//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - ibro

Pages: [1]
1
Meditasi / Re: Fokus Objek pada meditasi Vipasanna
« on: 04 May 2014, 12:18:34 PM »
Ingin menganggapi, tapi masih sama-sama belajar, mohon dikoreksi kalau salah.
2. Karena saya tidak mengontrol apapun, termasuk tidak mengontrol konsentrasi - cukup menyadari fenomena2 (poin 1), saya jadi bingung untuk apa objek meditasi keluar-masuk nafas?
Setahu saya konsentrasi pada suatu objek diperlukan juga untuk vipassana sebagai anchor point. Jadi, samatha tetap diperlukan untuk vipassana. Pada tahap-tahap awal, anchor point ini berfungsi supaya kita tidak banyak dibombardir oleh pikiran-pikiran lain. Selanjutnya, kalau pikiran melayang kemana-kemana kita harus mengembalikannya lagi ke anchor point tersebut. Mencatatnya, dan mengembalikan lagi ke anchor point. Kalau ada rasa yang cukup menonjol seperti rasa pegal, kita harus fokus dulu pada rasa pegal tersebut, mengamati, mencatat, misalnya: Panas, panas. Tertusu, tertusuk. Setelah rasa itu mereda, kita kembali lagi ke anchor point. Pada tingkat lanjut, anchor point ini juga harus dilepas (mungkin artinya, sama dengan fenomena-fenomena lain, hanya diamati saja).



2
Buddhisme untuk Pemula / Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« on: 26 April 2014, 08:28:10 PM »
Tq Sari Dewi untuk jawaban singkat, padat tapi sejujurnya membuat saya melongo  :)
Tq Dilbert untuk memberikan penjelasan yang bisa menjadi dasar pemahaman saya selanjutnya.

3
Buddhisme untuk Pemula / Nibbana, Dukha dan Rajin Bekerja
« on: 22 April 2014, 09:55:36 PM »
Teman-teman sekalian, mohon masukan untuk saya yang bingung:
Dalam ajaran Budha, tujuan akhir dari hidup ini seharusnya adalah Nibbana, keadaan ketika kita sudah bebas dari kemelekatan dan segala hal yang bersifat sementara (CMMIW).
Lalu mengapa Budha mengajarkan kita juga untuk hal bersifat duniawi, seperti yang saya baca id Anguttara Nikaya II 285 paragraph ke 1:
UTTHANASAMPADA: Rajin dan bersemangat dalam bekerja?

Kalau kelahiran saja sudah dianggap Dukha, mengapa juga kita harus rajin bekerja? mengapa tidak 'bekerjalah alakadarnya saja, sebatas agar kita dapat menghindari penderitaan kelaparan?

Kalau boleh saya juga ingin bertanya pada teman-teman:
Apakah tujuan hidup dari teman-teman? dan bagaimana teman-teman mengaitkannya dengan tujuan akhir yang adalah Nibbana?

Terimakasih sebelumnya,
Ibro.

4
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 21 April 2014, 12:23:27 AM »
Tq mas Tidar. Tapi saya udah daftar di Dhamma Java, berangkat 23 April ini. Metoda Sayadaw adalah salah satu dari 2 pilihan saya, sebetulnya. Mungkin lain kesempatan kesitu.

5
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 21 April 2014, 12:11:35 AM »
Menelaah Dukha:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,24643.0.html
Ternyata bisa beragam arti.
Dalam pikiran ini, setiap muncul kata Dukha, muncul juga kata 'bersyukur'. Sudah terlanjur tertanam, hidup harus bersyukur. Apa Dukha berarti kita tidak bersyukur? Atau keduanya bukan untuk dibenturkan?

Shinichi, somwhere:
Santutthi ca kataññutā, etam mangalamuttamam
Selalu merasa puas dan tahu berterima kasih, itulah berkah utama (Manggala Sutta, Suttanipāta)
___
Dukha dikarenakan segala sesuatu tidak kekal, maka tidak boleh melekat, syukuri yang ada.

Mudah-mudahan nanti lebih paham.


6
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 20 April 2014, 10:26:33 PM »
Hallo Morpheus. sy ngarep komen nya. sumpah semuanya saya masih meraba-meraba. hehehe.

7
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 20 April 2014, 10:15:14 PM »
Tq mas Tidar. Sebetulnya sy cerita begitu untuk menertawakan pengetahuan saya tentang meditasi waktu itu, hehehe. sampai cerita sama temen, he, gw udah bisa meditasi, lho...sampe tidur.
Tapi betul juga ya. Lucu kalau sampe stress gara-gara meditasi. Seharusnya menghilangkan will dan ill will, ini malah menambah will yang baru, pencapaian meditasi itu sendiri.

