//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - ryu

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 27
1
Studi Sutta/Sutra / (ikut2an) C??akammavibhanga Sutta
« on: 27 April 2013, 07:21:05 AM »
135  Cūḷakammavibhanga Sutta
Pembabaran Singkat tentang Perbuatan



1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di
Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

2. Kemudian murid brahmana Subha, putera Todeyya, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau.  Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Sang Bhagavā:

3. “Guru Gotama, apakah sebab dan kondisi mengapa manusia terlihat hina dan mulia? Orang-orang terlihat berumur pendek dan berumur panjang, berpenyakit dan sehat, cantik dan buruk rupa, berpengaruh dan tidak berpengaruh, miskin dan kaya, berkelahiran rendah dan berkelahiran tinggi, bodoh dan [203] bijaksana. Apakah sebab dan kondisi, Guru Gotama, mengapa manusia terlihat hina dan mulia?”

4. “Murid, makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terhubung dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.”

“Aku tidak memahami secara terperinci makna dari penyataan Guru Gotama, yang diucapkan secara ringkas tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku agar aku dapat memahami secara terperinci makna dari pernyataan Guru Gotama.”

“Maka, Murid, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.”

“Baik, Tuan,” murid brahmana Subha menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

5. “Di sini, murid, Di sini seorang laki-laki atau perempuan membunuh makhluk-makhluk hidup dan  ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali dalam kondisi menderita, bukan di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, tidak dalam kesengsaraan, tidak di neraka, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur pendek.  Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang pendek, yaitu, seseorang membunuh makhluk-makhluk hidup dan  ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasihan pada makhluk-makhluk hidup.

6. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasihan pada semua makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di alam bahagia, tidak di alam surga, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur panjang.  Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang panjang, yaitu, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, [204] ia menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasihan pada semua makhluk hidup.

7. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berpenyakit. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada penyakit, yaitu, seseorang yang terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau.

8. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan sehat. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kesehatan, yaitu, seseorang yang tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau.

9. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memiliki karakter pemarah dan mudah tersinggung; bahkan jika dikritik sedikit, ia menjadi tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan membenci, dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang buruk. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada rupa yang buruk, yaitu, seseorang yang memiliki karakter pemarah … dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam.

10. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak memiliki karakter pemarah dan tidak mudah tersinggung; bahkan jika banyak dikritik, ia tidak menjadi tersinggung, tidak menjadi marah, tidak bermusuhan, dan tidak membenci, dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang cantik. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada rupa yang cantik, yaitu, seseorang yang tidak memiliki karakter pemarah … dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan dendam.

11. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan bersifat iri, seorang yang iri-hati, sakit hati, dan iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, salam, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia tidak akan memiliki pengaruh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada ketiadaan pengaruh, yaitu, seseorang yang bersifat iri … terhadap perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, salam, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain. [205]

12. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak bersifat iri, seorang yang tidak iri-hati, tidak sakit hati, dan tidak iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, salam, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki pengaruh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kepemilikan pengaruh, yaitu, seseorang yang tidak bersifat iri … terhadap perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, salam, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain.

13. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak memberikan makanan, minuman, pakaian, kereta, kalung bunga, wangi-wangian, salep, tempat tidur, tempat tinggal, dan pelita kepada para petapa atau para brahmana. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi miskin. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kemiskinan, yaitu, seseorang tidak memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana.

14. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi kaya. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kekayaan, yaitu, seseorang memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau para brahmana.

15. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan keras kepala dan sombong; ia tidak memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, tidak bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri, tidak memberikan tempat duduk kepada ia yang layak menerima tempat duduk, tidak memberi jalan untuk seseorang yang seharusnya ia beri jalan, dan tidak memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berkelahiran rendah. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kelahiran rendah, yaitu, sifat keras kepala dan sombong … dan tidak memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.

16. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak keras kepala dan tidak sombong; ia memberi hormat kepada seorang yang selayaknya menerima penghormatan, bangkit berdiri untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit berdiri, memberikan tempat duduk kepada ia yang layak menerima tempat duduk, memberi jalan untuk seseorang yang seharusnya ia beri jalan, dan memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berkelahiran tinggi. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kelahiran tinggi, yaitu, sifat tidak  keras kepala dan tidak sombong … dan memghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.

17. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan bertanya: ‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat? Apakah yang tidak bermanfaat? Apakah yang tercela? Apakah yang tidak tercela? Apakah yang harus dilatih? Apakah yang tidak boleh dilatih? Perbuatan apakah yang mengarah pada kerugian dan penderitaanku untuk waktu yang lama? Perbuatan apakah yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama? Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bodoh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebodohan, yaitu, seseorang tidak mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan demikian. [206]

18. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan bertanya: ‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat? … Perbuatan apakah yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama? Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bijaksana. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebijaksanaan, yaitu, seseorang mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan demikian.

