Quote from: bond on 20 November 2009, 09:48:20 PM
Kalo Lu Sheng yen lulusan mana yak?
Tantra sex(tantrayana) itu bagian dari mahayana bukan?
Biksu2 shaolin yg mengajarkan bela diri bahkan konon dalam cerita kadangkala ikut dalam dunia persilatan , apakah itu sesuai dengan ajaran Buddha?
Quote from: Jerry
Apa batasan aliran2 buddhism digolongkan sebagai mahayana? kalau theravada batasannya kan sudah jelas sekali.
Varian turunannya di Jepang lebih lebih lagi.. Kalo yg bhikshu shaolin ikut perang juga biasanya utk memadamkan pemberontakan, for a greater good lah.. Senjatanya juga masih toya. Beda lg dgn yg di Jepang, ada bhikshu militan yg memang dibentuk utk siap berperang. Senjatanya udah naginata, yg seperti pegangan Kuan Kong. Trus di Jepang juga ada aliran Buddhisme yg kepala biara boleh menikah. Yah kalo bahasa politiknya partai Koalisi Reformasi lah lawan partai Orthodoks lah.. Grin
Kalau Lu Sheng-yen sih, ternyata juga lulus ujian jadi pendeta Taois.
Para "dosen"nya di agama Buddha pada nggak mau ngakuin Lu Shengyen jadinya lulusan mana ya agak nggak jelas juga.
Karmamudra adanya di Vajrayana yang melibatkan praktik Anuttarayoga-Tantra. Sedangkan Vajrayana Shingon di Jepang yang hanya sampai Yoga Tantra tidak ada praktik karmamudra.
Dulu di Jepang pernah ada aliran Buddhis gado-gado bernama Tachikawa-Ryu [pecahan dari Shingon] yang menganjurkan Sex untuk Liberation, tapi dianggap sesat oleh umat Buddhis Mahayana di Jepang sehingga akhirnya aliran tersebut di-ban. Secara Anuttarayoga pula sebenarnya sex di Tachikawa-Ryu sendiri memang sudah menyimpang, yang mana praktisi aliran tersebut mengesampingkan moralitas, melakukan seks bebas dan malah mendewakan seks itu sendiri.
Di Tibet, Atisha Dipamkara yang berpengatahuan dalam mengenai Sutra, Tantra dan Vinaya melakukan reformasi Buddhisme Tibet disebabkan kemerosotan moral praktisi Tantra diakibatkan pemahaman yang salah akan karmamudra. Jadi karmamudra ini sebenarnya hanya boleh dilakukan dalam koridor moral Buddhis yaitu sila ketiga, seperti yang Vajra Tip Tantra sebutkan bahwa praktisi Tantra sekalipun harus menaati sila ketiga dari Pancasila / Pratimoksha. Contoh yang paling ideal adalah Bodhisattva Siddharta yang melakukan karmamudra dengan Gopa [Yasodhara], dalam ikatan pernikahan, dalam sebuah hubungan monogami yang mengasihi satu sama lain.
Sang Buddha dalam Shurangama Sutra pernah mengatakan:
"Praktisi akan kehilangan pikirannya yang tenang ... keliru menganggap seorang yang dikuasai Iblis Mara sebagai Bodhisattva sejati dan akan mengikutinya untuk melanggar sila-sila Buddha dengan bersenang-senang di dialam nafsu seksual. Orang ini akan mengatakan bahwa .... organ kelamin pria dan wanita adalah tempat dari Bodhi dan Nirvana, dan para pendengar yang bodoh akan mempercayai ajaran menyimpang ini."Jadi apabila seseorang sembarangan menjadikan seks Tantrik sebagai alat pemuasan nafsu seksual, maka dapat dikatakan ia telah menyimpang. Tapi terkadang juga, umat Mahayana ada yang tidak dapat menerima karmamudra disebabkan oleh kutipan sutra Shurangama ini. Namun yang patut diingat dalam Vajrayana, karmamudra tidak ditujukan untuk kepuasan seksual, tapi untuk mencapai suatu tingkat batin pencerahan tertentu.
Vajrayana memang bagian dari Mahayana, tetapi biasanya orang-orang memisahkannya dengan pemikiran bahwa Mahayana adalah Paramitayana yang mana seseorang bertekad menjadi Bodhisattva berkalpa2 lamanya dan akhirnya menjadi Samyaksambuddha, sedangkan Vajrayana adalah Tantrayana yag mana dalam metodenya bisa mengantar seseorang menjadi Samyaksambuddha dalam beberapa kelahiran saja atau bahkan dalam 1 kelahiran.
