//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: perbedaan mahayana ama theravada  (Read 137229 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #300 on: 28 November 2009, 05:55:12 AM »
Quote
Quote from: bond on 20 November 2009, 09:48:20 PM
Kalo Lu Sheng yen lulusan mana yak?

Tantra sex(tantrayana) itu bagian dari mahayana bukan?

Biksu2 shaolin yg mengajarkan bela diri bahkan konon dalam cerita kadangkala ikut dalam dunia persilatan , apakah itu sesuai dengan ajaran Buddha?

Quote from: Jerry
Apa batasan aliran2 buddhism digolongkan sebagai mahayana? kalau theravada batasannya kan sudah jelas sekali.

Varian turunannya di Jepang lebih lebih lagi.. Kalo yg bhikshu shaolin ikut perang juga biasanya utk memadamkan pemberontakan, for a greater good lah.. Senjatanya juga masih toya. Beda lg dgn yg di Jepang, ada bhikshu militan yg memang dibentuk utk siap berperang. Senjatanya udah naginata, yg seperti pegangan Kuan Kong. Trus di Jepang juga ada aliran Buddhisme yg kepala biara boleh menikah. Yah kalo bahasa politiknya partai Koalisi Reformasi lah lawan partai Orthodoks lah.. Grin

Kalau Lu Sheng-yen sih, ternyata juga lulus ujian jadi pendeta Taois.  :P Para "dosen"nya di agama Buddha pada nggak mau ngakuin Lu Shengyen jadinya lulusan mana ya agak nggak jelas juga.

Karmamudra adanya di Vajrayana yang melibatkan praktik Anuttarayoga-Tantra. Sedangkan Vajrayana Shingon di Jepang yang hanya sampai Yoga Tantra tidak ada praktik karmamudra.

Dulu di Jepang pernah ada aliran Buddhis gado-gado bernama Tachikawa-Ryu [pecahan dari Shingon] yang menganjurkan Sex untuk Liberation, tapi dianggap sesat oleh umat Buddhis Mahayana di Jepang sehingga akhirnya aliran tersebut di-ban. Secara Anuttarayoga pula sebenarnya sex di Tachikawa-Ryu sendiri memang sudah menyimpang, yang mana praktisi aliran tersebut mengesampingkan moralitas, melakukan seks bebas dan malah mendewakan seks itu sendiri.

Di Tibet, Atisha Dipamkara yang berpengatahuan dalam mengenai Sutra, Tantra dan Vinaya melakukan reformasi Buddhisme Tibet disebabkan kemerosotan moral praktisi Tantra diakibatkan pemahaman yang salah akan karmamudra. Jadi karmamudra ini sebenarnya hanya boleh dilakukan dalam koridor moral Buddhis yaitu sila ketiga, seperti yang Vajra Tip Tantra sebutkan bahwa praktisi Tantra sekalipun harus menaati sila ketiga dari Pancasila / Pratimoksha. Contoh yang paling ideal adalah Bodhisattva Siddharta yang melakukan karmamudra dengan Gopa [Yasodhara], dalam ikatan pernikahan, dalam sebuah hubungan monogami yang mengasihi satu sama lain.

Sang Buddha dalam Shurangama Sutra pernah mengatakan:
"Praktisi akan kehilangan pikirannya yang tenang ... keliru menganggap seorang yang dikuasai Iblis Mara sebagai Bodhisattva sejati dan akan mengikutinya untuk melanggar sila-sila Buddha dengan bersenang-senang di dialam nafsu seksual. Orang ini akan mengatakan bahwa .... organ kelamin pria dan wanita adalah tempat dari Bodhi dan Nirvana, dan para pendengar yang bodoh akan mempercayai ajaran menyimpang ini."

