Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Studi Sutta/Sutra => Topic started by: Sumedho on 05 January 2011, 09:28:11 AM

Title: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 09:28:11 AM
Yg berikut ini agak berbeda pandangan dengan mainstream, jadi harap dilanjutkan dengan berpikiran kritis :)

Soal "pelimpahan jasa" itu saya tidak menemukannya di Tipitaka sama sekali. Adanya juga persembahan makanan bagi mahluk alam peta di tirokuddasutta. Ini sudah jadi pertanyaan bagi saya cukup lama.

Soal "pelimpahan jasa" itu adalah ada di kitab komentar dari kitab petavatthu belakangan yg ditulis oleh Dhammapala pada abad ke 6 (http://dhct.org/d321). Disana cerita itu baru muncul, yg menurut saya agak beda esensi dengan tirokudda sutta-nya. Dalam Tirokudda suttanya menekankan pada persembahan makanan dan tidak ada pelimpahan jasa. Dalam keadaan dimana ada perbedaan antara mula (tipitaka) dan atthakattha tentu tipitaka mendapatkan prioritas lebih tinggi yg dianggap lebih benar. Karena ini pula jadi makin penasaran koq beda dan nda nyambung. Komentar yg dibuat bertujuan untuk menjelaskan koq malah berbeda.

Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.

Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

Terlepas dari itu, tentu perbuatan baiknya tetap akan membuahkan hasil. Itu tidak diragukan lagi. Mungkin ada yg berpendapat yah dilakukan saja, tidak usah pusing, tapi kebetulan saya pas memang sedang terpusingkan akan rujukannya dan sekadar main logika bahwa ini mungkin bukan penyelesaian dalam studi sutta.

bagaimana pendapat rekan2? Mohon dikoreksi. Atau ada yg punya rujukannya dari tipitaka yg mungkin saya terlewat? thanks.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Edward on 05 January 2011, 10:19:27 AM
Jangankan dr segi tipitaka brow, dr segi tripitaka, yg sering dipublikasikan di vihara hanya sutra kristigabha yg melimpahkan jasa kepada ibu-ny.. Tapi isi sutra itu pun rada meragukan krn banyak tambahan2 yg rada jauh dr logika buddhis umumny.. Klo kg slh ttng sutra kristigabha pernah di post d sini deh..

Terus yg anehnya lagi, mengenai upacara mendoakan arwah, di mahayana paling umum menggunakan amitayus sutra(klo umum mungkin lbh mengenal amitocing)..kalau baca artiny, bahkan kg ada kalimat yg secara eksplisit menyebut pelimpahan jasa atau sebagainya. Gw pribadi melihat makna dibacakan amitocing tsb secara sederhana ialah seperti "tenanglah arwah,ada kedamaian n kebahagiaan stlh kematian ini. Just let it go.."
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 10:29:17 AM
kalau dari sutra mahayana bukankah ada di bagian yg tentang ullambana yg tentang maha mogallana dan ibunya?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: K.K. on 05 January 2011, 10:30:45 AM
[...]
Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.
[...]
Tidak semua makhluk bisa bermudita. Tidak perlu jauh ke alam peta, di alam manusia contohnya, orang pelit/kikir tidak bisa 'bermudita' dengan dana orang lain.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 10:40:27 AM
maksudnya kenapa pula pada alam peta tertentu adalah, bukan lebih spesifik tapi kenapa tidak bisa lebih luas, misalnya pelimpahan jasa model demikian tetapi pada orang disamping kita atau utk seluruh orang satu kota misalnya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: adi lim on 05 January 2011, 01:15:17 PM
Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

bagian Tirokudda Sutta, dikutip dari Paritta Suci, STI

11. Ayanca kho dakkhina dinna
     Sanghamhi supatitthita
     Digharattam hitayassa
     Thanaso upakappati

12. So natidhammo ca ayam nidassito
      Petana puja ca kata ulara
      Balanca bhikkhunamanuppadinnam
      Tumhehi punnam pasutam anappakanti

artinya
11. Persembahan yang telah dihaturkan ini, yang disajikan dengan baik kepada Sangha,
akan bermamfaat bagi mendiang itu sepanjang waktu yang lama

12. Kebajikan demi sanak keluarga ini telah Anda tunjukkan.
Puja besar telah anda lakukan demi sanak keluarga yang telah tiada
Dan kekuatan tubuh para Bhikkhu pun telah Anda dukung
dengan demikian kebajikan yang tidak sedikit telah anda upayakan


IMO
sebenarnya kepada semua makhluk hidup boleh ikut mudita, tapi lebih ke makhluk2 peta tertentu (faktor batin) yang bisa menerima pelimpahan jasa sehingga bisa terlahir ke alam bahagia.
jika tidak salah saya pernah membaca, dewa saja minta pelimpahan jasa (sumber RAPB)
manusia turut bermudita bisa terlahir ke alam dewa, tapi tidak semua terlahir disana. (seperti cerita Ibu Visakha)
 _/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 02:02:01 PM
koq beda yah

Quote
But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
it works for their long-term benefit
and they profit immediately.

In this way
   the proper duty to relatives has been shown,
   great honor has been done to the dead,
   and monks have been given strength:

   The merit you've acquired
      isn't small.

well-placed itu artinya dilakukan dengan baik didalam sangha. maksudnya sangha yg melakukannya, bukan sangha yg diberikan. bukan begitu? terutama melihat konteks dari awal

yg kisah2 itu, bukankah itu post canon? which is story2 belakangan?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 05 January 2011, 02:40:04 PM
Kisah Pertanyaan Yang Diajukan Sakka
 
 
 DHAMMAPADA XXIV, 21
 

        Dalam suatu pertemuan para dewa di Surga Tavatimsa, empat pertanyaan diajukan, tetapi para dewa gagal memperoleh jawaban yang benar. Akhirnya, Sakka membawa para dewa tersebut menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana. Setelah menjelaskan kesulitan mereka, Sakka mengajukan empat pertanyaan berikut:

 Di antara semua pemberian, manakah yang terbaik? 
 Di antara semua rasa, manakah yang terbaik?
 Di antara semua kegembiraan, manakah yang terbaik? 
 Mengapa penghancuran nafsu dikatakan yang paling unggul?

        Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, "O Sakka, Dhamma adalah termulia dari semua pemberian, terbaik dari semua rasa, dan terbaik dari semua kegembiraan. Penghancuran nafsu untuk mencapai tingkat kesucian arahat, oleh karena itu terunggul dari segala penaklukan".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 354 berikut:

Pemberian 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua pemberian lainnya; rasa 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua rasa lainnya; kegembiraan dalam 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua kegembiraan lainnya. Orang yang telah menghancurkan nafsu keinginan akan mengalahkan semua penderitaan.

        Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Sakka berkata kepada Sang Buddha, "Bhante, jika pemberian Dhamma mengungguli semua pemberian, mengapa kami tidak diundang untuk berbagi jasa ketika pemberian Dhamma dilakukan? Bhante, saya mohon, mulai sekarang, kami diberi pembagian jasa atas perbuatan baik yang telah dilakukan".

        Kemudian Sang Buddha meminta semua bhikkhu untuk berkumpul dan menasihati mereka untuk membagi jasa kepada semua makhluk atas semua perbuatan baik mereka.

        Sejak saat itu, menjadi suatu kebiasaan untuk mengundang semua makhluk dari tiga puluh satu alam kehidupan (bhumi) untuk datang, dan berbagi jasa kapan pun suatu perbuatan baik dilakukan.***
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 05 January 2011, 02:41:05 PM
Kisah Samanera Sanu
 
 
 DHAMMAPADA XXIII, 7
 

        Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu yang lebih tua untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari Dhamma yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha.

        Ketika ia telah menyelesaikan pengulangannya, ia dengan sungguh-sungguh menyebut, "Semoga jasa-jasa yang telah saya peroleh hari ini dengan mengulang syair-syair mulia ini, dinikmati pula oleh ibu dan ayah saya".

        Saat itu, dewa-dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibu samanera muda ini dalam kehidupan lampaunya turut mendengarkan pengulangannya.

        Ketika mereka mendengar kata-kata itu, raksasa tersebut sangat gembira dan dengan cepat berteriak, "Putraku sayang, betapa bahagianya saya dapat ikut menikmati jasamu; kau telah melakukannya dengan baik, putraku. Sangat baik! Sangat baik! (Sadhu! Sadhu!)".

        Karena jasa Samanera Sanu, dewa dan raksasa yang pernah menjadi ibunya menjadi sangat dihormati dan diberi tempat yang utama dalam perkumpulan mereka oleh para dewa dan raksasa lainnya.

        Saat samanera tersebut tumbuh menjadi lebih tua, ia ingin kembali pada kehidupan sebagai umat biasa; ia pergi ke rumahnya dan meminta pakaiannya dari ibunya. Ibunya tidak ingin ia meninggalkan Sangha dan mencoba agar ia tidak melakukan hal itu, tetapi ia tetap teguh dengan keputusannya. Untuk mengulur waktu, ibunya menjanjikan untuk memberinya pakaian setelah bersantap makanan.

        Saat ibunya sedang sibuk memasak makanannya, raksasa yang pernah menjadi ibunya dalam suatu kehidupan yang lampau berpikir, "Jika putraku —Sanu meninggalkan Sangha, saya akan malu dan menjadi tertawaan di antara raksasa dan dewa yang lain. Saya harus mencoba dan menghentikannya agar tidak meninggalkan Sangha".

        Kemudian samanera muda dirasuki oleh raksasa tersebut. Anak laki-laki itu berguling-guling di lantai, berkomat-kamit tidak keruan dengan air liur berleleran dari mulutnya. Sang ibu merasa ada bahaya; tetangga berdatangan dan mencoba untuk mengusir makhluk halus tersebut.

        Kemudian, raksasa itu berbicara, "Samanera ini ingin meninggalkan Sangha dan kembali pada kehidupan umat awam; jika ia berbuat demikian maka ia tidak akan dapat lepas dari dukkha".

        Setelah mengucapkan kata-kata ini, raksasa tersebut meninggalkan tubuh anak laki-laki tersebut dan anak tersebut menjadi normal kembali.

        Melihat ibunya menangis dan para tetangga berkumpul di sekitarnya, ia bertanya apa yang telah terjadi. Ibunya menceritakan pada mereka, semua yang telah terjadi pada samanera muda anaknya dan juga menjelaskan pada mereka bahwa untuk kembali pada kehidupan umat awam setelah meninggalkan Sangha adalah sangat bodoh. Sesungguhnya, meskipun hidup ia seperti orang mati.

        Samanera tersebut kemudian menyadari kesalahannya. Dengan membawa tiga jubah dari ibunya, ia kembali ke vihara dan segera diterima sebagai seorang bhikkhu.

        Ketika berkata tentang Samanera Sanu, Sang Buddha yang berharap untuk mengajar tentang latihan batin berkata, "AnakKu, seseorang yang tidak mengendalikan pikirannya, yang mengembara ke mana-mana, tidak dapat menemukan kebahagiaan. Karena itu, kendalikanlah pikiranmu seperti seorang pelatih gajah mengendalikan seekor gajah".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 326 berikut:

Dahulu pikiran ini mengembara, pergi kepada objek-objek yang disukai, diingini dan kemana yang dikehendaki. Sekarang aku akan mengendalikannya dengan penuh perhatian, seperti seorang penjinak gajah mengendalikan gajah dengan kaitan besi.

        Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Bhikkhu Sanu memahami 'Empat Kebenaran Mulia'. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat.***
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 05 January 2011, 02:41:57 PM
Kisah Visakha
 
 
 DHAMMAPADA IV, 10
 

        Seorang hartawan dari Bhaddiya bernama Danancaya, dari istrinya Sumanadevi mempunyai putri yang dinamai Visakha. Visakha juga merupakan cucu dari Mendaka, salah seorang dari lima hartawan yang ada wilayah kerajaan Raja Bimbisara. Ketika Visakha berusia tujuh belas tahun, Sang Buddha berkunjung ke Bhaddiya.

        Pada suatu kesempatan hartawan Mendaka mengajak Visakha dan lima ratus pengawalnya untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Visakha, kakeknya dan semua lima ratus pengawalnya mencapai tingkat kesucian sotapatti.

        Ketika Visakha dewasa, dia menikah dengan Punnavaddhana, putra Migara, seorang hartawan dari Savatthi. Suatu hari, ketika Migara sedang makan siang, seorang bhikkhu berhenti untuk berpindapatta di rumah tersebut; tetapi Migara menolak bhikkhu tersebut.

        Visakha melihat hal ini, kemudian berkata kepada bhikkhu tersebut: "Maafkan saya, teruslah berjalan Bhante, ayah mertua saya hanya makan makanan basi".

        Mendengar hal itu, Migara menjadi sangat marah dan menyuruhnya untuk pergi. Tetapi Visakha mengatakan bahwa ia tidak akan pergi, dan dia akan memanggil delapan wali yang dikirim oleh ayahnya untuk menemaninya dan menasehatinya. Wali-wali tersebut akan memutuskan apakah Visakha bersalah atau tidak bersalah.

        Ketika para wali telah berkumpul, Migara berkata: "Ketika saya sedang makan nasi dan susu dengan mangkuk emas, Visakha mengatakan bahwa saya makan makanan kotor dan basi. Untuk kesalahan itu, saya akan mengirimnya pulang".

        Kemudian Visakha menjelaskan sebagai berikut: "Ketika saya melihat ayah mertua saya membiarkan seorang bhikkhu berdiri untuk berpindapatta. Saya berpikir bahwa ayah mertua saya tidak mau melakukan perbuatan baik pada saat ini, beliau hanya makan hasil dari perbuatan baiknya yang lampau. Maka, saya mengatakan, ayah mertua saya hanya makan makanan basi. Sekarang tuan-tuan, apakah anda pikir, saya bersalah?"

        Para wali memutuskan bahwa Visakha tidak bersalah.

        Visakha kemudian mengatakan bahwa dia salah seorang pengikut Buddha yang taat dan berkeyakinan kuat dan tidak dapat tinggal diam ketika para bhikkhu datang. Juga, apabila dia tidak diberikan izin untuk mengundang para bhikkhu untuk menerima dana makanan dan persembahan lainnya, dia akan meninggalkan rumah. Maka Visakha memperoleh izin untuk mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu ke rumahnya.

        Keesokan harinya Sang Buddha dan murid-muridnya diundang ke rumah Visakha. Ketika dana makanan telah disajikan, Visakha mengundang ayah mertuanya untuk bersama-sama mendanakan makanan tersebut. Tetapi ayah mertuanya tidak mau datang. Setelah makan siang berakhir, sekali lagi dia mengundang ayah mertuanya, kali ini dengan pesan agar ayah mertuanya datang untuk ikut mendengarkan khotbah yang akan segera diberikan oleh Sang Buddha. Ayah mertuanya merasa bahwa tidak seharusnya dia menolak untuk kedua kalinya. Tetapi, gurunya, pertapa Nigantha, tidak mengizinkan dia pergi. Mereka memutuskan untuk mendengarkan dari balik tirai. Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, Migara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Dia sangat berterima kasih kepada Sang Buddha dan juga menantunya.

        Sebagai bentuk rasa terima kasihnya, ia menyatakan bahwa mulai sekarang Visakha akan menjadi ibunya, dan Visakha kemudian dikenal sebagai Migaramata.

        Visakha mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan, dan masing-masing anak mempunyai sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan.

        Visakha memiliki sebuah perhiasan yang dihiasi dengan permata-permata yang mahal harganya, pemberian ayahnya pada hari pernikahannya. Suatu hari Visakha pergi ke Vihara Jetavana bersama para pengikutnya. Saat tiba di vihara, ia merasa bahwa perhiasannya sangat berat. Maka, ia melepaskan perhiasannya dan membungkusnya dengan selendang, memberikan kepada pelayannya untuk dibawa dan dijaganya. Ternyata pelayan tersebut lupa ketika mereka meninggalkan vihara. Sudah menjadi kebiasaan Y.A. Ananda menyimpan barang-barang yang ditinggalkan oleh umat.

        Visakha mengirim kembali pelayannya ke vihara: "Pergi dan lihatlah perhiasan permata itu, tetapi jika Y.A. Ananda telah menemukan dan menyimpannya di suatu tempat, jangan bawa pulang kembali; saya mendanakan perhiasan permata itu kepada Y.A. Ananda".

        Tetapi Y.A. Ananda tidak menerima dana tersebut.

        Maka Visakha memutuskan untuk menjual perhiasan tersebut dan kemudian akan mendanakan hasil penjualannya. Tetapi tidak seorang pun yang mampu membeli perhiasan tersebut. Akhirnya Visakha membelinya sendiri seharga sembilan crore dan satu lakh. Dengan uang tersebut ia membangun sebuah vihara di bagian timur kota; vihara ini dikenal dengan nama Pubbarama.

        Setelah upacara pelimpahan jasa ia mengundang seluruh keluarganya dan mengatakan kepada mereka bahwa semua keinginannya telah terpenuhi dan ia tidak lagi mempunyai keinginan. Kemudian sambil melantunkan lima syair kegembiraan ia berputar mengelilingi vihara.

        Beberapa bhikkhu mendengarnya. Mereka berpikir bahwa kelakuan Visakha sangat berlebihan. Maka mereka melaporkan kepada Sang Buddha bahwa Visakha tidak seperti sebelumnya, berkeliling vihara sambil menyanyi.

        Para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Apakah itu berarti Visakha kehilangan akal sehatnya?"

        Sang Buddha menjawab, "Hari ini, Visakha telah memenuhi semua keinginannya di masa lampau maupun saat ini dan atas usaha sendiri. Ia merasa gembira dan puas. Visakha sedang melantunkan beberapa syair kegembiraan; yang pasti ia tidak kehilangan akal sehatnya. Visakha, pada kehidupan lampau, selalu menjadi seorang pendana yang murah hati dan bersemangat mendukung ajaran-ajaran para Buddha. Ia juga berkecenderungan kuat melakukan perbuatan-perbuatan baik, dan telah melakukan hal-hal baik juga pada kehidupan lampaunya, seperti seorang ahli bunga menyusun banyak rangkaian bunga dari setumpuk bunga".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 53 berikut:

Seperti dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga; demikian pula hendaknya banyak kebajikan dapat dilakukan oleh manusia di dunia ini.

***
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 02:49:21 PM
kisah dhammapada itu pasca kanon, dari atthakattha/komentar belakangan abad ke 5. ini juga yg perlu diangkat, apakah kisah2 ini benar?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 05 January 2011, 04:23:24 PM
III.2 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA SANUVASIN1

[ Sanuvasipetavatthuvannanca ]

‘Sesepuh dari kota Kundi.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan beberapa famili-peta dari bhikkhu thera Sanuvasin.

Dikatakan bahwa dahulu kala di Benares putra dari raja Kitava sedang dalam perjalanan pulang setelah berolahraga di taman hiburan. Dia melihat Paccekabuddha Sunetta meninggalkan kota setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan.2 Mabuk karena kesombongan memiliki kekuasaan dan karena memang jelek akhlaknya, dia berpikir ‘Betapa beraninya si gundul itu lewat tanpa memberi hormat anjali padaku’. [178] Maka putra raja itu pun turun dari punggung gajah dan berkata pada bhikkhu itu, ‘Apakah engkau memperoleh dana makanan, saya ingin tahu?’Sambil berkata demikian, dia merampas mangkuk dari tangan bhikkhu tersebut, melemparkannya ke tanah dan menghancurkannya. Dicemoohnya bhikkhu itu, sementara thera tersebut (berdiri) memandang dengan bakti dihatinya dengan mata yang tertuju ke bawah, lembut, rileks dan menyebarkan cinta kasih,3tak terganggu karena telah mencapai Kesedemikianan4 di dalam segala situasi. Putra raja kemudian beranjak sambil berkata dengan pikiran yang dengki karena kebencian yang tidak pada tempatnya,’Tidakkah engkau tahu bahwa saya adalah putra raja Kitava? Apa manfaatmu bagiku hanya memandang (seperti itu)?’Tetapi begitu dia pergi, muncul energi yang amat panas di sekeliling tubuhnya, yang menyerupai panasnya api neraka. Dengan tubuh yang dikuasai oleh siksaan yang besar, dikuasai oleh perasaan sengsara yang luar biasa mencekam, dia mati dan muncul di Neraka Besar Avici. Di sana dia direbus selama 84.000 tahun sementara dia berdiri dan dibolak-balik dengan berbagai cara – ke sisi kanan, ke sisi kiri, telentang, tengkurap.5 Ketika jatuh dari sana , dia menjalani kesengsaraan karena kelaparan dan kehausan dan sebagainya selama jangka waktu yang tak terbatas di antara para peta. Ketika jatuh dari sana, dia muncul di suatu desa nelayan di dekat kota Kundi selama masa-Buddha ini. Di sana, muncul di dalam dirinya kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya. Lewat sarana ini dia dapat mengingat kesengsaraan yang telah dijalaninya6 di masa lampau. Karena ketakutan akan tindakan-tindakan jahat, maka dia tidak mau pergi menangkap ikan bersama dengan sanak saudaranya, walaupun dia sudah cukup umur. Ketika mereka pergi, dia bersembunyi karena tidak mau membunuh ikan; sedangkan jika dia pergi,7 dia akan merusak jala atau mengambil ikan-ikan yang masih hidup8 untuk dilepaskan kembali ke dalam air. Karena tidak setuju9 akan tindakannya, sanak saudaranya pun mengusirnya dari rumah mereka. Tetapi ada satu saudara kandung lelaki yang amat menyayanginya.

Pada waktu itu, Y. M. Ananda sedang berdiam di Gunung Sanuvasin10 di dekat kota Kundi. Putra nelayan yang telah diusir sanak saudaranya itu berkelana kian kemari, dan sampai di tempat kediaman Y. M. Ananda. Dia menghampiri bhikkhu yang ketika itu sedang makan. Setelah Y. M. Ananda bertanya dan mengetahui bahwa dia membutuhkan makanan, beliau memberinya makanan. Setelah putra nelayan itu selesai makan [179] Y. M. Ananda menanyakan segala masalahnya. Melalui percakapan tentang Dhamma, Y M. Ananda mengetahui bahwa orang ini memiliki bakti di dalam hatinya (maka beliau bertanya), ‘Apakah engkau ingin meninggalkan keduniawian, sahabat?’ (dan dia menjawab), Ta, Tuan, saya ingin meninggalkan keduniawian.’Setelah mentahbiskannya sebagai samanera, Y M. Ananda kemudian pergi, bersama samanera itu, ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha berkata, ‘Ananda, engkau harus memiliki belas kasihan kepada samanera ini.’ Karena belum melakukan tindakan-tindakan yang berjasa di masa lampau, dia menerima hanya sedikit (dalam hal bahan makanan). Maka, Sang Guru, untuk membantu11, menyuruhnya mengisi pot-pot air untuk digunakan para bhikkhu. Ketika para umat awarn melihat hal ini, mereka memberinya banyak makanan secara rutin. Pada saatnya, dia menerima pentahbisan dan mencapai tingkatArahat. Setelah menjadi thera, beliau tinggal di Gunung Sanuvasin bersama duabelas bhikkhu. Sebanyak 500 sanak saudaranya, karena tidak mengumpulkan tindakan-tindakan yang bajik namun malahan mengumpulkan tindakan-tindakan yang jahat -seperti misalnya keegoisan dan sebagainya- mati dan muncul di antara para peta. Walaupun demikian, ibu dan ayahnya tidak mau mendekati sang Arahat karena mereka malu dengan pemikiran,’Ini adalah orang yang dulunya kita buang12 dari rumah’. Ibu dan ayahnya pun mengirimkan saudara lelaki yang mengasihinya. Saudaranya ini menampakkan dirinya pada saat thera tersebut memasuki desa mengumpulkan dana makanan. Dia berlutut13 dengan lutut kanan bertumpu di tanah dan memberi hormat ahjali, lalu berbicara menyampaikan syair-syair yang bermula: Ibu dan ayahmu, Tuan’. Tetapi lima syair yang bermula:’Thera dari kota Kundi’ dan sebagainya disisipkan oleh mereka yang membuat resensi Dhamma dengan tujuan untuk menunjukkan konteksnya.