19. “Demikianlah, murid, jalan yang mengarah pada umur yang pendek menyebabkan orang-orang menjadi berumur pendek, jalan yang mengarah pada umur yang panjang menyebabkan orang-orang menjadi berumur panjang; jalan yang mengarah pada penyakit menyebabkan orang-orang menjadi berpenyakit, jalan yang mengarah pada kesehatan menyebabkan orang-orang menjadi sehat; jalan yang mengarah pada rupa yang buruk menyebabkan orang-orang menjadi buruk rupa, jalan yang mengarah pada rupa yang cantik menyebabkan orang-orang menjadi cantik; jalan yang mengarah pada ketiadaan pengaruh menyebabkan orang-orang  menjadi tidak berpengaruh, jalan yang mengarah pada kepemilikan pengaruh menyebabkan orang-orang menjadi berpengaruh; jalan yang mengarah pada kemiskinan menyebabkan orang-orang menjadi miskin, jalan yang mengarah pada kekayaan menyebabkan orang-orang menjadi menjadi kaya; jalan yang mengarah pada kelahiran rendah menyebabkan orang-orang menjadi berkelahiran rendah, jalan yang mengarah pada kelahiran tinggi menyebabkan orang-orang menjadi menjadi berkelahiran tinggi; jalan yang mengarah pada kebodohan menyebabkan orang-orang menjadi bodoh, jalan yang mengarah pada kebijaksanaan menyebabkan orang-orang menjadi menjadi bijaksana.

20. “Makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terhubung dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.”

21. Ketika hal ini dikatakan, murid brahmana Subha, putera Todeyya, berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”


ga usah menjadi pembunuh tuh orang bisa miskin, gara2 yang di bold biru juga bisa tuh kata buddha

trus yang bold merah tuh yang bisa bikin orang bodoh =))


kebayang khan  jaman sekarang berapa banyak yang tidak melakukan kek gitu.

4
buat cumpol ;D


5
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / The One Way - by Ven. Piyasilo
« on: 26 November 2012, 12:01:26 AM »
The One Way - by Ven. Piyasilo
Makalah ini ditulis oleh Venerable Piyasilo dari Damansara Buddhist Vihara dan dipersembahkan khusus utk Unisains Buddhist dari Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang. Makalah ini juga dipresentasikan pada
Singapore Dharma Interaction Ketiga (22 - 26 Oktober 1981), dan merupakan working-paper pada seminar mengenai Theravada dan Mahayana (19 - 20 Desember 1981), di Pulau Pinang. 

Judul           :"The One Way - A Comparative Study of Mahayana and
                  Theravada"
Penulis         :Ven. Piyasilo - Damansara Buddhist Vihara
Penerjemah      :Ir. Edij Juangari
Penerbit        :Yayasan Penerbit Karaniya

Jalan Tunggal(Tentang kesatuan spritual aliran-aliran dlm agama Buddha)
Telah lebih dari satu dekade saya menjadi seorang misionaris yg aktif. Memiliki latar pendidikan yg berbahasa Inggris, saya mulai mengenal Buddhisme Theravada, dimana saat itu saya sulit membedakan antara Taoisme  modern yg menyimpang (Taoisme awal lebih cenderung batiniah) dgn Mahayana. Karenanya saya mengalami kesalahpahaman dan prasangka seperti yg dimiliki kaum 'Theravada fanatik" thd  Mahayana.

Setelah ditahbiskan oleh Sesepuh Agung XVII dari Thailand, kemudian saya melanjutkan latihan dan studi kebhikkuan di Thailand dimana selesai dlm waktu lima tahun yg merupakan masa yg sangat vital bagi perkembangan pengertian dan semangat kebhikkuan saya.

Orang Thailand mengajarkan kpd saya cara hidup Buddhis yg ceria dan penuh toleransi. Vihara mengajarkan bagaimana menjadi mandiri dan bertenggang rasa. Sebagai orang yg bukan berasal dari Thailand, saya cukup beruntung tidak perlu lebih banyak terikat pada aspek kultural yg melekat dlm agama ini. 