Jadi apabila seseorang sembarangan menjadikan seks Tantrik sebagai alat pemuasan nafsu seksual, maka dapat dikatakan ia telah menyimpang. Tapi terkadang juga, umat Mahayana ada yang tidak dapat menerima karmamudra disebabkan oleh kutipan sutra Shurangama ini. Namun yang patut diingat dalam Vajrayana, karmamudra tidak ditujukan untuk kepuasan seksual, tapi untuk mencapai suatu tingkat batin pencerahan tertentu.

Vajrayana memang bagian dari Mahayana, tetapi biasanya orang-orang memisahkannya dengan pemikiran bahwa Mahayana adalah Paramitayana yang mana seseorang bertekad menjadi Bodhisattva berkalpa2 lamanya dan akhirnya menjadi Samyaksambuddha, sedangkan Vajrayana adalah Tantrayana yag mana dalam metodenya bisa mengantar seseorang menjadi Samyaksambuddha dalam beberapa kelahiran saja atau bahkan dalam 1 kelahiran.

Namun buahnya tentu berbeda. Buah pencapaian praktik Paramitayana adalah Samyaksambuddha Nirmanakaya Agung yang dilengkapi 32 tanda seperti layaknya Buddha Sakyamuni. Namun kalau Tantrayana beda, seseorang mencapai Samyaksambodhi namun bukan sebagai Nirmanakaya Agung. Karena tidak mungkin ada Samyaksambuddha Nirmanakaya Agung dalam satu masa di satu sistem tata surya.

Bhiksu Shaolin yang sekarang saya bilang sudah menyimpang karena malah memanfaatkan kungfu-nya untuk mencari nama tapi dalihnya menyebarkan kebudayaan Shaolin. Tapi pada zaman dahulu, terkadang untuk menaklukkan orang jahat yang keras kepala dan berhati keras serta sulit diubah, atau dengan tujuan melindungi banyak orang, bhiksu Shaolin menggunakan cara-cara keras tapi dengan motivasi welas asih, maka dari itu peraturan pertama adalah jangan sampai membunuh / membuat cacat orang yang dihajar, tetapi lumpuhkan untuk sementara, buat ia bertobat dan berlindung pada Triratna. Secara Vinaya, ini sudah pernah saya bahas, saya kutip lagi:

Di Shaolin ada dua macam Bhiksu:
1. Bhiksu yang menjalankan Vinaya dan menjalankan peraturan kebhiksuan sebagaimana adanya [Wenseng]
2. Bhiksu "prajurit" [Wuseng] yang mempraktekkan gongfu [kungfu] dan wugong

Namun keduanya sama-sama dipanggil sebagai "Heshang" / "Biqiu" yaitu bhiksu. Di Tiongkok, seseorang yang sepenuhnya menjadi bhiksu dan bhiksuni [anggota Sangha] harus menjalankan keseluruhan Vinaya Dharmaguptaka ditambah dengan Bodhisattva Sila yang ada dalam Brahmajala Sutra. Para bhiksu "prajurit" [Wuseng] hanya menjalankan Lima Sila [Pancasila] Umat Awam. Maka dari itu ada ditemui "bhiksu" Shaolin yang menikah.

Sedangkan ketika berada di Vihara, para bhiksu "prajurit" [Wuseng] harus menjalankan Dasasila [10 sila] sehingga menjadikannya setingkat Shramanera. Para "Wuseng" tidak pernah sepenuhnya menjadi Bhiksu Sangha, bahkan mungkin mereka hampir sederajat dengan umat awam. Namun tetap saja "Wuseng" berbeda dengan umat awam biasa yang mempraktekkan gongfu:
1. "Wuseng" adalah "Chujia Dizi" yaitu "umat awam" yang meninggalkan rumah.
2. Umat awam biasa adalah "Sujia Dizi" yang masih tinggal di rumah.

