanikā lokadhātu: 1000 alam Brahma beserta ribuan alam di bawahnya. Dvisahassilokadhātuṃ = Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu: 1000 x 1000 = 1.000.000. Tisahassiloka-dhātuṃ = Tisahassi Mahasahassi lokadhatu: 1.000.000 x 1000 = 1.000.000.000

Gimana pendapat teman2? Apakah benar kitab2 kuno India sudah mengetahui bumi itu bulat (bola) sebelum sains modern menemukannya?

120
Diskusi Umum / Re: Anak Indigo Indonesia
« on: 26 November 2018, 08:08:05 AM »
Alo temen2,

Dari banyak anak Indigo yg asal Indonesia apa benar Roy Kiyoshi itu yang istilahnya paling tinggi tingkatnya? Dikatakan karna dia bukan cuma bs melihat kehidupan lampau tapi juga melihat masa depan, dan juga bisa menolong serta mencari solusi utk org2.

Apa temen2 disini ada yang pernah punya pengalaman ketemu anak Indigo buddhis/ Roy? Bagaimana pengalaman anda?

Kalo dia bisa melihat masa depan, kenapa dia gak memperingatkan org2 akan terjadi gempa di Palu?

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 [8] 9 10 11 12 13 14 15 ... 228
anything