Namun buahnya tentu berbeda. Buah pencapaian praktik Paramitayana adalah Samyaksambuddha Nirmanakaya Agung yang dilengkapi 32 tanda seperti layaknya Buddha Sakyamuni. Namun kalau Tantrayana beda, seseorang mencapai Samyaksambodhi namun bukan sebagai Nirmanakaya Agung. Karena tidak mungkin ada Samyaksambuddha Nirmanakaya Agung dalam satu masa di satu sistem tata surya.
Bhiksu Shaolin yang sekarang saya bilang sudah menyimpang karena malah memanfaatkan kungfu-nya untuk mencari nama tapi dalihnya menyebarkan kebudayaan Shaolin. Tapi pada zaman dahulu, terkadang untuk menaklukkan orang jahat yang keras kepala dan berhati keras serta sulit diubah, atau dengan tujuan melindungi banyak orang, bhiksu Shaolin menggunakan cara-cara keras tapi dengan motivasi welas asih, maka dari itu peraturan pertama adalah jangan sampai membunuh / membuat cacat orang yang dihajar, tetapi lumpuhkan untuk sementara, buat ia bertobat dan berlindung pada Triratna. Secara Vinaya, ini sudah pernah saya bahas, saya kutip lagi:
Di Shaolin ada dua macam Bhiksu:
1. Bhiksu yang menjalankan Vinaya dan menjalankan peraturan kebhiksuan sebagaimana adanya [Wenseng]
2. Bhiksu "prajurit" [Wuseng] yang mempraktekkan gongfu [kungfu] dan wugong
Namun keduanya sama-sama dipanggil sebagai "Heshang" / "Biqiu" yaitu bhiksu. Di Tiongkok, seseorang yang sepenuhnya menjadi bhiksu dan bhiksuni [anggota Sangha] harus menjalankan keseluruhan Vinaya Dharmaguptaka ditambah dengan Bodhisattva Sila yang ada dalam Brahmajala Sutra. Para bhiksu "prajurit" [Wuseng] hanya menjalankan Lima Sila [Pancasila] Umat Awam. Maka dari itu ada ditemui "bhiksu" Shaolin yang menikah.
Sedangkan ketika berada di Vihara, para bhiksu "prajurit" [Wuseng] harus menjalankan Dasasila [10 sila] sehingga menjadikannya setingkat Shramanera. Para "Wuseng" tidak pernah sepenuhnya menjadi Bhiksu Sangha, bahkan mungkin mereka hampir sederajat dengan umat awam. Namun tetap saja "Wuseng" berbeda dengan umat awam biasa yang mempraktekkan gongfu:
1. "Wuseng" adalah "Chujia Dizi" yaitu "umat awam" yang meninggalkan rumah.
2. Umat awam biasa adalah "Sujia Dizi" yang masih tinggal di rumah.
Bahkan para Bhiksu "Wuseng" tidak diharuskan mengambil Bodhisattva Sila, sehingga terkadang dijumpai ada "bhiksu" Shaloin yang makan daging. Jadi di vihara Shaolin ada dua jenis anggota Sangha yaitu Wenseng dan Wuseng. Wuseng belajar agama Buddha di Shaolin dan mempraktekkan Wugong [Shaolin Wugong - 少林武功] atau Gongfu. Sedangkan para Bhiksu "Wenseng" juga diperbolehkan mempraktekkan Wugong, namun hanya sampai pada tahap-tahap tertentu saja.
Batas-batas aliran disebut sebagai agama Buddha menurut Mahayana adalah aliran tersebut:
1. Menjadikan Triratna sebagai perlindungan utama
2. Guru utama adalah Sakyamuni Buddha
3. Memiliki konsep Sila, Samadhi dan Prajna
4. Mengajarkan Empat Kebenaran Mulia, Delapan Ruas Jalan, Pratityasamutpada
Kepala biara yang boleh menikah itu sendiri ada di aliran Jodo Shinshu (True Sukhavati) dan mereka tidak mengklaim diri mereka sebagai bhiksu, tapi pendeta "priest". Sedangkan maraknya bhiksu yang menikah di Jepang disebabkan karena waktu itu pemerintah Meiji menekan agama Buddha dan membebaskan para biksu dari larangan menikah. Akhirnya Sangha menjadi merosot dan banyak bhiksu yang menikah. Ini terjadi di berbagai aliran.
Lagipula saya sangat tidak setuju dengan apa yang anda sebutkan dengan "varian
turunan". Memangnya bhiksu menikah di Jepang itu, turunan dari mana? Lalu juga tidak ada hubungan antara asal usul warrior monk di Enryakuji kemudian Ikko-Ikki [bhiksu prajurit aliran Jodo Shinshu yang senjatanya naginata itu], dengan vihara Shaolin.
The Siddha Wanderer