1. Thera dari kota Kundi yang berdiam di Sanuvasin, yang bernama Potthapada, adalah seorang petapa dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang.
2. lbu, ayah, dan saudara lelakinya telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam para peta.
3. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum,14letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah,15 sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
4. [180] Saudara lelakinya, yang terpaku, telanjang, sendirian di jalur tunggal, membungkuk di atas kaki dan tangannya,16 menampakkan17 dirinya kepada thera itu.
5. Tetapi thera itu tidak memperhatikan18 dan lewat tanpa bicara, maka dia memberitahu sang thera, dengan mengatakan, “Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta;
6. lbumu dan ayahmu, Tuan, telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam peta.
7. Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum, letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah, sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
8. Engkau penuh kasih sayang; mohon berbelas-kasihanilah – ketika engkau telah memberi, limpahkanlah itu kepada kami (karena) lewat sarana makanan yang diberikan olehmu itulah maka tangan yang penuh darah ini dapat ditopang.’”
1 Di sini, thera dari kota Kundi (Kundinagariyo thero): thera yang terlahir dan besar di kota dengan nama itu. Bacaan alternatifnya adalah Kundikanigaro thero, tetapi ini sama artinya. Yang berdiam di Sanuvasin (Sanuvasinivasino): yang berdiam di Gunung Sanuvasin. Bernama Potthapada (potthapado ti namena): dikenal dengan nama Potthapada. Adalah seorang petapa (samano): telah menghentikan (semua) kejahatan.19 Dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang (bhavitindriyo): dengan kernampuan keyakinan dan sebagainya yang telah berkembang melalui pengolahan jalan Ariya, yaitu seorang Arahat.

2 -nya (tassa): thera Sanuvasin. Telah pergi ke kehidupan yang sengsara (duggata): telah pergi ke keadaan kesengsaraan.

3 Ditusuk-jarum (sucik’ atta):20 menderita21 dengan tubuh22 yang kasar dan berbau tengik.23 Bacaan alternatifnya adalah ‘lenyap-jarum’ (sucigata).24 Mereka tertimpa, tertindas,25 oleh rasa lapar dan haus yang telah memperoleh nama jarum’ (sucika) dalam pengertian bahwa mereka itu menusuk.26 Beberapa terbaca bertenggorokan-jarum (sicikantha): yang artinya lubang mulut mereka bagaikan mata jarum.27 Letih (kilanta): lelah dalam pikiran dan tubuh. Telanjang (nagino): tidak berpakaian, penampilannya telanjang. Kurus kering (kisa): dengan tubuh yang kurus kering, karena mereka memiliki tubuh yang hanya terdiri dari kulit dan tulang. Ketakutan (uttasanta): mereka menjadi ngeri karena takut akan hukuman28 karena berpikir, ‘Petapa ini adalah anakkami.’[181] Di dalam kengerian yang besar (mahatasa): mereka dipenuhi ketakutan yang luar biasa karena tindakan-tindakan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tidak mau menampakkan (na dassenti): tidak mau menampakkan diri sendiri, tidak mau pergi menghadap dia. Bertangan penuh darah (kururino): bertindak dengan kejam.

4 Saudara lelakinya (tassa bhata): saudara laki-laki thera Sanuvasin. Terpaku: vitaritva=vitinno (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya ketakutan dan gemetaran karena ngeri dicela. Bacaan alternatifnya adalah bergegas (vituritva):29 terburu-buru, yaitu bergegas. Di jalur tunggal (ekapathe): pada jalan jalur tunggal. Sendirian (ekako): sendirian, tidak ditemani. Membungkuk di atas kaki dan tangannya (catukundiko bhavitvana): dia menggerakkan diri ke mana-mana dengan empat kaki-tangan yang tertekuk30 _ (berarti) tertekuk keempatnya; beristirahat31 dan pergi ke mana-mana di atas dua tangan dan dua lutut, yang artinya: sudah menjadi demikian rupa. Dia bertindak dengan cara ini, sehingga apa pun yang memalukan dapat tertutup dari depan. Menampakkan dirinya kepada thera itu (therassa dassayi tummam): membuat dirinya tampak, membiarkan dirinya tampak, di hadapan thera itu.32

5 Tidak memperhatikan (amanasikatva): tidak ada perhatian (amanasikaritva, bentuk tata bahasa alternatif), tidak memperhatikan dia itu mungkin siapa. Maka dia (so ca): maka peta itu. Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta (bhata petagato aham): peta itu memberitahukan thera tersebut dengan mengatakan, ‘Saya adalah saudara lelakimu di dalam kehidupan lampau; dan sekarang saya datang ke sini sebagai peta’- dernikianlah hal ini harus dipahami. Tiga syair yang bermula: Ibu(mu) clan ayah(mu)’ dikatakan untuk menunjukkan cara dia memberitahukan hal ini.

6 Di sini, ibumu dan ayahmu: mata pita ca te=tava mata pita ca (tata bahasa alternatif).

8 Mohon berbelas-kasihaniah (anukampassu): tolong bantulah (kami), berbaik hatilah. Limpahkanlah (anvadisahi): berikanlah itu. Kepada kami: no=amhakam33 (bentuk tata bahasa alternatif). Yang diberikan olehmu: tava dinnena=taya dinena (bentuk tata bahasa alternatif).

(Mereka yang mengulang Dhamma) kemudian mengucapkan syair-syair ini untuk menunjukkan alur tindakan yang diambil34 oleh thera tersebut ketika beliau mendengar ini:

9. Ketika sang thera dan duabelas bhikkhu lain telah mengumpulkan dana makanan, mereka berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan berbagi makanan tersebut.35
10. Sang thera berkata kepada mereka semua: ‘Berikanlah kepadaku sebagaimana telah diterima; saya akan mengubahnya menjadi makanan bagi Sahgha36 karena belas kasihan pada sanak saudaraku.”
11. [182] Mereka menyerahkannya kepada sang thera dan sang thera pun mengundang Sahgha. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, Tiarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
12. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah makanan-makanan – yang bersih, pilihan, disiapkan dengan baik, dan berbumbu kari dengan berbagai aroma; sesudah itu saudara lelakinya menampakkan dirinya, 37tampan, kuat clan bahagia, dan berkata,
13. Melimpah (adalah) makanan ini, tuan, tetapi liatlah bahwa kami masih telanjang. Tolong kerahkanlah usahamu, 38tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian.’
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 05 January 2011, 04:24:54 PM
14. Sang thera mengumpulkan sobekan-sobekan kain dari tumpukan sampah. Setelah membuat kain perca itu menjadi jubah, beliau memberikannya kepada Sahgha di empat penjuru.
15. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya, dengan mengatakan, “Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
16. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah pakaian-pakaian, sedangkan (saudara lelakinya) mengenakan pakaian yang bagus, menampakkan dirinya kepada sang thera dan mengatakan,
17. Sebagaimana banyaknya pakaian-pakaian yang ada seluruh kerajaan raja Nanda – masih lebih daripada itu, Yang Mulia, pakaian dan penutup kami,
18. Dari sutra dan wol, linen dan katun.39Banyak dan mahal pakaian itu adanya – mereka bahkan40 menggantung dari langit.
19. Dan kami tinggal mengenakan saja mana pun yang kami suka. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh rumah.”
20. [183] Setelah sang thera membangun gubug dari dedaunan, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
21. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah rumah-rumah – tempat tinggal dengan pinakel41 yang dibagi menjadi bagian-bagian yang sama.
22. “Rumah-rumah seperti milik kami di sini tidak ditemukan di antara manusia; rumah-rumah seperti milik kami di sini bagaikan rumah-rumah yang ditemukan di antara para dewa;
23. Berkilau, mereka bersinar ke seluruh empat penjuru. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh air.”
24. Setelah sang thera mengisi satu pot-air, beliau memberikannya kepada Sahgha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, saudara lelakinya, dengan mengatakan, Biarlah ini untuk sanak.saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
25. Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah air – kolam-kolam teratai yang dalam, bersudut empat, dan diatur dengan indah,42
26. Dengan air jernih dan tepian yang elok, sejuk dan harum, tertutup teratai dan lili air, airnya penuh dengan serabut-serabut teratai.
27. Setelah mandi dan minum dari kolam tersebut, mereka muncul di hadapan sang thera dengan mengatakan, “Melimpah (adalah) air (ini), tuan, tetapi kaki kami pecah-pecah dan sakit.
28. Berkelana kian kemari kami terpincang-pincang di atas kerikil dan rumput kusa43 yang berduri. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh kendaraan.”
29. Setelah memperoleh sandal,44beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, “Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”
30. Segera setelah sang thera mempersembahkan ini, para peta itu pun datang dengan kereta, dan mengatakan, “Engkau telah menunjukkan belas kasihan, tuan, lewat makanan dan pakaian ini,
31. [184] Rumah dan pemberian air45 ini – lewat keduanya ini serta lewat pemberian kendaraan. Kami, tuan, telah datang untuk memberi hormat kepada petapa yang penuh welas asih di dunia.’”
9 Di sini, ketika sang thera telah mengumpulkan dana makanan (thero caritva pindaya): ketika sang thera telah pergi berkeliling untuk mengumpulkan bahan makanan.46 Dan dua belas bhikkhu lain (bhikkhu anne ca dvadasa): dan dua belas bhikkhu lain yang berdiam dengan sang thera berkumpul di tempat yang sama. Jika (seandainya ditanya:)’Dengan tujuan apa?’, dengan tujuan berbagi makanan tersebut (bhattavissaggakarana): dengan tujuan menyantap makanan mereka, demi untuk (makan) makanan itu.

10 Kepada mereka semua (te): kepada bhikkhu-bhikkhu itu. Sebagaimana telah diterima (yatha laddham): apa pun yang telah diterima. Berikanlah: dadatha=detha (bentuk tata bahasa alternatif)

11 Mereka menyerahkan(niyatayimsu): mereka memberikan. Mengundang Sangha (sangham nimantayi): mengundang dua belas bhikkhu untuk memberikan makanan itu dengan cara mengkhususkannya untuk Sahgha. Melimpahkan (anvadisi): menujukan;47untuk menunjukkan kepada siapa dia membagikan pada saat itu, maka dikatakan ‘Untuk ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, ‘Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!”‘

12 Segera setelah beliau mempersembahkan ini: samanantaranudditthe=uddittha samanantaram eva48 (ketentuan bentuk majemuk). Muncullah makanan-makanan (bhojanam upapajjatha): makanan-makanan muncul bagi para peta itu. Seperti apa? Mereka mengatakan 49 ‘yang bersih’dan sebagainya. Di sini, berbumbu kari dengan berbagai aroma (anekarasavyanjanam): disiapkan dengan kari dari berbagai aroma; atau pilihan lainnya, dengan berbagai aroma dan berbagai kari. Sesudah itu (tato): sesudah menerima makanan itu. Saudara lelakinya menampakkan dirinya (uddassayi bhata): peta yang dulu saudara lakinya itu menampakkan diri kepada sang thera. Tampan, kuat dan bahagia (vannava balava sukhi): lewat sarana menerima makanan itu maka dia langsung memiliki keelokan, terberkahi dengan kekuatan dan merasa bahagia.

13 Melimpah makanan ini, tuan (pahutam bhojanam bhante): melalui keagungan pemberianmu, tuan, makanan yang melimpah dan banyak telah diterima oleh kami. Tetapi lihatlah bahwa kami masih telanjang (passa naggamhase): tetapi amatilah, bahwa kami masih telanjang. Oleh karenanya, tolong kerahkan usahamu, tuan, tolong berusahalah, untuk bertindak sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian (yatha vattham labhamhase): dengan mengusahakan sendiri lewat tindakan yang sedemikian sehingga [185] kami semua bisa memperoleh pakaian, yang artinya tolong berusahalah dengan cara ini.

14. Dari tumpukan sampah (sankarakutato): dari tumpukan debu ini dan itu. Mengumpulkan (uccinitvana): mengumpulkan lewat cara mencari. Sobekan-sobekan kain (nantake): potongan-potongan kain yang telah dibuang dan sobek di pinggirnya; ini disebut ‘kain buruk’ karena kain itu dalam potongan-potongan kecil. Sekarang sang thera telah membuat sebuah jubah dengan potongan-potongan kain ini dan memberikannya kepada Sahgha. Untuk alasan inilah mereka mengatakan, 49‘Setelah membuat kain perca itu menjadi jubah, beliau memberikannya pada Sangha di empat penjuru.’Di sini, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru (sanghe catuddise ada): beliau memberikannya kepada kelompok50 bhikkhu sekarang ini51 di empat penjuru. Ini merupakan bentuk lokatif dengan pengertian datif.52

16 Mengenakan pakaian yang bagus (suvatthavasano): mengenakan pakaian yang indah. Menampakkan dirinya kepada sang thera: therassa dassayi ‘tumam=therassa attanam dassayi dassesi (bentuk tata bahasa alternatif), dia menjadi terwujud.

17 ltu adalah’pakaian-pakaian’ (paticchada) karena dalam hal ini dia memakaikan pada dirinya (paticchadayati)53 (pakaian-pakaian itu).

21 Tempat tinggal dengan pinakel (kutagaranivesana): rumah-rumah berpinakel serta rumah-rumah lain yang dikenal sebagai tempat tinggal; ini diberikan dengan pemisahan gender.54 Dibagi(vibhatta): dibagi menjadi bentuk-bentuk yang teratur, segi empat, panjang, lingkaran, dan sebagainya. Menjadi bagian-bagian yang terukur.

22 Milik kami : no=amhakam (bentuk tata bahasa alternatif). Di sini (idha): di dunia peta ini. Di antara para dewa (api dibbesu): api (tidak diterjemahkan) hanyalah sekadar partikel; di alam-alam para dewa, yang artinya di devaloka.55

24 Pot-air (karakam): pot-air biasa.56 Diisi (puretva): diisi dengan air.

26 Airnya penuh dengan serabut-serabut teratai (varikinjakkhapurita): penuh, yang artinya seluruh permukaan air itu tertutup banyak bulu serabut teratai dan lili air dan sebagainya.

27 pecah-pecah (phalanti): kaki-kaki itu mengembang , yang artinya bagian pinggir tumit mereka pecah terbuka

28 Berkelana (ahindamana) : mengembara kian kemari. Kami terpincang-pincang ( khanjama): [186] kami kemana-mana tertatih-tatih. Diatas kerikil dan rumput kusa yang berduri (sakkhare kusakanthake): di hamparan tanah yang penuh kerikil dan rumput kusa yang berduri. Kendaraan (yanam): sarana apa pun, seperti misalnya kereta atau tandu dan sebagainya.

29 sandal (sipatikam): sandal dengan sol tunggal.

30 Datang dengan kereta: (rathena-m-agamum-rathena aggacchimsu (bentuk tata bahasa alternative); ( kata-kata itu) dihubungkan menurut bunyinya oleh kata ma.

31 Keduanya (ubhayam): lewat kedua persembahan ini – lewat persembahan empat kebutuhan akan makanan dan sebagainya, serta juga lewat dana kebutuhan kendaraan. Dana obat-obatan juga tercakup di dalam pemberian air di sini. Yang lainnya sudah cukup jelas57 karena sudah diberikan di atas.

Sang thera mengajukan persoalan itu ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai kebutuhan yang muncul dengan mengatakan, ‘Sebagaimana juga di sini, begitu juga di dalam kehidupan persis sebelum ini engkau merupakan peta yang mengalami kesengsaraan yang besar.’ Dan, ketika dimohon oleh sang thera, Sang Buddha mengkisahkan Cerita Peta Benang58 dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana . Ketika mendengar hal ini, orang-orang itu dipenuhi kegelisahan, dan menjadi cenderung melakukan tindakan-tindakan berjasa – seperti misalnya kebajikan memberikan dana dan sebagainya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 05 January 2011, 07:40:48 PM
itu atthakattha juga euy. yg dari sutta duonk.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: andry on 06 January 2011, 02:36:03 AM
jika tidak ada rujukan yg valid. terlebih lagi dari sutta tdk diketemukan. masihkan anda akan melakukannya?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: adi lim on 06 January 2011, 05:17:30 AM
koq beda yah

well-placed itu artinya dilakukan dengan baik didalam sangha. maksudnya sangha yg melakukannya, bukan sangha yg diberikan. bukan begitu? terutama melihat konteks dari awal

yg kisah2 itu, bukankah itu post canon? which is story2 belakangan?

jadi benar patokan pali terjemahan ke ejaan latin atau terjemahan arti inggris ?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 06 January 2011, 07:51:49 AM
AN 5.36 PTS: A iii 41
Kaladana Sutta: Seasonable Gifts
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
"There are these five seasonable gifts. Which five? One gives to a newcomer. One gives to one going away. One gives to one who is ill. One gives in time of famine. One sets the first fruits of field & orchard in front of those who are virtuous. These are the five seasonable gifts."


In the proper season they give —
   those with discernment,
   responsive, free from stinginess.
Having been given in proper season,
with hearts inspired by the Noble Ones
   — straightened, Such —
their offering bears an abundance.
Those who rejoice in that gift
   or give assistance,
they, too, have a share of the merit,
   and the offering isn't depleted by that.
So, with an unhesitant mind,
one should give where the gift bears great fruit.
   Merit is what establishes
   living beings in the next life.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 06 January 2011, 07:52:37 AM
(aye cari2 ga nemu nih sumbernya :( ) Nandamata Sutta (AN 7:53). One early morning, Nanda’s mother was happily chanting some verses from the Sutta Nipata when she suddenly heard a voice saying, “Sadhu, sadhu, sadhu!” She looked around in surprise. At that moment, Vesavana, King of the Yakkhas was actually passing by. When he heard the melodious chant, he stopped to listen and was so delighted that he cried, “Excellent!” When Nanda’s mother discovered that it was King Vesavana, she happily told him to let her chanting be a visitor’s gift to him. In return, King Vesavana informed her that the Venerables Sariputta and Moggallana will be arriving this way tomorrow with the whole community of monks and advised her to prepare breakfast for them. She should then dedicate the merits accrued to him.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 06 January 2011, 08:09:13 AM
itu atthakattha juga euy. yg dari sutta duonk.

ini juga yang sedang saya cari...ikut menyimak juga ah....
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 06 January 2011, 08:19:23 AM
 [at] bro Ryu yg baik,
berkat sutta2 dan atthakatha yang dari anda, saya jadi nambah referensi, selama ini saya memang mencari yg mendukung keyakinan saya bahwa pelimpahan jasa tidak hanya untuk menolong kaum peta saja, tapi utk semua, padahal di campus pun juga selalu diterangkan bahwa hanya kaum peta saja yg bisa ditolong melalui pelimpahan jasa, jika ortu atau sanak kel yg lain berada di alam lain tidak dpt ditolong dg pelimpahan jasa. sehingga dalam benak saya yg memiliki keyakinan ttg hal ini, bhw pelimpahan jasa dpt diterima oleh semua mahkluk tdk didukung oleh referensi yg kuat. nice posts sayang ga bisa kasih thanks ataupun GRP (kolom thanks kok ga ada lagi ya, hanya quote yg ada, sdg GRP tadi dah krm tp mental).

dari thread ini saya juga ingin lakukan koreksi ttg tanggapan saya di thread "kutukan atau karunia" saya kemukakan pandangan saya ternyata salah, sesuai thread ini yg kisah samanera dimasuki oleh mamanya yg berasal dari alam peta, maka saya ralat postingan saya yg mengatakan bahwa peta tidak bisa merasuki manusia, ternyata bisa, bahkan yg sila nya benar2 sudah sempurna, terbukti beliau langsung arahat dlm waktu singkat, kalo sila nya belum sempurna ga bakalan arahat dlm wkt singkat.

nah jadi muncul suatu pertanyaan nih, selama ini keyakinan kita bahwa orang yg sila nya sempurna kagak bakalan kemasukan (kesurupan), dari kisah samanera yg hampir arahat ternyata masih dpt kemasukan peta tuh.

thanks DC saya mendpt banyak dari DC. smg DC makin maju dan sukses.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 08:30:36 AM
[at] bro Ryu yg baik,
berkat sutta2 dan atthakatha yang dari anda, saya jadi nambah referensi, selama ini saya memang mencari yg mendukung keyakinan saya bahwa pelimpahan jasa tidak hanya untuk menolong kaum peta saja, tapi utk semua, padahal di campus pun juga selalu diterangkan bahwa hanya kaum peta saja yg bisa ditolong melalui pelimpahan jasa, jika ortu atau sanak kel yg lain berada di alam lain tidak dpt ditolong dg pelimpahan jasa. sehingga dalam benak saya yg memiliki keyakinan ttg hal ini, bhw pelimpahan jasa dpt diterima oleh semua mahkluk tdk didukung oleh referensi yg kuat. nice posts sayang ga bisa kasih thanks ataupun GRP (kolom thanks kok ga ada lagi ya, hanya quote yg ada, sdg GRP tadi dah krm tp mental).

dari thread ini saya juga ingin lakukan koreksi ttg tanggapan saya di thread "kutukan atau karunia" saya kemukakan pandangan saya ternyata salah, sesuai thread ini yg kisah samanera dimasuki oleh mamanya yg berasal dari alam peta, maka saya ralat postingan saya yg mengatakan bahwa peta tidak bisa merasuki manusia, ternyata bisa, bahkan yg sila nya benar2 sudah sempurna, terbukti beliau langsung arahat dlm waktu singkat, kalo sila nya belum sempurna ga bakalan arahat dlm wkt singkat.

nah jadi muncul suatu pertanyaan nih, selama ini keyakinan kita bahwa orang yg sila nya sempurna kagak bakalan kemasukan (kesurupan), dari kisah samanera yg hampir arahat ternyata masih dpt kemasukan peta tuh.

thanks DC saya mendpt banyak dari DC. smg DC makin maju dan sukses.

mettacittena,

Sami, IMO seorang Arahat memang memiliki sila sempurna, tetapi tidak berarti bahwa seseorang harus memiliki sila sempurna dulu baru bisa jadi Arahat. contoh kasus Angulimala, dan kasus2 lain di mana seseorang masih melakukan pelanggaran dan tidak lama kemudian mencapai Kerahatan. sangat mungkin seseorang masih melakukan pelanggaran di sana sini dan beberapa detik kemudian melalui munculnya pandangan terang ia mencapai Kearahatan.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 06 January 2011, 08:56:15 AM
Sami, IMO seorang Arahat memang memiliki sila sempurna, tetapi tidak berarti bahwa seseorang harus memiliki sila sempurna dulu baru bisa jadi Arahat. contoh kasus Angulimala, dan kasus2 lain di mana seseorang masih melakukan pelanggaran dan tidak lama kemudian mencapai Kerahatan. sangat mungkin seseorang masih melakukan pelanggaran di sana sini dan beberapa detik kemudian melalui munculnya pandangan terang ia mencapai Kearahatan.


thanks bang Indra yg baik,

memang Angulimala adalah kisah yang menunjukkan seorang yg silanya tidak sempurna, bahkan melanggar sila pertama pembunuhan, itupun mampu arahat, tapi setidaknya kita memiliki pengertian bahwa orang2 yg berhasil mencapai arahat adalah orang2 yg menjaga silanya, terlepas dari ada kasus khusus, ini merupakan motivasi bagi orang yg "kelam" dunianya dapat mencapai penerangan juga. memang dhamma itu indah, tidak tertutup dan diskriminasi.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 05:47:18 PM
jadi benar patokan pali terjemahan ke ejaan latin atau terjemahan arti inggris ?
pengen sih cek ke pali nya tapi apa daya kemampuan tak ada.

tapi kalau dibaca dari atas nyambungnya sih itu dilakukan didalam sangha bukan persembahan diberikan kepada sangha. kalau tiba2 ngomong tentang persembahan kepada yg sudah meninggal lalu persembahan kasih sangha, kan nda nyambung

Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 05:50:18 PM
 [at] ryu: kalau itu kan berlaku universal maksudnya bersenang atas perbuatan baik.

yg Nandamata sutta jg masih belum dapet. mesti dicek ke absahannya jg
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 05:56:34 PM
pengen sih cek ke pali nya tapi apa daya kemampuan tak ada.

tapi kalau dibaca dari atas nyambungnya sih itu dilakukan didalam sangha bukan persembahan diberikan kepada sangha. kalau tiba2 ngomong tentang persembahan kepada yg sudah meninggal lalu persembahan kasih sangha, kan nda nyambung



bagaimana dengan kisah yg melatar-belakangi Tirokudda Sutta? tentang Raja Bimbisara yg memberikan persembahan kepada Sang Buddha dan Sangha. apakah ini cukup dapat dipercaya?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 06:13:32 PM
lah itu kan yg diawal dibahas. antara tirokudda sutta sama atthakatthanya koq beda fokus. yg satu kasih persembahan, yg satu lagi tentang pelimpahan jasa.

soal dapat dipercaya tentang kisah latar belakang yg ditulis bener2 belakangan itu, personally, not really into that. Membantu memahami dari yg dikomentari, tapi ini sangat relatif tergantung dari yg buat komentar itu sendiri. seribu orang berkomentar, dengan pemahamannya sendiri, dengan sudut pandangnya sendiri, apakah masing2 cukup dapat dipercaya? Kan banya yg bikin komentar terutama belakangan ini.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 06 January 2011, 06:36:01 PM
Cuplikan Nandamata Sutta, Anguttara Nikaya 7, Mahayanna Vagga :

.......Atha kho nandamātā upāsikā pārāyanaṃ sarena bhāsitvā tuṇhī ahosi. Atha kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya kathāpariyosānaṃ viditvā abbhānumodi – ‘‘sādhu bhagini, sādhu bhaginī’’ti! ‘‘Ko paneso, bhadramukhā’’ti? ‘‘Ahaṃ te, bhagini, bhātā vessavaṇo, mahārājā’’ti. ‘‘Sādhu, bhadramukha, tena hi yo me ayaṃ dhammapariyāyo bhaṇito idaṃ te hotu ātitheyya’’nti. ‘‘Sādhu, bhagini, etañceva me hotu ātitheyyaṃ. Sveva sāriputtamoggallānappamukho bhikkhusaṅgho akatapātarāso veḷukaṇḍakaṃ āgamissati, tañca bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.......