Bahkan para Bhiksu "Wuseng" tidak diharuskan mengambil Bodhisattva Sila, sehingga terkadang dijumpai ada "bhiksu" Shaloin yang makan daging. Jadi di vihara Shaolin ada dua jenis anggota Sangha yaitu Wenseng dan Wuseng. Wuseng belajar agama Buddha di Shaolin dan mempraktekkan Wugong [Shaolin Wugong - 少林武功] atau Gongfu. Sedangkan para Bhiksu "Wenseng" juga diperbolehkan mempraktekkan Wugong, namun hanya sampai pada tahap-tahap tertentu saja.

Batas-batas aliran disebut sebagai agama Buddha menurut Mahayana adalah aliran tersebut:
1. Menjadikan Triratna sebagai perlindungan utama
2. Guru utama adalah Sakyamuni Buddha
3. Memiliki konsep Sila, Samadhi dan Prajna
4. Mengajarkan Empat Kebenaran Mulia, Delapan Ruas Jalan, Pratityasamutpada

Kepala biara yang boleh menikah itu sendiri ada di aliran Jodo Shinshu (True Sukhavati) dan mereka tidak mengklaim diri mereka sebagai bhiksu, tapi pendeta "priest". Sedangkan maraknya bhiksu yang menikah di Jepang disebabkan karena waktu itu pemerintah Meiji menekan agama Buddha dan membebaskan para biksu dari larangan menikah. Akhirnya Sangha menjadi merosot dan banyak bhiksu yang menikah. Ini terjadi di berbagai aliran.

Lagipula saya sangat tidak setuju dengan apa yang anda sebutkan dengan "varian turunan". Memangnya bhiksu menikah di Jepang itu, turunan dari mana? Lalu juga tidak ada hubungan antara asal usul warrior monk di Enryakuji kemudian Ikko-Ikki [bhiksu prajurit aliran Jodo Shinshu yang senjatanya naginata itu], dengan vihara Shaolin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 28 November 2009, 06:25:15 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #301 on: 28 November 2009, 06:10:04 AM »
Quote
Tujuan saya bernamaskara 3x, adalah
kepada Buddha, Mengormati Beliau adalah Guru Agung
kepada Dhamma, Menghormati Ajaran yang dapat menuntun tuk mencapai Pencerahan/Kebebasan Sejati (Nibbana)
kepada Sangha, Menghormati Sangha Bhikkhu karena melestarikan Buddha Dhamma, Sangha Bhikkhu Mempratekkan kehidupan Suci, Sangha Bhikkhu Menjalakan Vinaya & Sila dengan Sempurna

Dan jika ada umat yang menghormati para Dewata, itu juga perbuatan Baik, tidak peduli para Dewa sudah mencapai kesucian atau tidak !

Emang ada manusia biasa yang bisa tahu ada dewa yang sudah mencapai kesucian atau tidak ?

Dapat menjadi Makhluk Dewa(penghuni Surga), adalah karena KEBAJIKAN mereka,
jadi kita tidak salah apabila menghormati para Dewata, baik dengan namaskara maupun cara lain ataupun disuruh menghormati

Ooh... berarti apakah anda bernamaskara pada Triratna itu - cuma sekedar menghormati? Apakah berlindung itu sama dengan menghormati? Umat K dan I aja bisa hormat sama Triratna, tapi apa mereka berlindung, kan ya nggak toh!

Menghormati dewa memang adalah hal yang baik, ini menunjukkan kalau kita sebenarnya punya etika untuk menghormati orang yang banyak melakukan kebajikan. Maka dari itu saya bernamaste pada para dewa, yang mana saya lakukan karena saya menghormati mereka.

Di kehidupan bermasyarakat pula kita menghormati ornag-orang juga dengan cara yang berbeda. Bila ketemu bhiksu kita bahkan bernamaste dan bernamaskara, nah kalau kita ketemu ulama atau pastor ya apa kita bernamaste dan bernamaskara? Kan ya nggak toh? Demikain juga kita sebgaai umat Buddhis yang bernamaskaranya pada Triratna, kalau pada dewa dewi duniawi yang nggak jelas tercerahkan atau belum ya cukup namaste saja.