Dilema

Seperti semua Theravadin yg baik, saya diajar dan percaya bahwa hanya  kearahatan, bahwa perempuan tak akan bisa menjadi Buddha, dsb. Mahayana, sebaliknya, berbicara mengenai banyak Buddha, cita-cita Bodhisattva, dan bahwa perempuan punya sedikit kesulitan saja utk menjadi Buddha. Ketidkserupaan yg tampak jelas ini meninggalkan keresahan bagi saya. Saya menerima Theravada sbag ajaran yg cukup 'murni', namun pada saat yg sama tidak pernah terbesit dlm pikiran saya utk mengesampingkan tradisi Mahayana sbg agama Buddha yg 'menyimpang' atau ' belakangan'. Ini merupakan misteri yg menurut hemat saya mesti disingkapkan.

Hadiah Dharma di hari lahir

Di pertengahan tahun 1979 saya mendapatkan keberuntungan mengikuti Dharma tour ke Eropa Barat dan menghabiskan masa vassa di Belanda. Peristiwa paling berkesan adalah perjumpaan dgn rekan-rekan dari Friends of the Western Buddhist Order dan pertemuan dgn Y.A. Sangharakshita. 

Saya mendengarkan ceramah Y.A. Sangharakshita ttg Vimalakirti Nirdesa dgn judul 'Pembebasan Yg Tak Tercerapi', 'Kegaiban dari sebuah Sutra Mahayana' (dari kaset), 'Membangun Tanah Buddha' dan ' Tentang Segala Sesuatu Utk Semua Orang'.  Setelah mendengarkan ceramah tsb, saya terpesona oleh kejelasan sang pembicara dan kedalaman tradisi Buddhis.  Sekarang terbukalah misteri kuno itu - Bodhisattva, Tanah Suci, Buddha Semesta dsb. Itu merupakan kado ulang tahun (ketiga puluh) terbaik yg pernah saya dapatkan - kado pemahaman thd Mahayana.

Sejak saat itu saya tidak begitu sulit memahami dan mengerti berbagai Sutra dan tulisan Mahayana. Selama bertahun-tahun saya selalu berbicara mengenai Sutta Pali, dan orang yg saya latih telah mampu membabarkan Sutta itu dgn fasih. Telah tiba waktunya bagi saya utk beralih ke Sutra Mahayana seperti yg kemudian saya lakukan. Dalam Second National Dharma Interaction April 1980, saya mengawali dgn memberikan dua buah khotbah Dharma ttg Sutra Intan. Setelah itu, saya juga mulai membicarakan Sutra Hati, Sutra Sesepuh Keenam, Sutra Amitabha, dan Sutra Empat Puluh Dua Bagian, serta Sutra Teratai.

Membabarkan atau tidak?

Saya memerlukan waktu sekitar satu dekade utk memahami tradisi Mahayana - sesungguhnya tradisi Buddhis. Tahun-tahun yg saya lalui di vihara Theravada banyak membantu terbentuknya pengertian saya pd Mahayana. Sekarang telah tumbuh keyakinan dlm diri saya bahwa jika seseorang mengerti satu tradisi sekalipun - apakah itu Theravada, Mahayana, atau Vajrayana - ia juga akan memahami semua tradisi yg lain. Namun ia harus berusaha dan membuka pikirannya. Mereka yg mengutuk tradisi Buddhis manapun tidak memahami tradisinya sendiri.

Setelah memahami misteri yg indah ini, dorongan pertama saya adalah secepatnya menurunkan hal ini kpd teman Buddhis lainnya. Tugas ini terbukti lebih sulit dari yg saya perkirakan. Bagaimana mereka bisa mengerti - dgn semua keterbatasan intektual, prasangka, kesalahpahaman, dan prioritas yg salah? Godaan utk membiarkan semuanya seperti semula besar adanya - namun setelah mengetahui begitu banyak tentang Dharma yg demikian indah itu, bagaimana mungkin kita berdiam diri? Hal itu tentu terlalu mementingkan diri sendiri - oleh karena itulah saya pikir betapa harus berterima kasihnya kita kepada Sang Buddha yg telah begitu berwelas asih membabarkan Dharma.

Purama menolak hasil Konsili Pertama

Tujuan saya dlm penelitian sederhana ini adalah utk mencoba menjawab persoalan berikut : Adakah satu aliran agama Buddha yg merupakan satu-satunya Ajaran yg benar dan lengkap? Jika ada, aliran yg mana itu? Jika tidak ada, adakah paling tidak sesuatu ajaran dan praktik yg umum di antara berbagai aliran dlm agama Buddha? Ketika Sang Buddha masih hidup, masalah ini tidak muncul. Masalah ini muncul segera setelah Parinirvana Beliau dan menjadi jejak yg mencirikan perkembangan agama Buddha melintas keluar India sepanjang sejarah.