Masalahnya saya tidak tahu secara pasti kata-kata mana yang disebut sebagai pelimpahan jasa.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 06:38:35 PM
lah itu kan yg diawal dibahas. antara tirokudda sutta sama atthakatthanya koq beda fokus. yg satu kasih persembahan, yg satu lagi tentang pelimpahan jasa.

soal dapat dipercaya tentang kisah latar belakang yg ditulis bener2 belakangan itu, personally, not really into that. Membantu memahami dari yg dikomentari, tapi ini sangat relatif tergantung dari yg buat komentar itu sendiri. seribu orang berkomentar, dengan pemahamannya sendiri, dengan sudut pandangnya sendiri, apakah masing2 cukup dapat dipercaya? Kan banya yg bikin komentar terutama belakangan ini.

bagi saya justru atthakata itu membantu memahami sutta itu, di mana komentar menjelaskan kisah yg melatarbelakangi sutta itu. sutta itu dibabarkan dengan tujuan yg dijelaskan dalam komentar. jadi, IMO sutta dan komentar saling melengkapi bukan malah bertentangan.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 06:52:30 PM
 [at] kelana: bener, nda tahu ;D


 [at] indra: sayangnya, saya melihat justru tidak membantu karena beda esensi. Karena ini tidak melengkapi atau membantu justru mempertanyakannya. lagi pula si penulisnya sakti jg yah bisa tahu kisah yg melatarbelakangi sutta2 ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 07:07:02 PM
[at] kelana: bener, nda tahu ;D


 [at] indra: sayangnya, saya melihat justru tidak membantu karena beda esensi. Karena ini tidak melengkapi atau membantu justru mempertanyakannya. lagi pula si penulisnya sakti jg yah bisa tahu kisah yg melatarbelakangi sutta2 ;D

mungkin sama saktinya dengan engkau yg mengetahui bahwa kisahnya bukan seperti itu. kisah komentar bisa saja diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi sampai akhirnya dituangkan dalam bentuk tulisan dalam komentar
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 06 January 2011, 07:12:24 PM
[at] kelana: bener, nda tahu ;D

nda tahu pasti tepatnya Suhu Medho. Kalau dilihat dari pengulangan katanya, mungkin kata ātitheyya. Literatur Jerman menerjemahkannya sebagai gastgeschenk (gift). Apakah memberikan hadiah temasuk pelimpahan jasa??
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 07:33:05 PM
kalau menurut kamus RD, ātitheyya -> ati + theyya -> great theft

kalau atithi -> guest / stranger / new comer

Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 07:51:47 PM
mungkin sama saktinya dengan engkau yg mengetahui bahwa kisahnya bukan seperti itu. kisah komentar bisa saja diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi sampai akhirnya dituangkan dalam bentuk tulisan dalam komentar

sepertinya sih sama saktinya, tul nga?  :-[

yg mula aja puanjang bener, atthakata itu berapa kalinya pulak. sorry to say, for me, itu cuma kisah cerita2 saja. Kisah2 itu bisa membantu kita melihat dari sudut tertentu yg membantu pemahaman tapi disatu sisi bisa pula mengacaukan pemahaman bukan?

kebetulan saja di tirokudda sutta ini yg fokusnya pemberian persembahan makanan/minuman pada yg sudah meninggal, koq kisah latar belakangnya nda ada persembahan makanan/minuman, adanya pelimpahan jasa. Jadinya keliatan ada nga nyambung
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 07:57:41 PM
bagaimana dengan kisah dewa sakka yg menuntut kepada Sang Buddha agar ada pelimpahan jasa kepada semua makhluk khususnya para dewa setelah para bhikkhu membabarkan Dhamma. saya pernah baca tapi lupa di mana, mungkin teman2 lain bisa membantu.

sehubungan dengan tirokudda sutta itu IMO, persembahan makanan toh tidak bisa secara langsung diberikan kepada makhluk-makhluk non manusia, jadi memang diperlukan agen/kurir untuk menyampaikan makanan itu. jadi para bhikkhu menerima makanan kemudian diforward setelah dikonversi terlebih dulu
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 08:26:07 PM
 [at] indra: nah itu jg belon ketemu, likely dari atthakattha jg kekna

kita skip soal lewat ekspedisi ato tiki atau tidak. Popular belief adalah how pelimpahan jasa adalah turut bersenang, dan dari turut bersenangnya itu adalah perbuatan baik melalui pikiran, sedangkan yg dari tirokudda sutta itu kan mereka hidup dari apa yg diberikan.

back to dewa sakka itu, kalau dr alam peta hidup dari apa yg diberikan, nah kalau membabarkan dhamma lalu apa yg sampe ke alam "sono"? lah setan kelaparan dikirim ceramah dhamma yg udah berlalu.

yah terlepas dari yg diatas, ada kenalan yg bisa lihat "mahluk" demikian, dan mereka bisa makan makanan yg diberikan pada mereka, tanpa perantara. demikianlah yg ku dengar dari yg bisa lihat
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 06 January 2011, 08:33:14 PM
kalau menurut kamus RD, ātitheyya -> ati + theyya -> great theft
kalau atithi -> guest / stranger / new comer

Hmmm aneh. mungkin maksudnya seseorang yang datang-tiba-tiba kali ya?
Jika dalam bahasa Sanskritnya menurut Cologne Digital Sanskrit ātitheya (huruf ‘y’ nya dihilangkan satu) berarti : proper for or attentive to a guest , hospitable.
Kita tunggu Neri Pannadevi atau pakarnya dulu deh.

BTW, setelah saya perhatikan Nandamata Sutta lebih lanjut dan bandingkan dengan paritta ettavata ternyata dalam sutta ada kata dāne (dana) yang diikuti dengan ‘puñña’

Berikut cuplikannya:

Yadidaṃ , bhante, dāne puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū’’ti.


Jika diperhatikan sekilas sepertinya berarti dana jasa . Pertanyaannya apakah dana jasa adalah pelimpahan jasa yang dimaksud?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: adi lim on 06 January 2011, 08:43:02 PM
bagaimana dengan kisah dewa sakka yg menuntut kepada Sang Buddha agar ada pelimpahan jasa kepada semua makhluk khususnya para dewa setelah para bhikkhu membabarkan Dhamma. saya pernah baca tapi lupa di mana, mungkin teman2 lain bisa membantu. 

sehubungan dengan tirokudda sutta itu IMO, persembahan makanan toh tidak bisa secara langsung diberikan kepada makhluk-makhluk non manusia, jadi memang diperlukan agen/kurir untuk menyampaikan makanan itu. jadi para bhikkhu menerima makanan kemudian diforward setelah dikonversi terlebih dulu

hijau, di RAPB

biru, saya juga menangkap arti Tirokudda Sutta seperti demikian

 _/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 08:50:49 PM
bro Kelana, kalau di pali itu modelnya S O P , contoh

Isayo Ravim Olokenti
Isayo = para pertapa
Ravim = matahari
Olokenti = memandang
Para pertapa matahari memandang

dengan kalimat tadi,

Dana punna ......

jadi bukan berdana punna, tapi dana ..... punna

bisa jadi dana adalah punna :P

 
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 08:57:29 PM
[at] indra: nah itu jg belon ketemu, likely dari atthakattha jg kekna

kita skip soal lewat ekspedisi ato tiki atau tidak. Popular belief adalah how pelimpahan jasa adalah turut bersenang, dan dari turut bersenangnya itu adalah perbuatan baik melalui pikiran, sedangkan yg dari tirokudda sutta itu kan mereka hidup dari apa yg diberikan.

back to dewa sakka itu, kalau dr alam peta hidup dari apa yg diberikan, nah kalau membabarkan dhamma lalu apa yg sampe ke alam "sono"? lah setan kelaparan dikirim ceramah dhamma yg udah berlalu.

yah terlepas dari yg diatas, ada kenalan yg bisa lihat "mahluk" demikian, dan mereka bisa makan makanan yg diberikan pada mereka, tanpa perantara. demikianlah yg ku dengar dari yg bisa lihat

tidak percaya atthakatha tapi percaya pada kenalan yg konon bisa lihat. ironis
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 06 January 2011, 09:06:19 PM
bro Kelana, kalau di pali itu modelnya S O P , contoh

Isayo Ravim Olokenti
Isayo = para pertapa
Ravim = matahari
Olokenti = memandang
Para pertapa matahari memandang

dengan kalimat tadi,

Dana punna ......

jadi bukan berdana punna, tapi dana ..... punna

bisa jadi dana adalah punna :P

 

Maklum namanya juga amatiran  ;D

Ini terjemahan bahasa Jermannya, tadi baru dicari

"So möge denn, ehrwürdiger Herr (bhante), was da mit dieser Gabe an Verdienst und Verdienstesfülle (ChS: puññamahī ca) erwirkt wird, dem großen König Vessavana zugute kommen"

Agak ngaco karena pakai om Google translate:

"So may, then, reverend sir (bhante), which because of this gift of merit and merit abundance (ChS: puññamahī ca) will be sought, the great king Vessavana benefit"




Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 09:16:32 PM
tidak percaya atthakatha tapi percaya pada kenalan yg konon bisa lihat. ironis

apa bedanya? sama aja kan?

lg pula ini statusnya masih "katanya" dan belum diverifikasi.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 09:19:28 PM
apa bedanya? sama aja kan?

lg pula ini statusnya masih "katanya" dan belum diverifikasi.

tentu saja buddhaghosa berbeda secara kualitasnya dibandingkan dengan dukun2 jaman sekarang
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 09:23:20 PM
konon... :))
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 09:30:22 PM
konon... :))

yg konon buddhaghosa or dukun?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 06 January 2011, 09:38:18 PM
both, bukan gitu?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 09:42:09 PM
both, bukan gitu?

baiklah, anggaplah buddhaghosa keliru dalam hal ini, tapi bagaimana dengan karya lainnya? dan silahkan ajukan karya si dukun untuk kita evaluasi kualitasnya
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 06 January 2011, 10:02:26 PM
yah terlepas dari yg diatas, ada kenalan yg bisa lihat "mahluk" demikian, dan mereka bisa makan makanan yg diberikan pada mereka, tanpa perantara. demikianlah yg ku dengar dari yg bisa lihat

ini menarik, menurut pengakuan dukun itu apakah setelah si "makhluk" memakan makanan yg diberikan, lantas makanan itu mendadak "ting" lenyap atau berkurang?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sostradanie on 06 January 2011, 10:17:54 PM
ini menarik, menurut pengakuan dukun itu apakah setelah si "makhluk" memakan makanan yg diberikan, lantas makanan itu mendadak "ting" lenyap atau berkurang?
Katanya cuma dimakan dari hawa/udara-nya. Kira-kira begitulah. Terus makanan itu jadi berbeda rasa-nya. Yang disajikan untuk si makhluk sudah lebih hambar dengan yang tidak disajikan. Kalau soal rasa, saya pernah coba.Memang agak beda rasa-nya. Entah kebetulan atau memang betul terjadi.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 07:09:24 AM
soal karya lainnya, yah mana kutahu. selama masih belum terlihat ada pertentangan, tentu masih meyakinkan. bukan begitu?

:backtotopic:

kita bukan adu antara hebatan mana antara buddhagosa vs dukun loh. masa karena bisa melihat peta makan lalu diadu karya tulis?

topik ini membahas tentang sumber rujukan pelimpahan jasa itu sendiri. Ada yg punya dari sutta? Susahnya AN nih yg masih diluar jangkauan.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 07 January 2011, 07:36:07 AM
dapet juga suttanya tapi tolong terjemaahin ;D

10. Nandamàtàsuttaü Ý The female lay disciple Nanda

005.10. I heard thus. At one time venerable Sàriputta and venerable Mahàmoggallàna were touring the southern hilly region with a large Community of bhikkhus. At that time the female lay disciple Velukantaki Nanda having got up in the last watch of the night was reciting loudly the Parayana Vagga.

At that time Vessavana the great king of gods heard the female lay disciple Nanda reciting the Parayana Vagga loudly and waited till it finished.

The female lay disciple Nanda finished reciting the Parayana Vagga and became silent. Knowing that the female lay disciple Nanda had finished reciting, applauded her saying ßGood sister!û Then she asked. ßWho is this good one?û

ßSister I am Vessavana the great king of godsû

ßGood one, you have thievishly listened to my recitationû

ßGood! Sister, then this will be another theft. Tomorrow the Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna without taking the morning meal are coming to Velukandaka, offering food to that Community of bhikkhus, make it my offering. May that also be a theft of mine.û

The female lay disciple Nanda at the end of that night prepared nourishing eatables and drinks in her home.

Then the Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna without having the morning meal entered Velukandaka. The female lay disciple Nanda addressed a certain man and said: Good one, go to the monastery and tell the Community of bhikkhus that the meal is ready at the female lay disciple Nanda's home.û

He agreed and going to the monastery informed the Community of bhikkhus: Venerable sirs, the meal is ready at the female lay disciple Nanda's home. The Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna putting on robes in the morning and taking bowl and robes approached the house of the female lay disciple Nanda and sat on the prepared seats.

Then the female lay disciple Nanda with her own hands offered nourishing eatables and drinks to the Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna and satisfied them.

Then knowing venerable Sàriputta had finished taking the meal and had put aside the bowl, the female lay disciple Nanda sat on a side and venerable Sàriputta said: ßNandamata, who informed you about the arrival of the Community of bhikkhus?û

ßHere, venerable sir, I got up in the last watch of the night and reciting loudly the Parayana Vagga became silent.

Then Vessavana the great king of gods knowing that I had finished reciting the Parayana Vagga applauded me, saying ßGood! Sister!û Then I asked. ßWho is this good one?û

and he said: ßSister I am Vessavana the great king of godsû

ßGood one, you have thievishly listened to my recitationû

ßGood! Sister, then this will be another theft. Tomorrow the Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna without taking the morning meal are coming to Velukandaka, offering food to that Community of bhikkhus, make it my offering. May that also be a theft of mine.û

ßVenerable sir, whatever merit be the outcome of this gift may it be for the pleasantness of Vessavana the great king of gods.û

ß It is wonderful and surprising Nandamata, that you have spoken face to face with such a powerful majestic son of gods!û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, I had a single loved son Nanda, for some reason or other the king pulled him away, oppressed him and killed him. Venerable sir, when my child was pulled away, oppressed, and killed, I do not recall of the least change in my mind".

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, my husband died and was born with a certain clan of demons. Now he appears to me as he was in his last birth. On account of that, I do not recall of the least change in my mind".

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, from the day I was brought by my husband as a child, I do not recall of an instance of going beyond his mental state, I have never searched outside bodily pleasures". .

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, from the day I confessed to be a female lay disciple I do not recall of trespessing the least of the precepts. .

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, when I desire, secluding my mind from sensual desires and demeritorious things, with thoughts and discursive thoughts and with joy and pleasantness born of seclusion I abide in the first higher state of mind. Overcoming thoughts and discursive thoughts, the mind in one point, internally appeased with joy and pleasantness born of concentration I abide in the second higher state of mind. With equanimity to joy and disenchantment, I experience pleasantness and mindful awareness with the body and attain to the third higher state of mind, to this the noble ones say, mindfully abiding in pleasantness with equanimity. Dispelling pleasantness and unpleasantness and earlier having dispelled pleasure and displeasure, cleaning the mind so that it is without unpleasantness and pleasàntness I attain to the fourth higher state of mindû

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

ßVenerable sir, that is not all, there is another wonderful and surprising thing. Venerable sir, I do not see a single of these bonds binding to the sensual world in me, according to the way declared by The Blessed One.".

ß It is wonderful and surprising Nandamata, your development and purity of mind.û

Then venerable Sàriputta advising, inciting and making the heart light of the female lay disciple Nanda with a talk got up and went away.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 07 January 2011, 07:48:04 AM
9. Dànamahapphalasuttaü Ý The highest results from giving gifts

005.09. At one time The Blessed One was living on the bank of the Gaggara pond in Campa. Then many disciples of Campa approached venerable Sàriputta, worshipped, sat on a side and said: Venerable sir, it is long since that we heard the Teaching from The Blessed One.

Good! If we could hear the Teaching from The Blessed One. Then friends, come on the full moon day, you will undoubtedly hear the Teaching from the Blesed One. Those lay disciples agreed got up from their seats, worshipped, venerable Sàriputta, circumambulated and went away.

On the full moon day, those lay disciples approached venerable Sàriputta worshipped and kept standing Then venerable Sàriputta approached The Blessed One with those lay disciples, worshipped sat on a side and said to The Blessed One:

Venerable sir, is there a state in which, to a certain one, there isn't the highest benefits and results giving a certain gift and to another there is the highest benefits and results giving the same gift?

Sàriputta, there is that state in which, to a certain one, there isn't the highest benefits and results giving a certain gift and to another there is the highest benefits and results giving the same gift. Venerable sir, what is the reason and cause for a certain one, there isn't the highest benefits and results giving a certain gift and to another there is the highest benefits and results giving the same gift?

Here, Sàriputta, a certain one gives gifts of eatables, drinks, clothes, carriages, flowers scents, ointments, beds dwellings and lights to recluses or Brahmins with desires, with a bound mind, with desires of accumulating, thinking later I will partake these. Sàriputta, do you know that a certain one gives gifts like these?

Yes, venerable sir.

There, Sàriputta, a certain one gives gifts with desires, with a bound mind, with desires of accumulating, thinking I will later partake these, they after death are born in the company of the four guardian gods. Finishing up all the results, power, that fame and authority of those actions, they come back here.

There, Sàriputta, a certain one does not give gifts with desires, with a bound mind, with desires of accumulating, thinking I will later partake these. They give gifts thinking it is good ... re ... Some do not give gifts thinking it is good to give gifts. They give gifts thinking my father, grandfather gave gifts, it is not good to disturb this order and they give gifts ... re ... Some do not give gifts thinking my father, grandfather gave gifts, it is not good to disturb this order and they give giftsñhinking we cook, these do not cook, we should give to those who do not cook. It is not suitable that those who cook should not give to those who do not cook ... re ... Some do not give gifts thinking we cook, these do not cook, we should give to those who do not cook. It is not suitable that those who cook should not give to those who do not cook They give thinking, great sacrifices were given to ancient sages such as Attaka Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa Bharadvaja, Vasettha, Kassapa and Bhagu. I will arrange the sacrifice to them ... re ... Some do not give thinking great sacrifices were given to ancient sages such as Attaka Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa Bharadvaja, Vasettha, Kassapa and Bhagu. thinking I will arrange the sacrifice to them. Yet others give gifts, thinking when I give these gifts, my mind becomes pleasant, when the self is pleased pleasure arises and gives gifts, ... re ... Some do not think when I give these gifts my mind becomes pleasant, when the self is pleased pleasure arises. Yet some give gifts to adorn and decorate the mind. He gives those gifts of eatables, drinks, clothes, carriages, flowers scents, ointments, beds dwellings and lights to recluses or Brahmins. Sàriputta, do you know that such gifts are given?û

ßYes, venerable sir".

There, Sàriputta, a certain one does not give gifts with desires, with a bound mind, with desires of accumulating, thinking I will later partake these, it is good to give gifts, gifts were given by my father and grandfather and it is not suitable to disturb this order. I cook and these do not cook, it is not suitable that those who cook should not give to those who do not cook, great sacrifices were given to ancient sages such as Attaka Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa Bharadvaja, Vasettha, Kassapa and Bhagu. I will arrange the sacrifice to them, nor does he give thinking when I give these gifts my mind becomes pleasant, when the self is pleased pleasure arises. Yet gives gifts to adorn and decorate the mind. He giving those gifts, after death is born in the company of the four guardian gods. Finishing up all the results, power, that fame and authority of those actions, he does not come back here.

That is the reason and cause for a certain one, there isn't the highest benefits and results giving a certain gift and to another there is the highest benefits and results giving the same gift.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 07 January 2011, 08:14:30 AM
Berikut daftar cuplikan nandamata sutta yang dicurigai adanya pelimpahan jasa.

Pali:
‘‘Sādhu, bhagini, etañceva me hotu ātitheyyaṃ. Sveva sāriputtamoggallānappamukho bhikkhusaṅgho akatapātarāso veḷukaṇḍakaṃ āgamissati, tañca bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.

English versi dari Mr. Ryu
Good! Sister, then this will be another theft. Tomorrow the Community of bhikkhus headed by Sàriputta and Moggallàna without taking the morning meal are coming to Velukandaka, offering food to that Community of bhikkhus, make it my offering. May that also be a theft of mine.

Jerman (palikanon.com):
Gut, Schwester. Dies aber möge mein eigenes Gastgeschenk sein: Morgen früh wird eine Schar von Mönchen, mit Sāriputta und Moggallāna an der Spitze, in Velukantaka eintreffen, ohne ihr Morgenmahl eingenommen zu haben. Jene Mönchsschar aber mögest du bewirten und ihr meine Gabe darbringen. Eben dies soll mein Gastgeschenk sein

-------
Pali:
Yadidaṃ , bhante, dāne puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū’’ti.

English versi dari Mr. Ryu:
Venerable sir, whatever merit be the outcome of this gift may it be for the pleasantness of Vessavana the great king of gods.

Jerman (palikanon.com):
So möge denn, ehrwürdiger Herr (Sāriputta), was da mit dieser Gabe an Verdienst und Verdienstesfülle (ChS: puññamahī ca) erwirkt wird, dem großen König Vessavana zugute kommen
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 08:16:54 AM
soal karya lainnya, yah mana kutahu. selama masih belum terlihat ada pertentangan, tentu masih meyakinkan. bukan begitu?

:backtotopic:

kita bukan adu antara hebatan mana antara buddhagosa vs dukun loh. masa karena bisa melihat peta makan lalu diadu karya tulis?

topik ini membahas tentang sumber rujukan pelimpahan jasa itu sendiri. Ada yg punya dari sutta? Susahnya AN nih yg masih diluar jangkauan.

ini memang agak OOT sedikit yg akan kembali back to track setelah diselesaikan, sehubungan dengan buddhaghosa dan dukun yg sama2 "konon". jika ingin menilai opini seseorang tentunya ada baiknya kita mengetahui kredibilitas orang itu bukan? dalam hal misalnya seorang akuntan yg menulis buku tentang teknik membangun jembatan, tentu tulisannya akan diragukan kebenarannya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 08:19:22 AM
Katanya cuma dimakan dari hawa/udara-nya. Kira-kira begitulah. Terus makanan itu jadi berbeda rasa-nya. Yang disajikan untuk si makhluk sudah lebih hambar dengan yang tidak disajikan. Kalau soal rasa, saya pernah coba.Memang agak beda rasa-nya. Entah kebetulan atau memang betul terjadi.

ini mungkin subyektif, saya selalu memakan makanan pasca persembahan, dan babi tetap terasa babi, jeruk tetap terasa jeruk. lagipula kalau dikatakan memakan tentu makanan itu akan berkurang, lain kata jika dihirup aromanya saja
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: morpheus on 07 January 2011, 08:59:09 AM
imo, sebagai manusia, kadang review dari orang yg lebih dekat dengan kita akan lebih dianggap dan masup ketimbang review dari orang yg nun jauh di sana, gak pernah ketemu. ini berlaku untuk sesuatu yg blom pernah kita lihat, raba dan rasa tentunya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 09:14:06 AM
thanks to bro ryu and bro kelana:

kalau demikian, sutta itu, Velukantaki Nanda melakukan pelimpahan jasa pada Vessavana, great king of gods.

ada point yg kita tangkap disini,
1. transfer jasa hasil perbuatan baik dilakukan
Quote
ßVenerable sir, whatever merit be the outcome of this gift may it be for the pleasantness of Vessavana the great king of gods.û
sedangkan dalam sutta2 lainnya dikatakan tidak bisa transfer.