Dewa sudah tercerahkan atau belum, sementara kita hanya tahu lewat teks-teks Buddhis saja, baik yang diucapkan oleh Sang Buddha maupun guru-guru yang tercerahkan lainnya. karena setidaknya ada patokannya.

Tapi bukan berarti kalau nggak ada dalam catatan maka dewanya tidak tercerahkan. Tidak, bukan begitu. Tapi setidaknya kita mencari jalan amannya saja, karena kita tahu bahwa dewa dewi duniawi bisa memunculkan niat buruk juga, contohnya lihat Mara Putradewa. Apa mau anda saya suruh namaskara pada Mara Putradewa alias Vessavati Mara? Bahkan bernamaste aja orang belum tentu mau.

Maka dari itu ketika guru2 agung tercerahkan sudah memastikan bahwa sang dewa telah berlindung pada Triratna dan mencapai tingkat kesucian, setidaknya kita sudah ada dasar yang jelas, tidak sembarang main hormat, nanti salah2 pada dewa yang hatinya jelek juga kita hormati! Nah lho?

Maka dari itu sebenarnya Tripitaka dan anjuran guru2 yang tercerahkan itu setidaknya dapat menjadi pegangan bagi kita2 yang belum memiliki divyacakshu atau mencapai tingkat-tingkat pencerahan.

Bahkan Sang Buddha yang menghormati ayahnya saja, tidak bernamaskara pada beliau karena tidak mungkin seorang Samyaksambuddha menghormat pada umat awam dengan cara demikian, karena akan menyebakan kepala orang yang dihormati menjadi terbelah. Mahasiddha Virupa yang tercerahkan ketika dipaksa oleh umat Hindu untuk menghormat patung dewa Shiva, merangkapkan kedua tangannya beranjali menghormat pada Shiva sembari mengucapkan Namo Buddhaya, Namo Dharmaya, Namo Sanghaya di hadapan rupang Shiva. Tapi setelah mengucapkan hal tersebut, rupang Shiva malah hancur berantakan.

Maka dari itu jangan menggampangkan arti dari sebuah tindakan namaskara.

Kalau saya, saya bernamaskara terhadap Triratna tidak hanya menghormati, namun juga dengan keyakinan dan perlindungan pada Sang Triratna. Dan tampaknya pandangan Buddhis juga demikian.

Kalau sembarang, bisa2 umat Buddhis namaskara di gereja, namaskara di mesjid, namaskara di pura, yah katanya menghormati, ya dinamaskara aja semua. Kita juga nggak tahu pasti Tuhan mereka tercerahkan atau tidak.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 28 November 2009, 06:45:39 AM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #302 on: 28 November 2009, 07:12:19 AM »
Quote
Tujuan saya bernamaskara 3x, adalah
kepada Buddha, Mengormati Beliau adalah Guru Agung
kepada Dhamma, Menghormati Ajaran yang dapat menuntun tuk mencapai Pencerahan/Kebebasan Sejati (Nibbana)
kepada Sangha, Menghormati Sangha Bhikkhu karena melestarikan Buddha Dhamma, Sangha Bhikkhu Mempratekkan kehidupan Suci, Sangha Bhikkhu Menjalakan Vinaya & Sila dengan Sempurna

Dan jika ada umat yang menghormati para Dewata, itu juga perbuatan Baik, tidak peduli para Dewa sudah mencapai kesucian atau tidak !

Emang ada manusia biasa yang bisa tahu ada dewa yang sudah mencapai kesucian atau tidak ?

Dapat menjadi Makhluk Dewa(penghuni Surga), adalah karena KEBAJIKAN mereka,
jadi kita tidak salah apabila menghormati para Dewata, baik dengan namaskara maupun cara lain ataupun disuruh menghormati

Ooh... berarti apakah anda bernamaskara pada Triratna itu - cuma sekedar menghormati? Apakah berlindung itu sama dengan menghormati? Umat K dan I aja bisa hormat sama Triratna, tapi apa mereka berlindung, kan ya nggak toh!

