Jika ditanya apakah Buddha mengajarkan melafalkan nama Buddha atau Sutra pada Devadatta dan Raja Ajatashatru... Ya, Buddha mengajarkannya.
Dalam Sukhavatuvyuha Sutra versi terjemahan dinasti Han dikatakan bahwa raja Ajatashatru setelah mendengar aspirasi dan ikrar Amitabha, sang raja bertekad menjadi Buddha seperti Buddha Amitabha dan bergembira dalam praktik buddhanusmrti Amitabha. Tidak hanya itu, Sang Buddha dan Manjuhsri sendiri memberikan banyak wejangan Dharma pada raja Ajatashatru. Sebagaimana diceritakan dalam Mahaparinirvana Sutra, sebagai akibat dari keyakinannya, penyakit Raja Ajatashatru sembuh dan beliau dapat menahan derita neraka Avici yang dijalaninya. Walaupun beliau terjatuh ke dalam neraka, di sana raja Ajatasatru batinnya tidak menderita dan tetap seimbang, walaupun secara fisik ia tersiksa. Semua berkat praktik Amitabha yang dijalankannya dan oleh karena kebajikan dari praktik pertobatannya itu ia diramalkan akan menajdi seorang Buddha bernama Vidita-vishesha.
Devadatta juga demikian. Nichiren Shonin yang menyebarkan parktik pelafalan Namu Myoho Renge Kyo menulis bahwa Devadatta mempurifikasi neraka Avici menjadi Tanah Buddha kekal Abadi berkat kekuatan dan keyakinan Devadatta pada Saddharmapundarika Sutra serta kekuatan kebenaran Sutra itu sendiri. Sebelum ia tertelan ke dalam neraka, Devadatta bertobat dan berlindung pada Triratna. Kebajikannya ini juga turut membantu membuat ia menjadi Tathagata bernama Devaraja seperti yang diramalkan oleh Buddha Sakyamuni di dalam Sutra Saddharmapundarika.
Maka dari itu keduanya ada dalam Mandala Saddharmapundarika (Gohonzon), yaitu objek pemujaan aliran Nichiren. Jika tidak tahu maka orang akan bertanya-tanya koq bisa-bisanya Devadatta dipuja, namun dari cerita yang ada, Devadatta adalah Devaraja Tathagata yang akan datang.
Masalah pertolongan Buddha itu misterius atau tidak, ya sama misteriusnya kaya kekuatan paritta atau bantuan para deva toh. Bisa saja deva-deva menolong kita lewat teman-teman kita. Ini sangat misterius. Namun semuanya bisa dijelaskan lewat prinsip hukum karma dan sebab akibat, bukan kaya Tuhan yang nolongnya entah lewat hukum apa ga jelas dan ini yang sebnarnya sangat misterius, beda dengan prinsip Mahayana yang masih dijelaskan lewat prinsip hukum karma.
May i correct this statement a bit?
B: If this Xavier does exist, why he didn't help other people?
A: Oh, he does help. He always kept his promise. It's because the people's wrong superstition so Xavier can't save them.
B: If this Xavier does exist, why he didn't help other people?
A: Who says he didn't help?? He always there to help all sentient beings whatever and whoever they are. It's because the people's wrong superstition and ignorance so they can't see the blessings of Buddha that showered upon them everytimes and everywhere. They can't be saved not because Buddha didn't help, but because they can't realize that Buddha is inside themselves and then do destructive action.
In every things and every karmic consequences, whether good or bad, you can see Buddha's blessings. If you can't see, both good and bad karmic consequences will bring destructive effect.
dari modal pengetahuan mahayana saya yg cetek, saya menyimpulkan kalo praktik mahayana itu bukan memanggil sesuatu yg ada di luar untuk melakukan hal2 yg luar biasa. saya menyimpulkan, praktik tersebut bertujuan membuat buddha dan bodhisatva itu bangkit dari dalam dirinya sendiri. mereka yg praktik dengan sungguh2 dan tulus maka tangannya akan menjelma menjadi tangan sang bodhisatva, mindnya menjadi mind si bodhisatva yg penuh kebijaksanaan dan welas asih. seperti halnya angulimala, dengan praktiknya akhirnya mind buddha "menjelma" di dirinya dan "menghapus" semua karma buruknya...
dengan kata lain, gak ada bedanya dengan sila, samadhi dan panna, hanya cara pengungkapan dan metodenya kelihatan berbeda....
Setuju sekali. Demikian adanya. Buddha / Bodhisattva dan Mandala Pemujaan adalah cermin dari hati kita sendiri, bagaimana faktor eksternal menjadi penentu? Dirilah yang bisa melindungi diri sendiri.
The Siddha Wanderer