2.  transfer tersebut diberikan pada raja dewa
dalam janussonin sutta dikatakan itu adalah salah satu alam yg tidak mungkin/bisa menerima.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 09:29:21 AM
ini memang agak OOT sedikit yg akan kembali back to track setelah diselesaikan, sehubungan dengan buddhaghosa dan dukun yg sama2 "konon". jika ingin menilai opini seseorang tentunya ada baiknya kita mengetahui kredibilitas orang itu bukan? dalam hal misalnya seorang akuntan yg menulis buku tentang teknik membangun jembatan, tentu tulisannya akan diragukan kebenarannya.

still, ini tidak layak dilanjutkan toh...

satu menulis kisah, yg satu dukun. lalu diajark membandingkan karya tulis.

kalau utk melihat alam2 atau magis, yah dukun yg lebih kredibel bukan?

Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 09:48:56 AM
still, ini tidak layak dilanjutkan toh...

satu menulis kisah, yg satu dukun. lalu diajark membandingkan karya tulis.

kalau utk melihat alam2 atau magis, yah dukun yg lebih kredibel bukan?



untuk melihat alam2 magis, dukun gak lebih kredibel daripada gue, mana yg lebih ahli ngibul yg menang
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 10:15:16 AM
“Buddha Yang Mulia, walaupun pemberian Dhamma begitu mulia dan layak dipuji, mengapa kami tidak mendapatkan limpahan jasa dari kebajikan ini? Mulai saat ini, mohon Sangha melimpahkan jasa kepada kami dari kebajikan membabarkan Dhamma.”

Mendengar permohonan Sakka, Sang Buddha mengadakan rapat Sangha dan berkata:

“Mulai saat ini, para bhikkhu, setelah membabarkan khotbah Dhamma, apakah itu khotbah besar, khotbah biasa atau khotbah yang diberikan kepada mereka yang mengunjungi kalian, atau (setidaknya) khotbah yang diberikan sebagai penghargaan atas persembahan makanan, limpahkanlah jasa itu, yang kalian peroleh dari khotbah Dhamma itu, kepada semua makhluk.” (Komentar Dhammapada)
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 10:43:53 AM
Quote
koq beda yah


    But when this offering is given, well-placed in the Sangha,
    it works for their long-term benefit
    and they profit immediately.

    In this way
       the proper duty to relatives has been shown,
       great honor has been done to the dead,
       and monks have been given strength:

       The merit you've acquired
          isn't small.


well-placed itu artinya dilakukan dengan baik didalam sangha. maksudnya sangha yg melakukannya, bukan sangha yg diberikan. bukan begitu? terutama melihat konteks dari awal

yg kisah2 itu, bukankah itu post canon? which is story2 belakangan?

saya sebenarnya ingin menampilkan quote yg jadi dasar postingan ini, yaitu postingannya bro kelana, tapi ternyata sekarang prog nya udah dibuat beda jadi udah ga bisa quote lagi klo udah panjang/lama postingan tsb diposting.

saya menyimak thread ini karena sangat terbantu, dimana saya yakin bahwa persembahan pelimpahan jasa dapat mencapai semua alam, sayang saya belum menemukan referensinya,  bro Ryu menampilkan banyak referensi dengan adanya thread ini saya jadi dapat referensinya. thanks ya bro Ryu, nice posts.

jika dianggap beda oleh Tuhan, mungkin karena menerjemahkannya mereka menggunakan pola pikir mereka, bukan pola pikir pali, sedang di pali saṅghamhi (through/by/with sangha), tapi kok menjadi well-placed ya. padahal ini jelas sekali persembahan melalui sangha/dengan sangha/oleh sangha. jadi dalam pengertian ini adalah persembahan pelimpahan jasa ini lewat sangha, mereka yang makan (maksudnya anggota sangha yg makan, bukan di mediang yg meninggal), dan seketika itu juga mediang yg meninggal segera dapat menikmati makanan tsb. di alam mereka segera tersaji makanan yang enak2.

disini saya sertakan :

Versi Pali
Suttapiṭaka, Khuddakanikāya, Khuddakapāṭhapāḷi, 7. Tirokuṭṭasuttaṃ
11. Ayañca kho dakkhiṇā dinnā, saṅghamhi suppatiṭṭhitā;
      Dīgharattaṃ hitāyassa, ṭhānaso upakappatī.

12. So ñātidhammo ca ayaṃ nidassito,
      Petāna pūjā ca katā uḷārā;
      Balañca bhikkhūnamanuppadinnaṃ,
      Tumhehi puññaṃ pasutaṃ anappakaṃ.

English Version
11.   But that gift that has been given, and well placed in the Sangha,
        Is of benefit to them for a long time, immediately it is of benefit.
12. This then is the definition of a relative's duties -
      (and by this) great honour has been done to the departed,
      Strength has also been given to the monks,
      And no little merit has been produced by you!

Versi terjemahan dari saya berdasarkan Pali-English Dictionary, by : TW.Rhys Davids
11.   Ayañca (and just this here) kho (indeed, really, surely) dakkhiṇā (as a gift/ a donation given to a “holy” person with reference to unhappy beings in the Peta existence (“Manes”), intended to induce the alleviation of their sufferings) dinnā (given, granted, presented, giving alms), saṅghamhi (through/by/with sangha) suppatiṭṭhitā (firmly established);
Dīgharattaṃ (a long time) hitāyassa (useful of income, suitable of income, benefit of income), ṭhānaso (immediately, spontaneously, impromptu) upakappatī (to be benefial to, to serve, to accrue).

12.   So (he, that one) ñātidhammo (the duties of realtives) ca (and, then) ayaṃ (just this here) nidassito (pointed out, defined as, termed),
Petāna (dead, departed, ghost) pūjā (veneration, homage, devotional offering) ca (and, then) katā (done, made, finished, fulfilled) uḷārā (lofty, noble, eminent);
Balañca (and/then, strength, power, force) bhikkhūnamanuppadinnaṃ (bhikkhūnam: bhikkhus, anuppadinnaṃ: of the following)
Tumhehi (through/by/with you) puññaṃ (merit, righteousness) pasutaṃ (engaged in, attached to, doing) anappakaṃ (much, many, not trifling).

dari terjemahan saya diatas yang dibuat kata demi kata disusun menjadi kalimat sbb :

English :
11.  Indeed then this here giving alms through saṅgha firmly established.
       Spontaneously benefit to serve them a long time.
12.  Then this here the duties of relatives pointed out him (that one),
       And then devotional offering the dead lofty eminent,
       And following bhikkhus power,
       Through you engaged much merits.

Terjemahan bahasa Indonesia :
11.   Kini persembahan dana melalui sangha telah kokoh
        Seketika menguntungkan mereka untuk waktu yg lama
        (mereka menikmati persembahan ini utk waktu yg lama)
12.   Kini tugas sanak saudara mengingat mereka
        Mempersembahkan persembahan untuk mereka dilakukan secara mulia
        Disertai kekuatan para bhikkhu
        Melalui anda kebajikan tak terhingga

saya bukan seorang penerjemah Pali, saya masih belajar dan ini terjemahan masih jauh dari sempurna, tapi dengan panduan buku Dictionary Pali PTS Rhys Davids ini semoga tidak terlalu menyimpang, setidaknya ini terjemahan berdasarkan dari kamus Pali PTS. apabila ada kesalahan silahkan memberi masukan untuk saya.

mettacittena,



Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 10:58:29 AM
untuk melihat alam2 magis, dukun gak lebih kredibel daripada gue, mana yg lebih ahli ngibul yg menang
^:)^ ampuuun mbahhh...  kalo gitu antara tukang nyusun komentar, dukun dan mbah indra, artinya tetep masih tetep lebih yahud mbah indra duonk .... ^:)^   :))


Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 11:01:06 AM
^:)^ ampuuun mbahhh...  kalo gitu antara tukang nyusun komentar, dukun dan mbah indra, artinya tetep masih tetep lebih yahud mbah indra duonk .... ^:)^   :))




dalam hal ngibul, big YES, tapi saya tidak berhasil membuktikan ada komentator tipitaka yg ngibul dalam menyusun komentar, jadi saya tidak berani membandingkan saya dengan komentator Tipitaka. atau Apakah bro Sumedho pernah menemukan bukti kebohongan para komentator  itu? mohon petunjuknya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 11:02:17 AM
pengen sih cek ke pali nya tapi apa daya kemampuan tak ada.

tapi kalau dibaca dari atas nyambungnya sih itu dilakukan didalam sangha bukan persembahan diberikan kepada sangha. kalau tiba2 ngomong tentang persembahan kepada yg sudah meninggal lalu persembahan kasih sangha, kan nda nyambung



semoga terjemahan saya dapat menambah masukan, jadi sebenarnya menurut saya nyambung, karena memang dikatakan bhw persembahan yang bisa dinikmati mediang adalah yg dilakukan melalui sangha.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 11:11:35 AM
tidak percaya atthakatha tapi percaya pada kenalan yg konon bisa lihat. ironis
apa bedanya? sama aja kan?

lg pula ini statusnya masih "katanya" dan belum diverifikasi.

untuk melihat alam2 magis, dukun gak lebih kredibel daripada gue, mana yg lebih ahli ngibul yg menang


 :-? :-? :-?

 ^-^ ^-^ untung saya bukan DUKUN ..... ;D ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 11:15:32 AM
Samaneri, soal saṅgha mungkin karena deklinasi jamak untuk Instrument dan Ablatif dan deklinasi tunggal utk lokatif sama2 jadi saṅghamhi. betul tidak? Makanya dari penerjemah bisa beda.

ralat... saṅgha -> saṅghamhi  ini adalah deklinasi lokatif kan? di dalam saṅgha ?

CMIIW
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 11:24:52 AM
Samaneri, soal saṅgha mungkin karena deklinasi Instrument dan Ablatif sama2 jadi saṅghamhi. betul tidak? Makanya dari penerjemah bisa beda.

bro Medho yg baik,
utk declension ins "hi" memang berarti through/by/with, sedang utk abl menjadi from.

sehingga kalo declension Ins saṅghamhi artinya through/by/with sangha, dan abl saṅghamhi jadi from sangha.

kalo dimasukkan kedlm bahasa Indonesia : Ins menjadi melalui/oleh/dengan sangha, dan Abl menjadi dari sangha. toch sama2 persembahan melalui atau oleh atau dengan atau dari sangha lah yang dpt mereka nikmati BUKAN persembahan kita naroh makanan kesukaan mereka misal "pizza" dimuka pintu untuk mereka lalu mereka makan, tidak spt itu. jadi hanya makanan yg dimakan anggota sangha lah yang akan muncul dialam mereka, bukan yg dimakan sanak keluarga atau disiapkan dimuka pintu sekalipun (dg maksud agar mereka bisa makan).

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 11:29:30 AM
Samaneri, soal saṅgha mungkin karena deklinasi jamak untuk Instrument dan Ablatif dan deklinasi tunggal utk lokatif sama2 jadi saṅghamhi. betul tidak? Makanya dari penerjemah bisa beda.

ralat... saṅgha -> saṅghamhi  ini adalah deklinasi lokatif kan? di dalam saṅgha ?

CMIIW

hehehe...ada ralat ya...udah terlanjut sy posting tanggapan saya...

ok nda apa2, memang mo loc pun juga sama pulak, on/in....dalam sangha, diatas sangha (bukan naikin sangha lo, tp atas nama sangha maksudnya)

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 11:44:37 AM
dalam hal ngibul, big YES, tapi saya tidak berhasil membuktikan ada komentator tipitaka yg ngibul dalam menyusun komentar, jadi saya tidak berani membandingkan saya dengan komentator Tipitaka. atau Apakah bro Sumedho pernah menemukan bukti kebohongan para komentator  itu? mohon petunjuknya.

Soal mbah indra ngibul, saya sudah pernah ada buktinya, tapi itu diluar DC dan antara kita :)) >:D. Soal penulis komentar itu, tidak punya bukti dan tidak tahu apakah dia jujur atau bohong juga. Soal dukun itu, apakah dia bohong soal makan itu, nda tahu juga tapi ada dukun lain yg berkata demikian jg, tapi itu perlu di kros cek antar dukun lainnya lagi dan tentunya harus bisa lihat sendiri baru bisa terbukti kan? atau nanti kalu udah bisa liat jadi dianggap bohong jg pulak :hammer:

Kitab komentar adalah interpretasi bukan? bukannya what actually happen yg diulang dalam konsili?
bisa jadi itu cuma fanfiction kek naruto misalnya, ada yg membuat penjelasan dari kisah dalam "kanon" naruto asli, diexpand jadi 1 chapter sendiri.
kita pada posisi tidak bisa membuktikan itu benar2 atau tidak benar2 terjadi. Yg bisa kita lihat adalah bagaimana komentar tersebut membantu menjelaskan yg dikomentari itu dan jgn anggap itu adalah penjelasan definitif atau itu adalah what actually happened atau tidak mungkin salah.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 11:47:29 AM
hehehe...ada ralat ya...udah terlanjut sy posting tanggapan saya...

ok nda apa2, memang mo loc pun juga sama pulak, on/in....dalam sangha, diatas sangha (bukan naikin sangha lo, tp atas nama sangha maksudnya)

mettacittena,
Thanks sam.

maka itu kalau lokatif bisa diartikan dengan well-placed in the sangha. bukan? Maka itu penerjemah bisa beda? benar tak?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 07 January 2011, 11:58:46 AM
Kitab komentar adalah interpretasi bukan? bukannya what actually happen yg diulang dalam konsili?
bisa jadi itu cuma fanfiction kek naruto misalnya, ada yg membuat penjelasan dari kisah dalam "kanon" naruto asli, diexpand jadi 1 chapter sendiri.
kita pada posisi tidak bisa membuktikan itu benar2 atau tidak benar2 terjadi. Yg bisa kita lihat adalah bagaimana komentar tersebut membantu menjelaskan yg dikomentari itu dan jgn anggap itu adalah penjelasan definitif atau itu adalah what actually happened atau tidak mungkin salah.

acuannya Tipitaka > Penjelasan Tipitaka > Komentar > Naskah belakangan

jadi kalo ada inkonsistensi, maka lihat yang lebih besar.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 12:18:32 PM
Soal mbah indra ngibul, saya sudah pernah ada buktinya, tapi itu diluar DC dan antara kita :)) >:D. Soal penulis komentar itu, tidak punya bukti dan tidak tahu apakah dia jujur atau bohong juga. Soal dukun itu, apakah dia bohong soal makan itu, nda tahu juga tapi ada dukun lain yg berkata demikian jg, tapi itu perlu di kros cek antar dukun lainnya lagi dan tentunya harus bisa lihat sendiri baru bisa terbukti kan? atau nanti kalu udah bisa liat jadi dianggap bohong jg pulak :hammer:

ini ad hominem dengan tingkat tertinggi. anda sudah melontarkan fitnah yg tidak berdasar. saya menuntut rehabilitasi atau pembuktian dalam hal ini. atau saya akan melakukan hal yg sama. yg bisa berakibat lebih mengerikan.

Quote
Kitab komentar adalah interpretasi bukan? bukannya what actually happen yg diulang dalam konsili?
bisa jadi itu cuma fanfiction kek naruto misalnya, ada yg membuat penjelasan dari kisah dalam "kanon" naruto asli, diexpand jadi 1 chapter sendiri.
kita pada posisi tidak bisa membuktikan itu benar2 atau tidak benar2 terjadi. Yg bisa kita lihat adalah bagaimana komentar tersebut membantu menjelaskan yg dikomentari itu dan jgn anggap itu adalah penjelasan definitif atau itu adalah what actually happened atau tidak mungkin salah.

saya setuju sebagian, tapi menyamakan kitab komentar Tipitaka dengan naruto, sungguh suatu pe-nista-an yg tidak terampuni. saya menuntut agar anda meminta maaf kepada seluruh umat Buddha di dunia.

tentu saja, kita sebagai umat buddha memang sebaiknya kritis, tapi kekritisan model ini menurut saya adalah kekritisan yg kebablasan. anda mungkin akan menyamakan keajaiban ganda yg dilakukan oleh Sang Buddha serupa dengan ninjutsu rasengan. dan kesaktian mata dewa sebagai sharingan.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 01:10:09 PM
acuannya Tipitaka > Penjelasan Tipitaka > Komentar > Naskah belakangan

jadi kalo ada inkonsistensi, maka lihat yang lebih besar.
agreed

ini ad hominem dengan tingkat tertinggi. anda sudah melontarkan fitnah yg tidak berdasar. saya menuntut rehabilitasi atau pembuktian dalam hal ini. atau saya akan melakukan hal yg sama. yg bisa berakibat lebih mengerikan.

Jadi mau kita selesaikan secara jantan? Kita selesaikan seperti biasa, tahan napas sampe ujung dan adu hau-lien di ruang sempit?

Quote
saya setuju sebagian, tapi menyamakan kitab komentar Tipitaka dengan naruto, sungguh suatu pe-nista-an yg tidak terampuni. saya menuntut agar anda meminta maaf kepada seluruh umat Buddha di dunia.

tentu saja, kita sebagai umat buddha memang sebaiknya kritis, tapi kekritisan model ini menurut saya adalah kekritisan yg kebablasan. anda mungkin akan menyamakan keajaiban ganda yg dilakukan oleh Sang Buddha serupa dengan ninjutsu rasengan. dan kesaktian mata dewa sebagai sharingan.
:))  =))
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 01:11:47 PM
agreed

Jadi mau kita selesaikan secara jantan? Kita selesaikan seperti biasa, tahan napas sampe ujung dan adu hau-lien di ruang sempit?
 :))  =))

saya terima tantangan anda, silahkan tentukan waktu dan tempat, dan jangan ada alasan "gue kerja". usul: olympic size
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Mokau Kaucu on 07 January 2011, 03:13:06 PM
saya terima tantangan anda, silahkan tentukan waktu dan tempat, dan jangan ada alasan "gue kerja". usul: olympic size

apa ini? Tantangan makan makan?  Saya ikuttt.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 03:26:00 PM
apa ini? Tantangan makan makan?  Saya ikuttt.

maap bro, ini duel khusus kotak lima
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: morpheus on 07 January 2011, 03:39:32 PM
kalo duel ginian, owe pegang yg sedikit rambutnya. hambatan airnya lebih kecil.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 03:47:12 PM
kalo duel ginian, owe pegang yg sedikit rambutnya. hambatan airnya lebih kecil.

tergantung kehidupan lampau juga Bro, untuk duel ke2, yg baru keluar dari avici yg menang
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Mokau Kaucu on 07 January 2011, 03:53:54 PM
Masih dianggap BCU, belon cukup umur.
Hiks, hiks, hiks.  :'(  :'(  :'(
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 07 January 2011, 04:00:20 PM
saya terima tantangan anda, silahkan tentukan waktu dan tempat, dan jangan ada alasan "gue kerja". usul: olympic size

kemaren aja kesusul mulu
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 04:04:06 PM
kemaren aja kesusul mulu

itu karena perbedaan tekanan udara dan gravitasi
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 07 January 2011, 04:07:58 PM
:hammer: :outoftopic: LOCKKKKK!!!!!!
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 04:15:57 PM
kalo duel ginian, owe pegang yg sedikit rambutnya. hambatan airnya lebih kecil.
perlu dihitung jg hambatan karena kumis.... :))

ok deh, :backtotopic:
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Indra on 07 January 2011, 04:17:30 PM
perlu dihitung jg hambatan karena kumis.... :))

ok deh, :backtotopic:

ok, gue udah cukup marah sekarang ...
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 07 January 2011, 04:24:38 PM
Atas pernyataan kebenaran ini, semoga anda berbahagia :))
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 06:22:22 PM
kalau menurut kamus RD, ātitheyya -> ati + theyya -> great theft

kalau atithi -> guest / stranger / new comer

Hmmm aneh. mungkin maksudnya seseorang yang datang-tiba-tiba kali ya?
Jika dalam bahasa Sanskritnya menurut Cologne Digital Sanskrit ātitheya (huruf ‘y’ nya dihilangkan satu) berarti : proper for or attentive to a guest , hospitable.
Kita tunggu Neri Pannadevi atau pakarnya dulu deh.

BTW, setelah saya perhatikan Nandamata Sutta lebih lanjut dan bandingkan dengan paritta ettavata ternyata dalam sutta ada kata dāne (dana) yang diikuti dengan ‘puñña’

Berikut cuplikannya:

Yadidaṃ , bhante, dāne puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū’’ti.


Jika diperhatikan sekilas sepertinya berarti dana jasa . Pertanyaannya apakah dana jasa adalah pelimpahan jasa yang dimaksud?


bro Kelana yg baik,
sory tadi pagi saya hanya online bentar karena ada keperluan lalu sy tinggal pergi, jadi tadi pagi blm sempat menanggapi postingan anda ini, sebenarnya sy malu juga krn masih blm ahli, tapi sy coba bantu ya, ini juga pake kamus Pali PTS (manual buka2 buku, kalo bisa digital enak, sayang prog digital yg dulu komp sy bisa hanya bentar lalu ga bisa hingga sekarang, pdhal amat penting banget tuh kamus digital buat kita2)

memang benar yang Ātitheyya itu artinya great theft (p.98 kamus Pali PTS), tapi ada sambungan kalimat lain ati which is perhaps to be preferred

sedangkan kalimat ini dāne puññañca puññamahī memang benar artinya pelimpahan jasa kalo ingin tahu arti kata demi kata (saya yakin bro Kelana udah mampu menerjemahkan sendiri,  :) ;D ) adalah sbb :
dāne (on/in giving, gift, almsgiving, munificence esp. a charitable gift to a bhikkhu or to community of bhikkhus, the sangha) puññañca (and/then merits) puññamahī (through, by. with, on, in, from merits). menjadi artinya : "in this almsgiving and then transference merits".

info tambahan, bahasa Tipitaka sering menggunakan pengulangan kata, misalnya kalimat ini "dāne puññañca puññamahī" kata puñña diulang 2x.


mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 06:41:33 PM
perlu dihitung jg hambatan karena kumis.... :))

ok deh, :backtotopic:

ok, gue udah cukup marah sekarang ...

 ;D ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: BTY on 07 January 2011, 06:42:51 PM
267. ‘‘Pañcahi kho, gahapatiputta, ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhātabbā – bhato ne bharissāmi, kiccaṃ nesaṃ karissāmi, kulavaṃsaṃ ṭhapessāmi, dāyajjaṃ paṭipajjāmi, atha vā pana petānaṃ kālaṅkatānaṃ dakkhiṇaṃ anuppadassāmīti. Imehi kho, gahapatiputta, pañcahi ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhitā pañcahi ṭhānehi puttaṃ anukampanti. Pāpā nivārenti, kalyāṇe nivesenti, sippaṃ sikkhāpenti, patirūpena dārena saṃyojenti, samaye dāyajjaṃ niyyādenti. Imehi kho, gahapatiputta, pañcahi ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhitā imehi pañcahi ṭhānehi puttaṃ anukampanti. Evamassa esā puratthimā disā paṭicchannā hoti khemā appaṭibhayā. [D. 3:188] (……… Setelah orang tuaku meninggal dunia, aku akan membagikan persembahan mewakili mereka……..terjemahan Dhammacitta)
Dakkhiṇaṃ anuppadassāmīti tesaṃ pattidānaṃ katvā tatiyadivasato paṭṭhāya dānaṃ anuppadassāmi. [DA. 3:952] (Saya akan berdana melakukan pelimpahan jasa sejak hari ketiga.)
Kuncinya ada pada kalimat “petānaṃ kālaṅkatānaṃ dakkhiṇaṃ anuppadassāmi”
petānaṃ    : peta atau mendiang (Dat. pl.)
kālaṅkatānaṃ    : yang telah meninggal dunia (Dat. pl.)
dakkhiṇaṃ    : hadiah persembahan (Acc. sing.)
anuppadassāmi    : saya akan memberi
Jadi, kalimat di atas bisa diterjemahkan sebagai :
1.   Saya akan memberi hadiah persembahan kepada mendiang yang telah meninggal, atau
2.   Saya akan memberi hadiah persembahan demi mendiang yang telah meninggal.