Menghormati dewa memang adalah hal yang baik, ini menunjukkan kalau kita sebenarnya punya etika untuk menghormati orang yang banyak melakukan kebajikan. Maka dari itu saya bernamaste pada para dewa, yang mana saya lakukan karena saya menghormati mereka.

Di kehidupan bermasyarakat pula kita menghormati ornag-orang juga dengan cara yang berbeda. Bila ketemu bhiksu kita bahkan bernamaste dan bernamaskara, nah kalau kita ketemu ulama atau pastor ya apa kita bernamaste dan bernamaskara? Kan ya nggak toh? Demikain juga kita sebgaai umat Buddhis yang bernamaskaranya pada Triratna, kalau pada dewa dewi duniawi yang nggak jelas tercerahkan atau belum ya cukup namaste saja.

Dewa sudah tercerahkan atau belum, sementara kita hanya tahu lewat teks-teks Buddhis saja, baik yang diucapkan oleh Sang Buddha maupun guru-guru yang tercerahkan lainnya. karena setidaknya ada patokannya.

Tapi bukan berarti kalau nggak ada dalam catatan maka dewanya tidak tercerahkan. Tidak, bukan begitu. Tapi setidaknya kita mencari jalan amannya saja, karena kita tahu bahwa dewa dewi duniawi bisa memunculkan niat buruk juga, contohnya lihat Mara Putradewa. Apa mau anda saya suruh namaskara pada Mara Putradewa alias Vessavati Mara? Bahkan bernamaste aja orang belum tentu mau.

Maka dari itu ketika guru2 agung tercerahkan sudah memastikan bahwa sang dewa telah berlindung pada Triratna dan mencapai tingkat kesucian, setidaknya kita sudah ada dasar yang jelas, tidak sembarang main hormat, nanti salah2 pada dewa yang hatinya jelek juga kita hormati! Nah lho?

Maka dari itu sebenarnya Tripitaka dan anjuran guru2 yang tercerahkan itu setidaknya dapat menjadi pegangan bagi kita2 yang belum memiliki divyacakshu atau mencapai tingkat-tingkat pencerahan.

Bahkan Sang Buddha yang menghormati ayahnya saja, tidak bernamaskara pada beliau karena tidak mungkin seorang Samyaksambuddha menghormat pada umat awam dengan cara demikian, karena akan menyebakan kepala orang yang dihormati menjadi terbelah. Mahasiddha Virupa yang tercerahkan ketika dipaksa oleh umat Hindu untuk menghormat patung dewa Shiva, merangkapkan kedua tangannya beranjali menghormat pada Shiva sembari mengucapkan Namo Buddhaya, Namo Dharmaya, Namo Sanghaya di hadapan rupang Shiva. Tapi setelah mengucapkan hal tersebut, rupang Shiva malah hancur berantakan.

Maka dari itu jangan menggampangkan arti dari sebuah tindakan namaskara.

Kalau saya, saya bernamaskara terhadap Triratna tidak hanya menghormati, namun juga dengan keyakinan dan perlindungan pada Sang Triratna. Dan tampaknya pandangan Buddhis juga demikian.

Kalau sembarang, bisa2 umat Buddhis namaskara di gereja, namaskara di mesjid, namaskara di pura, yah katanya menghormati, ya dinamaskara aja semua. Kita juga nggak tahu pasti Tuhan mereka tercerahkan atau tidak.

 _/\_
The Siddha Wanderer
:)) kepada orangtuanya yg masih hidup tidak namaste tapi kepada seongok tulang namaste (liat di sutra bakti yang palsu :)) ) ko gak di ceritain tulangnya pecah :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #303 on: 28 November 2009, 07:17:08 AM »
Quote
ya memang saya masih bingung, soal faktor pertama itu apa bedanya dengan misalkan seseorang itu meminta2 kepada dewa .... atau dewi ....? atau bahkan kepada Penciptanya?