Ngomong-ngomong masalah retreat, saya baru mau ikutan, mas Tidar. Tapi bukan karena stress. Saya cuma mau mengasah kemampuan meditasi, langsung ke praktek. Saya pikir, mungkin ada yang saya lewatkan kalau belajar dari hanya membaca. Kalau begitu ok, kan? hehehe.

8
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 20 April 2014, 10:10:43 AM »
Meditasi dan Saya

Saya mengetahui ada level-level pencapaian dalam meditasi dan saya tahu bahwa saya masih pada level terendah. Atau mungkin belum mencapai level apa-apa. Tapi ada beberapa kali saya merasakan ketenganan yang saya butuhkan. Ketenangan itu bukan cuma pada waktu meditasi, tapi juga pada jam-jam berikutnya setelah itu. Mengapa ketenangan bermeditasi begitu berarti buat saya? Karena saya type orang yang berisik dan ramai dalam pikiran. Beberapa orang bilang type pemikir. Lebih tepatnya type pelamun, menurut saya. :). Malah saya curiga saya ADD, ADD non hyper-active. Pikiran selalu berisik, sering bikin susah tidur. Kalau tidurpun saya sering mengigau. Dan Meditasi mengajarkan bagaimana membuat saya tidak berpikir tentang masa lalu, tidak khawatir masa depan, menerima semua yang ada saat sekarang tanpa ada diskusi dalam pikiran. Meditasi membuat saya tidak stress ditengah jalan macet. Meditasi juga bisa membuat saya mudah mengurangi rokok. Saat nikotin memanggil, saya cukup merasakannya. This is my life now, i am feeling the craving. saya merasakan pahang dalam mulut. Dan itu biarlah menjadi urusan badan saya.

Keyakinan bahwa meditasi adalah apa yang saya butuhkan membuat saya senang membuka halaman-halaman di internet tentang meditasi. Mengetahui lebih banyak tentang meditasi membuat saya lebih tahu juga tentang Budhism. Bahwa untuk mencapai Nibbana, kita memerlukan kepatuhan pada sila, melakukan samadhi dan memiliki Panna, kebijaksanaan. Dan kebijaksanaan hanya ada kalau kita terlebih dulu paham ...menurut kemampuan pemahaman saya sekarang.

9
Jurnal Pribadi / Re: To be Nothing....?
« on: 20 April 2014, 09:21:20 AM »
Pertemuan kembali

Sekitar awal tahun 2013, seorang teman minta saya untuk membelikan buku cacing dan kotorannya. Saya tidak tahu itu buku macam apa. Ada 3 jilid. Saya ke toko buku dan Cuma dapat 2 jilid. Menunggu dapat satunya lagi sebelum dikirim, saya baca dulu salah satu jilid. Bikhu itu, Ajahn Brahm punya cara yang enak buat menerangkan berbagai hal tentang masalah manusia. Tidak banyak yang saya baca, tapi menarik dan aya pikir saya harus membelinya buat saya sendiri.

Dan saya membeli kembali beberapa bulan kemudian. Saya sebetulnya jenis orang yang jarang membaca buku full sampai habis. Baca novel sering langsung loncat ke endingnya saja. Buku-buku terkait pekerjaan pun saya baca sepotong-sepotong seperlunya saja. Mujurnya, bulan-bulan itu saya punya pekerjaan yang mengharuskan saya sering sekali ke luar kota. Buku-buku itu saya baca ketika saya tak ada pilihan kegiatan lain di diperjalanan. Karena seringnya keluar kota, saya jadi seperti punya jadwal sendiri membaca semua celotehan Ajahn Brahm. Sampai habis. Saya jatuh cinta sama orang itu. Dia mempertemukan saya kembali dengan Budha dengan cara yang informal dan santai.

Cinta lama bersemi kembali
Saya lupa bagaimana selanjutnya saya saya tertarik lagi pada meditasi. Mungkin di buku-buku tentang cacing itu ada sedikit pembahasan. Atau karena buku itu membuat saya mengorek-ngorek internet tentang ajaran Budha, atau tentang Ajahn Brahm dan menemukan hal yang menarik tentang meditasi. Yang pasti saya saya tertarik kembali. Saya lalu menemukan buku yang lain dari Ajahn Brahm, The art or dissappearing, gratis dari internet. Lalu Mindfulness, Bliss and Beyond. Yang ini saya harus katakan mencuri, karena saya download gratis yang seharusnya buku ini dibeli.