Sekarang mari kita lihat apa arti dakkhiṇā :

Dakkhiṇā : a gift, a fee, a donation, a donation given to a “holy” person with ref. to unhappy beings in the Peta existence (“Manes”), intended to induce the alleviation of their sufferings; an intercessional, expiatory offering, “don attributif”. (PTS Pali-English Dictionary)
dakṣiṇādeśanā : assignment (to someone other than the donor or performer) of the profit from gifts or works of merit (Buddhist Hybrid Sanskrit Grammar and Dictionary)
Dakṣiṇā refers to the recompense paid to a priest for a sacrifice. (Wikipedia)
Kebiasaan memberi dakkhina/daksina kepada brahmana/samana (untuk kepentingan sanak famili yang sudah meninggal) sudah berlangsung sejak India kuno.
Oleh karena itu terjemahan yang kedualah yang lebih mungkin. Dengan demikian ada nuansa pelimpahan jasa yang terkandung di dalamnya. CMIIW.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 06:44:04 PM
kalo duel ginian, owe pegang yg sedikit rambutnya. hambatan airnya lebih kecil.

bagi anggota sangha maksudnya anda ? khan sedikit rambutnya malahan abis, licin....  :P
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 06:46:05 PM
267. ‘‘Pañcahi kho, gahapatiputta, ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhātabbā – bhato ne bharissāmi, kiccaṃ nesaṃ karissāmi, kulavaṃsaṃ ṭhapessāmi, dāyajjaṃ paṭipajjāmi, atha vā pana petānaṃ kālaṅkatānaṃ dakkhiṇaṃ anuppadassāmīti. Imehi kho, gahapatiputta, pañcahi ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhitā pañcahi ṭhānehi puttaṃ anukampanti. Pāpā nivārenti, kalyāṇe nivesenti, sippaṃ sikkhāpenti, patirūpena dārena saṃyojenti, samaye dāyajjaṃ niyyādenti. Imehi kho, gahapatiputta, pañcahi ṭhānehi puttena puratthimā disā mātāpitaro paccupaṭṭhitā imehi pañcahi ṭhānehi puttaṃ anukampanti. Evamassa esā puratthimā disā paṭicchannā hoti khemā appaṭibhayā. [D. 3:188] (……… Setelah orang tuaku meninggal dunia, aku akan membagikan persembahan mewakili mereka……..terjemahan Dhammacitta)
Dakkhiṇaṃ anuppadassāmīti tesaṃ pattidānaṃ katvā tatiyadivasato paṭṭhāya dānaṃ anuppadassāmi. [DA. 3:952] (Saya akan berdana melakukan pelimpahan jasa sejak hari ketiga.)
Kuncinya ada pada kalimat “petānaṃ kālaṅkatānaṃ dakkhiṇaṃ anuppadassāmi”
petānaṃ    : peta atau mendiang (Dat. pl.)
kālaṅkatānaṃ    : yang telah meninggal dunia (Dat. pl.)
dakkhiṇaṃ    : hadiah persembahan (Acc. sing.)
anuppadassāmi    : saya akan memberi
Jadi, kalimat di atas bisa diterjemahkan sebagai :
1.   Saya akan memberi hadiah persembahan kepada mendiang yang telah meninggal, atau
2.   Saya akan memberi hadiah persembahan demi mendiang yang telah meninggal.

Sekarang mari kita lihat apa arti dakkhiṇā :

Dakkhiṇā : a gift, a fee, a donation, a donation given to a “holy” person with ref. to unhappy beings in the Peta existence (“Manes”), intended to induce the alleviation of their sufferings; an intercessional, expiatory offering, “don attributif”. (PTS Pali-English Dictionary)
dakṣiṇādeśanā : assignment (to someone other than the donor or performer) of the profit from gifts or works of merit (Buddhist Hybrid Sanskrit Grammar and Dictionary)
Dakṣiṇā refers to the recompense paid to a priest for a sacrifice. (Wikipedia)
Kebiasaan memberi dakkhina/daksina kepada brahmana/samana (untuk kepentingan sanak famili yang sudah meninggal) sudah berlangsung sejak India kuno.
Oleh karena itu terjemahan yang kedualah yang lebih mungkin. Dengan demikian ada nuansa pelimpahan jasa yang terkandung di dalamnya. CMIIW.


nah akhirnya muncul juga yang ahli Pali, apalagi beliau memang udah menjadi penerjemah Tipitaka yg langsung dari Palinya. namaskara bhante.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 07 January 2011, 06:48:08 PM
Hmmm aneh. mungkin maksudnya seseorang yang datang-tiba-tiba kali ya?
Jika dalam bahasa Sanskritnya menurut Cologne Digital Sanskrit ātitheya (huruf ‘y’ nya dihilangkan satu) berarti : proper for or attentive to a guest , hospitable.
Kita tunggu Neri Pannadevi atau pakarnya dulu deh.

BTW, setelah saya perhatikan Nandamata Sutta lebih lanjut dan bandingkan dengan paritta ettavata ternyata dalam sutta ada kata dāne (dana) yang diikuti dengan ‘puñña’

Berikut cuplikannya:

Yadidaṃ , bhante, dāne puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū’’ti.


Jika diperhatikan sekilas sepertinya berarti dana jasa . Pertanyaannya apakah dana jasa adalah pelimpahan jasa yang dimaksud?



bro Kelana yg baik,
sory tadi pagi saya hanya online bentar karena ada keperluan lalu sy tinggal pergi, jadi tadi pagi blm sempat menanggapi postingan anda ini, sebenarnya sy malu juga krn masih blm ahli, tapi sy coba bantu ya, ini juga pake kamus Pali PTS (manual buka2 buku, kalo bisa digital enak, sayang prog digital yg dulu komp sy bisa hanya bentar lalu ga bisa hingga sekarang, pdhal amat penting banget tuh kamus digital buat kita2)

memang benar yang Ātitheyya itu artinya great theft (p.98 kamus Pali PTS), tapi ada sambungan kalimat lain ati which is perhaps to be preferred

sedangkan kalimat ini dāne puññañca puññamahī memang benar artinya pelimpahan jasa kalo ingin tahu arti kata demi kata (saya yakin bro Kelana udah mampu menerjemahkan sendiri,  :) ;D ) adalah sbb :
dāne (on/in giving, gift, almsgiving, munificence esp. a charitable gift to a bhikkhu or to community of bhikkhus, the sangha) puññañca (and/then merits) puññamahī (through, by. with, on, in, from merits). menjadi artinya : "in this almsgiving and then transference merits".

info tambahan, bahasa Tipitaka sering menggunakan pengulangan kata, misalnya kalimat ini "dāne puññañca puññamahī" kata puñña diulang 2x.


mettacittena,

Terima kasih Neri, _/\_ saya jadi lebih tahu pasti.
Neri, bukankah kamus Pali PTS sudah ada yang onlinenya: http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/

 _/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 06:56:24 PM
Terima kasih Neri, _/\_ saya jadi lebih tahu pasti.
Neri, bukankah kamus Pali PTS sudah ada yang onlinenya: http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/

 _/\_


kembali kasih, sama2 bro, saya sendiri juga belajar disini, di DC, malahan referensi pelimpahan jasa justru saya dapatkan disini barusan sekarang ini.

thanks juga untuk kamus online nya, barusan saya coba, bisa. (dari kemarin ga tahu sih, sekarang punya lagi yg online)

kemarin2 sepengetahuan saya berdasarkan kuliah dan dhammadesana pelimpahan jasa hanya untuk menolong mereka yg ada dialam Peta, padahal keyakinan dalam hati saya tidak demikian, saya yakin pelimpahan jasa bisa diterima semua alam, ternyata benar, sekarang terbukti dari referensi2 sutta yang udah diposting bro Ryu.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: morpheus on 07 January 2011, 11:14:54 PM
bagi anggota sangha maksudnya anda ? khan sedikit rambutnya malahan abis, licin....  :P
tadinya sih saya maksudkan "facial hair", gak sadar dalam bahasa indonesia "bulu" dengan "rambut" itu beda.
kalo anggota sangha memang hambatan airnya sangat kecil.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 07 January 2011, 11:22:30 PM
tadinya sih saya maksudkan "facial hair", gak sadar dalam bahasa indonesia "bulu" dengan "rambut" itu beda.
kalo anggota sangha memang hambatan airnya sangat kecil.

 ;D ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 08 January 2011, 07:57:59 AM
kalau cerita ini ada disutta mana ya? ;D

pada jaman Buddha ... di suatu daerah ada ritual kematian... bila ada orang yang meninggal maka dalam pembakaran... anak tertuanya akan memukul kepala yang meninggal ini... ini ritual...


pada saat itu ada keluarga yang meninggal.. dan anak tertua keluarga itu mendatangi buddha untuk mengadakan ritual pada orang tuanya yang meninggal ... agar masuk surga...


kemudian Buddha meminta pemuda yang orangtuanya meninggal ini... untuk membeli dua pot... kemudian pot itu yang satu di isi kerikil dan yang satu di isi sejenis mentega...

pemuda ini mengira Buddha akan mengadakan ritual untuk membuat agar orang tuanya masuk surga...

kemudian Buddha meminta pemuda itu menaruh kedua pot itu kedalam kolam...

setelah berada didasar kolam ... buddha meminta pemuda itu untuk memukul kedua pot itu sampai pecah... pemuda ini berpikir ritual buddha ini untuk menggantikan ritual memukul kepala orang yang meninggal...

pemuda ini berpikir dengan ritual itu akan membantu orang tuanya masuk ke surga...

dan setelah pemuda itu memecahkan pot itu... kemudian pot yang berisi kerikil... kerikilnya berserak didasar kolam... tenggelam.... sedangkan pot yang berisi sejenis mentega.... menteganya muncul ke permukaan air.... mengambang diatas air kolam...

kemudian Buddha menjelaskan ... bahwa dengan sendirinya yang ringan akan naik yang berat akan tenggelam ini hukum alam ... ini seperti perbuatan kita... bila perbuatan kita baik di umpamakan ringan... dengan sendirinya kita akan naik ke surga... tapi bila perbuatan kita jahat di umpamakan berat... dengan sendirinya kita akan jatuh ke neraka... ini sudah hukum alam...


tidak ada ritual yang dapat menangkalnya...

kemudian Buddha meminta pemuda ini... silahkan cari pendeta, brahmana dan orang orang sakti suci... yang bisa membuat ritual sehingga mentega tenggelam ke dalam dasar kolam dan membuat kerikil menjadi mengambang di permukaan kolam...

tidak akan ada pendeta , brahmana dan sebagainya yang akan bisa melakukan itu...
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 08 January 2011, 08:57:37 AM
Cuplikan Nandamata Sutta, Anguttara Nikaya 7, Mahayanna Vagga :

.......Atha kho nandamātā upāsikā pārāyanaṃ sarena bhāsitvā tuṇhī ahosi. Atha kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya kathāpariyosānaṃ viditvā abbhānumodi – ‘‘sādhu bhagini, sādhu bhaginī’’ti! ‘‘Ko paneso, bhadramukhā’’ti? ‘‘Ahaṃ te, bhagini, bhātā vessavaṇo, mahārājā’’ti. ‘‘Sādhu, bhadramukha, tena hi yo me ayaṃ dhammapariyāyo bhaṇito idaṃ te hotu ātitheyya’’nti. ‘‘Sādhu, bhagini, etañceva me hotu ātitheyyaṃ. Sveva sāriputtamoggallānappamukho bhikkhusaṅgho akatapātarāso veḷukaṇḍakaṃ āgamissati, tañca bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.......

Masalahnya saya tidak tahu secara pasti kata-kata mana yang disebut sebagai pelimpahan jasa.

bro Kelana yg baik,

saya tadi sewaktu menjalankan tugas pagi teringat dg pertanyaan bro kelana, kata2 yang mana yg menunjukkan pelimpahan jasa (transference merits), lantas saya buka forum, kalau dilihat kalimat ini yang semestinya menunjukkan pelimpahan jasa :

"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.." (serve food to the Bhikkhu sangha and announce that is my gift, this is become my great merits)

jadi kalimat yang dilihat adalah arti seluruhnya, yaitu "dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi" announcement of gift (menyatakan persembahan), otomatis telah terjadi pelimpahan jasa, ibaratnya "Bhante ini adalah persembahan dari si A" nah sewaktu menyatakan hal demikian langsung otomatis telah terjadi pelimpahan jasa. kalimat diatas seperti itu maksudnya. mohon masukan dari yang lain.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 08 January 2011, 09:00:22 AM
kalau cerita ini ada disutta mana ya? ;D

pada jaman Buddha ... di suatu daerah ada ritual kematian... bila ada orang yang meninggal maka dalam pembakaran... anak tertuanya akan memukul kepala yang meninggal ini... ini ritual...


pada saat itu ada keluarga yang meninggal.. dan anak tertua keluarga itu mendatangi buddha untuk mengadakan ritual pada orang tuanya yang meninggal ... agar masuk surga...


kemudian Buddha meminta pemuda yang orangtuanya meninggal ini... untuk membeli dua pot... kemudian pot itu yang satu di isi kerikil dan yang satu di isi sejenis mentega...

pemuda ini mengira Buddha akan mengadakan ritual untuk membuat agar orang tuanya masuk surga...

kemudian Buddha meminta pemuda itu menaruh kedua pot itu kedalam kolam...

setelah berada didasar kolam ... buddha meminta pemuda itu untuk memukul kedua pot itu sampai pecah... pemuda ini berpikir ritual buddha ini untuk menggantikan ritual memukul kepala orang yang meninggal...

pemuda ini berpikir dengan ritual itu akan membantu orang tuanya masuk ke surga...

dan setelah pemuda itu memecahkan pot itu... kemudian pot yang berisi kerikil... kerikilnya berserak didasar kolam... tenggelam.... sedangkan pot yang berisi sejenis mentega.... menteganya muncul ke permukaan air.... mengambang diatas air kolam...

kemudian Buddha menjelaskan ... bahwa dengan sendirinya yang ringan akan naik yang berat akan tenggelam ini hukum alam ... ini seperti perbuatan kita... bila perbuatan kita baik di umpamakan ringan... dengan sendirinya kita akan naik ke surga... tapi bila perbuatan kita jahat di umpamakan berat... dengan sendirinya kita akan jatuh ke neraka... ini sudah hukum alam...


tidak ada ritual yang dapat menangkalnya...

kemudian Buddha meminta pemuda ini... silahkan cari pendeta, brahmana dan orang orang sakti suci... yang bisa membuat ritual sehingga mentega tenggelam ke dalam dasar kolam dan membuat kerikil menjadi mengambang di permukaan kolam...

tidak akan ada pendeta , brahmana dan sebagainya yang akan bisa melakukan itu...

wah ini saya juga baru tahu....apa ya nama suttanya?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Peacemind on 09 January 2011, 09:09:03 PM
Saya melihat ajaran pelimpahan jasa dapat terlihat dalam Tipitaka meski dicantumkan di Khuddakanikāya. Dalam salah satu syairnya, Tirokuḍḍhasutta mengatakan:

 Yathā vārivahā pūrā, paripūrenti sāgaraṃ;
evameva ito dinnaṃ, petānaṃ upakappati

Bisa diartikan:

Seperti halnya air sungai yang penuh akan memenuhi lautan;
Demikianlah, apa yang diberikan di sini akan melimpah ke para peta.

Dalam Khetthūpamapetavatthu, Petavatthu, ada syair berikut:

 “Khettūpamā arahanto, dāyakā kassakūpamā;
  bījūpamaṃ deyyadhammaṃ, etto nibbattate phalaṃ.

 Etaṃ bījaṃ kasi khettaṃ, petānaṃ dāyakassa ca;
 taṃ petā paribhuñjanti, dātā puññena vaḍḍhati."

Bisa diartikan sebagai berikut:

"Para arahat ibarat sawah; para pemberi ibarat petani;
Barang yang dipersembahkan ibarat bibit (biji); dari situlah muncullah buah.

Demikianlah, bibit yang ditanam di sawah, seperti halnya para pemberi terhadap para peta.
Para peta akan menikmati, sedangkan para pemberi akan bertambah kebajikannya".

Syair di atas menyiratkan ajaran pelimpahan jasa. Di sini, barang yang dipersembahkan tidak langsung dipersembahkan kepada para peta, melainkan ke para arahat sebagai ladang kebajikan. Kita tidak  tahu bagaimana proses hukum kammanya, tetapi para peta bisa menikmati kebajikan kita yang dipersembahkan kepada arahat (dalm konteks ini).
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Peacemind on 09 January 2011, 09:13:20 PM
kalau cerita ini ada disutta mana ya? ;D

pada jaman Buddha ... di suatu daerah ada ritual kematian... bila ada orang yang meninggal maka dalam pembakaran... anak tertuanya akan memukul kepala yang meninggal ini... ini ritual...


pada saat itu ada keluarga yang meninggal.. dan anak tertua keluarga itu mendatangi buddha untuk mengadakan ritual pada orang tuanya yang meninggal ... agar masuk surga...


kemudian Buddha meminta pemuda yang orangtuanya meninggal ini... untuk membeli dua pot... kemudian pot itu yang satu di isi kerikil dan yang satu di isi sejenis mentega...

pemuda ini mengira Buddha akan mengadakan ritual untuk membuat agar orang tuanya masuk surga...

kemudian Buddha meminta pemuda itu menaruh kedua pot itu kedalam kolam...

setelah berada didasar kolam ... buddha meminta pemuda itu untuk memukul kedua pot itu sampai pecah... pemuda ini berpikir ritual buddha ini untuk menggantikan ritual memukul kepala orang yang meninggal...

pemuda ini berpikir dengan ritual itu akan membantu orang tuanya masuk ke surga...

dan setelah pemuda itu memecahkan pot itu... kemudian pot yang berisi kerikil... kerikilnya berserak didasar kolam... tenggelam.... sedangkan pot yang berisi sejenis mentega.... menteganya muncul ke permukaan air.... mengambang diatas air kolam...

kemudian Buddha menjelaskan ... bahwa dengan sendirinya yang ringan akan naik yang berat akan tenggelam ini hukum alam ... ini seperti perbuatan kita... bila perbuatan kita baik di umpamakan ringan... dengan sendirinya kita akan naik ke surga... tapi bila perbuatan kita jahat di umpamakan berat... dengan sendirinya kita akan jatuh ke neraka... ini sudah hukum alam...


tidak ada ritual yang dapat menangkalnya...

kemudian Buddha meminta pemuda ini... silahkan cari pendeta, brahmana dan orang orang sakti suci... yang bisa membuat ritual sehingga mentega tenggelam ke dalam dasar kolam dan membuat kerikil menjadi mengambang di permukaan kolam...

tidak akan ada pendeta , brahmana dan sebagainya yang akan bisa melakukan itu...

Bisa dilihat kemiripannya di Asibandhakaputtasutta, Samyuttanikāya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 10 January 2011, 07:30:24 AM
Bisa dilihat kemiripannya di Asibandhakaputtasutta, Samyuttanikāya.
bisa minta sutanya Samanera? ;D

_/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: williamhalim on 10 January 2011, 09:44:58 AM
Barusan sy lihat di SP, Bro WE ada posting soal persembahan yg dilakukan oleh Bhikkhu untuk makhluk di alam peta, yg kemudian makhluk tsb, menjadi lbh baik kondisinya... sy sdh cek ternyata sutta ini blm diposting di thread ini, sy copas kesini, sbb:

PETAVATTHU
Khuddaka Nikaya

BAB II
BAB UBBARI
[Ubbarivagga]

II. 1 PENJELASAN MENGENAI
CERITA PETA SAMSARAMOCAKA
[Samsaramocakapetavatthuvannana]

'Engkau telanjang dan berpenampilan buruk.'
Demikian dikatakan Sang Guru ketika Beliau sedang berdiam di Hutan Bambu
mengenai peti di desa Itthakavati di kerajaan Magadha.
Diceritakan bahwa di kerajaan Magadha ada dua desa yang bernama Itthakavati dan Digharaji.
Di situ tinggal banyak orang bida'ah Samsaramocaka.

Sekitar lima ratus tahun yang lalu, seorang wanita terlahir di suatu
keluarga Samsaramocaka di Itthakavati.
Karena pandangan-pandangan salahnya, dia membunuh berbagai serangga dan
belalang, dan kemudian terlahir di antara para peta.Di situ dia menjalani penderitaan karena rasa lapar dan haus selama lima ratus tahun.
Setelah Sang Buddha muncul di dunia dan memutar roda Dhamma Agung dan
kemudian berdiam di Hutan Bambu, dekat Rajagaha, wanita itu terlahir
sekali lagi di keluarga Samsaramocaka yang sama, juga di Itthakavati
itu.Suatu hari ketika dia berusia sekitar tujuh atau delapan tahun dan
sedang sibuk bermain-main dengan anak-anak lain di jalanan, Y. M.
Sariputta, Thera -yang sedang berdiam di vihara Arunavati di dekat desa
itu- lewat di dekat pintu gerbang desa bersama dua belas bhikkhu.

Pada saat itu banyak gadis kecil yang telah keluar dari desa dan sedang
bermain-main di dekat pintu gerbang. Karena telah diajar tata-cara oleh orang tua mereka, dengan cepat mereka
menghampiri Thera dan bhikkhu-bhikkhu lain. Dengan bakti di hati, mereka memberikan penghormatan dengan namaskara.

Tidak demikian dengan anak perempuan dari keluarga yang tidak memiliki
keyakinan itu. Dia tidak memiliki rasa hormat dan kesantunan orang luhur karena telah
lama tidak mengumpulkan jasa perbuatan baik. Maka dia tetap berdiri bagaikan orang tanpa disiplin.

Y M. Sariputta meneliti perilakunya di dalam kehidupan lampaunya, kemudian kelahirannya sekarang di keluarga Samsaramocaka, dan melihat bahwa di masa mendatang dia pantas muncul (hanya) di neraka. Beliau menyadari bahwa jika seandainya anak ini mau memberikan penghormatan, dia tidak akan terlahir di neraka. Atau seandainya pun muncul di antara para peta, dia akan mencapai kemuliaan lewat beliau.

Digerakkan oleh kasih sayang, Y.M. Sariputta berkata pada anak-anak perempuan itu, 'Kalian menghormat para bhikkhu tetapi anak ini tetap berdiri seperti orang tanpa disiplin.' Maka anak-anak perempuan itu merenggut tangannya, menyeretnya ke depan dan secara paksa membuatnya menghormat di kaki Thera itu.

Sesudah dewasa, dia diserahkan (dalam pernikahan) kepada seorang pemuda dari keluarga Samsaramocaka di Digharaji. Namun ketika akan melahirkan, dia meninggal dan muncul di antara para peta, dalam keadaan telanjang dan berpenampilan buruk. Sungguh pemandangan yang menjijikkan.

Dia berkelana kian kemari, menampakkan diri di malam hari pada Y. M. Sariputta Thera, dan kemudian berdiri di satu sisi. Ketika melihatnya, beliau bertanya kepadanya dengan syair ini:

1. 'Engkau telanjang dan berpenampilan buruk, kurus kering dengan urat-nadi yang menonjol.
Engkau yang kurus, dengan tulang-tulang iga yang menonjol keluar, siapakah engkau, wahai yang berdiri di sana?'

2. 'Tuan, saya adalah peti, yang pergi menuju kehidupan sengsara di alam Yama;
karena telah melakukan suatu perbuatan jahat, saya telah pergi dari sini menuju alam para peta.'
Sekali lagi Y. M. Sariputta bertanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya:

3. Kalau demikian, perbuatan jahat apakah yang telah engkau lakukan
lewat tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan apakah
engkau pergi dari sini menuju alam para peta?' Peti itu menyampaikan tiga syair untuk menunjukkan bahwa karena
keegoisan dan karena tidak memiliki keluhuran dalam perbuatan memberi, maka dia telah muncul di dalam kandungan-peta dan menjalani kesengsaraan yang besar:

4. 'Bhante, dahulu saya tidak mempunyai ayah, ibu atau pun sanak saudara
yang memiliki belas kasihan kepada saya dan yang mau mendorong saya dengan mengatakan,
"Dengan bakti di hatimu, berikanlah dana kepada para petapa dan brahmana".

5. Sejak sekarang selama lima ratus tahun saya harus berkelana telanjang seperti ini,
dirongrong oleh rasa lapar dan nafsu keinginan – inilah buah dari perbuatan jahat saya.

