Tipitaka juga tidak bisa dipercayai 100% sebagai monopoli dhamma[ diluar tipitaka semua salah] , apalagi Tripitaka yg menurut saya lebih parah.
misalkan saja dalam Tipitaka dikatakan bahwa setelah kematian seorang arahat, maka ibarat lilin habis berserta sumbu nya habis....
bagaimana mungkin seorang bhante yg dikagumi sentaro Thailand AjahnMun, malah berbalik kata
bahwa
Ajahn Mun bahwa para Arahanta datang mendiskusikan Dhamma dengannya dan mendemostrasikan cara mereka merealisai Parinibbana
apakah buku-nya salah? atau isinya salah? atau pengarang nya keliru mendengar...atau gimana?
tentu saja berkontradiksi jauh dengan apa yg terjadi dalam sutta setelah parinibbana....
kemudian dalam salah satu buku Mahaboowa, tertulis bahwa disana para buddha memberi selamat atas pencapaian beliau[AM]...
apakah ini kasus sama juga dengan kasus Albert Enstein yg memuji-muji agama buddha yang ternyata tidak ada tulisan sama sekali mengenai agama kosmis dan agama buddha.
---------------------------------------------------------------------------------
sy rasa lebih baik kembali ke basic,
belajar sendiri, lihat sendiri, rasakan sendiri.......
ini di-ibaratkan main dalam labirin,dhamma dalam Tipitaka buat saya saat ini ibarat penunjuk arah [ sebelum masuk labirin ]...ditulis bahwa finish nya nanti akan ada buah mangga di atas piring..!!!
tetapi ketika kita memasuki labirin, entah mana pengangan kita, bisa saja finish nya itu ternyata ada mangga dan apel di atas piring....
jadi cukup dengan nasehat sederhana yg tercatat....
Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Mahapajapati Gotami:
"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.`”
"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.`”
Begitu juga dalam SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Upali :
"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.`"
"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.`”
yg pada point nya adalah "akhir dari dukkha"