Minta pada para dewa dan Sang pencipta kagak perlu Bodhicitta boss..... huehuehue...... asal dikasih berbagai persembahan dan puja2 udah bakalan senang si makhluk alam dewa.

Bedanya ada satu lagi..... kalau di agama lain kan gak ada faktor karma! Di agama H aja Tuhannya bisa ngehapus karma buruk..... hmmmm.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
loh apa bedanya? bukankah di sutra2 sering di sebut asal memperbanyak sutra maka karma buruk bisa hilang, apalagi kalau baca liamkeng beribu2 X.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #304 on: 28 November 2009, 07:17:33 AM »
Quote
laugh kepada orangtuanya yg masih hidup tidak namaste tapi kepada seongok tulang namaste (liat di sutra bakti yang palsu laugh ) ko gak di ceritain tulangnya pecah laugh

Maklum Sutra Palsu  ;D

Yang soal Samyaksambuddha tidak menghormat pada ayahnya itu, saya dapet dari sumber Theravada.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #305 on: 28 November 2009, 07:18:50 AM »
Quote
loh apa bedanya? bukankah di sutra2 sering di sebut asal memperbanyak sutra maka karma buruk bisa hilang, apalagi kalau baca liamkeng beribu2 X.

Baca ini bos:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4958.msg225477.html#msg225477

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #306 on: 28 November 2009, 07:33:19 AM »
sudah dibaca, sayangnya di sutra2 yang di perbanyak tidak ada kek gitu boss,  cuma adanya perbanyak sutra doang yang di tegaskan :))

Sebenarnya penjelasan2 seperti itu tidak ada bedanya dengan ajaran lain yang katanya asal percaya masuk surga (itu juga ada penjelasannya dan tidak akan beda jauh sama penjelasan di link itu)

nah kenapa yang populernya itu yang gampangnya saja?bukan yang keterangan2 itu?  tidak beda jauh khan? yang populer itu perbanyak sutra, baca liamkeng, trus kalo ga salah ada san bu yi pai (buat nebus dosa juga yak?) ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #307 on: 28 November 2009, 07:47:42 AM »
Quote
sudah dibaca, sayangnya di sutra2 yang di perbanyak tidak ada kek gitu boss,  cuma adanya perbanyak sutra doang yang di tegaskan laugh

Sebenarnya penjelasan2 seperti itu tidak ada bedanya dengan ajaran lain yang katanya asal percaya masuk surga (itu juga ada penjelasannya dan tidak akan beda jauh sama penjelasan di link itu)

nah kenapa yang populernya itu yang gampangnya saja?bukan yang keterangan2 itu?  tidak beda jauh khan? yang populer itu perbanyak sutra, baca liamkeng, trus kalo ga salah ada san bu yi pai (buat nebus dosa juga yak?) Grin

Ya makanya kalau orang mau belajar, harus sungguh-sungguh dan secara holistik, jangan sepenggal2, apalagi belajar Sutra...hehe....

Jangan pake kata2 "nebus dosa" ah, istilah "purifikasi karma" lebih cocok.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #308 on: 28 November 2009, 08:09:00 AM »
Bukan soal mau atau tidak belajar, sejauh mana sutra2 itu berkembang di indonesia? Dan sejauh mana penjelasan2 nya di berikan kepada umat? Dan sejauh mana pembuktian sutra2 itu benar2 di sabdakan oleh Buddha?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #309 on: 28 November 2009, 08:25:54 AM »
Quote
Bukan soal mau atau tidak belajar, sejauh mana sutra2 itu berkembang di indonesia? Dan sejauh mana penjelasan2 nya di berikan kepada umat? Dan sejauh mana pembuktian sutra2 itu benar2 di sabdakan oleh Buddha?

Memang saya akui masih kurang penjelasan akan Mahayana di Indo ini.