6. Saya memberikan penghormatan kepadamu, tuan yang mulia, dengan bakti di hati saya;
kasihanilah saya, O manusia yang mantap dan agung.
Berikanlah sesuatu dan tujukanlah dana itu kepada saya;
bebaskanlah saya dari keadaan yang sengsara ini, tuan.'

7. ' "Baiklah", Sariputta menyetujui karena belas kasihannya.
Beliau memberikan kepada para bhikkhu sedikit makanan, sejengkal kain, dan semangkuk air
dan kemudian menujukan dana itu kepada peti itu.


8. Segera setelah Sariputta mempersembahkan ini, hasilnya langsung muncul.
Makanan, pakaian dan minuman menjadi buah dari dana ini.


9. Maka peti itu menjadi murni, terbungkus pakaian yang bersih dan segar,
mengenakan pakaian yang lebih halus daripada pakaian dari kain Kasi.

Lalu, dengan dihiasi berbagai pakaian dan perhiasan, peti itu mendekati Sariputta.'

10. 'Engkau yang berdiri dengan keelokan yang luar biasa,
wahai devata, menyinari segala penjuru bagaikan Bintang Penyembuh,

11. Disebabkan oleh apakah keelokanmu seperti ini?
Disebabkan oleh apakah maka keadaan ini dicapai olehmu di sini sehingga akan muncul
kenikmatan-kenikmatan apa pun yang disenangi hatimu?

12. Saya bertanya kepadamu, O devi yang amat agung,
tindakan berjasa apakah yang telah engkau lakukan ketika engkau dahulu menjadi manusia?
Disebabkan oleh apakah maka keagunganmu bersinar dan keelokanmu memancar ke segala penjuru?'

13. 'Orang suci yang penuh welas asih bagi dunia telah melihat saya pergi
menuju kehidupan yang sengsara kekuningan, kurus kering, kelaparan, telanjang
dan dengan kulit yang berkerut-kerut.

14. Beliau memberikan kepada para bhikkhu sepotong makanan,
sepotong kain berukuran sejengkal dan semangkuk air dan dana itu ditujukan kepadaku.

15. Lihatlah buah dari sepotong makanan itu:
selama seribu tahun saya akan menyantap makanan yang beraneka citarasanya,
menikmati kepuasan dari semua keinginanku.


16. Lihatlah hasil yang diperoleh dari sepotong kain berukuran sejengkal ini:
pakaian sebanyak yang ada di seluruh alam raja Nanda,


17. Masih lebih banyak daripada itu, tuan, adalah pakaianku dan kain penutup
dari sutra serta wol, linen dan katun.


18. Banyak dan mahal benda-benda itu – semua itu bahkan menggantung turun dari langit
dan saya tinggal mengenakan mana pun yang saya senangi.


19. Lihatlah hasil yang diperoleh dari semangkuk air ini:
kolam-kolam teratai yang dalam, bersudut empat dan tertata indah,

20. Dengan air yang jenih dan tepian yang indah,
sejuk dan harum, tertutup teratai dan lili air, airnya penuh dengan serabut teratai,

21. Dan saya berolah raga dan bermain serta bersenang-senang, tanpa
merasa takut dari tempat mana pun. Saya, yang mulia, telah datang untuk
memberikan penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia.

Setelah hal ini dikatakan oleh peti itu, Y. M. Sariputta, menyampaikan
cerita itu secara terperinci kepada penghuni dua desa -Itthakavati dan
Digharaji-, yang telah datang kepada beliau.

Y M. Sariputta membuat hati mereka tersentak dan mereka pun terbebas
dari klenik Samsaramocaka yang jahat dan kemudian mengukuhkan mereka
sebagai umat awam.

Persoalan ini kemudian menjadi terkenal di kalangan para bhikkhu dan
mereka pun mengemukakan hal itu kepada Sang Buddha.

Sang Buddha menganggap persoalan itu sebagai munculnya suatu kebutuhan
dan Beliau mengajarkan Dhamma kepada kelompok yang berkumpul di sana.

Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.

::
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: williamhalim on 10 January 2011, 10:01:54 AM
satu lagi, sutta yang senada.. yakni persembahan dana yg dilakukan seorang Bhikkhu yg bermanfaat bagi makhluk di alam peta (Sy copas dari postingan Bro WE di milis SP):

CERITA PETI IBU SARIPUTTA THERA
[Sariputtattheramatupetivatthuvannana]

'Telanjang dan berpenampilan buruk engkau.'

Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan seorang peti yang dulunya ibu dari Y. M. Sariputta Thera dalam kelahiran kelima sebelumnya.

Suatu hari Y. M. Sariputta, Y. M. Mahamoggallana, Y. M. Anuruddha dan Y. M. Kappina sedang berdiam di suatu tempat di hutan yang tidak jauh dari Rajagaha. Pada saat itu di Benares ada seorang brahmana yang memiliki kekayaan besar, kesejahteraan besar, timbunan emas dan perak yang luar biasa.

Dia mau memberikan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan sebagainya kepada para petapa dan brahmana, fakir miskin, gelandangan, pelancong dan pengemis, bagaikan sumur yang memberikan air. Dia memberi kepada semua pendatang, sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan, menyimpan berbagai hadiah yang terdiri dari segala kebutuhan seperti misalnya air (untuk mencuci) kaki, (salep) untuk merawat kaki dan sebagainya, serta melayani para bhikkhu dengan baik lewat makanan dan minuman dll. untuk makan pagi mereka.

Jika pergi ke tempat lain, dia akan berkata kepada istrinya, 'Sayang, tolong lanjutkan dengan saksama pemberian dana seperti yang telah saya atur. Jangan sampai berkurang.' 'Baiklah', istrinya setuju.

Tetapi ketika suaminya pergi, dia tidak lagi memberikan dana yang telah diatur untuk para bhikkhu. Kepada para pelancong yang mencari tempat tinggal, dia akan menunjukkan gudang tua yang telah tidak terpakai di belakang rumah dan mengatakan, 'Kalian bisa tinggal di sini'. Jika para pelancong datang untuk mencari makanan, minuman dan sebagainya, dia akan berkata, 'Makan saja kotoran; minum saja air kencing, minum saja darah; makan saja otak ibumu!'.

Dan dia mengutuk mereka dengan kata-kata yang kotor dan menjijikkan.

Ketika tiba waktu kematiannya, dia terseret oleh kekuatan tindakannya dan terlahir di kandungan-peta dan menjalani kesengsaraan sesuai dengan perilaku buruknya dalam ucapan.

Mengingat hubungan mereka di dalam kelahiran dahulu dan karena ingin menemui Y. M. Sariputta, peti tersebut pergi ke vihara Y. M. Sariputta, tetapi para-devata (penjaga) vihara itu tidak mengizinkannya masuk ke vihara. Dikatakan bahwa dulunya dia adalah ibu dari Thera tersebut di dalam kelahiran kelima sebelumnya.

Oleh karenanya dia berkata, 'Di dalam kelahiran kelima sebelum ini, saya adalah ibu dari Sariputta yang mulia; tolong izinkanlah saya masuk melalui gerbang untuk menemui Thera Sariputta.'

Ketika mendengar hal ini, para devata tersebut memberikan izin.

Setelah masuk, dia berdiri di ujung tempat-berjalan dan menampakkan diri kepada Thera tersebut. Ketika Thera itu melihatnya, hatinya tergugah oleh welas asih dan beliau bertanya dengan syair:

1. 'Telanjang dan berpenampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol.
Engkau yang kurus, dengan tulang iga yang menonjol keluar, siapakah engkau, engkau yang berdiri di sana ?'

2. Ditanya oleh Thera Sariputta, peti itu menyampaikan lima syair ini sebagai jawabannya:

3. 'Dahulu saya adalah ibumu sendiri di dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya,
tetapi saya sekarang terlahir di alam peta, dikuasai oleh rasa lapar dan haus.

4. Muntahan, dahak, ludah, ingus, lendir, lemak dari makhluk
yang sedang dibakar dan darah wanita yang melahirkan,

5. Dan darah dari luka dan dari hidung serta itu dari kepala yang remuk –
dikuasai oleh rasa lapar saya makan apa yang melekat pada pria dan wanita.

6. Saya makan nanah serta darah ternak dan manusia;
saya tidak punya tempat berteduh dan tidak punya rumah, beristirahat di ranjang yang hitam.

7. Berikanlah, Nak, suatu pemberian demi saya dan setelah engkau memberikannya,
tujukanlah jasa itu kepadaku
– dengan demikian saya pasti akan terbebas dari makan nanah dan darah.'


8. 'Setelah mendengar apa yang ingin dikatakan oleh ibunya, Upatissa -yang memiliki belas kasihan-,
berunding dengan Moggallana, Anuruddha dan Kappina.

9. Dia membangun empat gubuk dan memberikan gubuk-gubuk beserta
makanan dan minuman itu kepada Sangha dari empat penjuru
dan kemudian mempersembahkan dana itu kepada ibunya.


10. Begitu dia mempersembahkan ini, hasilnya langsung muncul,
makanan, minuman dan pakaian sebagai buah dari dana ini.


11. Setelah itu dia menjadi murni,
terbungkus pakaian yang bersih dan segar, mengenakan pakaian yang lebih halus daripada pakaian Kasi.

Dan, dengan berhiaskan berbagai pakaian dan perhiasan, dia mendatangi Kolita.'

12. 'Engkau yang berdiri dengan kecantikan yang memukau,
wahai devata, menyinari segala penjuru bagaikan Bintang Penyembuh,

13. Disebabkan oleh apakah kecantikanmu yang seperti itu?
Disebabkan oleh apakah hal ini bisa tercapai olehmu di sini
sehingga muncul kenikmatan-kenikmatan apa pun yang menyenangkan hatimu?

14. Saya bertanya kepadamu, devi nan amat agung,
tindakan-tindakan berjasa apakah yang telah engkau lakukan
ketika engkau sebagai manusia dulu? Disebabkan oleh karena apakah
keagunganmu yang bersinar sedemikian ini
dan kecantikanmu yang memancar ke segala penjuru?"
Dia kemudian menjawab dengan mengatakan, 'Saya adalah ibu dari Sariputta'dan seterusnya.

Yang lain sama artinya dengan yang telah disebutkan.

Kemudian Y. M. Mahamoggallana Thera mengajukan persoalan tersebut kepada
Sang Buddha.

Sang Buddha menganggap persoalan tersebut sebagai suatu kebutuhan yang
muncul dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana.

Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.

::
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 12 January 2011, 02:56:55 PM
so many things to kejar lor...  [at] WL: itu kekna dari atthakatha bukan dari sutta nya
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: williamhalim on 12 January 2011, 03:07:10 PM
yah.. atthakatha lagi yah..

asumsi saya:
Sepertinya 'pelimpahan jasa' ini memang tradisi lokal yg telah ada yg kemudian praktiknya disesuaikan dengan Ajaran Buddhisme (atau dicari2 penjelasan secara Buddhisme) seiring dengan berbaurnya agama buddha dgn budaya setempat tsb?

Belakangan berkembang pula penjelasan2 yg diusahakan logis, meskipun begitu, jika dicari sumber sutta yg benar2 merujuk ke praktik "pelimpahan jasa baik untuk makhluk peta" ini, ternyata tidak ditemukan yah...

::
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: tesla on 12 January 2011, 03:52:32 PM
sederhananya karena kontradiksi dg basis buddhism, setiap mahkluk adalah pewaris karmanya masing2.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Peacemind on 12 January 2011, 06:36:28 PM
bisa minta sutanya Samanera? ;D

_/\_

Dalam Chaṭṭhasangayana, nama suttanya adalah Asibandhakaputtasutta, namun dalam PTS Pacchabhūmikasuttta dan bisa dilihat di link ini http://awake.kiev.ua/dhamma/tipitaka/2Sutta-Pitaka/3Samyutta-Nikaya/Samyutta4/41-Gamini-Samyutta/01-Gamanivaggo-e.html
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Peacemind on 12 January 2011, 06:53:15 PM
Saya barusan mengecek Nandamātasutta, Aṅguttaranikāya. Sutta ini mencatat satu kalimat 'Yadidaṃ, bhante, dāne  puññañca
puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū”ti" yang bisa diartikan, "O, Bhante, apapun kebajikan dalam dana ini, semoga memberikan kebahagiaan kepada Vessavaṇa, Sang Maha Raja". Kitab komentar mengacu pernyataan demikian sebagai pelimpahan jasa (pattidana).

Mungkin juga bisa dipertimbangkan mengenai salah satu tugas seorang anak terhadap orangtua dalam Sigalovādasutta - petānaṃ kālaṅkatānaṃ  dakkhiṇaṃ anuppadassāmi - Saya akan memberikan persembahan kepada keluarga yang telah meninggal dunia. Seringkali kalimat ini dimaksudkan sebagai tugas seorang anak untuk memberikan pelimpahan jasa kepada orangtua yang telah meninggal.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 12 January 2011, 07:39:58 PM
Dalam Chaṭṭhasangayana, nama suttanya adalah Asibandhakaputtasutta, namun dalam PTS Pacchabhūmikasuttta dan bisa dilihat di link ini http://awake.kiev.ua/dhamma/tipitaka/2Sutta-Pitaka/3Samyutta-Nikaya/Samyutta4/41-Gamini-Samyutta/01-Gamanivaggo-e.html
ga ada yang bahasa ingris atau indo nya ya samanera?

_/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Peacemind on 12 January 2011, 09:02:40 PM
ga ada yang bahasa ingris atau indo nya ya samanera?

_/\_

Khan yang di link itu pake bahasa Inggris.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 12 January 2011, 11:12:17 PM
Khan yang di link itu pake bahasa Inggris.
maaf samanera, tadi ga menuju TKP, kirain bahasa pali :P :)
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: fabian c on 13 January 2011, 07:11:01 AM
so many things to kejar lor...  [at] WL: itu kekna dari atthakatha bukan dari sutta nya

Pettavatthu yang dimuat di SP adalah termasuk Sutta Pitaka bro... Itu adalah bagian dari Kudhaka Nikaya, bukan atthakata.
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/petavatthu-2/
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 13 January 2011, 07:42:32 AM
Pettavatthu yang dimuat di SP adalah termasuk Sutta Pitaka bro... Itu adalah bagian dari Kudhaka Nikaya, bukan atthakata.
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/petavatthu-2/
bukan bro, itu adalah dari kitab komentar karangan dari dhammapala. dah di cros cek ke pettavatthu pali, isinya beda.
jadi di SP itu salah masukin, komentar ke dalam tipitaka
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: fabian c on 13 January 2011, 06:30:43 PM
bukan bro, itu adalah dari kitab komentar karangan dari dhammapala. dah di cros cek ke pettavatthu pali, isinya beda.
jadi di SP itu salah masukin, komentar ke dalam tipitaka

Coba perhatikan lagi bro... Atthakata dan aslinya disertakan dalam artikel Petavatthu SP tersebut.
Coba perhatikan penomorannya.... Setiap syair asli disertakan penjelasannya.

Mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 13 January 2011, 06:59:10 PM
got it. thanks
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: fabian c on 13 January 2011, 10:03:46 PM
Puji Tuhan....   ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 10:46:58 PM
wah dah ketinggalan banyak nih...

baru aja kemarin ga online udah ketinggalan banyak sekali, perlu baca dulu, saya kemarin mendadak ada keperluan membantu teman Nun dari Singapore yang akan upasampada, besok pagi dini hari berangkat mengantar jadi lagi2 ga bisa online dulu sampai lusa.padahal topik ini menarik sekali buat saya karena menjawab apa yg menjadi keyakinan saya, terbukti ternyata ada di sutta.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 11:19:43 PM
yah.. atthakatha lagi yah..

asumsi saya:
Sepertinya 'pelimpahan jasa' ini memang tradisi lokal yg telah ada yg kemudian praktiknya disesuaikan dengan Ajaran Buddhisme (atau dicari2 penjelasan secara Buddhisme) seiring dengan berbaurnya agama buddha dgn budaya setempat tsb?

Belakangan berkembang pula penjelasan2 yg diusahakan logis, meskipun begitu, jika dicari sumber sutta yg benar2 merujuk ke praktik "pelimpahan jasa baik untuk makhluk peta" ini, ternyata tidak ditemukan yah...

::

maksudnya bro gimana? khan ada tuh suttanya....
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 11:24:59 PM
Saya barusan mengecek Nandamātasutta, Aṅguttaranikāya. Sutta ini mencatat satu kalimat 'Yadidaṃ, bhante, dāne  puññañca
puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū”ti" yang bisa diartikan, "O, Bhante, apapun kebajikan dalam dana ini, semoga memberikan kebahagiaan kepada Vessavaṇa, Sang Maha Raja". Kitab komentar mengacu pernyataan demikian sebagai pelimpahan jasa (pattidana).

Mungkin juga bisa dipertimbangkan mengenai salah satu tugas seorang anak terhadap orangtua dalam Sigalovādasutta - petānaṃ kālaṅkatānaṃ  dakkhiṇaṃ anuppadassāmi - Saya akan memberikan persembahan kepada keluarga yang telah meninggal dunia. Seringkali kalimat ini dimaksudkan sebagai tugas seorang anak untuk memberikan pelimpahan jasa kepada orangtua yang telah meninggal.

jadi bener dah, dah kejawab di sutta Sigalovada, dimanapun mediang berada, sudah menjadi tugas keluarga utk melakukan pelimpahan jasa bagi mediang, dan itu akan menolong mediang.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 13 January 2011, 11:27:23 PM

Khan yang di link itu pake bahasa Inggris.

maaf samanera, tadi ga menuju TKP, kirain bahasa pali :P :)

ga ada yg ngejar kok bro...ga usah tergesa2... ;D ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: williamhalim on 14 January 2011, 07:47:31 AM
maksudnya bro gimana? khan ada tuh suttanya....

tadinya sy post rujukan 'pelimpahan jasa baik ke alam peta' ini seperti yg dpt dilihat di post #100 dan #101. Bro Medho mengatakan itu dari atthakatha, barusan lagi di konfirmasi oleh Bro. Fabian bahwa itu memang benar Sutta.

Jadi, mulai kelihatan bahwa memang ada ceceran Sutta yg menjelaskan Pelimpahan Jasa Baik ini.. mari kita diskusikan lebih lanjut..

 _/\_

::
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 14 January 2011, 08:10:16 AM
nah apakah pelimpahan jasa tidak berbenturan dengan sutta ini ? ;D

(6) Pacchabhūmiko - Looking Westward

1. At one time the Blessed One lived in Pāvārika's mango orchard in Nālandā.

2. Then Gāmaṇi the son of Asibandhaka approached the Blessed One, worshipped and sat on a side.

3. Sitting on a side Gāmaṇi the son of Asibandhaka said to the Blessed One: “Venerable sir, the Brahmins look at the west with a water pot that has a long spout, make garlands of moss, plunge into the water and attend on the fire, announcing to the dead to make them enter heaven. Venerable sir, the Blessed One is worthy, rightfully enlightened and could make possible for all to be born in good states, be born in heaven!”

4. “Therefore Gāmaṇi, I will cross question you on this and you may reply as it pleases you!”

5. “Gāmaṇi, there is a man who destroys living things, takes the not given, misbehaves sexually, tells lies, slanders, talks roughly, talks frivolously, covets, bears an angry mind and has wrong view. A large crowd get together implore, extol, with clasped hands show interest, for that man's birth in a good state, in heaven, after death. May this man after death go to a good state be born in heaven! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together, imploring, extolling and showing interest with clasped hands go to a good state, be born in heaven?”

“Venerable sir, it would not happen.”

6. “Gāmaṇi, like a man who had dumped a huge rock in a deep pond. Then a large crowd get together implore, extol and with clasped hands show interest, saying `Good huge rock come up! Good huge rock rise up to hard ground! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together imploring, extolling and with clasped hands showing interest would the huge rock rise up and come to hard ground?”

“Venerable sir, it would not happen.”

“In the same manner Gāmaṇi, to a man who destroys living things, takes the not given, misbehaves sexually, tells lies, slanders, talks roughly, talks frivolously, covets, bears an angry mind and has wrong view. However much a large crowd would get together implore, extol, with clasped hands showing interest, for his birth in a good state, in heaven, after death, he would go to decrease, to a bad state will be born in hell.

7. “Gāmaṇi, there is a man who does not, destroy living things, take the not given, misbehave sexually, tell lies, slander, talk roughly, talk frivolously, covet, bear an angry mind and has right view. A large crowd get together implore, extol, with clasped hands show interest, for that man's birth in a bad state, in hell, after death. May this man after death go to a bad state be born in hell! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together, imploring, extolling and showing interest with clasped hands would that man go to a bad state, be born in hell?”

“Venerable sir, it would not happen.”

8. “Gāmaṇi, like a man who had dumped a pot of ghee or oil in a deep pond and has broken the pot, whatever hard parts and the molasses would sink down and the ghee or oil would rise up Then a large crowd get together implore, extol and with clasped hands show interest, saying `Good ghee sink! Good oil sink! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together imploring, extolling and with clasped hands showing interest would the ghee or the oil sink?”

“Venerable sir, it would not happen.”

“In the same manner Gāmaṇi, to a man who does not, destroy living things, take the not given, misbehave sexually, tell lies, slander, talk roughly, talk frivolously, covet, bear an angry mind and has right view. However much a large crowd would get together implore, extol, with clasped hands showing interest, for his birth in a bad state, in hell, after death, he would go to increase, to a good state will be born in heaven

8. When this was said Gāmaṇi the son of Asibandhaka said: “Venerable sir, now I understand, it is like something overturned is put upright, something covered is made manifest, as though the way was shown when someone has lost his way, as though an oil lamp is lighted for the darkness, for those who have sight to see forms. In this manner the Blessed One has explained the Teaching in many ways. Now I take refuge in the Blessed One. Remember me as a lay disciple who has taken refuge until I live.”
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: dhammasiri on 14 January 2011, 09:22:56 AM
Sebenarnya ada sebuah artikle bagus berjudul "Transference of Merit" oleh Prof. Wittharacchi. Coba nanti saya cari articlenya dan saya share dengan teman-teman.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 15 January 2011, 06:20:38 PM
nah apakah pelimpahan jasa tidak berbenturan dengan sutta ini ? ;D

(6) Pacchabhūmiko - Looking Westward

1. At one time the Blessed One lived in Pāvārika's mango orchard in Nālandā.

2. Then Gāmaṇi the son of Asibandhaka approached the Blessed One, worshipped and sat on a side.

3. Sitting on a side Gāmaṇi the son of Asibandhaka said to the Blessed One: “Venerable sir, the Brahmins look at the west with a water pot that has a long spout, make garlands of moss, plunge into the water and attend on the fire, announcing to the dead to make them enter heaven. Venerable sir, the Blessed One is worthy, rightfully enlightened and could make possible for all to be born in good states, be born in heaven!”

4. “Therefore Gāmaṇi, I will cross question you on this and you may reply as it pleases you!”

5. “Gāmaṇi, there is a man who destroys living things, takes the not given, misbehaves sexually, tells lies, slanders, talks roughly, talks frivolously, covets, bears an angry mind and has wrong view. A large crowd get together implore, extol, with clasped hands show interest, for that man's birth in a good state, in heaven, after death. May this man after death go to a good state be born in heaven! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together, imploring, extolling and showing interest with clasped hands go to a good state, be born in heaven?”

“Venerable sir, it would not happen.”

6. “Gāmaṇi, like a man who had dumped a huge rock in a deep pond. Then a large crowd get together implore, extol and with clasped hands show interest, saying `Good huge rock come up! Good huge rock rise up to hard ground! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together imploring, extolling and with clasped hands showing interest would the huge rock rise up and come to hard ground?”

“Venerable sir, it would not happen.”

“In the same manner Gāmaṇi, to a man who destroys living things, takes the not given, misbehaves sexually, tells lies, slanders, talks roughly, talks frivolously, covets, bears an angry mind and has wrong view. However much a large crowd would get together implore, extol, with clasped hands showing interest, for his birth in a good state, in heaven, after death, he would go to decrease, to a bad state will be born in hell.

7. “Gāmaṇi, there is a man who does not, destroy living things, take the not given, misbehave sexually, tell lies, slander, talk roughly, talk frivolously, covet, bear an angry mind and has right view. A large crowd get together implore, extol, with clasped hands show interest, for that man's birth in a bad state, in hell, after death. May this man after death go to a bad state be born in hell! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together, imploring, extolling and showing interest with clasped hands would that man go to a bad state, be born in hell?”

“Venerable sir, it would not happen.”