Diskusi manapun yg berkenaan dgn sejarah dan ajaran berbagai aliran dlm  agama Buddha harus dimulai dgn Konsili Buddhis Pertama - yg dikatakan diketuai oleh Sesepuh Maha Kassapa diGua Sattapanni, di sebelah Karang Vebhara di Rajagaha (India Utara) tiga bulan setelah Sang Buddha Parinirvana. Konsili dikatakan telah mengumpulkan semua dan menjernihkan - atau ' mengkanonkan', utk menggunakan istilah yg lebih teknis - ajaran ortodoks dari Sang Buddha. Metode yg digunakan merupakan pengulangan (sangiti) dari Dhamma dan Vinaya.

Pertanyaan ttg sejarah dan keaadan Konsili Pertama telah menjadi subyek perdebatan yg ramai di antara para cendekiawan sejak permulaan abad ini. Di sini cukuplah dinyatakan bahwa tdp bukti yg bisa dipercaya utk mendukung sejarah keberadaan Konsili Pertama ini. Cukup menarik bahwa di dlm Vinaya tercatat adanya paling sedikit satu bhikkhu yg memilih berbeda pendapat dgn hasil Konsili ini dan mengingat Dhamma miliknya sendiri, seperti yg telah ia terima dari Sang Buddha. Orang ini adalah Purana yg kembali dari daerah selatan sesudah berakhirnya Konsili.

Penolakan Purana utk mengikuti pengulangan kembali Dhamma dan Vinaya dlm Konsili Pertama membuktikan dua point penting. Pertama, kisah penolakannya tidak dpt dijelaskan tanpa menerima penyucian Ajaran Sang Buddha yg tidak diterima olehnya. Tidak juga mungkin utk menganggap episode ini sebagai rekaan belaka, karena hal itu sukar memenuhi keinginan utk meninggikan nilai penyucian ini; ia lebih mengurangi kekuasaan para tetua (sthavira/thera) dlm Konsili Pertama. 

Point kedua yg dibuktikan oleh penolakan Purana adalah bahwa agama Buddha itu demokratis dari akarnya. Terdapat ruang utk keraguan dan kemerdekaan memilih dan percaya. Sesungguhnya, jika tdp sejumlah bhikkhu yg sedang berada di tempat yg jauh sehingga tidak dapat mengikuti Konsili itu, sangat mungkin tdp sejumlah wejangan yg diingat mereka dan diturunkan kpd murid-murid mereka, yg tidak terkumpulkan dlm Konsili itu meskipun autentik. Di bawah kondisi ini, tampaknya cukup beralasan utk memasukkan wejangan itu ke dalam kitab suci Tripitaka di kemudian hari. Sang Buddha sendiri sebenarnya juga telah menurunkan satu seri aturan utk menghadapi situasi seperti ini. Misalanya saja, jika seseorang menyatakan memiliki sebuah naskah asli yg tdk tdp di dalam Sutta (Dhamma) atau di dlm Vinaya, maka naskah itu harus diuji silang thd Sutta dan Vinaya dan dapat diterima hanya jika ia selaras dengannya.

Apa yang sebenarnya terjadi dalam Konsili Pertama?

Apakah Kitab Suci Pali yg kita miliki saat ini sama dgn yg diperdengarkan ulang dlm Konsili Pertama? Pada saat berlangsungnya Konsili Pertama, tercatat bahwa Ananda menyuarakan kembali Vinaya tidak disebut soal Abhidhamma. Dua aliran awal dlm agama Buddha - Sthaviravada (asal mula Theravada) dan Mahasanghika (pendahulu dari Mahayana) - tidak menyebutkan soal penyuaraan kembali Abhidhamma, dan karena persetujuan dari kedua aliran inilah yg semestinya mengadakan tradisi tekstual yg paling tua, tampak oleh kita bahwa pada mulanya hanya tdp dua Kumpulan (pitaka) - Sutta dan Vinaya.

Masalah seterusnya adalah apakah mungkin bahwa dua bagian utama dari Tripitaka - Sutta dan Vinaya - ada di sana dan akhrinya disusun di Konsili Pertama itu sendiri (apalagi utk memikirkan penyusunan Abhidhamma ke dalam Kumpulan seperti yg disebutkan di dlm Komentar Digha Nikaya). Vinaya menyatakan bahwa bulan pertama vassavasa dihabiskan utk memperbaiki tempat tinggal para bhikkhu. Lalu kemudian bagaimana dlm sisa dua bulan keseluruhan Sutta dan Vinaya dpt diperdengarkan kembali, yg dlm Konsili Ketiga dibutuhkan waktu sembilan bulan penuh (bersama dgn Abhidhamma) . Karenanya dianggap bahwa Konsili Pertama paling-paling bersetuju mengenai point-point utama dari doktrin dan disiplin Persamuan. Ini boleh membentuk landasan bagi pertumbuhan Kitab Suci. (Boleh dicatat di sini bahwa Kathavatthu, buku mengenai Abhidhamma, dan yg disusun oleh Moggaliputta Tissa dimasukkan ke dalam Kitab Suci Pali hanya di Konsili Ketiga yg dipimpinnya sendiri).