Saya mempraktikkan lagi meditasi. Kali ini mengikuti ajaran Ajahn Brahm. Present moment awareness adalah yang pertama saya pahami dan praktekkan. Lumayan enak dan mudah. Perhatikan pada apa yang ada, pada apa yang dirasakan saat ini. Cukupkan dengan apa yang ada dan apa yang dirasakan saat ini. Pada waktu melakukan apapun seharusnya begitu. Pikiran tidak ngelantur kemana-mana. Lalu pada silence present moment awareness. Apa yang ada, apa yang dirasakan tak usah dinilai, tak usah diperpanjang dalam pikiran. Mempraktekkan yang kedua ini saya sudah sudah mendapatkan hal yang menakjubkan buat saya (buat orang lain mungkin biasa kali, ya). Seperti mendapatkan kesenyapan ketika kita lama berada dalam kebisingan yang m***kakkan dan melelahkan. Seppp. Begitu menenangkan.

10
Jurnal Pribadi / To be Nothing....?
« on: 20 April 2014, 09:17:05 AM »
Pertama, terimakasih buat Dhammcitta yang membuat saya banyak lebih tahu.
Sekalian salam kenal buat semuanya.
Saya Ibro, 46 tahun. Kali ini gak bohong (biasanya dikurangin 8 tahun).
Saya pertama mendekati Budhism 24 tahun yang lalu, mungkin lebih. Sekarang mendekat lagi.

Saya lahir dari keluarga taat beragama. Ayah saya malah pemuka agama. Seluruh keluarga orang baik-baik, dan hanya tahu, paham dan menerima satu jalan yang diwajibkan orang tua.
Dari SMP saya udah mempertanyakan apa yang tabu ditanyakan. Sudah berani merasa heran kok bisa-bisanya harus begini harus begitu. Sudah sedikit-sedikit berani menjadi kafir. Masih inget waktu liat orang ketabrak kereta lalu badan jadi lemes. Nah lu, orang itu tiba-tiba mati. Ngeri juga menjadi kafir.

SMA semakin jauh dari agama. Saya sudah berani bilang gak punya agama, ke teman terdekat saja tentunya. Lalu saya kenal Kahlil Gibran, orang pertama yang membenarkan jalan saya. Orang pertama yang berusaha membuat saya sedikit lebih tenang.

Dari kuliah sampai sekarang adalah perjalanan yang berliku-liku. Hampir di seluruh waktu itu saya hidup sebagai agnostik. Tetapi ada waktu-waktu ketika saya mencoba jalan yang lain.

Pada awal kuliah saya mendekati Budha. Saya meminjam buku-buku tentang Budhism dari teman. Saya juga membaca meditasi dan mencobanya. Masih ingat, harus memperhatikan ke nafas, bisa dibantu dengan cara berhitung. Susah. Dengan pengetahuan saya sekarang saya tahu memang susah meditasi dengan mengandalkan will power (Kata Ajahn Brahm). Masih ingat di bis pulang dari kuliah bermeditasi, lalu saya tertidur, dan saya anggap meditasi saya berhasil.  :) Saya tidak ingat mengapa saya berhenti mempelajari Budhism waktu itu. Mungkin karena belum cukup pintar.

Ada juga waktu ketika saya mencoba kembali ke agama saya. 2 kali malah. Tahun-tahun terakhir kuliah (kalau tidak salah), adalah percobaan pertama. Berhasil? Tentu tidak. Karena kalau berhasil tentunya saya tidak menulis disini sekarang. Yang ada malah gonjang-ganjing batin yang hebat. Saya ingin percaya, saya ingin punya iman supaya saya tenang, tapi pikiran saya selalu bertanya-tanya. Satu moment yang masih saya ingat, di bis juga; beberapa menit saya meyakini, beberapa menit kemudian tidak, beberapa menit kemudian yakin, lalu tidak lagi. Saat yakin, saya seperti diawang-awang. Melayang, enteng. Lalu beberapa kemudian, saat pikiran liar saya tidak yakin, saya seperti dibanting ketanah. Melayang, dibanting, melayang, dibanting. Siksaan itu masih saya ingat sampai sekarang.

Percobaan kedua sekitar sepuluh tahun yang lalu. Rindu sekali saya pada ketenangan tak juga berakhir. Rindu pada pegangan yang pasti. Lalu saya mulai masuk dari pintu yang lain. Saya pikir saya mungkin perlu bermain-main dengan interpretasi supaya saya bisa berdamai dengan dogma-dogma yang menurut saya sulit diterima kalau ditelan mentah-mentah. Dan saya kembali. Keluarga tentu senang. Orang sesat telah kembali ke jalan yang benar. Sayapun memperolah kedamaian. Wewanginan, lagu-lagu yang memang dari saya bayi sudah diperkenalkan, memang mempermudah saya untuk merasakan sensasi kesucian surgawi dalam dada saya. Tapi itupun tak berlangsung lama. Saya kembali menjadi kafir. Ketenangan itu hilang lagi.

Saya agnostik lagi. Saya pikir sudahlan. Asal saya jadi orang baik saja, tidak merugikan orang lain, mencoba berbuat baik pada orang lain, itu sudah cukup. Orang lain memerlukan agama untuk berbuat baik, saya tidak.

Pages: [1]