8. “Gāmaṇi, like a man who had dumped a pot of ghee or oil in a deep pond and has broken the pot, whatever hard parts and the molasses would sink down and the ghee or oil would rise up Then a large crowd get together implore, extol and with clasped hands show interest, saying `Good ghee sink! Good oil sink! Gāmaṇi, on account of the large crowd getting together imploring, extolling and with clasped hands showing interest would the ghee or the oil sink?”

“Venerable sir, it would not happen.”

“In the same manner Gāmaṇi, to a man who does not, destroy living things, take the not given, misbehave sexually, tell lies, slander, talk roughly, talk frivolously, covet, bear an angry mind and has right view. However much a large crowd would get together implore, extol, with clasped hands showing interest, for his birth in a bad state, in hell, after death, he would go to increase, to a good state will be born in heaven

8. When this was said Gāmaṇi the son of Asibandhaka said: “Venerable sir, now I understand, it is like something overturned is put upright, something covered is made manifest, as though the way was shown when someone has lost his way, as though an oil lamp is lighted for the darkness, for those who have sight to see forms. In this manner the Blessed One has explained the Teaching in many ways. Now I take refuge in the Blessed One. Remember me as a lay disciple who has taken refuge until I live.”

maksud bro Ryu, bahwa di sutta tsb sang Buddha sudah menjelaskan tidak akan menolong mediang untuk rituil apapun agar dpt masuk surga. begitukah?

dan ini masalah pelimpahan jasa, bukan untuk rituil menolong mediang masuk surga, jadi beda ya bro, memang ada sutta yang ini menambah perbendaharaan, tapi pelimpahan jasa juga tetap diperlukan oleh mediang. begini ya bro, sebagai mahkluk apapun tetap membutuhkan makan, apakah dg makan lantas masuk surga? tidak kan, maka dari itu sebagai sanak keluarga mempunyai kewajiban tetap melakukan pelimpahan jasa utk mediang spt yang sudah di jelaskan dlm Sigalovada sutta. jadi beda ya bro, yang sutta nya bro ini lebih ke rites bukan ke transference merits.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: seniya on 15 January 2011, 08:07:13 PM
Quote
Sitting on a side Gāmaṇi the son of Asibandhaka said to the Blessed One: “Venerable sir, the Brahmins look at the west with a water pot that has a long spout, make garlands of moss, plunge into the water and attend on the fire, announcing to the dead to make them enter heaven. Venerable sir, the Blessed One is worthy, rightfully enlightened and could make possible for all to be born in good states, be born in heaven!”

Sebenarnya sudah jelas dari kutipan di atas bahwa sutta ini menyatakan bahwa ritual para brahmana dengan menghadap ke barat membawa perlengkapan upacara dst tidak bisa membawa orang yg meninggal terlahir kembali ke surga, bukan menentang pelimpahan jasa.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: BTY on 16 January 2011, 08:48:21 AM
Rujukan yang lain :

546. ‘‘Na matthi kammāni sayaṃkatāni, datvāpi me natthi yo ādiseyya;
Acchādanaṃ sayanamathannapānaṃ, tenamhi naggo kasirā ca vuttī’’ti. [Petavatthu 68]

There are no deeds of mine done by myself nor is there even he who,
having given, would assign to me that clothing, bed and food and drink ---
for this reason I am naked and lead a troubled life. (terjemahan PTS)

308.
‘‘Vandanaṃ dāni vajjāsi, lokanāthaṃ anuttaraṃ;
Padakkhiṇañca katvāna, ādiseyyāsi dakkhiṇaṃ’’. [Therigatha 153]

You should utter my greeting now to the unsurpassed protector of the world,
and having circumambulated him you should dedicate my gift. (terjemahan PTS)

Perihal pelimpahan jasa ini saya pernah bertanya kepada Pa-auk Sayadaw sekitar dua tahun yang lalu. Beliau menjawab bahwa pelimpahan jasa hanya efektif bagi kaum peta yang kammanya sudah mau habis. (Kamma yang membuat ia terlahir di alam peta tersebut.) [Keterangan dari saya : Dengan kata lain seperti seorang narapidana yang masa penahanannya sudah hampir habis, lantas dapat remisi, maka orang tersebut bisa langsung bebas. Tetapi kalau narapidana tersebut baru masuk penjara, dan masa penahanannya lama maka walaupun dapat remisi tidak bisa langsung bebas. Namun bagaimanapun juga hatinya gembira pada saat mendapat remisi.] CMIIW
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 16 January 2011, 11:52:38 AM
bro Kelana yg baik,

saya tadi sewaktu menjalankan tugas pagi teringat dg pertanyaan bro kelana, kata2 yang mana yg menunjukkan pelimpahan jasa (transference merits), lantas saya buka forum, kalau dilihat kalimat ini yang semestinya menunjukkan pelimpahan jasa :

"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.." (serve food to the Bhikkhu sangha and announce that is my gift, this is become my great merits)

jadi kalimat yang dilihat adalah arti seluruhnya, yaitu "dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi" announcement of gift (menyatakan persembahan), otomatis telah terjadi pelimpahan jasa, ibaratnya "Bhante ini adalah persembahan dari si A" nah sewaktu menyatakan hal demikian langsung otomatis telah terjadi pelimpahan jasa. kalimat diatas seperti itu maksudnya. mohon masukan dari yang lain.

mettacittena,

‘‘sādhu bhagini, sādhu bhaginī’’ti! ‘‘Ko paneso, bhadramukhā’’ti? ‘‘Ahaṃ te, bhagini, bhātā vessavaṇo, mahārājā’’ti. ‘‘Sādhu, bhadramukha, tena hi yo me ayaṃ dhammapariyāyo bhaṇito idaṃ te hotu ātitheyya’’nti. ‘‘Sādhu, bhagini, etañceva me hotu ātitheyyaṃ. Sveva sāriputtamoggallānappamukho bhikkhusaṅgho akatapātarāso veḷukaṇḍakaṃ āgamissati, tañca bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti


Neri  _/\_, setelah saya coba lihat beberapa rujukan, saya menangkap peristiwa di atas (yang ditebalkan) bukan bermakna pelimpahan jasa tetapi lebih kepada pemberian hadiah, tepatnya tukar menukar hadiah.
Jika saya tidak salah tangkap, kisah percakapan ini terjadi ketika Dewa Vesavana (DV) pergi dari Utara ke Selatan karena urusan tertentu dan tiba-tiba ia mendengar suara Nandamata (NM) yang melafal Parayana Vagga, kemudian terjada percakapan (ini arti kasarnya, cmiiw):
DV: Sadhu, Saudari, Sadhu, Saudari,
NM: Siapakah anda tuan?
DV:  Saudari, Saya adalah Raja Vesavana
NM: Sadhu, tuan Saya berikan dhammapariyaya ini sebagai hadiah akan kedatanganmu.
 DV: Sadhu, Saudari, inilah hadiah dari saya: Besok pagi ada sekelompok bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta and Moggallāna di Velukandaka tanpa mendapatkan makanan. Anda dapat mempersembahkan makanan kepada bhikkhu sangha. Inilah hadiah dari saya.

Nah, berdasarkan arti kisah ini saya menganggap Dewa Vesavana memberi balasan hadiah kepada Nandamata berupa pemberitahuan kedatangan bhikkhu sangha dan menasihati agar memberikan persembahan.

Jadi:
"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.."

Terdapat 2 kalimat yang berbeda karena ada tanda titik antara dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi dengan Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.

Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti. (Inilah hadiah dari saya.) Ini memberitahukan bahwa kalimat sebelumnya (pemberitahuan yang bold biru) merupakan hadiah kepada Nandamata.


Nah, baru pada kisah berikutnya: Yadidaṃ, bhante, dāne  puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū”ti" , seperti yang diterjemahkan oleh Samanera Peacemind, ada indikasi pelimpahan jasa.

Mengenai apakah pelimpahan jasa bisa kepada semua makhluk, saya ragu. Jika kita mengacu pada Nandamata Sutta, maupun Pettavatthu, saya melihat hanyalah makhluk-makhluk yang keberadaannya dekat dengan kita saja, makhluk yang tahu apa yang kita lakukan, yang bisa menerima pelimpahan jasa. Dalam Nandamata Sutta , Dewa Vesavana kebetulan lewat dan dekat di rumah Nandamata bahkan bercakap-cakap. Begitu juga dengan para peta dan peti yang konon keberadaannya disekitar kita, disudut-sudut jalan, di pojok-pojok halaman rumah, dsb. Apalagi yang disampaikan oleh Bhante BTY  _/\_ dari penjelasan Pa-auk Sayadaw, rasanya hampir menutup kemungkinan akan pelimpahan jasa bisa kepada semua makhluk. Kecuali ada sutta yang mengisahkan ada dewa lagi di surga yang tanpa mengetahui apapun tiba-tiba dapat pelimpahan jasa. (cmiiw)

 _/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: pannadevi on 16 January 2011, 01:05:09 PM
‘‘sādhu bhagini, sādhu bhaginī’’ti! ‘‘Ko paneso, bhadramukhā’’ti? ‘‘Ahaṃ te, bhagini, bhātā vessavaṇo, mahārājā’’ti. ‘‘Sādhu, bhadramukha, tena hi yo me ayaṃ dhammapariyāyo bhaṇito idaṃ te hotu ātitheyya’’nti. ‘‘Sādhu, bhagini, etañceva me hotu ātitheyyaṃ. Sveva sāriputtamoggallānappamukho bhikkhusaṅgho akatapātarāso veḷukaṇḍakaṃ āgamissati, tañca bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti


Neri  _/\_, setelah saya coba lihat beberapa rujukan, saya menangkap peristiwa di atas (yang ditebalkan) bukan bermakna pelimpahan jasa tetapi lebih kepada pemberian hadiah, tepatnya tukar menukar hadiah.
Jika saya tidak salah tangkap, kisah percakapan ini terjadi ketika Dewa Vesavana (DV) pergi dari Utara ke Selatan karena urusan tertentu dan tiba-tiba ia mendengar suara Nandamata (NM) yang melafal Parayana Vagga, kemudian terjada percakapan (ini arti kasarnya, cmiiw):
DV: Sadhu, Saudari, Sadhu, Saudari,
NM: Siapakah anda tuan?
DV:  Saudari, Saya adalah Raja Vesavana
NM: Sadhu, tuan Saya berikan dhammapariyaya ini sebagai hadiah akan kedatanganmu.
 DV: Sadhu, Saudari, inilah hadiah dari saya: Besok pagi ada sekelompok bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta and Moggallāna di Velukandaka tanpa mendapatkan makanan. Anda dapat mempersembahkan makanan kepada bhikkhu sangha. Inilah hadiah dari saya.

Nah, berdasarkan arti kisah ini saya menganggap Dewa Vesavana memberi balasan hadiah kepada Nandamata berupa pemberitahuan kedatangan bhikkhu sangha dan menasihati agar memberikan persembahan.

Jadi:
"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi. Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.."

Terdapat 2 kalimat yang berbeda karena ada tanda titik antara dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi dengan Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti.

Etañceva me bhavissati ātitheyya’’nti. (Inilah hadiah dari saya.) Ini memberitahukan bahwa kalimat sebelumnya (pemberitahuan yang bold biru) merupakan hadiah kepada Nandamata.


Nah, baru pada kisah berikutnya: Yadidaṃ, bhante, dāne  puññañca puññamahī ca taṃ vessavaṇassa mahārājassa sukhāya hotū”ti" , seperti yang diterjemahkan oleh Samanera Peacemind, ada indikasi pelimpahan jasa.

Mengenai apakah pelimpahan jasa bisa kepada semua makhluk, saya ragu. Jika kita mengacu pada Nandamata Sutta, maupun Pettavatthu, saya melihat hanyalah makhluk-makhluk yang keberadaannya dekat dengan kita saja, makhluk yang tahu apa yang kita lakukan, yang bisa menerima pelimpahan jasa. Dalam Nandamata Sutta , Dewa Vesavana kebetulan lewat dan dekat di rumah Nandamata bahkan bercakap-cakap. Begitu juga dengan para peta dan peti yang konon keberadaannya disekitar kita, disudut-sudut jalan, di pojok-pojok halaman rumah, dsb. Apalagi yang disampaikan oleh Bhante BTY  _/\_ dari penjelasan Pa-auk Sayadaw, rasanya hampir menutup kemungkinan akan pelimpahan jasa bisa kepada semua makhluk. Kecuali ada sutta yang mengisahkan ada dewa lagi di surga yang tanpa mengetahui apapun tiba-tiba dapat pelimpahan jasa. (cmiiw)

 _/\_


thanks bro...berarti saya salah mengartikan nih...dengan ini sy koreksi postingan yg kemarin, terjemahan bro kelana yg benar.

ttg pelimpahan jasa utk semua mahkluk memang masih belum ketemu ya rujukannya ? hanya utk kaum petta, ok deh itu sementara ditampung, smg ada yg lain yg bisa kasih masukan kalo bisa utk semua alam, kita tunggu yg lain kasih masukan deh.

sory ya bro, sy mo kerjakan paper dulu....maklum udah nenek2....ga canggih lagi...

semoga bro kelana selalu semakin meningkat dlm dhamma.

mettacittena,
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: seniya on 16 January 2011, 02:04:31 PM
Bagaimana dengan pelimpahan jasa kepada para dewa yang disebutkan dalam Mahaparinibbana Sutta:

Sumber dari SP menyebutkan:

Quote
Demikianlah, Sang Bhagava mengutarakan rasa terima kasihnya dengan syair sebagai berikut :

“Di manapun ia berdiam, seorang yang bijaksana selalu melaksanakan kesucian serta kebajikan, dengan sikapnya ini ia membuat berkah jasanya telah mengikutsertakan para dewa setempat dan dengan penghormatan mereka yang meriah, sebaiknya mereka memberi anugrah dengan berkah dengan rahmat dan cinta kasih bagaikan seorang ibu bersikap terhadap putranya sendiri yang tunggal, demikianlah mereka menikmati rahmat para dewa dan ia mendapat banyak keberuntungan.”

Dari accesstoinsight:

Quote
And the Blessed One thanked them with these stanzas:
Wherever he may dwell, the prudent man
Ministers to the chaste and virtuous;
And having to these worthy ones made gifts,
He shares his merits with the local devas.

And so revered, they honor him in turn,
Are gracious to him even as a mother
Is towards her own, her only son;
And he who thus enjoys the devas' grace,
And is by them beloved, good fortune sees.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: seniya on 16 January 2011, 06:06:05 PM
Kalau rujukan dari Sutra Mahayana valid gak?????
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 16 January 2011, 08:00:50 PM
semoga bro kelana selalu semakin meningkat dlm dhamma.

mettacittena,

Sadhu!
Terima kasih Neri. Semoga harapan-harapan Neri terwujud _/\_

Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 16 January 2011, 08:05:56 PM
Bagaimana dengan pelimpahan jasa kepada para dewa yang disebutkan dalam Mahaparinibbana Sutta:

Sumber dari SP menyebutkan:

Dari accesstoinsight:


Nanti saya cek dulu, tapi tidak bisa dijanjikan cepat karena waktu yang terbatas

Quote
Kalau rujukan dari Sutra Mahayana valid gak?????

Memungkinkan, tapi perlu dilihat dulu. Hanya saja TS minta rujukannya dari Tipitaka
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 17 January 2011, 09:33:33 PM
Bagaimana dengan pelimpahan jasa kepada para dewa yang disebutkan dalam Mahaparinibbana Sutta:

Sumber dari SP menyebutkan:

Dari accesstoinsight:


Quote
Demikianlah, Sang Bhagava mengutarakan rasa terima kasihnya dengan syair sebagai berikut :

“Di manapun ia berdiam, seorang yang bijaksana selalu melaksanakan kesucian serta kebajikan, dengan sikapnya ini ia membuat berkah jasanya telah mengikutsertakan para dewa setempat dan dengan penghormatan mereka yang meriah, sebaiknya mereka memberi anugrah dengan berkah dengan rahmat dan cinta kasih bagaikan seorang ibu bersikap terhadap putranya sendiri yang tunggal, demikianlah mereka menikmati rahmat para dewa dan ia mendapat banyak keberuntungan.”
– SP

Quote
Waktu itulah Sang Bhagava mengucapkan syair seperti berikut;
“Di mana pun ia berada, orang yang bijaksana
Melayani mereka yang hidup suci dan bajik;
Dan, setelah memberi dana kepada yang layak menerimanya,
Membagi jasanya dengan para dewa setempat;
Dihormati seperti ini, para dewa akan membalas melindunginya,
Dan akan mencintainya seperti seorang ibu
mencintai anak tunggalnya;
Dan siapapun yang disenangi para dewa
Dan dicintai oleh mereka akan mendapat rezeki yang besar”
– Riwayat Hidup Buddha Gotama, Pandita. S. Widyadharma.

Pertama, ada kata yang salah (kurang 1 huruf) dalam terjemahan Indonesia versi SP , yaitu yang dibold. Seharusnya kata yang digunakan adalah ‘sebaliknya’ bukan ‘sebaiknya’.

Kedua, kita bisa lihat bahwa beda orang, beda bahasa, beda juga makna yang terkandung dalam syair tersebut.

Untuk sementara, menurut saya, (cmiiw) berdasarkan cuplikan bahasa Indonesianya di atas bukan pelimpahan jasa, tapi lebih kepada dampak atau efek dari melaksanakan sila yang dirasakan juga oleh dewa yang ada disekitar orang tersebut. Kalau pelimpahan jasa ada niat untuk memberikan, sedangkan ini tidak. Secara amatir, saya tidak melihat kata ‘punna’ dalam teks Palinya. Berikut teksnya:

Digha Nikaya 15 Mahaparinibbana Sutta”

‘‘Yasmiṃ padese kappeti, vāsaṃ paṇḍitajātiyo;
Sīlavantettha bhojetvā, saññate brahmacārayo
‘‘Yā tattha devatā āsuṃ, tāsaṃ dakkhiṇamādise;
Tā pūjitā pūjayanti, mānitā mānayanti naṃ.
‘‘Tato naṃ anukampanti, mātā puttaṃva orasaṃ;
Devatānukampito poso, sadā bhadrāni passatī’’ti.

Itu saja untuk sementara, kita tunggu para ahlinya.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: seniya on 17 January 2011, 09:51:31 PM
Ok. thx.... Tapi kok gak ada tombol Thank you nya....
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Dhamma Sukkha on 17 January 2011, 11:27:25 PM
Yg berikut ini agak berbeda pandangan dengan mainstream, jadi harap dilanjutkan dengan berpikiran kritis :)

Soal "pelimpahan jasa" itu saya tidak menemukannya di Tipitaka sama sekali. Adanya juga persembahan makanan bagi mahluk alam peta di tirokuddasutta. Ini sudah jadi pertanyaan bagi saya cukup lama.

Soal "pelimpahan jasa" itu adalah ada di kitab komentar dari kitab petavatthu belakangan yg ditulis oleh Dhammapala pada abad ke 6 (http://dhct.org/d321). Disana cerita itu baru muncul, yg menurut saya agak beda esensi dengan tirokudda sutta-nya. Dalam Tirokudda suttanya menekankan pada persembahan makanan dan tidak ada pelimpahan jasa. Dalam keadaan dimana ada perbedaan antara mula (tipitaka) dan atthakattha tentu tipitaka mendapatkan prioritas lebih tinggi yg dianggap lebih benar. Karena ini pula jadi makin penasaran koq beda dan nda nyambung. Komentar yg dibuat bertujuan untuk menjelaskan koq malah berbeda.

Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.

Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

Terlepas dari itu, tentu perbuatan baiknya tetap akan membuahkan hasil. Itu tidak diragukan lagi. Mungkin ada yg berpendapat yah dilakukan saja, tidak usah pusing, tapi kebetulan saya pas memang sedang terpusingkan akan rujukannya dan sekadar main logika bahwa ini mungkin bukan penyelesaian dalam studi sutta.

bagaimana pendapat rekan2? Mohon dikoreksi. Atau ada yg punya rujukannya dari tipitaka yg mungkin saya terlewat? thanks.

w punya rujukan ratana sutta,

Duhai para makhluk perhatikanlah apa yg telah disabdakann...
sayangilah manusia bagai kau menyayangi dirimu, perlakukanlah umat manusia dgn cinta kasih, lindungilah mereka dengan tekunn, sebagaimana mereka menyajikan persembahan kepadamuu, mungkin teorinya begini pii...
Sang Buddha ngajarin kita semua baca ratana sutta ketika manusia diserang penyakit, kemungkinan penyakit itu adalah kamma buruk kita yg berbuahh, plus hutang budi kita ma makhluk lain yg pernah kita bunuh ato siksa, mereka balas dendam, dan menghantui manusia, alias mengharapkan sang pemilik kamma celaka sama seperti mereka yg terlahir di petavatthu dan makhluk neraka lainnyaa...

tetapi makhluk2 ini tdk akan mengganggu makhluk yg melimpahkan jasa kebajikan(timbunan kamma baik) kepada semua makhluk seperti dalam paritta pattidana... \\;D/\\;D/\\;D/
semoga semua makhluk berbahagia dan tenteram, ayah ibu, dan para leluhur hidup dalam damai...
jasa kebajikan seseorg dapat melimpah pada sanak keluarga maupun makhluk halus lainnya, dan bila dilimpahkan kepada semua makhluk tanpa pandang batasan, maka terjadilah karaniyametta sutta, makhluk2 di alam mana pun akan berterimakasih pada kita yg telah bermudita cittena atas jasa kebajikan kita maupun niat tulus batin kitaa, dgn cara itulah pelimpahan jasa dilakukan,

klo pelimpahan jasa para bhante itu pattanumodana,
semoga segala berkah(MANGALA SUTTA) ada pada anda, menjadi milik anda, semoga sehat walafiat, rupawan, cantik jelita, tampan, kaya dan berkah2 lainnyaa... \;D/\;D/\;D/\;D/\;D/

Begitulahh... \:D/\;D/\;D/\;D/

begitulah cara yg dilakukan oleh mereka yg patuh pada orang tua, begitulah cara yg diajarkan Sang Bhagava kepada pemuda Sigala, cara menghormati keempat arah(Brahma vihara) yg benar, dgn menjaga harta warisan dan nama baik para leluhurr.... ;D ;D ;D

dan begitu pulalah cara nenekku menghormati para leluhur, dgn cara memasak yg lezat2 seperti motong ayam yg baru dipotong utk dipersembahkan kepada para leluhur, dan menurut paramita devi yg bisa melihat makhluk halus, cara ini diterima oleh makhluk2 halus tersebut... \;)/

begitu pulalah para leluhur kita yg terlahir di alam2 neraka lainnya, avici, asura, gandhabbha, yakkha... dkk... \;D/\;D/\;D/

Inilah cara kita menolong merekaa... \:D/

dgn cara menghormati apa yg dipersembahkan(makanan siap saji) kepada kita, dgn menghabiskan semua makanan tanpa tersisa sebutir nasi punn... ;D ;D ;D

nenekku tipe wanita tua yg suka mempersembahkan makanan kepada para leluhur, dan nenekku waktu masih muda merupakan menantu yg amat berbakti kepada kedua orang tuaa, setiap kali w jelasin soal bakar membakar gincua, pasti ianya ngomel2...
ngomong2 hal ini sebenarnya hal yg lumrahh, nenekku klo sembahyang leluhur itu, tulusnya minta ampunn, apa2 musti yg bagus... baru dipersembahkan kepada leluhur, inilah cara org tua jaman dulu menghormati leluhurnya, hal ini sebenarnya tdk patut kita larang, hal ini hanya kekurangpahaman nenekku tujuan membakar gincua ituu... jadinya terjebak ke dalam pandangan salah dehh... makanya belum sottapana... :P :P :P V

nenekku pernah bilang, klo ia meninggal kelak, mayatnya gak usah disembahyangi tak apaa, ngomong2 kasian juga lhoo... pasti dari lubuk batinnya yg amat dalam dirinya pun tdk ingin dilupakan begitu sajaa oleh anak cucunyaa.... ;D ;D ;D ;D

leluhur kita pun tentunya tdk ingin dilupakann, begitu juga anda kelak, hanya jasa kebajikanlah yg tertinggal ketika kita meninggal duniaa...

spt pribahasa, gajah meninggalkan gadingnya, harimau kulitnya, manusia, jasa kebajikannya pada masyarakat... _/\_

JADIII, JANGANLAH KITA MENJADI SOMBONG AKAN HARTA KEKAYAAN KITA ATAUPUN MILIK ORTU KITA, Krn itu semua hanyalah, kumpulan kamma baik kita yg sedang berbuahh... \;D/\;D/\;D/

dalam byknya kehidupan kita, pastinya ada beberapa keluarga kita/ayah ibu kita di masa lampau yg pernah menjadi makhluk peta, asura, atopun di avici, kita menolong mereka dgn cara berdana menggunakan niat pelimpahan jasa kepada para mantan ayah dan ibu kitaa... begitulah cara menghormati para leluhur dgn mendengarkan ataupun mematuhi nasihat merekaa, semua nasihat mereka demi kebajikan kita di masa yg akan datangg... ;D ;D ;D
JADII, DENGARKANLAH APA YG DISABDAKAN OLEH AYAH DAN IBUMU...

w ada nonton dikit film di daai tv, melodi kehidupan, istri si cowonya patuh banget ma ortunya, hingga pada akhirnya ia bahagia bersama pasangan hidup yg disetujui ibunyaa...

itu manfaat patuh ma orang tua lhoo... ;D ;D ;D


:lotus: INGATTTT!! INGATTTTTTT!!! PAY ATTENTION!!!! BESOK HARI UPOSATHAA!!!! YUK ATTHASILA BARENG YUKK!!! \;D/\;D/\;D/ :lotus:

MUDITA CITTENA,
CITTO 8) _/\_
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: BTY on 19 January 2011, 10:51:52 PM
Bhante BTY  dari penjelasan Pa-auk Sayadaw, rasanya hampir menutup kemungkinan akan pelimpahan jasa bisa kepada semua makhluk. Kecuali ada sutta yang mengisahkan ada dewa lagi di surga yang tanpa mengetahui apapun tiba-tiba dapat pelimpahan jasa. (cmiiw) [Maaf, Kelana, saya tak tahu cara mengutip]

Mari kita tengok syair ini:
‘‘Yasmiṃ padese kappeti, vāsaṃ paṇḍitajātiyo;
Sīlavantettha bhojetvā, saññate brahmacārayo
‘‘Yā tattha devatā āsuṃ, tāsaṃ dakkhiṇamādise;
Tā pūjitā pūjayanti, mānitā mānayanti naṃ.
‘‘Tato naṃ anukampanti, mātā puttaṃva orasaṃ;
Devatānukampito poso, sadā bhadrāni passatī’’ti. [Digha Nikaya 15 Mahaparinibbana Sutta]

Terutama baris ini :
‘‘Yā tattha devatā āsuṃ, tāsaṃ dakkhiṇam ādise;
And give the merit of his gifts to the deities who haunt the spot. (PTS)
And having to these worthy ones made gifts,
He shares his merits with the local devas. (Sister Vajira & Francis Story)

yang/ di sana/ para dewata/ berada, kepada mereka/ hadiah persembahan/ didedikasikan.
Hadiah persembahan didedikasikan kepada mereka, para dewata yang ada di sana.