Sang Buddha tidak berbahasa Pali

Tidak satupun bagian dari Kitab Suci Pali ada menyebutkan bahwa Sang Buddha berbahasa Pali. Kata 'Pali' tidak ditemukan dlm Tripitaka. Kemunculannya yg pertama ada di masa belakangan di dalam Komentar-Komentar. Dalam Komentar-Komentar kata 'Pali' sering berarti suatu ' naskah kitab suci'. Sedangkan utk bahasa dari Kitab Suci 'Pali', Komentar-Komentar memberitahu kita bahwa itu adalah bahasa Magadhi.

Kita tidak memiliki bukti konkrit mengenai bahasa apa yg dipakai Sang Buddha. Sangat mungkin, menimbang berbagaiwilayah yg dicakupnya, Beliau menggunakan lebih dari satu dialek.  Satu petunjuk mengenai ini diberikan dlm Vinaya di mana diceritakan bagaimana dua orang bhikkhu mengeluh kpd Sang Buddha bahwa bhikkhu-bhikkhu lain dari daerah-daerah yg berbeda mengubah kata-kata Sang Buddha ke dalam dialek mereka sendiri (sakaya niruttiya). Mereka kemudian mengusulkan agar Ajaran diterjemahkan ke dalam syair-syair Veda (chandaso). Namun Sang Buddha menolak memberikan restuNya dan menambahkan, "Aku mengizinkan kalian, wahai Bhikkhu, utk mempelajari Kata-kata Sang Buddha dlm dialek masing-masing." (Vin 2:129).  Dalam Arana-vibhanga Sutta , Sang Buddha menasihati para bhikkhu utk menyesuaikan diri dgn bahasa-bahasa setempat di mana mereka memberikan ajaran. Lebih lanjut dalam Kinti Sutta, Sang Buddha menekankan bahwa orang seharusnya lebih memperhatikan makna dan jiwa daripada hanya kata-kata.

Sebelumnya, saya menyebutkan bahwa Komentar-Komentar menjelaskan istilah 'Pali' merujuk kepada lidah 'Magadhi' - yaitu bahasa yg diduga digunakan dlm Konsili Ketiga di Pataliputra di bahwa lindungan Asoka. 'Magadhi' ini dan bahasa dari Kitab Suci Pali seperti yg kita miliki menunjukkan identitas linguistik yg sedikit. Sekarang Magadhi jaman Asoka menunjukkan paling sedikit dua dari tiga tanda pembedaan dari 'bahasa' Magadhi, yiatu, nominatif dalam 'e' sebagai 'o' (misalanya, Maghadi menggunakan 'deve' sementara Pali 'devo', "dewa"), dan penggunaan 'l' sebagai pengganti 'r' (misalnya 'laja' menjadi 'raja'). Banyak sarjana karenanya menyimpulkan bahwa Kitab Suci Pali kita yg sekarang bukanlah yg disusun dlm Konsili Ketiga meskipun keduanya sangat mirip.

Telah sering dianggap bahwa bahasa Pali merupakan dealek Ujjeni di daerah Barat karena ia paling dekat dgn bahasa inskripsi-inskripsi Asoka dari Girnar (Gujerat) dan juga karena dialek Ujjeni dikatakan sbag bahasa ibu dari Mahinda yg membawa agama Buddha ke Srilanka. Beberapa sarjana menyatakan bahwa Kitab Suci Pali diterjemahkan dari beberapa dialek yg lain (dari Ardha-Magadhi kuno). Kekhasan bahasanya dpt dijelaskan sepenuhnya dgn hipotesis dari (a) perkembangan dan integrasi berlanjut dari berbagai unsur dari berbagai daerah di India, (b) suatu tradisi oral yg panjang yg merentang lebih dari beberapa abad, dan (c) kenyataan bahwa naskah-naskah itu ditulis di negeri lain (yakni di Srilanka), menyatakan bahwa Kitab Suci Pali yg sekarang kemungkinan merupakan suatu salinan yg cukup baik dari risensi Ujjeni, dalam bentuk dialek Avanti.