Yah maka dari itu kita harus menggalakkan pengetahuan yang benar ttg Sutra2 Mahayana bukan? Menulis di forum ini dan membuat ebook di DC juga sekaligus menjadi sarana bagi saya untuk mencoba menyebarkan pemahaman Mahayana yang sebenarnya itu seperti apa, tentunya sesuai dengan kapasitas saya yang juga masih terbatas ini.

Usaha sobat dharma dan DC untuk menerjemahkan dan mencetak riwayat Han-Shan juga turut dipuji. Mungkin literatur Mahayana yang bagus2 bisa lebih banyak dicetak, sehingga bisa meningkatkan pemahaman yang benar akan Mahayana.

Jadi ya nggak hanya Ko Ong Kwan Sie Im Keng aja yang banyak...hahahha.... di kelenteng2 sampe buanyak keleleran gak ada yang ngambil..... what a waste....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #310 on: 28 November 2009, 08:35:58 AM »
Kakakakak lupa harusnya di belakang buku di tambah untuk memperbanyak buku =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #311 on: 28 November 2009, 08:36:41 AM »
Quote
kenapa tidak? apa orang dari agama lain yang batinnya baik tidak pernah ditemukan reliknya? apa pernah ada yang coba melihat relik dari agama lain?

Karena setahu saya relik di agama lain nggak kaya sharira di agama Buddha.... misalnya relik para Santo kan bukan hasil dibakar, karena dalam paham Kristianitas harus dikubur, sedangkan sharira kan ditemukan setelah kremasi.... bentuknya pun saya lihat beda. Di tradisi Jain dan Hindu setahu saya juga tidak ada sharira.

Lagipula relik [sharira] itu hanya muncul dari tubuh seseorang yang telah mencapai Nirvana...

 _/\_
The Siddha Wanderer


IMO, relik hanyalah sisa2 jasmani setelah pemakaman, sama sekali tidak berhubungan dengan nirvana,

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #312 on: 28 November 2009, 08:48:23 AM »
Quote
IMO, relik hanyalah sisa2 jasmani setelah pemakaman, sama sekali tidak berhubungan dengan nirvana,

Apa semua orang bisa menghasilkan relik ketika dikremasi?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #313 on: 28 November 2009, 08:51:52 AM »
Quote
IMO, relik hanyalah sisa2 jasmani setelah pemakaman, sama sekali tidak berhubungan dengan nirvana,

Apa semua orang bisa menghasilkan relik ketika dikremasi?

 _/\_
The Siddha Wanderer

jika pembakaran menggunakan cara tradisional, pake kayu bakar, biasanya masih banyak tulang belulang yang tidak habis terbakar. itu juga relik

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: perbedaan mahayana ama theravada
« Reply #314 on: 28 November 2009, 08:55:07 AM »
Quote
sudah dibaca, sayangnya di sutra2 yang di perbanyak tidak ada kek gitu boss,  cuma adanya perbanyak sutra doang yang di tegaskan laugh

Sebenarnya penjelasan2 seperti itu tidak ada bedanya dengan ajaran lain yang katanya asal percaya masuk surga (itu juga ada penjelasannya dan tidak akan beda jauh sama penjelasan di link itu)

nah kenapa yang populernya itu yang gampangnya saja?bukan yang keterangan2 itu?  tidak beda jauh khan? yang populer itu perbanyak sutra, baca liamkeng, trus kalo ga salah ada san bu yi pai (buat nebus dosa juga yak?) Grin

Ya makanya kalau orang mau belajar, harus sungguh-sungguh dan secara holistik, jangan sepenggal2, apalagi belajar Sutra...hehe....

Jangan pake kata2 "nebus dosa" ah, istilah "purifikasi karma" lebih cocok.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Bukannya Aliran Mahayana Nichiren di Jepang memang memegang keyakinan bila membaca Saddharma Pundarika Sutra pada pagi, siang, sore dan malam bisa menghapus karma buruk?