Jadi, kita bisa melihat bahwa pelimpahan jasa juga bisa dilakukan terhadap para dewa. Cuma menurut hemat saya (CMIIW) efeknya tidak sebesar terhadap peta yang kammanya (lebih tepat vipaka-nya) sudah hampir habis ---- yakni dari suatu makhluk yang sengsara menjadi makhluk yang hidup bahagia. Mungkin hanya sekadar membuat mereka gembira saja bahwa ada orang yang memancarkan niat baik terhadap mereka atau ada orang yang sedang memancarkan ‘getaran-getaran’ yang positif. Mereka sudah hidup bahagia, mau lebih bagus bagaimana lagi?

Terhadap makhluk yang berada di alam binatang, neraka, manusia dan dewa, kalau energi pelimpahan jasa bisa diibaratkan sebagai energi eksitasi dari suatu elektron untuk pindah orbit, maka energi pelimpahan jasa ini mungkin (CMIIW) tidak cukup besar untuk membuat mereka pindah orbit/alam, kalaupun mereka mengetahui adanya pelimpahan jasa ini. Karena salah satu syarat terjadinya efek ‘pelimpahan jasa’ adalah makhluk yang didedikasikan mengetahuinya (baik secara langsung maupun secara tidak langsung misalnya diberitahu makhluk yang lain).

Kalau saya tidak salah ingat, dalam kata pengantar Petavatthu (terbitan PTS), disebutkan bahwa ada peta yang setelah menerima pelimpahan jasa tidak pindah alam alias tidak meninggal, hanya berubah dari kondisi yang sengsara menjadi bahagia saja. (CMIIW, saya tak bisa mengecek kembali, karena saat ini sedang berada di luar kota.)

Tidak semua dewa tinggal di awang-awang, ada sejumlah dewa yang tinggal di permukaan bumi. Yang tinggal di awang-awang pun kadang melalui sejumlah cara dapat mengetahui apa yang terjadi di bumi. CMIIW
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 19 January 2011, 10:57:02 PM
mendingan pelimpahan jasa ke mahluk PETA yang kelihatan (pengemis/yang bener2 membutuhkan) daripada mengawang2 yang hanya KATANYA ;D
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: BTY on 19 January 2011, 11:00:24 PM
"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi.

Sanggha bhikkhu/ setelah melayani/ kepada saya/ hadiah persembahan/ dedikasikanlah

Setelah melayani bhikkhusaṅgha, dedikasikanlah hadiah persembahan (tersebut) kepada saya. CMIIW
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 20 January 2011, 06:45:17 AM
waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?


oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 20 January 2011, 06:59:07 AM
"thank you", restored
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: hendrako on 20 January 2011, 07:22:21 AM
mendingan pelimpahan jasa ke mahluk PETA yang kelihatan (pengemis/yang bener2 membutuhkan) daripada mengawang2 yang hanya KATANYA ;D

Keknya mending gini deh:
Membantu yang membutuhkan
trus jasanya dilimpahkan.
Efeknya ganda.

Lagipula tindakan pelimpahan itu sendiri mestinya tindakan berjasa juga,
berati bisa dilimpahin lagi juga tuh....
berati gak abis2 dong ye..... dilimpahin aja trus....

Satu perbuatan baik + pelimpahan = efeknya ruar biasa.... 8)
Kalo ternyata gak bener ...toh tetap suatu perbuatan dengan niat baik.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: williamhalim on 20 January 2011, 07:42:15 AM
waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?

Ya, jadi ada 3 kategori, apa yg selama ini kita sebut 'pelimpahan jasa'.
1. persembahan makanan
~ contohnya: persembahan kue dan makanan (belakangan berkembang ke parabola, mobil , bahkan rumah dan uang neraka)
2. transfer jasa baik
~ ini masih diperdebatkan krn tdk sesuai dgn 'kamma yg tdk bisa ditransfer, milik sendiri'
3. ...... Bro Sumedho menulis 'turut bersenang'. Maksudnya yg turut bersenang, adalah makhluk di alam lain bukan? Yaitu: kita melakukan hal2 baik atas nama si makhluk peta, dgn harapan si makhluk peta ikut berbahagia yg pada akhirnya mengkondisikan kamma baik pikirannya? Klu ya begini, kita sebut saja: Penkondisian/pengaspirasian kebahagiaan.

Quote
oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))

Loe aja nanya, palagi kite...
tapi, tuh udah ada lagi...

::
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 20 January 2011, 07:17:00 PM
waduh, dah kelewatan jauh

kalau saya lihat, sepertinya ada 3 jenis disini.

1. offering to the dead, persembahan makanan. ini dikatakan dalam janussonin sutta hanya dalam alam peta.
2. pelimpahan jasa/transference of merit. dimana transfer hasil perbuatan baik bisa kepada siapapun.
3. model karunacittena, turut bersenang, ini bisa kesiapa saja asal mereka tahu.

bukan begitu?


oh iya, tombol thank you di topik ini koq hilang yah :))

Khusus no.2, yang saya tangkap, menurut penjelasan Bhante BTY dan indikasi dalam sutta yang ada (cmiiw), hanya makhluk yang dekat, mendengar langsung ataupun tidak langsung pelimpahan jasa untuknya yang bisa menerima pelimpahan jasa. Jadi dalam konteks keberadaan syarat ini maka tidak semua makhluk bisa menerima pelimpahan jasa karena ada makhluk yang jauh keberadaanya dari kita.(cmiiw)
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Sumedho on 20 January 2011, 09:15:38 PM
kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234) -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Kelana on 20 January 2011, 09:47:28 PM
kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234) -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

Mungkin karena sebelumnya sudah diketahui oleh Dewa Vessavaṇa sendiri , bahkan berkesan Dewa Vessavaṇa memintanya jika kita mengacu pada terjemahan Bhante BTY berikut:

"....bhikkhusaṅghaṃ parivisitvā mama dakkhiṇaṃ ādiseyyāsi.

Sanggha bhikkhu/ setelah melayani/ kepada saya/ hadiah persembahan/ dedikasikanlah

Setelah melayani bhikkhusaṅgha, dedikasikanlah hadiah persembahan (tersebut) kepada saya.


Quote
tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm

Dalam terjemahan yang diberikan oleh Sdr. Ryu memang ada tambahan tulisan vagga, sedangkan versi Pali-nya tidak ada kata 'vagga'-nya, jadi saya pribadi tidak tahu persis kata 'Parayana' ini mengacu pada apa. Berikut kutipannya:

Assosi kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya pārāyanaṃ sarena bhāsantiyā, sutvā kathāpariyosānaṃ āgamayamāno aṭṭhāsi.

Atha kho nandamātā upāsikā pārāyanaṃ sarena bhāsitvā tuṇhī ahosi. Atha kho vessavaṇo mahārājā nandamātāya upāsikāya kathāpariyosānaṃ viditvā abbhānumodi

Apakah kata yang dibold adalah kata yang berarti sama atau bukan, saya agak bingung :-[
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 21 January 2011, 07:00:54 AM
kekna dalam http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19154.msg316234#msg316234) -> nandamata sutta itu tidak ada di dekat sana ketika pelimpahan itu dilakukan.

tapi kalau kita lihat lebih jauh, koq ada singgung Parayana Vagga, apakah pembagiaan vagga itu sudah ada dijaman Sang Buddha? hmmmm
The Parayana Vagga
The Chapter on the Way to the Far Shore
by
Thanissaro Bhikkhu
© 1997–2011
Sixteen brahman ascetics — students of a teacher named Bavari — approach the Buddha with questions on the goal of his teaching and how to attain it. From their questions, it is obvious that some of them, at least, are quite advanced in their meditation practice. Tradition tells us that the first fifteen of the ascetics attained arahantship immediately after the Buddha answered their questions. As for the sixteenth — Pingiya — the Cula Niddesa tells us that, after his questions were answered, he attained the Dhamma Eye, a term that usually means stream-entry. The commentary to the Cula Niddesa, however, interprets it as meaning that he became a non-returner.

A recurrent image in these dialogues is of life as a raging flood — a flood of birth, aging, and death; sorrow and lamentation; stress and suffering. The purpose of spiritual practice is to find a way across the flood to the safety of the far shore. This image explains the frequent reference to finding a way past entanglements — the flotsam and jetsam swept along by the flood that may prevent one's progress; and to the desire to be without acquisitions — the unnecessary baggage that could well cause one to sink midstream.

There is evidence that these sixteen dialogues were highly regarded right from the very early centuries of the Buddhist tradition. As concise statements of profound teachings particular to Buddhism, they sparked an attitude of devotion coupled with the desire to understand their more cryptic passages. Most of the Cula Niddesa, a late addition to the Pali canon, is devoted to explaining them in detail. Five discourses — one in the Samyutta Nikaya, four in the Anguttara — discuss specific verses in the set, and a sixth discourse tells of a lay woman who made a practice of rising before dawn to chant the full set of sixteen dialogues.

The notes to this translation include material drawn from the Cula Niddesa, together with extensive quotations from the five discourses mentioned above.

See also: "Atthaka Vagga (The Octet Chapter): An Introduction," by the same author.
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: ryu on 06 February 2011, 05:36:28 PM
97 Dhānañjāni Sutta (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=17773.msg293757)

16. “Bagaimana menurutmu, Dhānañjāni? Siapakah yang lebih baik Seorang yang demi orangtuanya berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, atau seorang yang demi orangtuanya berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur?”

“Guru Sāriputta, seorang yang demi orangtuanya berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, adalah tidak lebih baik; seorang yang demi orangtuanya berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur, adalah yang lebih baik.”

“Dhānañjāni, ada jenis pekerjaan lain, yang menguntungkan dan sesuai dengan Dhamma, yang dengannya seseorang dapat menyokong orangtuanya dan pada saat yang sama menghindari kejahatan dan mempraktikkan kebajikan.
 
17-25. “Bagaimana menurutmu, Dhānañjāni? Siapakah yang lebih baik Seorang yang demi istri dan anak-anaknya … [189] … demi budak-budak, pelayan, dan pekerjanya … demi teman-teman dan sahabatnya … [190] … demi sanak-saudara dan kerabatnya … demi tamu-tamunya … demi para leluhurnya yang telah meninggal dunia … demi para dewa … [191] … demi raja … demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, atau seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur?”

“Guru Sāriputta, seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku berlawanan dengan Dhamma, berperilaku tidak jujur, adalah tidak lebih baik; seorang yang demi mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku sesuai dengan Dhamma, berperilaku jujur, adalah yang lebih baik.”
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: icykalimu on 23 May 2011, 09:55:28 PM
Milinda Panha

74. Membagikan jasa 
"Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal 
untuk ikut 
menerima jasa dari suatu perbuatan baik?" 
"Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan 
yang makanannya 
adalah perbuatan baik orang lainlah yang dapat ikut menerima 
jasa. Mereka 
yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, 
setan kelaparan 
yang makanannya muntahan, atau setan kelaparan yang dipenuhi 
oleh ketamakan, 
tidak akan mendapatkan manfaat." 
"Kalau begitu, persembahan dalam kasus-kasus itu tidak ada 
gunanya, karena 
mereka yang diberi tidak mendapat manfaat." 
"Tidak demikian, O Baginda raja. Persembahan-persembahan itu 
bukannya tidak berguna atau tidak berbuah, karena si pemberi 
sendiri 
mendapat manfaat darinya." 
"Yakinkanlah saya dengan alasan." 
"Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi 
sanak 
saudaranya tetapi sanak-saudara mereka itu tidak menerima 
pemberian itu, 
apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?" 
"Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya." 
"Demikian juga, O raja, si pemberi persembahan mendapatkan 
manfaat dari 
persembahan dana tersebut." 
"Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?" 
"Ini bukanlah pcrtanyaan yang patut ditanyakan, O Baginda raja. 
Anda 
kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak 
berbatas dan 
mengapa manusia dan burung mempunyai dua kaki sedangkan rusa 
mcmpunyai empat!" 
"Saya tidak bertanya seperti itu untuk menjengkelkan Bhante, 
tetapi banyak 
orang di dunia ini yang tersesat (berpikiran jahat, memiliki 
pandangan 
salah) atau tidak dapat melihat (bodoh).' 
"Meskipun suatu tanaman dapat menjadi masak dalam air tangki, 
tetapi tidak 
mungkin dalam air laut. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan 
kepada siapa 
yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang 
mengalirkan air 
dengan menggunakan pipa-pipa air tetapi mereka tidak dapat 
mengalirkan batu 
yang padat dengan cara yang sama. Kebatilan atau ketidakbajikan 
adalah 
sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah 
sesuatu yang sangat hebat." 
"Berikanlah penjelasan.". 
"Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir 
sepanjang 50 
atau 60 kilometer?." 
"Tentu saja tidak, Bhante. Titik air itu hanya akan 
mcmpengaruhi tanah di 
mana ia jatuh." 
"Mengapa demikian?" 
"Karena sifat sedikitnya." 
"Demikian juga, O Baginda raja, kebatilan adalah sesuatu yang 
jahat dan 
karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku 
dan tidak 
dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, 
apakah 
airnya akan sampai ke mana-mana?" 
"Tentu saja, Bhante, bahkan bisa sejauh 50 atau 60 kilometer." 
"Demikian juga, O raja, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan 
karena sifat 
melimpahnya; ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun 
dewa." 
"Bhante Nagasena, mengapakah kebatilan begitu terbatas 
sifatnya, sedangkan 
kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?" 
"Siapa pun, O Baginda raja, yang memberikan persembahan, 
menjalankan sila 
dan melakukan Uposatha, ia akan merasa gembira dan berada dalam 
ketenangan. 
Karena ketenangannya maka kebaikannya bahkan menjadi semakin 
melimpah. 
Seperti kolam air yang dalam dan jernih, segera setelah air 
mengalir keluar di salah satu sisinya, tempat itu akan terisi 
penuh lagi 
dari segala arah. Demikian juga, O raja, jika seseorang akan 
mengirimkan 
kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan 
selama 100 tahun 
kebaikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya mengapa 
kebajikan itu 
begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O Baginda 
raja, orang akan dipenuhi oleh rasa penyesalan dan pikirannya 
tidak akan 
dapat terlepas darinya. Dia merasa tertekan dan tidak
mendapatkan 
ketenangan, lalu karena merasa putus asa dia menjadi sia-sia. 
Seperti 
halnya, O raja, setetes air yang jatuh di sungai yang kering 
tidak akan 
dapat menambah isinya dan malahan akan langsung tertelan di 
titik jatuhnya. 
Inilah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat 
sedikit."
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: The Ronald on 25 October 2011, 06:46:04 PM
ehm.. jd kesimpulan akhir gimana??
1. Patidana ... mendanakan sesuatu, dan melimpahkan jasanya..kemudian objek itu di terima oleh paradattupajivika petta, krn di dilimpahkan..bukan krn ikut bemudita
dan bagi mahluk lain yg alamnya lebih baik dari peta tsb..jika di berikan pelimpahan jasa merasakan manfaatnya dgn bermudita

2. semuanya menerima manfaat dgn bermudita

3. semuanya menerima manfaat dgn bermudita , tp paradattupajivika petta dpt memakan makanan sembayangan ( ingat makanan sembahyangan ..bukan pelimpahan jasa)

sry topik lama...

sebagai tambahan..apakah peta bisa turut bermudita dan mengerti dhamma?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Dhamma Sukkha on 29 October 2011, 12:05:58 PM
Yg berikut ini agak berbeda pandangan dengan mainstream, jadi harap dilanjutkan dengan berpikiran kritis :)

Soal "pelimpahan jasa" itu saya tidak menemukannya di Tipitaka sama sekali. Adanya juga persembahan makanan bagi mahluk alam peta di tirokuddasutta. Ini sudah jadi pertanyaan bagi saya cukup lama.

Soal "pelimpahan jasa" itu adalah ada di kitab komentar dari kitab petavatthu belakangan yg ditulis oleh Dhammapala pada abad ke 6 (http://dhct.org/d321). Disana cerita itu baru muncul, yg menurut saya agak beda esensi dengan tirokudda sutta-nya. Dalam Tirokudda suttanya menekankan pada persembahan makanan dan tidak ada pelimpahan jasa. Dalam keadaan dimana ada perbedaan antara mula (tipitaka) dan atthakattha tentu tipitaka mendapatkan prioritas lebih tinggi yg dianggap lebih benar. Karena ini pula jadi makin penasaran koq beda dan nda nyambung. Komentar yg dibuat bertujuan untuk menjelaskan koq malah berbeda.

Jadi menurut kesimpulan saya yg mungkin salah, pelimpahan jasa itu bisa dikatakan tidak berdasarkan dari Tipitaka, tapi tradisi saja / atau kisah cerita2 tambahan dimana kisahnya ceritanya dibuat dengan latar belakang jaman sang Buddha yg ditulis dalam kitab/buku komentar, tapi memiliki makna positif untuk mengajak kita berbuat baik. Kalau dipikir, kenapa pula pelimpahan jasa hanya pada alam peta tertentu? Kalau dasarnya adalah mudita/turut bersenang, maka utk semua mahluk *yg bisa mengerti* jg bisa. kalau utk pemberian persembahan makanan/minuman memang dikatakan dalam Janussonin Sutta (AN 10.177) Sang Buddha menjelaskan hanya bisa diberikan persembahan makanan minuman pada alam peta. Tidak ada disinggung tentang pelimpahan jasa seperti yg kita sering dengar orang lakukan sekarang.

Ini mungkin ada hubungannya dengan Kaladana Sutta (AN 5.36) dimana disinggung dimana ketika kita turut bersenang atas pemberian atau membantu dalam perbuatan baik, mereka mendapatkan jasa perbuatan baik juga. Atas dasar ini dianggap yg dialam peta diajak bersenang juga. Jika ini "penting" tentu ini akan ditekankan langsung oleh sang Buddha, akan tetapi Sang Buddha menekankan dalam Tirokudda sutta utk mempersembahkan makanan/minuman pada mahluk peta dan tidak menyinggung melimpahkan jasa perbuatan baik, bahkan saya belum ketemu (atau mungkin tidak ada?) tentang pelimpahan jasa. Bahkan soal persembahan makanan/minuman itu disinggung juga dalam Adiya Sutta (AN 5.41).

Terlepas dari itu, tentu perbuatan baiknya tetap akan membuahkan hasil. Itu tidak diragukan lagi. Mungkin ada yg berpendapat yah dilakukan saja, tidak usah pusing, tapi kebetulan saya pas memang sedang terpusingkan akan rujukannya dan sekadar main logika bahwa ini mungkin bukan penyelesaian dalam studi sutta.

bagaimana pendapat rekan2? Mohon dikoreksi. Atau ada yg punya rujukannya dari tipitaka yg mungkin saya terlewat? thanks.
suhuu... di Dasa Punna Kiriya Vatthu kan ada ttg Pattidana... \;D/\;D/\;D/
 plus w mo nanya, di Paritta Pattidana :
ada dituliskan :
Semoga jasa2 yg kuperbuat
kini atau di waktu lain
diterima oleh semua makhluk hidup di sini
tak terbatas, tak ternilai
semoga mereka yg kukasihi serta berbudi luhur
spt ayah dan ibu
yg terlihat dan tak terlihat
yg bermusuhan maupun yg bersikap netral,

makhluk2 yg berada di alam semesta
di tiga alam, empat jenis kelahiran,
terdiri dari lima satu atau empat bagian
mengembara di alam2 besar kecil
..... dst.

pertanyaanya :
yg satu itu alam manusia, yg empat bagian alam apaya, sementara yg lima bagian itu kenapa bisa 5? padahal kan alam deva ada 6, Cattumaharajika, tavatimsa, yama, tusita, nimittavasavatti-bhumi, Paranimitta-vasavatti bhumi.
kenapa di sana hanya dicantumkan 5 bagian alam deva?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: bluppy on 29 October 2011, 02:48:07 PM
sepertinya lima, satu, empat
maksudnya bukan satu alam manusia, empat alam menyedihkan dan lima alam dewa

Dari buku paritta biru terbitan sti.
Kalimat terjemahannya:
Terdiri dari lima, satu atau pun empat gugusan pembentuk

Penjelasannya:
Makhluk yang terbentuk dari lima gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana) dan rupa.

Makhluk satu gugusan adalah makhluk yang hanya memiliki rupa.

Makhluk yang terbentuk dari empat gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang hanya memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana)

Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: Dhamma Sukkha on 31 October 2011, 02:02:12 PM
sepertinya lima, satu, empat
maksudnya bukan satu alam manusia, empat alam menyedihkan dan lima alam dewa

Dari buku paritta biru terbitan sti.
Kalimat terjemahannya:
Terdiri dari lima, satu atau pun empat gugusan pembentuk

Penjelasannya:
Makhluk yang terbentuk dari lima gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana) dan rupa.

Makhluk satu gugusan adalah makhluk yang hanya memiliki rupa.

Makhluk yang terbentuk dari empat gugusan pembentuk kehidupan adalah makhluk yang hanya memiliki nama (vedana, sanna, sankhara, vinnana)


ternyata begitu yaa...
w ngertii... makhluk yg hanya memiliki rupa cthnya, makhluk2 yg terlahir di alam Rupa Brahma asannasata, klo gak salah yaa..
thanks yaa... \;D/\;D/\;D/ klo cth yg hanya memiliki nama saja, kira2 apa yaa?
Title: Re: Pelimpahan jasa, dari manakah rujukannya?
Post by: bluppy on 31 October 2011, 04:19:59 PM
Kalo tebakan saya,
Makhluk yg memiliki mana saja adalah arupa brahma, karena brahma tidak memiliki rupa(tubuh), hanya memiliki mana (pikiran)

Makhluk yg hanya memiliki rupa mungkin plankton? Karena plankton memiliki rupa (tubuh) tapi tidak memiliki pikiran yg kompleks?

Nebak2 aja, ngk yakin bener