Sumber awal yang sama dari Theravada dan Mahayana 

Di masa Asoka (abad ketiga sebelum Masehi), paling sedikit tiga Kitab Suci diselesaikan: Theravada, Sarvastivada, dan Mahasanghika. Dua yg pertama sangat dekat hubungannya. Kitab Suci Pali yg diwariskan kpd kita oleh Theravada tidak diragukan tumbuh secara bertahap di sekitar init dari naskah kuno dari beragam jenis Sutta panjang, sedang dan pendek, Gatha (sajak), Geyya (nyanyian), Jataka (kisah-kisah kelahiran), Udana (ungkapan hening), dsb - sama halnya dgn Kitab Suci lain, yg mengandung kategori naskah yg sama.

Tidaklah mungkin utk mengatakan apakah suatu syair Pali dlm bentuknya sekarang berasal dari masa Sang Buddha . Perubahan teknik di dalam kitab suci menyiratkan suatu masa perkembangan yg cukup panjang sebelum abad kedua SM. Bagaimanapun juga, penting utk diingat bahwa kesamaan formal antara Kitab Suci Pali dan Kitab Suci aliran lain yg lebih awal menunjukkan asal usul yg sama dari 'benih' asal di masa sebelum pemisahan sektarian telah terlalu jauh memisahkan mereka. Perlu ditekankan juga bahwa semua kitab suci tertulis adalah sektarian dari luar. Penemuan modern atas sisa-sisa naskah kuno seperti Udanavarga dan Dhammapada Gandhari, dan penelitian yg mengikutinya membuktikan bahwa naskah-naskah ini bukan merupakan terjemahan dari Kitab Suci Pali. Sebuat riset yg mendalam telah mengungkapkan bahwa baik Kitab Suci Pali maupun Sanskerta dapat ditelusuri ke asal yg sama yg diyakini berasal dari dialek Timur, yg dipakai sbg idiom di wilayah kerajaan Buddha.

Asal Usul Mahayana

Bukti-bukti literal menunjukkan bahwa tradisi Mahayana berasal dari India Selatan pada abad pertama Masehi. Terdapat referensi dlm Sutra Mahayan sendiri (misalnya, Astasahasrika Prajnaparamita 225 yg merupakan naskah paling awal dari Mahayana pada abad pertama SM), seperti yg dikenal di Selatan setelah Sang Buddha Parinirvana, setelah mana mereka akan berkembang ke Timur dan kemudian ke Utara. Beberapa Guru terkemuka Mahayana dilahirkan di India Selatan, belajar di sana, dan kemudian pergi mengajar ke Utara- salah seorang yg paling awal dan paling penting adalah Nagarjuna.

Sekarang datang pertanyaan yg sangat jelas: mengapa wejangan-wejangan Mahayana seperti itu tidak dikenal dlm tradisi Pali?  Beberapa jawaban yg mungkin telah diberikan. Salah satunya adalah bahwa Mahayana muncul dari Mahasanghika yg memisahkan diri dari otoritas Konsili Kedua . Alasan lain adalah bahwa ajaran Mahayana yg telah diturunkan oleh para bhikkhu independen (yg seperti Purana menolak otoritas Konsili Pertama). Penjelasan lebih lanjut adalah bahwa Mahayana mewarisi, di zaman yg lebih belakangan dan lebih menguntungkan, ajaran-ajaran yg tidak beredar di dunia manusia di abad-abad itu, waktu itu tidak terdapat Guru yg kompeten dan tidak ada murid yg luar biasa. Sutra-sutra itu dilestarikan di dunia Naga dan lingkaran yg non-manusia, dan ketika di abad kedua Masehi Guru-guru yg memenuhi syarat muncul di India, naskah-naskah itu dijemput dan diedarkan. Cukup jelas bahwa tradisi historis yg tercatat di sini dimiliki oleh India Utara dan kebanyakan oleh Nalanda di Magadha. Alasan keempat adalah bahwa tradisi Mahayana memasukkan berbagai ajaran tradisional yg lain seperti Lokottaravada dan Satyasiddhi yg sejak itu lenyap.

Makna Asal 'Mahayana'

Istilah 'Mahayana' pertama kali digunakan utk menunjukkan prinsip, atau keadaan, atau pengetahuan tertinggi, darimana alam semesta ini bersama semua makhluknya, yg hidup maupun tidak hidup, merupakan suatu manifestasi, dan hanya melaluinya mereka dpt mencapai keselamatan akhir (nirvana). Mahayana bukanlah nama yg diberikan utk dotrin religius tertentu, tidak juga ada hubungannya dgn kontroversi doktrinal, meskipun belakangan ia begitu dimanfaatkan oleh pihak yg progresif.

