kalau antar manusia itu suatu hal yang wajar dan dapat di buktikan kebenarannya, sedangkan antar manusia => Boddhisatva? darimana tau itu Boddhisatva yang mengabulkan permohonan bukannya dari Mara?
Apabila terjawab permohonannya manusia bisa bilang Boddhisatva menjawab doanya apabila tidak terjawab manusia bisa bilang yang lain lagi, terdengar bagi saya itu adalah suatu pembenaran atau suatu penghiburan bukan suatu kebenaran
Umat Buddhis memiliki ajaran karma, jadi tentu umat Buddhis yang paham akan mengerti bahwa terkabulnya permohonannya bukanlah campur tangan Sang Bodhisattva saja, namun juga tergantung karmanya sendiri. Karmanya yang menentukan apakah Sang Bodhisattva akan menolongnya atau tidak, karmanya yang menentukan apakah Sang Bodhisattva sanggup menolongnya atau tidak. Semua adalah balik ke karma masing-masing, usaha sendiri, niat kita sendiri, ketulusan kita sendiri, Bodhicitta kita sendiri, penyesalan kita sendiri.
Poin akhir dari ajaran Buddhis yang menekankan keyakinan pd "other power" adalah balik ke diri sendiri (self power).
Sedangkan poin akhir dari ajaran K atau I yang juga sangat menekankan keyakinan pd "other power" itu tetap saja baliknya ke "other power" (objek lain di luar diri).
Itu perbedaan agama Buddha dengan agama Samawi. Satu balik ke diri sendiri, satu balik ke entitas di luar diri. Maka dari itu apabila doa umat Buddhis pada Bodhisattva tidak terkabulkan, ia tidak menyesal karena ia paham bahwa semua ini tergantung karmanya sendiri. Sedangkan kalau umat agama lain, wajar saja kalau mereka menyalahkan Tuhan mereka, karena Tuhan mereka Maha Kuasa, Pengatur Segalanya dll, beda dengan Bodhisattva yang membantu seseorang tp tergantung usaha / karma orang itu sendiri.
Maka dari itu dikatakan ketika seorang Buddhis memohon di hadapan rupang Guanyin / Bodhisattva lainnya, ia sebenarnya memohon pada dirinya sendiri, karena semua ya tergantung usahanya sendiri.
Untuk pembenaran atau tidak, bisa saja pembenaran, tapi bisa saja kebenaran. Siapa yang tahu? Kalau memang Bodhisattva-nya yang memang benar-benar mengabulkan, memangnya anda bisa tahu? Mencap sesuatu sebagai pembenaran tanpa anda bisa membuktikan terlebih dahulu bahwa hal tersebut adalah benar-benar pembenaran adalah terlalu terburu-buru. Yang namanya agama pasti punya koridor faith (keyakinan). Apa anda bisa membuktikan kalau Bodhisattva itu benar-benar tidak ada atau mengabulkan atau tidak? Kalau tidak bisa, maka jangan serta merta mencap tindakan seseorang sebagai pembenaran.
Lagipuila mau pembenaran gimana, saya juga bingung, karena semuanya ya balik ke karmanya sendiri. Maka dri itu kayanya perlu bagi mereka yang doanya terkabul untuk menjawab, "Oh, ini berkat pertolongan Guanyin sekaligus karma saya sendiri sebagai penentu utama."
Sudah banyak kemujizatan yang ditimbulkan oleh Sang Bodhisattva Guanyin, buktinya, Guanyin menjadi deity Buddhis yang paling banyak dipuja di seantero Tiongkok, melebihi dewa dewi Tao apapun, Demikain juga Avalokitesvara juga banyak dipuja di Jepang, Korea, Asia Tenggara pada zaman dahulu, Tibet dan lainnya. Sudah banyak umat Buddhis yang merasakan pertolongan-Nya dan para bhiksu yang memiliki abhijna secara jelas nyata melihat Sang Bodhisattva menolong mereka. Tapi ini semua ya memang dalam koridor faith yang ada baik di Thera, Maha maupun Vajra.
Bahkan kadang karmapun bisa jadi pembenaran kalau kita memandangnya dari sisi ilmiah yang mana sangat menegasikan adanya karma.
Misal si A ngomong: "Loh hebat ya kamu B bisa sembuh, ini memang karma baik kamu."
Si B: Ah ada2 aje, ya ini kan karena obatnya cocok maka saya bisa sembuh. Obatnya juga dari dokter dan saya juga kaya makanya dapet tuh obatnya. Saya bisa dapet tuh obat ya dari usaha saya sendiri. Terus kenapa saya begitu beruntung bisa sembuh ya ini karena faktor luck saja, di mana saya bisa mendapatkan kemungkinan dari sejumlah kemungkinan yg lain. Lgpl kamu bisa membuktikan bahwa karma itu ada secara nyata? Apa kamu bisa
melihat karma?
===Yah jawaban si A anda teruskan sendiri deh.
Biasanya kalau orang nggak percaya karma, maka rasanya juga sulit untuk percaya bahwa ada Bodhisattva datang menolong, karena kan kita tidak dapat membuktikan kebenaran Bodhisattva salah satunya oleh karena kita tak dapat
melihatnya.Seperti Nirvana juga tidak dapat dibuktikan kebenarannya menurut kita2 ini yang masih prthagjana. Tapi umat Buddhis kok berjuang mencapai Nirvana la wong kebenarannya nggak bisa dibuktikan? Berarti umat Buddhis itu melakukan usaha sia-sia untuk mengejar sesuatu yang tidak pernah ada? Dr kacamata ilmiah, emosi negatif itu adalah wajar dan bisa digunakan / diubah menjadi sesuatu yang positif, justru kalau sampai nggak bisa marah, terus nggak bsia sedih, sisi ilmiah tidak dapat menerimanya, karena itu ciri2 robot bukan manusia.
Apabila Mara yang mengabulkan permohonan, sudah jelas akibatnya malah akan meningkatkan LDM, tapi kalau Bodhisattva, sudah pasti tidak. Ingat, dalam tiap agama punya koridor faith (keyakinan), kita berjuang untuk mencapai Nirvana itu karena kita memiliki keyakinan bahwa Nirvana itu ada, meskipun seringkali kita menyodorkan Kalama Sutta, tapi pada akhirnya kita juga "yakin" kalau Kalama Sutta itu sabda Sang Buddha, padahal bukti historis ya kagak ada tapi kok bisa yakin pada Kalama Sutta itu sabda Sang Buddha? Misalnya kalau Sang Buddha sebenarnya tidak pernah bersabda ttg Kalama Sutta dan Tipitaka, apa kita masih percaya pada Tiratana?
Maka dari itu bila kita berusaha membuktikan dari sisi pandang manusia biasa dan dari sisi ilmiah, maka faith dalam suatu agama itu kebanyakan tidak bisa dibuktikan. Tapi kalau kita membutikannya sendiri lewat cara Buddhis yaitu meditasi, kita bisa tahu dengan pasti bahwa Nirvana dan tindakan para Bodhisattva itu ada.
The Siddha Wanderer