Asvaghosa, penyebar aliran Mahayana yg kita kenal - hidup sekitar 400 tahun setelah Sang Buddha-menggunakan istilah ini dalam kitab religiofilosofisnya yg disebut 'Wejangan Mengenai Bangkitnya Keyakinan dalam Mahayana' sebagai sinonim dgn bhuta-tathata atau dharma-kaya, prinsip tertinggi dari Mahayana. Ia menyamakan  pengakuan, dan keyakinan dalam, keadaan dan prinsip tertinggi ini dgn kendaraan yg akan membawa orang dgn selamat menyeberangi samudra badai kelahiran dan kematian (samsara) ke pantai abadi Nirvana.

Tidak lama setelah Asvaghosa, bagaimanapun juga, kontroversi antara dua aliran dlm agama Buddha, konservatif dan progresif, seperti kita boleh menyebutnya, menjadi lebih dan lebih menyolok; dan ketika puncaknya, yang paling mungkin di masa Nagarjuna dan Aryadeva, yakni, beberapa abad setelah Asvaghosa, kaum progresif dgn jitu menciptakan istilah 'Hinayana' sbg lawan dari 'Mahayana',  yg terakhir ini kemudian diambil oleh mereka sbg semboyan aliran mereka sendiri.

Mahayana Tidak Berasal Dari Theravada

Kebanyakan naskah suci Mahayana tidak mudah dibaca pada awalnya. Naskah-naskah ini tidak boleh disalahpahami sbg bahan dasar yg dapat dimengerti di luar tradisi yg melahirkannya. Utk memahaminya, orang mesti cukup akrab dgn Tripitaka dari para Sthavira (Thera), karena ungkapan yg ada semuanya sezaman dgn latar belakang dari  perdebatan. Abhidarma Pali menyatakan , sebagai contoh, kesadaran, faktor-faktor mental, batin , dan Nibbana. Abhidharma meyakinkan kita bahwa tidak terdapat 'makhluk' atau 'orang' di sana, melainkan cuma sekumpulan 'realita' (dhamma). Namun meskipun sungguh tidak tidak eksis, mesti dimajukan  dgn cara-cara yg trampil. Sekarang  Kesempurnaan Kebijaksanaan pada gilirannya melihat pemisahan dari 'realita-realita' ini cuma sbg pembentukan berdasarkan pilihan, mendorong kita utk melihat bahwa semua tempat sebenarnya cuma satu kekosongan dan mengutuk semua bentuk aneka ragam sbg rintangan paling serius bagi pencapaian spritual yg lebih tinggi.

Akan sia-sia saja jika kita mencoba menurunkan Mahayana dari Theravada karena aliran Theravada hanya memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh langsung thd perkembanan aliran-aliran Buddhis di Inida. Dalam tingkat perkembangan alirang selanjutnya, beberapa dari rumusan kepercayaan Mahayana muncul dari kontroversi dgn kaum Sarvativada dan pengikut Sutrantika (pengikut 'Sutra-saja) , namun dlm prakteknya tidak pernah dgn kaum Theravada. Seandainya Mahayana merupakan 'turunan' dari suatu aliran, maka aliran itu semestinya Mahasanghika (yang memisahkan diri dari Konsili Kedua). Bahkan inipun cuma setengah benar dan tampaknya pada mulanya, jauh dari memperkenalkan inovasi apapun, Mahayana melakukan tidak lebih dari meletakkan penekanan baru pada aspek-aspek tertentu dari sumber tradisional yg diterima secara umum.

8
Theravada / MOVED: suggest room
« on: 15 November 2012, 06:51:05 AM »

9
Penulis Buku "Rich Dad, Poor Dad" Bangkrut

Aulia Akbar
Kamis, 11 Oktober 2012

NEW YORK - Pakar finansial dan penulis buku terkenal Rich Dad, Poor Dad, Robert Kiyosaki dikabarkan bangkrut. Kebangkrutan itu dialami Kiyosaki usai dirinya diminta membayar perusahaan The Learning Annex USD23,6 juta atau Rp227 miliar.

Kiyosaki menggunakan perusahaan penyelenggara seminar itu untuk membuat acara dengan narasumber-narasumber yang bagius. Salah satu acara itu digarap oleh Kiyosaki di Madison Square Garden pada 2002 silam.

Pengadilan Distrik Amerika Serikat (AS) mengatakan, The Learning Annex dan pemiliknya, Bill Zanker, berhak mendapatkan keuntungan seperti yang didapat oleh Kiyosaki dalam proyeknya. Zanker pun mengatakan, buku Rich Dad, Poor Dad menjadi terkenal karena jasa Zanker.

"Saya membuatnya (buku Rich Dad, Poor Dad) menjadi terkenal. Saya patut mendapat persentase keuntungan itu, namun dia mengingkarinya," ujar Zanker, seperti dikutip The New York Post, Kamis (11/10/2012).

"Kami memiliki perjanjian, dan The Learning Annex adalah tempat promosi yang baik. Kami benar-benar mempersiapkan dia (Kiyosaki) untuk menjadi terkenal dan kaya. Namun di saat Kiyosaki harus membayar, dia justru menolak," tambahnya.

Buku laris yang sering digunakan sebagai pedoman usaha multy level marketing (MLM) itu sudah terjual 26 juta kopi. Nama Kiyosaki pun langsung terkenal bak selebriti. Kiyosaki juga selalu tampil sebagai seorang pengamat atau konsultan ekonomi.

Selain Donald Trump, aktor Will Smith juga sangat menyukai buku tersebut. Bahkan Will Smith meminta putranya agar membaca buku Rich Dad, Poor Dad agar pandai dalam mengelola keuangan.(AUL)

SUMBER : OKEZONE

11
Seremonial / Sabbe sa?kh?r? anicc?
« on: 14 September 2012, 04:40:22 PM »
Sabbe saṅkhārā aniccā

Telah meninggal dunia Ibunya Romo Cunda pada tanggal 14-09-2012

Semoga beliau terlahir di alam bahagia.

_/\_

12
Humor / Apakah menurut anda wanita ini Cantik..??
« on: 09 September 2012, 01:48:36 PM »


Apakah menurut anda wanita ini Cantik..??



jawabannya: ShowHide
Coba putar kepala anda 180 drajat

13
Humor / Ini klausa pembenaran utk yg masih merokok
« on: 09 September 2012, 12:45:17 PM »
#Ini klausa pembenaran utk yg masih merokok#

1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada
perokok aktif, maka untuk mengurangi
resiko tersebut aktiflah merokok.*

2. Menghindarkan dari perbuatan jahat
karena tidak pernah ditemui orang yang
membunuh, mencuri dan berkelahi sambil
merokok.*

3. Mengurangi resiko kematian; dalam berita
tidak pernah ditemui orang yang meninggal
dalam posisi merokok.*

4. Berbuat amal kebaikan; kalau ada orang
yang mau pinjam korek api paling tidak
sudah siap / tidak mengecewakan orang
yang ingin meminjam.*

5. Baik untuk basa-basi / keakraban; Kalau
ketemu orang misalnya diHalte kita bisa
tawarkan rokok. Kalau basa-basinya
tawarkan uang kan nggak lucu.*

6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh
rokok, dokter, pedagang asongan, pembuat
asbak, pabrik kemasan dan perusahaan
obat batuk.

7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji
karena ada post untuk rokok dan resiko
baju berlubang kena api rokok.*

8. Bisa menambah suasana pedesaan /
nature bagi ruangan ber AC dengan
asapnya ) sehingga seolah-olah berkabut.*

9. Menghilangkan bau wangi-wangian
ruang bagi yang alergi bau parfum.*

10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat
tidak ada api, maka sudah siap api.*

11.Membantu program KB dan mengurangi
penyelewengan karena konon katanya
merokok bisa menyebabkan impoten.

12. Melatih kesabaran dan menambah
semangat pantang menyerah karena bagi
pemula merokok itu tidak mudah; batuk-
batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan
( bagi yg lulus).

13. Untuk indikator kesehatan; biasanya
orang yang sakit pasti dilarang dulu
merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang
sehat.*

14. Menambah kenikmatan: sore hari
minum kopi dan makan pisang goreng
sungguh nikmat. Apalagi ditambah
merokok !

15. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti
mendengar ayam merokok

16. Anti maling, waktu perokok batuk berat
di malam hari.

17. Membantu shooting film keji, rokok
digunakan penjahat buat nyundut jagoan yg
terikat dikursi…hahaha penderitaan itu
pedih jendral..!!!

18. Film Koboy pasti lebih gaya kalo
ngerokok sambil naek kuda,soalnya kalo
sambil ngupil susah betul.

19. Teman boker yg setia

20. Buat ngelobangin jawaban2 Ebtanas

21. Membuat awet muda, karena konon
orang yang merokok berat belum sampai
tua udah mati duluan kena kanker paru-
paru.
Fakta lain ( FAKTOR UTAMA )…sekitar 30%
orang meninggal didunia adalah perokok.
70%-nya bukan perokok. Maka merokoklah
agar masuk ke golongan yg lebih sedikit itu.

15
Studi Sutta/Sutra / MOVED: reinkarnasi
« on: 12 August 2012, 10:36:13 PM »

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 27
anything